Anda di halaman 1dari 23

REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

MENGIDENTIFIKASI KASUS ABORTUS DARI SUDUT PANDANG


FORENSIK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat


Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Oleh:
Kelompok 46 J

Devira Rosinta Sari 20210420046 FK UHT


Dewa Dinamika Karunia W. 20210420047 FK UHT
Dickna Latifa Aprilia 20210420048 FK UHT
Dita Febrianty Ningrum 20210420049 FK UHT
Doris Septiar Madana 20210420050 FK UHT

Pembimbing :
dr. Eko Yunianto, Sp.F., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


RS BHAYANGKARA PUSDIK SABHARA PORONG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan laporan yang berjudul “Mengidentifikasi Kasus Abortus
dari Sudut Pandang Forensik”. Laporan referat ini disusun sebagai salah satu bagian dari
proses belajar selama kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Hang Tuah Surabaya di
bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RS Bhayangkara Pusdik Sabhara Porong.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini jauh dari sempurna, walaupun
demikian penulis mengharap kritik dan saran, tidak lupa penulis berterima kasih kepada
dokter pembimbing dr. Eko Yunianto, Sp.F., M.Kes atas bimbingan dan dorongan serta
bantuannya dalam penyusunan referat ini.
Akhir kata penulis berharap adanya saran dan kritik yang membangun dan semoga
laporan kasus ini dapat menambah wawasan serta bermanfaat bagi semua pihak.

Sidoarjo, Juli 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang...................................................................................................................4

1.2 Permasalahan.....................................................................................................................5

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................5

1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................6

2.1. Definisi.................................................................................................................................6

2.2. Jenis Abortus......................................................................................................................6

2.2.1 Abortus Spontan........................................................................................................6

2.2.2 Abortus Provokatus..................................................................................................8

2.3. Metode-Metode Aborsi dan Efek Samping....................................................................11

2.3.1 Trimester Pertama..................................................................................................11

2.3.2 Trimester Kedua.....................................................................................................13

2.4. Komplikasi Abortus ........................................................................................................16

2.5. Pembuktian Kasus Abortus ............................................................................................17

2.6. Pemeriksaan Korban Abortus........................................................................................17

2.6.1 Pemeriksaan Korban Hidup..................................................................................18

2.6.2 Pemeriksaan Post Mortem.....................................................................................19

2.7. Aborsi Dipandang Dari Segi Hukum.............................................................................19

BAB III KESIMPULAN.........................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................23

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aborsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengguguran kandungan.
Makna aborsi lebih mengarah kepada suatu tindakan yang disengaja untuk mengakhiri
kehamilan seorang ibu ketika janin sudah ada tanda-tanda kehidupan dalam rahim.
Sedangkan abortus adalah berakhirnya kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan (D.P and F., 2017).
Abortus sendiri terbagi dua yaitu abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus
spontan adalah merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya proses
kehamilan sebelum berumur 20 minggu. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang
diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan
kelainan pada sistem reproduksi. Abortus spontan sering disebut dengan keguguran.
Sedangkan abortus provokatus adalah suatu upaya yang disengaja untuk menghentikan
proses kehamilan sebelum berumur 20 minggu, dimana janin (hasil konsepsi) yang
dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup di dunia luar (Suryadi, 2020).
Abortus provokatus sendiri terbagi menjadi dua yaitu abortus provokatus artifisial
terapeutik dan abortus provokatus kriminalis. Abortus provokatus artifisial terapeutik
adalah pengguguran kandungan menggunakan alat-alat medis dengan alasan kehamilan
membahayakan dan dapat membawa maut bagi ibu, misalnya karena ibu mempunyai
penyakit berat tertentu. Abortus terapeutik diizinkan menurut ketentuan profesional
seorang dokter atas indikasi untuk menyelamatkan sang ibu. Jika ditinjau dari aspek
hukum dapat digolongkan ke dalam Abortus buatan legal. Sedangkan abortus provokatus
kriminalis adalah pengguguran kandungan tanpa alasan medis yang sah dan dilarang
hukum karena jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam abortus buatan
ilegal. Termasuk dalam abortus jenis ini adalah abortus yang terjadi atas permintaan pihak
perempuan, suami, atau pihak keluarga kepada seorang dokter untuk menggugurkan
kandungannya (Suryadi, 2020).
Aborsi di dunia, di Indonesia khususnya, tetap menimbulkan banyak persepsi dan
bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga dari sudut
pandang hukum dan agama. Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena
memberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab
kematian ibu yang utama adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.
Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak aman,

4
70 ribu perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu
disebabkan oleh aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi tidak aman) diantaranya
bahkan terjadi di negara berkembang.
Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi, artinya 43
kasus/100 kelahiran hidup. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi
di Indonesia masih cukup besar. Suatu hal yang dapat kita tengarai, kematian akibat
infeksi aborsi ini justru banyak terjadi di negara-negara dimana aborsi dilarang keras oleh
undang-undang.

