Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing :
Andikawati Fitriasari, S.Kep.Ns., M.Kep
Dan tidak lupa kami sampaikan Terima Kasih kepada dosen-dosen pada mata kuliah ini yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangaun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................................................... ii
ii
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................................................................... 37
5.1 Kesimpulan....................................................................................................................................... 39
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan jiwa merupakan manifstasi dari bentuk penyimpangan prilaku akibat adanya distorsi
mosi sehingga ditemukan ketidak wajaran dan bertingkah laku. Hal ini terjadi karena menurutnya
semua fungsi kejiwaan.( febrina,2018)
Fenomena gangguan jiwa pada saat mengalami pningkatan yang sangat signitif dan setiap
tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah.masalah kesehatan jiwa
ini di perkirakan WHO akan menduduki peringkat pertama penyebab kematian di tahun 2030 setelah
penyakit jantung koroner. Warga negara yang sehat jiwa pondasi fundamental bangsa.( wuryaningsih t
al.2018).
1
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari dibuatnya makalah yang periaku keerasan/resiko perilaku kekerasan ini adalah
untuk memenuhi penugasan mata kuliah Keperawatan Jiwa. Manfaat yang diperoleh dari makalah ini
adalah kita dapat mengetahui definisi perdarahan post partum sampai macam – macam pemeriksaan
penunjang yang akan dilakukan pada pasien yang mengalami masalah perilaku kekerasan.
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Perilaku kekerasan atau agrsif merupakan suatu bentuk sifat yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk
pada suatu pangkat perasaan-perasaan tertentu biasanya disebut dengan perasaan marah. ( dermawan
dan rusdi, 2013). Suatu keadaan di mana klien mengalami prilakju yang dapat membahayakan kita
sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang- barangnya.( fitria 2020). Perilaku kekerasan
adalah nyata dilakukan kekerasan di tunjukan pada diri sendiri/ orang lain secara verbal maupun non
verbal dan pada lingkungan.( dermawan dan rusdi 2013)
Prilaku kekerasan atau agrsif merupakan suatu bentuk prilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki khusus, tapi lebih merujuk pada suatu
perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan marah.(dermawan dan rusdi 2013)
3
2.3 Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya
mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh
individu:
1. Psikologis : kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frutasi yang kemudian dapat timbul agresif
atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditilak, dihina, dianiaya.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang
tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima
(permissive).
4. Bioneurologis banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan (Prabowo,
2014).
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya
diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintainya atau pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain interaksi yang
profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan (Prabowo, 2014).
2.4 Etiologi
Faktor penyebab terjadinya kekerasan sebagai berikut (Direja, 2011):
a. Faktor Preedisposisi
1) Faktor psikologi
4
a. Terjadi asumsi, seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan akan
timbul dorongan agresif yang memotivasi perilaku kekerasan.
b. Berdasarkan pengunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak
menyenangkan dan frustasi.
2) Faktor Biologis Berdasarkan teori biologi, ada beberapa yang mempengaruhi perilaku
kekerasan:
b. Peningkatan hormon adrogen dan norefineprin serta penurunan serotin pada cairan
serebro spinal merupakan faktor predisposisi penting menyebabkan timbulnya perilaku
agresif seseorang.
c. Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya dengan
genetic termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni
penjara atau tindak criminal.
Hal ini mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau tidak diterima
akan menimbulkan sanksi. Budaya dimasyarakat dapat mempengaruhi perilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injuri secara fisik, psikis atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor
perilaku kekerasan sebagai berikut:
5
2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, merasa terancam
baik internal maupun eksternal.
2.5 Patofisiologi
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan marah. Respon terhadap
marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal ekspresi marah dapat
berupa perilaku konstruktif maupun destruktif. Mengekspresikan rasa marah dengan kata-kata yang
dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain. Selain memberikan rasa lega,
ketegangan akan menurun dan akhirnya perasaan marah dapat teratasi. Rasa marah diekspresikan
secara destrukrtif, misalnya dengan perilaku agresif, menantang biasanya cara tersebut justru
menjadikan masalah berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang di tunjukan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan (Yosep, 2011).
Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena merasa tidak kuat, individu
akan berpura-pura tidak marah atau melarikan 12 diri dari rasa marahnya, sehingga rasa marah tidak
terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, pada suatu saat
dapat menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan
yang destruktif yang ditujukan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Dermawan & Rusdi,
2013).
