Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

INFEKSI NASOKOMIAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keterampilan Dasar Keperawatan
Dosen Pengampu : Ibu Yuyun Solihatin, M.Kep

Alifia Rahma Meilia C2214201119


Annisa Dewi C2214201053
Dea Fitria Anggraeni C2214201048
Indira Rahmawati C2214201099
Neng Alyza Septian Az C2214201046
Nurhidayat C2214201061
Nuri Qudrotillah C2214201038
Risna Resthiana C2214201040
Tiger C2214201032

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Menurunkan jumlah mikroorganisme kontaminan dan mencegah transmisi ini dengan lancar.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Terutama kepada dosen
pembimbing kami ibu Yuyun Solihatin, M.Kep yang telah sangat membantu kelancaran
proses pembuatan makalah ini. Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang sudah ikut berkontribusi dalam pembuatan makalah ini dengan memberikan
sumbangkan baik materi maupun pikirannya.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari dengan sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Menurunkan jumlah
mikroorganisme kontaminan dan mencegah transmisi ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman serta memberikan manfaat bagi para pembaca.

Tasikmalaya, 23 Mei 2023

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
A. Latar Belakang...................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................................................2
2.1 Definisi Infeksi Nasokomial.............................................................................................2
2.2 Faktor Memengaruhi Proses Infeksi.................................................................................2
2.3 Proses Terjadinya Infeksi Nasokomial.............................................................................3
2.4 Pencegahan Infeksi Nasokomial.......................................................................................6
2.5 Kasus Infeksi Nasokomial................................................................................................7
BAB III.......................................................................................................................................9
PENUTUP..................................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................9
3.2 Saran.................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan juga merupakan sumber dari berbagai
penyakit, yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman
penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit melalui udara, air, lantai,
makanan dan benda-benda peralatan medis maupun non-medis (Nugraheni, dkk, 2012). Hal
ini akan mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman-kuman, virus, dan sebagainya
akan masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan dengan
mudah (Darmadi, 2008)

Penderita yang sedang dalam proses perawatan di rumah sakit, baik dengan penyakit
dasar tunggal maupun penderita dengan penyakit dasar lebih dari satu, secara umum keadaan
umumnya tentu tidak/kurang baik, sehingga daya tahan tubuhnya menurun. Infeksi itu masuk
dan berkembangnya mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai
dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik (Potter & Perry, 2005). Oleh karena itu, di
dalam makalah ini membahas tentang infeksi yang ada di rumah sakit atau biasa disebut
dengan infeksi nasokomial.

B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keterampilan dasar Keperawatan.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui definisi dari infeksi nasokomial

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses infeksi

3. Untuk mengetahui proses terjadinya nasokomial

4. Untuk mengetahui tindakan pencegahan infeksi nasokomial

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi Infeksi Nasokomial
Infeksi yang terjadi pada penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan ini disebut infeksi nasokomial. Nasokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata
nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nasokomial berarti tempat
untuk merawat/rumah sakit. Jadi, infeksi nasokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang
diperoleh atau terjadi di rumah sakit (Darmadi, 2008).

Infeksi nasokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka
kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortility) di rumah sakit sehingga dapat menjadi
masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Infeksi ini
dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh Semmelweis dan saat ini tetap menjadi masalah
yang cukup menyita perhatian (Nasution,2012). Di Indonesia, infeksi nasokomial tidak hanya
merugikan penderita, tetapi juga merugikan pihak rumah sakit serta perusahaan atau
pemerintah dimana penderita bekerja (Darmadi,2008)

Infeksi nasokomial banyak terjadi di ICU pada kasus pasca bedah dan kasus dengan
pemasangan infus dan kateter yang tidak sesuai dengan prosedur standar pencegahan dan
pengendalian infeksi yang diterapkan di rumah sakit (Salawati,2012). Menurut Darmadi
(2008), rumah sakit sebagai institusi pelayanan medis tidak mungkin lepas dari keberadaan
sejumlah mikroba pathogen. Hal ini dimungkinkan karena:

a. Rumah sakit merupakan tempat perawatan segala macam penyakit

b. Rumah sakit merupakan “gudangnya” mikroba pathogen

c. Mikroba pathogen yang ada umumnya sudah kebal terhadap antibiotik.

