Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN

PRINSIP PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN ABDOMINAL


DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KETERAMPILAN DASAR
KEBIDANAN

DOSEN PEMBIMBING : Wa ode Hajirah, SST, Mkeb

Disusun oleh :
KELOMPOK 3
Adelia Putri P3.73.24.1.19.001
Dinda Ayu Lestari P3.73.24.1.19.008
Peirawati Nuraulia P3.73.24.1.19.020
Tasya Agus Fitriadi P3.73.24.1.19.031
Wahyu Dewi Kusumaningrum H.K P3.73.24.1.19.034

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA III

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,taufik
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pendamping presentasi kami
mengenai prinsip pemeriksaan payudara dan abdominal. Shalawat serta salam kita haturkan
kepada junjungan nabi Muhammad SAW yang atas perjuangan beliau sehingga kita dapat tetap
hidup dibawah naungan cahaya rahmat dan dapat terus menuntut ilmu guna mendapat derajat
kemuliaan di sisi-Nya serta dapat lebih mengenal hakikat-Nya.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dan kami rangkai dengan baik dan benar guna
melengkapi tugas presentasi kami pada mata kuliah Keterampilan dasar praktik klinik kebidanan.
Kami harap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca guna menambah pengetahuan. Terima
kasih kami haturkan kepada pihak-pihak yang telah berperan membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini, serta permohonan maaf atas makalah yang memiliki banyak
kekurangan dan kesalahan ini.

Semoga makalah ini dapat dipahami dengan baik bagi para pembacanya dan dapat
bermanfaat, baik untuk kami dari tim penyusun maupun bagi para pembaca. Sebelumnya kami
memohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan. Maka dari itu, kami mohon kritik
dan sarannya untuk perbaikan kami kedepannya.demi perbaikan di masa depan.

Jakarta, 10 maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

1.1 Latar belakang...................................................................................................................1

1.2 Tujuan penulisan...............................................................................................................2

1.3 Manfaat penulisan..............................................................................................................2

BAB II..............................................................................................................................................3

PEMBAHASAN..............................................................................................................................3

2.1 Pemeriksaan Payudara Dan Abdominal Selama Kehamilan.............................................3

2.1.1 Pemeriksaan Payudara Selama Masa Kehamilan.......................................................3

2.1.2 Pemeriksaan Abdominal Masa Kehamilan................................................................4

2.2 Pemeriksaan Payudara Dan Abdominal Saat Persalinan...................................................9

2.2.1 Pemeriksaan Payudara................................................................................................9

2.2.2 Pemeriksaan Abdomen...............................................................................................9

2.3 Pemeriksaan Payudara Dan Abdominal Selama Masa Postnatal....................................10

2.3.1 Pemeriksaan Payudara..............................................................................................10

2.3.2 Pemeriksaan Abdominal...........................................................................................12

2.4 Transportasi dan mobilisasi pasien..................................................................................12

2.4.1 Jenis-Jenis Teknik Pemindahan Pasien....................................................................12

2.4.2 Jenis–Jenis Alat Pemindahan Pasien........................................................................15

2.4.3 Teknik Memindahkan Pasien...................................................................................17

ii
BAB III..........................................................................................................................................21

PENUTUP......................................................................................................................................21

3.1 Kesimpulan......................................................................................................................21

3.2 Saran................................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keadaan atau
kelainan penderita. Tujuannya adalah untuk mengetahui adanya kelainan, bila ada kelainan itu
segera diobati dan disembuhkan agar tidak mengganggu. Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah
untuk memperoleh informasi mengenai status kesehatan pasien. Tujuan definitif pemeriksaan
fisik adalah, pertama untuk mengindentifikasi status “normal” dan kemudian mengetahui adanya
variasi dari keadaan normal dengan cara menvalidasi keluhan-keluhan dan gejala-gejala pasien,
penapisan/skrining keadaan wellbeing pasien,dan pemantauan masalah kesehatan/penyakit
pasien,menjadi dasar data awal dari temuan-temuan klinis yang kemudian selalu
diperbarui(updated) dan ditambahkan sepanjang waktu.
Terdapat empat teknik dasar dalam pengkajian yang secara universal diterima untuk
digunakan selama pemeriksaan fisik yaitu teknik inspeksi (Melihat), palpasi(Meraba),
perkusi(ketukan) dan auskultasi(mendengar). Pemeriksaan fisik sendiri terdiri dari pemeriksaan
payudara dan pemeriksaan abdominal. Tujuan dilakukan pemeriksaan payudara dan abdominal
adalah untuk mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan untuk
mengetahui keadaan kesehatan ibu dan janin serta perubahan yang terjadi pada suatu
pemeriksaan ke pemeriksaat berikutnya.
Dalam pemeriksaan fisik ini tentunya diperlukan konsep dan prinsip dasar,kemudian kita
mengetahui bagaiamana teknik pemeriksaan fisik dengan baik agar hasil pemeriksaan yang kita
peroleh tidak akan keliru. Oleh karena alasan tersebut , penulis membuat makalah ini yang
bertujuan untuk memberi pemahaman dan pengetahuan kepada pembaca mengenai pemeriksaan
fisik pada pasien.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana prinsip pemeriksaan payudara dan abdominal selama kehamilan

1
2. Bagaimana prinsip pemeriksaan payudara dan abdominal selama persalinan
3. Bagaimana prinsip pemeriksaan payudara dan abdominal selama masa postnatal
4. Bagaimana prinsip transportasi dan mobilisasi pasien

1.2 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui prinsip pemeriksaan payudara dan abdominal selama kehamilan.
2. Untuk mengetahui prinsip pemeriksaan payudara dan abdominal selama persalinan.
3. Untuk mengetahui prinsip pemeriksaan payudara dan abdominal selama masa postnatal.
4. Untuk mengetahui prinsip transportasi dan mobilisasi pasien.