1. Fisik: muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, postur tubuh
kaku, jalan mondar mandir.
2. Verbal: bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam secara fisik, mengumpat
dengan kata-kata kotor.
3. Perilaku: melempar atau memukul benda pada orang lain, menyerang orang lain atau melukai diri
sendiri, merusak lingkungan, amuk atau agresif.
4. Emosi: tidak ade kuat, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, menyalahkan
dan menuntut.
6
5. Intelaktual: cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.
6. Spiritual: merasa berkuasa, merasa benar sendiri, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasan orang lain, tidak peduli dan kasar.
2.7 Penatalaksanaan
a. Farmakologi Pasien
dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan
dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya : clorpromazine HCL yang
digunakan mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat dipergunakan dosis efektif rendah,
contoh : Trifluoperasine estelasine..
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian pekerjaan atau
kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan maupun berkomunikasi,
karena itu didalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan terapi sebagai bentuk kegiatan membaca
koran, main catur, setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan itu bagi dirinya.
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada
setiap keadaan pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan yaitu,
mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan kesehatan, memberi perawatan pada anggota
keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber daya pada
masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah
perilaku maladaptive (primer), mengulangi perilaku maladaptive (sekunder) dan memulihkan perilaku
maladaptive dan adaptive sehingga derajat kesehatan pasien dan keliuarga dapat ditingkatkan secara
optimal.(Wulansari, 2020)
7
d. Terapi Somatik
Menurut Deskep RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang diberikan
kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku tindakan yang ditujukan pada
kondisi fisik pasien, tetapi target terpai adalah perilaku pasien (Prabowo, 2014)
8
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.2 Pengkajian
Nama Mahasiswa : Rizkia Lailatul Tanggal Pengkajian : 21 Januari 2023
NIM : 1130021110 Jam Pengkajian : 08.000
Tempat Praktik : RSJ Menur
A. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Ny.D
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 56xxx
Informan : Ny.S
B. ALASAN MASUK
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering menyendiri, tidak mau berinteraksi, sering mengamuk
tiba – tiba , mempunyai keinginan untuk melukai diri sendiri hingga pernah ingin melakukan bunuh
diri.
C. KELUHAN UTAMA
Pasien mengatakan merasa tidak layak untuk hidup
D. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu? Ya/Tidak
2. Pengobatan sebelumnya Berhasil Kurang Tidak berhasil
9
3. Pengalaman klien
Jelaskan nomor 1, 2, 3 :
Pasien tidak pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu. Jadi belum pernah menjalani
pengobatan sebelumnya. Pengalaman pasien di masa lalunya pernah mengalami pemerkosaan
dengan pelaku ayahnya sendiri.
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda-tanda vital
TD = 120/80mmHg N = 87 ×/menit S = 36⁰C RR = 20 ×/menit
2. Antopometri
TB = 170 cm BB = 65 kg IMT = 0,22
3. Keluhan fisik : [-]Ya [√]Tidak
Jelaskan : pasien mengatakan tidak mempunyai keluhan fisik
10
F. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
= Perempuan
= Pria
Jelaskan : pasien merupakan anak perempuan pertama dari kedua orang tuanya dan memiliki
adik laki-laki yang normal
2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Pasien mengatakan merasa puas dan nyaman terhadap bentuk, ukuran dan fungsi tubuhnya.
a. Identitas
Pasien mengatakan namanya Ny. D umur 20 tahun, bekerja sebagai kasir toko. Pasien
adalah anak pertama
b. Peran
Peran pasien di rumah sebagai anak yang bekerja, dan ketika di rumah sakit jiwaberperan
sebagai salah satu pasien di ruang Anggrek Rumah sakit jiwa.
c. Ideal diri
Pasien mengatakan ideal dirinya adalah menjadi seorang kasir toko.
d. Harga diri
Pasien mengatakan merasa sudah tidak mempunyai harga diri. Takut berinteraksi
kepada orang lain. Sangat trauma kepada ayahnya sendiri
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti
Pasien mengatakan bahwa orang yang berarti dihidupnya saat di rumah adalah ibunya.