2.2 Faktor Memengaruhi Proses Infeksi


a. Berikut faktor yang mempengaruhi proses infeksi menurut Hidayat (2006), yaitu:

1. Sumber penyakit. Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi berjalan


dengan cepat atau lambat.

2. Kuman penyebab. Kuman penyebab dapat menentukan jumlah mikroorganisme,


kemampuan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan virulensinya

2
3. Cara membebaskan sumber dari kuman. Cara membebaskan sumber dari kuman
dapat menentukan apakah proses infeksi cepat teratasi atau diperlambat, seperti tingkat
keasaman (ph), suhu, penyinaran (cahaya), dan lain-lain.

4. Cara penularan. Cara penularan seperti kontak langsung, melalui makanan atau
udara, dapat menyebabkan penyebaran kuman kedalam tubuh.

5. Cara masuknya kuman. Proses penyebaran kuman berbeda, tergantung dari


sifatnya. Kuman dapat masuk melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, kulit, dan lain-
lain.

6. Daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang baik dapat memperlambat proses infeksi
atau mempercepat proses penyembuhan. Demikian pula sebaliknya, daya tahan tubuh yang
buruk dapat memperburuk proses infeksi.

Selain faktor-faktor diatas, terdapat faktor lain seperti status gizi atau nutrisi, tingkat
stres pada tubuh, faktor usia, dan kebiasaan yang tidak sehat.

b. Sedangkan menurut Darmadi dalam bukunya Infeksi Nasokomial Problematika dan


Pengendaliannya (2008), ada sejumlah faktor yang sangat berpengaruh dalam terjadinya
infeksi nasokomial, yang menggambarkan faktor-faktor yang datang dari luar (extrinsic
factors). Faktor-faktor tersebut adalah sebagi berikut:

1. Faktor-faktor yang ada dari diri penderita (instrinsic factors) seperti umur, jenis
kelamin, kondisi umum penderita, resiko terapi atau adanya penyakit lain yang menyertai
penyakit dasar (multipatologi) beserta komplikasinya. Faktor-faktor ini merupakan faktor
presdisposisi.

2. Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay), menurutnya


standart pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan.

3. Faktor mikroba pathogen seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat


kemampuan merusak jaringan, lamanya pemaparan (length of exposure) antara sumber
penularan (reservoir) dengan penderita.

2.3 Proses Terjadinya Infeksi Nasokomial


1. Mekanisme penularan menurut Darmadi (2008)

3
Penyebab mikroba pathogen ke tubuh manusia melalui mekanisme tertentu, yaitu
mekanisme penularan (Mode Of Transmission). Dalam garis besarnya, mekanisme transmisi
mikroba pathogen ke pejamu yang rentang (Susceptable Host) melalui dua cara :

A. Transmisi Langsung (Direct Transmission)

Penularan langsung oleh mikroba pathogen ke pintu masuk yang sesuai dengan pejamu.
Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, batuk, berbicara, atau saat transfusi
darah yang terkontaminasi mikroba pathogen.

B. Transmisi Tidak Langsung (Indirect Transmission)

Penularan mikroba pathogen yang penularannya “media perantara” baik berupa barang-
barang, air, udara, makanan/minuman, maupun vektor.

a. Venicle-borne
Sebagai media perantara penularan adalah barang/bahan yang kontaminasi seperti
peralatan makan dan minum, instrument bedah/kebidanan, peralatan laboratorium,
peralatan infus atau transfuse.
b. Vector-borne
Sebagai media perantara penularan adalah vector (serangga), yang memindahkan
mikroba pathogen ke pejamu dengan cara berikut.
1. Cara mekanis
Pada kaki serangga melekat kotoran/sputum (mikroba pathogen), lalu hinggap
pada makanan atau minuman, dimana akan masuk seluruh cerna pejamu.
2. Cara biologis
Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus perkembanganbiakan
dalam tubuh vector/serangga, selanjutnya mikroba di pindahkan kedalam tubuh
pejamu melalui gigitan.
c. Food-borne
Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup efektif untuk
menyebarkan mikroba pathogen ke pejamu, yaitu melalui pintu masuk (port d’entree)
saluran cerna.
d. Water-borne
Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif terutama untuk
kebutuhan rumah sakit.

