Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“KESEHATAN BAYI”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Kesehatan Reproduksi

Dosen pengampu : Dr. Sumiaty, SKM.,M.Kes

OLEH :

KELOMPOK 4

Fitriani Syahputri 14120200056

Nurul Fahrunnisa. S 14120200058

Firda Aulia 14120200061

Nur Rachmi 14120200055

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kesehatan, kesempatan serta
kelancaran dalam penyelesaian makalah ini sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan makalah ini dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

Tidak lupa penulis ucapkan banyak Terima kasih kepada Ibu Dr. Sumiaty,
SKM.,M.Kes yang telah memberikan tugas pembuatan makalah ini sehingga
penulis bisa mempelajari serta mendapatkan ilmu tentang Kesehatan Bayi.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan
yang terdapat pada makalah ini, baik itu dalam penyusunan atau penggunaan kata,
kalimat maupun paragrafnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
serta saran yang membangun agar dapat diperbaiki pada makalah-makalah
selanjutnya. Penulis juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, 8 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................2
C. TUJUAN.......................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................4
PEMBAHASAN.....................................................................................................4
A. KESEHATAN BAYI....................................................................................4
B. DEFINISI KEMATIAN BAYI.....................................................................6
C. DETERMINAN KEMATIAN BAYI DAN PRINSIP PENURUNAN
AKB/AKBa..........................................................................................................8
D. KAITAN BUDAYA DAN GENDER DENGAN KESEHATAN BAYI...18
BAB III..................................................................................................................21
PENUTUP.............................................................................................................21
A. KESIMPULAN...........................................................................................21
B. SARAN.......................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan untuk bayi baru lahir merupakan salah satu program
kesehatan anak yang bertujuan untuk menjamin kelangsungan hidup dan
tumbuh kembang anak secara optimal. Pemerintah dalam mewujudkan
program kesehatan anak memiliki beberapa indikator agar mempermudah
dalam monitoring dan evaluasi. Indikator status kesehatan anak meliputi
prevalensi berat badan lahir rendah (BBLR), panjang badan lahir pendek,
gangguan kesehatan (sakit) pada bayi umur neonatus, cacat lahir atau
kecacatan pada anak balita.

Angka kematian anak membantu mengidentifikasi kelompok rentan yang


berisiko lebih tinggi mengalami kematian dan menjadi masukan strategi dalam
upaya mengurangi risiko tersebut. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2017, angka kematian neonatus di Indonesia yaitu
15 per 1000 kelahiran hidup (1 dari 67 anak meninggal dalam bulan pertama
kehidupannya).

Pemeriksaan fisik pada bayi dapat dilakukan oleh bidan, perawat, atau
dokter untuk menilai status kesehatan bayi dan untuk mengenal/ menemukan
kelainan yang perlu mendapat tindakan segera. Waktu pemeriksaan fisik pada
bayi dapat dilakukan sesudah sesaat bayi baru lahir, saat kondisi atau suhu
tubuh bayi sudah stabil, dan setelah dilakukan pembersihan jalan
napas/resusitasi, pembersihan badan bayi, perawatan tali pusat, 24 jam setelah
bayi lahir, dan akan pulang dari rumah sakit.

Bayi baru lahir mengalami beberapa perubahan sebagai bentuk adaptasi


dari kehidupan intra-uterin ke kehidupan ekstra-uterin. Perubahan yang cepat
dan kompleks itu dimulai sejak terpotongnya tali umbilikus. Ada beberapa

1
perubahan fisiologis pada bayi baru lahir yang dapat diketahui dari ciri-ciri
umum bayi baru lahir normal. Untuk mengetahui ciri-ciri tersebut kita
melakukan suatu pemeriksaan fisik terhadap bayi baru lahir.

Pemeriksaan fisik bayi baru lahir adalah pemeriksaan awal yang dilakukan
pada bayi setelah berada di dunia luar dengan tujuan untuk mengetahui apakah
bayi dalam keadaan normal dan adanya penyimpangan/kelainan pada fisik,
serta ada atau tidaknya refleks primitif. Pemeriksaan fisik dilakukan setelah
kondisi stabil, biasanya 6 jam setelah lahir. Pemeriksaan fisik bayi baru lahir
memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang adekuat, sehingga tidak akan
menimbulkan resiko yang dapat membahayakan bayi. Pada pemeriksaan ini
yang paling penting adalah cara menjaga agar bayi tidak mengalami
hipotermia dan trauma dari tindakan yang kita lakukan. Selalu lengkapi semua
tindakan dengan inform consent terlebih dahulu kepada ibu/ orang tua bayi,
apabila bayi telah dirawat gabung bersama ibunya. Pemahaman dasar,
mengenai cara melakukan pengkajian pada bayi baru lahir adalah dengan
menggunakan pemeriksaan terhadap bayi dan menilai penampilan serta
perilaku bayi, dengan demikian, kita tidak dapat menentukan keadaan bayi
jika tida dilakukan pemeriksaan untuk merencanakan asuhan yang akan
diberikan kepada bayi. Oleh karena bayi belum dapat berkomunikasi seperti
orang dewasa, kita menilai dari penampilan dan perilakunya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Definisi Kematian Bayi ?
2. Determinan kematian bayi dan prinsip – Prinsip Penurunan
AKB/AKBa?
3. Kaitan budaya dan gender dengan kesehatan bayi ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui Definisi Kematian Bayi

