Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Asuhan kebidanan kegawatdaruratan pada kasus Pre Eklamsi, Eklamsi,


Plasenta Previa, Solusio Plasenta

Disusun Oleh Kelompok 4 :

1. Mesha Suci Ramadhani F0G021055


2. Yesi Junia F0G021058
3. Yolanda herliani F0G021066
4. Delvina anestasyah F0G021071
5. Revita AG F0G021074
6. Chery Putri Mardianti F0G021077

Dosen Pengampu :

Deni Maryani, S. ST. M.Keb

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN


FAKULTAS MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asuhan kegawatdaruratan
pada kehamilan lanjut (SOAP)” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah GADAR dosen Pengampu, Deni
Maryani, S. ST. M.Keb Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
mata kuliah ini yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang penyusun tekuni.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusun
menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penyusun nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu Januari 2023

Kelompok 4
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2018 kematian ibu di dunia
mencapai sebesar 500.000. Salah satu penyebab Morbiditas dan mortalitas ibu dan janin
adalah preeklampsia, angka kejadiannya Berkisar antara 0,5%-38,4%. Di negara maju
angka kejadian preeklampsia Berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%. Sedangkan angka
kematian ibu yang Diakibatkan preeklampsia dan eklampsia di negara berkembang masih
tinggi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan di seluruh dunia lebih dari
585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin (WHO,2017). Preeklampsia
salah satu sindrom yang dijumpai pada ibu hamil di atas 20 minggu Terdiri dari hipertensi
dan proteinuria dengan atau tanpa edema. Maka penulis Tertarik mengambil judul ini
dengan menerapkan manajemen kebidanan menurut Varney yang terdiri dari 7 langkah.
Sedangkan untuk catatan perkembangan Menggunakan SOAP. Tujuan untuk mengetahui
bagaimana asuhan kebidanan Yang diberikan kepada pasien dengan Preeklampsia Ringan
secara optimal. Metode penelitian bentuk laporan berupa studi kasus menggunakan
metode Deskriptif.
Kesimpulan hasil asuhan adalah penulis telah melaksanakan asuhan sesuai dengan
Manajemen 7 langkah varney melalui dari pengkajian data, interpretasi data, Diagnosa
potensial, antisipasi masalah potensial, perencanaan, pelaksanaan, dan Dari pembahasan
studi kasus berjalan dengan lancar dan tidak terdapat Kesenjangan. Saran utama adalah
diharapkan agar Laporan Tugas Akhir ini dapat Digunakan sebagai masukan bagi semua
masyarakat khususnya pada Ibu hamil Dan bagi tenaga kesehatan agar dapat mengatasi
masalah pada Ibu Hamil dengan Preeklampsia Ringan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asuhan kebidanan kegawatdaruratan pada kasus Pre
Eklamsi
2. Bagaimana Diagnosa kegawatdaruratan pada Kasus Pre Eklamsi
3. Apa yang dimaksud dengan asuhan kebidanan kegawatdaruratan pada kasus
Eklamsi
4. Bagaimana Diagnosa kegawatdaruratan pada Kasus Eklamsi
5. Apa yang dimaksud dengan asuhan kebidanan kegawatdaruratan pada kasus
Plasenta Previa
6. Bagaimana Diagnosa kegawatdaruratan pada Kasus Plasenta Previa
7. Apa yang dimaksud dengan asuhan kebidanan kegawatdaruratan pada kasus
Solusio Plasenta
8. Bagaimana Diagnosa kegawatdaruratan pada Kasus Solusio Plasenta

C. Tujuan
1. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan asuhan kebidanan kegawatdaruratan pada
kasus Pre Eklamsi
2. Mengetahui Bagaimana Diagnosa kegawatdaruratan pada Kasus Pre Eklamsi
3. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan asuhan kebidanan kegawatdaruratan pada
kasus Eklamsi
4. Mengetahui Bagaimana Diagnosa kegawatdaruratan pada Kasus Eklamsi
5. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan asuhan kebidanan kegawatdaruratan pada
kasus Plasenta Previa
6. Mengetahui Bagaimana Diagnosa kegawatdaruratan pada Kasus Plasenta Previa
7. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan asuhan kebidanan kegawatdaruratan pada
kasus Solusio Plasenta
8. Mengetahui Bagaimana Diagnosa kegawatdaruratan pada Kasus Solusio Plasenta
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pre-eklamsia
1. Pengertian Pre-eklamsia