4
2. Tahapan transmisi mikroba pathogen menurut Darmadi (2008)
Dalam riwayat penyakit, pejamu yang peka (susceptable host) akan berinteraksi
dengan mikroba pathogen, yang secara alamiah akan melewati 4 tahap yaitu:
a. Tahap rentan
Pada tahap ini pejamu masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka atau labil,
disertai faktor presdisposisi yang mempermudah terkena penyakit seperti umur,
keadaan fisik, perilaku/ kebiasaan hidup, sosial ekonomi, dan lain-lain. Faktor-faktor
presdisposisi tersebut mempercepat masuknya agen penyebab penyakit (mikroba
pathogen) untuk berinteraksi dengan pejamu.
b. Tahap inkubasi
Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba pathogen mulai beraksi, namun tanda dan
gejala penyakit belum tampak (subklinis). Saat mulai masuknya mikroba pathogen ke
tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda dan gejala penyakit lainnya, ada yang
hanya beberapa jam, dan ada yang bertahun-tahun.
c. Tahap klinis
Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat memunculkan tanda dan
gejala (sugn and symptoms) penyakit. Dalam perkembangannya, penyakit akan
berjalan secara bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan.
Penderita masih mampu melakukan aktifitas sehari-hari dan masih dapat diatasi
dengan berobat jalan. Pada tahap selanjutnya, penyakit tidak dapat diatasi dengan
berobat jalan, karena penyakit bertambah parah, baik secara objektif maupun
subjektif. Pada tahap ini penderita sudah tidak mampu lagi melakukan aktifitas
sehari-hari dan jika berobat, umumnya harus memerlukan perawatan.
d. Tahap akhir penyakit
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan penyakit dapat
berakhir dengan 5 alternatif, yaitu:
1. Sembuh sempurna : Penderita sembuh secara sempuirna, artinya bentuk dan
fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti sedia kala.
2. Sembuh dengan obat : Penderita sembuh dari penyakitnya namun disertai
kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat mental, maupun cacat
sosial

5
3. Pembawa (Carrier) : Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai
dengan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada kondisi ini agen
penyebab penyakit masih ada, dan ada potensial sebagai sumber penularan
4. Kronis : Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang
tetap atau tidak berubah (stagna).
5. Meninggal dunia : Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan
fungsi-fungsi organ.

2.4 Pencegahan Infeksi Nasokomial


A. Pengendalian Infeksi Nasokomial
Infeksi nasokomial merupakan masalah serius bagi rumah sakit. Kerugian yang
ditimbulkan sangat membebani pihak rumah sakit dan pasien. Pencegahan dan pengendalian
infeksi nasokomial merupakan upaya penting dalam meningkatkan mutu pelayanan medis
rumah sakit.
B. Program Pengendalian
Infeksi ini dapat dikelompokan kedalam tiga kelompok yaitu tindakan operasional,
tindakan organisasi, dan tindakan struktural. Tindakan operasional mencakup kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasarkan penularan/transmisi.
C. Kewaspadaan Standar
Komponen utama standar pencegahan dan pengendalian infeksi nasokomial dalam
tindakan operasional mecakup kegiatan, sebagai berikut:
1. Mencuci tangan
Mencuci tangan sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir dan dengan sabun yang
digosokan selama 15 sampai 20 detik. Mencuci tangan dengan sabun biasa dan air
bersih adalah sama efektifnya mencuci tangan dengan sabun antimikroba.
2. Alat pelindung diri
Alat pelindung yang paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau
bahan sintetik yang tidak tembus oleh cairan.
3. Perawatan pasien
Perawatan pasien yang sering dilakukan meliputi tindakan: pemakaian kateter urin,
pemakaian alat intra vaskuler, transfusi darah, pemasangan selang nasogastrik,
pemasangan ventilator dan perawatan luka bekas operasi.
4. Prosedur pencegahan dan pengendalian