Karena ayah yang dia banggakan telah melakukan hal yang keji pada dirinya, Saat di RS,
11
pasien mengatakan tidak mempunyai teman dekat di kamar dan pasien tidak pernah
berinteraksiatau mengobrol dengan teman sekamarnya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
- Saat di rumah pasien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan kelompok atau
masyarakat di lingkungan.
- Saat di RS pasien mengikuti kegiatan harian seperti: bersih-bersih
- Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain Saat di RS klien mengatakan merasa
takut untuk berinteraksi dengan teman sekamar karena pada saat kejadian tersebut dirinya
sangat menyendiri.
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan beragama islam. Saat pasien di rumah, pasien rajin beribadah karena
berada di lingkungan perpondokan. Pasien mengikuti sholat 5 waktu bersama keluarganya.
Saat di rumah sakit pasien mengatakan jarang melakukan ibadah karena lupa.
b. Kegiatan ibadah
Pasien rutin menjalankan ibadah
G. STATUS MENTAL
1. Penampilan
[-] Rapi
[[√]] Penggunaan pakaian tidak sesuai
[-] Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan : cara berpakaian pasien yang kurang rapi disertai bau
yang menyengat
2. Pembicaraan
3. Aktivitas motorik
Lesu Tegang Gelisah Agitasi
Tik Grimasing Tremor Kompulsif
12
Jelaskan :
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
4. Alam perasaan
5. Afek
□ Datar Tumpul [√] Labil Tidak sesuai
Jelaskan : karena saat pengkajian mood pasien sering berubah-ubah terkadang
membaik dan kadang tidak bisa diajak berinteraksi
13
Jelaskan : pasien selama interaksi kontak matanya kurang, pasien tidak mampu memulai
pembicaraan, dan pasien tidak menatap lawan bicaranya.
7. Persepsi halusinasi
Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Pembauan
Jelaskan : pasien selama interaks pengalami halusinasi seperti berbicara sendiri
8. Proses pikir
Sirkumtansial Tangensial Kehilangan asosiasi
Flight of ideas Blocking pembicaraan/perseverasi
Jelaskan :
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
9. Tingkat kesadaran
Bingung Sedasi Stupor Disorientasi
[√] Waktu [√] Tempat Orang
10. Memori
[-] Gangguan daya ingat jangka panjang [-] Gangguan daya ingat
[-] Gangguan daya ingat jangka pendek [-]Konfabulasi
Jelaskan : pasien mengatakan bahwa mengingat keluarganya dan mengatakan
bahwa pada saat di rumah sakit jiwa pasien mengingat kejadian awal dibawa ke rumah sakit jiwa
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
[-] Mudah beralih
[-] Tidak mampu berkonsentrasi
[-] Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan : pasien tidak mudah saat berhitung
12. Kemampuan penilaian
[-] Gangguan ringan [-] Gangguan bermakna
Jelaskan : pasien masih bisa melakukan kegiatan mandiri seperti minum dan mandi
14
13. Daya tilik diri
[√] Mengingkari penyakit yang diderita
□ Menyalahkan hal-hal di luar dirinya
Jelaskan : pasien menyadari penyakit jiwa itu yang dideritanya berasal dari ayahnya
sendiri, yang menyebabkan rasa trauma yang sangat berat
H. KEBUTUHAN PULANG
1. Kemampuan klien memenuhi/menyediakan kebutuhan
Uang : [√] Ya
Tempat tinggal : [√] Ya
Perawatan kesehatan : [√] Ya Tidak
Jelaskan : pasien sudah mampu untuk mengerjakan kegiatan
pribadi dengan mandiri
b. Nutrisi
Apakah puas dengan pola makan? [√] Ya
Apakah memisahkan diri saat makan? Ya
Jika ya, jelaskan : pasien mengatakan makan dengan lahap
Frekuensi makan/hari : 3×/hari
Frekuensi kudapan/hari : 1 porsi
15
Nafsu makan [√] Meningkat Menurun Berlebih -sedikit
BB tertinggi = 70 kg
BB terendah = 68 kg
Diet khusus :-
Jelaskan :-
c. Istirahat tidur
Apakah ada masalah? Ya [√] Tidak
Apakah merasa segar setelah bangun tidur? Ya [√] Tidak
16
5. Apakah klien menikmati saat bekerja atau melakukan hobi?
[√] Ya [-]Tidak
Jelaskan :
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
I. MEKANISME KOPING
Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik: pasien mengatakan memiliki masalah yang
berhubungan dengan lingkungannya, pasien menarik diri karena takut berinteraksi dengan
lingkungansekitar.