Pre-eklamsia (PE) adalah penyakit dengan tanda – tanda hipertensi, proteinuria dan oedema
yang timbul karena kehamilan dan umumnya terjadi dalam triwulan ketiga atau sebelumnya.
Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi dan proteinuria pada usia
kehamilan di atas 20 minggu. Edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostic karena
sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal (Rahyani, 2020)

2. Etiologi

Penyebab pre-eklamsia saat ini tidak diketahui secara pasti, semuanya didasarkan pada teori
yang dihubungkan dengan kejadian sehingga pre-eklamsia disebut juga disease of theory.
Faktor – faktor yang berperan yaitu faktor prostasiklin dan tromboksan, faktor imunologis
dan faktor genetik. Faktor dari ibu primigravida dimana 85% pre-eklamsia terjadi pada
kehamilan pertama. Pre-eklamsia juga bisa disebabkan karena distensi Rahim berlebih yaitu
berupa hidramnion dan gemeli (Rahyani, 2020)

3. asokonstriksi

Asokonstriksi merupakan dasar pathogenesis pre-eklamsia. Vasokonstriksi menimbulkan


peningkatan total perifir resisten dan menimbulkan hipertensi. Vasokonstriksi juga
menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran
ateriol disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Vasokonstriksi arteri spiralis akan
menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplacenter yang selanjutnya akan
menimbulkan maladaptasi placenta (Rahyani, 2020)

4. Jenis – Jenis Pre-eklamsia


Pre-eklamsia dapat digolongkan ke dalam pre-eklamsia ringan dan pre-eklamsia berat
(Rahyani, 2020) sebagai berikut :

a. Pre-eklamsia Ringan

Pre-eklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai protein uria dan atau oedema
setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini dapat timbul
sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.

b. Pre-eklamsia Berat

Pre-eklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai protein uria dan atau oedema pada kehamilan 20
minggu atau lebih.

1. Upaya Untuk Mengurangi Kejadian Pre-eklamsia Kemenkes RI, 2018,

Upaya Untuk Mengurangi Kejadian Pre-eklamsia menyebutkan bahwa untuk mengurangi


kejadian pre-eklamsia, bidan dapat mencegahnya dengan mengurangi faktor risiko dengan
mendeteksi dini faktor risiko, memberi konseling kepada ibu untuk mengatur usia reproduksi
(20-35 tahun), mengatur berat badan ibu serta melakulan kunjungan ANC minimal 4 kali.

2. Tanda dan gejalaMenurut (Rukiyah, 2010)

Tanda dan gejala dari pre eklamsia ringan yaitu : 1. Kenaikan tekanan darah sebelum
hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih yaitu 140/90 mmHg2. Proteinuria secara
kuantitatif lebih dari 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 1(+) atau positif 2
(+2)3. Edema pada tungkai, dinding abdomen, lumbosakral, wajah, jari dan tangan

B. Eklamsia

Adalah komplikasi kehamilan yang ditandai tekanan darah tinggi dan kejang sebelum,
selama, atau setelah persalinan. Kondisi serius ini selalu di dahului dengan preeklamsia
sebelumnya. Eklamsia merupakan kelanjutan dari preeklamsia. Eklamsia merupakan kondisi
yang jarang terjadi, namun harus segera ditangani karena dapat membahayakan nyawa ibu
hamil dan janin.