2
2. Mengetahui Determinan kematian bayi dan prinsip – Prinsip
Penurunan AKB/AKBa
3. Mengetahui Kaitan budaya dan gender dengan kesehatan bayi

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. KESEHATAN BAYI
Kesehatan bayi bergantung pada beberapa factor, yang mencakup
kesehatan ibu dan perilaku kesehatannya sebelum kehamilan, tingkat
keikutsertaannya dalam layanan pranatal, mutu persalinannya, dan lingkungan
bayi setelah lahir. Lingkungan bayi mencakup bukan saja rumah dan
lingkungan keluarga, tetapi juga ketersediaan layanan medis yang esensial,
misalnya, pemeriksaan fisik pascanatal oleh seorang ahli neonatologi (dokter
ahli perawatan bayi baru lahir sampaiusia dua bulan), kunjungan teratur ke
dokter, dan imunisasi yang tepat. Kesehatan bayi juga bergantung pada gizi
yang benar dan bentuk pengasuhan di lingkungan rumah. Kekurangan hal
tersebut dapat menyebabkan kesakitan, masalah perkembangan, dan bahkan
kematian anak.

Tindakan pencegahan yang dapat menurunkan angka kematian ibu dan


bayi serta meningkatkan kesehatan semua wanita usia subur serta bayi mereka
harus dimulai sebelum konsepsi dan terus berlanjut sampai periode
pascapartum. Beberapa dari tindakan tersebut juga mencakup:

 Sebelum konsepsi
 Skrining wanita untuk menemukan risiko kesehatan dan kondisi kronis
yang sudah ada, misalnya, diabetes,, hipertensi, dan penyakit menular
seksual.
 Konseling wanita mengenai kontrasepsi dan penyediaan akses menuju
layanan keluarga berencana yang efektif (untuk mencegah kehamilan
yang takdiinginkan dan aborsi yang tidak perlu).
 Konseling wanita mengenai manfaat gizi yang baik; menganjurkan
wanita terutama untuk mengonsumsi cukup suplemen asam folat
(untuk mencegah cacat saluran saraf) dan zat besi.

4
 Menganjurkan wanita untuk tidak mengonsumsi alcohol, tembakau,
dan obat-obatan terlarang.
 Memberitahu wanita tentang manfaat dari aktivitas fisik yang teratur.
 Selama kehamilan
 Menyediakan akses sedini mungkin bagi ibu untuk mendapatkan
layanan bermutu tinggi selama fase-fase kehamilan, persalinan, dan
pelahirannya. Layanan semacam itu mencakup perawatan yang tepat
untuk resiko, pengobatan untuk komplikasi, dan penggunaan
kortikosteroid antenatal jika perlu.
 Memantau dan, jika perlu, mengobati kondisi kronis yang sudah ada.
 Skrining untuk menemukan dan, jika perlu, mengobati infeksi saluran
reproduksi akibat, misalnya, vaginosis bacterial, streptokokus
kelompok B, dan virus HIV.
 Memvaksinasi wanita terhadap influenza, jika perlu.
 Melanjutkan konseling melawan alcohol, tembakau, dan obat
terlarang.
 Melanjutkan konseling tentang gizi dan aktivitas fisik.
 Mendidik wanita tentang tanda-tanda awal masalah yang berkaitan
dengan kehamilan.
 Periode selama pascapartum
 Memvaksinasi bayi baru lahir pada usia yang tepat.
 Memberikan informasi tentang layanan bayi sehat, dan manfaat
menyusui.
 Mengingatkan orangtua untuk tidak memajankan bayi pada asap
rokok.
 Konseling orangtua tentang memposisikan bayi yang tidur dalam
kondisi telentang.
 Mendidik orangtua tentang cara melindungi bayi mereka dari pajanan
terhadap penyakit infeksius dan bahan yang berbahaya.

5
B. DEFINISI KEMATIAN BAYI
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi pada minggu pertama
kehidupan bayi (WHO, 2015). Oleh karena itu, kematian neonatal dini adalah
bayi yang dilahirkan dalam keadaan hidup namun kemudian meninggal dalam
7 hari pertama kehidupannya (yaitu pada minggu pertama setelah
kelahirannya). Kematian bayi adalah jumlah bayi lahir hidup yang meninggal
pada rentang waktu antara 7 hingga 28 hari (yaitu dalam minggu kedua hingga
keempat dari kehidupannya). Setiap bayi yang lahir hidup mempunyai kondisi
masa kehamilan, proses kelahiran dan lingkungan yang mungkin juga berbeda
serta akses pelayanan terhadap fasilitas kesehatan yang mungkin juga berbeda.
Hal ini diperkirakan setiap bayi mempunyai kelangsungan hidup yang
berbeda-beda (Clarence et.al, 2014). Angka kematian neonatal dini merupakan
satu dari ukuran pelayanan perinatal yang paling penting. Angka ini terutama
menandai standard pelayanan kesehatan yang diberikan pada ibu hamil selama
persalinan dan bayi pada satu minggu pertama kehidupannya. Standar
pelayanan yang diberikan pada bayi merupakan faktor utama yang
menentukan angka kematian neonatal dini. Tingginya angka kematian
neonatal sangat menggambarkan buruknya standar pelayanan bagi bayi baru
lahir. Mengetahui penyebab kematian neonatal terutama neonatal dini perlu
dilakukan pengelompokan penyebab kematian neonatal. Penyebab utama
adalah masalah atau penyakit yang diderita ibu selama kehamilan maupun
persalinan yang berakibat pada meninggalnya bayi. Namun, penyebab akhir
kematian neonatal dini juga harus dilihat. Penyebab akhir yang dimaksud
adalah masalah klinis yang terjadi pada saat kematian bayi. Baik penyebab
utama maupun penyebab akhir kematian harus ditentukan pada tiap kematian
neonatal (WHO, 2015).

