Oleh :
Murniningtyas Putri Ratnasiwi
NIM. 40220021
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DIARE
PADA AN. Y DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT
RS BHAKTI WIYATA KOTA KEDIRI
Mengetahui,
Ika Rahmawati, S.Kep, Ns., M.Kep Sri Wahyuni , S.Kep, Ns., M. Kep
NIK. NIK.
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami buang air
besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja
dengan frekuensi lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu
hari (Depkes RI, 2011).
Diare adalah buang air besar pada balita lebih dari 3 kali sehari
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu (Juffrie dan
Soenarto, 2012).
Diare adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat
kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10ml/kg/hari) dengan
peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan
berlangsung kurang dari 14 hari (Tanto dan Liwang, 2014).
Berdasarkan ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diare
adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami buang air besar lebih
dari 3 kali dalam sehari dengan intensitas cair.
B. Klasifikasi
Menurut Amabel (2011) diare diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
1. Diare akut adalah buang air besar pada bayi atu anak-anak melebihi 3
kali sehari disertai dengan perubahan konsisitensi tinja menjadi cair
dengan atau tanpa lender dan darah yang berlangsung kurang dari satu
minggu.
2. Diare kronis sering kali dianggap suatu kondisi yang sama namun
dengan waktu yang lebih lama yaitu diare melebihi satu minggu,
sebagian besar disebabkan diare akut berkepanjangan akibat infeksi.
3. Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan
diare berkelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan
kronis biasanya ditandai dengan penurunan berat badan dan sukar
untuk naik kembali.
C. Etiologi
Menurut PPNI (2016) penyebab terjadinya diare antara lain:
1. Inflamasi gastrointestinal.
2. Iritasi gastrointestinal
3. Proses Infeksi
a. Infeksi enternal: infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi
eksternal sebagai berikut :
1) Infeksi bakteri: Vibrio’ E coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, aeromonas, dan sebagainya.
2) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsacki, Poliomyelitis)
Adeno-virus, Rotavirus, astrovirus, dan lain-lain.
3) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxcyuris,
Strongyloides) protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan
seperti: otitits media akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
4. Malabsorpsi
a. Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa,dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
(intoleransi laktosa).
b. Malabsorbsi lemak.
c. Malabsornsi protein.
5. Kecemasan.
6. Tingkat stes tinggi.
7. Terpapar kontaminan.
8. Terpapar toksin.
9. Penyalahgunaan laksatif.
10. Penyalahgunaan zat.
11. Program pengobatan (agen tiroid, analgesi, pelunak feses, ferosulfat,
antasida, cimetidine dan antibiotic).
12. Perubahan air dan makan.
13. Bakteri pada air.
Faktor yang mempengaruhi diare menurut Suharyono (2008),
diantaranya :
1. Faktor Gizi
Makin buruk gizi seorang anak, ternyata makin banyak kejadian diare.
2. Faktor sosial ekonomi
Kebanyakan anak-anak yang mudah menderita diare berasal dari
keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang
buruk, tidak punya penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan
kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta
kebiasaan yang tidak menguntungkan.
3. Faktor lingkungan
Sanitasi lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh terhadap
kejadian diare, interaksi antara agent penyakit, manusia dan faktor –
faktor lingkungan, yang menyebabkan penyakit perlu diperhatikan
dalam penanggulangan diare.
4. Faktor makanan yang terkontaminasi pada masa sapih
Insiden diare pada masyarakat golongan berpendapatan rendah dan
kurang pendidikan mulai bertambah pada saat anak untuk pertama kali
mengenal makanan tambahan dan frekuensi ini akan makin lama
meningkat untuk mencapai puncak pada saat anak sama sesekali di
sapih, makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan
diare pada anak–anak lebih tua.
5. Faktor pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan memengaruhi
proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang, makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Tingkat pendidikan mempengaruhi
tingkat pengetahuan ibu balita dalam berperilaku dan berupaya secara
aktif guna mencegah terjadinya diare pada balita.
D. Tanda Gejala
Menurut PPNI (2016) tanda gejala dari penyakit diare antara lain:
1. Defekasi lebih dari tiga kali dalam 24 jam.
2. Feses lembek atau cair
3. Nyeri/ kram abdomen
4. Urgency
5. Frekuensi peristaltik.
6. Bising usus hiperaktif.
Sedangkan menurut octa (2014) tanda dan gejala awal diare pada anak
ditandai dengan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu meningkat, nafsu
makan menurun, tinja cair (lendir dan tidak menutup kemungkinan diikuti
keluarnya darah, anus lecet, dehidrasi (bila terjadi dehidrasi berat maka
volume darah berkurang, nadi cepat dan kecil, denyut jantung cepat,
tekanan darah turun, keadaan menurun diakhiri dengan syok)), berat badan
menurun, turgor kulit menurun, mata dan ubun-ubun cekung, mulut dan
kulit menjadi kering.