1. Gejala Eklamsia
Gejala utama eklamsia adalah kejang sebelum, selama, atau sesudah persalinan. Munculnya
eklamsia pada ibu hamil selalu di dahului dengan preeklamsia. Preeklamsia dapat timbul
sejak minggu ke-20 kehamilan. Preeklampia akan ditandai dengan tekanan darah 140/90 mm
Hg, ditemukannya protein pada urin, dan bisa disertai dengan pembengkakan pada tungkai.
Jika tidak mendapatkan penanganan, preeklampsia bisa menyebabkan eklamsia. Pada
beberapa kasus, bisa terjadi impending eclampsia yang ditandai dengan.

(1) Tekanan darah yang semakin tinggi.


(2) Sakit kepala yang semakin parah.
(3) Mual dan muntah.
(4) Sakit perut terutama pada bagian perut kanan atas.
(5) Tangan dan kaki membengkak.
(6) Gangguan penglihatan.
(7) Frekuensi dan jumlah urin yang berkurang (oligouria).
(8) Peningkatan kadar protein di urin. Jika terus berlanjut, akan
muncul kejang. Kejang akibat eklamsia bisa terjadi sebelum,
selama, atau setelah persalinan. Kejang eklamsia dapat terjadi
sekali atau berulang kali. Namun, ada 2 fase kejang yang bisa
terjadi saat mengalami eklamsia, yaitu.
(1) Fase pertama.

Pada fase ini, kejang akan terjadi selama 15-20 detik disertai dengan kedutan pada wajah,
kemudian dilanjutkan dengan munculnya kontraksi otot di seluruh tubuh.

(2) Fase kedua.

Fase kedua dimulai pada rahang, kemudian bergerak ke otot muka, kelopak mata, dan
akhirnya menyebar ke seluruh tubuh selama 60 detik. Pada fase kedua, kejang eklamsia akan
membuat otot kontraksi dan rileks secara berulang-ulang dalam waktu yang cepat. Setelah
kejang berhenti, penderita umumnya akan pingsan. Setelah sadar, penderita biasanya akan
merasa sangat gelisah dan bernapas cepat karena tubuhnya kekurangan oksigen.

3. Penyebab

Kondisi ini diakibatkan oleh adanya kelainan pada fungsi dan formasi plasenta. Faktor-faktor
lain yang diduga dapat meningkatkan risiko preeklamsia dan eklamsia pada ibu hamil adalah.
(1) Memiliki riwayat menderita preeklamsia pada kehamilan sebelumnya. (2) Sedang
menjalani kehamilan pertama atau memiliki jarak antar kehamilan yang terlalu dekat (kurang
dari 2 tahun). (3) Memiliki riwayat hipertensi kronis. (4) Hamil pada usia kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun. (5) Mengalami kondisi dan penyakit tertentu, seperti diabetes,
penyakit ginjal, anemia sel sabit, obesitas, serta penyakit autoimun, seperti lupus dan sindrom
antifosfolipid (APS). (6) Kondisi tertentu dalam kehamilan, seperti mengandung lebih dari
satu janin atau hamil dengan program bayi tabung (IVF).

4. Komplikasi

Tanpa penanganan yang baik, eklamsia dapat menimbulkan komplikasi serius, termasuk
kematian ibu dan janin. Selain itu, ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi karena
pengaruh persalinan atau pengobatan eklamsia, diantaranya, (1) Efek samping kejang, seperti
lidah tergigit, patah tulang, cedera kepala, aspirasi atau tertelannya ludah atau isi perut ke
saluran pernapasan. (2) Kerusakan sistem saraf pusat, perdarahan di otak, gangguan
penglihatan, bahkan kebutaan, akibat kejang yang berulang. (3) Penurunan fungsi ginjal dan
gagal ginjal akut. (4) Kerusakan hati (sindrom HELLP) serta gangguan sistem peredaran
darah, seperti koagulasi intravena terdiseminasi (DIC). (5) Gangguan pada kehamilan,
misalnya pertumbuhan janin terhambat, solusio plasenta, oligohidramnion, atau bayi terlahir
secara prematur. (6) Penyakit jantung koroner dan stroke. (7) Peningkatan risiko untuk
mengalami preeklamsia pada kehamilan berikutnya.

