Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN 25-30

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etikolegal


Dosen Pengampu : Hj.Enung Harni S,SKp,MKM

Disusun oleh kelompok 10 1A:


Melani tessa P173242220
Rafiqah tri Zahra P17324222028
Rahira dinar savira P17324222029

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


PRODI DIII KEBIDANAN BOGOR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok. Kami
menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas dari banyak pihak yang
dengan tulus memberikan dukungan sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Dalam penulisan Makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan
dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan, walaupun demikian inilah usaha maksimal kami selaku penulis.

Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, serta
menambah wawasan ilmu pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari
pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaimana semestinya
DAFTAR ISI

BAB I.................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................5
1.3 Tujuan.....................................................................................................................................5
2.1 Standar 25: Penanganan Partus Lama/Macet............................................................................6
2.2 Standar 26: Penanganan gawat janin....................................................................................10
2.3 Standar 27: Penanganan retensio plasenta..........................................................................11
2.4 Standar 28: Penanganan perdarahan post partum primer...................................................13
2.5 Standar 29: Penanganan perdarahan post partum sekunder...............................................17
2.6 Standar 30: Penanganan sepsis puerperalis..........................................................................20
BAB III..............................................................................................................................................24
PENUTUP.........................................................................................................................................24
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................24
3.2 Saran......................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................26
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Clinical Practice Guideline (1990) Standar adalah keadaan ideal atau
tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan
minimal. Menurut Donabedian (1980) Standar adalah rumusan tentang penampilan atau
nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah
ditetapkan.Menurut Rowland and Rowland (1983) Standar adalah spesifikasi dari fungsi
atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan kesehatan agar pemakai
jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan Secara luas, pengertian standar layanan kesehatan adalah suatu
pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu akan menyangkut masukan, proses dan
keluaran (outcome) sistem layanan kesehatan.

Standar layanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan


mutu layanan kesehatan ke dalam terminologi operasional sehingga semua orang yang
terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem, baik pasien, penyedia
layanan kesehatan, penunjang layanan kesehatan, ataupun manajemen organisasi
layanan kesehatan, dan akan bertanggung gugat dalam menjalankan tugas dan perannya
masing-masing. Di kalangan profesi layanan kesehatan sendiri, terdapat berbagai definisi
tentang standar layanan kesehatan. Kadang-kadang standar layanan kesehatan itu
diartikan sebagai petunjuk pelaksanaan, protokol, dan Standar Prosedur Operasional
(SPO).
Petunjuk pelaksanaan adalah pernyataan dari para pakar yang merupakan
rekomendasi untuk dijadikan prosedur. Petunjuk pelaksanaan digunakan sebagai
referensi teknis yang luwes dan menjelaskan tentang apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukanoleh pemberi layanan kesehatan dalam suatu sotiuasi klinis tertentu. Protokol
adalah ketentuan rinci dari pelaksanaan suatu proses atau penatalaksaan suatu kondisi
klinis. Protokol lebih ketat dari petunjuk pelaksanaan. Standar Prosedur Operasional
(SPO) adalah pernyataan tentang harapan bagaimana petugas kesehatan melakukan suatu
kegiatan yang bersifat administratif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penanganan partus lama/macet?

2. Bagaimana penanganan gawat janin?

3. Bagaimana penanganan retensio plasenta?

4. Bagaimana penanganan perdarahan post partum primer?

5. Bagaimana penanganan perdarahan post partum sekunder? 6. Bagaimana penanganan


sepsis puerperalis?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui bagalaman penanganan partus lama/macet.

2. Mengetahui bagaimana penanganan gawat janin. 3. Mengetahui bagaimana


penanganan retensio plasenta.

4. Mengetahui bagaimana penanganan perdarahan post partum primer.

5. Mengetahui bagaimana penanganan perdarahan post partum sekunder.

6. Mengetahui bagaimana penanganan sepsis puerperalis.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Standar 25: Penanganan Partus Lama/Macet

1. TUJUAN

Mengetahui dengan segara dan penanganan yang tepat keadaan darurat pada partus
lama/ macet.

2. PERNYATAAN STANDAR

Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala pertus lama atau macet serta melakukan
penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.

3. HASIL

 Mengenali secara dini gejala dan tanda partus lama serta tindakan yang tepat.
 Penggunaan partograf secara tepat dan seksama untuk semua ibu dalam proses
persalinan.
 Penurunan kematian / kesakitan ibu/bayi akibat partus lama.
 Ibu mendapat perawatan kegawatdaruratan obstetri yang cepat dan tepat.

4. PRA SYARAT

1) Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai mulas / ketuban pecah.


2) Bidan sudah dilatih dengan tepat dan trampil untuk:

 Menggunakan patograf dan catatan persalinan.