E. Patofisiologi
Perjalanan penyakit diare menurut Kowalak, Welsh & Mayer (2011)
diare merupakan peningkatan volume feses dan peningkatan defekasi yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya air didalam kolon,
makanan atau zat yang tidak dapat diserap. Paling sering diare akut
disebabkan oleh virus yang berkaitan dengan enteropatogen bakteri atau
parasite. Virus yang masuk melukai sel vilosa matur, menyebabkan
absorpsi cairan menurun dan defisiensi disakaridase. Sedangkan bakteri
menciderai usus hingga menginvasi mukosa usu, merusak permukaan
vilosa atau melepas toksin (Kyle & Carman, 2016). Mikroorganisme yang
masuk ke dalam saluran cerna ini berkembang dalam usus dan merusak
sel-sel mukosa usus sehingga menurunkan daerah permukaan usus
kemudian terjadi perubahan kapasitas usus dan terjadi gangguan fungsi
usus untuk mengabsorpsi cairan dan elektrolit. Kegagalan dalam
melakukan absorpsi dapat meningkatkan tekanan osmotic sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan akhirnya
meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi diare. Faktor makanan juga
dapat mengakibatkan diare apabila terdapat pathogen dalam makanan
toksin yang masuk saluran cerna tidak dapat diserap dengan baik, sehigga
terjadi peningkatan peristaltik kemudian terjadi diare (Hidayat, 2012).
Menurut Amin (2015) mengatakan bahwa diare yang berlangsung
tanpa penanganan medis dapat menyebabkan kematian akibat kekurangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau akibat gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik.
Asidosis metabolik juga dapat disebabkan pembentukan asam yang
berlebih dalam tubuh, kegagalan ginjal dalam mengsekresi asam-asam
organic dalam tubuh (Mansyore, 2010). Kehilangan cairan menimbulkan
rasa haus, berat badan menurun, mata cekung, turgor kulit menurun, bibir
menjadi kering. Gejala ini muncul akibat deplesi air yang isotonik.
Gangguan kardiovaskuler akibat hipovolemia berat dapat
menimbulkan tekanan darah menurun dan takikardi. Pasien mulai gelisah,
wajah pucat, ujung-ujung ekstremitas menjadi dingin dan kadang sianosis.
Tekanan darah yang menurun mengakibatkan gangguan perfusi ginjal
sehingga terjadi anuria atau oliguria. Tanda awal dehidrasi dapat terjadi
pada stadium awal yaitu Na dan Cl keluar bersama dengan cairan tubuh.
Pengeluaran yanag terus menerus menjadi reabsorpsi yang berlebih oleh
ginjal sehingga Na dan Cl ekstrasel meningkat (hipertonik). Peningkatan
osmolaritas ekstrasel ini mengakibatkan penarikan air dari dalam sel sel
menjadi dehidrasi sehingga terjadi stimulasi hipofisis untuk mengeluarkan
hormone antidiuretic (ADH) yang akhirnya menahan cairan dalam ginjal
sehingga terjadi oliguria. Kehilangan cairan dan elektrolit akibat dehidrasi
membuat air tidak dapat pindah dari sel ke dalam vaskuler, mengakibatkan
cairan dalam vaskuler berkurang. Aliran darah yang kurang menyebabkan
tekanan darah menurun dan terjadi syok.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang intensif perlu dilakukan untuk
mengetahui adanya diare yang disertai komplikasi dan dehidrasi. Menurut
Arifputra dkk (2014), terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium untuk
penyakit diare, diantaranya :
1. Lekosit polimorfonuklear, yang membedakan antara infeksi bakteri
dan infeksi virus.
2. Kultur feses positif terhadap organisme yang merugikan.
3. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dapat menegaskan
keberatan rotavirus dalam feses.
4. Nilai pH feses dibawah 6 dan adanya substansi yang berkurang dapat
diketahui adanya malaborbsi karbohidrat.
5. Pemeriksaan darah rutin, LED (laju endap darah), atau CPR (C-
reactive protein) untuk memberikan informasi mengenai tanda infeksi
atau inflamasi.