5. Pencegahan

Belum ada langkah pasti untuk mencegah preeklampsia dan eklamsia. Namun, beberapa
langkah berikut bisa dilakukan untuk menurukan risiko terjadinya eklamsia pada ibu hamil.

(1) Melakukan kontrol berkala. Kontrol berkala selama kehamilan perlu dilakukan
agar deteksi dini dan pengendalian hipertensi serta preeklampsia bisa
dilakukan. Dengan melakukan pengendalian terhadap preeklampsia, maka
risiko terjadinya eklamsia bisa diturunkan. (2) Mengonsumsi aspirin dosis
rendah. Aspirin dalam dosis rendah mungkin akan diberikan dokter sesuai
dengan kondisi ibu hamil. Pemberian aspirin dapat mencegah penggumpalan
darah dan pengecilan pembuluh darah, sehingga dapat mencegah munculnya
eklamsia. (3) Menerapkan gaya hidup sehat. Menerapkan gaya hidup sehat,
seperti menjaga berat badan ideal dan berhenti merokok, dapat membantu
menurunkan risiko eklamsia bila ibu hamil. (4) Mengonsumsi suplemen
tambahan. Suplemen dengan arginin dan vitamin juga diduga dapat
menurunkan risiko eklamsia jika dikonsumsi mulai trimester kedua kehamilan.

C. Definisi Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim (SBR)
sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI). Sejalan dengan
bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah bawah rahim kearah proksimal
memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah
mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri
yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas
permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau
klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun
masa intranatal, dengan ultrasonografi. Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi perlu
diulang secara berkala dalam asuhan antenatal maupun intranatal.

1. Etiologi Plasenta Previa

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui dengan
pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah
rahim.Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan endometrium yang
kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua.
Keadaan ini bisa ditemukan pada:

A. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek


B. Mioma uteri
C. Kuretasi yang berulang
D. Umur lanjut (diatas 35 tahun)
E. Bekas seksio sesaria6. Riwayat abortus
F. Defek vaskularisasi pada desidua
G. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis
fetalis.
H. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan
sebelumnya
I. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain.

Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini
terutama terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari). Keadaan endometrium yang kurang
baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin.
Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostoum uteri
internum.Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat
implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri internum.
Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas seperti pada
eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel

2. Faktor Risiko

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian Plasenta Previa :1. Multiparitas dan umur
lanjut (≥ 35 tahun). 2. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat
perubahan atrofik dan inflamatorotik. 3. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh
bekas pembedahan (SC, Kuret,dll). 4. Chorion leave persisten. 5. Korpus luteum bereaksi
lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 6. Konsepsi dan nidasi
terlambat. 7. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis.

3. Insiden

Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran. Dari seluruh kasus
perdarahan antepartum, Plasenta previa merupakan penyebab terbanyak. Plasenta previa lebih
banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dari pada usia diatas 30 tahun.Juga lebih sering
pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal

4. Klasifikasi

Klasifikasi dari plasenta previa (empat tingkatan):

a. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi


seluruh ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin
bayi dilahirkan secara normal, karena risiko perdarahan sangat hebat.
b. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian
ostium uteri internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat
besar, dan biasanya janin tetap tidak dilahirkan secara normal.
c. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang
menutupi jalan lahir. Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi
risiko perdarahan tetap besar.
d. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga
dangerous placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang
2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap
plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun tidak
besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati

D. Pengertian Solusio Plasenta

1.Solusio plasenta

Adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable,dimana plasenta yang tempat implantasinya
normal (pada fundus atau korfus) terkelupas atau terlepas sebelum kala III (Achadiat, 2004).
Sinonim dari solusio plasenta adalah Abrupsion plasenta.Solusio plasenta adalah terlepasnya
plasenta dari tempat implantasinya yang normal dari uterus, sebelum janin dilahirkan.Definisi
ini berlaku pada kehamilan dengan usia kehamilan (masa gestasi) di atas 22 minggu atau
berat janin diatas 500 gr. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam
desidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter (Saefuddin AB, 2006). Solusio
plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat implantasinya pada korpus uteri sebelum bayi
lahir. Dapat terjadi pada setiap saat dalam kehamilan. Terlepasnya plasenta dapat sebagian
(parsialis), atau seluruhnya (totalis) atau hanya rupture pada tepinya (rupture sinus
marginalis) (dr.Handayo,dkk, 2010).

2. Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun
demikian, beberapa hal di bawah ini diduga merupakan faktor-faktor yang berpengaruh pada
kejadiannya,antara lain sebagai berikut :a. Hipertensi esensial atau pre eklampsi.b. Tali pusat
yang pendek karena pergerakan janin yang banyak atau bebas.c. Trauma abdomen seperti
terjatuh tertelungkup, tendangan anak yang sedang di gendong.d. Tekanan rahim yang
membesar pada vena cava inferior.e. Uterus yang sangat kecil.f. Umur ibu (< 20 tahun atau >
35 tahun)g. Ketuban pecah sebelum waktunya.h. Mioma uteri.i. Defisiensi asam folat.j.
Merokok, alkohol, dan kokain.k. Perdarahan retroplasenta.l. Kekuatan rahim ibu berkurang
pada multiparitas.m. Peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay darah ke janin tidak
ada.n. Pengecilan yang tiba-tiba pada hidromnion dan gameli.(Sarwono Prawirohardjo, 2009)

3. Klasifikasia.

Klasifikasi dari solusio plasenta adalah sebagai berikut :1) Solusio plasenta parsialis : bila
hanya sebagian saja plasenta terlepas dari tempat perlengkatannya.2) Solusio plasenta totalis
(komplek) : bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat perlengketannya.3) Prolapsus
plasenta : kadang-kadang plasenta ini turun ke bawah dan dapat teraba pada pemeriksaan
dalam.b. Solusio plasenta dibagi menurut tingkat gejala klinik yaitu :

1) Kelas 0 : asimptomatikDiagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan


menemukan hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan pada
plasenta. Rupture sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori ini.
2) Kelas 1 : gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48 % kasus.Solusio plasenta
ringan yaitu rupture sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta
yang tidak berdarah banyaksama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu atau
janinnya. Gejala : perdarahan pervaginam yang berwarna kehitamhitaman dan
sedikit sekali bahkan tidak ada, perut terasa agak sakit terus-menerus agak
tegang, tekanan darah dan denyut jantung maternal normal, tidak ada
koagulopati, dan tidak ditemukan tanda-tanda fetal distress.
3) Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus.Solusio plasenta
sedang dalam hal ini plasenta telah lebih dari seperempatnya tetapi belum
sampai dua pertiga luas permukaannya.Gejala : perdarahan pervaginam yang
berwarna kehitamhitaman, perut mendadak sakit terus-menerus dan tidak lama
kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam walaupun tampak sedikit
tapi kemungkinan lebih banyak perdarahan didalam, di dinding uterus teraba
terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian bagian janin sulit diraba,
apabila janin masih hidup bunyi jantung sukar di dengar dengan stetoskop
biasa harus dengan stetoskop ultrasonic, terdapat fetal distress, dan
hipofibrinogenemi (150 – 250 % mg/dl).4) Kelas III : gejala berat dan terdapat
hampir 24% kasus.Solusio plasenta berat, plasenta lebih dari dua pertiga
permukaannya, terjadinya sangat tiba-tiba biasanya ibu masuk syok dan
janinnya telah meninggal.Gejala : ibu telah masuk dalam keadaan syok, dan
kemungkinan janin telah meninggal, uterus sangat tegang seperti papan dan
sangat nyeri, perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan
syok ibu, perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi. Besar
kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal,
hipofibrinogenemi (< 150 mg/dl).

c. Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam

1) Solusio plasenta ringanPerdarahan pervaginam <100 -200 cc2) Solusio plasenta


sedangPerdarahan pervaginam > 200 cc, hipersensitifitas uterus atau peningkatan
tonus, syok ringan, dapat terjadi fetal distress.
2) Solusio plasenta beratPerdarahan pervaginam luas > 500 ml, uterus tetanik, syok
maternal sampai kematian janin dan koagulopati.

d. Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervagin

1) Solusio plasenta yang nyata/tampak (revealed)Terjadi perdarahan pervaginam, gejala


klinis sesuai dengan jumlah kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan uterus, atau
hanya ringan.
2) Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed)Tidak terdapat perdarahan pervaginam,
uterus tegang dan hipertonus, sering terjadi fetal distress berat. Tipe ini sering disebut
perdarahan retroplasental.
3) Solusio plasenta tipe campuran (mixed)Terjadi perdarahan baik retroplasental atau
pervaginam, uterus tetanik.
e. Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus1) Solusio plasenta
ringanPlasenta yang kurang dari ¼ bagian plasenta yang terlepas. Perdarahan kurang dari 250
ml.

3) Solusio plasenta sedangPlasenta yang terlepas ¼ – ½ bagian. Perdarahan < 1000


ml,uterus tegang, terdapat fetal distress akibat insufisiensi uteroplasenta.3) Solusio
plasenta beratPlasenta yang terlepas > ½ bagian, perdarahan > 1000 ml,terdapat fetal
distress sampai dengan kematian janin, syok maternal serta koagulopati.

4. Patofisiologia. Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Apabila perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan
plasenta,perdarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejala
pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan
didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna
kehitam-hitaman.Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus
yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan
perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian
dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah
selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong
ketuban atau mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus.Apabila
ektravasasinya berlangsung hebat, maka seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau
ungu. Hal ini disebut uterus couvelaire (perut terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat
kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, maka banyak trombosit akan
masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana
yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi
hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus
tetapi juga pada alat-alat tubuh yang lainnya.Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta
yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan
terjadi anoksia sehingga mengakibatkan kematian janin.

b. Pada solusio plasenta, darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar antara selaput
janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah perdarahan
keluar atau perdarahan terbuka. Terkadang darah tidak keluar, tetapi berkumpul di belakang
plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke
dalam atau perdarahan tersembunyi. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi
menimbulkan tanda yang lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan
menambah volume uterus. Umumnya lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar
tidak sesuai dengan beratnya syok. Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari
ibu, namun dapat juga berasal dari anak.

6. Gejala
a. Solusio plasenta ringan

Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan
sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam,
warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau

b. Solusio plasenta sedang

Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari ¼ bagian, tetapi belum 2/3 luas permukaan. Tanda
dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga
secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul
dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi
perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam
syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan
gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian
janin sukar untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal tersebut lebih
sering terjadi pada solusio plasenta berat.

c. Solusio plasenta berat


Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya, terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu
telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti
papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok
ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-
keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan
kelainan/gangguan fungsi ginjal.

7. Diagnosisa.

Diagnosis solusio plasenta kadang sukar ditegakkan.

Penderita biasanya datang dengan gejala klinis :

1. Perdarahanm (80)
2. Nyeri abdomen atau pinggang dan nyeri tekan uterus (70%)
3. Gawat janin (60 %)
4. Kelainan kontraksi uterus (35%)
5. Kelainan premature idiopatik (25%)
6. Dan kematian janin (15%)

Syok yang terjadi kadang tidak sesuai dengan banyak perdarahand. Pemeriksaan
laboratorium untuk menyingkirkan diagnosis banding solusio plasenta antara lain hitung sel
darah lengkap

1) Fibrinogen
2) Waktu prothrombin/waktu tromboplastin parsial teraktifasi untuk mengetahui
terjadinya DIC
3) Nitrogen urea/kreatinin dalam darah
4) Kleithauer-Betke test untuk mendeteksi adanya sel darah merah janin di dalam
sirkulasi ibue. Pemeriksaan penunjang ultrasonografi (USG) membantu menentukan
lokasi plasenta (untuk menyingkirkan kemungkinan plasenta previa). Saat ini lebih
dari 50% pasien yang diduga mengalami solusio plasenta dapat teridentifikasi melalui
USG.
f. Hematom retroplasenter dapat dikenali sekitar 2-15% dari semua solusio plasenta.
Pengenalan hematoma tergantung pada derajat hematoma (besar dan lamanya) serta keahlian
operator.