1.3 Manfaat penulisan


Dapat mengetahui prinsip pemeriksaan fisik payudara dan abdominal selama masa
kehamilan, persalinan, dan postnatal serta dapat memahami prinsip transportasi dan mobilisasi
pasien.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemeriksaan Payudara Dan Abdominal Selama Kehamilan


2.1.1 Pemeriksaan Payudara Selama Masa Kehamilan

Dalam pemeriksaan payudara wanita, harus dipertimbangkan aspek psikososial dan aspek
fisik saja. Karena payudara merupakan organ yang sensitive, maka kesopanan tetap dijaga
selama pemeriksaan sehingga pasien tidak merasa malu. Bidan perlu melakukan penyuluhan
tentan perawatan payudara dan deteksi kanker payudara. Pada wanita hamil, payudara juga
mengalami perubahan. Payudara menjadi lebih besar akibat proliferasi dan hipertrofi sel-sel acini
dan kelenjar susu(Duktus laktiferus). Perubahan ini terjadi sebagai respon terhadap hormone dari
korpus luteum dan plasenta.

 Inspeksi
1. Bantu pasien mengatur posisi duduk menghadap kedepan, telanjang dada dengan kedua
tangan rileks di sisi tubuh.
2. Mulai inspeksi mengenai ukuran, bentuk, dan kesimetrisan payudara. Payudara normalnya
melingkar dan agak simetris dan dapat dideskripsikan kecil, sedang, dan besar.
3. Inspeksi warna aerola. Pada wanita hamil berwarna lebih gelap
4. Inspeksi payudara dan puting susu mengenai setiap adanya penonjolan/retraksi akibat
adanya skar/lesi
5. Inspeksi puting susu mengenai setiap adanya keluaran, ulkus, pergerakan/pembengkakan
amati juga posisi kedua putting susu yang normalnya mempunyai arah yang sama
6. Inspeksi ketiak dan klavikula untuk mengetahui adanya pembengkakan/tanda kemerah-
merahan
 Palpasi

3
1. Lakukan palpasi disekeliling putting susu untuk mengetahui adanya keluaran. Bila
ditemukan keluaran maka identifikasikan keluaran tersebut mengenai sumber, jumlah,
warna, konsistensi, dan kaji setiap adanya nyeri tekanan.
2. Palpasi daerah klavikuladan ketiak itu. Pada area limfe nodi.
3. Lakukan palpasi setiap payudara dengan teknis bimanual untuk payudara yang berukuran
besar dengan cara: tekankan telapak tangan/tiga jari tengah ke permukaan payudara pada
kuadran samping atas. Lakukan palpasi dengan gerakan memutar terhadap dinding dada dari
tepi menuju aerola dan memutar searah jarum jam.
4. Lakukan palpasi payudara sebelahnya
5. Bila diperlukan lakukan pula pengkajian dengan posisi pasien supoinasi dan diganjal
bantal/selimut dibawah bahunya.

2.1.2 Pemeriksaan Abdominal Masa Kehamilan


Perut abdomen merupakan suatu bagian tubuh yang menyerupai rongga tempat beberapa
organ-organ penting tubuh, yaitu: Lambung, usus, hati, limpa, serta ginjal. Bentuk perut yang
normal adalah simetris baik pada orang yang gemuk maupun kurus. Perut menjadi besar dan
tidak simetris pada beberapa keadaan, misalnya: Kehamilan, tumor dalam rongga perut, tumor
ovarium/tumor kandung kemih.Perut dapat membesar setempat, misalnya: Pada pembengkakan
hati dan ginjal, limpa/kantung empedu. Permukaan perut normal nampak halus, lembut dengan
kontur datar, melingkar/cekung. Apabila ada pembesaran, maka perut menjadi tegang, licin, dan
tipis. Pada keadaan setelah distensi berat, kulit perut menjadi berkeriput, dan pada keadaan
ikretik, kulit perut akan tampak kuning. Berikut terdapat empat teknik dalam pemeriksaan
abdominal,yaitu:
 Inspeksi
1. Anjurkan pasien membuka baju untuk menampakkan daerah perut
2. Pasien diatur berbaring ditempat permukaan datar dengan kepala pasien diatur sedikit ke atas
bantal
3. Pasien dianjurkan rileks dengan kdua tangan diletakkan disamping tubuhnya serta
dianjurkan bernapas secara bebas.
4. Pemeriksaan dapat berdiri/duduk disebelah kanan pasien
5. Lakukan pengamatan mengenai bentuk perut secara umum, kontur permukaan perut dan
adanya retraksi, penonjolan dan adanya ketidaksimetrisan
4
6. Amati gerakan-gerakan kulit pada perut saat inspirasi dan ekspirasi
7. Amati keadaan kulit secara lebih teliti mengenai pertumbuhan rambut dan pigmentasi.
 Auskultasi
1. Siapkan stetoskop,hangatkan tangan dan bagian diagfragma stetoskop.
2. Tanya pasien tentang waktu terakhir makan. Suara usus meningkat padaorang setelah
makan.
3. Tentukan bagian stetoskop yang akan digunakan. Bagian diafragmadigunakan untuk
mendengarkan suara usus, sedangkan bagian bell untukmendengarkan suara pembuluh
darah.
4. Letakkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pad setiap area 4kuadran perut dan
dengar suara peristalik aktif dan suara mendeguk(gurgling) yang secara normal terdengar
setiap 5-20 detik dengan durasi</> 1 detik frekw suara tergantung pada status
pencernaan/ada dantidaknya makanan dalam sel cerna. Suara usus dapat di nyatakan
dengan :terdengar tidak ada/hipoaktif, sangat lambat (misalnya : hanya terdengar1x/mnt) dan
hiperaktif/meningkat (misalnya : terdengar setiap 3 detik).Bila suara usus terdengar jarang
sekali/tidak ada maka sebelum di pastikandengarkan dulu selama 3-5.
5. Letakkan bagian bell stetoskop di atas aorta , arteri renale dan arteri iliaka.Dengarkan suara-
2 arteri/bruit. Auskultasi pada aorta dilakukan dari arahsuperior ke umbilikus. Auskultasi
arteri renale di lakukan dengan carameletakkan stetoskop pada garis tengah perut/kearah
kanan kiri dari
garis perut bag atas mendekati panggul. Auskultasi arteriiliaka di lakukandengan cara
meletakkan stetoskop pada area bawah umbilikus di sebelah kanan dan kiri garis tengah
perut.
6. Letakkan bagian bell stetoskop di atas area preumbilikal untukmendengarkan bising vena
(jarang terdengar).
7. Dalam melakukan auskultasi pada setiap tempat khususnya pada areahepar dan lien , kaji
pula kemungkinan terdengar suara-2 gesekan sepertisuara gesekan 2 benda. untuk mengkaji
suara gesekan pada area lien makaletakkan stetoskop pada area bawah tulang rusak di garis
aksilaris anterior.
dan suruh pasien menarik nafas dalam. Untuk mengkaji suara gesekan pada area hepar,
letakkan stetoskop pada sisi bawah kanan tulang rusuk.