 Melakukan periksa dengan secara baik.
 Mengenali hal-hal yang menyebabkan partus lama / macet.
 Mengidentifikasi presentasi abdominal (selain verteks /presentasi belakang
kepala) dan kehamilan.
 Penatalaksanaan penting yang tepat untuk partus lama dan partus macet.

3) Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan DTT termasuk beberapa pasang


sarung tangan dan kateter DT/ steril.

4) Tersedianya perlengkapan untuk pertolongan persalinan yang bersih dan aman,


seperti air bersih yang mengalir, sabun dan handuk bersih, dua handuk / kain hangat
yang bersih (satu untuk mengeringkan bayi. yang lain untuk dipakai kemudian),
pembalut wanita dan tempat untuk plasenta.

5) Bidan menggunakan sarung tangan.

6) Tersedianya partograf dan Kartu Ibu, Buku KIA, Patograf digunakan

dengan tepat untuk setiap ibu dalam proses persalinan.

5. PROSES
Bidan harus:
1) Memantau dan mencatat secara berkala keadaan ibu dan janin, his dan
kemajuan persalinan pada partograf dan catat persalinan.
2) Jika terdapat penyimpangan dalam kemajuan persalianan, maka lakukan
palpasi uterus dengan teliti untuk mendeteksi gejala – gejala dan tanda
lingkaran retraksi patologis / lingkaran Bandl.
3) Jaga ibu untuk mendapat hidrasi yang baik selama proses persalinan,
anjurkan ibu agar sering minum.
4) Menganjurkan ibu untuk berjalan – jalan dan merubah posisi selama proses
persalinan dan kelahiran. Jangan biarkan ibu berbaring telentang selama
proses persalinan dan kelahiran.
5) Mintalah ibu sering buang air kecil selama proses persalinan. Kandung
kemih yang penuh akan memperlambat penurunan bayi dan membuat ibu
tidak nyaman. Pakailah kateter hanya bila ibu tidak bisa kencing sendiri dan
kandung kemih dapat dipalpasi. Hanya gunakan kateter dan karet.
6) Amati tanda–tanda partus macet dan lama dengan melakukan palpasi
abdominal, menilai penurunan janin, dan periksa dalam, menilai
penyusupan janin dan pembukaan serviks paling sedikit setiap 4 jam selama
fase laten dan aktif persalinan. Catat semua temuan pada partograf.
7) Selalu amati tanda – tanda gawat ibu atau gawat janin, rujuk dengan cepat
dan tepat jika hal ini terjadi.
8) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir kemudian
keringkan, sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan pasien.
Gunakan sarung tangan DTT / steril untuk semua periksa dalam. Selalu
menggunakan teknik aseptik pada saat melakukan periksa dalam. periksa
dengan teliti vagina dan kondisinya (jika vagina panas / gejala infeksi dan
kering / gejala ketuban minimal, maka menunjukkan ibu dalam keadaan
bahaya). Periksa juga letak janin, pembukaan serviks serta apakah serviks
tipis, tagang atau mengalami edema. Coba untuk menentukan posisi dan
derajat penurunan kepala. Jika ada kelainan atau bila garis waspada pada
partograf dilewati persiapkan rujukan yang tepat.
 Rujuk dengan tepat untuk fase laten persalinan yang memanjang (0
– 4 cm) : berlangsur lebih dari 8 jam.
 Rujuk dengan tepat untuk fase aktif persalinan yang memanjang
kurang dari 1 cm / jam dan garis waspada pada partograf telah
dilewati.
 Rujuk dengan tepat untuk kala II persalinan yang memanjang:
2 jam meneran untuk primipara. 1 jam meneran untuk multipara.
9) Jika ada tanda dan gejala persalianan macet, gawat janin, atau tanda bahaya
pada ibu, maka ibu dibaringkan miring ke sisi kiri dan berikan cairan IV.
Rujuk segara ke rumah sakit , dampingi ibu untuk menjaga agar keadaan
ibu tetap baik. Jelaskan kepada ibu, suami / keluarganya apa yang terjadi
dan mengapa ibu perlu dibawa ke rumah sakit.
10) Jika dicurigai adanya ruptura uteri maka rujuk segera. Berikan antibiotika
dan cairan IV, biasanya diberikan ampisilin 1 gr IM, diikuti pemberian 500
mg setiap 6 jam secara IM, lalu 500 mg per oral setiap 6 jam setelah bayi
lahir.
