Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT:


ABORTUS

Dosen Pengampu : Hamdana, S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Echi Lestari Nim. A.17.09.009


Nur Azizah Nim. A.17.09.024
Nur Maulidya Anwar Nim. A.17.09.026
Sri Nurul Kurniati Nim. A.17.09.037
Uginda Tri Handayani Nim. A.17.09.040

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

“Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin Segala puji dan syukur senantiasa kita

panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-

Nya, semoga kita senantiasa selalu berada dalam lindungannya. Teriring salam

dan salawat kepada junjungan Rasulullah SAW dan keluarga yang dicintainya

beserta sahabat-sahabatnya, sehingga laporan pendahuluan ini dapat diselesaikan

dengan segala kesederhanaanya.

Laporan pendahuluan yang berjudul Abortus yang diajukan untuk

memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Keperawatan Gawat

Darurat kami, yaitu Hamdana, S.Kep, Ns, M.Kep yang sangat kami cintai dan

hormati.

Akhir kata hanya kepada Allah SWT, tim penyusun memohon semoga

berkah dan rahmat serta melimpah kebaikan-Nya senantiasa tercurahkan kepada

semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan pendahuluan ini

dari awal sampai akhir. Amin.

Bulukumba, 14 Maret 2020

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1

A. Latar Belakang ..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................3

C. Tujuan .......................................................................................................3

BAB II KONSEP MEDIS ....................................................................................4

A. Definisi Abortus .......................................................................................4

B. Etiologi Abortus .......................................................................................5

C. Patofisiologi Abortus ................................................................................5

D. Manifestasi Klinis Abortus .......................................................................6

E. Komplikasi Abortus ..................................................................................7

F. Pemeriksaan Penunjang Abortus ..............................................................7

G. Penatalaksanaan Medis Abortus ...............................................................7

PATHWAY ..........................................................................................................12

BAB III KONSEP KEPERAWATAN .................................................................13

ii
A. Pengkajian ................................................................................................13

B. Diagnosa Keperawatan .............................................................................18

C. Intervensi ..................................................................................................21

KESIMPULAN JURNAL ....................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengguguran kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah

berakhirnya kehamilan dengan dikeluarkannya janin (fetus) atau embrio

sebelum memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di luar rahim, sehingga

mengakibatkan kematiannya[ CITATION Wik19 \l 1033 ]. Menurut World Health

Organization (WHO) dan VIGO dikatakan abortus jika usia kehamilan kurang

dari 20-22 minggu[ CITATION Yan18 \l 1033 ].

Aborsi yang terjadi secara spontan disebut juga "keguguran". Aborsi

yang dilakukan secara sengaja seringkali disebut "aborsi induksi" atau "abortus

provokatus". Kata aborsi umumnya hanya digunakan dalam pengertian abortus

provokatus. Prosedur serupa yang dilakukan setelah janin berpotensi untuk

bertahan hidup di luar rahim juga dikenal dengan sebutan "aborsi tahap akhir" [

CITATION Wik19 \l 1033 ].

Dikatakan bahwa aborsi di negara-negara maju, yang mengizinkannya

merupakan salah satu prosedur medis yang paling aman dalam bidang

kedokteran. Metode-metode modern memanfaatkan obat atau bedah dalam

pelaksanaan aborsi. Obat mifepriston dikombinasikan dengan prostaglandin

kemungkinan sama aman dan efektifnya dengan bedah selama trimester

pertama dan kedua kehamilan. Pengaturan kelahiran, seperti pil atau alat

intrauterin, mungkin saja digunakan segera setelah aborsi[ CITATION Wik19 \l

1033 ].

1
WHO mengestimasikan terdapat 21.600.000 kejadian abortus yang tidak

aman di seluruh dunia pada tahun 2008. Angka kematian akibat abortus tidak

aman di dunia yaitu 30 per 100.000 kelahiran hidup. Di negara berkembang,

kejadian unsafe abortion sekitar 21.200.000 dengan rate 16 per 1000 wanita

usia 15-44 tahun. Angka kejadian abortus tidak aman di Asia Tenggara yaitu

3.130.000 dengan rate 22 per 1000 wanita usia 15-44 tahun. Tingginya angka

abortus tidak aman ini menyumbang 47.000 kematian ibu di negara

berkembang dan 2.300 kematian ibu di Asia Tenggara[ CITATION Yan18 \l 1033 ].

Berbagai faktor diduga sebagai penyebab abortus spontan, diantaranya

adalah faktor genetik (kromosom) merupakan faktor yang palinus yaitu sekitar

70% dalam 6 minggu pertama, 50% sebelum 10 minggu dan 5% setelah 12

minggu kehamilan. Faktor infeksi yang mempunyai prevalensi 15%, faktor

mekanik seperti ovum, anonali uterus sebanyak 27%, septum rahun 60% dan

serviks inkompeteni sebanyak 30%, faktor lingkungan berperan sebanyak 1-

10% seperti trauma fisik, terkena pengaruh radiasi, polusi, pestisida, dan

berada dalam medan magnet di atas batas normal (Puscheck, 2006). Adapun

faktor hormonal, 80% kasus abortus disebabkan karena faktor autoimun

(Coulam, 2011) [ CITATION Yan18 \l 1033 ].

Sejak zaman kuno, aborsi telah dilakukan dengan menggunakan obat-

obatan herbal, benda-benda tajam, dengan paksaan, atau juga metode-metode

tradisional lainnya. Terdapat perbedaan hukum aborsi dan pandangan agama

ataupun budaya di seluruh dunia. Di beberapa wilayah hukum, aborsi

dilegalkan dalam kasus tertentu seperti pemerkosaan, masalah pada janin,

2
kemiskinan, risiko pada kesehatan sang ibu, ataupun inses. Di berbagai daerah

di dunia terjadi banyak perdebatan terkait isu moral, etika, dan hukum dalam

hal aborsi. Mereka yang menentang aborsi umumnya bersikukuh bahwa embrio

ataupun janin adalah seorang pribadi manusia dengan hak untuk hidup dan

mereka menyamakan aborsi dengan pembunuhan. Sedangkan mereka yang

mendukung legalitas aborsi umumnya berpandangan bahwa seorang wanita

memiliki hak untuk mengambil keputusan atas tubuhnya sendiri [ CITATION

Wik19 \l 1033 ].

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah konsep medis dari abortus?

2. Bagaimana konsep keperawatan yang berkaitan dengan kasus abortus?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

a. Mendapat gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan dengan

kasus abortus.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu mengidentifikasi konsep medis, meliputi: definisi, etiologi,

patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang

dan penatalaksanaan medis, serta pathway.

b. Mampu mengidentifikasi konsep keperawatan, meliputi: pengkajian,

diaganosa, intervensi, dan evaulasi.

3
BAB II

KONSEP MEDIS

A. Definisi Abortus

Abortus merupakan kejadian keluarnya janin dan uri yang belum cukup

bulan dan beratnya kurang dari 500 gram, sehingga janin tidak bisa hidup

[ CITATION Mit09 \l 1033 ].

Terdapat sembilan pengelompokan abortus, yaitu [ CITATION Mit09 \l 1033

]:

1. Abortus iminens adalah keluarnya darah dari uterus yang di dalamnya masih

terdapat janin dan uri, namun tidak ada pelebaran pada mulut rahim yang

terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu.

2. Abortus insipiens adalah keluarnya darah dari uterus yang di dalamnya

masih terdapat janin dan uri, dan terjadi peningkatan pelebaran mulut rahim

yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu.

3. Abortus inkompletus adalah peristiwa keluarnya janin dan uri namun

meninggalkan sisa pada uterus yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari

20 minggu.

4. Abortus kompletus adalah peristiwa keluarnya janin dan uri secara

keseluruhan yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu.

5. Abortus servikalis adalah kondisi terjadinya pembesaran pada kanalis

servikalis, karena pengeluaran janin dan uri terhalangi oleh ostium uteri

eksternum.

4
6. Missed abortion adalah peristiwa tidak dikeluarkannya janin ≥ 8 minggu

yang telah meninggal pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu.

7. Abortus habitualis adalah terjadinya kejadian abortus yang terulang yang

sudah terjadi lebih dari 3 kali.

8. Abortus septik adalah tersebarnya kuman pada peredaran darah yang

diebabkan oleh abortus infeksius berat.

B. Etiologi Abortus

Beberapa etiologi yang bisa menyebabkan abortus adalah sebagai berikut

[ CITATION Mit09 \l 1033 ]:

1. Terjadi kelainan pada pertumbuhan janin dan uri.

2. Si ibu hamil mengalami infeksi akut, pneumonia, demam tifoid,

toksoplasmosis, dan HIV.

3. Ketidaknormalan saluran genital, rahim yang lemah, pelebaran mulut rahim

yang berlebihan, terjadi robekan pada serviks, dan retroversion uterus.

4. Terjadi kelainan pada plasenta.

C. Patofisiologi Abortus

Awalnya, abortus terjadi dengan perdarahan dalam desidua basalis lalu

terjadi nekrosis jaringan di sekitarnya. Sehingga menyebabkan terlepasnya

hasil konsepsi dan menjadi benda asing pada uterus. Keadaan tersebut

membuat uterus mengalami kontraksi untuk mengeluarkan isinya [ CITATION

Mut16 \l 1033 ].

5
Pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu, biasanya hasil konsepsi akan

dikeluar seluruhnya. Hal tersebut disebabkan karena villi koriales belum

menembus desidua secara mendalam [ CITATION Mut16 \l 1033 ].

Pada usia kehamilan antara 8-14 minggu, villi koriales telah menembus

desidua secara mendalam dan hal tersebut membuat plasenta tidak terlepas

secara sempurna. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya banyak

perdarahan [ CITATION Mut16 \l 1033 ].

Sedangkan, pada usia kehamilan 14 minggu ke atas. Peristiwa abortus ini

seperti persalinan dalam bentuk miniatur. Setelah ketuban pecah, beberapa

waktu kemudian plasenta telah terbentuk secara lengkap dan akan dikeluarkan.

Jika plasenta segera terlepas dengan lengkap, tidak akan terjadi perdarahan

yang banyak [ CITATION Mut16 \l 1033 ].

D. Manifestasi Klinis Abortus

Diperkirakan terjadinya abortus jika setelah haid terlambat dan

mengalami perdarahan melalui vagina, serta kadang disertai rasa mules pada

masa reproduksi. Hal tersebut diperkuat ketika kehamilan muda ditemukan

pada pemeriksaan dan tes kehamilan [ CITATION Pur13 \l 1033 ].

Keadaan umum, sifat dan jumlah perdarahan, besar uterus dan sifat

serviks klien harus ada pada pemeriksaan berikutnya agar jenis abortus dapat

ditentukan dan dibedakan dari penyakit lain [ CITATION Pur13 \l 1033 ].

abortus abortus Abortus


abortus iminen
insipien inkompletus kompletus
perdarahan ada ada ada tidak ada lagi
porsio lancip/tertutup datar/terbuka terbuka/tertutup tertutup
besar uterus sesuai dengan sesuai dengan lebih kecil dari mungkin

6
usia kehamilan usia kehamilan usia kehamilan normal
konsistensi
lunak lunak lunak normal
uterus
jaringan
ada, tidak
konsepsi yang tidak ada tidak ada ada, lengkap
lengkap
keluar

E. Komplikasi Abortus

Komplikasi yang dapat terjadi pada abortus adalah sebagai berikut

[ CITATION Nor13 \l 1033 ]:

1. Perdarahan

2. Perforasi

3. Infeksi

4. Syok

F. Pemeriksaan Penunjang Abortus

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien abortus adalah

sebagai berikut [ CITATION Nor13 \l 1033 ]:

1. Tes kehamilan: positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah

abortus.

2. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih

hidup.

3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.

G. Penatalaksanaan Medis Abortus

Penatalaksanaan medis pada klien yang mengalami abortus adalah

sebagai berikut [ CITATION Pur13 \l 1033 ]:

7
1. Abortus iminen

Setelah perdarahan berhenti, klien harus beristirahat hingga 48 jam

dan koitus tidak dianjurkan hingga 2 minggu ke depan. Klien diberikan

Fenobartial 3 x 30 mg/hari oral [ CITATION Pur13 \l 1033 ].

Sifat dan jumlah perdarahan harus selalu diawasi. Jika tidak diawasi,

perdarahan akan berlanjut dan kehamilan akan diakhiri. Tes kehamilan juga

dapat dilakukan secara berkala [ CITATION Pur13 \l 1033 ].

2. Abortus insipien

Pada abortus insipien, kehamilan tidak bisa dipertahankan. Maka

keadaan umum uterus harus dikosongkan. Cara yang bisa digunakan adalah

sebagai berikut [ CITATION Pur13 \l 1033 ]:

a. Kerokan/Kuretase

Jika terjadi perdarahan yang besar dan/atau kehamilan berusia kurang

dari 12 minggu. Maka pengosongan uterus harus segera dikerjakan.

Adapun tekniknya, yaitu:

1) Klien dalam posisi litotomi.

2) Setelah asepsis dan antisepsis daerah tindakan, dipasang speculum

belakang dan depan.

3) Bibir depan porsio dijepit dengan tenakulum, lalu speculum depan

dilepaskan; vagina dibersihkan dari darah dan bekuan.

4) Anestesi diberikan secara blokade pada servikal.

8
5) Dilakukan sondase uterus untuk mengetahui arah dan dalamnya

kavum uteri; hal ini digunakan sebagai pedoman melakukan

kerokan.

6) Hasil konsepsi dikeluarkan sebanyak-banyaknya dengan cunam

ovum atau kuret vakum; bila perlu digunakan juga kuret tumpul

untuk membersihkan kavum uteri.

7) Setelah yakin semua jaringan hasil konsepsi telah dikeluarkan dan

perdarahan telah berhenti, vagina dibersihkan dan tenakulum serta

speculum dilepaskan.

8) Diberikan Ergometrin 0,152 mg IM atau Methergin 0,2 mg IM.

9) Bila dipulangkan, penderita harus istirahat selama 4-6 minggu,

koitus diperbolehkan setelah 6 minggu; dan harus kontrol setiap 2

minggu selama 3 bulan pertama, setiap 4 minggu selama 3 bulan

berikutnya dan seterusnya makin jarang tergantung pada keadaan

klien.

b. Jika terjadi perdarahan yang sedikit dan/atau usia kehamilan lebih dari

12 minggu. Maka diberikan 2 U IM dalam bentuk piton (Pituitary)

setiap 15 menit hingga keadaan uterus baik atau mencapai maksimum

10 U dalam 500 mL glukosa 5%, jumlah tetesan akan disesuaikan

dengan sifat kontraksi uterus. Jika sebagian jaringan keluar, maka

dibantu dengan pengeluaran secara digital.

3. Abortus inkompletus

9
Pada kondisi ini, akan terjadi perdarahan yang cukup banyak dan tidak

berhenti bahkan sebelum dikosongkannya uterus. Maka dilakukan

pemasangan infus hingga keadaan umum klien membaik, baru dilakukan

kerokan pada klien [ CITATION Pur13 \l 1033 ].

4. Abortus kompletus

Pada kondisi ini perdarahan telah berhenti dan janin dan uri telah

keluar sehingga tidak ditindaki secara khusus. Klien akan diberikan

pengobatan suportif, yaitu vitamin dan preparat besi dan jika perlu diberikan

antibiotik serta oksitosik. Namun, jika ada keraguan apakah kondisi kavun

uteri sungguh telah bersih. Maka dapat dilakukan kerokan pada klien

[ CITATION Pur13 \l 1033 ].

5. Missed abortion

Klien akan diperiksa kadar fibrinogen darahnya, jika kadar fibrinogen

darahnya ≤ 100 mg%. Maka pengosongan uterus akan ditindaki secara hati-

hati yang disertai pemberian fibrinogen atau darah segar [ CITATION Pur13 \l

1033 ].

Gagang laminaria akan dipasang selama 12 jam dalam kanalis

servikalis pada usia kehamilan ≤ 12 minggu. Lalu diperbesar dengan busi

Hegar hingga cunam ovum atau jika jari dapat masuk. Kemudian janin dan

uri akan dikeluarkan dengan cunam ovum dan kuret [ CITATION Pur13 \l

1033 ].

Untuk usia kehamilan lebih dari 12 minggu, diberikan tindakan berupa

pemasangan infus oksitosin. Namun, sebelumnya diberikan stilbestrol 3 x 5

10
mg/hari terlebih dahulu selama 5-7 hari agar serviks menjadi matang.

Setelah itu, barulah diberikan infus oksitosin 10 U dalam 500 mL glukosa

5% mulai dari 20 tetes/menit dan dapat dinaikkan hingga konstraksi uterus

menjadi baik. Pemasangan infus tidak boleh diberikan lebih dari 8 jam. Jika

gagal, bisa diulang dengan selang segari [ CITATION Pur13 \l 1033 ].

6. Abortus infeksiosus/septik

Untuk menghilangkan sumber infeksi, klien harus diberikan antibiotik

terlebih dahulu dengan dosis tinggi. Lalu dilakukan kerokan uterus

[ CITATION Pur13 \l 1033 ].

Yang diberikan kepada klien, yaitu pinisilin prokain 4 x 1 juta U/hari

dengan streptomisin 2 x 500 mg/hari IM. Untuk klien yang sepsis/syok,

maka dosisnya akan tingkatkan hingga 10-20 juta U penisilin dengan 2 gram

streptomisin per hari. Kemudian kerokan uterus akan dilakukan setelah 24-

48 jam kemudian [ CITATION Pur13 \l 1033 ].

11
PATHWAY Dapat membuat janin
melemah dan tidak
Membuat uterus
Kelainan pada pertumbuhan janin dapat bertahan dalam
berkontraksi
rahim ibu karna
sehingga dapat Faktor penyakit pada ibu
kurangnya asupan
menyebabkan Kelainan plasenta nutrisi yang
placenta terlepas
Rahim yang lemah disalurkan sang ibu
dari perlekatannya
melalui placenta
Aborsi

Abortus iminens, insipiens, Abortus servikalis, missed abortion,


inklopetus, kompletus habitualis, septik, provokator

Perdarahan desidua basalis Penurunan volume


cairan
Nekrosis jaringan
Risiko Hipovelemia
Terlepasnya hasil konsepsi
sebagian/seluruhnya

Jaringan terbuka Menjadi benda asing pada uterus Jaringan terputus

Uterus berkontraksi dan


Risiko Infeksi Nyeri Akut
mengeluarkan isinya

12
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Proses pengkajian gawat darurat dibagi menjadi dua, yaitu pengkajian

primer dan pengkajian sekunder [ CITATION Unk12 \l 1033 ].

1. Primary survey

a. Airway dan cervival conrol

b. Breathing dan ventilation

c. Circulation dan hemorrhage control

d. Disability

e. Exposure dan environment control

Pengkajian Secara Cepat Tentang ABC:

a. Pernyataan pasien tentang kepatenan jalan napas?

1) Jalan napas pasien paten ketika bersih saat berbicara dan tidak ada

suara napas yang mengganggu.

2) Jika napas tidak paten pertimbangkan kebersihan daerah mulut dan

menempatkan alat bantu napas.

13
b. Apakah pernapasan pasien efektif?

1) Pernapasan efektif ketika warna kulit dalam batas normal dan

capillary refill kurang dari 2 detik.

2) Jika pernapasan tidak efektif pertimbangkan pemberian oksigen dan

penempatan alat bantu.

c. Apakah pasien merasakan nyeri atau tidak nyaman pada tulang

belakang?

1) Immobilisasi leher yang nyeri atau tidak nyaman dengan collar spine

jika injuri kurang dari 48 jam.

2) Tempatkan leher pada collar yang keras dan immobilisasi daerah

tulang belakang dengan mengangkat pasien dengan stretcher.

d. Apakah sirkulasi pasien efektif?

1) Sirkulasi efektif ketika nadi radialis baik dan kulit hangat serta

kering.

2) Jika sirkulasi tidak efektif pertimbangkan penempatan pasien pada

posisi recumbent, membuat jalan masuk didalam intravena untuk

pemberian bolus cairan 200 ml.

e. Apakah ada tanda bahaya pada pasien?

1) Gunakan GCS dan hapalan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan

daya ingat akibat trauma pada pasien.

2) Pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal terbaik dan

motorik terbaik.

3) AVPU

14
A: Untuk membantu pernyataan daya ingat pasien kesadaran respon

terhadap suara dan berorientasi pada orang waktu dan tempat.

V: Untuk pernyataan verbal pasien terhadap respon suara tetapi

tidak berorientasi penuh pada orang waktu dan tempat.

P: Untuk peernyataan nyeri pada pasien yang tidak respon pada

suara tetapi respon terhadap rangsangan nyeri sebagaimana seperti

tekanan pada tangan.

U: Untuk yang tidak responsive terhadap rangsangan nyeri.

Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan

jenis perlakuan, stabilitas tanda-tanda vital dan mekanisme ruda paksa,

berdasarkan penilaian:

A: Airway (jalan napas) dengan kontrol servikal.

B: Breathing dan ventilasi.

C: Circulation dengan kontrol perdarahan.

D: Exposure/environmental control : buka baju penderita, tetapi cegah

hipotermia.

Yang penting pada fase pra-RS adalah ABC, lakukan resusitasi

dimana perlu, kemudian fiksasi penderita, lalu transportasi.

a. Penjaga Airway dengan Kontrol Servikal

Yang pertama yang harus dinilai adalah kelancaran airway. Ini

meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan napas yang dapat

disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau

maksila, fraktur larings atau trakea. Usaha untuk membebankan jalan

15
napas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan patahnya

tulang servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat

dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan

memperbaiki jalan napas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh

dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.

Kemungkinan patahnya tulang servikal diduga bila ada :

1) Trauma dengan penurunan kesadaran.

2) Adanya luka karena trauma diatas klavikula.

3) Setiap multi trauma (trauma pada 2 regio atau lebih).

4) Juga harus waspada terhadap kemungkinan patah tulang berlakang

bila biomekanik trauma mendukung.

Dalam keadaan kecurigaan fraktur servikal, harus dipakai alat

imobilisasi. Bila alat imobilisasi ini harus dibuka untuk sementara,

maka kepala harus dipakai sampai kemungkinan fraktur servikal dapat

disingkirkan. Bila ada gangguan jalan napas, maka dilakukan

penanganan sesuai BHD.

b. Breathing (dan ventilasi)

Jalan napas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik,

pertukaran gas yang terjadi pada saat bernapas mutlak untuk pertukaran

oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.

Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding

dada dan diafragma. Setiap komponen ini harus dievalasi secara cepat.

c. Circulation dengan Kontrol Perdarahan

16
1) Volume Darah dan Curah Jantung (cardiac output)

Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah

yang mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di

rumah sakit.

Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan

informasi mengenai keadaan hemodinamik ini yakni kesadaran,

warna kulit dan nadi.

a) Tingakat kesadaran

b) Warna kulit

c) Nadi

d) Tekanan darah

2) Kontrol Perdarahan

Perdarahan dapat:

a) Eksternal (terlihat)

b) Internal (tidak terlihat)

c) Rongga thoraks

d) Rongga abdomen

e) Fraktur pelvis

f) Fraktur tulang panjang

d. Disability

GCS (Glasgow Coma Scale) adalah system scoring yang

sederhana dan dapat meramal kesudahan (Outcome) penderita.

17
Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi

atau/ dan penurunanperfusi ke otak, atau disebabkan perlukaan pada

otak sendiri. Perubahan kesadaran menuntut dilakukannya pemeriksaan

terhadap keadaan ventilasi, perfusi dan oksigenasi.

e. Exposure/Kontrol Lingkungan

Dapat membuka pakaian, misalnya : membuka baju untuk

melakukan pemeriksaan fisik thoraks

2. Secondary survey

a. Fokus assessment

b. Head to toe assessment

Survai sekunder dilakukan hanya setelah survai primer selesai,

resusitasi dilakukan dan penderita stabil.

Survai sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe

examination), termasuk pemeriksaan tanda vital.

B. Diagnosa Keperawatan

Berikut ini adalah beberapa diagnosa keperawatan yang bisa muncul

pada klien dengan abortus [ CITATION Tim17 \l 1033 ]:

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis

Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau

lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3

bulan.

Penyebab:

18
a. Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)

b. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)

c. Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Gejala dan Tanda Mayor

a. Subjektif:

1) Mengeluh nyeri

b. Objektif:

1) Tampak meringis

2) Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)

3) Gelisah

4) Frekuensi nadi meningkat

5) Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor

a. Subjektif:

(tidak tersedia)

b. Objektif:

1) Tekanan darah meningkat

2) Pola napas berubah

3) Nafsu makan berubah

4) Proses berpikir terganggu

5) Menarik diri

6) Berfokus pada diri sendiri

19
7) Diaphoresis

Kondisi Klinik Terkait

a. Kondisi pembedahan

b. Cedera traumatis

c. Infeksi

d. Sindrom koroner akut

e. Glaukoma

2. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan penurunan volume cairan

Definisi: Beresiko mengalami penurunan volume cairan intravascular,

interstisial, dan/atau intraseluler.

Faktor Risiko:

a. Kehilangan cairan secara aktif

b. Gangguan absorsi cairan

c. Usia lanjut

d. Kelebihan berat badan

e. Status hipermetabolik

f. Kegagalan mekanisme regulasi

g. Evaporasi

h. Kekurangan intake cairan

i. Efek agen farmakologis

3. Risiko Infeksi dibuktikan dengan adanya tindakan invasif terlihat ada luka

insisi pada bagian abdomen

Definisi: Beresiko mengalami penigkatan terserang organisme patogenik.

20
Faktor Risiko:

a. Penyakit kronis (mis, DM)

b. Efek prosedur infasi

c. Malnutrisi

d. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan

e. Ketidakadekuatan pertahan tubuh primer

1) Gangguan peristaltik

2) Kerusakan integritas kulit

3) Perubahn sekresi ph

4) Penurunan kerja siliaris

5) Ketuban pecah lama

6) Ketuban pecah sebelum waktunya

7) Merokok

8) Statis cairan tubuh

f. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder

1) Penurunan hemoglobin

2) Imununosupresi

3) Leukopenia

4) Supresi respon inflamasi

5) Vaksinasi tidak adekuat

C. Rencana Asuhan Keperawatan

Berikut ini adalah intervensi yang dirumuskan untuk mengatasi masalah

keperawatan pada klien dengan abortus (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018):

21
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis

a. Intervensi utama

1) Manajemen Nyeri

Definisi: Mengedintifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau

emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional

dengan onset mendadak atau lambat dan berintesitas ringan hingga

berat konstan.

Tindakan

Observasi

a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

insensitas nyeri

b) Identifikasi nyeri

c) Identifikasi respon nyeri non verbal

d) Identifakasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

e) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

f) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang suda diberikan

g) Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

(mis. TENS, hiponis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi

pijat, aromaterapi, teknik imajinasi, terbimbing, kompres

hangat/dingin, terapi bermain)

22
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu

ruangan, pencahayaan, kebisingan)

c) Fasilitasi istirahat dan tidur

d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemiliha strategi

meredakan nyeri

Edukasi

a) Jeleskan penyebab, priode, dan pemicu nyeri

b) Jelaskan strategi meredakan nyeri

c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

d) Anjurkan mengunakan analgesic secara tepat

e) Ajarkan teknik non farkologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kalaborasi

a) Kaloborasi pemberian analgetik, jika perlu

2) Pemberian Analgesik

Tindakan

Observasi

a) Identifikasi karakteristik nyeri

b) Identifikasi riwayat alergi obat

c) Identifikasi kesesuaian jenis analgesik dengan tingkat keparahan

nyeri

d) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian

analgesik

e) Monitor efektifitas analgesi

23
Terapeutik

a) Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai

analgesik optimal

b) Tetapkan taerget efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan

respon pasien

c) Dokumentasi respons terhadap efek analgesik dan efek yang tidak

diingikan

Edukasi

a) Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

b. Intervensi pendukung

1) Pengaturan Posisi

Tindakan

Observasi

a) Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah posisi

b) Monitor alat traksi agar selalu tepat

Terapeutik

a) Tempatkan pada posisi terapeutik

b) Tempatkan objek yang sering digunakan dalam jangkauan

c) Tempatkan bel atau lampu panggilan dalam jangkauan

d) Atur posisi tidur yang disukai, jika tidak kontraindikasi

e) Tinggikan bagian tubuh yang sakit dengan tepat

24
f) Berikan topangan pada area edema (mis. Bantal dibawah lengan

dan skrotum)

g) Motivasi melakukan ROM aktif atau pasif

h) Motivasi terlibat dalam perubahan posisi, sesuai kebutuhan

i) Hindari menempatkan pada posisi yang dapat meningkatkan nyeri

j) Hindari posisi yang menimbulkan ketegangan pada luka

k) Meminimalkan gesekan dan tarikan saat mengubah posisi

l) Ubah posisi setiap 2 jam

Edukasi

a) Informasikan saat akan dilakukan perubahan posisi

b) Ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan mekanika tubuh

yang baik selama melakukan perubahan posisi

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum mengubah posisi,

jika perlu

2. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan penurunan volume cairan

a. Intervensi utama

1) Manajemen Hipovolemia

Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola penurunan volume cairan

intravaskuler.

Tindakan

Observasi

25
a) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi

meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan

nadi menyempit, turgor kulit menurun, membram mukosa kering,

volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)

b) Monitor intake dan output cairan

Terapeutik

a) Hitung kebutuhan cairan

b) Berikan posisi modified Trendelembung

c) Berikan asupan cairan oral

Edukasi

a) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

b) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)

b) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%,

NaCl 0,4%)

c) Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, Plasmalate)

d) Kolaborasi pemberian produk darah

2) Pemantauan Cairan

Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis data terkait pengaturan

keseimbangan cairan.

Tindakan

Observasi

26
a) Monitor frekuensi dan kekuatan nadi

b) Monitor frekuensi napas

c) Monitor tekanan darah

d) Monitor berat badan

e) Monitor waktu pengisian kapiler

f) Monitor elastisitas atau turgor kulit

g) Monitor kadar albumin dan protein total

h) Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. Osmolaritas serum,

hematokrit, natrium, kalium, BUN)

i) Monitor intake dan output cairan

j) Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. Frekuensi nadi

meningkat, nadi terbah lemah, tekanan darah menurun, tekanan

nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering,

volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah,

konsentrasi urine meningkat, berat badan menurun dalam waktu

singkat)

k) Identifikasi tanda-tanda hipervolemia (mis. Dispnea perifer,

edema anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks

hepatojugular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)

l) Identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur

pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, aferesis,

obstruksi intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan

kelenjar, disfungsi intestinal)

27
Terapeutik

a) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien

b) Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

b) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

b. Intervensi pendukung

1) Pencegahan Syok

Definisi: Mengidentifikasikan dan menurunkan risiko terjadinya

ketidakmampuan tubuh menyediakan oksigen dan nutrisi untuk

mencukupi kebutuhan jaringan.

Tindakan

Observasi

a) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,

sfrekuensi napas, TD, MAP)

b) Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)

c) Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CTR)

d) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil

e) Periksa riwayat alergi

Terapeutik

a) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%

b) Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu

c) Pasang jalur IV, jika perlu

28
d) Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine, jika perlu

e) Lakukan skin test untuk mencenga reaksi alergi

Edukasi

a) Jelaskan penyebab/faktor risiko syok

b) Jelaskan tanda dan gejala awal syok

c) Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala

awal syok

d) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

e) Anjurkan menghindari alergen

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian IV, jika perlu

b) Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu

c) Kolaborasi pemberian antiinfalamasi, jika perlu

3. Resiko Infeksi dibuktikan dengan adanya tindakan invasif terlihat ada luka

insisi pada bagian abdomen

a. Intervensi utama

1) Pencegah Infeksi

Defenisi: Mengidentifikasi dan menurunkan resiko terserang

organisme patogenik

Tindakan

Observasi

a) Monitor tanda dan gejala infeksi lokasi dan sistemi

Terapeutik

29
a) Batasi jumlah pengunjung

b) Berikan perawatan kulit pada area edema

c) Cuci tanga sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan

lingkungan pasien

Edukasi

a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

b) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi

c) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

d) Anjurkan meningkatkan asupan cairan

b. Intervensi pendukung

1) Perawatan Luka

Defenisi: Mengidentifikasi dan meningkatkan penyembuhan luka serta

mencegah terjadinya komplikasi.

Tindakan

Observasi

a) Monitor karekteristik luka (mis drainase, ukuran, warna, bau)

b) Monitor tanda-tanda infeksi

Terapeutik

a) Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka

b) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase

Edukasi

a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

b) Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri

30
Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

KESIMPULAN JURNAL

1. Nyeri Akut

Jurnal : Pengaruh Aroma Terapi Lavender Terhadap Intensitas Nyeri Pada

Pasien Pasca Operasi di RS Dustira Cimahi

P : 10 pasien pasca OP

I : mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pasien

dengan efek samping seminimal mungkin

C : sebelum diberikan aromaterapi lavender 4,80 dengan intensitas nyeri

terendah 2 dan tertinggi 10. Setelah diberikan aromaterapi lavender 4,10

dengan intensitas nyeri terendah 1 dan tertinggi 10

O : pemberian aromaterapi lavender berpengaruh dalam penurunan

intensitas nyeri pada pasien pasca operasi

T : 2 Juni 2013

2. Risiko Infeksi

Jurnal : Pengaruh Pemberian Antibiotic Profilaksis Sefazolin, Seftriakson

dan Antibiotic Seftriakson Sebelum dan Sesudah Operasi Terhadap Infeksi

Luka Pasca Operasi

Populasi : Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang direncanakan

operasi di Bagian Kebidanan dan Ilmu Kandungan RSUP Dr. M. Djamil

31
Padang. Jumlah sampel yang digunakan 30 orang dengan jumlah

masingmasing kelompok 10 orang.

Intervensi : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post

test control group design yang melihat perbedaan pengaruh pemberian

seftriakson, sefazolin, dan seftriakson sebelum dan sesudah operasi terhadap

risiko infeksi luka pasca operasi. Populasi pada penelitian ini adalah pasien

yang direncanakan operasi di Bagian Kebidanan dan Ilmu Kandungan

RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jumlah sampel yang digunakan 30 orang

dengan jumlah masingmasing kelompok 10 orang. Penelitian dimulai bulan

Agustus sampai jumlah sampel terpenuhi. Analisis univariat digunakan

untuk melihat frekuensi, persentase, serta nilai rerata dan standar deviasi.

Analisis bivariat menggunakan uji Chi-square dengan 95% Cl (a< 0,05)

digunakan untuk melihat perbedaan pengaruh dari ketiga protap pemberian

antibiotik.

Comparasion : Pada penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti

mengenai pola bakteri dan sensitivitasnya terhadap antibiotik pada pasien

yang dirawat di Ruang Rawat Inap Bagian Kebidanan dan Ilmu Kandungan

RSUP Dr. M. Djamil Padang, ditemukan diagnosis terbanyak penyumbang

angka infeksi adalah infeksi pasca operasi.

Out came : Tidak terdapat kasus infeksi pasca operasi berdasarkan ketiga

protap yang digunakan. Tidak terdapat perbedaan pengaruh pemberian

antibiotik profllaksis terhadap kasus infeksi pasca operasi.

Time : penelitian dimulai bulan agustus sampai jumlah sampel terpenuhi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Dengan Abortus

Inkomplet. Retrieved Maret 13, 2020, from Kumpulan Asuhan

Keperawatan Dan Info Kesehatan:

http://verlandokaligis.blogspot.com/2012/06/v-

behaviorurldefaultvmlo_24.html, 2012.

Mitayati.. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika, 2009.

Mutmainnah, A. U., & Utami, P. B. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Abortus Di

RS SMC Samarinda. Jurnal Kebidanan Mutiara Mahakam Volume IV , 33,

2016.

Nita Norma, M. D. Asuhan Kebidanan: Patologi Teori dan Tinjauan Kasus.

Yogyakarta: Nuha Medika, 2013.

Purwadianto, A., & Sampurna, B. Kedaruratan Medik. Tangerang: Binarupa

Aksara, 2013.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi

dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2017.

33
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi

dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2018.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi

dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2019.

Wikipedia. Retrieved Maret 13, 2020, from Gugur Kandungan:

https://id.wikipedia.org/wiki/Gugur_kandungan, 2019.

Yanti, L. FAKTOR DETERMINAN KEJADIAN ABORTUS PADA IBU HAMIL:

CASE CONTROL STUDY. MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu

Kesehatan, Vol 16 No 2 , 95-97, 2018.

34

Anda mungkin juga menyukai