3. Masalah dengan pendidikan, spesifik: pasien mengatakan tidak ada masalah dalam pendidikan
4. Masalah dengan pekerjaan, spesifik: pasien mengatakan tidak ada masalah dengan
pekerjaanyyasebagai kasir toko
5. Masalah dengan keluarga, spesifik: pasien mengatakan ada masalah dengan keluarganya,
pasien mengatakan trauma tinggal 1 rumah dengan ayahnya.
6. Masalah dengan ekonomi, spesifik: pasien mengatakan tidak ada masalah dengan ekonominya.
7. Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik: ibu pasien mengatakan tidak pernah ada
masalah dengan pelayanan kesehatan.
K. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
[√] Penyakit jiwa Sistem pendukung
Faktor presipitasi Penyakit fisik
Koping Obat-obatan
Lainnya,
17
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
L. DATA LAIN-LAIN
Tidak ada data lainnya.
M. ASPEK MEDIK
Diagnosa medis : Skizofernia paranoid
Terapi medis : Pemberian obat Chlorpromazine
N. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. harga diri rendah kronis
b. Resiko Perilaku Kekerasan
18
3.3 Analisa Data
Nama Pasien: Ny.D Ruangan: Anggrek
19
2. Ds :
Resiko Perilaku
Pasien mengatakan tidak Mendapatkan perilaku
Kekerasan
memiliki semangat hidup lagi, kekerasan seksual
merasa sudah tidak berguna (pemerkosaan) oleh ayah
sebagai manusia, tidak punya kandungnya sendiri
masa depan lagi. Pasien
mengatakan mempunyai
keinginan untuk melukai diri
sendiri hingga memiliki Trauma berat pada pasien
keinginan untuk mengakhiri
hidupnya dengan cara bunuh
diri. Pasien mengatakan jika
mengingat kejadian yang Memiliki keinginan untuk
dialaminya, dia akan susah melukai diri sendiri hingga
untuk mengontrol emosi memiliki keinginan mengakhiri
amarahnya hidupnya dengan bunuh diri
Do :
Menarik diri, tidak
berminat/menolak berinteraksi
dengan orang lain, riwayat Resiko Perilaku
ditolak, tidak ada kontak mata Kekerasan
20
3.4 Diagnosa Keperawatan
21
3.5 Intervensi Keperawatan
Nama Pasien: Ny.D Ruangan: Anggrek
22
(meningkat)
23
3.6 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan
Nama Pasien: Ny.D Ruangan: Anggrek
Edukasi
7. Jelaskan pada keluarga pentingnya
dukungan dalam perkembangan konsep
positif diri pasien
8. Anjurkan mempertahankan kontak matasaat
berkomunikasi dengan orang lain
24
Diagnosa Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan (D.0146)
25
3.7 Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)
Hari/tanggal : 22 Januari 2023
Waktu pelaksanaan : 08.00
Pertemuan ke : pertama
26
berhak untuk bahagia dan sukses dimasa depan. Sekarang coba saya tanya ke desy, kemampuan yang
desy miliki apa saja ?
K: “Desy suka memasak waktu dirumah sus, katanya ibu kalau masakan desy rasanya enak”
P: “Wahh bagus sekali Desy, kamu perempuan hebat, ternyata Desy bisa memasak dan rasanya tidak
diragukan lagi pasti enak. Jarang – jarang sekali loh desy seorang perempuan bisa memasak seperti
kamu. Saya saja tidak bisa memasak seperti kamu. Sangat luar biasa desy kemampuan kamu. Sekarang
coba sebutkan apa saja masakan yang pernah desy buat pada saat dirumah
K: “Desy suka memasak oseng – oseng kangkung dan sambal terong. Itu makaan kesukaan ibu
dirumah”
P: “Wahh enak sekali ya desy. Saya jadi ingin mencoba masakan buatan desy. Nanti kalau desy sudah
sembuh kita masak bareng – bareng ya dirumah. Ok desy?”
K: “Iya sus”
Fase Terminasi
P: “Bagaimana perasaan Desy setelah berbincang-bincang dengan saya tadi?”
K: “Bahagia sus”
P: “Besok siang bagaimana kalau kita berbincang – bincang kembali jam 09.00-09.15, tempatnya
disini. Apakah Desy setuju?”