11) Bila kondisi ibu / bayi buruk dan pembukaan serviks sudah lengkap, maka
bantu kelahiran bayi dengan ekstraksi vakum.
12) Bila keterlambatan terjadi sesudah kepala lahir:
 Lakukan episiotomi.
 Dengan ibu dalam posisi berbaring telentang, minta ibu melipat kedua paha, dan
menekuk lutut ke arah dada sedekat mungkin ( Manuver Mc Robert ).
 Gunakan sarung tangan steril / DTT.
 Lakukan tarikan kepala curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan.
 Pada saat melakukan tarikan pada kepala, minta seseorang untuk melakukan
tekanan suprapubis kebawa untuk membantu kelahiran bahu. Jangan pernah
melakukan dorongan pada fundus! Pemberian dorongan pada fundus nantinya
akan dapat mempengaruhi bahu lebih jauh dan menyebabkan ruptura uteri.
 Jika bayi tetap tidak lahir:
 Dengan menggunakan sarung tangan DTT / steril, masukkan satu tangan ke
dalam vagina.
 Berikan tekanan pada bahu anterior ke arah sternum bayi
 untuk mengurangi diameter bahu.
 Kemudian jika bahu masih tetap tidak lahir:
 Masukkan satu tangan ke dalam vagina.
 Pasang tulang lengan atas yang berada pada posisi posterio, lengan fleksi
dibagian siku, tempatkan lengan melintang di dada. Cara ini akan memberikan
ruang untuk bahu anterior bergerak di bawah simfisis pubis.
 Mematahkan clavicula hanya dilakukan jika semua pilihan lain telah gagal.
13) Isi partograf, Kartu ibu, dan catatan kemajuan persalinan dengan lengkap
dan menyeluruh. Jika ibu dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas kirimkan
satu copy partograf ibu dan dokumen lain bersama ibu.
6. GEJALA DAN TANDA PERSALINAN MACET
 Ibu tampak kelelahan dan lemah.
 Kontraksi tidak teratur tetapi kuat.
 Dilatasi serviks lambat atau tidak terjadi.
 Tidak terjadi penurunan bagian terbawah janin, walaupun kontraksi adekuat.
 Molding–sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki (partograf + +).
 Lingkungan retraksi patologis ( Lingkungan Bandl ) timbul, nyeri di bawah
lingkungan Bandl merupakan tanda akan terjadi ruptura uteri.
7. TANDA – TANDA GAWAT IBU:
Meningkatnya denyut nadi/denyut melemah, Menurunnya tekanan darah,
Nafas cepat dan dangkal atau pernafasan melambat, Dehidrasi, Gelisah,
Kontraksi uterus yang terlalu kuat atau terlalu sering.
8. TANDA GAWAT JANIN:
DJJ dibawah 100 kali / menit atau diatas 180 kali / menit atau DJJ tidak
segera kembali normal setelah his (late decelaration).
Ingat!
1) Menggunakan partograf untuk setiap ibu yang mau bersalin adalah penting
untuk mendeteksi komplikasi secara partus lama atau macet.
2) Segera merujuk ibu jika dalam proses persalinan garis waspada dilewati
atau jika tanda – tanda gawat ibu / janin.
2.2 Standar 26: Penanganan gawat janin
1. TUJUAN
Mempercepat persalinan dengan melakukan episiotomi jika ada tanda-
tanda gawat janin pada saat kepala janin meregangkan perineum.
2. PERNYATAAN STANDAR
Bidan mengenali tanda dan gejala gawat janin pada kehamilan dan
persalinan kala I, merujuk dengan cepat dan tepat. Bila gawat janin terjadi pada
kala II dan kepala sudah di dasar panggul, melakukan episiotomi untuk
mempercepat persalinan.
3. HASIL
Penurunan kejadian asifiksia neonaturum berat dan penurunan kejadian
lahir mati pada kala dua.
4. PROSES
Bidan harus:
1) Mempersiapkan alat-alat steril
2) Mengetahui macam-macam Episiotomi
3) Menentukan kapan harus Episiotomi
4) Mampu melakukan penjahitan setelah episiotomi
5) Merawat perineum pasca-episiotomi
6) Mengetahui tanda-tanda gawat janin yang menentukan harus segera
melahirkan bayi
2.3 Standar 27: Penanganan retensio plasenta

1. TUJUAN
Mengenali dan melakukan tindakan yang tepat ketika terjadi retencio
plasenta total/parsial.
2. PERNYATAAN STANDAR
Bidan mampu mengenali retensio placenta, dan memberikan pertolongan
pertama termasuk placenta manual dan penanganan perdarahan, sesuai dengan
kebutuhan.