Kematian bayi merupakan ukuran penting kesehatan nasional karena


variable itu berkaitan dengan berbagai factor, antara lain, kesehatan ibu, mutu
akses ke layanan medis, kondisi sosioekonomi, dan praktik kesehatan
masyarakat. Kematian bayi (mortalitas bayi) merupakan kematian anak usia
kurang dari satu tahun(lihat gambar 7.15). Angka kematian bayi didefinisikan

6
sebagai jumlah kematian anak usia kurang dari 1 tahun per 1.000 kelahiran
hidup. Di akhir abad kedua puluh, angka kematian bayi diperkirakan mencapai
7,0 kematian per 1.000 kelahiran hidup, yang secara bermakna lebih rendah
dari angka tahun 1940—47,0(lihat gambar 7.3). Penurunan selama paruh
terakhir abad itu disebabkan oleh perbaikan dalam status sosioekonomi,
perumahan, gizi, cakupan imunisasi, dan ketersediaan air bersih, susu
terpasteurisasi, dan antibiotic. Penurunan angka kematian bayi akhir-akhir ini
lebih disebabkan oleh peningkatan dalam ketersediaan layanan pranatal dan
pascanatal serta teknologi modern untuk membantu perawatan persalinan yang
mengalami komplikasi.

Sepuluh penyebab utama kematian bayi pada tahun 1998 tercantum dalam
gambar 7.16. Empat penyebab mengakibatkan lebih dari separuh kasus
kematian bayi—anomali kongenital (cacat lahir), gangguan yang berkaitan
dengan gestasi singkat dan berat badan lahir rendah yang tidak jelas, Sudden
Infant Death Syndrome (SIDS), dan bayi baru lahir yang terkena dampak
komplikasi kehamilan. Kematian bayi, atau mortalitas bayi, dapat dibagi lagi
ke dalam kematian neonatal dan kematian pascaneonatal (lihat gambar 7.15).
kematian neonatal adalah kematian yang terjadi selama 28 hari pertama
setelah kelahiran. Saat ini, dua pertiga kasus kematian bayi terjadi selama
periode tersebut. Kematian ini paling lazim disebabkan oleh kejadian pranatal
dan kejadian tepat setelah lahir. Layanan pranatal yang memadai, dilengkapi
dengan pengkajian dan manajemen risiko, serta kemajuan dalam teknologi
perawatan intensif bayi baru lahir dapat memselama tahun 1980-an, dan
meningkat kembali sepanjang tahun 1990-an (lihat gambar 7.14). wanita kulit
hitam, suku Amerika asli, Latin, berpendidikan rendah, wanita usia remaja,
dan wanita yang kemungkinan besar miskin dan tidak memiliki asuransi
kesehatan kemungkinannya kecil untuk menerima layanan prenatal secara dini
dan komprehensif. Factor penting lain yang terbukti dapat memengaruhi
layanan prenatal secara dini adalah diinginkan atau tidaknya kehamilan itu
oleh ibu. Ibu yang hamil tetapi tidak menginginkan bayinya, kecil
kemungkinannya untuk berpartisipasi dalam program layanan prenatal.

7
C. DETERMINAN KEMATIAN BAYI DAN PRINSIP PENURUNAN
AKB/AKBa
1. Determinan Kematian Bayi

Determinan Kematian Bayi Banyak faktor yang terkait dengan kematian


bayi, penelusuran kematian berdasarkan penyebab kematian merupakan hal
yang penting dalam melihat deteminan kematian bayi. Secara garis besar, dari
sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu kematian bayi endogen
dan kematian bayi eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut
kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama
setelah dilahirkan dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa
anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau
didapat selama kehamilan. Kematian eksogen atau kematian post neonatal
adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang
usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan
pengaruh lingkungan luar (Utomo, 2013).

Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih cukup tinggi


dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya dimana pada tahun 2012 adalah
34 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium
Develoment Goals/MDG’s 2000) pada tahun 2015, diharapkan angka
kematian bayi menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup dan Renstra Kemenkes
sebesar 24 per 1000 kelahiran hidup, tetapi AKB di Indonesia tahun 2012
masih jauh dari target Renstra dan target MDG’s.