6. Pemeriksaan fungsi ginjal dan elektrolit untuk menilai gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Pemeriksaan kolonoskopi untuk mengetahui penyebab diare.
8. Pemeriksaan CT scan bagi pasien yang mengalami nyeri perut hebat,
untuk mengetahui adanya perforasi usus.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare pada anak menurut Kemenkes RI (2011)
diantaranya:
1. Mencegah terjadinya dehidrasi
Tindakan pencegahan dehidrasi yang bisa dilakukan ditingkat rumah
tangga jika balita mengalami diare adalah:
a. Memberikan ASI lebih sering dan lebih lama dari biasanya
Bagi bayi yang masih menyusui (0-24 bulan atau lebih) dan bagi
petugas kesehatan sangat penting untuk mendukung dan membantu
ibu untuk menyusui bayinya jika ibu berhenti menyusui bayinya
yang masih berusia 0-24 bulan.
b. Pemberian ORALIT sampai diare berhenti
c. Memberikan cairan rumah tangga, cairan/minuman yang biasa
diberikan oleh keluarga/masyarakat setempat dalam mengobati
diare, dan memberikan sari makanan yang cocok, contoh: kuah
sayur, air tajin, kuah sup. Jika tidak tersedia cairan rumah tangga
dan ORALIT di rumah, bisa dengan memberikan air minum.
d. Segera membawa balita diare ke sarana kesehatan.
2. Mengobati dehidrasi
Apabila terjadi dehidrasi dapat diberikan ORALIT. ORALIT adalah
campuran garam elektrolit seperti NaCl, KCl dan trisodium sitrat
hidrat, serta glukosa anhidrat. Sejak tahun 2004, WHO/UNICEF
merekomendasikan ORALIT dengan osmolaritas rendah. Berdasarkan
penelitian dengan ORALIT osmolaritas rendah diberikan kepada
penderita diare akan:
a. Mengurangi volume tinja hingga 25%
b. Mengurangi mual muntah hingga 30%
c. Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena
sampai 33%.
3. Mempercepat kesembuhan dengan memberikan obat ZINC
Bukti ZINC baik dan aman untuk pengobatan diare berdasarkan hasil
penelitian Departement of Child and Adolescent Health and
Development, World Health Organization yaitu:
a. ZINC sebagai obat pada diare
1) 20% lebih cepat sembuh jika anak diare diberi ZINC (Penelitian
di India).
2) 20% risiko diare lebih dari 7 hari berkurang.
3) 18% – 59% mengurangi jumlah tinja.
4) Mengurangi risiko diare berikutnya 2-3 bulan ke depan.
b. ZINC dan pengobatan diare akut:
25% mengurangi lama diare
c. ZINC dan pengobatan diare persisten:
24% diare persisten berkurang
d. ZINC sebagai obat pencegah diare akut dan persisten
1) Jika ZINC diberikan 5-7 kali per minggu dengan dosis ½ yang
dianjurkan (RDA) memberikan
a) 18% penurunan insiden diare
b) 25% penurunan diare
2) Pada penelitian lanjutan didapatkan
a) 11% penurunan insiden diare persisten
b) 34% penurunan prevalen diare
e. ZINC pencegahan dan pengobatan diare berdarah :
Pemberian ZINC baik dalam jangka pendek dan panjang terbukti
menurunkan kejadian diare berdarah.
f. ZINC dan penggunaan antibiotik irasional
1) Sampai saat ini pemakaian antibiotik pada diare masih 80%
sedangkan jumlah diare yang seharusnya diberi antibiotik tidak
lebih dari 20%, sangat tidak rasional, (data sesuai dari hasil
presentasi dr. M. Juffrie, PhD, SpA(K) dalam Kongres XIV
Ikatan Bidan Indonesia, Padang, 2008).
2) Pemakaian ZINC sebagai terapi diare apapun penyebabnya akan
menurunkan pemakaian antibiotik irasional.
g. ZINC mengurangi biaya pengobatan
1) Mengurangi jumlah pemakaian antibiotik dan,
2) Mengurangi jumlah pemakaian ORALIT.
h. ZINC aman diberikan kepada anak.