K: “Setuju suster”
P: “Baiklah, karena waktu sudah habis sampai disini dulu ya Desy. Selamat siang”
K: “Iya sus, makasih”
27
3.8 Analisa Proses Interaksi (API)
28
K: “Namaku Desy sus” P: pasien menjawab Perawat melihat wajah Pasien menjawab dan Menanyakan nama pasien
pertanyaan perawat pasien dengan menjaga masih melihat ke bawah untuk meningkatkan rasa
kontak mata percaya
K: pasien masih
memandang ke bawah
P: “Bagaimana perasaan P: pasien menatap perawat Perawat mencoba Pasien melihat ke arah Menanyakan perasaan
Desy hari ini?” mendekati pasien dengan perawat dan untuk menunjukkan
K: pasien tersenyum bertanya mendengarkan perhatian
K: “Perasaanku bahagia P: pasien menjawab Perawat menjaga kontak Pasien menjawab Menanyakan kabar agar
sus” pertanyaan perawat sambil mata dengan pasien pertanyaan perawat pasien bisa menyampaikan
senyum dengan kooperatif perasaan
29
K: “Disini saja” P: pasien menjawab Perawat menjaga kontak Pasien menjawab Kesepakatan dari pasien
pertanyaan perawat mata pertanyaan perawat diperlukan demi
kelancaran interaksi
K: pasien menghadap ke
bawah
P: “Tujuan kita berbincang- P: pasien menghadap ke Perawat memberi tahu Pasien menghadap ke Memberi tahu tujuan
bincang agar kita saling arah perawat tujuan berbincang kepada bawah namun tetap percakapan tersebut agar
mengenal. Apakah Desy pasien dan tetap menjaga mendegarkan saling percaya
bersedia?” K: pasien menghadap ke kontak mata
bawah
K: “Iya” P: pasien menatap ke Perawat menjaga kontak Pasien menghadap ke Memberi tahu tujuan
perawat mata perawat dan mengangguk percakapan tersebut agar
saling percaya
K: pasien mengangguk
setuju
P: “Sudah berapa lama P: pasien menatap ke arah Perawat bertanya berapa Pasien menghadap ke Memberikan pertanyaan
dirawat di sini?” lain lama dirawat disini dan arah sekitar namun tetap kepada pasien berapa lama
tetap menjaga kontak mendengarkan dirawat di rs
K: pasien menatap sekitar
mata pada pasien
K: “Tujuh hari” P: pasien menjawab Perawat menjaga kontak Pasien menjawab Memberikan pertanyaan
pertanyaan perawat mata pertanyaan perawat dan kepada pasien berapa lama
mengacungkan 5 jarinya dirawat di rs
K: pasien sambil
menunjukkan 5 jarinya
30
P: “Ada kejadian apa yang P: pasien menghadap ke Perawat bertanya kepada Pasien menghadap ke Menayakan keadaan
terjadi pada Desy, sehingga bawah pasien dan tetap menjaga bawah dan terlihat sedih pasien saat di rumah
Desy dibawa ke sini?” kontak mata hingga dibawa ke rs
K: pasien terlihat sedih
K: “Saya tidak punya harga P: pasien menjawab Perawat mendengarkan Pasien menjawab Menayakan keadaan
diri lagi, ayah kandungku pertanyaan perawat kejadian yang membuat pertanyaan perawat dan pasien saat di rumah
yang sudah saya banggakan pasien dirawat di rs menghadap ke bawah hingga dibawa ke rs
sebagai pahlawan hidupku K: pasien menghadap ke
telah menghancurkan semua bawah
masa depanku, aku sangat
benci ayah sus ”
P: pasien mendengarkan Perawat memberi nasihat Pasien menatap perawat Memberikan penjelasan
P: “Desy yuk sini
perawat dan bertanya kembali apa sambil mendengarkan secara singkat bahwa
dengerin saya, desy
saja kemampuan dan pasien masih ada
jangan merasa tidak
K: pasien menatap perawat
kegiatan yang pasien kelebihan lain yang bisa
punya harga diri ya, desy
miliki sambil tetap membuat dia percaya diri
itu seorang perempuan
menjaga kontak mata
yang cantik, baik, cerdas,
dan hebat. Jangan
jadikan kejadian itu
sebagai acuan kalau desy
tidak punya masa depan
lagi. Masa depan desy
masih panjang. Desy
adalah seseorang
perempuan yang berhak
untuk bahagia dan sukses
dimasa depan. Sekarang
31
coba saya tanya ke desy,
kemampuan yang desy
miliki apa saja ?