5
 Perkusi
1. Perkusi di mulai dari kuadran kanan atas kemudian bergerak searah jarum jam (dari sudut
pandang/perspektif pasien).
2. Perhatikan reaksi pasien dan catat bila pasien merasa nyeri/nyeri tekan.
3. Lakukan perkusi pada area timpani dan redup. Suara timpani mempunyai ciri nada>tinggi
daripada resonan, yang mana suara ini dapat di dengarkan pada ronggan/organ
yang berisi udara. Suara redup mempunyai ciri nada>rendah / > datar daripada resonan .
suara ini dapat di dengarkan pada massayang padat , mis : keadaan asites, keadaan distensi
kandung kemih serta pada pembesaran atau tumor hepar dan limfe.
 Pemeriksaan abdominal dengan cara teknik palpasi(Meraba) mempunyai tujuan untuk
menentukan besarnya rahim dengan menentukan usia kehamilan serta menentukan letak
anak dalam Rahim. Pemeriksaan secara palpasi dapat dilakukan dengan meggunakan metode
leopold, yakni:
1. Leopold I

Gambar 2.1 Teknik Leopold I

Sumber: Google images

Leopold I digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan bagian apa yang ada
dalam fundus, dengan cara pemeriksa berdiri sebelah kanan dan menghadap ke muka ibu,
kemudian kaki ibu di bengkokan pada lutut dan lipat paha, lengkungkan jari-jari kedua
tangan untuk mengelilingi bagian atas fundus, lalu tentukan apa yang ada di dalam
fundus. Bila kepalas sifatnya keras, bundar, melenting. Sedangkan bokong akan lunak,
6
kurang bundar, dan kurang melenting, tinggi normal fundus selama kehamilan dapat
ditentukan.
2. Leopold II
Leopold II digunakan untuk menentukan letak punggung anak dan letak bagian kecil
pada anak. Caranya :

Gambar 2.2 Teknik Leopold II


Sumber: Google images
1. Kedua tangan pemeriksa berada di sebelah kanan dan kiri perut ibu.
2. Ketika memeriksa sebelah kanan, maka tangan kanan mnahan perut sebelah kiri kea
rah kanan
3. Raba perut sebelah kanan menggunakan tangan kiri dan rasakan bagian apa yang ada
di sebelah kanan (jika terada benda yang rata, atau tidak teraba bagian kecil, terasa ada
tahanan, maka itu adalah punggung bayi, namun jiak teraba bagian-bagian yang kecil
dan menonjol maka itu adalah bagian kecil janin.
3. Leopold III

7
Gambar 2.3 Teknik Leopold III

Sumber: Google images

Leopold III digunakan untuk menentukan bagian apa yang terdapat di bagian bawah dan
apakah again anak sudah atau belum terpegang oleh pintu atas panggul, Caranya :

1. Tangan kiri menahan fundus uteri


2. Tangan kanan meraba bagian yang ada di bagian bawah uterus. Jika teraba bagian
yang bulat, melenting keras, dan dapat digoyangkan maka itu adalah kepala. Namun
jika teraba bagian yang bulat, besar, lunak, dan sulit digerakkan, maka itu adalah
bokong. Jika bagian bawah tidak ditemukan kedua bagian seperti yang diatas, maka
pertimbangkan apakah janin dalam letak melintang.
3. Pada letak sungsang (melintang) dapat dirasakan ketika tangan kanan menggoyangkan
bagian bawah, tangan kiri akan merasakan ballottement (Pantulan dari kepala janin,
terutama ini ditemukan pada usia kehamilan 5-7 bulan)
4. Tangan kanan meraba bagian bawah (jika teraba kepada, goyangkan, jika masih
mudah digoyangkan, berarti kepala belum masuk panggul, namun jika tidak dapat
digoyangkan, berarti kepada sudah masuk panggul). Lalu lanjutkan pada pemeriksaan
leopold VI untuk mengetahui seberapa jauh kepala sudah masuk panggul