4. Memberikan makanan
Memberikan makanan selama diare kepada balita (usia 6 ke atas)
penderita diare akan membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Sering sekali balita yang terkena
diare jika tidak diberikan asupan makanan yang sesuai umur dan
bergizi akan menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi
akan meningkatkan risiko anak terkena diare kembali. Oleh karena
perlu diperhatikan:
a. Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui
bahkan meningkatkan pemberian ASI selama diare dan selama
masa penyembuhan (bayi 0 – 24 bulan atau lebih).
b. Dukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi berusia
0-6 bulan, jika bayinya sudah diberikan makanan lain atau susu
formula berikan konseling kepada ibu agar kembali menyusui
eksklusif. Dengan menyusu lebih sering maka produksi ASI akan
meningkat dan diberikan kepada bayi untuk mempercepat
kesembuhan karena ASI memiliki antibodi yang penting untuk
meningkatkan kekebalan tubuh bayi.
c. Anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan pemberian makan:
Makanan Pendamping ASI (MP ASI) sesuai umur pada bayi 6 –
24 bulan dan sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan
makanan keluarga secara bertahap.
d. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan
selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.
e. Petugas kesehatan memberikan konseling kepada ibu dengan bayi
agar kembali menyusui eksklusif, karena ASI memiliki antibodi
yag penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh bayi, disarankan
kepada ibu untuk melanjutkan peran ASI hingga anak berusia 24
bulan.
Anjuran makan untuk diare persisten:
a. Jika anak masih mendapat ASI: Berikan lebih sering dan lebih lama,
pagi, siang dan malam.
b. Jika anak mendapat susu selain ASI:
1) Kurangi pemberian susu tersebut dan tingkatkan pemberian ASI.
2) Gantikan setengah bagian susu dengan bubur nasi di tambah
tempe.
3) Jangan diberi susu kental manis.
4) Untuk makanan lain, ikuti anjuran pemberian makan sesuai
dengan kelompok umur.
5. Mengobati masalah lain dengan memberikan terapi farmakologik
a. Antibiotik
Menurut Suraatmaja (2007), pengobatan yang tepat terhadap
penyebab diare diberikan setelah diketahui penyebab diare dengan
memperhatikan umur penderita, perjalanan penyakit, sifat tinja.
Pada penderita diare, antibiotic boleh diberikan bila:
1) Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik dan
atau biakan.
2) Pada pemeriksaan mikroskopis dan atau mikroskopis ditemukan
darah pada tinja.
3) Secara kinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya
infeksi maternal.
4) Di daerah endemic kolera.
5) Neonatus yang diduga infeksi nosokomial.
b. Obat antipiretik
Menurut Suraatmaja (2007), obat antipiretik seperti preparat
salisilat (asetosol, aspirin) dalam dosis rendah (25 mg/ tahun/ kali)
selain berguna untuk menurunkan panas akibat dehidrasi atau panas
karena infeksi, juga mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama
tinja.
H. KOMPLIKASI
Menurut Maryunani (2010) sebagai akibat dari diare akan terjadi
beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat
karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria atau anuria)
dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam
cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2–3 % anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita Kekurangan Kalori
Protein (KKP). Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan
atau penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan etabol
glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah
menurun hingga 40 % pada bayi dan 50 % pada anak– anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh makanan sering dihentikan oleh orang tua karena
takut diare atau muntah yang bertambah hebat, walaupun susu
diteruskan sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer
ini diberikan terlalu lama, makanan yang diberikan sering tidak dapat
dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
I.WOC DIARE
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Pasien dengan gastroenteritis biasanya didapatkan kondisi dengan
karakteristik adanya mual dan muntah dan diare yang disebabkan oleh
infeksi, alergi atau keracunan zat makanan.
Emergency treatment :
Pastikan kepatenan jalan nafas
- Kaji adanya penyumbatan jalan nafas seperti air ludah, muntahan,
dan secret.
- Pasien dimiringkan kekanan untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan.
- Lidah dijaga agar tidak mengahalangi jalan nafas atau tergigit
b. Breathing
Pada pasien gastroenteritis dapat ditemukan abnormalitas metabolik
atau ketidakseimbangan asam basa yang dapat menimbulkan gangguan
pernafasan.
Emergency treatment :
- Kaji respiratory rate
- Kaji saturasi oksigen
- Auskultasi dada
- Berikan oksigen jika ada hypoksia untuk mempertahankan saturasi
c. Circulasi
Pada pasien gastroenteritis ditemukan penurunan kadar kalium darah di
bawah 3,0 mEq/liter sehingga menyebabkan disritmia jantung.