1.2 Permasalahan
1. Apa yang dimaksud dengan abortus ?
2. Apa macam-macam abortus serta penjelasannya ?
3. Metode apa saja yang digunakan untuk melakukan abortus ?
4. Apa saja komplikasi dari abortus ?
5. Bagaimana pemeriksaan untuk mengetahui suatu tindakan abortus ?
6. Bagaimana abortus menurut KUHP ?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui mengenai abortus dan landasan hukum yang mengatur abortus.
b. Tujuan Khusus
1. Mampu mengetahui definisi abortus
2. Mampu mengetahui dan menjelaskan macam-macam abortus
3. Mampu mengetahui dan menjelaskan metode-metode abortus
4. Mampu menjelaskan komplikasi abortus
5. Mampu mengetahui dan melakukan pemeriksaan terhadap korban/pelaku abortus
6. Mampu mengetahui landasan hukum yang mengatur abortus

1.4 Manfaat Penulisan


Dengan penulisan referat ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi
untuk memahami Abortus dari Sudut Pandang Forensik, cara-cara melakukan
pemeriksaan terhadap pelaku maupun korban abortus, landasan hukum abortus
berdasarkan UU Kesehatan dan KUHP, sehingga dapat membantu pengungkapan kasus
aborsi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Abortus memiliki beberapa pengertian menurut aspek medis diantaranya
pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa
kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu); pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan (berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20
minggu) (Marbun, 2018).
Pengertian abortus (pengguguran kandungan) menurut hukum ialah tindakan
menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat
usia kandungannya. Juga tidak dipersoalkan, apakah dengan pengguguran kehamilan
tersebut lahir bayi hidup atau mati. Yang dianggap penting adalah bahwa sewaktu
pengguguran kehamilan dilakukan, kandungan tersebut masih hidup. Pengertian
pengguguran kandungan menurut hukum tentu saja berbeda dengan pengertian abortus
menurut kedokteran, yaitu adanya faktor kesengajaan dan tidak adanya faktor usia
kehamilan (Sembiring and Petrus, 2019).

2.2. Jenis Abortus


Jenis-jenis abortus menurut terjadinya dibagi menjadi: (Prawirohardjo, 2016)
2.2.1. Abortus spontan
Merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya proses
kehamilan tanpa tindakan. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang diderita
si Ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan
kelainan pada sistem reproduksi, diantaranya:
A. Abortus Imminens ( Threatened abortion, Abortus mengancam )
Adalah ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa
adanya dilatasi serviks. Proses awal dari suatu keguguran, yang ditandai
dengan :
a. Perdarahan pervaginam, sementara ostium uteri eksternum masih
tertutup dan janin masih dalam intrauterine timbul pada pertengahan
trimester pertama.

6
b. TFU sesuai dengan usia gestasi berdasarkan HPHT.
c. Perdarahan biasanya sedikit, hal ini dapat terjadi beberapa hari.
d. Kadang nyeri, terasa nyeri tumpul pada perut bagian bawah menyertai
perdarahan.
e. Tidak ditemukan kelainan pada serviks dan serviks tertutup.
f. Kadar hormon hCG pada urin menentukan prognosis dari abortus
imminens, jika pemeriksaan (+) sebelum dan setelah diencerkan 1/10,
prognosis mengarah ke ad bonam dan bila (-) saat diencerkan 1/10,
maka prognosis mengarah ke ad malam.
g. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui keadaan plasenta
apakah sudah terjadi pelepasan atau belum, dan apakah ada hematoma
retroplasenta. Diperhatikan ukuran biometri janin/ kantong gestasi
apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT, gerak janin
dan denyut jantung janin.
B. Abortus Insipiens
Ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat dan
mendatar, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus, tinggi fundus uteri sesuai
dengan usia gestasi berdasarkan HPHT. Ditandai dengan adanya :
a. Nyeri perut bagian bawah seperti kejang karena kontraksi rahim kuat.
b. Robeknya selaput amnion dan adanya pembukaan serviks
c. Terjadi kontraksi uterus untuk mengeluarkan hasil konsepsi
d. Perdarahan per vaginam masif, kadang – kadang keluar gumpalan darah.
e. Tes hCG biasanya negatif namun dapat positif karena produksi hCG oleh
korion, dan bukan oleh fetus.
f. Pada pemeriksaan USG didapati pembesaran uterus yang masih sesuai
dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas
walau mungkin sudah mulai tidak normal, perhatikan apakah adanya
perdarahan retroplasenta dan ovum yang mati.
Abortus insipiens terbagi menjadi tiga, yaitu :
1. Abortus Kompletus
Ialah proses abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi (desidua
dan fetus) telah keluar melalui jalan lahir sehingga rongga rahim kosong
pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500

