Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH PRINSIP MANAJEMEN LUKA

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KETRAMPILAN DASAR


PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN

DOSEN PEMBIMBING : Ni Maade Gusti Ayu

DI SUSUN OLEH :

Della Mifanda NIM : P3.73.24.1.19.007


Kharisma Tanfirul Qulub NIM : P3.73.24.1.19.013
Lola Puti Ayuni NIM : P3.73.24.1.19.015
Rahma Majidah Prasanti NIM : P3.73.24.1.19.021
Rezty Aisyah NIM : P3.73.24.1.19.025

JURUSAN KEBIDANAN

PRODI PROFESI BIDAN

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

2019/2020

1
Kata Pengantar

Assalammualaikum. Wr. Wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada
kami sehingga memberikan kami kekuatan dan kemudahan untuk menyelesaikan tugas makalah
tentang “Prinsip Manajemen Luka” dari pelajaran Keterampilan dasar Klinik Kebidanan.
Shalawat serta salam kami curahkan kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW.
Terima kasih kepada dosen yang telah memberikan tugas makalah ini sehingga membuat kami
lebih mengerti tentang pelajaran antibodi dan antigen. Tidak lupa juga kami ucapkan terima
kasih kepada teman-teman kami yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan pemabaca. Namun,
terlepas dari itu kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami berharap kritik serta saran yang bersifat membangun dari dosen mata kuliah dan pembaca
makalah kami demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Wassalammualaikum. Wr. Wb

Jakarta, 8 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
LANDASAN TEORI.......................................................................................................................3
2.1 Pengertian luka.......................................................................................................................3
2.2 Jenis-Jenis luka......................................................................................................................3
2.3 Prinsip perawatan luka...........................................................................................................8
2.4 Perawatan Luka Dalam Praktik Kebidanan.........................................................................11
2.4.1 Pernyataan Kebutuhan...................................................................................................11
2.4.2 Klasifikasi Luka............................................................................................................11
2.4.3 Fase Penyembuhan Luka...............................................................................................12
2.5 Penatalaksanaan Luka Pascaoperasi....................................................................................13
2.5.1 Asuhan Intraoperatif......................................................................................................14
2.5.2 Persiapan kulit...............................................................................................................15
2.5.3 Penutupan Luka.............................................................................................................15
2.5.4 Membalut Luka.............................................................................................................15
2.5.5 Perawatan Luka Pascaoperasi.......................................................................................15
2.5.6 Prosedur Teknik Pembalutan Aseptik...........................................................................17
2.5.7 Membuka Jahitan, Klip Atau Staples............................................................................18
2.5.8 Prosedur Melepas Jahitan, Klip dan Staples.................................................................19
2.5.9 Perawatan drain luka.....................................................................................................19
2.6 Manajemen pengelolaan luka operasi Seksio Sesarea.........................................................21
2.7 Pencegahan Infeksi Pada Luka............................................................................................27
BAB III..........................................................................................................................................31

ii
PENUTUP.....................................................................................................................................31
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................31
3.2 Saran.....................................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagian terluar dari tubuh adalah kulit yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari trauma
dan masuknya benda asing. Jika kulit terkena trauma atau masuknya benda asing maka kulit
akan terluka (Aziz, 2014). Luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan tubuh oleh sebab-sebab
fisik, mekanik, kimia dan termal (Dian dkk, 2018).

Menurut Dian dkk, 2018 Berdasarkan sifat kejadian, luka di bagi menjadi dua yaitu, luka
yang sengaja dan luka yang tidak di sengaja. Luka disengaja contohnya adalah luka terkena
radiasi atau luka bedah, sedangkan luka yang tidak disengaja adalah luka terkena trauma. Luka
yang tidak disengaja (trauma) terbagi menajdai dua yaitu luka tertutup dan luka terbuka. Jika
luka tidak terjadi robekkan disebut juga dengan luka tertutup, sedangkan jika terjadi luka
robekkan disebut juga dengan luka terbuka dan terlihat seperti luka abrasio (luka akibat
gesekkan), luka puncture (luka akibat alat perawatan luka) (Suharyati, 2005). Menurut buku
edisi ke 2 hospital care for children 2013, perawatan luka dilakukan bertujuan untuk
menghentikan perdarahan, mencegah infeksi, menilai kerusakkan yang terjadi pada struktur yang
terkena, dan untuk menyembuhkan luka.

Luka akibat tekanan dan tipe luka yang lain masih terus menjadi tantangan yang besar bagi
perawat penyelenggara perawatan di rumah. Pelayanan yang diterima oleh klien secara langsung
berhubungan dengan kemampuan anda dalam mengkaji luka, memilih rencana perawatan yang
tepat, dan mendokumentasikan hasil pengkajian anda. Selama melakukan orientasi, sasaran
pembelajaran anda dalam perawatan luka adalah untuk: Mengenal dinamika keluarga dan
dampaknya pada penyembuhan luka Meningkatkan pengetahuan anda tentang proses
penyembuhan luka Mengetahui prinsip pengkajian risiko dan pencegahan Meningkatkan
keterampilan anda dalam mengkaji dan mendokumentasian luka Mengembangkan pengetahuan
anda tentang prinsip penatalaksanaan luka.

Infeksi luka operasi atau Surgical Site Infeksion (SSI) merupakan infeksi yang terjadi pada
tempat operasi dan salah satu jenis komplikasi utama operasi yang meningkatkan morbiditas dan

1
biaya perawatan di rumah sakit. SSI adalah salah satu angka kejadian tersering infeksi
nosocomial sebanyak 38% dari total seluruh infeksi nosocomial (M.Alsen dan Remson, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan luka?

2. Apa saja jenis-jenis luka?

3. Apa prinsip perawatan luka?

4. Bagaimana perawatan luka dalam praktik kebidanan?

5. Bagaimana penataklasanaan luka pascaoperasi?

6. Apa saja manajemen pengelolaan luka operasi seksio sesarea?

7. Apa saja pencegahan infeksi pada luka operasi?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui tentang definisi luka.

2. Untuk mengetahui tentang jenis-jenis luka.

3. Untuk mengetahui tentang prinsip perawatan luka.

4. Untuk mengetahui tentang tata cara perawatan luka dalam praktik kebidanan.

5. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan luka pascaoperasi.

6. Untuk mengetahui tentang manajemen peneglolaan luka seksio sesarea.

7. Untuk mengetahui tentang pencegahan infeksi pada luka operasi.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian luka


Bagian terluar dari tubuh adalah kulit yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari trauma
dan masuknya benda asing. Jika kulit terkena trauma atau masuknya benda asing maka kulit
akan terluka (Aziz, 2014). Luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan tubuh oleh sebab-sebab
fisik, mekanik, kimia dan termal (Dian dkk, 2018).

Menejemen luka bertujuan untuk mendapatkan penyembuhan yang cepat dengan fungsi dan
hasil estetik yang optimal. Hal ini bertujuan untuk menecegah infeksi dan trauma lebih lanjut
serta memberikan lingkungan yang optimal bagi penyambuhan luka (Dian dkk, 2018).

Menurut Dian dkk, 2018 keterlambatan penyembuhan luka hal ini di sebabkan oleh
pentalaksanaan luka yang kurang tepat, seperti:

1. Penyembuhan luka akan terganggu jika masalah-maslah pasien tidak diidentifikasi


2. Penilaian luka yang tidak tepat
3. Kurang tepat saat memilih dan menggunakan larutan antiseptik.
4. Kurang tepat dalammenggunakan antibiotika topikal dan ramuan obat perawatan luka.
5. Teknik balutan kurang tepat dapat menyebabkan balutan menjadi kurang efektif atau
malah menghalangi penyembuhan luka.
6. memilih perawatan luka yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien atau justru
berbahaya.
7. Tidak bisa memilih program penatalaksaan yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan
kondisi luka
8. Tidak mengevaluasi efetifitas menajemen luka yang di berikan.
2.2 Jenis-Jenis luka

Menurut Dian dkk, 2018 Berdasarkan sifat kejadian, luka di bagi menjadi dua yaitu, luka
yang sengaja dan luka yang tidak di sengaja. Luka disengaja contohnya adalah luka terkena
radiasi atau luka bedah, sedangkan luka yang tidak disengaja adalah luka terkena trauma. Luka
yang tidak disengaja (trauma) terbagi menajdai dua yaitu luka tertutup dan luka terbuka. Jika

3
luka tidak terjadi robekkan disebut juga dengan luka tertutup, sedangkan jika terjadi luka
robekkan disebut juga dengan luka terbuka dan terlihat seperti luka abrasio (luka akibat
gesekkan), luka puncture (luka akibat alat perawatan luka) (Suharyati, 2005).