Emergency treatment :
- Kaji denyut jantung
- Monitor tekanan darah
- Pasang infus berikan cairan jika pasien dehidrasi
- Catat temperatur
d. Disability
Pada pasien gastroenteritis penurunan tingkat kesadaran karena
dehidrasi dengan gejala seperti gelisah, kulit lembab, dan berkeringat
tidak muncul sampai total volume darah yang hilang sekitar 10-20%
sehingga dapat menyebabkan syok hipovolemik.
Emergency treatment :
- Panatu tanda vital
- Perhatikan respon pasien sebagai respon terhadap stimulus
e. Exposure
Pasien dengan gastroenteritis mengalami dehidrasi akibatnya terjadi
peningkatan suhu tubuh karena proses infeksi sekunder.
Emergency treatment :
- Kaji riwayat pasien
- Kaji makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya
- Kaji tentang waktu sampai adanya gejala
- Lakukan pemeriksaan abdomen
2. Pengkajian sekunder
a. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11
bulan.Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi
hal ini membantu menjelaskan penurunan insiden penyakit pada anak
yang lebih besar.Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai
terbentuk, kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan
kuman menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi.
Status ekonomi juga mempengaruhi terutama dilihat dari pola makan
dan perawatanya.
b. Keluhan utama
BAB lebih dari 3 kali.
c. Riwayat penyakit sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lender dan darah atau lender
saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran
3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari (diare berkepanjangan), lebih
dari 14 hari (diare kronis).
d. Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakaian antibiotic atau
kortikosteroid jangka panjang, alergi makanan, ISPA, ISK, OMA dan
Campak.
e. Riwayat nutisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari degan tambahan buah dan susu.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare
g. Riwayat kesehatan lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan
lingkungan tempat tinggal.
h. Pemeriksaan fisik
1) Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar.
2) Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
3) Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih.
4) Mata : ceung , kering, sangat cekung.
5) System pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat >35x / mnt , nafsu makan menurun, mual
muntah , minum normal atau tidak haus , minum sedikit atau
kelihatan bias minum.
6) System pernafasan : dispnea pernafasan cepat >40x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
7) System kardiovaskuler : nadi cepat >120x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang.
8) System integument : warna kulit pucat, turgor menurun >2dt, suhu
meningkat >375c, akral hangat , akral dingin (waspada syok),
capillary refiil time memanjang >2dt , kemerahan pada daerah
perianal.
9) System perkemihan : urin produksi oligura sampai anuria (200-400
ml/24 jam) , frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
10) Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bias mengalami
stress yang berupa perpisahan , kehilangan waktu bermain, terhadap
tindakan invasive repon yang di tunjukan adalah protes , putus asa ,
dan kemudian menerima.
i. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
- Feses kultur : bakteri, virus, parasit, candida
- Serum elektrolit : hiponatremi, hipernatremi, hipokalemi
- AGD : asidosis metabolik, ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun.
- Faal ginjal : UC meningkat
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopneumonia
j. Terapi
1) Rehidrasi
2) Cara rehidrasi oral :
- Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl, dan glukosa) seperti
oralit.
- Formula sederhana (NaCl dan sukrosa)
3) Cara parenteral
- Cairan I : RL dan NS
- Cairan II : D5 ¼ salin
B. Masalah keperawatan yang muncul
1. Diare b/d terpapar kontaminan ditandai dengan BAB ≥ 10x dalam sehari,
konsistensi BAB cair pasien tampak lemah
2. Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif ditandai dengan rasa haus , lemah,
frekuensi nadi meningkat, volume urine menurun, nadi teraba lemah
3. Hipertermi b/d proses penyakit
4. Ganggu rasa nyaman (mual muntah) b/d gejala penyakit
5. Defisit nutrisi b/d faktor psikologis
6. Gangguan pola tidur b/d kecemasan
C. Intervensi
A.Azis Alimul Hidayat & Musrifatul Uliyah. 2016. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Surabaya : Health Books Publishing.
Amin L.Z. 2015. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Education. 42 (7),
504–508.
Anik Maryunani, 2010, Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : CV. Trans Info Media.
Juffrie, M. Dr., PhD, SpA(K), 2008. Zinc: Tatalaksana Baru Diare. Makalah
disajikan dalam Kongres XIV Ikatan Bidan Indonesia, Padang,
Sumatera Barat, 2-6 November.
Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Alihbahasa oleh
Andry Hartono. Jakarta: EGC.
Kyle, Terri dan Susan Carman. 2016. Buku ajar keperawatan pediatri. Edisi 2.
Volume 4. Jakarta EGC.