7
gram.
Tanda dan Gejala :
a. Serviks menutup.
b. Rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan amenorea.
c. Gejala kehamilan tidak ada.
d. Uji kehamilan biasanya positif sampai 7-10 hari setelah abortus.
2. Abortus Inkompletus
Ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Gejala
Klinis :
a. Didapati amenorea, sakit perut, dan mulas-mulas
b. Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan biasanya disertai stolsel
(darah beku).
c. Sudah ada keluar fetus atau jaringan
d. Pada pemeriksaan dalam (V.T.) untuk abortus yang baru terjadi
didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa jaringan
pada kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus yang berukuran
lebih kecil dari seharusnya.
3. Abortus Infeksious
Ialah suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi genital.
Diagnosis:
 Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah
ditolong di luar rumah sakit.
 Pemeriksaan : Kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan,
dan sebagainya.
 Tanda – tanda infeksi yakni kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,5
derajat Celcius, kenaikan leukosit dan discharge berbau pervaginam,
uterus besar dan lembek disertai nyeri tekan.
2.2.2. Abortus Provokatus
Abortus Provokatus adalah abortus yang sengaja dibuat atau merupakan
suatu upaya yang disengaja, baik dilakukan oleh ibunya sendiri atau dibantu oleh
orang lain, untuk menghentikan proses kehamilan sebelum berumur 20 minggu,
dimana janin (hasil konsepsi) yang dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup di dunia
luar. Abortus provokatus dapat dibedakan menjadi:
8
A. Abortus provokatus Medisinalis/Therapeutikus
Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi
menyelamatkan nyawa Ibu. Adapun pengguguran kandungan buatan
terapeutik telah mendapatkan pengaturan di dalam Pasal 75 UU Kesehatan
2009 yang bunyinya:
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita
penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaikisehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan;
atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan;
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Adapun bunyi pasal 76 adalah :
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medik;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.

9
Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari Pasal ini
dijabarkan antara lain mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa
ibu hamil atau janinnya, dengan syarat-syarat :
a. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan
untuk melakukannya (yaitu seorang dokter kebidanan dan penyakit
kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
b. Mengkonsultasikan dengan sedikitnya dua orang ahli, yaitu ahli obstetric /
gynekologi dan ahli penyakit dalam atau ahli jantung yang berpengalaman.
c. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum,
psikologi).
d. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga
terdekat.
e. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/ peralatan yang
memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
f. Prosedur tidak dirahasiakan.
g. Dokumen medik harus lengkap.
Pelaksanaan pengguguran kandungan diluar syarat-syarat diatas adalah
perbuatan melanggar hukum dan baik pelaku pengguguran kandungan
maupun ibu hamil yang digugurkan kandungannya.
B. Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus yang sengaja dilakukan dengan tanpa adanya indikasi medik
(ilegal) dan dilarang oleh hukum. Biasanya pengguguran dilakukan dengan
menggunakan alat-alat atau obat-obatan tertentu.
a. Kekerasan mekanik lokal
Dapat dilakukan dari luar maupun dari dalam.
 Kekerasan dari luar dapat dilakukan sendiri oleh si ibu atau oleh orang
lain,seperti melakukan gerakan fisik berlebihan,
jatuh,pemijatan/pengurutan perut bagian bawah, kekerasan langsung
pada perut atau uterus, pengaliran listrik pada serviks dan sebagainya.
 Kekerasan dari dalam yaitu dengan melakukan manipulasivagina atau
uterus. Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya dengan
penyemprotan air sabun atau air panas pada porsio, aplikasiasam
arsenik, kalium permanganat pekat, atau jodium tinktur; pemasangan
laminaria stift atau kateter ke dalam serviks; atau manipulasi serviks