3. PRASYARAT
 Bidan telah terlatih dan terlampil dalam (Fisiologi dan manajemen aktif kala III,
Pengendalian dan penangan perdarahan, termasuk pemberian oksitoksika, cairan IV
dan plasenta manual).
 Tersedianya pralatan dan perlengkapan penting.
 Tersedia obat – obat antibiotik dan oksitoksika.
 Adanya partograf dan catatan persalianan atau kartu ibu.
 Ibu, suami dan keluarga diberitahu tindakan yang akan dilakukan.
 Sistem rujukan yang efektif, termasuk bank darah berjalan dengan baik, untuk ibu
yang mengalami perdarahan paska persalinan sekunder.
4. PROSES
1) Melaksanakan penatalaksanaan aktif persalinan kala III pada semua ibu
yang melahirkan melalui pervagina.
2) Amati adanya gejala dan tanda retensio plasenta.
3) Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit sesudah bayi lahir, ulangi
penatalaksanaan aktif persalinan kala III dengan memberikan oksitoksin 10
IU IM dan teruskan penegangan tali puasat terkendali dengan hati – hati.
Teruskan melakukan penatalaksaan aktif persalinan kala III 15 menit atau lebih, dan jika
placenta masih belum lahir, lakukan penegangan tali pusat
terkendali untuk terakhir kalinya. Jika plasenta masih tetap belum lahir dan
ibu tidak mengalami perdarahan hebat rujuk segera ke rumah sakit atau ke
puskesmas terdekat.
4) Bila terjadi perdarahan maka plasenta harus segera dilahirkan secara
manual. Bila tidak berhasil rujuk segera.
5) Berikan cairan IV : NaCl 0,9 % atau RL dengan tetesan cepat jarum
berlubang besar untuk mengganti cairan yang hilang sampai nadi dan
tekanan darah membaik atau kembali normal.
6) Siapkan peralatan untuk melakukan teknik manual, yang harus dilakukan
secara septik.
7) Baringkan ibu telentang dengan posisi lutut ditekuk dan ke dua kaki di tempat tidur.
8) Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada berikan diazepan
10 mg IM.
9) Cuci tangan sampai ke bagian siku dengan sabun, air bersih yang mengalir
dan handuk bersih, gunakan sarung tangan bersih / DTT.
10) Masukkan tangan kanan dengan hati – hati. Jaga agar jari – jari tetap rapat
dan melengkung mengikuti tali pusat sampai mencapai placenta.
11) Ketika tangan kanan sudah mencapai plasenta, letakkan tangan kiri diatas
fundus agar uterus tidak naik. Dengan tangan kanan yang berada di dalam
uterus carilah tepi plasenta yang terlepas, telapak tangan kanan menghadap
ke atas lalu lakukan gerakan mengikis kesamping untuk melepaskan
plasenta dari dinding uterus.
12) Bila plasenta sudah terlepas dengan lengkap, keluarkan plasenta dengan
hati–hati dan perlahan.
13) Bila plasenta sudah lahir, segera melakukan masase uterus bila tidak ada
kontraksi.
14) Periksa plasenta dan selaputnya. Jika tak lengkap, periksa lagi cavum uteri
dan keluarkan potongan plasenta yang tertinggal.
15) Periksa robekan terhadap vagina jahit robekan bila perlu.
16) Bersihkan ibu bila merasa nyaman.
17)Jika tidak yakin placenta sudah keluar semua atau jika perdarahan tidak
terkendali, maka rujuk ibu kerumah sakit dengan segera.
18) Buat pencatatan yang akurat.
2.4 Standar 28: Penanganan perdarahan post partum primer
1. TUJUAN
Mengenali dan mengambil tindakan pertolongan kegawatdaruratan yang
tepat pada ibu yang mengalami perdarahan post partum primer/atonia uteri.
2. PERNYATAAN STANDAR
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama
setelah persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan
pertolongan pertama kegawatdaruratan untuk mengendalikan perdarahan.
3. HASIL
1) Penurunan kematian dan kesakitan ibu akibat perdarahan post partum
primer.
2) Meningkatkan pemanfaatan pelayanan bidan.
3) Rujukan secara dini untuk ibu yang mengalami perdarahan post partum
primer ke tempat rujukan yang memadai (rumah sakit atau puskesmas).
4. PERSYARATAN
1) Bidan terlatih dan terampil dalam menangani perdarahan post partun
termaksud pemberian obat oksitosin dan cairan IV, kompresi bimanual dan
kompresi aorta.
2) Tersedia peralatan / perlengkapan penting yang diperlukan dalam kondisi
DTT / steril.
3) Tersedia obat antibiotika dan oksitosika serta tempat penyimpanan yang
memadai.
4) Tersedia sarana pencatatan: Kartu Ibu , partograf.
5) Tersedia tansportasi untuk merujuk ibu direncanakan.
6) Sistem rujukan yang efektif untuk perawatan kegawatdaruratan obstetri dan
fasilitas bank darah berfungsi dengan baik untuk merawat ibu yang
mengalami perdarahan post partum.
5. PROSES
1) Periksa gejala dan tanda perdarahan post partum primer.
2) Segera setelah placenta dan selaput ketuban dilahirkan, lakukan masase
uterus supaya berkontraksi, untuk mengeluarkan gumpalan darah, sambil