K: “Desy suka memasak P: pasien menjawab Perawat mendengarkan Pasien menjawab Memberikan penjelasan
waktu dirumah sus, katanya pertanyaan perawat pasien menjawab pertanyaan perawat dan secara singkat bahwa
ibu kalau masakan desy K: pasien terlihat sedikit pertanyaan terlihat sedikit senang pasien masih ada
rasanya enak” senang kelebihan lain yang bisa
membuat dia percaya diri
32
P: pasien tersenyum senang Perawat memberi pujian Pasien tersenyum senang Memberikan pujian agar
P: “Wahh bagus sekali
dan bertanya kepada sambil melihat ke arah pasien meningkatkan
Desy, kamu perempuan
K: pasien melihat ke arah pasien sambil tetap lain kemampuannya
hebat, ternyata Desy bisa
perawat menjaga kontak mata
memasak dan rasanya tidak
diragukan lagi pasti enak.
Jarang – jarang sekali loh
desy seorang perempuan
bisa memasak seperti kamu.
Saya saja tidak bisa
memasak seperti kamu.
Sangat luar biasa desy
kemampuan kamu.
Sekarang coba sebutkan apa
saja masakan yang pernah
desy buat pada saat dirumah
K: “Desy suka memasak P: pasien menjawab Perawat mendengarkan Pasien menjawab Memberikan pujian agar
oseng – oseng kangkung dan pertanyaan perawat pasie dan tetap menjaga pertanyaan perawat dan pasien meningkatkan
sambal terong. Itu makaan kontak mata menghadap ke arah kemampuannya
kesukaan ibu dirumah” K: pasien menghadap ke sekitar
arah sekitar
P: “Wahh enak sekali ya P: pasien tersenyum senang Perawat memberi pujian Pasien terseyum senang Memberikan pujian agar
desy. Saya jadi ingin dan bertanya kepada dan menatap ke perawat pasien meningkatkan
mencoba masakan buatan K: pasien menatap perawat pasien sambil tetap kemampuannya
desy. Nanti kalau desy menjaga kontak mata
sudah sembuh kita masak
bareng – bareng ya dirumah.
33
Ok desy?”
K: “Iya sus” P: pasien menjawab Perawat mendengarkan Pasien menjawab Memberikan pujian agar
pertanyaan perawat pasien sambil tetap pertanyaan perawat pasien meningkatkan
menjaga kontak mata kemampuannya
K: pasien menatap perawat
P: pasien mendengarkan Perawat bertanya kepada Pasien tersenyum pada Menanyakan perasaan
P: “Bagaimana perasaan
perawat pasien dan menjaga perawat pasien saat setelah
Desy setelah berbincang-
kontak mata melakukan terapi
bincang dengan saya tadi?”
K: pasien terlihat senang
34
K: “Bahagia sus” P: pasien menjawab Perawat mendengarkan Pasien menjelaskan apa Menanyakan perasaan
pertanyaan perawat apa yang di sampaikan yang dirasakan pasien saat setelah
pasien sambil menjaga melakukan terapi
K: pasien tersenyum kontak mata
senang
P: pasien melihat ke arah Perawat bertanya kontrak Pasien melihat ke arah Kesepakan mengenai
P: “Besok siang
perawat waktu kepada pasien perawat dan terlihat jadwal dengan pasien
bagaimana kalau kita
sambil menjaga kontak kooperatif untuk melanjutkan proses
berbincang – bincang
K: pasien terlihat antusias
mata terapi
kembali jam 09.00-09.15,
tempatnya disini. Apakah
Desy setuju?”