4. Leopold IV

8
Gambar 2.4 Teknik Leopold IV
Sumber: Google images
Leopold IV digunakan untuk menentukan apa yang menjadi bagian bawah dan
seberapa masuknya bagian bawah tersebut ke dalam rongga punggung, Caranya :
1. Pemeriksa menghadap ke kaki pasien
2. Kedua tangan meraba bagian janin yang ada dibawah
3. Jika teraba kepala, tempatkan kedua tangan di dua belah pihak yang berlawanan di
bagian bawah
4. Jika kedua tanga konvergen (Dapat saling bertemu) berarti kepada belum masuk ke
panggul
5. Jika kedua tangan divergen (tidak saling bertemu) berarti kepada sudah masuk ke
panggul

2.2 Pemeriksaan Payudara Dan Abdominal Saat Persalinan


2.2.1 Pemeriksaan Payudara
Untuk melakukan pemeriksaan pada payudara, mintalah salah satu tangan ibu dikeataskan
pada saat palpasi payudara satu tangan lurus, palpasi dilakukan secara sirkuler pada kedua
payudara sampai ketiak. Dengan bergantian dari kanan ke kiri. Nilai adanya retraksi atau
dimpling dan nilai bentuk, ukuran, kesimetrisan, putting susu menonjol atau tidak, kolostrum
atau pengeluaran lain yang abnormal, serta masa atau benjolan abnormal.
2.2.2 Pemeriksaan Abdomen

9
Lakukan inspeksi pada abdomen untuk melihat bentuk (memanjang/melintang), Gosokkan
kedua tangan terlebih dahulu supaya hangat. Berdiri disamping kanan ibu lihat apakah ada bekas
luka operasi, pembesaran limfa serta hiperpegmentasi linea nigra/alba. Setelah itu lakukan
pemeriksaan obstertri dengan inspeksi, palpasi, auskultasi.
1. Leopold I
a. Pemeriksaan TFU dengan Mc. Donald
b. Menengahkan uterus menggunakan kedua tangan dari kanan dan kiri atas simfisis sampai ke
fundus uteri. Menganjurkan ibu untuk menekuk 2 kaki.
c. Menentukan TFU dengan cara Mc. Donald (menggunakan pita buta ).
d. Kedua tangan meraba fundus kemudian menentukan TFU. Menentukan bagian janin yang ada
di fundus.

2. Leopold II
a. Kedua tangan di letakkan di samping kanan dan kiri perut ibu untuk menentukan letak
punggung janin.
b. Pemeriksaan untuk menentukan letak, presentasi, posisi.
3. Leopold III
Tangan kiri menahan fundus, tangan kanan memegang bagian terendah janinnya ada di perut
ibu, kemudian menggoyangkannya untuk menentukan apa yang menjadi bagian terbawah janin.
4. Leopold IV
a. Memposisikan ibu dengan kedua kaki di luruskan dan menghadap ke arah kaki ibu.
b. Kedua tangan di letakkan padabagian simfisis dan menilai apakah bagianterbawah janin sudah
masuk PAP (posisi tangan konvergen dan divergen) dengan posisi berdiri membelakangi ibu.

2.3 Pemeriksaan Payudara Dan Abdominal Selama Masa Postnatal

Setelah proses persalinan ada masa postnatal/postpartum/nifas, pada masa nifas akan
terjadi perubahan payudara. Perubahan payudara ini harus disiapkan sejak awal kehamilan
kakrena lactogenesis sudah terjadi sejak usia kehamilan 16 minggu, pada saat ini plasenta
mengeluarkan hormone progesterone dalam jumlah besar untuk mengaktifkan sel-sel alveolar
matur di payudara yang dapat mensekresikan air susu dalam jumlah kecil. Setelah plasenta lahir,
akan terjadi penurunan kadar progesterone yang memicu mulainya produksi air susu disertai

10
dengan pembengkakan dan pembesaran payudara pada masa postnatal/postpartum/nifas
(Kemenkes RI, 2019).

Pada ibu menyusui, pengeluaran air susu akan memicu sekresi prolactin, penghisapan
putting akan memicu pelepasan oksitosin yang menyebabkan sel-sel mioepitel payudara
berkontraksi dan akan mendorong air suus terkumpul di rongga alveolar untuk kemudian menuju
ductus laktoferus. Jika ibu tidak menyusui, pengeluaran air susu akan terhambat kemudian akan
mengakibatkan meningkatnya tekanan intramamae dan distensi pada alveolar yang akan
menghambat aliran darah sehingga menurunkan produksi air susu (Kemenkes RI, 2019).

Menurut Buku Panduan Praktikum Keperawatan Maternitas dari UNISSULA,


pemeriksaan payudara dan abdominal selama masa postnatal sebagai berikut

2.3.1 Pemeriksaan Payudara

Gambar 2.5 Anatomi Payudara

Sumber: Google images

a. Payudara
 Inspeksi ukuran, yaitu bentuk dan kesimetrisan payudara, ukuran dan bentuk tidak
berpengaruh terhadap produksi asi
 Inspeksi kontur dan permukaan payudara, yaitu permukaan yang tidak rata seperti adanya
depresi, retraksi atau ada luka pada kulit payudara perlu dipikirkan kemungkinan adanya
tumor

11
 Inspeksi warna kemerahan pada kulit payudara yang dapat menunjukkan adanya peradangan
b. Areola
 Inspeksi areola terhadap ukuran, bentuk dan kesimetrisan. Areola biasanya melebar dan
menjadi lebih hitam karena adanya hiperpigmentasi selama kehamilan
c. Nipple
 Inspeksi bentuk dan ukuran. Ukuran bervariasi namun tidak mempunyai arti khusus. Bentuk
puting seperti datar, normal, panjang atau tenggelam dapat mempengaruhi kesiapan ibu
dalam proses menyusui
 Inspeksi puting terhadap luka atau lecet
d. Palpasi
 Palpasi payudara untuk mengetahui apakah terjadi pembengkakan payudara atau tidak
 Periksa pengeluaran colostrum, akan meningkat pada hari ke 2 atau hari ke 3