melakukan masase fundus uteri periksa plasenta dan selaput ketuban untuk
memastikan plasenta utuh dan lengkap.
3) Selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir sebelum
memberikan perawatan. Gunakan sarung tangan DTT / steril untuk semua
periksa dalam, dan gunakan sarung tangan bersih kapanpun menangani
benda yang terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh.
4) Jika perdarahan terus terjadi dan uterus teraba berkontraksi baik:
 Berikan 10 unit oksitosin IM.
 Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, dengan menggunakuan teknik aseptik,
pasang kateter ke kandung kemih.
 Periksa laserasi pada perineum, vagina dan serviks dengan seksama
 menggunakan lampu yang terang. Jika sumber perdarahan sudah
 diidentifikasi, klem dengan forcep arteri dan jahit laserasi dengan
 menggunakan anastisi lokal menggunakan teknik aseptik.
5) Jika uterus mengalami atonia uteri, atau perdarahan terus terjadi :
a. Berikan 10 unit oksitosin IM.
b. Lakukan masase uterus untuk megeluarkan gumpalan darah.Periksa lagi
apakah placenta utuh dengan teknik aseptik, menggunakan sarung tangan
DTT / steril, usap vagina dan ostium serviks untuk menghilangkan jaringan
placenta atau selaput ketuban yang tertinggal.
c. Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, gunakan teknik aseptik untuk
memasang kateter kedalam kandung kemih.
d. Gunakan sarung tangan DTT / steril, lakukan kompres bimanual internal
maksimal 5 menit atau hingga perdarahan bisa dikendalikan dan uterus bisa
berkontraksi dengan baik.
e. Anjurkan keluarga untuk mulai mempersiapkan kemingkinan rujukan.
f. Jika perdarahan dapat dikendalikan dan uterus dapat berkontraksi dengan
baik.
 Teruskan kompresi bimanual selama 1–2 menit atau lebih.
 Keluarkan tangan dari vagina secara hati–hati.
 Pantau kala 4 persalinan dengan seksama, termasuk sering melakukan masase
uterus untuk memerikasa atonia , mengamati perdarahan dari vagina, tekanan darah
dan nadi.
 Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit
setelah dimulainya kompresi bimanual pada uterus.
 Instruksikan salah satu anggota keluarga untuk melakukan kompresi bimanual
eksternal.
 Keluarkan tangan dari vagina secara hati – hati
 Jika tidak ada tanda hipertensi pada ibu, berikan methergin 0,2 mg
 IM.
 Mulai IV Ringer Laktat 500 cc + 20 unit oksitoksin menggunakan jarum berlubang
besar (16 atau 18 G) dengan teknik aseptik.
 Berikan 500 cc pertama secepat mungkin, dan teruskan dengan IV Ringer Laktat +
20 unit oksitoksin yang kedua.
Jika uterus tetap atoni dan / atau perdarahan terus berlangsung.
 Ulangi kompresi bimanual internal.
Jika uterus berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan – lahan dan pantau kala IV
persalinan dengan cermat.
 Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera ke tempat dimana operasi bisa
dilakukan.
 Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan infus IV dengan kecepatan 500 cc / jam
hingga ibu mendapatkan total 1,5 liter dan kemudian turunkan kecepatan hingga
125 cc / jam.
6) Jika ibu menunjukkan tanda dan gejala syok rujuk segera dan melakukan
tindakan berikut ini : Jika IV belum diberikan, mulai berikan dengan instruksi seperti
tercantum di atas.
 Pantauan dengan cemat tanda – tanda vital ibu, setiap 15 menit pada saat perjalanan
ke tempat rujukan.
 Berikan ibu dengan posisi miring agar jalan pernafasan ibu tetap terbuka dan
meminimalkan risiko aspirasi jika ibu muntah.
 Selimuti ibu, jaga ibu tetap hangat, tapi jangan membuat ibu kepanasan.
 Jika mungkin, naikkan kakinya untuk meningkatkan darah yang kembali ke jantung.
7) Bila perdarahan tetap berlangsung dan kontraksi uterus tetap tidak ada maka
kemungkinan terjadi ruptura uteri. Hal ini juga memerlukan rujukan segera
ke rumah sakit.
8) Bila kompres bimanual pada uterus tidak berhasil, cobalah kompresi aorta.
Cara ini dilakukan pada keadaan darurat, sementara penyebab perdatahan
sedang dicari.
9) Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur denyut nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
10) Buat catatan yang seksama tentang semua penilaian, semua tindakan yang
dilakukan dan semua pengobatan yang diberikan. Termasuk saat
pencatatan.
11)Jika syok tidak dapat diperbaiki, maka segera rujuk keterlambatan akan
berbahaya.
12)Jika perdarahan berhasil dikendalikan, ibu harus diamati dengan ketat untuk
gejala dan tanda infeksi. Berikan antibiotika jika terjadi tanda – tanda
infeksi.
2.5 Standar 29: Penanganan perdarahan post partum sekunder