Kematian perinatal yang tercatat dalam Profil Kesehatan Indonesia yang


ditunjukkan dari Angka Kematian Neonatal (AKN) sebesar 20 per 1000
kelahiran hidup pada tahun 2003 kemudian menurun lambat menjadi 19 per
1000 kelahiran hidup dan tetap stagnan pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000
kelahiran hidup. Penurunan AKN di Indonesia lebih lambat dibandingkan

8
AKB. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan 78,5% dari kematian perinatal
terjadi pada umur 0-6 hari. Penyebab kematian terbesar adalah gangguan
pernapasan/asfiksia (35,9%), prematuritas dan bayi berat lahir rendah (32,4%),
sepsis (12%).

Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita adalah masalah yang
terjadi pada bayi baru lahir (perinatal) yaitu sebesar 56,7% kasus. Kasus
kematian tersebut dikelompokan berdasarkan proporsi penyebab kematian
kelompok umur 0–6 hari (perinatal dini) dan 7– 28 hari (perinatal lanjut).
Masalah perinatal dini meliputi gangguan pernafasan (asfiksia) 35% kasus,
prematuritas 32,4% kasus, sepsis 12% kasus, hipotermi 6,3% kasus, kelainan
perdarahan dan kuning 5,6% kasus, postmatur 2,8% kasus dan malformasi
konginetal 1,4% kasus. Masalah yang terjadi pada perinatal usia 7–28 hari
meliputi sepsis 20% kasus, malformasi kongenital 1,8% kasus, pneumonia
15,4% kasus, sindrom gawat pernafasan 12,8%, prematuritas 12,8% kasus,
kuning 2,6%, kasus cidera lahir 2,6% kasus, tetanus 2,6%, defisiensi nutrisi
2,6% kasus, dan sindrom kematian mendadak (sudden infant death) sebanyak
2,6% kasus.

Terdapat kurang lebih 8 juta kematian perinatal di dunia terjadi setiap


tahun. Dari jumlah ini, sekitar 85 % kematian bayi baru ahir terjadi akibat
infeksi, asfiksia pada saat lahir, dan cedera saat lahir. Kematian perinatal
merupakan gabungan dari dua aspek, yaitu kelahiran mati (kematian pada
janin yang telah mencapai berat> 1000 gram atau pada usia kehamilan >28
minggu) dan kematian bayi yang terjadi dalam tujuh hari kehidupannya
(periode perinatal dini). Batasan tersebut digunakan dalam statistik
perbandingan internasional, sedangkan untuk pelaporan tingkat nasional,
WHO menyarankan menggunakan batasan berat janin lebih dari 500 gram,
atau periode usia kehamilan 22 minggu hingga satu minggu pertama
kehidupan bayi.

Banyak faktor risiko terjadinya kematian bayi komplikasi pada saat


kehamilan/persalinan merupakan faktor risiko yang tinggi baik pada ibu

9
maupun bayi yang dikandungnya. Komplikasi yang terjadi saat persalinan
merupakan penyebab utama terjadinya kematian pada bayi yang semula hidup
pada saat proses persalinan dimulai, tetapi kemudian lahir mati. 5 Morbiditas
dan mortalitas perinatal memiliki kaitan erat dengan kehidupan janin dalam
kandungan dan waktu persalinan. Terdapat tiga komponen dalam proses
kematian ibu dan yang paling dekat dengan kematian dan kesakitan adalah
kehamilan, persalinan, atau komplikasinya. Seorang perempuan harus hamil
atau bersalin dahulu sebelum dapat digolongkan sebagai kematian ibu.
Komponen kehamilan, komplikasi, atau kematian ini secara lengkap
dipengaruhi oleh 5 determinan antara, yaitu status kesehatan, status
reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan, perilaku kesehatan, dan
faktor lain yang tidak diketahui. Determinan antara lain dipengaruhi oleh
determinan jauh yang digolongkan sebagai komponen sosioekonomi dan
budaya.

Hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara umur ibu,
paritas, penolong persalinan, berat bayi lahir dan kondisi usaha napas bayi
dengan status kematian neonatal.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kematian perinatal


adalah umur ibu, pendidikan ibu dan perawatan antenatal. Berdasarkan
penjelasan tersebut penelitian tentang kejadian kematian perinatal berkaitan
dengan faktor determinannya menjadi penting untuk diteliti yang ditinjau dari
aspek epidemiologis berupa determinan antara yaitu status reproduksi (usia
dan paritas) dan status kesehatan (gizi, penyakit infeksi, penyakit kronis dan
riwayat komplikasi).

Kematian maternal dan neonatal pada wanita hamil dan melahirkan pada
usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian yang
terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian meningkat kembali sesudah usia 30-
35 tahun.

10
Kematian perinatal lebih tinggi pada kelompok bayi dengan riwayat usia
ibu berusia 35 tahun mempunyai risiko mengalami kejadian bayi lahir mati
sebesar 2,8 kali dibandingkan ibu yang berusia 20-35 tahun dikarenakan
dengan adanya perkembangan ilmu dan teknologi serta pesatnya arus
informasi yang diterima oleh masyarakat menyebabkan sebagian besar
masyarakat menunda perkawinan serta kehamilan berdasarkan atas
pertimbangan usia, sedang mengenyam pendidikan, terikat kontrak pekerjaan
dan lain-lain namun berdasarkan hasil penelitian dapat dikaji bahwa pada
kelompok kasus dengan usia normal memiliki angka yang lebih tinggi karena
pada usia ibu normal memiliki risiko yang sama untuk mengalami penyulit
baik pada ibu maupun bayi yang dikandungnya, pada prinsipnya setiap
kehamilan dan persalinan harus diduga sebagai kehamilan dan persalinan yang
berisiko. Sedangkan terdapat beberapa kasus berasal dari riwayat usia berisiko
kemungkinan dikarenakan arus informasi yang ada belum menyentuh
masyarakat secara keseluruhan, mengkaji kasus dari sudut pandang kesehatan
reproduksi bahwasanya pola pergaulan yang terjadi dimasyarakat cenderung
lebih bebas sehingga tidak sedikit remaja yang mengalarni kehamilan pada
usia dini.

Jarak kelahiran yang terlalu cepat dapat mengakibatkan meningkatnya


angka kematian perinatal, karena terjadinya “maternal depletion syndrome”
yaitu kondisi dimana kesehatan ibu belum sepenuhnya pulih akibat dari
persalinan sebelumnya. Kondisi ini dapat mengakibatkan outcome kelahiran
yang kurang baik seperti kematian perinatal dan kelahiran prematur
(Rafalimanana, 2001). Asumsi penulis yang berarti ibu dengan jarak kelahiran
bayinya < 20 dan > 35 tahun organ reproduksi tidak layak untuk berfungsi
secara maksimal. Hal tersebut berkenaan dengan belum matangnya organ
reproduksi wanita < 20 tahun dan telah terjadi kemunduran fungsi organ
reproduksi pada usia >35 tahun sehingga dapat menimbulkan berbagai
masalah kesehatan yang berkaitan dengan reproduksi.

11
Pada usia yang berisiko (35 tahun) ibu memiliki kesadaran yang kurang
terhadap kesehatannya. Usia muda yang termasuk kedalam remaja cenderung
memiliki pengetahuan yang kurang berkaitan dengan kesehatanya. Informasi
yang mereka dapatkanpun tidak akurat, kadang hanya mendapatkan inforniasi
dari teman sebaya yang sudah memiliki pengalaman yang sama tanpa
melakukan konsultasi kepada petugas kesehatan, sehingga tindakan yang
mereka lakukan relatif tidak tepat. Usia tua berkaitan dengan kesibukan dan
ketidakacuhan ibu terhadap kesehatan bayinya, terkadang dikarenakan telah
memiliki pengalaman yang sama sebelumnya. 1 Hubungan antara paritas
dengan kematian perinatal disebabkan karena pada ibu primigravida belum
pernah memiliki pengalaman kehamilan dan persalinan sebelumnya yang akan
berdampak pada pola perilaku ibu dalam menghadapi masalah yang bekaitan
dengan kehamilan dan persalinan, selain itu ibu primigravida sering
mengalami tekanan spiskologis yang berhubungan dengan perkembangan bayi
yang dikandungnya. Pada multigravida berkaitan dengan fungsi organ
reproduksi yang sudah mengalami kemunduran yang akan berakibat terhadap
timbulnya masalah-masalah yang menyertai kehamilan dan persalinannya,
biasanya perhatian ibu multigravida terhadap kondisi kehamilannya juga
berkurang. Ibu dengan multigravida cenderung sedikit kurang memperhatikan
kehamilannya karena dianggap pernah mengalami kehamilan, persalinan dan
nifas yang normal serta tidak memiliki komplikasi terhadap bayi yang
dilahirkannya.

Pengaturan jarak kelahiran perlu diperhatikan. Selain mempertimbangkan


faktor kesehatan ibu dimana jarak paling ideal bagi ibu untuk kembali hamil
dan melahirkan adalah > 2 tahun. Mengatur jarak kehamilan dapat
memberikan manfaat bagi ibu dan bayi secara fisik maupun psikis karena
dengan dapat memberikan waktu yang cukup untuk memulihkan kondisi ibu,
baik secara fisik (organ-organ reproduksi) maupun psikis, berkaitan dengan
kehamilan dan persalinan yang telah dijalaninya.

12
Status pendidikan mempengaruhi kematian perinatal yakni dalam hal
pengetahuan, pengalaman dan kemampuan ibu. Tingkat pendidikan tinggi
diharapkan ibu memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang
lebih baik terutama untuk mengetahui dan membedakan antara faktor risiko
dan tidak berisiko terhadap kesehatan dirinya maupun keluarganya
mendatang. Sehingga membantu ibu dalam mengenali, mencegah, menangani
serta mengambil keputusan yang berkaitan dengan kesehatan dengan tepat.
Namun, ibu dengan pendidikan tinggi rnasih merniliki peluang mengalami
kematian pada bayi yang dilahirkannya dikarenakan kurangnya kesadaran dan
ketidakacuhan nya terhadap kesehatan. Pekerjaan tidak memiliki Hubungan
terhadap kematian perinatal dikarenakan bagi ibu yang bekerja kadang justru
mendapatkan pengetahuan yang lebih mengenai kesehatan dikarenakan
banyaknya informasi yang didapatkan melalui rekan kerja, sedangkan pada
ibu yang tidak bekerja memiliki waktu yang cukup untuk mendapatkan
informasi tentang kesehatan melalui media elektronik maupun media cetak.
Pada dasarnya Pekerjaan pada ibu tidak dapat menggambarkan beban kerja
yang ditanggung. Selain itu, Dilihat dari segi penghasilan, ibu rumah
tanggapun kadang memiliki penghasilan yang cukup untuk membantu
memenuhi kebutuhan, serta memiliki waktu yang cukup untuk memperhatikan
pola istirahat dan nutrisi selama hamil.

Berat bayi yang dilahirkan dapat dipengaruhi oleh status gizi ibu baik
sebelum hamil maupun saat hamil. Status gizi ibu sebelum hamil juga cukup
berperan dalam pencapaian gizi ibu saat hamil. Status gizi ibu sebelum hamil
mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kejadian kematian perinatal.
Ibu dengan status gizi kurang (kurus) sebelum hamil mempunyai resiko 4,27
kali untuk melahirkan bayi kematian perinatal dibandingkan dengan ibu yang
mempunyai status gizi baik (normal).

Anemia pada batas 11 gr/dl bukan merupakan resiko untuk melahirkan


kematian perinatal. Hal ini mungkin karena belum berpengaruh terhadap
fungsi hormon maupun fisiologis ibu.

13
Infeksi neonatorum dapat menjadi salah satu faktor terjadinya kematian
perinatal dikarenakan pada masa neonatal kekebalan tubuh yang dimiliki
belum sempurna, infeksi menyerang pembuluh darah. Gejala dari infeksi
neonatonlm yang tidak khas kadang menyebabkan sulitnva diagnosa kasus
tersebut, terutama jika kasus infeksi terjadi dirumah, dengan gejala yang tidak
khas dan penyebaran penyakit yang sangat cepat serta diperburuk oleh
minimnya pengetahuan orangtua terhadap infeksi menyebabkan penyakit ini
berlanjut sampai ketahap yang akut sehingga sulit untuk ditangani. Bahkan
kadang masyarakat membawa kasus-kasus tersebut ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang memadai jika sudah dalam kondisi yang sangat darurat.

Hubungan antara riwayat komplikasik dan kematian perinatal disebabkan


karena riwayat komplikasik yang buruk memungkinkan akan terjadi lagi pada
kehamilan sekarang dan berikutnya, dan kadang timbulnya secara tibatiba
tanpa gejala yang pasti sehingga penangannya yang diberikan terlambat.
Riwayat komplikasi buruk dapat diartikan bahwa kehamilan dan persalinan
maupun nifas sebelumnya disertai dengan komplikasi, di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. H. Abdul Moeleok diketahui bahwa tidak sedikit ibu mengalami
persalinan dengan kejadian preeklamsi berat (13,4%), kelainan letak (5,49%),
plasenta previa (5,14%), dan pertus tak maju (4,40%) yang berakhir dengan
tindakan sectio secarea.

Keadaan komplikasi pada saat hamil, misalnya hipertensi menyebabkan


kelebihan proteinuria edema yang tidak murni penyebab utama pada
hipertensi. Adapun diabetes akan memberatkan ibu dan kondisi janin karena
terganggunnya pankreas dalam menghasilkan insulin yang bermanfaat bagi
pembentukan metabolisme tubuh janin. Kehamilan yang disertai penyakit
anemia mempengaruhi karena anemia akan memberatkan kehamilan dan
memperlambat pertumbuhan janin sehingga memungkinkan terjadinya partus
macet, asfiksia dan gangguan janin lainnya. Berdasrkan keterangan tersebut
maka bagi ibu yang komplikasi kehamilan untuk melakukan ANC secara

14
teratur sehingga pertumbuhan, perkembangan dan kondisi janin dan ibu dapat
dikontrol sedini mungkin.

Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya


untuk mencegah penanganan persalinan yang tidak adekuat. Oleh karena itu
ibu perlu diberikan pemahaman bahwa persalinan oleh tenaga kesehatan harus
dilakukan oleh Ibu bersalin.

Untuk mengurangi jumlah kematian perinatal, perlu adanya intervensi dari


tingkat masyarakat, tingkat pelayanan dasar, dan tingkat rujukan. Di tingkat
masyarakat misalnya dengan perawatan neonatal di rumah, ASI ekskulsif,
penggunaan buku KIA dan konseling pada saat kunjungan ANC. Dalam hal
ini, tentu perlu adanya pendampingan atau instruksi khusus dari tenaga
medis.2 Di tingkat pelayanan dasar yaitu dengan adanya penyuluhan serta
promosi perawatan bayi neonatal kepada ibu bersalin, serta pertolongan
pertama bayi neonatal yang mengalami gangguan atau sakit, persalinan yang
ditolong/ didampingi oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan neonatal
esensial, kunjungan neonatus sebanyak minimal 3 kali, dan Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Dasar (PONED).3 Kunjungan antenatal care sangat
berhubungan dengan kematian perinatal, maka untuk mencegah kematian
perinatal, ibu harus melakukan kunjungan antenatal minimal 4 kali selama
kehamilan.

Pentingnya kunjungan antenatal care atau kunjungan pemeriksaan


kehamilan kemungkinan karena dengan melakukan pemeriksaan kehamilan
ibu hamil akan meningkatkan kewaspadaan dalam memelihara kesehatan janin
mupun kesehatan ibu hamil itu sendiri kerena dalam pemeriksaan kehamilan,
ibu hamil mendapat layanan seperti vaksinasi tetanus toxoid, penjelasan tanda
tanda komplikasi, menerima pil besi, dan pemeriksaan tekanan darah, ke
semua pelayanan kesehatan tersebut sangat bermanfaat bagi kualitas bayi yang
akan dilahirkan juga bagi kesehatan ibu sendiri.

15
2. Prinsip-Prinsip Penurunan AKB/AKBa

Arah dan strategi kebijakan penurunan AKI, AKB dan AKABA di


Indonesia adalah:

a) Pemerintah perlu meningkatkan anggaran program pembinaan


pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi dan program pembinaan
pelayanan kesehatan anak sebesar 6% dari total anggaran sektor
kesehatan dalam APBN 2014. Saat ini dalam kebijakan anggaran
kesehatan, program pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan
reproduksi dan program pembinaan pelayanan kesehatan anak
hanya mendapatkan anggaran sebesar Rp. 248 milyar atau sekitar
0,54 % dari total anggaran sektor kesehatan dalam APBN 2014.
Angka ini sangat kecil bila dibandingkan dengan permasalahan
yang dihadapi saat ini dengan melonjaknya AKI dan rendahnya
penurunan AKB dan AKABA. Pemerintah perlu mengalokasikan
anggaran 6 % dari total anggaran sektor kesehatan untuk
intervensi program. Selama ini kebijakan anggaran untuk KIA
lebih mengatasi persoalan hilir yang bersifat kuratif seperti
ketersedian Pelayanan Obsetri Neonatal Emergensi Dasar
(PONED) dan Pelayanan Obsetri Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK). Tapi sedikit yang menyentuh persoalan
hulu (preventif) seperti pencegahan terhadap hami di usia remaja,
perbaikan gizi ibu hamil dan remaja serta program – program lain
yang bersifat penyuluhan tentang kesehatan ibu dan reproduksi.
b) Memperkuat basis pelayanan KIA dalam skema Jaminan Kesehatan
Nasional. Pada Januari 2014, pemerintah memulai program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). JKN memberikan
perlindungan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan. Bagi masyarakat yang tidak
mampu, pemerintah menanggung premi asuransi. Artinya, tidak
ada masyarakat di Indonesia yang tidak bisa akses ke pelayanan

16
kesehatan. Pemerintah perlu memperkuat basis pelayanan bagi
KIA. Bila dulu Jaminan Persalinan (Jampersal) banyak
ditemukan permasalahan maka dalam JKN nanti ini harus
diperbaiki. Cakupan pelayanan ibu hamil, melahirkan dan pasca
melahirkan harus ada dalam skema JKN. Begitu juga pelayanan
kesehatan anak juga harus optimal dilakukan dalam JKN.
c) Revitalisasi program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB)
di Indonesia. Kini saatnya pemerintah melakukan perbaikan dalam
desain program KKB. Selama ini koordinasi kelembagaan dan tata
kelola antara pusat-daerah lemah. Perlu ada perubahan dalam
mekanisme tata kelola terhadap program KKB. BKKBD
wajib ada disetiap propinsi dan kabupaten/kota karena inilah
yang menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan program KKB.
Fungsi anggaran juga harus jelas dan memadai untuk mendukung
program KKB. Selama ini, kebijakan KKB selalu terkendala dengan
minimnya alokasi anggaran. Bukan hanya AKI yang akan tertangani
atau karena fokus MDGs, hal ini merupakan bagian vital dalam desain
pembangunan Indonesia ke depan.
d) Pemerintah pusat perlu mendorong setiap pemerintah daerah untuk
membuat Rencana Aksi Daerah (RAD) Penurunan AKI, AKB dan
AKABA. RAD merupakan implementasi dari Rencana Aksi Nasional
(RAN) Penurunan AKI, AKB dan AKABA yang dibuat pemerintah
pusat untuk mempercepat penurunan AKI paska kenaikan AKI
dalam SDKI 2012. RAD sangat penting dalam implementasi RAN
karena daerah merupakan ujung tombak terhadap penurunan AKI,
AKB dan AKABA. RAD harus bisa diimplementasikan dalam
agenda pembangunan kesehatan ibu dan anak di daerah. Agar lebih
efektif maka setiap daerah perlu di dorong regulasi bisa berupa
Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, Peraturan Walikota atau
Peraturan Bupati yang penting ada payung hukumnya seperti yang
dilakukan di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Takalar dan

17
Kabupaten Kupang. Pemerintah pusat dapat melakukan supervisi
kepada daerah baik berupa program asistensi atau transfer anggaran ke
daerah dalam rangka mempercepat penurunan AKI di Indonesia.

D. KAITAN BUDAYA DAN GENDER DENGAN KESEHATAN BAYI


Mitos dan kepercayaan dalam pengasuhan anak merupakan cerita turun-
temurun yang berisi larangan atau kepercayaan – kepercayaan yang dianggap
benar oleh pengasuhnya dalam hal mengasuh anak usia 0-59 bulan. Biasanya,
mitos dan kepercayaan yang beredar di masyarakat tidak masuk akal bahkan
ada yang merugikan masyarakat itu sendiri. Berikut ini adalah mitos dan
kepercayaan tentang pengasuhan anak yang ada di Indonesia.