K: “Setuju suster” P: pasien menjawab Perawat memperhatikan Pasien menyetujui Kesepakan mengenai
pertanyaan dengan apa yang diinginkan kontrak dengan perawat jadwal dengan pasien
mengangguk pasien untuk melanjutkan proses
terapi
K: pasien tersenyum
P: “Baiklah, karena waktu P: pasien melihat ke arah Perawat menyudahi Pasien tersenyum kepada Memberi perhatian kepada
sudah habis sampai disini lain percakapan perawat pasien agar bisa kembali
dulu ya Desy, silahkan K: pasien terlihat senang istirahat
istirahat kembali. Selamat
siang”
K: “Iya sus, makasih” P:Pasien melihat perawat Perawat tersenyum Pasien menjawab Memberi perhatian kepada
K:pasien mengangguk pertanyaan dari perawat pasien agar bisa kembali
35
istirahat
36
BAB 4
PEMBAHASAN
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan marah. Respon
terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal
ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun destruktif. (Kesehatan et al., 2020)
Mengekspresikan rasa marah dengan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa
menyakiti hati orang lain. Selain memberikan rasa lega, ketegangan akan menurun dan
akhirnya perasaan marah dapat teratasi. Rasa marah diekspresikan secara destrukrtif,
misalnya dengan perilaku agresif, menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan
masalah berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang di tunjukan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan (Yosep, 2011).
Pada pasien yang kami kaji dengan kasus Perilaku Kekerasan / Resiko Perilaku
Kekerasan. Dimana pasien tersebut mengalami kejadian yang membuatnya trauma berat
pada kehidupannya. (Kesehatan et al., 2020)Pasien tersebut sudah masuk kedalam penyakit
gangguan jiwa yang dimana dia tidak bisa mengontrol kemarahannya dan emosinya terhadap
diri sendiri, hingga memiliki keinginan untuk melukai diri sendiri dan keinginan untuk
mengakhiri kehidupannya dengan cara bunuh diri, Pasien tersebut juga memiliki ketakutan
jika berinteraksi dengan orang lain. Beberapa terapi yang harus diberikan kepada pasien
tersebut yaitu dengan memberikan terapi :
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan
maupun berkomunikasi, karena itu didalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan terapi
sebagai bentuk kegiatan membaca koran, main catur, setelah mereka melakukan kegiatan itu
diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan itu bagi
dirinya.(Wiranto, 2020)
37
kesehatan yaitu, mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan kesehatan, memberi
perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan
menggunakan sumber daya pada masyarakat(Perawat et al., 2019). Keluarga yang
mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive
(primer), mengulangi perilaku maladaptive (sekunder) dan memulihkan perilaku maladaptive
dan adaptive sehingga derajat kesehatan pasien dan keliuarga dapat ditingkatkan secara
optimal.
38
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perilaku kekerasan atau agrsif merupakan suatu bentuk sifat yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi
lebih merujuk pada suatu pangkat perasaan-perasaan tertentu biasanya disebut dengan
perasaan marah. ( dermawan dan rusdi, 2013). Suatu keadaan di mana klien mengalami
prilakju yang dapat membahayakan kita sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-
barangnya.( fitria 2020). Perilaku kekerasan adalah nyata dilakukan kekerasan di tunjukan
pada diri sendiri/ orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan.(
dermawan dan rusdi 2013)
Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena merasa tidak
kuat,individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan 12 diri dari rasa marahnya,
sehingga rasa marah tidak terungkap.(Amidos et al., 2020) Kemarahan demikian akan
menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, pada suatu saat dapat menimbulkan rasa
bermusuhan yang lama, dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan yang destruktif
yang ditujukan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Dermawan & Rusdi, 2013).
5.2 Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari segi
penulisan ataupun bahasa yang kami sajikan, oleh karena itu mohon diberikan sarannya agar
kami bisa membuat makalah lebih baik lagi dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
kita semua dan menjadi wawasan dalam memahaminya.
39
DAFTAR PUSTAKA
Amidos, J., Sari, U., & Indonesia, M. (2020). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan. November. https://doi.org/10.31219/osf.io/we7zm
Kesehatan, F. I., Kusuma, U., Surakarta, H., Madhani, A., Kartina, I., Fakultas, D., Kesehatan, I.,
Kusuma, U., & Surakarta, H. (2020). Asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan resiko
perilaku kekerasan.
Perawat, P., Indonesia, N., Tengah, J., Iswanti, D. I., Karya, S., & Semarang, H. (2019).
PREDISPOSITION AND PRESTIPITATION FACTORS OF RISK OF VIOLENT BEHAVIOUR.
2(3), 149–156.
Wiranto, A. (2020). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn . B Dengan Masalah Risiko
Perilaku Kekerasan.
Wulansari, E. M. (2020). 1 1, 2.
40