1. PERNYATAAN STANDAR
Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini gejala perdarahan post
partum sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan
jiwa ibu, dan/atau merujuk.
2. TUJUAN
Tujuan nya adalah mengenali gejala dan tanda perdarahan post partum
sekunder serta melakukan penanganan yang tepat untuk menyelamatkan jiwa
ibu.
3. HASIL
 Kematian dan kesakitan akibat perdarahan post partum sekunder menurun.Ibu yang
mempunyai resiko mengalami perdarahan post partum sekunder ditemuka secara
dini dan segera di beri penanganan yang tepat.
4. PRASYARAT
1. Sistem yang berjalan dengan baik agarr ibu dan bayi mendapatkan
pelayanan pasca persalinan dari bidan terlatih sampai dengan 6 minggu
setelah persalinan, baik dirumah, dipuskesmas ataupun dirumah sakit.
2. Bidan terlatih dan terampil dalam memberikan perawatan nifas,
termasuk pengenalan dan penanganan bila terjadi perdarahan
postpartum sekunder.
3. Tersedia alat / perlengkapan penting yang diperlukan seperti sabun
bersih, air bersihyang mengalir, handuk bersih untuk mengeringkan
tangan alat suntik steril sekali pakai, set infus dengan jarum berukuran
16 dan 18 G, beberapa pasang sarung tangan DTT / steril.
4. Obat – obatan yang penting dan tersedia: oksitoksika (oksitoksin,
metergine), cairan IV (Ringer Laktat) dan antibiotika. Tempat
penyimpanan yang mrsedia.
5. Adanya pencatatan pelayanan nifas / Kartu ibu.
6. Sistem rujukan efektif, termasuk bank darah yang berfungsi dengan baik
untuk ibu degan perdarahan postpartum.
5. PROSES
Bidan harus :
1. Periksa gejala dan tanda perdarahan postpartum sekunder. Perdarahan
dari vagina atau lokhia berlebihan pada 24 jam – 42 hari sesudah
persalinan dianggap sebagai perdarahan postpartum sekunder dan
memerlukan pemeriksaan dan pengobatan segera.
2. Pantau dengan hati – hati ibu yang berisiko mengalami perdarahan
postpartum sekunder paling sedikit selama 10 hari pertama terhadap
tanda – tanda awalnya ibu yang berisiko adalah ibu yang mengalami :
 Kelaian placenta dan selaput ketuban tidak lengkap.
 Persalinan lama.
 Ineksia uterus.
 Persalinan dengan komplikasi atau dengan menggunakan alat.
 Terbentuknya luka setelah bedah sesar.
 Terbukanya luka setelah episiotomi.
3. Jika mungkin, mulai berikan Ringer Laktat IV menggunakan jarum
berlubang besar (16 atau 18 G).
4. Berikan obat – obatan oksitoksika : oksitoksin 10 IU dalam 500 cc
Ringer Laktat, Oksitoksin 10 IU IM atau Metergin 0,2 mg IM (jangan
berikan Metergine jika ibu memiliki tekanan darah yang tinggi).
5. Berikan antibiotika Ampisilin 1 gr IV, rujuk segera ke rumah sakit atau
puskesmas yang memadai.
6. Bila kondisi ibu buruk, atau ibu mengalami tanda atau gejala syok,
pasang IV untuk menggantikan cairan yang hilang dan segera rujuk.
(cairan IV dengan tetesan cepat supaya nadi bertambah kuat, lalu tetesan
dipelankan dan diperhatikan terus sampai ibu tiba di rumah sakit).
Gejala dan Tanda Syok
 Nadi lemah dan cepat (110/menit atau lebih).
 Tekanan darah sangat rendah, tekanan sistolik < 90 mmHg.
 Nafas cepat (Frekuensi pernafasan 30 kali / menit atau lebih).
 Air seni kurang dari 30 cc / jam.
 Bingung, gelisa atau pingsan.
 Berkeringat atau kulit menjadi dingin dan basah.
 Pucat.
7. Jelaskan dengan hati – hati kepada ibu, suami dan keluarganya tentang
apa yang terjadi.
8. Rujuk ibu bersama bayinya (jika mungkin) dan anggota keluarganya
yang dapat menjadi donor darah jika diperlukan kerumah sakit.
9. Observasi dan catat tanda – tanda vital secara teratur, catat dengan teliti
riwayat perdarahan : kapan mulainya dan berapa banyak darah yang
sudah keluar. (Hal ini akan menolong dalam mendiagnosis secara cepat
memutuskan tindakan yang tepat).
10. Berikan suplemen zat besi dan asam folat selama 90 hari kepada yang
mengalami perdarahan postpartum sekunder ini.
11. Buat catatan yang akurat.
Ingat!
 Lakukan tes sertivikasi sebelum memberikan suntikan antibiotika.
 Bila terjadi syok, gantikan semua cairan yang hilang.
 Pertolongan persalinan pertama yang berkualitas dapat mencegah terjadinya
perdarahan postpartum sekunder.
 Kelahiran placenta dan selaputnya yang tidak lengkap merupakan penyebab
utama perdarahan postpartum sekunder.
 Ibu yang mengalami perdarahan post partum sekunder memerlukan bantuan
untuk dapat melanjutkan pemberian ASI, ibu harus cukup sering menyusui
bayinya dan untuk periode yang cukup lama untuk menjaga persediaan ASI
yang cukup.
 Ibu dengan perdarahan postpartum sekunder perlu tambahan zat besi.