10
dengan jari tangan. Manipulasi uterus, dengan melakukan pemecahan
selaput amnion atau dengan penyuntikan ke dalam uterus.
 Pemecahan selaput amnion dapat dilakukan dengan memasukkan alat
apa saja yang cukup panjang dan kecil melalui serviks. Penyuntikan
atau penyemprotan cairan biasanya dilakukandengan menggunakan
Higginson tipe syringe, sedangkan cairannya adalah air sabun,
desinfektan atau air biasa/air panas.Penyemprotan ini dapat
mengakibatkan emboli udara.
b. Obat / zat tertentu pernah dilaporkan penggunaan bahan tumbuhan yang
mengandung minyak eter tertentu yang dapat merangsang saluran cerna
hingga terjadi kolik abdomen, jamu perangsang kontraksi uterus dan
hormon wanita yang merangsang kontraksi uterusmelalui hiperemi
mukosa uterus. Hasil yang dicapai sangat bergantung pada jumlah
(takaran), sensitivitas individu dan keadaan kandungannya (usia gestasi).

2.3. Metode-Metode Aborsi dan Efek Samping


2.3.1. Trimester Pertama
A. Metode Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan
metode penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk
kehamilan usia dini. Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam
dimasukkan ke dalam rahim lewat mulut rahim yang sengaja dimekarkan.
Penyedotan ini mengakibatkan tubuh bayi berantakan dan menarik ari-ari
(plasenta) dari dinding rahim. Hasil penyedotan berupa darah, cairan ketuban,
bagian-bagian plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol yang
dihubungkan dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan kehati-hatian dalam
menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari robeknya rahim
akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan pendarahan hebat yang terkadang
berakhir pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan dapat terjadi dengan
mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian dari janin yang
tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering terjadi yang dikenal
dengan komplikasi paska-aborsi.
B. Metode D&C - Dilatasi dan Kerokan
Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa
11
untuk memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong
berkeping-keping dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari dinding
rahim. Darah yang hilang selama dilakukannya metode ini lebih banyak
dibandingkan dengan metode penyedotan. Begitu juga dengan perobekan
rahim dan radang paling sering terjadi. Metode ini tidak sama dengan metode
D&C yang dilakukan pada wanita-wanita dengan keluhan penyakit rahim
(seperti pendarahan rahim, tidak terjadinya menstruasi, dsb). Komplikasi yang
sering terjadi antara lain robeknya dinding rahim yang dapat menjurus hingga
ke kandung kencing.

Keterangan gambar:
Alat kuret dimasukkan ke dalam rahim
untuk mulai mengerok janin, ari-ari, dan
air ketuban dari rahim.

C. PIL RU 486
Masyarakat menamakannya "Pil Aborsi Perancis". Teknik ini
menggunakan 2 hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk
secara kimiawi menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat,
prosedur ini dijalani dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang
mengharuskan kunjungan sedikitnya 3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan
pertama, wanita hamil tersebut diperiksa dengan seksama. Jika tidak ditemukan
kontra-indikasi (seperti perokok berat, penyakit asma, darah tinggi, kegemukan,
dll) yang malah dapat mengakibatkan kematian pada wanita hamil itu, maka ia
diberikan pil RU 486.
Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang
berfungsi vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena
pemblokiran ini, maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi
kelaparan. Pada kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama,
wanita hamil ini diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya
misoprostol, yang mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan membuat
janin terlepas dari rahim. Kebanyakan wanita mengeluarkan isi rahimnya itu
dalam 4 jam saat menunggu di klinik, tetapi 30% dari mereka mengalami hal

12
ini di rumah, di tempat kerja, di kendaraan umum, atau di tempat-tempat
lainnya, ada juga yang perlu menunggu hingga 5 hari kemudian. Kunjungan
ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah pengguguran kandungan, untuk
mengetahui apakah aborsi telah berlangsung. Jika belum, maka operasi perlu
dilakukan (5-10 persen dari seluruh kasus). Ada beberapa kasus serius dari
penggunaan RU 486, seperti aborsi yang tidak terjadi hingga 44 hari
kemudian, pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa sakit
hingga kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan
beberapa lainnya mengalami serangan jantung.Efek jangka panjang dari RU
486 belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa alasan yang dapat dipercaya
mengatakan bahwa RU 486 tidak saja mempengaruhi kehamilan yang sedang
berlangsung, tetapi juga dapat mempengaruhi kehamilan selanjutnya, yaitu
kemungkinan keguguran spontan dan cacat pada bayi yang dikandung.
2.3.2. Trimester Kedua
A. Metode Dilatasi dan Evakuasi
Metode ini digunakan untuk membuang janin hingga usia 24 minggu.
Metode ini sejenis dengan D&C, hanya dalam D&E digunakan tang penjepit
(forsep) dengan ujung pisau tajam untuk merobek-robek janin. Hal ini
dilakukan berulang-ulang hingga seluruh tubuh janin dikeluarkan dari rahim.
Karena pada usia kehamilan ini tengkorak janin sudah mengeras, maka
tengkorak ini perlu dihancurkan supaya dapat dikeluarkan dari rahim. Jika
tidak berhati-hati dalam pengeluarannya, potongan tulang-tulang yang runcing
mungkin dapat menusuk dinding rahim dan menimbulkan luka rahim.
Pendarahan mungkin juga terjadi. Dr. Warren Hern dari Boulder, Colorado,
Amerika Serikat, seorang dokter aborsi yang sering melakukan D&E
mengatakan, hal ini sering membuat masalah bagi karyawan klinik dan
menimbulkan kekuatiran akan efek D&E pada wanita yang menjalani aborsi.
Dokter Hern juga melihat trauma yang terjadi pada para dokter yang
melakukan aborsi, ia mengatakan, "tidak dapat disangkal lagi, penghancuran
terjadi di depan mata kita sendiri. Penghancuran janin lewat forsep itu seperti
arus listrik."