2.3.2 Pemeriksaan Abdominal

a. Inspeksi adanya luka (post SC), apakah terdapat tanda-tanda infeksi


b. Inspeksi adakah striae dan linea alba
c. Palpasi keadaan abdomen, apakah lembek atau keras. Abdomen yang keras menunjukkan
kontraksi uterus yang bagus sehingga perdarahan dapat diminimalkan. Sebaliknya abdomen
yang lembek menunjukkan kontraksi yang kurang dan dapat dimasase untuk merangsang
kontraksi
d. Inspeksi dan ukur diartasis rektus abdominis (DRA). DRA adalah regangan pada otot akibat
pembesaran uterus. Minta ibu untuk tidur terlentang tanpa bantal dan mengangkat kepala
(tanpa diganjal). Kemudian palpasi abdomen dari bawah prosesus xiphoideus ke umbilikus
(regangan menyerupai celah yang memanjang), ukur panjang dan lebar diastasis
e. Palpasi fundus uteri dari arah umbilikus ke bawah, tentukan tinggi fundus uteri (TFU),
misalnya 1 jari di atas pusat, dll.
f. Palpasi kandung kemih. Kandung kemih yang bulat dan lembut menunjukkan jumlah urin
yang tertampung banyak dan hal ini dapat mengganggu involusi uteri, sehingga harus
dikeluarkan

2.4 Transportasi dan mobilisasi pasien

12
2.4.1 Jenis-Jenis Teknik Pemindahan Pasien

Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport pasien, seperti pemindahan pasien
dari satu tempat ke tempat lain, baik menggunakan alat transport seperti ambulance, dan branker
yang berguna sebagai pengangkut pasien gawat darurat.

1. Pemindahan klien dari tempat tidur ke brankar


Memindahkan klien dri tempat tidur ke brankar oleh perawat membutuhkan bantuan klien. Pada
pemindahan klien ke brankar menggunakan penarik atau kain yang ditarik untuk memindahkan
klien dari tempat tidur ke branker. Brankar dan tempat tidur ditempatkan berdampingan sehingga
klien dapat dipindahkan dengan cepat dan mudah dengan menggunakan kain pengangkat.
Pemindahan pada klien membutuhkan tiga orang pengangkat

a. Menempatkan kereta dorong sedemikian rupa sehingga membentuk sudut 90° yaitu bagian
kepala brancard berada pada bagian kaki tempat tidur atau sejajar dengan tempat tidur (bila
pasien dapat menggerakkan badannya sendiri)

b. Memberitahu pasien

c. Mencuci tangan

d. Mengambil seprei atas dari atas kereta dorong dan menutupnya pada pasien. Perawat yang
akan mengangkat pasien berdiri di sebelah kanan pasien, berdiri menurut tinggi yaitu paling
tinggi berdiri di bagian kepala, yang terpendek berdiri di tengah di antara perawat

e. Masukkan kaki kiri masing-masing perawat sedikit ke muka/depan

f. Susupkan lengan-lengan perawat di bawah leher, punggung, bokong, paha, kaki pasien
dengan telapak tangan menghadap ke atas sampai mencapai sisi kiri pasien, telapak tangan
perawat dirapatkan ke badan pasien dengan sedikit ditekan untuk menahan agar pasien tidak
lepas/jatuh.

g. Perawat yang berdiri di bagian kepala memberi aba-aba dan dengan serentak pasien
diangkat, dan melangkahkan kaki secara teratur dan hati-hati

h. Meletakkan pasien secara bersama-sama dan perlahan-lahan

i. Merapikan pasien

13
j. Mencuci tangan

2. Pemindahan klien dari tempat tidur ke kursi roda


Perawat menjelaskan prosedur terlebih dahulu pada klien sebelum pemindahan. Kursi roda
ditempatkan dekat dengan tempat tidur dengan punggung kursi roda sejajar dengan bagian
kepala tempat tidur. Pemindahan yang aman adalah prioritas pertama, ketika memindahkan klien
dari tempat tidur ke kursi roda perawat harus menggunakan mekanika tubuh yang tepat.

a. Memberitahu pasien tentang hal yang akan dilakukan

b. Mencuci tangan

c. Bantu pasien untuk posisi duduk di tepi tempat tidur, siapkan kursi roda dalam posisi 45
derajat terhadap tempat tidur

d. Pasang sabuk pemindah bila perlu

e. Pastikan bahwa pasien menggunakan sepatu/sandal yang stabil dan tidak licin

f. Renggangkan kedua kaki anda

g. Fleksikan panggul dan lutut Anda, sejajar lutut anda dengan lutut klien

h. Genggam sabuk pemindah dari bawah atau rangkul aksila pasien dan tempatkan tangan anda
di scapula pasien

i. Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan ke-3 sambil meluruskan panggul dan tungkai
Anda,dengan tetap mempertahankan lutut agak fleksi.

j. Pertahankan stabilitas tungkai yang lemah atau paralisis dengan lutut

k. Tumpukan pada kaki yang jauh dari kursi

l. Instruksikan pasien untuk menggunakan lengan yang memegang kursi untuk menyokong

m. Fleksikan panggul dan lutut Anda sambil menurunkan pasien ke kursi

n. Kaji pasien untuk kesejajaran yang tepat untuk posisi duduk

o. Posisikan pasien pada posisi yang di pilih

14
p. Observasi pasien untuk menentukan respons terhadap pemindahan. Observasi terhadap
kesejajaran tubuh yang tepat dan adanyatitik tekan

q. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

r. Catat prosedur dalam catatan keperawatan.