Soenarto Y., 2012. Diare Kronis dan Diare Persisten. Juffrie M., Soeparto P.,
Ranuh R., Sayoeti Y., Sudigbia I., Ismail R., Subagyo B., Santoso
N.B., Soenarto S.S.Y., Hegar B., Boediarso A., Dwipoerwantoro
P.G., Djuprie L., Firmansyah A., Prasetyo D., Santosa B., Martiza I.,
Arief S., Rosalina I., Sinuhaji A.B., Mulyani N. S., Bisanto J., &
Oswari H., Buku Ajar GastroenterologiHepatologi. Jilid 1. Pp 122.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Data umum
Nama : An. Y
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : TK
Pekerjaan :-
Alamat :-
No. Registrasi :-
Diagnosa medis : Diare
Tanggal MRS : 30 -11-2020 Pukul: 07.30
Tanggal pengkajian : 30-11-2020 Pukul : 07.45
Bila pasien di IGD
Triage pada pukul :07.45
Kategori triage : P1 P2 P3
Data khusus
1. Subyektif
Keluhan utama (chief complaint):
Diare dengan dehidrasi
Riwayat penyakit Sekarang :
Pada tanggal 30-11-2020 jam 07.30 WIB pasien masuk UGD RS Bhakti
Wiyata Kediri. Ibu pasien mengatakan An. Y usia 5 tahun mengalami
dehidrasi dikarenakan diare yang dialaminya sejak ± 4 hari, dalam satu hari
BAB ≥10 kali cair dan 5 muntah. Awal terjadinya diare pasien mengalami
hipertermi tetapi sudah diperiksakan kedokter spesialis anak, setelah minum
obat dari dokter, tidak ada perubahan dan diare semakin parah hingga pasien
mengalami dehidrasi. Kemudian keluarga membawa pasien ke rumah sakit.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil TD: 90/70 mmHg nadi :
100 x/menit, RR 24 x/menit, Suhu: 38 OC GCS 15 (E4M5V6). Ibu pasien
mengatakan BB pasien mengalami penurunan dari 23 kg dan sekarang 20
kg. Pasien tampak gelisah, pucat dan lemas, turgor kulit jelek, CRT > 3
detik, mata cowong dan terkadang keluar keringat dingin. Data
Laboratorium 30-11-2020 Pemeriksaan hasil satuan normal Hemoglobin :
12,3 gr/dl 11.00-1300 Hematokrit : 36,8 % 36.0-44.0 Leukosit : 8.400
ribu /mmk 6.00-18.00 Trombosit : 438.000 ribu /mmk 150.000-400.000
Erytrosit : 3,86 juta/mmk 3.60-5.00 MCV : 88 FL 77.00-101.000 MCH : 28
pg 23.00-31.00 MCHC : 31 g/dl 23.00-36.00 2. Pemeriksaaan feses Warna :
kuning Konsistensi : cair Bakteri : (+) Sudan III : (+). Warna urine lebih
pekat. Therapy VitBc3x1/2tab Paracetamol 3x100 mg Kalmoxicilin 3.200
mg RL : 12 TPM.Masuk triage merah jam 07.45 am.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2. Obyektif
Keadaan umum : Baik Sedang Lemah
A. AIRWAY
Snoring Ya Tidak
Gurgling Ya Tidak
Stridor Ya Tidak
Wheezing Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Benda asing Ya Tidak Sebutkan................
B. BREATHING
Gerakan dada Simetris Asimetris
Gerakan paradoksal Ya Tidak
Retraksi intercosta Ya Tidak
Retraksi suprasternal Ya Tidak
Retraksi substernal Ya Tidak
Retraksi supraklavikular Ya
Tidak
Retraksi Intraklavikula
Ya Tidak
Gerakan diafragma Normal Tidak
C. CIRCULATION
Akral tangan dan kaki Hangat Dingin
Kualitas nadi Kuat Lemah
CRT < 2 dt > 2 dt
Perdarahan Ya Tidak
D. DISABILITY/STATUS NEUROLOGI
Tingkat kesadaran : Composmetis
Alert : -
Verbal : orientasi baik
Pain :-
Unresponsive :-
GCS: Eye:4 Verbal:5 Motorik:6 Total: 15
Pupil : Isokor Anisokor
Reaksi terhadap cahaya : Ya Tidak
E. EXPOSURE/ENVIRONMENT (focus pada area injury):
J. HISTORY (MIVT)
M : Mechanism
I : Injuries Suspected
V : Vital sign on scene
T : Treatment received
Mata
Palpebra oedema \ Ya \
Tidak \ \
Sklera \ Ikterik Kemerahan Normal
Konjungtiva \ Anemis \ Kemerahan \ Normal
Pupil \ Isokor \ Anisokor \ Midriasis Ø: mm
\Miosis Ø: mm.