13
Keterangan : Tang penjepit dan alat sedot
tengah dimasukkan ke dalam rahim untuk
menghancurkan janin.

B. Metode Racun Garam (Saline)


Caranya ialah dengan meracuni air ketuban. Teknik ini digunakan saat
kandungan berusia 16 minggu, saat air ketuban sudah cukup melingkupi janin.
Jarum disuntikkan ke perut si wanita dan 50-250 ml (kira-kira secangkir) air
ketuban dikeluarkan, diganti dengan larutan konsentrasi garam. Janin yang
sudah mulai bernafas, menelan garam dan teracuni. Larutan kimia ini juga
membuat kulit janin terbakar dan memburuk. Biasanya, setelah kira-kira satu
jam, janin akan mati. Kira-kira 33-35 jam setelah suntikan larutan garam itu
bekerja, si wanita hamil itu akan melahirkan anak yang telah mati dengan kulit
hitam karena terbakar. Kira- kira 97% dari wanita yang memilih aborsi dengan
cara ini melahirkan anaknya 72 jam setelah suntikan diberikan. Suntikan
larutan garam ini juga memberikan efek samping pada wanita pemakainya
yang disebut "Konsumsi Koagulopati" (pembekuan darah yang tak terkendali
diseluruh tubuh), juga dapat menimbulkan pendarahan hebat dan efek samping
serius pada sistim syaraf sentral. Serangan jantung mendadak, koma, atau
kematian mungkin juga dihasilkan oleh suntikan saline lewat sistim pembuluh
darah.

Keterangan : Jarum suntik ditusuk hingga


mencapai air ketuban. Jarum ini kemudian
menyedot dari sedikit air ketuban keluar, lalu
diganti dengan larutan racun garam.

14
C. Urea
Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa
dipakai adalah hipersomolar urea, walau metode ini kurang efektif dan
biasanya harus dibarengi dengan asupan hormon oxytocin atau prostaglandin
agar dapat mencapai hasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak tuntasnya aborsi
sering terjadi dalam menggunakan metode ini, sehingga operasi pengangkatan
janin dilakukan. Seperti teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang
sering ditemui adalah pusing- pusing atau muntah-muntah. Masalah umum
dalam aborsi pada trimester kedua adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari
perlukaan kecil hingga perobekan rahim. Antara 1-2% dari pasien pengguna
metode ini terkena endometriosis/peradangan dinding rahim.
D. Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh
tubuh dalam proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke
dalam air ketuban memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan
janin keluar sebelum waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk
hidup sama sekali. Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih
dahulu ke cairan ketuban untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam
keadaan mati, karena tak jarang terjadi janin lolos dari trauma melahirkan
secara paksa ini dan keluar dalam keadaan hidup. Efek samping penggunaan
prostaglandin tiruan ini adalah bagian dari ari-ari yang tertinggal karena tidak
luruh dengan sempurna, trauma rahim karena dipaksa melahirkan, infeksi,
pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim.
E. Partial Birth Abortion
Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena janin
dikeluarkan lewat jalan lahir. Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia
kehamilan 20-32 minggu, mungkin juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan
alat USG, forsep (tang penjepit) dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin
ditangkap dengan forsep itu. Tubuh janin ditarik keluar dari jalan lahir
(kecuali kepalanya). Pada saat ini, janin masih dalam keadaan hidup. Lalu,
gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk menusuk kepala bayi itu agar
terjadi lubang yang cukup besar. Setela itu, kateter penyedot dimasukkan
untuk menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu dikeluarkan dari
dalam rahim bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu ditarik keluar.