2.6 Standar 30: Penanganan sepsis puerperalis

1. PERNYATAAN STANDAR
Bidan mampu menangani secara tepat tanda dan gejala sepsis
puerperalis , melakukan perawatan dengan segera merujuknya.
2. TUJUAN
Tujuannya adalah mengenali tanda dan gejala sepsis puerperalis dan
mengambil tindakan yang tepat .
3. HASIL
 Ibu dengan sepsis puerperalis mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
 Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat sepsis puerperalis.
 Meningkatnya pemanfaatan bidan dalam pelayanan nifas.
4. PRASYARAT
1. Sistem yang berjalan dengan baiik agar ibu mendapatkan pelayanan
pasca persalinan dari bidan terlatih sampai dengan 6 minggu setelah
persalinan, baik dirumah, dipuskesmas ataupun dirumah sakit.
2. Bidan berlatih dan terampil dalam memberikan pelayanan nifas,
termasuk penyebab, pencegahhan, pengenalan dan penanganan dengan
tepat sepsis puerpuralis.
3. Tersedia peralatan / perlengkapan penting : sabun, air bersih yang
mengalir, handuk bersih untuk mengeringkan tangan, alat suntik sekali
pakai, set infus steril dengan jarum berukuran 16 dan 18 G, sarung
tangan bersih DTT / steril.
4. Tersedia obat – oabatan penting : cairan infus ( Ringer Laktat ), dan
antibiotika. Juga tersedianya tempat penyimpanan untuk obat – obatan
yang memadai.
5. Adanya sarana pencatatan pelayanan nifas / Kartu Ibu.
6. Sistem rujuukan yang efektif, termasuk bank darah, berjalan dengan
baik untuk ibu dengan komplikasi pasca persalinan.
5. PROSES
Bidan harus
1. Amati tanda dan gejala infeksi puerpuralis yang diagnosa bila 2 atau
lebih gejala dibawah ini terjadi sejak pecahnya selaput ketuban mulai
hari ke 2.
2. Saat memberikan pelayanan nifas periksa tanda awal / gejala infeksi.
3. Beri penyuluhan kepada ibu, suami . keluargany agar waspada terhadap
tanda / gejala infeksi, dan agar segera mencari pertolongan jika
memungkinkannya.
4. Jika diduga sepsis, periksa ibu dari kepala sampai kaki untuk mencari
sumber infeksi.
5. Jike uterus nyeri, pengecilan uter lambat, atau terdapat perdarahan
pervaginam, mulai berikan infus Ringer Laktat dengan jarum berlubang
besar (16 – 18G), rujuk ibu segera ke RS (ibu perlu diperiksa untuk
melihat kemungkinan adanya sisa jaringan placenta).
6. Jika kondisinya gawat dan terdapat tanda / gejala septik syok dan terjadi
dehidrasi, beri cairan IV dan antibiotika sesuai dengan ketentuan. Rujuk
ibu ke RS.
7. Jika hanya sepsis ringan, ibu tidak terlalu lemah dan sulit merujuk
berikan antibiotika.
8. Pastikan bahwa ibu / bayi dirawat terpisah / jauh dari anggota keluarga
lainnya, sampai infeksi teratasi.
9. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan sesudah memeriksa inu / bayi.
10. Alat – alat yang dipakai ibu jangan dipakai untuk keperluan lain,
terutama untuk ibu nifas / bayi lain.
11. Beri nasehat kepada ibu pentingnya kebersihan diri, penggunaan
pembalut sendiri dan membuangnya dengan hati – hati.
12. Tekankan pada anggota keluarga tentang pentingnya istirahat, gizi baik
dan banyak minum bagi ibu.
13. Motivasi ibu untuk tetap memberikan AS.
14. Lakukan semua Pencatatan dengan seksama.
15. Amati ibu dengan seksama dan jika kondisinya tidak membaik dalam
24 jam, segera rujuk ke RS.
16. Jika syok terjadi ikuti langkah – langkah penatakasaan syok yang
didiskusikan di satandar 21.
Ingat!
 Lakukan tes sensitivitas sebelum memberikan suntikan antibiotika.
 Semua ibu nifas berisiko terkena infeksi, dan ibu yang telah melahirkan bayi
dalam keadaan mati, persalinan yang memanjang, pecahnya selaput ketuban yang
lama mempunyai risiko yang lebih tinggi.