Menurut Dian dkk, 2108 berdasarkan penyebabnya luka dibagi menjadi:

a. Erosi, Abrasi, Exoriasi:


Erosi: Luka hanya sampai stratum corneum
Abrasi: Luka sampai stratum spinosum
Excoriasi: Luka sampai stratum basale
- Merupakan kerusakkan epitel permukaan akibat trauma gesek pada epidermis.
- Abrasi luas dapat mengakibatkan kehilangan cairan tubuh.
- Luka harus segera dicuci, benda asing dalam luka harus dibersihkan dengan baik
agarterhindar dari infeksi dan mencegah tattoing (luka kedalamannya sampai
stratum papilare dermis).
b. Kontusio
- Biasanya disebabkan oleh trauma turapul atau ledakkan.
- dapat mengakibatkan jaringan yangluas
- Pada awalnya, lapisan kulit di atasnya bisa jadi intak, tapi pada akhirnya dapat
menjadi non-viable.
- Hematoma berukuran besar yang terletak di bawah kulit atau di dalam otot dapat
menetap
- kontusio luas dapat mengakibatkan dan compartment syndromes.
c. Laserai
 Laserasi terjadi jika kekuatan trauma melebihi kekuatan regang jaringan, misalnya
robekkan kulit kepala akibat trauma tumpul pada kepala
 Laserasi di klasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya, yaitu:
i. Insisi:
- Luka sayatan, disebabkan oleh benda tajam.
- Kerusakkan jaringan sangat minimal.
- Contoh: luka tusuk, luka pembedahan, terkena pecahan kaca

4
- Ditutup dengan bantuan jahitan, klip, staples, adhesive strips
(plaster) atau le. Luka pembedahan dapat terbuka kembali secara
spontan (dehisensi) atau dibuka kembali karena terbentuk
timbunan cairan, darah (hematoma) atau infeksi.
ii. Tension laceration:
- Disebabkan oleh trauma tumpul, biasanya karena tangential force
yang kekuatannya melebihi daya regang jaringan.
- Akan mengakibatkan kulit menjadi robek dengan tepi tidak teratur
disertai kontusio jaringan di sekitarnya.
- Contoh: benturan kencang dengan aspal, robekkan kulit karena
pukulan tongkat dengat keras
iii. Crush laceration atau compression laceration:
- Kulit menjadi robek karena kulit tertekan antara objek dan tulang
di bawahnya.
- Robekkan kulit tipe ini biasanya berbentuk stellate dengan
kerusakkan sedang dari jaringan di sekitarnya.
- Meningkatnya kejadian infeksi
- Hasil kosmetik kurang baik
- Contoh: robekkan kulit di atas alis seorang anak karena terjatuh
dari
iv. Kombinasi dari mekanisme di atas
d. Kombinasi dari ketiga tipe luka di atas
Menurut Dian dkk, 2018 Berdasarkan tingkat kontaminasinya, luka diklasifikasikan
sebagai:
a) Luka bersih: luka elektif, bukan keadaan darurat, tidak disebabkan oleh trauma,
kemudian luka di tutup secara primer(di jahit) tidak ada tanda inflamasi akut,
menjalankan metode aseptik dan antiseptik dengan baik, tidak melibatkan traktus
respiratorius(sistem pernafasan), gastrointestinal(perdarahan saluran cerna),
bilier(gangguan saluran empedu pada bayi baru lahir) dan genitourinarius(sistem
urogenital). Kulit di area luka akan terlihat bersih, tidak ada tanda infalmasi. Jika
luka tersebut terjadi setelah beberapa saat sebelumnya. Dapat terlihat sedikit

5
eksudat(cairan yang di pancarkan oleh suatu organisme melalui pori-pori atau
luka), tidak terlihat jaringan nekrotik di dasar luka. Risiko infeksi <2%.
b) Luka bersih terkontaminasi: luka darurat tapi bersih, di luka tersebut tidak ada
material kontaminan, resiko infeksi <10%.
c) Luka terkontaminasi: akan terlihat inflmasi non-purulen(tidak kental, putih): luka
terbuka < 4 jam: luka terbuka kronis; luka terbuka dan luas; tidak menjalankan
prosedur aseptic dan antiseptic dengan baik resiko infeksi 20%.
d) Luka kotor/infeksi: akan terlihat infeksi di area sekita luka, terdapat nanah ddan
jaringan nekrotik; luka terbuka > 4jam; perforasi traktur respiratorius,
gastrointestinal, bilier atau genitourinarius, resiko infeksi 40%.

Di dalam jurnal Moh Gifaris s, 2018 (menurut Maryunani, 2015) berdasarkan kedalaman dan
luasnya luka di bagi menjadi stadium I s.d IV

1. Stadium I: luka superfisial “non-blanching erithema” yaitu luka yang terjadi pada lapisan
epidermis kulit.

Gambar 1. Luka Stadium I (Moh. Gifaris, 2018).


2. Stadium II: luka “partial thickness” yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis
atau bagian atas dari epidermis tetapi tidak melintasinya. Tanda yang terdapat pada luka
stadium II antara lain abrasi, blister atau lubang yang dangkal, lembab dan nyeri.

6
Gambar 2. Luka Stadium II (Moh. Gifaris, 2018).
3. Stadium III: Luka “full thickness” yaitu kulit akan hilang menyeluruh meliputi kerusakan
epidermis, dermis dan subkutan tetapi belum melawatinya. Luka nya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka akan menjadi berlobang
secara klinis atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. Bisa meliputi jaringan nekrotik atau
infeksi.

Gambar 3. Luka Stadium III (Moh. Gifaris, 2018).


4. Satadium IV: Luka “full thickness” yaitu luka yang sudah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi atau kerusakkan yang luas.

7
Gambar 4. Luka Stadium IV (Moh. Gifaris ,2018).

Menurut Dian dkk, 2018, berdasarkan onset terjadinya luka , luka diklasifikasikan menjadi:

a. Luka akut: luka di ini disebabkan oleh pembedahan. Lama peyembuhan akan cepat,
dengan penyembuhan secara primer( penyembuhan yang terjadi setelah di usahakan
bertautnya tepi luka, biasanya dengan jahitan)
b. Luka kronis: luka kronis adalah luka yang tidak sembuh setelah 3 bulan. Luka ini disebab
kan oleh luka bakar y1111ang luas, gangguan sirkulasi, terkanan yang berlangsung lama,
ulkus diabetik dan keganasan. Penyembuhan luka ini cenderung lebih lama, resiko
terinfeksi akan lebih besar.

Semua luka akan berpontesi menjadi kronis jika pemilihan terapi pengobatan tidak benar (Dian
dkk,2018).

2.3 Prinsip perawatan luka

Menurut WHO, 2013 perawatan luka dilakukan bertujuan untuk menghentikan perdarahan,
mencegah infeksi, menilai kerusakkan yang terjadi pada struktur yang terkena, dan untuk
menyembuhkan luka. Berikut prinsip perawatan luka menurut WHO, 2013 Menghentikan
perdarahan
o Perdarahan dapat berhenti jika ada tekanan langsung pada luka
o Pada anggota badan yang mengalami perdarahan dapat diatas dengan waktu yang
singkat (kurang dari 10 menit) dengan menggunakan manset sfigmomanometer
yang di pasang pada bagian proksimal pembuluh arteri.
o Terniket yang digunakan terlalu lama bisa merusak ekstremitas.

8
Gambar 5. Cara menghentikan perdarahan (WHO, 2013).
 Mencegah infeksi
o Faktor yang paling penting dalam pencegahan infeksi luka adalah membersihkan
luka. Sebagian besar luka terkontaminasi saat pertama datang, luka tersebut dapat
mengandung darah beku, kotoran, jaringan mati atau rusak dan mungkin benda
asing.
o bersihkan kulit di area luka secara menyeluruh dengan air atau larutan antiseptik.
o Setelah memberikan anestesi lokal, periksa hati-hati apakah ada benda asing dan
bersihkan jaringan yang mati. Pastikan kerusakan apa yang terjadi. Luka besar
memerlukan anestesi umum.
o Antibiotik biasanya tidak diperlukan jika luka dibersihkan dengan hati-hati.
Namun demikian, beberapa luka tetap harus diobati dengan antibiotik, yaitu:
 Luka yang lebih dari 12 jam (luka ini biasanya telah terinfeksi).

9
 Luka tembus ke dalam jaringan (vulnus pungtum), harus
disayat/dilebarkan untuk membunuh bakteri anaerob.

 Profilaksis tetanus
o Jika belum divaksinasi tetanus, beri ATS(anti tetanus serum) dan TT(tetanus
toxoid). Pemberian ATS efektif bila diberikan sebelum 24 jam luka
o Jika telah mendapatkan vaksinasi tetanus, beri ulangan TT jika sudah waktunya.

 Menutup luka
o Jika luka terjadi kurang dari sehari dan telah dibersihkan dengan seksama, luka
dapat benar-benar ditutup/dijahit (penutupan luka primer).
o Luka tidak boleh ditutup bila: telah lebih dari 24 jam, luka sangat kotor atau
terdapat benda asing, atau luka akibat gigitan binatang.
o Luka bernanah tidak boleh dijahit, tutup ringan luka tersebut dengan
menggunakan kasa lembap.
o Luka yang tidak ditutup dengan penutupan primer, harus tetap ditutup ringan
dengan kasa lembap. Jika luka bersih dalam waktu 48 jam berikutnya, luka dapat
benar-benar ditutup (penutupan luka primer yang tertunda).
o Jika luka terinfeksi, tutup ringan luka dan biarkan sembuh dengan sendirinya.

 Infeksi luka
o Tanda klinis: nyeri, bengkak, berwarna kemerahan, terasa panas dan
mengeluarkan nanah.
o Tatalaksana
 Buka luka jika dicurigai terdapat nanah
 Bersihkan luka dengan cairan desinfektan
 Tutup ringan luka dengan kasa lembap. Ganti balutan setiap hari, lebih
sering bila perlu
 Berikan antibiotik sampai selulitis sekitar luka sembuh (biasanya dalam
waktu 5 hari).
 Berikan kloksasilin oral (25–50 mg/kgBB/dosis 4 kali sehari)
karena sebagian besar luka biasanya mengandung Staphylococus.

10
 Berikan ampisilin oral (25–50 mg/kgBB/dosis 4 kali sehari),
gentamisin (7.5 mg/kgBB IV/IM sekali sehari) dan metronidazol
(7.5 mg/kgBB/dosis 3 kali sehari) jika dicurigai terjadi
pertumbuhan bakteri saluran cerna.

2.4 Perawatan Luka Dalam Praktik Kebidanan

2.4.1 Pernyataan Kebutuhan


Menurut Suharyati. 2005 Perawatan luka dirumah merupakan suatu bentuk perawatan yang
memerlukan pelayanan keperawatan yang terampil, dari perawat yang sederhana sampai yang
kompleks. Klien dipulangkan dari lingkungan perawatan akut pada tahap awal proses
penyembuhan mereka. Bidan bertemu dengan klien dengan luka pasca operasi yang masih baru,
yang membutuhkan pengkajian, perawatan, dan penyuluhan segera. Luka akibat tekanan dan tipe
luka yang lain masih terus menjadi tantangan yang besar bagi perawat penyelenggara perawatan
di rumah. Pelayanan yang diterima oleh klien anda secara langsung berhubungan dengan
kemampuan anda dalam mengkaji luka, memilih rencana perawatan yang tepat, dan
mendokumentasikan hasil pengkajian anda. Selama anda melakukan orientasi, sasaran
pembelajaran anda dalam perawatan luka adalah untuk: Mengenal dinamika keluarga dan
dampaknya pada penyembuhan luka Meningkatkan pengetahuan anda tentang proses
penyembuhan luka Mengetahui prinsip pengkajian risiko dan pencegahan Meningkatkan
keterampilan anda dalam mengkaji dan mendokumentasian luka Mengembangkan pengetahuan
anda tentang prinsip penatalaksanaan luka.

2.4.2 Klasifikasi Luka

Menurut Suharyati. 2005 Tujuan pengklasifikasian luka adalah menciptakan suatu


pemahaman yang umum tentang jaringan yang rusak saat terjadi luka. Lembaga pengatur
kebijakan Keperawatan kesehatan dan penyelenggara penelitian (Agency Health Care Policy
241and Research CPR) telah menetapkan pedoman dan petunjuk tentang cara untul
pengklasifikasian suatu luka. Terdapat dua system klasifikasi yang diterima. Salah satunya
adalah klasifikasi luka berdasarkan ketebalannya. System ini digunakan untuk menjelaskan
semua luka kecuali luka akibat tekanan. Menurut Suharyati. 2005 Luka akibat tekanan dijelaskan
tahap demi tahap.

11
a) Klasifikasi Ketebalan Luka
Luka yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, keruasakan pembuluh darah.
dan kanker diklasifikasikan dari ketebalannya. Luka dengan ketebalan persial (sebagian)
mengenai epidermis dan sebagian dermis. Luka ini dapat terlihat sebagai kulit yang
melepuh, robekan kulit, atau abrasi. Penyembuhan luka ini biasannya berlangsung sangat
cepat. Luka dengan ketebalan penuh dengan ketebalan penuh mengenai lapisan
epidermis, dermis, dan jaringan subkutan. Kerusakkan dapat meluas sampai ke otot,
tendon, dan tulang. Penyembuhan berlangsung lambat akibat kehilangan jaringan yang
luas.
b) Klasifikasi Luka Akibat Tekanan
Luka yang disebabkan oleh tekanan dan shearing diklasifikasikan secara bertahap.
System pengklasifikasiannya mengidentifikasi bagaimana proses perluasan lapisan
jaringan yang rusak terjadi. Luka akibat tekanan terjadi jika suatu daerah jaringan lunak
dikompresi diantara tulang dan permukaan yang keras. Tekanan ini membuat transportasi
darah, oksigen, dan nutrient menurun kejaringan sehingga terjadilah iskemia, yang
menyebabkan kerusakan jaringan.
Luka akibat tekanan adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan luka akibat
baringan atau luka diekubitus. Luka dekubitus ini merupakan penyebab penderitaan
manusia yang luar biasa dan menyebabkan pengeluaran biaya yang sangat besar. Luka
akibat tekanan diklasifikasikan dalam beberapa tahap, setiap tahap mengidentifikasikan
luas kerusakkan jaringan yang terjadi. Tahap pertama luka akibat tekan berbentuk
eritema yang tidak memucat (kemerahan yang menetap) pada kulit yang utuh, merupakan
tanda kerusakan jaringan yang sangat nyata. Ketika mengkaji kulit yang pigmen yang
berwarna gelap, peri peningkatan intensitas tonus kulit atau perubahan warna
(discoloration).raba ku untuk mengkaji rasa panas dan edema. Debris (fragmen dari
jaringan yang ma remah makanan, atau benda lain. Lapis alat yang dikenakan klien dan
dkenakan kaos kaki panjang dari bahan katun, untuk melindungi kulit supaya terhindar da
trauma secara langsung.

12
2.4.3 Fase Penyembuhan Luka

Menurut Suharyati. 2005 Semua luka mengalami fase penyembuhan yang sama yaitu fase
peradagan dan fase maturasi. kecepatan penyembuhan dipengaruhi oleh banyak fator yang
berhubungan dengan klien tertentu dan tentu saja oleh tingkat keparahan luka yang dialami klien.
Fase peradangan dimulai pada saat jaringan pertama kali megalami cedera. jaringan berespon
dengan melokalisasi daerah edema, eritema, dan nyeri. Kemudian tubuh menggerakkan
mekanise pertahanannya. Trombosit membentuk bekan fibrin untuk mengontrol pendarahan.
Neutrofil dan makrofag bekerja untuk menelan bakteri dan materi asing. Antihistamin
dikeluarkan untuk mengurangi pembekakan. pada tahap akhir, factor pertumbuhan dilepaskan
untuk memulai proses perbaikan luka. Pada klien yang sehat, proses ini dapat berlansung selama
empat sampai enam hari. Apabila anda memeriksa daerah yang mengalami cedera, anda akan
meraba area yang hangat, melihat edema, eriema, dan klien menyatakan rasa nyerinya. Gejala ini
merupakan respons yang normal akibat luka local tersebut.

Menurut Suharyati. 2005 Fase proliferasi juga disebut fase granulasi. pada klien yang sehat,
fase ini dapat berlangsung selama empat sampai dua puluh empat hari. jaringan granulasi tampak
kemerahan seperti warna merah daging sapi dan banyak granular yang terlihat. jaringan granulasi
ini dibentuk oleh pembuluh kapiler yang baru terbentuk (angiogenesis), kolagen, dan fibroblast
dan akan mengisi bagian bantalan luka, sel epitel mulai terlihat pada batas luka dan terus
bergerak kearah pusat luka samapai kembali memenuhi permukaan luka tersebut serta akhirnya
luka dilapisi seluruhnya. jaringan epitel tampak tipis, halus (sperti beludru), dan berwarna
keperakan.

Menurut Suharyati. 2005 Fase maturasi pada klien yang sehat dapat berlangsung selama
tiga bulan sampai dua tahun. selama fase ini, jaringan yang baru terbentuk kemudian menbangun
kembali bentuknya (remodelling) dan menguatkan jaringan parut dengan memproduksi kolagen
secara kontinu. hal ini akan meningkarkan kekuatan regangan kulit sampai 70 persen dari
kekuatan awal kulit terseb kekuatan regangan ialah kemampuan kulit untuk menahan serangan
yang dapat jika diberi tekanan, mengalami gesekan atau trauma dari pada kulit yang belum
menyebabkan trauma. jaringan parut cenderung lebih rentan mengalami kerusakan pernah
mengalami cedera. Asupan nutrisi merupakan hal yang kurikusial.anjuran makan yang tinggi

13
kalori dan protein serta beri conto jenis makanan tersebut, kecuali jika jenis makanan Terapi
perawatan akan bervariasi pada saat tertentu.

2.5 Penatalaksanaan Luka Pascaoperasi

Menurut Suharyati. 2005 Penatalaksanaan luka bertujuan untuk meningkatkan proses


penyembuhan jaringan dan juga untuk mencegah infeksi. Infeksi sangat mahal, tidak hanya
dalam kaitannya dengan sumber, tetapi juga karena debilitasi yang diderita ibu. Luka
diklasifikasikan sesuai dengan kondisinya . Luka yang sering ditemukan bidan adalah luka yang
bersih tanpa kontaminasi, misal luka insisi yang tertutup, luka yang melibatkan saluran kemih,
misal seksio sesaria di segmen bawah (Lower Segment Caesarean Section (LSCS)).
Penatalaksanaan luka yang efektif meliputi pertimbangan faktor-faktor lain seperti lingkungan
dan kesehatan dan persiapan ibu praoperatif. Adanya anemia atau infeksi yang sudah ada
sebelumnya memperlambat proses penyembuhan luka.

Perlu diperhatikan pada masa praoperatif hamil yang sehat dan masuk rumah sakit hanya
untuk waktu singkat sebelum erasi yang telah direncanakan berisiko lebih rendah untuk
mengalami infeksi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak sehat dan berada lama lebih dl
rumah sakit. Adanya anemia atau infeksi yang sudah ada sebelumnya memperlambat proses
penyembuhan luka.Mandi shower ditetapkan sebagai cara yang lebih baik dari pada mandi
rendam, dan harus dilakukan pada malam sebelumnya dengan klorheksidin 4%. Meskipun
demikian, larutan yang digunakan dan waktu yang tepat untuk mandi shower tersebut masih
perlu diteliti lebih lanjut sebelum sampai pada kesimpulan Ternyata setelah diteliti lebih lanjut
peng- gunaan klorheksidin 4% dapat mengurangi flora kulit, dan tidak menuru insidensi infeksi
luka (Suharyati. 2005).

Rambut dapat menjadi tempat bakteri dan membuat pelepasan balutan men. jadi tidak
nyaman. Pembuangan rambut masih tetap menjadi masalah vane belum terpecahkan. Simmons
(1998) menyarankan agar rambut dibiarkan sia kecuali bila berada pada daerah insisi, dan bila
memang harus dibuang, maka pencukuran merupakan cara yang paling merugikan. Menjepit
atau mengguna- kan krim depilatory merupakan cara yang tampaknya tidak begitu menimbulkan

14
abrasi kulit. Abrasi kulit mempermudah masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan
meningkatkan kencederungan infeksi luka. Bila dipandang perlu, pencukuran hendaknya
dilakukan secara hati-hati dan sedekat mungkin dengan waktu pelaksanaan operasi (Suharyati.
2005).

2.5.1 Asuhan Intraoperatif

Pembedahan dilakukan di lingkungan yang kondisinya terkendali dan dilakukan asepsis


surgikal secara ketat. Lamanya seksio sesar terkadang kurang dari satu jam dan operasi
dilakukan secara langsung. mengemukakan manfaat dari pemberian terapi antibiotik profilaktik
setelah seksio sesaria untuk mengurangi infeksi luka (Suharyati. 2005).

2.5.2 Persiapan kulit


Bagian kulit yang akan diinsisi harus dibersihkan. Belum ada kesepakatan tentans Jehis
losion yang harus digunakan untuk membersihkannya; Cruse & Foora (1980) menemukan
sedikit perbedaan angka infeksi pada penggunaan sabun prodik berbahan dasar alkohol
dibandingkan dengan penggunaan iodium atau klorheksidin (Suharyati. 2005).

2.5.3 Penutupan Luka

Penutupan luka dapat dilakukan dengan benang, staples atau klip. Jahitan dapat berbentuk
jahitan kontinu atau jahitan interuptus, dan dapat juga digunakan drainase luka. Tujuan
penutupan luka adalah menyatukan tepi-tepi kulit sehingga proses penyembuhan luka alami
dapat segera dimulai, Baru ada sedikit penelitian tentang cara penutupan yang paling efektif,
meskipun hal ini akan bervariasi sesuai dengan jenis jaringan dan lukanya. Bucknall (1981)
mengemukakan bahwa untuk luka di abdomen ternyata benang sutra menimbulkan lebih banyak
reaksi jaringan dibandingkan dengan benang nilon. Sebagai benda asing dalam taringan, hanya
jumlah materi jahitan minimal dengan respons inflamasi mini- mal yang boleh digunakan untuk
mempercepat penyembuhan luka. Luka LSCS sering kali ditutup dengan jahitan kontinu benang
nilon (prolin) atau dengan klip atau staples (Suharyati. 2005).

2.5.4 Membalut Luka

15
Balutan luka melindungi luka dari infeksi eksternal (sampai penyembuhan alami terjadi)
dan dari gesekan dengan pakaian. Balutan dapat menyerap eksudat dari luka, tetapi harus
menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya peningkatan proses penyembuhan luka.
Untuk luka operasi sesar biasanya dipilih balutan yang tidak terlalu melekat (mis., Primapore),
yang dapat menjadi bantal- an penyerapm, tetapi tetap menjaga kelembaban dan menjadi tutup
pelindung (Suharyati. 2005).

2.5.5 Perawatan Luka Pascaoperasi

Menurut Suharyati. 2005 Membersihkan dan membalut luka Luka yang memiliki tepian
kulit yang berada dalam aposisi baik akan semuh dengan cepat, dengan cara mengurangi risiko
infeksi .Pengkajian luka harus memperhatikan kondisi klinis ibu, waktu dan sifat operasi serta
tampilan luka. Keputusan untuk membalut luka kembali juga harus mencakup keputusan apakah
pembersihan luka merupakan tindakan yang diindikasikan. Fungsi dari pembersihan luka adalah
sebagai berikut:

1) Membersihkan debris luka


2) Membuang jaringan yang mengelupas atau jaringan nekrosis.

Di dalam buku Suharyati. 2005 Morison (1992) berpendapat bahwa membersihkan luka
tanpa menerapkan kedua kriteria dapar merusak jaringan baru. Mengindikasi- kan bahwa
membersihkan luka operasi yang dijahit dengan benang nilon pada hari pertama pascaoperasi
dengan sabun dan air merupakan tindakan yang aman untuk dilakukan. Meers et al (1992)
menganjurkan untuk menggunakan teknik pembalutan bersih dengan air dan sarung tangan
nonsteril, selain teknik aspektik.Uuntuk luka jahitan yan memerlukan penggantian baluan. Ibu
dianjurkan unruk mandi shower bukan mandi berendam. Berendam di dalam bak dapat
menyebabkan eskudat luka lebih banyak beberapa hari kemudian karena jaringan menyerap air.
Bila luka memerlukan pembersihan lebih lanjut, Flanagan (1997) menyarankan penggunakan
larutan salin isotonik (0,9%) pada suhu tubuh. Pertanyaan tentang kapan balutan luka harus
diganti masih menjadi pertanyaan yang belumterjawab. Tampaknya perlu dilakukan pengkajian
setiap hari tanpa menggangeu luka dengan membersihkan atau mengganti balutannya kecuali
bila perlu.

16
Menurut Suharyati. 2005 Untuk ibu dengan LSCS, berikut ini adalah beberapa prinsip yang
dapar diimplementasikan:

- Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama pascaoperasi . Ibu harus
mandi shower bila memungkinkan
- Luka harus dikaji setelah operasi, dan kemudian setiap hari selama masa pasca operasi
sampai ibu diperbolehkan pulang atau dirujuk
- Luka mengeluarkan eksudat cair atau tembus ke pakaian, pembalutan luka harus diulang;
sebab bila tidak, luka mungkin terbuka.
- Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang digunakan harus yang sesuai dan tidak lengket
- Bila luka perlu dibersihkan dan dibalut ulang, prosedur tersebut harus di- lakukan dengan
teknik bersih, dengan larutan salin normal yang hangat atau dengan air keran dan balutan
yang sesuai
- Bila luka tampak terinfeksi, perlu dilakukan apusan dan rujukan. Teknik pembalutan
aseptik harus digunakan dengan air atau salin normal dan balutan yang sesuai. Pengkajian
dilakukan sesuai saran dari dokter obstetrik.

2.5.6 Prosedur Teknik Pembalutan Aseptik


Menurut Suharyati. 2005 Penyesuaian dapat dilakukan untuk teknik aseptic
 Daparkan persetujuan tindakan dari ibu dan jelaskan perlunya pembalutan ulang terhadap
luka I Sapkan alat di atas troli balutan bersih/permukaan/meja bersih di rumah:
- sarung tangan steril ab id
- apron
- larutan NaCl 0,9% dengan suhu kamar
- set balutan steril dengan kantong sekali pakai dan balutan yang sesuai
- plester dan gunting bila perlu
 Posisikan ibu dengan tepat, perhatikan privasi dan martabatnya " Pakai apron dan cuci
tangan, sementara asisten membuka lapiran luar set balutan dib-qagab d aingib
 Buka pembungkus bagian dalam dengan hanya menyentuh tepi kertas; asisten
menyorongkan sarung tangan steril di atas bidang steril
 Longgarkan balutan lama yang sudah ada, letakkan kantong sekali pakai di atas tangan
dan lepas balutannya

17
 Balikkan kantong sehingga balutan bekas berada di dalamnya, kemudian Bantungkan
kantong tersebut di bagian samping troli sebagai tempat sampah
 Lakukan penggosokan tangan dan pakai sarung tangan
 Kaji luka; bila diperlukan pembersihan, asisten menuangkan larutan NaCl 0,9% ke dalam
mangkok
 Bersihkan luka dengan busa atau kain kasa dengan tangan yang bersarung angan,
pindahkan apusan dari tangan "bersih" ke tangan "kotor"
 Lakukan apusan dengan tangan 'kotor', satu kapas untuk satu kali dari dalam ke luar
 Buang kapas bekas apusan
 Ulangi sesuai kebutuhan
 Keringkan kulit di sekelilingnya
 Pasang dan kencangkan balutan
 buang peralatan bekas dengan benar apusan, dedl dalid slewed
 Buat ibu senyaman mungkin; diskusikan hasil dan perawatan selanjutnya
 kembalikan troli ke area yang bersih, cuci jika perlu
 Cuci tangan
 Dokumentasikan hasilnya dan lakukan tindakan yang sesuai

2.5.7 Membuka Jahitan, Klip Atau Staples


Keputusan untuk membuka jahitan, klip atau staples dibuat sesuiai dengan hasil Pengkajian.
Jahitan dibuka jika luka sudah sembuh, sering kali 5-10 hari pasca operasi. Jahitan yang
dibiarkan terlalu lama dapat memperlambat penyembuhan luka. Meskipun set pembuka
jahitan/gunting dalam keadaan steril, tetapi pro sedurnya terkadang hanya bersifat 'bersih',
dengan menggunakan sarung tangan nonsteril. Sebuah troli juga dapat digunakan, tetapi sering
kali cukup dengan permukaan bersih yang berada di dekat ibu. Diperlukan sebuah wadah untuk
menempatkan klip atau staples sehingga dapat dibuang dengan benar ke wadah khusus benda
tajam. Bila beberapa jahitan sudah dibuka ternyata luka masih menganga, bidan harus merujuk
ibu terlebih dahulu sebelum mengangkat selur h jahitan (Suharyati. 2005).

a. Mengangkat jahitan
Menurut Suharyati. 2005 Tujuan mengangkat jahitan dengan benar adalah untuk
memastikan bahwa tidak ada bagian luar jahitan yang tertarik ke dalam:

18
- Angkat dan tahan bagian luar jahitan (dapat digunakan pinset untuk membantu)
dengan tangan nondominan
- Dengan tangan dominan, potong benang di bawah simpul sedekat mungkin
dengan kulit menggunakan gunting atau pemotong jahitan
- Cabut benang dari kulit (50.1A)

Prinsip ini dapat digunakan baik pada jahitan interuptus, kontinu atau subkutikular.
Untuk melepas jahitan subkutikular yang dipertahankan di tempatnya dengan bead,
terlebih dahulu bead tersebut yang berada di ujung distal harus dilepas sehingga jahitan
dapat dicabut dari ujung yang terdekat dengan bidan. Pencabutan harus dilakukan secara
perlahan sehingga ibu hanya akan merasakan tarikan bukan rasa tidak nyaman.

b. Melepas staples
Menurut Suharyati. 2005
- Pegang pembuka staples seperti sebuah gunting
- Masukkan bagian bawah bilah ke bawah staples
- tekan gagang pembuka klip secara bersamaan, staples akan terangkat AGbr.
50.1B)
- angkat dengan hati-hati
c. Melepas klip Michel
Menurut Suharyati. 2005
- Pegang pembuka klip seperti sebuah gunting
- Masukkan bilah yang kecil ke bawah klip
- Tekan pada saat ditarik (Gbr. 50.1 C) bi ia limigo
d. Melepas klip Kifa
Menurut Suharyati. 2005
- pegang pinset di atas sayap klip
- Tekan kedua sayap secara bersamaan
- klip akan ternagkat dari kulit ketika pinset di tekan
2.5.8 Prosedur Melepas Jahitan, Klip dan Staples
Menurut Suharyati. 2005
1) Dapatkan persetujuan tindakan dari ibu Siapkan alat:

19
- sarung tangan nonsterile
- set pelepas jahitan/set balutan yang berisi gunting, pemotong jahitan.
staples atau klip kantong sekali pakai
- Posisikan ibu sedemikian rupa agar luka dapat terlihat, dengan tetap
memperhatikan privasi dan martabat ibu - Cuci tangan
- Buku set alat
2) Pakai sarung tangan
3) Kaji luka; bila luka terbukti sudah sembuh angkat jahitan, klip atau staples seperti
yang telah dijelaskan di atas
- Bantu ibu untuk memperoleh rasa
4) Bereskan dan buang alat dengan benar
5) Cuci tangan
6) Dokumentasikan hasil dan lakukan intervensi yang sesuai
2.5.9 Perawatan drain luka

Menurut Suharyati. 2005 Drainase luka berguna untuk mengurangi rongga yang tidak
berguna dan perkecil kecenderungan pembentukan hematoma, tetapi dapat meningkatkan risiko
infeksi luka karena menjadi jalan masuknya mikrroorganisme ke jaringan yang lebih dalam
(Briggs, 1997). Luka dapat didrainase menggunakan sistem drainase terbuka atau tertutup;
sistem tertutup biasanya bersifat hampa d ('menarik' eksudat dari jaringan), sementara sistem
terbuka mengalirkan eksudat berdasarkan gravitasi. Sifat dari pembedahan menentukan perlu
tidaknya pe masangan drainase, dan bila perlu, diputuskan pula sistem drainase apa yro akan
digunakan. Pada masa pascaoperasi, drain luka diobservasi dan posisinya harus dipertahankan
dengan baik agar tetap dapat mengalir dengan benar dan tidak teratrik atau jatuh ke lantai, Semua
cairan yang keluar dari drainase Juka harus dicatat dalam catatan keseimbangan cairan.
Mengemukakan bahwa yang optimal untuk melepas drainase luka adalah setelah 24 jam

o Pengosongan drain luka

Menurut Suharyati. 2005 Untuk menurunkan risiko infeksi, integritas drainase sistem
tertutup harus selalu dijaga, tetapi drain harus dikosongkan bila kehampaan udara menurun atau
hilang, atau jika drainase dipasang lebih dari 24 jam.

20
Menurut Suharyati. 2005 Ada berbagai macam drain, bidan harus mengetahui setiap
jenisnya dengan Luka Hampir semua drain memiliki mekanisme vakum yang digunakan dengan
arn menekan drain atau alat tambahan. Terkadang diperlukan isapan eksternal. Menurut
Suharyati. 2005 Berikut ini adalah prinsip-prinsip pengosongan drainase luka:

- Pengosongan drainase luka merupakan prosedur aseptik di mana bidan harus


memakai sarung tangan steril, membersihkan port dengan kapas alkohol sebelum dan
setelah pengosongan, dan mengosongkan isinya dengan mengalirkannya ke dengan
wadah steril
- Setelah drainase kosong akan terjadi kondisi vakum dan drainase ditutup
- Gangguan terhadap ibu seminimal mungkin
o Membalut drain luka

Bila dipasang lebih dari 24 jam, drain memerlukan penggantian balutan. Pembalutan
tersebut harus dilakukan menggunakan prinsip asepsis, area drainase dapat dibersihkan dengan
NaCl 0,9% dan sebuah lubang dapat dibuat pada balutan yang tidak lengket supaya pas dengan
slang drainase (Gbr. 50.2) kemudian difiksasi dengan plester.

o Memotong drain luka

Drain dapat dipotong sesuai kedalaman luka. Dengan teknik aseptik, kulit dibersihkan, drain
ditarik dari kulit sesuai ukuran yang diperlukan, pin steril yang aman dipasang pada drain dekat
dengan kulit dan drain vang terlalu panjang dipotong di antara pin yang baru dan yang lama yang
baru (Gbr. 50.3). Bila perlu dapat digunakan kantong drainase/balutan.

o Melepas drain luka

Dalam pelepasan drain luka, akan terdapat luka kecil terbuka setelah drain dilepas sehingga
diperlukan tindakan asepsis dalam melepas drain luka. Sebelum drain dilepas, sifat vakumnya
harus dilepas terlebih dahulu, dan ibu harus menyadari bahwa pencabutan pipa drainase ini akan
menimbulkan rasa tidak nyaman. Setelah membuka jahitan, satu tangan menahan kulit dengan
lembut, sementara tangan lainnya mencabut pipa drain. Daerah bekas drainase dibersih- kan dan
dibalutan dengan balutan yang tepat. Jumlah cairan yang keluar dicatat dalam catatan

21
keseimbangan cairan. Bila diperlukan, ujung drainase dapat di- kirim ke laboratorium untuk
diperiksa. Pada hari berikutnya perlu dilakukan pengkajian terhadap daerah bekas drainase.

2.6 Peran dan tanggung jawab bidan Secara ringkas

Peran dan tanggung jawab bidan adalah:

 Menerapkan pengetahuan untuk meningkatkan proses penyembuhan dan mencegah


infeksi
 Mengetahui tentang tampilan luka untuk mengkaji adanya penyimpangan normal dan
melakukan rujukan bila perlu - Menggunakan peralatan dan teknik yang benar untuk
melaksanakan prosedur prosedur secara aman
 Melakukan pendokumentasian dengan benar.
2.6 Manajemen pengelolaan luka operasi Seksio Sesarea

Menurut Suharyati. 2005 Seksio Sesarea (SC) adalah proses persalinan dengan melalui
pembedahan di mana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan rahim (histerektomi) untuk
mengeluarkan bayi. Seksio Sesarea umumnya dilakukan ketika proses persalinan normal melalui
vagina tidak memungkinkan karena beresiko kepada komplikasi medis lainya (Purwoastuti, Dkk,
2015). Klasifikasi operasi Seksio Sesarea (SC) Ada beberapa jenis Seksio Sesarea (SC), yaitu
diantaranya :

a) Jenis klasik yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga memungkinkan ruangan
yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Akan tetapi jenis ini sudah sangat jarang dilakukan
saat ini karena sangat beresiko terhadap terjadinya komplikasi.
b) Sayatan mendatar di bagian atas dari kandung kemih sangat umum dilakukan pada masa
sekarang ini. Metode ini meminimalkan risiko terjadinya perdarahan dan cepat
penyembuhanya.
c) Histerektomi caesar yaitu bedah caesar diikuti dengan pengankatan rahim. Hal ini dilakukan
dalam kasus-kasus di mana pendarahan yang sulit tertangani atau ketika plasenta tidak dapat
dipisahkan dari rahim.
d) Bentuk lain dari Seksio Sesarea (SC) seperti extraperitoneal CS atau Porro CS 39 3.
Indikasi Dokter spesialis kebidanan akan menyarankan Seksio Sesarea (SC) ketika proses
kelahiran melalui vagina kemungkinan akan menyebabkan risiko kepada sang ibu atau bayi.

22
Menurut Suharyati. 2005 Adapun hal-hal yang dapat menjadi pertimbangan bedah caesar antar
lain :

a. Indikasi yang berasal dari ibu yaitu pada plasenta previa terutama pada primigravida,
primi para tua disertai letak ada, disproporsi sefalo pelvic (disproporsi janin/panggul,
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, solusio
plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia-eklampsia, atas
permintaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM, gangguan perjalanan
persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
b. Indikasi yang berasal dari janin.
c. Fetal distress/gawat janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan
persalinan vakum atau forseps ekstraksi

Menurut Suharyati. 2005 komplikasi yang mungkin timbul dalam Post Seksio Sesarea (SC) :

a. Syok Peristiwa ini terjadi karena insufisiensi akut dari sistem sirkulasi dengan akibat
sel-sel jaringan tidak mendapat zat-zat makanan dan O2 dengan akibat terjadi
kematian nya. Penyebab-penyebab syok adalah: hemoragi merupakan penyebab
terbanyak dan harus selalu dipikirkan bila terjadi pada 24 jam pertama pascabedah,
sepsis, neurogenik dan kardiogenik, atau kombinasi antara berbagai sebab tersebut.
Gejala-gejalanya ialah nadi dan pernafasan meningkat, tensi menurun, oliguri,
penderita gelisah, eksteremitas dan muka dingin, serta warna kulit keabuabuan.
Dalam hal ini sangat penting untuk membuat diagnosis sedini mungkin yang dikenal
dengan sistem peringatan dini (early warning system), karena jika terlambat,
perubahanya sudah tidak dapat dipengaruhi lagi.
b. Gangguan Saluran Kemih Pada operasi ada kemungkinan terjadi retensio urinae.
Pengeluaran air seni perlu diukur, jika air seni yang dikeluarkan jauh berkurang, ada
kemungkinan oliguri atau retensio urinae. Pemeriksaan abdomen seringkali dapat
menentukan adanya retensi. Apabila daya upaya supaya penderita dapat berkemih
tidak berhasil, maka terpaksa dilakukan kateterisasi.
c. Infeksi Saluran Kemih Kemungkinan infeksi saluran kemih selalu ada, terutama pada
penderitapenderita yang untuk salah satu sebab dikateter. Penderita menderita panas
dan seringkali menderita nyeri pada saat berkemih, dan pemeriksaan air seni (yang

23
dikeluarkan dengan kateter atau sebagai midstream urine) mengandung leukosit
dalam kelompok. Hal ini dapat segera diketahui dengan meningkatnya leukosit
esterase.
d. Distensi Perut Pada pasca laparatomi tidak jarang perut agak kembung akan
tetapi,setelah flatus keluar, keadaan perut menjadi normal. Akan tetapi, ada
kemungkinan bahwa distensi bertambah, terdapat timpani diatas perut pada periksa
ketok, serta penderita merasa mual dan muntah.
e. Infeksi puerperal Pada komplikasi ini biasanya bersifat ringan, seperti kenaikan suhu
selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti Tromboflebitis,
peritonitis, sepsis dan lainya.
f. Terbukanya Luka Operasi Eviserasi Sebab-sebab terbukanya luka operasi pasca
pembedahan ialah luka tidak dijahit dengan sempurna, distensi perut, batuk atau
muntah keras, serta mengalami infeksi.

Menurut Suharyati. 2005 Perawatan Post Seksio Sesarea (SC) Perawatan Post Seksio Sesarea
(SC) sangat diperlukan untuk mengembalikan kondisi kebugaran tubuh seperti sedia kala.
Adapun perawatan Post Seksio Sesaria (SC) yang harus dilakukan oleh bidan yaitu diantaranya:

1. Periksa tekanan darah, frekuensi nadi dan pernapasan, ukur jumlah urine yang
tertampung dikantong urine dan periksa/ukur jumlah perdarahan selama operasi.
2. Buat laporan operasi dan cantumkan hasil pemeriksaan diatas pada lembar laporan. Catat
lama operasi, jenis kelamin, nilai apgar score dan kondisi bayi saat lahir, lembar operasi
ditanda tangani oleh operator.
3. Buat instruksi perawatan yang meliputi: jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan pernapasan, jadwal pengukuran jumlah produksi urine, berikan
instruksi dengan jelas, singkat dan terperinci yang mencangkup nama, obat, dosis, cara
pemberian, dan waktu atau jam pemberian.
4. Nasihat dan konseling Post Seksio Sesarea (SC)
i. Kepada keluarga pasien beritahu bahwa: operasi telah selesai dan sampaikan
jalannya operasi, kondisi ibu saat ini dan apa yang diharapkan, minimal
mencangkup 24 jam post operasi. Waktu lahir, jenis kelamin, panjang badan, berat
badan dan keadaan operasi. Risiko fungsi reproduksi pasien dan

24
kehamilan/persalinan yang akan datang, alat kontrasepsi yang akan digunakan.
Jelaskan rencana perawatan dan perkiraan waktu pasien dapat dupulangkan,
sertakan keluarganya untuk ikut mengawasi pasien, khusus terhadap risikko fungsi
reproduksi berupa bekas Seksio Sesarea (SC).
ii. Kepada pasien (setelah sadar/dapat berkomunikasi) beritahu mengenai keadaannya
saat ini. Waktu lahir, jenis kelamin, panjang badan, berat badan dan keadaan bayi.
Risiko fungsi repsroduksi, kehamilan dan persalinan yang akan datang. Lakukan
konseling dan rencanakan upaya-upaya pencegahan kehamilan (bila tidak
dilakukan tubektomi). Jelaskan hingga pasien memahami, menerima dan dapat
memilih metode kontrasepsi yang sesuai serta jelaskan kembali risiko yang
dihadapi oleh pasien, berikan cukup waktu untuk berdiskusi hingga diyakini bahwa
pasien telah cukup mengerti dan paham (Siti Nunung, Dkk, 2013). 43 Adakalanya
dokter akan memantau kondisi terakhir pasiennya, dan apabila dinyatakan sudah
stabil, maka pihak medis tentunya akan memperbolehkan untuk pulang. Pastikan
pula untuk melakukan check up secara rutin untuk memeriksa kondisi terkini si ibu
(Purwoastuti, Dkk, 2015).
5. Menurut Suharyati. 2005 Asuhan Pada Ibu Post Seksio Sesaria (SC) Setelah pasca
operasi, ada hal-hal yang perlu diperhatikan karena pada tahap ini ibu sangat rentang
terhadap infeksi akibat perlukaan karena persalinan. Dengan memberikan asuhan dan
pemantauan khusus pada ibu pasca operasi maka kemungkinan terjadinya infeksi pada
klien lebih rendah.
i. Pemberian cairan intravena. Kebutuhan cairan intravena, termasuk darah selama
dan setelah seksio sangat bervariasi.cairan yang diberikan secara intravena terdiri
dari larutan Ringer Laktat atau larutan sejenis dan Dekstrosa 5% dalam air.
Biasanya diberikan dalam 1-2 liter cairan yang mengandung elektrolit seimbang
selama dan segera setelah operasi (Suharyati. 2005)
ii. Ruang pemulihan. Di ruang pemulihan, jumlah perdarahan dari vagina harus
dipantau dengan ketat, dan fundus harus sering diperiksa dengan palpasi, dengan
palpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi kuat. Balutan tebal
dengan banyak plester dapat mengganggu palpasi dan pemijatan fundus serta
menimbulkan rasa tidak nyaman kemudiaan saat plester, dan mungkin kulit

25
diangkat. Ibu didorong untuk bernapas dalam dan batuk. Setelah ibu sadar penuh,
perdarahan minimal, tekanan darah memuaskan, dan aliran urine paling tidak 30
ml per jam, pasien dapat dipulangkan ke kamarnya(Suharyati. 2005)
iii. Pemberian analgesik (Anti nyeri). Untuk ibu dengan ukuran tubuh rata-rata,
diberikan meperidin 75 mg, atau morfin 10 mg secara intramuskulus sampai
sesering tiap 3 jam untuk menghilangkan rasa nyaman. Jika bertubuh kecil,
mungkin diperlukan meperidin 50 mg atau jika besar, 100 mg. Suatu antiemetik
(misalnya prometazin 25 mg) biasanya diberikan betsama narkotik. Metode
pemberian analgetik lainya misalnya pemberian narkotik epidural pasca partum
atau analgesik yang dikontrol oleh pasien sedang dievaluasi dengan hasil awal
yang menjajikan (Suharyati. 2005).
iv. Tanda Vital. Tekanan darah, nadi, jumlah urin, dan fundus uteri diperiksa paling
tidak setiap jam selama 4 jam. Setiap kelainan dilaporkan. Setelah itu, selama 24
jam pertama, hal-hal diatas bersamaan dengan suhu, diperiksa setiap 4 jam. e.
Terapi Cairan Dan Makanan. Secara umum, 3 liter cairan, termasuk Ringer Laktat
seyogianya adekuat untuk pembedahan dan 24 jam pertama sesudahnya. Namun,
jika pengeluaran urine kurang dari 30 ml per jam, pasien harus segera dievaluasi
kembali. Penyebab oligouria dapat beragam mulai dari pengeluaran darah yang
tidak diketahui sampai efek antidiuretik infus oksitosin. Jika tidak terjadi
manipulasi intra-abdomen yang ekstensi atau sepsis, ibu yang seyogiyanya
mampu menerima cairan per oral sehari setelah pembedahan. Jika tidak mampu,
cairan intravena dilanjutkan atau diulang. Pada hari kedua setalah pembedahan ,
sebagian besar ibu dapat menerima makan biasa(Suharyati. 2005).
v. Kandung Kemih Dan Usus. Kateter umunya dapat dilepas dari kandung kemih 12
jam setelah operasi atau, yang lebih menyenangkan, pagi hari setelah operasi.
Kemampuan ibu mengosongkan kandung kemihnya sebelum terjadi peregangan
yang berlebihan harus dipantau seperti pada persalinan pervaginam. Bising usus
biasanya tidak terdengar pada hari pertama pembedahan, samar-samar pada hari
kedua, dan aktif pada hari ketiga. Pada hari kedua dan ketiga pasca operasi, dapat
timbul nyeri gas akibat gerakan usus yang tidak terkoordinasi. Supositoria rektum

26
biasanya dapat memicu defekasi, jika tidak ibu harus diberi anema (Suharyati.
2005).
vi. Ambulasi. Umumnya, sehari setelah pembedahan, pasien harus turun sebentar
dari tempat tidur dengan bantuan paling tidak dua kali. Lama waktu ambulasi Post
Seksio Sesarea (SC) dengan general anastesi dan regional anastesi cenderung
sama. Selisih rata-rata lama waktu ambulasi dini hanya 2 jam 40 menit (Suharyati.
2005)
vii. Pemeriksaan Laboratorium. Hematokrit secara rutin diukur pada pagi hari setelah
pembedahan. Hemotokrit diperiksa lebih dini jika terjadi pengeluaran darah
berlebihan atau terjadi oliguria atau tanda-tanda yang lain yang mengisyaratkan
hipovolemia. Jika hematokrit menurun secara signifikan dari kadar praoperasi,
pemeriksaan diulang, dan dilakukan penelitian untuk menentukan penyebab
penurunan tersebut. jika hematokrit yang rendah itu tetap stabil, ibu yang
bersangkutan tersebut dapat pulang tanpa kesulitan. Jika kecil kemungkinanya 46
terjadi pengeluarn darah lebih kanjut, terapi besi untuk memperbaiki gangguan
hematologik lebih dianjurkan dari pada transfuse (Suharyati. 2005).
viii. Perawatan Payudara. Menyusui dapat dimulai sehari setelah pembedahan. Jika ibu
yang bersangkutan memilih untuk tidak menyusui karena ada hal lain, maka
pemakaian penyangga payudara yang tidak menekan biasanya dapat mengurangi
rasa tidak nyaman (Suharyati. 2005).
ix. Pemulangan Dari Rumah Sakit. Ibu dapat dipulangkan dengan aman pada hari
keempat atau kelima pasca persalinan, kecuali jika terjadi penyulit selama Masa
Nifas. Aktifitas ibu selama minggu berikutnya harus dibatasi pada perawatan diri
dan bayinya dengan bantuan. Evaluasi pasca salin perta sebaliknya dilakukan
tinga minggu setelah persalinan, bukan 6 minggu seperti cara tradisional
(Suharyati. 2005).
x. Pemberian Antimikroba Profilaksis. Suatu Penelitian mengevaluasi intervensi
terapi pada kelompok perempuan nulipara beresiko tinggi yang menjalani seksio
sesarea akibat disproporsi sefalopelvik. Karena frekuensi infeksi panggul adalah
85%, menganggap bahwa pemberian antimikroba adalah pengobatan dan bukan
profilaksis. Mereka mengamati bahwa pemberian penisil ditambah gentamisin

27
atau sefamandol saja segera setelah tali pusat dijepit dan diikuti dua pemebrian
dosis dan obat yang sama dengan interval 6 jam menyebabkan penurunan drastis
morbiditas akibat infeksi. Saat ini peneliti hanya memberikan dosis tunggal yaitu
antimikroba spektrum luas, misalnya sefalosporin atau penisil spektrum luas.
Regimen ini terbukti sama efektif, dan pemilihan anti mikroba harus
mempertimbangka 47 beberapa hal, yaitu: alergi pasien, ketersediaan obat, biaya
dan kebiasaan dokter memakai obat yang bersangkutan (Suharyati. 2005).
xi. Setelah memberikan Asuhan pada Ibu Post Seesarea (SC) maka tentunya bidan
dapat menolong ibu dengan baik mengingat kembali pengalaman bedah sesar
dengan menimbulkan rasa puas tersendiri dan keberhasilan pencapaian asuhan
kebidanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap ibu, dapat membuat
perbedaan dalam mengalami dan mengingat peristiwa penting ini (Suharyati.
2005)

2.7 Pencegahan Infeksi Pada Luka

Infeksi luka operasi atau Surgical Site Infeksion (SSI) merupakan infeksi yang terjadi pada
tempat operasi dan salah satu jenis komplikasi utama operasi yang meningkatkan morbiditas dan
biaya perawatan di rumah sakit. SSI adalah salah satu angka kejadian tersering infeksi
nosocomial sebanyak 38% dari total seluruh infeksi nosocomial (M.Alsen dan Remson, 2014).

Menurut M. Alsen dan Remson 2014, Infeksi luka operasi dipengaruhi oleh beberapa factor,
yaitu:

I. Pengaruh Dokter Bedah


 Pemasangan Drain
Selain dapat berfungsi sebagai jalan drainase, penrose drain dapat berfungsi juga
sebagai tempat masuknya kuman. Karena itu, penrose drain tidak boleh dipasang
melalui luka operasi. Pemasangan drain hisap tertutup dapat menurunkan proses
kontaminasi dan infeksi.
 Lama Operasi

28
Kontaminasi dapat meningkat berdasarkan waktu, operasi yang singkat dengan
teknik yang akurat dapat mencegah permukaan luka yang kering/ maserasi yang
menyebabkan peningkatan terhadap infeksi. Tetapi, operasi yang cepat dengan
teknik buruk juga bukan cara yang baik.
 Insersi Implant Prostesis
Implan mempunyai efek detrimental pada mekanisme pertahanan pasien.
Akibatnya inokulum bakteri yang lebih rendah sudah dapat menimbulkan infeksi,
sehingga kemungkinan infeksi menjadi meningkat.
 Elektrokauter
Pemakaian alat elektrokauter yang berlebih jelas menyebabkan insidens SSI,
namun apabila dipakai dengan cara yang benar untuk koagulasi, atau untuk
membelah jaringan yang tension biasanya hanya menimbulkan destruksi jaringan
ringan yang tidak mempengaruhi infeksi luka operasi.
II. Kasus Terkontaminasi
 Prosedur Abdomen
Prosedur abdomen pada operasi kolorektal dipakai antibiotik untuk aerob dan
anaerob. Pada appendektomi butuh obat tunggal maupun kombinaasi untuk
melawan kuman aerob dan anaerob, biasanya dipakai sefoksitin 2 g i.v.
kombinasinya biasanya aminoglikosin dan klindamisin, untuk yang sudah terjadi
perforasi, biasanya diteruskan 3 sampai 5 hari. Laparotomi tanpa diagnosis pasti
di IGD, biasanya diberikan profilaksis. Tetapi bila diagnosis preoperarif sudah
pasti suatu kebocoran usus maka harus diberikan antibiotik untuk kuman aerob
dan anaerob.

 Kasus Trauma
Pada kasus-kasus trauma biasanya antibiotik profilaksis diberikan kurang dari 24
jam, tidak dianjurkan lebih dari 48 jam. Bila laparotomi pada kasus trauma
tumpul abdomen harus diberikan profilaksis aeraob dan anaerob kurang dari 24
jam.Pada kasus trauma tembus abdomen profilaksis kombinasi juga dibutuhkan
kurang dari 24 jam. Pada cedera jaringan lunak dengan ancaman penyebaran
infeksi diberikan sefazolin iv sebanyak 1 gr tiap 8 jam selama 1 sampai 3 hari.

29
 Operasi Kotor dan Terinfeksi
Pada operasi kotor atau terinfeksi harus diberikan antibiotik terapeutik. Pada
operasi kotor akibat trauma, destruksi jaringan lunak dan kontaminasi biasanya
meluas dan harus dibiarkan terbuka untuk deleyed primery atau penutupan
sekunder. Untuk menentukan apakah luka ditutup atau tidak tergantung temuan
pada saat debridement. Antibiotik harus diberikan sebagai komponen resusitasi.
Pemberian antibiotik dalam 24 jam biasanya sudah cukup kalau tidak ada infeksi,
namun antibiotik terapeutik harus diberikan bila timbul infeksi atau waktu
kejadian lebih dari 6 jam.
III. Faktor Pasien
 Perfusi Lokal
Perfusi lokal sangat mempengaruhi timbulnya infeksi, terbukti pasien-pasien
dengan gangguan vaskuler perifer cenderung mengalami infeksi pada tungkai.
Perfusi yang menurun akan menurunkan jumlah kuman yang dibutuhkan untuk
timbulnya infeksi, sebagian karena perfusi yang tidak adekuat menyebabkan
penurunan kadar oksigen jaringan. Pada keadaan syok perfusi jaringan juga
menurun sehingga mempengaruhi infeksi dimana hanya sedikit kuman yang
dibutuhkan untuk menimbulkan infeksisegera setelah syok. Untuk mengatasi efek
ini tekanan oksigen arterial harus dirubah menjadi kadar oksigen subkutan yang
adekuat, yang kemudian bersama-sama dengan perfusi yang adekuat akan
menghasilkan perlindungan lokal, sehingga dibutuhkan jumlah bakteri yang lebih
banyak untuk dapat menimbulkan suatu infeksi. Pemberian oksigen tambahan
selama masa perioperatif dapat menurunkan angka SSI, mungkin disebabkan oleh
meningkatnya tekanan oksigen jaringan. Pemberian hipersaturasi oksigen di ruang
pulih melalui masker atau kanul nasal atau melalui ETT sangat berguna.
 Usia Tua
Penuaan berhubungan dengan perubahan fungsi dan struktur yang menyebabkan
jaringan kulit dan subkutis lebih rentan terhadap infeksi. Perubahan ini tidak dapat
dihentikan namun pengaruhnya dapat dikurangi dengan teknik bedah yang baik
dan antibiotik profilaksis. Tingkat SSI akan meningkat pada pasienpasien usia 65
tahun ke atas.

30
IV. Faktor yang Berhubungan dengan Pembiusan
Faktor yang berhubungan dengan anestesi yang dapat memperbaiki penyembuhan luka
dan menurunkan infeksi luka diantanya adalah: kontrol nyeri, anestesi epidural, tranfusi,
namun belum dibuktikan dengan evidence based. Faktor-faktor lain seperti perfusi
jaringan, volume intravaskuler, dan suhu tubuh perioperatif yang optimal sudah
dievaluasi dengan baik. Banyak penelitian menunjukkan bahwa SSI dapat diturunkan
secara dramatis bila hipotermia dapat dicegah.

Menurut Nucki 2009, untuk melakukan pencegahan infeksi luka operasi adalah sebagai berkut.

1. Mengurangi resiko infeksi dari pasien.

2. Mencegah transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, instrument dan pasien itu
sendiri.

Kedua hal di atas dapat dilakukan pada tahap pra operatif, intra operatif, ataupun paska
operatif. Berdasarkan karakteristik pasien, resiko ILO dapat diturunkan terutama pada operasi
terencana dengan cara memperhatikan karakteristik umur, adanya diabetes, kebiasaan merokok,
obsesitas, adanya infeksi pada bagian tubuh yang lain, adanya kolonisasi bakteri, penurunan daya
tahan tubuh, dan lamanya prosedur operasi.

31
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Luka adalah bagian kulit yang mengalami terauma dan terpuusnya jaringan tubuh yang
disebabkan factor fisik, mekanik, dan termal. Luka dibagi menjadi dua yaitu luka yang diseganja
dan tidak disengaja. Luka yang tidak sengaja terjadi apabila terkena radiasi atau luka bedah.
Sedangkan, luka yang tidak disengaja adalah luka yang disebabkan oleh trauma. perawatan luka
dilakukan bertujuan untuk menghentikan perdarahan, mencegah infeksi, menilai kerusakkan
yang terjadi pada struktur yang terkena, dan untuk menyembuhkan luka. Pelayanan yang
diterima oleh klien secara langsung berhubungan dengan kemampuan anda dalam mengkaji luka,
memilih rencana perawatan yang tepat, dan mendokumentasikan hasil pengkajian.

3.2 Saran
Diharapkan untuk menjadi seorang tenaga kesehatan yang baik, kita harus memiliki
kualitas pribadi serta pengetahuan yang luas dan perilaku yang baik agar dapat memegang
peranan penting dalam proses manajemen penyembuhan luka di dalam menjalankan profesi
untuk menjadi seorang tenaga kesehatan yang profesional.

32
DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul Hidayat, dan Musrifatul uliyah. 2014. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia
edisi 2-buku 1.

Dian Ariningrum, dkk. 2018. Manajemen Luka.

World Health Organization. 2013. Hospital care for children

M. Alsen dan Remson Sihombing. 2014. Infeksi Luka Operasi.

Nucki N Hidajat. 2009. Pencegahan Infeksi Luka Operasi.

Suharyati. 2005. Buku Ajar Praktikum Kebidanan.

Moh Gifaris s. 2018. Gambaran Karakteristik Luka dan Perawatannya di Klinik Perawatan Luka Griya
Afiat Makassar

33

Anda mungkin juga menyukai