3. Pemindahan klien dari kursi roda ke tempat tidur

a. Memberitahu pasien tentang hal-hal yang akan dilakukan


b. Mencuci tangan
c. Mengunci kursi roda,bila tidak memakai kunci bagian belakang harus di tahan oleh perawat
lain
d. Perawat berdiri di depan pasien
e. Kedua tangan perawat memegang pasien dan kedua tangan pasien. memegang bahu perawat
f. Membantu pasien berdiri dan keluar dari kursi roda

4. Pemindahan klien dari brankar ke tempat tidur


a. Memberitahu pasien tentang hal-hal yang akan dilaksanakan
b. Menempatkan kereta dorong sedemikian rupa sehingga membentuk sudut 90° yaitu bagian
kepala brancard berada pada bagian kaki tempat tidur atau sejajar dengan tempat tidur (bila
pasien dapat menggerakkan badannya sendiri)
c. Mencuci tangan
d. Mengambil seprei atas dari atas tempat tidur dan menutupnya pada pasien. Perawat yang
akan mengangkat pasien berdiri di sebelah kanan pasien, berdiri menurut tinggi yaitu paling
tinggi berdiri di bagian kepala, yang terpendek berdiri di tengah di antara perawat
e. Masukkan kaki kiri masing-masing perawat sedikit ke muka/depan
f. Susupkan lengan-lengan perawat di bawah leher, punggung, bokong, paha, kaki pasien
dengan telapak tangan menghadap ke atas sampai mencapai sisi kiri pasien, telapak tangan
perawat dirapatkan ke badan pasien dengan sedikit ditekan untuk menahan agar pasien tidak
lepas/jatuh
g. Perawat yang berdiri di bagian kepala memberi aba-aba dan dengan serentak pasien
diangkat, dan melangkahkan kaki secara teratur dan hati-hati
h. Meletakkan pasien secara bersama-sama dan perlahan-lahan

15
i. Merapikan pasien
j. Mencuci tangan
5. Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat tidur
a. Jenis-Jenis dari Transportasi Pasien Transportasi pasien pada umumnya terbagi atas dua:
a) Transportasi gawat darurat dan kritis.
Transportasi pasien gawat darurat yaitu setelah penderita diletakan diatas tandu (atau Long
Spine Board bila diduga patah tulang belakang) penderita dapat diangkut ke rumah sakit.
Sepanjang perjalanan dilakukan Survey Primer, Resusitasi jika perlu. Tulang yang paling kuat
ditubuh manusia adalah tulang panjang dan yang paling kuat diantaranya adalah tulang paha
(femur). Otot-otot yang beraksi pada tulang tersebut juga paling kuat. Dengan demikian maka
pengangkatan harus dilakukan dengan tenaga terutama pada paha dan bukan dengan
membungkuk angkatlah dengan paha, bukan dengan punggung.Panduan dalam mengangkat
penderita gawat darurat.

Gambar 2.6 Cara Pemindahan Pasien

Sumber gambar google image

a. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita.

b. Diangkat secara bersama dan bila merasa tidak mampu jangan dipaksakan

c. Ke-dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit didepan kaki sedikit sebelahnya

d. Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat

e. Tangan yang memegang menghadap kedepan

f. Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus diangkat. Bila terpaksa jarak maksimal tangan
dengan tubuh kita adalah 50 cm

16
g. Jangan memutar tubuh saatmengangkat

h. Panduan diatas berlaku juga saat menarik atau mendorong penderita

transportasi pasien kritis, pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu
atau lebih sistem tubuh,tergantung padapenggunaan peralatan monitoring dan terapi. Transport
intra hospital pasien kritis harus mengikuti beberapa aturan, yaitu:

a. Koordinasi sebelum transport

• Informasi bahwa area tempat pasien akan dipindahkan telah siap untuk menerima pasien
tersebut serta membuat rencana terapi

• Dokter yang bertugas harus menemani pasien dan komunikasi antar dokter dan perawat juga
harus terjalin mengenai situasi medis pasien

• Tuliskan dalam rekam medis kejadian yang berlangsung selama transport dan evaluasi kondisi
pasien

b. Profesional beserta dengan pasien: 2 profesional (dokter atau perawat) harus menemani pasien
dalam kondisi serius.

• Salah satu profesional adalah perawat yang bertugas, dengan pengalaman CPR atau khusus
terlatih pada transport pasien kondisi kritis

• Profesional kedua dapat dokter atau perawat. Seorang dokter harus menemanipasien dengan
instabilitas fisiologik dan pasien yang membutuhkan urgent action

c. Peralatan untuk menunjang pasien

• Transport monitor

• Blood presure reader Sumber oksigen dengan kapasitas prediksi transport, dengan tambahan
cadangan30 menit

• Ventilator portable, dengan kemampuan untuk menentukan volume/menit, pressure FiO2 of


100% and PEEP with disconnection alarm and high airway pressure alarm.

• Mesin suction dengan kateter suction

17
• Obat untuk resusitasi: adrenalin, lignocaine, atropine dan sodium bicarbonate

• Cairan intravena dan infus obat dengan syringe atau pompa infus dengan baterai

• Pengobatan tambahan sesuaidengan resep obat pasien tersebut

d. Monitoring selama transport.