Reaksi terhadap cahaya: +/+
Racoon eyes \ Ya \ Tidak
Hidung
Bentuk \ Normal \Tidak
Laserasi/jejas \ Ya \Tidak
Epistaksis \ Ya \Tidak
Nyeri tekan \Ya \Tidak
Pernafasan
Cuping hidung \ Ya \ Tidak
Terpasang oksigen: 4 lpm (nasal kanul )
Gangguan penciuman \Ya \ Tidak
Telinga
Bentuk \ Normal \ Tidak
Othorhea \ Ya \ Tidak
Cairan \ Ya \ Tidak
Gangguan pendengaran \ Ya \ Tidak
Luka \ Ya \ Tidak
Mulut
Mukosa \ Lembab \ Kering \Stomatitis
Luka \Ya \Tidak
Perdarahan \Ya \Tidak
Muntahan \ Ya \Tidak
Leher
Deviasi trakhea \ Ya \ Tidak
JVD \ Normal \Meningkat \Menurun
Pembesaran kelenjar tiroid \ Ya \ Tidak
Deformitas leher \Ya \ Tidak
Contusio/memar \Ya \ Tidak
Abrasi/luka babras \Ya \ Tidak
Penetrasi/luka tusuk \Ya \ Tidak
Burns/luka bakar \Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Tidak
Y
a
Laserasi Tidak
Y
a
Swelling/bengkak Tidak
Y
a
Pain/nyeri Tidak
Y
a
Instability Tidak
Y
a
Crepitasi Tidak
Y
a
Thoraks :
Deformitas Y Tidak
a
Contusio/memar Y Tidak
a
Abrasi/luka babras Y Tidak
a
Penetrasi/luka tusuk Y Tidak
a
Burns/luka bakar Y Tidak
a
Laserasi Y Tidak
a
Swelling/bengkak Y Tidak
a
Instability Y Tidak
a
Crepitasi Ya Tidak
Gerakan paradoksal Simetris Tidak
Paru – paru :
Pola nafas, irama: Teratur Tidak teratur
Jenis Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes
Lain-lain:Takipnea
Suara nafas Vesikuler Bronkial Bronkovesikuler
Suara nafas tambahan :
Ronkhi Wheezing Stridor Crackles Lain-lain:..............
Batuk Ya Tidak
Produktif Ya Tidak
Sputum: , Jumlah , Bau , Konsistensi
Jantung
Iktus cordis teraba pada ICS 2
Irama jantung Reguler Ireguler
S1/S2 tunggal Ya Tidak
Bunyi jantung tambahan Murmur Gallops Rhitme
lain-lain: tidak ada
Nyeri dada Ya Tidak
Pulsasi Sangat kuat Kuat Lemah Teraba Hilang timbul
Tidak teraba
CVP: Ada Tidak ada
Tempat CVP Subklavia Brachialis Femoralis
Pacu jantung Ada Tidak ada
Jenis: Permanen Sementara
Abdomen
Jejas Ya Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Distensi Ya Tidak
Massa Ya Tidak
Peristaltik usus 44 x/menit
Mual Ya Tidak
Muntah Ya Tidak
Frekuensi: 5x, jumlah 600 cc, warna putih tercampur
makanan
Pembesarah hepar Ya Tid
ak
Pembesaran lien Ya Tid
ak
Ekstremitas
Deformitas Ya
Tidak
Contusio/memar Ya
Tid
ak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Restaint Y
a Tida
k
Kontraktur Ya
Tida
k
Parese Ya
Tida
k
Plegi Ya
Tida
k
Nyeri tekan Ya Tidak
Pulsasi Sangat kuat Kuat Lemah Teraba Hilang
timbul Tidak teraba
Fraktur Ya Tidak
Crepitasi Ya, di..... Tidak
Kekuatan otot Odeme
5 5 - -
5 5 - -
Kulit
Baik Sedang Jelek
Turgor
Decubitus Ada Tidak Lokasi:…
Pelvis/Genetalia
Deformitas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya, di..... Tidak
Kebersihan area Bersih Kotor
genital
Priapismus Ya Tidak
Incontinensia urine Ya Tidak
Retensi Urine Ya Tidak
L. POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN
a. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Pemenuhan Makan dan
No Sebelum Sakit Setelah Sakit
Minum
1 Jumlah / Waktu Pagi Pagi
Makan: 1x Makan: 1x
Minum: 800cc Minum: 500 cc
Siang Siang
Makan: 1x Makan: 1x
Minum: 800cc Minum: 500 cc
Malam Malam
Makan: 1x Makan: 1x
Minum: 1000cc Minum: 500cc
2 Jenis Nasi : putih Nasi : bubur halus
Lauk :ayam, Lauk : -
tahu, tempe, Sayur : -
daging Minum / Infus : susu, air
Sayur : sayur putih / infus RL
bening
Minum : air
putih, es
3 Pantangan / Alergi Tidak ada Tidak ada
4 Kesulitan makan dan
Tidak ada Lidah pasien terasa pahit
minum
5 Usaha untuk mengatasi
Tidak ada Sedikit sedikit tapi sering
masalah
b. Pola Eliminasi
Pemenuhan
No Eliminasi BAB / Sebelum Sakit Setelah Sakit
BAK
1 Jumlah / Waktu Pagi : BAK: 1x (500 cc) Pagi : BAK: 1 (300