15
F. Histerotomi (untuk kehamilan trimester kedua dan ketiga)
Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan
kimia yang digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan.
Sayatan dibuat di perut dan rahim. Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban
dikeluarkan. Terkadang, bayi dikeluarkan dalam keadaan hidup, yang
membuat satu pertanyaan bergulir: bagaimana, kapan dan siapa yang
membunuh bayi ini? Metode ini memiliki resiko tertinggi untuk kesehatan
wanita, karena ada kemungkinan terjadi perobekan rahim. Dalam 2 tahun
pertama legalisasi aborsi di kota New York, tercatat 271,2 kematian per
100.000 kasus aborsi dengan cara ini.

2.4. Komplikasi Abortus (Sarma Lumbanraja, 2017)


A. Perdarahan (hemorrhage) akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan
tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca
tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.
B. Emboli paru, dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam uterus. Hal ini
terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara masuk
ke dalam uterus, sedangkan di saat yang sama sistem vena di endometrium dalam
keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan kematian,
sedangkan jumalh 70-100 ml dilaporkan sudah dapat mematikan dengan segera.
C. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa
anestesi pada ibu dalam keadaan stres, gelisah, panik. Hal ini dapat terjadi akibat
alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang terlalu
panas atau terlalu dingin.
D. Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh:
- Perdarahan yang banyak disebut syok hemoragik
- Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik
- Dapat juga terjadi akibat refleks vasovagal atau neurogenik. Komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak.

Komplikasi dari post abortus berkembang menjadi 3 bagian besar :


A. Evakuasi yang inkomplit dan atonia uterus yang menyebabkan komplikasi
perdarahan.Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa – sisa
16
hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
B. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada
desidua. Pada abortus septik, virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke
perimetrium tuba, parametrium dan peritonium.
C. Kerusakan organ-organ

2.5. Pembuktian Kasus Abortus (Aflanie, Nirmalasari and Arizal, 2020)


Untuk dapat membuktikan apakah kematian seorang wanita itu merupakan akibat
dari tindakan abortus yang dilakukan atas dirinya, diperlukan petunjuk-petunjuk :
a. Adanya kehamilan
b. Umur kehamilan, bila dipakai pengertian abortus menurut pengertian medis
c. Adanya hubungan sebab akibat antara abortus dengan kematian
d. Adanya hubungan antara saat dilakukannya tindakan abortus dengan saat kematian
e. Adanya barang bukti yang dipergunakan untuk melakukan abortus sesuai dengan
metode yang dipergunakan
f. Alasan atau motif untuk melakukan abortus itu sendiri

2.6. Pemeriksaan Korban Abortus


Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan pada
payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya. Tanda-tanda kehamilan
sebagai berikut : (Aini Azizah, 2017)
A. Cloasma Gravidarum merupakan pigmentasi kulit di sekitar pipi yang terjadi kira-kira
minggu ke-12 atau lebih di daerah pipi, hidung dan dahi akibat pengaruh hormon
plasenta yang merangsang melanofor dan kulit.
B. Pigmentasi kulit pada dinding perut yaitu Striae Lividae, Striae nigra, Linea nigra
makin hitam.
C. Epulis (hipertrofi papila gingiva) Sering terjadi pada trimester pertama kehamilan.
D. Perubahan pada payudara.
Payudara membesar, hiperpigmentasi areola mamae, putting susu makin menonjol,
kelenjar Montgomery menonjol, pembuluh darah manifest payudara.
E. Varices atau penampakan pembuluh darah vena. Sering dijumpai pada triwulan
17
terakhir. Di dapat pada daerah genital eksterna, fossa poplitea, kaki, dan betis. Pada
multigravida kadang varices ditemukan pada kehamilan terdahulu, timbul kembali
pada triwulan pertama. Kadang-kadang timbulnya varices merupakan gejala pertama
kehamilan muda.
F. Uterus membesar
Terjadi perubahan bentuk, besar dan konsistensi rahim. Pada pemeriksaan dalam
dapat diraba bahwa uterus membesar dan makin lama makin bundar bentuknya.
G. Pada kehamilan muda bisa pula ditemukan:
a. Tanda Hegar
Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menjadi lunak, terutama daerah
ismus .Pada minggu –minggu pertama ismus uteri mengalami hipertrofi seperti
korpus uteri. Hipertrofi ismus pada triwulan pertama mengakibatkan ismus
menjadi panjang dan lebih lunak. Sehingga kalau kita letakkan 2 jari dalam fornix
posterior dan tangan satunya pada dinding perut di atas simpisis , maka ismus ini
tidak teraba seolah-olah korpus uteri sama sekali terpisah dari uterus.
b. Tanda Chadwicks
Adanya hipervaskularisasi mengakibatkan vagina dan vulva tampak lebih merah,
agak kebiru-biruan ( livide ). Warna porsiopun tampak livide, hal ini disebabkan
oleh pengaruh hormon estrogen.
c. Tanda Piscaseck
Uterus mengalami pembesaran , kadang –kadang pembesaran tidak rata tetapi di
daerah telur bernidasi lebih cepat tumbuhnya. Hal ini menyebabkan uterus
membesar ke salah satu jurusan pembesaran tersebut.
d. Reaksi kehamilan positif
Cara khas yang dipakai dengan menentukan adanya human chorionic
gonadotropin pada kehamilan muda adalah air kencing pertama pada pagi hari.
Dengan tes ini dapat membantu menentukan diagnosa kehamilan sedini mungkin.
2.6.1. Pemeriksaan Korban Hidup (Aflanie, Nirmalasari and Arizal, 2020)
Pada pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan aborsi, usaha dokter
adalah mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan dan menentukan cara
pengguguran yang dilakukan serta sudah berapa lama melahirkan. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan oleh Sp.OG.
Pemeriksaan tes kehamilan masih bisa dilakukan beberapa hari sesudah
bayi dikeluarkan dari kandungan, dijumpai adanya colostrum pada peremasan

18
payudara, nyeri tekan di daerah perut, kongesti pada labia mayora, labia minora
dan serviks. Tanda-tanda tersebut biasanya tidak mudah dijumpai karena
kehamilan masih muda. Bila segera sesudah melahirkan mungkin masih didapati
sisa plasenta yang pemastiannya perlu pemeriksaan secara histopatologi (patologi
anatomi), luka, peradangan, bahan-bahan yang tidak lazim dalam liang senggama,
sisa bahan abortivum. Pada masa kini bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
DNA untuk pemastian hubungan ibu dan janin.
2.6.2. Pemeriksaan Post Mortem (Aflanie, Nirmalasari and Arizal, 2020)
Pemeriksaan dilakukan menyeluruh melalui pemeriksaan luar dan dalam
(autopsi). Pemeriksaan ditujukan pada:
a. Menentukan perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau tidak. Untuk ini
diperiksa :
1) Payudara secara makroskopis maupun mikroskopis
2) Ovarium, mencari adanya corpus luteum persisten secara mikroskopik
3) Uterus, lihat besarnya uterus, kemungkinan sisa janin dan secara
mikroskopik adanya sel-sel trofoblast dan sel-sel decidua
b. Mencari tanda-tanda cara abortus provokatus yang dilakukan
1) Mencari tanda-tanda kekerasan lokal seperti memar, luka, perdarahan jalan
lahir
2) Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril. Jika
digunakan zat kimia secara lokal maka pada liang senggama atau cavum
uteri dapat ditemukan zat-zat tersebut.
3) Jika digunakan obat-obatan oral atau suntikan maka tentunya obat-obatan
tersebut akan dapat dilacak melalui pemeriksaan toksikologik.
c. Menentukan sebab kematian.

2.7. Aborsi Dipandang Dari Segi Hukum (Aflanie, Nirmalasari and Arizal, 2020)
Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan abortus yaitu pasal
299, 346,347,348, 349 KUHP.
A. Pasal 299 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan
itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.

19
(2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
(3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian,
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
B. Pasal 346 KUHP
Seorang wanita dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
C. Pasal 347 KUHP
(1) Barang siapa dngan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
D. Pasal 348 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
E. Pasal 349 KUHP
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterapkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Dari Pasal 346, 347 dan 348 KHUP, jelas bahwa undang-undang tidak
mempersoalkan masalah umur kehamilan atau berat badan dari fetus yang keluar.
Sedangkan pasal 349 dan 299 KUHP memuat ancaman hukuman untuk orang-orang
tertentu yang mempunyai profesi atau pekerjaan tertentu bila mereka turut membantu
atau melakukan kejahatan seperti yang dimaksud ke tiga pasal tersebut.
Yang dapat dikenakan hukuman adalah tindakan menggugurkan atau
mematikan kandungan yang termasuk tindakan pidana sesuai dengan pasal-pasal pada

20
KUHP (abortus kriminalis). Sedangkan tindakan yang serupa demi keselamatn ibu yang
dapat dipertanggungjwabkan secara medis (abortus medicinalis atau abortus
therapeuticus), tidaklah dapat dihukum walaupun pada kenyataan dokter dapat
melakukan abortus medisinalis, itu diperiksa oleh penyidik dan dilanjutkan dengan
pemeriksaan di pengadilan.
Pemeriksaan oleh penyidik atau hakim di pengadilan bertujuan untuk mencari
bukti-bukti akan kebenaran bahwa pada kasus tersebut memang murni tidak ada unsur
kriminalnya, semata-mata untuk keselamatan jiwa Si ibu. Perlu diingat bahwa hanya
Hakimlah yang berhak memutuskan apakah seseorang itu (dokter) bersalah atau tidak
bersalah.

21
BAB III
KESIMPULAN

Di Indonesia, aborsi terapeutik dan provokatif dilegalkan berdasarkan undang-undang


dan norma profesi dokter atas indikasi penyelamatan ibu hamil. Sedangkan Abortus
provocatus kriminalis dilarang di Indonesia karena jika ditinjau dari aspek hukum dapat
digolongkan kedalam abortus ilegal dan dapat menyebabkan kesakitan dan kematian ibu hamil
dengan kehamilan yang tidak diinginkan.
Untuk dapat membuktikan apakah kematian seorang wanita itu merupakan akibat dari
tindakan abortus yang dilakukan atas dirinya, diperlukan petunjuk-petunjuk yaitu, adanya
kehamilan, umur kehamilan, adanya hubungan sebab akibat antara abortus dengan kematian,
adanya hubungan antara saat dilakukannya tindakan abortus dengan saat kematian, adanya
barang bukti yang dipergunakan untuk melakukan abortus sesuai dengan metode yang
dipergunakan, dan alasan atau motif untuk melakukan abortus itu sendiri. Hal penting yang
perlu diperhatikan adanya tanda-tanda kehamilan, usaha penghentian kehamilan, toksikologik,
pemeriksaan luar dan pembedahan jenazah, pemeriksaan mikroskopik, dan penentuan umur
janin atau usia kehamilan.
Adapun Undang-undang yang mengatur tentang abortus ilegal adalah UU No 23 tahun
1992 tentang kesehatan, sedangkan abortus ilegal diatur dalam KUHP, yaitu pasal 299, 346,
347, 348, 349. Oleh karena itu sebagai seorang dokter kita harus menghilangkan atau
mengadukan kepada pihak yang berwenang mengenai praktik aborsi ilegal agar dapat
meminimalisir terjadinya kasus aborsi ilegal yang berhasil dan tidak melangggar sumpah
dokter yaitu menghormati setiap hidup insani.

22
DAFTAR PUSTAKA

Aflanie, I., Nirmalasari, N. and Arizal, M. H. (2020) ‘Aborsi’, in Ilmu Kedokteran Forensik &
Medikolegal. 1st edn. Depok, pp. 201–212.

Aini Azizah (2017) Kehamilan, Asuhan Kebidanan Komprehensif. Available at:


http://repository.ump.ac.id/3996/3/Aini Azizah BAB II.pdf (Accessed: 6 July 2022).

D.P, E. and F., A. (2017) ‘Faktor Risiko Kejadian Abortus Spontan’, HIGEIA Journal of Public
Health Research And Development, 1(3), pp. 84–94.

Marbun, A. B. (2018) ‘PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN


PEMIDANAAN KEPADA PELAKU YANG SENGAJA MELAKUKAN ABORSI (Studi
Putusan Nomor: 32/Pid. Sus/2016/PN. Slw)’.

Prawirohardjo (2016) ‘Perdarahan Pada Kehamilan Muda’, in A.B., S. (ed.) Abortus. Buku
Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. 1st edn. Jakarta, pp. 145–150.
Sarma Lumbanraja, dr N. (2017) ‘KEGAWATDARURATAN OBSTETRI’. Available at:
http://usupress.usu.ac.id (Accessed: 6 July 2022).

Sembiring, E. and Petrus, A. (2019) ‘Laporan Kasus/ Case ReportPergaulan Bebas Yang
Berakhir Dengan Tindakan Aborsi’, The Journal of Medical School(JMS), 52(2), pp. 84–88.
Suryadi (2020) ‘Aborsi Kriminalis Provokatus Pada Remaja Putri (Studi Kualitatif Di
Kabupaten Polewali Mandar’, Jurnal Ilmiah Tarbiyah Umat, 10(1), pp. 73–84.

23

Anda mungkin juga menyukai