Tingkat monitoring dibagi sebagai berikut Level 1=wajib,Level 2=Rekomendasi kuat,Level


3=ideal

• Monitoring kontinue: EKG, pulse oximetry (level 1)

• Monitoring intermiten: Tekanan darah, nadi, respiratory rate (level 1 pada pasien pediatri,
Level 2 pada pasien lain).

2.4.2 Jenis–Jenis Alat Pemindahan Pasien

a) Long spine board

Sebuah papan belakang, juga dikenal sebagai papan tulang panjang (LSB), longboard,
spineboard, atau papan, adalah sebuah perangkat penanganan pasien digunakan terutama dalam
pra-rumah sakit, dirancang untuk immobilisasi gerakan dari pasien dengan cedera tulang
belakang atau anggota badan yang diduga. Long Spine Board terutama diindikasikan dalam
kasus trauma di mana tenaga medis atau penyelamatan percaya bahwa ada kemungkinan cedera
tulang belakang (Nelson & Baptiste, 2004; Nursingtimes, 2012). LSB biasanya terbuat dari bidai
kayu yang keras atau benda yang sintetis yang tidak akan menyerap darah dengan panjang
sekitar 2 meter.

18
Gambar 2.7 Long Spine Board

Sumber google images

b) Tandu Sekop (Scoop Stretcher)

Alternatif melakukan modifikasi teknik log roll adalah dalam penggunaan scoop stretcher
untuk transfer penderita. Penggunaan yang tepat alat ini akan mempercepat transfer secara aman
dari long spine board ke tempat tidur. Sebagai contoh alat ini dapat digunakan untuk transfer
penderita dari satu alat traspor ke alat lain atau ke tempat khusus misalnya meja ronsen. Setelah
penderita ditransfer dari backboard ke tempat tidur dan scoop stretcher dilepas, penderita harus
di reimobilisasi secara baik ke ranjang/tandu. Scoop stretcher bukan merupakan alat untuk
membawa atau transportasi, melainkan alat untuk mengangkat dan memindahkan. Proses
pengangkatansebaiknya dilakukan oleh empat petugas dengan berada pada masing-masing sisi
tandu.

Gambar 2.8 Tandu Sekop

Sumber google images

19
2.4.3 Teknik Memindahkan Pasien
a. Memindahkan pasien dari brankar ke TempatTidur/sebaliknya
1. Menjelaskan prosedur pemindahan
2. Atur brankar/Tempat Tidurdalam kondisi terkunci
3. Berdiri di sisi kanan atau kiri pasien
4. Kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien
5. Silangkan tangan pasien di atas dada
6. Pasien diangkat oleh sekurang-kurangnya 2 - 3 orang perawat (sesuai kebutuhan)
7. Ketiga perawat berdiri disisi sebelah kanan pasien :
a) Perawat I (paling tinggi) dan berdiri di bagian kepala sebagai pemberi istruksi)
b) Perawat II berdiri di bagian pinggang
c) Perawat III berdiri di bagian kaki
8. Lengan kiri perawat I berada di bawah kepala/leher dan pangkal lengan pasien,dan lengan
kanan dibawah punggung pasien
9. Lengan kiri perawat II dibawah pinggang pasien, lengan kanan dibawah bokong pasien.
10. Kedua lengan perawat III mengangkat seluruh tungkai pasien.
11. Setelah siap, salah seorang perawat memberi aba-aba untuk bersama-sama mengangkat
pasien.
12. Dengan langkah bersamaan, berjalan menuju ke tempat tidur / brankar yang telah disiapkan.
13. Setelah pasien berada di atas TT/brankar, posisi pasien diatur, selimut dipasang atau
dirapikan.

b. Memindahkan pasien dengan tarikan Selimut atau alas


1. Atur brankar dalam posisi terkunci pada tiap sisinya dan dekatkan dan sejajarkan dengan
tempat tidur atau brankar atau stretcher yang akan digunakan selanutnya.
2. Satu perawat berada disisi tempat tidur, sedangkan posisi dua perawat yang lain di samping
brankar
3. Gunakan pengalas dibawah tubuh klien untuk media mengangkat dapat berupa selimut
maupun alas brankar
4. Silangkan tangan pasien didepan dada untuk mencegah terjepit
5. Perawat yang berada di sisi tempat tidur siap memegang dan mendorong pasien

20
6. Dua perawat lain yang berada di samping brankart memulai aba-aba secara bersamaan dan
mengangkat/ menarik pengalas di bawah tubuh pasien dan pasien hingga mencapai tempat
tidur satunya. Apabila pasien dalam kondisi cedera berat ataupun fraktur yang luas maupun
memiliki bobot tubuh yang sedikit berlebih anjurkan minimal terdapat 4 perawat yang
masing-masing berada pada sisi kepala, samping kanan kiri dan kaki.
7. Jauhkan brankar
8. Baringkan pasien ke kiri atau kanan dan tarik pengalas atau selimut.
9. Atur posisi pasien hingga merasa nyaman.

c. Memindahkan pasien dengan cara log roll

Log roll adalah sebuah teknik yang digunakan untuk memiringkan klien yangbadannya setiap
saat dijaga pada posisi lurus sejajar (seperti sebuah batang kayu). Contohnya untuk klien yang
mengalami cidera spinal. Asuhan yang benar harus dilakukan untuk mencegah cidera tambahan.
Teknik ini membutuhkan 2-5 perawat. Untuk klien yang mengalami cidera servikal, seorang
perawat harus mempertahankan kepala dan leher klien tetap sejajar.

Gambar 2.9 Cara Pemindahan Pasien Dengan Log Roll

Sumber google images

Tujuan dari Logroll yaitu untuk mempertahankan alignment anatomis yang benar dalam
usaha untuk mencegah kemungkinancedera neurologis lebih lanjut dan mencegah penekanan
area cedera. Prosedur log roll diimplementasikan pada tahapan-tahapan manajemen pasien
trauma seperti :

a) Sebagai bagian dariprimaryandsecondarysurveyuntuk memeriksa tulang belakang klien.

21
b) Sebagai bagian dari proses pemindahan dari dan ke tempat tidur (seperti di radiologi)
c) Untuk pemberian perawatan collar servikal atau area tertekan
d) Memfasilitasi fisioterapi dada dan lain-lain.

Sedikitnya empat orang penolong dibutuhkan untuk membantu dalam prosedur log roll
dengan tugas sebagai berikut:

a) Satu penolong untuk menahan kepala klien


b) Dua penolong untuk menahan dada, abdomen dan lengan bawah. Tambahan satu orang
mungkin juga akan dibutuhkan pada saat melakukan log roll klien trauma yang gemuk,
tinggi atau memiliki cedera pada lengan bawah.
c) Satu penolong melakukan prosedur yang dibutuhkan (misalnya pengkajian tulang belakang
klien).

Langkah-langkah Log roll

a) Jelaskan prosedur pada pasien dengan mempertimbangkan status kesadaran klien dan minta
klien untuk tetap berbaring dan menunggu bantuan. Pastikan colar terpasang dengan benar.
b) Jika mungkin, pastikan peralatan seperti kateter indwelling, kateter interkosta, ventilator
tube dan lain-lain pada posisinya untuk mencegah overekstensi dan kemungkian tertarik
keluar selama perubahan posisi.
c) Jika klien diintubasi atau terpasang tracheostomy tube suction jalan nafas sebelum log roll
dianjurkan, untuk mencegah batuk yang mugkin menyebabkan malalignment secra anatomis
selama prosedur log roll.
d) Tempat tidur harus diposisikan sesuai tinggi badan penolong yang menahan Kepala dan
penolong lainnya.
e) Klien harus dalam posisi supine dan alignment secara anatomis selama prosedur log roll.
f) Tangan proksimal klien harus diaduksi sedikit untuk menghindari berpindah ke peralatan
monitor misalnya selang intravena perifer. Tangan distal klien harus diekstensikan dengan
alignment pada thorak dan abdomen, atau tekuk kearah dada klien jika mungkin misalnya
jikatangan cedera. Satu bantal harus ditepatkan diantara kaki-kaki klien.
g) Penolong 1, bantu menahan bagian atas badan klien, tempatkan satu tangan melampaui bahu
klien untuk menopang area dada posterior, dan tangan yang lain melingkari paha klien.

22
h) Penolong 2,bantu menahan abdomen dan tangan bawah klien, bertumpuk dengan penolong 1
untuk menempatkan satu tangan di bawah punggung klien, dan tangan lainnya melingkari
betis klien.
i) Dengan aba-aba dari penolong panahan kepala, klien diputar secara alignment anatomis
dengan tindakan yang lembut.
j) Penyelesaian aktivitas, penolong penahan kepala akan memberi aba-aba untuk
mengembalikan klien pada posisi lateral dengan bantal penahan. Klien harus ditingggalkan
dalam posisi alignment anatomis yang benar setiap waktu.

23
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dalam pemeriksaan payudara wanita, harus dipertimbangkan aspek psikososial dan aspek
fisik. Karena payudara merupakan organ sensitive, maka kesopanan tetap dijaga selama
pemeriksaan sehingga pasien tidak merasa malu. Penyuluhan tentang perawatan dan deteksi
kanker pada payudara perlu dilakukan terutama oleh bidan. Pada wanita hamil, payudara
mengalami perubahan. Payudara menjadi lebih besar akibat proliferasi dan hipertrofi dari
kelenjar susu (duktus latiferus). Adapun teknik pemeriksaan pada payudara yaitu inspeksi
(melihat ukuran,bentuk dan kesimetrisan payudara) dan palpasi ( untuk meraba apakah adanya
keluaran dan benjolan atau tidak). Pemeriksaan abdominal masa kehamilan dapat dilakukan
dengan empat teknik yaitu inspeksi (pengamatan mengenai bentuk perut secara umum dan
mengamati gerakan kulit pada perut saat inspirasi dan ekspirasi), auskultasi (dengan
menggunakan stetoskop), perkusi(dimulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam)
dan palpasi ( untuk menentukan besarnya rahim). Pemeriksaan palpasi menggunakan metode
Leopold yaitu Leopold I, Leopold II, Leopold III dan Leopold IV.

3.2 Saran

Pada saat melakukan pemeriksaan terhadap payudara dan abdominal harus dilakukan dengan
teliti dan tetap menjaga kesopanan terhadap pasien karena organ tersebut merupakan organ yang
sensitive bagi wanita dan menjaga keprivasian pasien adalah hal yang utama. Selama
pemeriksaan buatlah pasien nyaman baik tempat pemeriksaan hingga posisi pasien saat diperiksa
sehingga pemeriksaan dapat dilakukan dengan baik.

24
DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Praktikum Laboratorium Keperawatan Maternitas.UNISSULA

https://www.academia.edu/9241195/PEMERIKSAAN_FISIK_PADA_IBU_HAMIL

https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/pemeriksaan-fisik-pada-ibu-bersalin

Kemenkes RI.2019. Panduan Pelayanan Pasca Persalinan bagi Ibu dan Bayi Baru Lahir

Rahmadani, Siti .2017. Bahan ajar kebidanan praktik klinik kebidanan 1

Suryaningsih, N.K.A.2017. Pelaksanaan Teknik Memindahkan Pasien Trauma.

iv

Anda mungkin juga menyukai