BAB: 1x cc)BAB : 5x
Siang : BAK: 3x (1500 Siang : BAK: 2x (400
cc) cc) BAB : 3x
Malam : BAK: 2x (100 Malam : BAK: 1x
cc) (350 cc) BAB : 2x
2 Warna BAB : kuning kecoklatan BAB : kuning
BAK : kuning jernih kecoklatan
BAK : kuning jernih
3 Bau BAB : busuk BAB : busuk
BAK : khas amoniak BAK : khas amoniak
4 Konsistensi BAB : padat tetapi tidak BAB :-
keras BAK : jernih
BAK : jernih
5 Masalah eliminasi Pasien mengalami
Tidak ada
diare
6 Cara mengatasi
Tidak ada Pampers
masalah
Kediri, 30-11-2020
(………………)
ANALISA DATA
No.
Tgl Jam Implementasi Evaluasi Paraf
DX
1 30-11-2020 08. 00 Observasi :
1. Mengidentifikasi penyebab diare
= pasien mengalami diare setelah makan jajan pinggir jalan
2. Mengidentifikasi riwayat pemberian makanan
=meskipun sedang diare ibu pasien memberikan makanan sebanyak
3x sehari
3. Memonitori warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja.
= tinja berwarna coklat kekuningan, vol: sedikit (20 cc), frekuensi :
sering, konsistensi : cair
4. Memonitori tanda dan gejala hipovolemia
= pasien mengalami takikardi (100 x/menit), tekanan darah (90/70
mmHg) , turgor kulit jelek, mukosa mulut kering, CRT > 3 dt
menurun, BB menurun sebelum sakit 23 kg setelah sakit 20 kg)
5. Memonitori jumlah pengeluaran diare
= dalam satu hari BAB > 10x
6. Memonitori keamanan penyiapan makanan.
=setrilisasi makanan
Terapeutik
7. Berikan asupan cairan oral
= memberikangaram gula
8. Pasang jalur intravena
=memasang infus RL 20 tpm
9. Memberikan cairan intravena
=RL
10. Melakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit
11. Melakukan pengambil sampel feses untuk kultur
Edukasi
12. Menganjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap.
13. menganjurkan menghindari makanan pembentuk gas, peda dan
mengandung laktosa.
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas (mis. loperamide,
difenoksilat)
15. Kolaborsi pemberian obat antispasmodic/ spasmolitik (mis.
papaverin, ektrak belladonna, mebeverine)
Kolaborasi pemberian obat pengeras feses (mis. atapulgit, smektit,
kaolin-pektin).
2 30-11-2020 Observasi
1. Periksa tanda gejala hipovolemi (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurn, tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin
menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah).
2. Monitor intake dan output cairan.
Terapeutik
3. Hitung kebutuhan cairan.
4. Berikan posisi modified trendelenbung.
5. Berikan asupan cairan oral.
Edukasi
6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
7. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak.
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL).
9. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl
0,4%).
10. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, Plasmanate).
Kolaborasi pemberian produk darah.
3 30-11-2020 Observasi:
1. Identifikasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan incubator).
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor keluaran urine
5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
6. Sediakan lingkungan yang dingin
7. Longgarkan atau lepaskan pakaian
8. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
9. Berikan cairan oral
10. Ganti linen setiap hari atau lebihh sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat berlebih)
11. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia,atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
12. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
13. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
14. Ajurkan tirah baring
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena