Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ILMU FORENSIK REFARAT

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER APRIL 2024


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS

OLEH:

Wulan Apriliantisyah

111 2020 2129

DOKTER PENDIDIK KLINIK :

dr. Denny Mathius, Sp.F, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2024

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka

laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat

semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad SAW

beserta para keluarga, sahabat-sahabatnya dan orang-orang yang

mengikuti ajaran beliau hingga akhir zaman.

Refarat yang berjudul “abortus provokatus kriminalis” ini

disusun sebagai persyaratan untuk memenuhi kelengkapan bagian.

Penulis mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya atas semua

bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak

langsung selama penyusunan refarat ini hingga selesai. Secara khusus

rasa terimakasih tersebut penulis sampaikan kepada dr. Denny Mathius,

Sp. F, M. Kes, sebagai pembimbing dalam penulisan refarat ini.

Penulis menyadari bahwa refarat ini belum sempurna, untuk saran

dan kritik yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan

penulisan laporan kasus ini. Terakhir penulis berharap, semoga refarat ini

dapat memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi

pembaca dan khususnya bagi penulis juga.

Makassar, April 2024

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Wulan Apriliantisyah

NIM : 111 2020 2129

Refarat : Abortus provokatus kriminalis

Telah menyelesaikan tugas Refarat yang berjudul “Abortus provokatus

kriminalis” dan telah disetujui dan dibacakan dihadapan dokter pendidik

klinik dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu Forensik

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

April 2024

Menyetujui,

Dokter Pendidik Klinik Penulis

3
DAFTAR ISI

SAMPUL ..................................................................................................i

KATA PENGANTAR................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................iv

ABSTRAK................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan.......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi................................................................................................2

2.2 Jenis Abortus......................................................................................2

2.3 Etiologi Abortus Provokatus Kriminalis...............................................5

2.4 Metode Abortus Provokatus Kriminalis...............................................7

2.5 Komplikasi Abortus Provokatus Kriminalis..........................................8

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan.........................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................10

4
ABSTRAK

"Abortus Provokatus Kriminalis: Tinjauan Forensik dan

Implikasinya"

Pendahuluan : Abortus Provokatus Kriminalis (APK) adalah fenomena

kompleks yang memerlukan pemahaman menyeluruh dari sudut pandang

ilmu forensik.

Tinjauan Pustaka : Refarat ini menyajikan definisi, jenis, dan etiologi

APK, serta menganalisis berbagai metode dan faktor-faktor yang

memengaruhinya. Melalui tinjauan yang mendalam, refarat ini menyoroti

pentingnya memahami APK dari perspektif medis dan hukum. Komplikasi

dan risiko kesehatan yang terkait dengan APK juga disorot.

Kesimpulannya, APK bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga isu

sosial dan hukum yang kompleks. Pendekatan holistik dalam menangani

APK ditekankan sebagai langkah penting dalam melindungi hak dan

kesejahteraan individu.

Kesimpulan : Refarat ini berkontribusi dalam pemahaman APK,

memberikan dasar bagi penanganan yang lebih holistik dan berkelanjutan

terhadap fenomena yang kompleks ini.

5
ABSTRACT

"Criminal Provocative Abortion: Forensic Review and its

Implications"

Introduction: Criminal Provocative Abortion (CPA) is a complex

phenomenon that requires comprehensive understanding from a forensic

perspective.

Literature Review: This paper presents definitions, types, and etiology of

CPA, as well as analyzes various methods and influencing factors.

Through an in-depth review, this paper highlights the importance of

understanding CPA from both medical and legal perspectives.

Complications and health risks associated with CPA are also discussed. In

conclusion, CPA is not only a health issue, but also a complex social and

legal matter. A holistic approach to addressing CPA is emphasized as an

important step in protecting the rights and well-being of individuals.

Conclusion: This paper contributes to the understanding of CPA,

providing a basis for a more holistic and sustainable approach to

addressing this complex phenomenon.

6
BAB I

1.1 PENDAHULUAN

Abortus, atau yang lebih dikenal sebagai aborsi, adalah proses

pengakhiran kehamilan dengan mengeluarkan hasil kehamilan dari

rahim sebelum waktu kelahiran yang normal1. Aborsi dapat terjadi

secara alami (spontan) atau disengaja (provokatus) 2. Aborsi spontan

terjadi tanpa campur tangan manusia dan sering disebut sebagai

keguguran, sedangkan aborsi provokatus melibatkan campur tangan

manusia dengan berbagai metode, seperti penggunaan obat-obatan,

alat-alat fisik, atau intervensi medis3.

Abortus Provokatus Kriminalis (APK) merupakan fenomena

yang kompleks dan kontroversial dalam praktik kedokteran dan

hukum4. APK merujuk pada pengakhiran kehamilan secara ilegal atau

tidak sah, yang seringkali dilakukan di luar kerangka hukum yang

berlaku5. Fenomena ini memiliki implikasi yang mendalam terhadap

kesehatan perempuan, hukum, dan masyarakat secara keseluruhan6.

Dalam konteks ini, refarat ini bertujuan untuk menggali secara

mendalam tentang APK, mulai dari definisi, faktor penyebab, metode

pelaksanaan, hingga dampaknya terhadap individu dan masyarakat.

Melalui analisis yang komprehensif, refarat ini berupaya memberikan

pemahaman yang lebih baik tentang fenomena APK dan memberikan

landasan bagi penanganan yang lebih holistik dan berkelanjutan.

1.2 Latar Belakang

1
1.3 Manfaat Refarat

1.4 Tujuan Refarat

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Abortus, atau yang lebih dikenal sebagai aborsi, adalah proses

pengakhiran kehamilan dengan mengeluarkan hasil kehamilan dari

rahim sebelum waktu kelahiran yang normal1. Aborsi dapat terjadi

secara alami (spontan) atau disengaja (provokatus) 2. Aborsi spontan

terjadi tanpa campur tangan manusia dan sering disebut sebagai

keguguran, sedangkan aborsi provokatus melibatkan campur tangan

manusia dengan berbagai metode, seperti penggunaan obat-obatan,

alat-alat fisik, atau intervensi medis3

Abortus provokatus kriminalis adalah abortus yang disengaja tanpa

alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan

dilarang oleh hukum. Definisi abortus provokatus kriminalis mengacu

pada pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh

orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum. Abortus

provokatus kriminalis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti

ketidakinginan hamil atau tidak ingin memiliki anak, dorongan dari

faktor ekonomi, atau dampak dari pergaulan bebas7.

2.2. Epidemiologi Abortus Provokatus Kriminalis

Sebanyak 19,7 juta kasus abortus provokatus kriminalis terjadi

pada tahun 2003 di secara global. Setiap tahun, jumlah abortus

3
provokatus kriminalis di Indonesia mencapai 2,4 juta kasus. Adapun

faktor penyebab abortus provokatus kriminalis dapat disebabkan oleh

ketidakinginan hamil, dampak dari promiskeusitas, dan kekurangan

ilmu pengetahuan mengenai abortus provokatus kriminalis sehingga

Abortus provokatus kriminalis dapat menyebabkan kematian wanita

dan janin8.

2.3. Klasifikasi Abortus

Abortus secara medis dapat dibagi menjadi dua macam:

2.3.1. Abortus spontan, juga dikenal sebagai keguguran spontan,

adalah aborsi yang terjadi tanpa campur tangan faktor mekanis atau

penggunaan obat-obatan, melainkan disebabkan oleh faktor-faktor

alami. Berbagai macam aborsi spontan9:

a. Abortus completus (keguguran lengkap): Seluruh hasil konsepsi,

termasuk embrio atau fetus serta jaringan plasenta, dikeluarkan dari

rahim sehingga rongga rahim menjadi kosong.

b. Abortus incompletus (keguguran tidak lengkap): Hanya sebagian

dari hasil konsepsi yang dikeluarkan dari rahim, dengan decidua

(lapisan dinding rahim yang terkelupas) dan sebagian plasenta

tertinggal di dalam rahim.

c. Abortus imminens (keguguran yang terancam): Keguguran yang

membayang dan akan terjadi, namun keluarnya fetus masih dapat

4
dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan anti

spasmodika.

d. Missed abortion (abortus yang terlewatkan): Keadaan di mana

janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak

dikeluarkan selama dua bulan atau lebih.

e. Abortus habitualis (keguguran berulang): Keadaan di mana

seorang wanita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih4.

2.3.2. Abortus provocatus adalah aborsi yang disengaja, baik

dengan menggunakan obat-obatan maupun alat-alat. Istilah ini secara

resmi digunakan dalam kalangan kedokteran dan hukum. Ini adalah

suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan

untuk berkembang. Aborsi yang dilakukan secara sengaja (abortus

provocatus) terbagi menjadi dua10:

a. Abortus provocatus medicinalis adalah aborsi yang dilakukan

oleh dokter atas dasar indikasi medis, seperti ketika keberlangsungan

kehamilan akan membahayakan jiwa ibu. Abortus provocatus

medisinalis juga dikenal dengan istilah aborsi terapeutik, yang

dilakukan dengan pertimbangan medis. Di Indonesia, indikasi medis

tersebut biasanya bertujuan untuk menyelamatkan nyawa ibu.

b. Abortus provocatus criminalis adalah aborsi yang dilakukan

tanpa alasan medis yang sah atau bertentangan dengan hukum,

seperti aborsi yang dilakukan sebagai akibat dari hubungan seksual di

5
luar perkawinan. Secara umum, abortus provocatus criminalis

mengacu pada kelahiran prematur sebelum bayi dapat hidup di luar

kandungan. Pada umumnya, janin yang lahir dalam kondisi ini sudah

tidak bernyawa. Secara hukum, abortus provocatus criminalis merujuk

pada penghentian kehamilan tanpa memperhitungkan usia janin, dan

bayi yang lahir dalam kondisi ini mungkin sudah meninggal atau

hidup.

2.4. Penyebab Abortus Provokatus Kriminalis

Etiologi abortus provokatus kriminalis (APK) dapat diterangkan

melalui beberapa faktor, yang antara lain11:

a. Alasan sosial

Yaitu tidak seluruhnya kehamilan perempuan merupakan

kehamilan yang dikehendaki. Misalnya kehamilan tidak

dikehendaki dengan alasan anak sudah banyak, hamil diluar

nikah sebagai akibat pergaulan bebas, hamil akibat perkosaan

atau incest, perselingkuhan. Perempuan yang mengalami

kehamilan yang tidak dikehendaki berusaha agar kehamilannya

gugur baik melalui perantara medis (Dokter) maupun aborsi

gelap dengan resiko tinggi;

b. Alasan ekonomi

Yaitu peningkatan kesempatan kerja terutama bagi kaum

perempuan juga dianggap sebagai faktor yang akan

6
mempengaruhi peningkatan aborsi. Perkembangan ekonomi

menuju ekonomi industri melalui ekonomi manufaktur akan

secara cepat meningkatkan jumlah perempuan muda diserap

sebagai tenaga kerja, dengan latar belakang pendidikan yang

lebih tinggi. Konsekuensinya penundaan perkawinan terjadi,

padahal secara biologis mereka sudah memasuki masa

seksual aktif. Hubungan seks di luar nikah akan meningkat,

terutama karena dipicu oleh sarana hiburan dan media film

yang menawarkan kehidupan seks secara vulgar. Aborsi juga

dianggap sebagai pilihan yang tepat karena adanya kontrak

kerja untuk tidak hamil selama beberapa tahun pertama kerja

dan apabila tidak aborsi resikonya adalah dipecat dari

pekerjaan. Alasan ketidaksiapan ekonomi juga sering menjadi

pertimbangan bagi perempuan berkeluarga untuk tidak

menghendaki kehamilannya dengan melakukan aborsi,

seperti kegagalan Keluarga Berencana (KB), pendapatan

rendah yang tidak mencukupi untuk menanggung biaya hidup.

c. Alasan keadaan darurat (keadaan memaksa)

Yaitu kehamilan akibat perkosaan. Kehamilan yang

terjadi sebagai akibat pemaksaan (perkosaan) hubungan

kelamin (persetubuhan) laki-laki terhadap perempuan.

Kehamilan akibat perkosaan yang memiliki konsekuensi logis

terjadinya kehamilan. Kehamilan seorang wanita korban

7
perkosaan yang bersangkutan maupun keluarganya jelas

tidak diinginkan.

Pada kasus seperti ini, selain trauma pada perkosaan itu

sendiri, korban perkosaan juga mengalami trauma terhadap

kehamilan yang tidak diinginkan. Hal inilah yang

menyebabkan si korban menolak keberadaan janin yang

tumbuh di rahimnya. Janin dianggap sebagai objek mati, yang

pantas dibuang.

d. Kehamilan sebagai akibat hubungan kelamin di luar

perkawinan.

Pergaulan bebas di kalangan anak muda menyisakan

suatu problem yang cukup besar. Angka kehamilan diluar nikah

meningkat tajam. Hal ini disebabkan karena anak muda

Indonesia belum begitu mengenal arti pergaulan bebas yang

aman, kesadaran yang amat rendah tentang kesehatan.

Minimnya pengetahuan tentang reproduksi dan kontrasepsi

maupun hilangnya jati diri akibat terlalu berhaluan bebas seperti

negara-negara barat tanpa dasar yang kuat. Hamil di luar nikah

jelas merupakan suatu aib bagi wanita yang bersangkutan,

keluarganya maupun masyarakat pada umumnya. Masyarakat

tidak menghendaki kehadiran anak haram di dunia. Akibat

adanya tekanan psikis yang diderita wanita hamil maupun

keluarganya, membuat mereka mengambil jalan pintas untuk

8
menghilangkan sumbernya yakni pengguguran kandungan.

2.5. Metode Abortus Provokatus Kriminalis

Metode abortus provokatus kriminalis yang umum digunakan adalah7:

2.5.1. Kekerasan mekanik

Dapat dilakukan dari luar maupun dari dalam. Kekerasan ini

dapat dilakukan oleh ibu sendiri atau dengan bantuan orang lain.

Kekerasan ini terdiri dari :

a. Umum

Metode ini dilakukan secara langsung pada uterus atau tidak

langsung dengan menyebabkan kongesti dari organ-organ pelvis

dan menyebabkan perdarahan diantara uterus dan membran

pelvis.

Metode yang dilakukan seperti penekanan pada abdomen

seperti pemukulan, pengurutan dan melompat-lompat. Aktifitas

yang berlebihan seperti mengendarai sepeda, mengangkat benda

berat. Cupping / meletakkan sumbu api pada daerah hipogastrium

dan menutupmya dengan sebuah mangkuk yang menimbulkan

penarikan oleh mangkuk yang menyebabkan separasi dari plasenta

dibawahnya.

b. Lokal

Yaitu kekerasan yang dilakukan dari dalam dengan

9
manipulasi vagina dan uterus. Misalnya, dengan penyemprotan air

sabun atau air panas pada porsio, pemasangan laminaria stif atau

kateter ke dalam serviks, manipulasi serviks dengan jari tangan,

manipulasi uterus dengan melakukan pemecahan selaput amnion

atau penyuntikan ke dalam uterus. Penyuntikan ini dapat

menyebabkan emboli udara.

2.5.2. Obat-obatan

Dalam masyarakat, penggunaan obat tradisional seperti

nanas muda, jamu peluntur dan lain-lain sudah lama dikenal.

Abortivum, obat yang sering dipakai di masyarakat awam untuk

pengguguran dapat diabagi dalam beberapa golongan12.

a. Emmenogogues : obat yang merangsang atau meningkatkan

aliran darah menstruasi (peluruh haid) seperti apiol, minyak

pala, oleum rutae.

b. Ecbolics : obat ini membuat kontraksi uterus seperti derivat

ergot, kinina, ekstrak pituitary, estrogen sintetik dan strychine.

Obat jenis ini harus digunakan dalam dosis besar untuk

pengguguran sehingga dapat menimbulkan bahaya.

c. Obat yang bekerja pada gastrointestinal yang menyebabkan

muntah (emetikum) seperti asam tartar, obat ini menyebabkan

eksitasi uterus untuk berkontraksi dengan adanya kontraksi

paksa dari lambung dan kolon serta dapat menyebabkan

hiperemia.

10
d. Obat-obat yang bekerja melalui tarktus digestivus bekerja

sebagai pencahar seperti, castor oil, croton oil, magnesium

sulphate dan lain-lain, menyebabkan peredaran darah di pelvik

meningkat, sehingga mempengaruhi hasil konsepsi.

e. Obat-obat yang bersifat iritan pada traktus genitourinarius yang

mempengaruhi refleks kontraksi uterus seperti tansy oil,

turpentine oil, ekstrak chantaridium (dalam dosis besar

menyebabkan inflamsi ginjal dan albuminuria), kalium

permanganas menyebabkan inflamasi dan perdarahan karena

erosi pembuluh darah.

f. Obat-obat iritan yang bersifat racun, seperti iritan inorganc

metalik (timah, antimony, arsenik, fosforus, mercury), iritan

organik (pepaya, nanas muda, akar Pl umago rosea dan jus

calatropis).

2.6. Komplikasi Abortus Provokatus Kriminalis

Komplikasi yang dapat timbul akibat abortus sering dikenal dengan

trias komplikasi yaitu perdarahan, kerusakan alat genital, dan infeksi

yang berakhir dengan infertilitas. Secara medis aborsi dapat

menimbulkan komplikasi yang serius meliputi13:

a. Infeksi Alat Reproduksi

Infeksi dapat timbul akibat penggunaan peralatan atau tangan yang

tidak steril, tertinggalnya sisa jaringan kehamilan dalam rahim, ibu

telah terkenal infeksi sewaktu di lakukan aborsi dan terbentuknya

11
lubang pada rahim.

b. Perdarahan Berat Pada Vagina.

Perdarahan yang hebat ini biasanya disebabkan oleh tertinggalnya

jaringan kehamilan dalam rahim. Rahim tidak mampu berkontraksi

sehingga perdarahan terus berlangsung. Perdarahan hebat ini

dapat memicu terjadinya syok dan kematian.

c. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok

hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik).

d. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus

dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita

perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera

dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi

dikerjakanlah penjahitan luka perforasi atau histerektomi. Perforasi

uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam

menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya

luas dan mungkin pula terjadi perlukaan pada kandungan kemih

dan usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya

perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan

luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukaan pada

alat-alat lain, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan

seperlunya guna mengatasi keadaan.

12
e. Emboli Udara

Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke

dalam uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan,

selain cairan juga gelembung udara masuk ke dalam uterus,

sedangkan

pada saat yang sama sistem vena di endometrium dalam keadaan

terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan

kematian, sedangkan dalam jumlah 70-100 ml dilaporkan dapat

memastikan dengan segera.

f. Kerusakan faal ginjal

Faal ginjal rusak disebabkan karena infeksi dan syok. Pada pasien

dengan abortus diurese selalu harus diperhatikan. Pengobatan

ialah dengan pembatasan cairan dengan pengobatan infeksi.

2.7. Pemeriksaan Forensik Korban Abortus

2.7.1. Pemeriksaan Korban Hidup

Pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan aborsi,

usaha dokter adalah mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan dan

usaha penghentian kehamilan, pemeriksaan toksikologi,

pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, terhadap jaringan dan

janin yang mati serta menentukan cara pengguguran yang

dilakukan serta sudah berapa lama melahirkan.

Pemeriksaan test kehamilan masih bisa dilakukan beberapa

hari sesudah bayi dikeluarkan dari kandungan, dimana serum dan

13
urin wanita memberikan hasil positif untuk hCG sampai sekitar 7-10

hari. Tanda-tanda kehamilan pada wanita dapat ditemukan nyeri

tekan di daerah perut, kongesti pada labia mayor, labia minor dan

cervix, tanda-tanda ini biasanya tidak mudah dijumpai jika

kehamilan masih muda. Bila segera sesudah melahirkan mungkin

masih dijumpai sisa plasenta yang pemastiannya perlu

pemeriksaan secara histopatologi, luka, peradangan, bahan-bahan

yang tidak lazim di dalam liang senggama. Pemeriksaan luar pada

perineum, genitalia eksternal dan vagina harus diteliti dengan baik

untuk melihat adanya tanda- tanda luka seperti abrasi, laserasi,

memar dan lain-lain. Kondisi ostium serviks juga harus diamati,

dimana masih dalam keadaan dilatasi dalam beberapa hari.

Besarnya dilatsi tergantung pada ukuraan fetus yang dikeluarkan.

Pada ostium juga bisa tampak abrasi/laserasi/memar akibat

instrumentasi. Adanya perlukaan, tanda bekas forcep ataupun

instrumen yang lainnya di sekitar genitalia.

Pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk mengetahui

adanya obat/zat yang dapat mengakibatkan abortus. Perlu juga

dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha penghentian

kehamilan dan pemeriksaan mikroskopis terhadap sisa jaringan14.

2.7.2. Pemeriksaan Korban Mati

Temuan otopsi pada korban yang meninggal tergantung pada

cara melakukan abortus serta interval waktu antara tindakan

14
abortus dan waktu kematian. Abortus yang dilakukan oleh ahli yang

terampil mungkin tidak meninggalkan bekas dan bila telah

berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang mungkin

timbul atau penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan ta nda-

tanda abortus kriminal. Pemeriksaaan dilakukan menyeluruh

melalui pemeriksaan luar dan dalam. Pemeriksaan ditujukan pada15

a. Menentukan perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau

tidak. Untuk itu diperiksa :

1) Payudara secara makroskopis maupun mikroskopis

2) Ovarium, mencari adanaya corpus luteum

persisten secara m ikroskopis

3) Uterus, lihat besarnya uterus, kemungkinan sisa janin dan

secara mikroskopis adanya sel-sel trofoblas dan sel-sel decidua

b. Mencari tanda-tanda cara abortus provokatus dilakukan

1) Mencari tanda-tanda kekerasan lokal seperti memar, luka,

perdarahan pada jalan lahir

2) Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak

steril

3) Menganalisa cairan yang ditemukan dalam vagina dan cavum

uteri

c. Menentukan Sebab kematian. Apakah karena syok, emboli

udara, emboli cairan atau emboli lemak. Pada pemeriksaan dalam

15
akan dijumpai16 :

1) Uterus : Ukuran uterus harus diamati, juga dilihat apakah

membesar, lembut dan kongesti. Dinding uterus dapat

menunjukkan adanya penebalan pada potongan longitudinal.

Rongga uterus dapat menunjukkan adanya sebagian hasil

konsepsi yang tertinggal. Uterus dari wanita tidak hamil berukuran

sekitar 7,0 cm, lebar 5,0cm dan tebal 2,0 cm. Kemudaian panjang

menjadi 10cm pada kehamilan akhir bulan ketiga, 12,5 cm pada

akhir bulan keempat, 16cm pada akhir bulan keenam, 20cm pada

akhir bulan kedelapan, dan 27 cm pada akhir bulan kesembilan.

Uterus juga dapat menunjukkan adanya perforasi. Endometrium

menunjukkan tanda-tanda dilakukannnya kuretase. Plasenta

masih dapat tertinggal jika evakuasi dilakukan tidak bersih. Pada

kasus penggunaan bahan kimia, permukaan uterus bagian dalam

dapat mengalami perubahan warna akibat warna dari zat yang

digunakan atau telah terjadi kerusakan.

Jika air sabun yang digunakan, mungkin busa-busanya masih

dapat tersisa. Juga bisa didapatkan sisa instrumen yang

digunakan seperti akar tanaman. Swab uterus diambil untuk

mikrobiologi, dan jaringan dimasukkan dalam formalin untuk

diperiksa ke patologi anatomi.

2) Ovarium : kedua ovarium harus diperiksa untuk melihat adanya

16
corpus luteum. Ovarium dapat terlihat kongesti. Pada beberapa

kasus dapat diambil juga sampel untuk pemeriksaan laboratorium.

3) Jantung : pada pembukaaan jantung dicari adanya emboli

udara, serta sampel darah dikirim untuk diperiksa baik yang

berasal dari vena cava inferior dan kedua ventrikel

2.7.3. Pemeriksaan Janin

Pada pemeriksaaan akibat abortus (membedakan dengan

pembunuhan anak sendiri), tidak akan didapati tanda-tanda telah

bernafas. Sering didapati sudah mengalami pembusukan. Ukuran

tumit-pencak kepala dicatat. Paling penting melihat adanya tanda-

tanda kekerasan pada tubuh bayi, misalnya akibat benda yang

dimasukkan pervaginam (alat kuret, batang kayu kecil,dan lain-lain)

atau bagian yang melekat di tubuh bayi dalam usaha pengguguran

dengan penyemprotan rahim dengan bahan kimia.

Pemeriksaan dalam tetap dilakukan untuk melihat keadaan

organ dalam. Sering urin masih melekat/ berhubungan dengan

bayi. Periksa panjang tali pusat, permukaan plasenta dan lain-lain17.

2.8. Pemeriksaan Penunjang

- Tes kehamilan akan menunjukkan hasil positif bila janin masih

hidup bahkan 2-3 hari setelah abortus.

- Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin

masih hidup.

- Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

17
2.9. Pengobatan

2.9.1 Pengobatan

1. Abortus Imminens

- Tirah baring Istirahat baring (bedrest), bertujuan untuk

menambah aliran darah ke uterus dan mengurangi

perangsangan mekanis. Ibu (pasien) dianjurkan untuk

istirahat baring.

- Periksa tanda-tanda vital (suhu, nadi dan pernafasan)

- Kolaborasi dalam pemberian sedativa (untuk mengurangi

rasa sakit dan rasa cemas), tokolisis dan progesterone,

preparat hematik (seperti sulfat ferosus atau tablet besi).

- Hindarkan intercose.

- Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.

- Bersihkan vulva minimal 2 kali sehari untuk mencegah infeksi

terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.

2. Abortus Insipiens

- Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, bahwa perforasi pada

kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus

dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.

- Biasanya penatalaksanaan yang dilakukan pada kehamilan

kurang dari 12 minggu yang disertai perdarahan adalah

pengeluaran janin atau pengosongan uterus memakai kuret

18
vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan

memakai kuret tajam.

- Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal

dilakukan pengeluaran plasenta secara manual.

3. Abortus Inkomplit

- Bila disertai syok karena perdarahan diberikan infuse cairan

fisiologi NaCl atau Ringer Laktat dan tranfusi darah selekas

mungkin.

- Setelah syok diatasi dilakukan kerokan dengan kuret tajam

dan diberikan suntikan untuk mempertahankan kontraksi otot

uterus.

- Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal

dilakukan pengeluaran plasenta secara manual.

- Diberikan antibiotika untuk mencegah infeksi

4. Abortus komplit

- Tidak memerlukan terapi khusus tetapi untuk membantu

involusi uterus dapat diberikan methergin tablet.

- Bila pasien anemia dapat diberikan sulfat ferosus (zat besi)

atau transfuse darah.

5. Abortus infeksius

- Pemberian terapi antibiotika (penisilin, metrodazole,

ampicillin, streptomycin, dan lain-lain) untuk

menanggunglangi infeksi.

19
- Bila perdarahan banyak dilakukan pemberian transfusi darah.

- Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan

antibiotika atau lebih cepat lagi bila terjadi perdarahan, sisa

konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.

- Pemasangan CVP (Central Venosus Pressure) untuk

pengontrolan cairan.

- Pemberian kortikosteroid dan heparin bila ada Disseminated

Intravascular Coagulation.

6. Abortus Habitualis

- Memperbaiki keadaan umum.

- Perbaikan gizi dan istirahat yang cukup.

- Terapi hormon progesterone dan vitamin.

- Kolaborasi untuk mengetahui faktor penyebab

2.10.Prognosis

BAB III

KESIMPULAN

Abortus provocatus, atau yang dikenal sebagai aborsi, adalah

pengakhiran atau pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum

waktunya dengan campur tangan manusia. Faktor-faktor seperti

kegagalan kontrasepsi, tekanan sosial atau ekonomi, dan masalah

psikologis dapat menjadi penyebab abortus provocatus kriminalis. Metode

yang digunakan untuk abortus provocatus kriminalis meliputi penggunaan

obat-obatan, alat-alat fisik, medis, tradisional, dan lainnya. Komplikasi dari

20
abortus provocatus kriminalis dapat mengakibatkan risiko infeksi dan

kesehatan yang serius bagi individu yang melakukan aborsi ilegal

tersebut. Penting untuk memahami bahwa aborsi provocatus kriminalis

adalah tindakan ilegal dan berpotensi berbahaya, sehingga peningkatan

akses terhadap layanan aborsi yang aman dan legal serta dukungan yang

memadai bagi individu yang menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan

sangatlah penting.

21
DAFTAR PUSTAKA
1. Grimes, D. A., Benson, J., Singh, S., Romero, M., Ganatra, B.,
Okonofua, F. E., & Shah, I. H. (2006). Unsafe abortion: the
preventable pandemic. The Lancet, 368(9550), 1908-1919.
2. Sedgh, G., Singh, S., & Hussain, R. (2014). Intended and
unintended pregnancies worldwide in 2012 and recent trends.
Studies in Family Planning, 45(3), 301-314.
3. World Health Organization (WHO). (2019). Safe abortion: technical
and policy guidance for health systems (2nd ed.). Geneva: WHO.
4. Bearak, J., Popinchalk, A., Ganatra, B., Moller, A. B., Tunçalp, Ö.,
Beavin, C., & Rossier, C. (2020). Unintended pregnancy and
abortion by income, region, and the legal status of abortion:
estimates from a comprehensive model for 1990–2019. The Lancet
Global Health, 8(9), e1152-e1161.
5. Haddad, L. B., Nour, N. M., & Unsafe Abortion: Causes. (2009).
Prevention, Intervention, and Resources. In Seminars in
Perinatology (Vol. 33, No. 2, pp. 68-73). WB Saunders.
6. Shah, I. H., & Åhman, E. (2012). Unsafe abortion: global and
regional incidence, trends, consequences, and challenges. Journal
of Obstetrics and Gynaecology Canada, 34(11), 1042-1052.
7. Rochayati S. (2018). Legalitas Tindakan Abortus Provocatus
Perkosaan. Leg Tindakan Abort Provocat Perkosaan. 16:75-85.
8. Khezri, M., Tavakoli, F., Schwartz, S., Karamouzian, M., Sharifi, H.,
McKnight, C. A., Jarlais, D. D., Baral, S., & Shokoohi, M. (2023).
Global epidemiology of abortion among female sex workers: a
systematic review, meta-analysis, and meta-regression. Annals of
epidemiology, 85, 13–37.
https://doi.org/10.1016/j.annepidem.2023.06.022
9. Verma, N., & Grossman, D. (2023). Self-Managed Abortion in the
United States. Current obstetrics and gynecology reports, 12(2),
70–75. https://doi.org/10.1007/s13669-023-00354-x

22
10. Schmidt, E. O., Katz, A., & Stein, R. A. (2022). Mifepristone: A Safe
Method of Medical Abortion and Self-Managed Medical Abortion in
the Post-Roe Era. American journal of therapeutics, 29(5), e534–
e543. https://doi.org/10.1097/MJT.0000000000001559
11. Gupta, S., Perry, B., & Simon, K. (2023). Trends in Abortion- and
Contraception-Related Internet Searches After the US Supreme
Court Overturned Constitutional Abortion Rights: How Much Do
State Laws Matter?. JAMA health forum, 4(4), e230518.
https://doi.org/10.1001/jamahealthforum.2023.0518
12. Thornburg, B., Kennedy-Hendricks, A., Rosen, J. D., & Eisenberg,
M. D. (2024). Anxiety and Depression Symptoms After the Dobbs
Abortion Decision. JAMA, 331(4), 294–301.
https://doi.org/10.1001/jama.2023.25599
13. Clarke, D., & Mühlrad, H. (2021). Abortion laws and women's
health. Journal of health economics, 76, 102413.
https://doi.org/10.1016/j.jhealeco.2020.102413
14. Juarez, F., Bankole, A., & Palma, J. L. (2019). Women's abortion
seeking behavior under restrictive abortion laws in Mexico. PloS
one, 14(12), e0226522.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0226522
15. Drovetta R. I. (2015). Safe abortion information hotlines: An
effective strategy for increasing women's access to safe abortions
in Latin America. Reproductive health matters, 23(45), 47–57.
https://doi.org/10.1016/j.rhm.2015.06.004
16. Freeman, C., & Rodríguez, S. (2024). The chemical geographies of
misoprostol: Spatializing abortion access from the biochemical to
the global. Annals of the American Association of
Geographers, 114(1), 123–138.
https://doi.org/10.1080/24694452.2023.2242453
17. Kapp, N., & Lohr, P. A. (2020). Modern methods to induce abortion:
Safety, efficacy and choice. Best practice & research. Clinical

23
obstetrics & gynaecology, 63, 37–44.
https://doi.org/10.1016/j.bpobgyn.2019.11.008

24

Anda mungkin juga menyukai