1. Bayi Laki-laki lebih lambat dalam berjalan dan berbicara di banding


bayi perempuan

Pada dasarnya masa bayi merupakan masa awal perkembangan manusia


dari berbagai aspek. Pada masa ini, anak cenderung lebih banyak
mengembangkan aspek sensorimotor. Bayi mulai berjalan ketika memasuki
usia 7 bulan. Ketika usia 11 bulan bayi mulai dapat berjalan sendiri dengan
begitu mudah.

Selain itu, dari segi kognitif (cara kerja otak), bayi mulai memahami kata
pertama pada usia 5 bulan dan mulai dapat mengucapkan kata pertamanya
pada usia 13 bulan. Meski begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa
bayi yang ketika memasuki bulan tersebut belum mulai dapat berjalan dan
berbicara. Penyebabnya karena adanya gangguan sensorimotor serta
kurangnya stimulasi yang memancing bayi untuk berbicara. Hal ini dapat
terjadi pada bayi laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian, mitos jika
bayi laki-laki lebih lambat berjalan dan berbicara dibanding bayi perempuan
(Santrock,2011).

18
2. Memandikan bayi dengan air dingin dapat membuat bayi lebih kuat
daya tahan tubuhnya

Mitos ini tentu saja tidak benar. Itu sebabnya setelah lahir orang tua
membedong bayinya. Sesungguhnya air dingin dapat membuat pembakaran
dan metabolisme tubuh bayi meningkat. Sehingga makanan di dalam tubuh
bisa habis untuk mengatur suhu tubuh. Bayi bisa kehabisan tenaga dan
akhirnya menjadi mudah sakit. Bayi harus mandi dengan air hangat. Jangan
berlama-lama memandikan bayi dan usahakan bayi langsung dalam keadaan
hangat setelah mandi (Limbong,2017).

3. Bayi berjalan jinjit menunjukkan kelainan pada proses tumbuh


kembang

Selama ini, ada anggapan baha bayi berjalan jinjit menunjukkan kelainan
pada proses tumbuh kembang balita. Namun, faktanya tak selalu demikian.
Menurut penjelasan dokter, berjalan jinjit adalah hal ajar dalam proses
perkembangan anak, terutama bila masih belajar berjalan. Alasannya, di usia
0-3 tahun, tendon achilles (otot besar di belakang pergelangan kaki yang
menghubungkan otot betis ke tulang tumit) belum cukup relaks, sehingga
secara alami, mayoritas anak akan berjalan secara berjinjit. Hal perlu
diperhatikan adalah bila anak tetap berjalan berjinjit meski usianya sudah
empat tahun atau lebih. Kondisi ini bisa jadi indikasi bahwa ia mengalami
kekakuan otot. Kemungkinan lain, pertanda anak mengalami autisme atau
cerebral palsy . sebaiknya ibu segera konsultasi ke dokter jika anak mengalami
hal ini.

4. Perbaikan sepatu agar cepat belajar jalan

Faktanya memakaian sepatu pada anak yang belum mampu berjalan


sempurna justru menyulitkan ia mengoordinasikan gerak tubuh dan menjaga
keseimbangan. Dokter justru menyarankan untuk membiarkan telapak kaki

19
anak bersentuhan langsung dengan lantai. Bayi menggunakan telapak kaki
mereka untuk “mencengkram” lantai agar tidak terjatuh selama belajar
berjalan.

20
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi pada minggu pertama
kehidupan bayi (WHO, 2015). Oleh karena itu, kematian neonatal dini
adalah bayi yang dilahirkan dalam keadaan hidup namun kemudian
meninggal dalam 7 hari pertama kehidupannya (yaitu pada minggu
pertama setelah kelahirannya). Kematian bayi adalah jumlah bayi lahir
hidup yang meninggal pada rentang waktu antara 7 hingga 28 hari (yaitu
dalam minggu kedua hingga keempat dari kehidupannya). Setiap bayi
yang lahir hidup mempunyai kondisi masa kehamilan, proses kelahiran
dan lingkungan yang mungkin juga berbeda serta akses pelayanan
terhadap fasilitas kesehatan yang mungkin juga berbeda.

Mitos dan kepercayaan dalam pengasuhan anak merupakan cerita turun-


temurun yang berisi larangan atau kepercayaan – kepercayaan yang
dianggap benar oleh pengasuhnya dalam hal mengasuh anak usia 0-59
bulan. Biasanya, mitos dan kepercayaan yang beredar di masyarakat tidak
masuk akal bahkan ada yang merugikan masyarakat itu sendiri. Berikut ini
adalah mitos dan kepercayaan tentang pengasuhan anak yang ada di
Indonesia.

B. SARAN
Demikian tugas pembuatan makalah ini, meskipun jauh dari kata
kesempurnaan harapan kami dengan adanya makalah ini kita dapat
mengetahui tentang mencari ridho Allah yang luar biasa tersebut. Dan
semoga dengan adanya pembuatan makalah ini kita dapat mengambil
manfaatnya khususnya bagi para pembaca sekalian.

21
DAFTAR PUSTAKA

22

Anda mungkin juga menyukai