g. Pemeriksaan histologik setelah plasenta dikeluarkan dapat memperlihatkan hematoma


retroplasenter.

h. Penemuan lain yang mungkin adalah adanya ektravasasi darah ke miometrium, yang
tampak sebagai bercak ungu pada tunika serosa uterus yang dikenal sebagai Uterus
Couvelaire.

i. Secaras diketahui dari adanya nyeri dan tegang pada uterus.

j. Diagnosislain perdarahan pada trimester ketiga selain plasenta previa adalah vasa previa,
trauma vaginal, serta keganasan (jarang).

8. Komplikasi

Komplikasi bisa terjadi pada ibu maupun pada janin yang dikandungnya dengan kriteria :

a. Komplikasi pada ibu


4) Perdarahan yang dapat menimbulkan : variasi turunnya tekanan darah sampai
keadaan syok, perdarahan tidak sesuai keadaan penderita anemis sampai syok,
kesadaran bervariasi dari baik sampai syok.
5) Gangguan pembekuan darah : masuknya trombosit ke dalam sirkulasi darah
menyebabkan pembekuan darah intravaskuler dan diserti hemolisis, terjadinya
penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat mengganggu pembekuan
darah.
6) Oliguria menyebabkan terjadinya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat
menimbulkan produksi urin makin berkurang.
7) Perdarahan postpartum : pada solusio plasenta sedang sampai berat terjadi
infiltrasi darah ke otot rahim, sehingga mengganggu kontraksi dan
menimbulkan perdarahan karena atonia uteri, kegagalan pembekuan darah
menambah bertanya perdarahan.
8) Koagulopati konsumtif, DIC: solusio plasenta merupakan penyebab
koagulopati konsumtif yang tersering pada kehamilan.
9) Utero renal reflex
10) Ruptur uterib.

b. Komplikasi pada janin


1) Asfiksia ringan sampai berat dan kematian janin, karena
perdarahan yang tertimbun dibelakang plasenta yang
mengganggu sirkulasi dan nutrisi kearah janin.
Rintangan kejadian asfiksia sampai kematian janin
dalam rahim tergantung pada beberapa sebagian
plasenta telah lepas dari implantasinya di fundus uteri.
2) Kelainan susunan sistem saraf pusat
3) Retardasi pertumbuhan
4) Anemia

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulanan

Berdasarkan asuhan kebidanan yang telah dilakukan pembahasan kasus gangguan


preeklampsia, Eklamsi,solusio plasenta, plasenta Previa Yang menggunakan tujuh langkah
Varney mulai dari pengumpulan data Sampai dengan evaluasi maka penulis dan mengambil
kesimpulan.

A. Pengkajiankan dengan mengumpulkan semua Data lembar


format yang tersedia melalui teknik wawancara dan observasi
Sistemik.
B. Diagnosa potensial pada kasus ini adalah ibu hamil dengan
preeklampsia , Eklamsia, solusio plasenta, plasenta Previa

2. Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada tenaga Kesehatan terutama Bidan dan
mahasiswa kebidanan untuk dapat menambah wawasan dan menambah pengetahuan tentang
di bidan komunitas terutama pada materi yang telah dibuat penulis tentang Pre-eklamsia,
Eklamsia, Solusio Plasenta, Plasenta Previa,

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, (2019). Buku Ajar Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). Yogyakarta : Nuha Medika Bandiyah
Sit
Romauli, (2018). Buku Ajar ASKEB I : Konsep Dasar Asuhan Kehamilan.Yogyakarta : Nuha
Medika

Sujiantini, (2013). Asuhan patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika

Walyani Siwi, (2017). Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta :


PT.PUSTAKABARU

Anda mungkin juga menyukai