 Kebersihan dan cuci tangan sangatlah penting, baik untuk pencegahan maupun
penanganan sepsis.
 Infeksi bisa menyebabkan perdarahan postpartum sekunder.
 Keadaan ibu akan semakin memburuk jika antibiotika tidak diberikan secara dini
dan memadai.
 Ibu dengan sepsis puerpuralis perlu dukungan moril, karena keadaan umumnya
dapat menyebabkannya menjadi sangat letih dan depresi.
2.7 Kasus
Ny. N 34 tahun melahirkan anak ketiganya dengan baik, plasenta belum
lahir selama 30 menit setelah bayi lahir, ibu tidak merasa mulas. Pada pemeriksaan
fisik keadaan umum baik, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 85x/menit, respirasi
24x/menit dan suhu 36,1°C. Tinggi Fundus Uterus sepusat, uterus teraba kenyal,
kandung kemih kosong. Terdapat pengeluaran darah ± 50 cc. Analisa yang didapat
yaitu Ny. N usia 34 tahun P3A0 inpartu Kala III dengan retensio plasenta.
Kesimpulan:
Melakukan manual plasenta dengan prosedur Standar Operasional Prosedur
(SOP) di tingkat pelayanan primer dengan mengutamakan keamanan, kenyamanan
dan keselamatan ibu. Serta pemberian oksitosin, antibiotic terapi oral, antianemia.
Evaluasi yang dicapai yaitu plasenta telah berhasil dilahirkan seluruhnya tanpa
adanya sisa, perdarahan berhenti, kontraksi uterus baik, ibu tidak mengalami
komplikasi dan ibu dapat melalui masa nifas dengan sehat. Rencana USG pada hari
Jumat, 10 Maret 2017 saat 4 hari post partum untuk memastikan apakah ada sisa plasenta
di uterus, hasil tidak terdapat sisa plasenta.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1) Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama/macet serta
melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuk untuk
persalinan yang aman.
2) Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin.
3) Bidan mampu mengenali retensio plasenta, dan memberikan pertolongan
partama, termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan, sesuai
dengan kebutuhan.
4) Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama
setelah persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan
pertolongan
5) pertama kegawat daruratan untuk mengendalikan perdarahan
6) Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan
Post Partum sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk
penyelamatan ibu, dan atau merujuknya.
7) Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis,
melakukan perawatan dengan segera dan merujuknya.

3.2 Saran
Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak
kesalahan dan jauh dari sempurna. Untuk kedepannya penulis akan
menjelaskan makalah secara lebih fokus dan detail dengan sumber yang lebih
banyak dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, untuk
memperbaiki makalah tersebut penulis meminta kritik yang membangun dari
para pembaca sangat dibutuhkan penulis.
Tujuan pembuatan kesimpulan dan Saran dalam Makalah bertujuan agar para
pembaca dapat memahami benar mengenai isi atau pembahasan dari makalah
tersebut. maka dari itu, gunakan bahasa yang benar dan mudah dipahami
DAFTAR PUSTAKA

https://pkmjakem.blogspot.com/2014/11/standar-penanganan-gawat-darurat.html
diakses tanggal 30 Maret 2022, Pukul 21.45 WIB
https://slideplayer.info/slide/11123043/
diakses tanggal 01 April 2022, Pukul 14.10 WIB
http://winnie_mutika.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/57052/STANDAR_
MUTU_PELAYANAN_KEBIDANAN_Winnie+TM.pptx
diakses tanggal 01 April 2022, Pukul 15.50 WIB
SRIYANTI, C. (2016). Pelayanan kebidanan kebijakan kesehatan. Jakarta
selatan: Pusdik SDM Kesehatan .

Anda mungkin juga menyukai