6
Infeksi nasokomial dan komplikasi transfusi meliputi: transfusi dilakukan jika
dibutuhkan, seleksi donor potensial secara penuh untuk menghindari penularan infeksi
serius, donor darah diambil secara aseptik dan dengan sistem tertutup, simpan darah
pada suhu yang tepat, pastikan darah cocok agar tidak membahayakan penerima
donor, terapkan teknik aseptik saat melakukan transfusi, pantau tanda vital dan reaksi
spasien serta hentikan transfusi jika reaksi berlawanan.
5. Penggunaan antiseptik
Larutan antiseptik dapat digunakan untuk mencuci tangan terutama pada tindakan
bedah, pembersihan kulit sebelum tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya.
Instrumen yang kotor, sarung tangan bedah dan barang-barang lain yang digunakan
kembali dapat diproses dengan dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk mengendalikan infeksi.
6. Kewaspadaan berdasarkan penularan atau transmisi
Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan pada pasien yang menunjukan gejala,
dicurigai terinfeksi atau mengalami kolonisasi dengan kuman yang sangat mudah
menular. Kewaspadaan berdasarkan transmisi perlu dilakukan sebagai kewaspadaan
standar.
Kewaspadaan berdasarkan transmisi meliputi : penanganan linen dan pakaian kotor,
penanganan peralatan makan pasien, dan pencegahan infeksi untuk prosedur yang
menimbulkan aerosol pada pasien suspek atau probabel menderita penyakit menular
melalui udara melalui airbone. Selain tindakan diatas isolasi pasien yang akan
menjadi sumber infeksi juga perlu diperhatikan untuk mencegah transmisi langsung
atau tidak langsung.
7. Penanganan linen dan pakaian kotor
Penanganan linen dan pakaian kotor menjadi hal penting karena linen yang tercemar
oleh mikroorganisme yang sangat patogen, risiko penularannya dapat minimal apabila
linen tersebut ditangani dengan baik sehingga dapat mencegah penularan
mikroorganisme pada pasien, petugas dan lingkungan.
8. Isolasi
Selain itu, pasien dengan penyakit menular melalui udara perlu dirawat di ruang
isolasi untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung.

2.5 Kasus Infeksi Nasokomial

7
1. POTENSI PENYEBARAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANGAN
INSTALASI RAWAT INAP KHUSUS TUBERKULOSIS (IRINA C5) BLU
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
Pembahasan :
Rumah sakit adalah tempat untuk mencari kesembuhan tetapi bisa
juga merupakan sumber dari berbagai penyakit, yamg berasal dari
penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit
ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti udara,
air, lantai, makanan, perabotan rumah sakit dan peralatan medis maupun non
medis. Survei prevalensi yang dilakukan oleh World Health
Organization (WHO) di 55 rumah sakit dari 14 negara yang mewakili
4 wilayah kerja WHO (Eropa, Mediterania, Asia Tenggara dan Pasifik
Barat) menunjukkan rata-rata 8,7% dari pasien yang dirawatdi rumah
sakit mengalami infeksi nosokomial dan frekuensi tertinggi
infeksinosokomialdilaporkan dari rumah sakit di Asia Tenggara dengan
prevalensi 11%.1 Setiap saat, lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita bukan hanya dari penyakit dasarnya melainkan juga dari komplikasi
infeksi yang diperoleh dari rumah sakit. Tingkat infeksi yang lebih
tinggi ditemukan pada pasien dengan peningkatan kerentanan karena
factor usia tua. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif prospektif.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2015 sampai Maret 2015.
Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 yang diambil dari ruangan
perawatan yaitu dinding dan lantai, perabotan ruangan yaitu
tempat tidur,buffet, dan kursi, peralatan medis (nasal kanul, tabung
oksigen,tiang infus), dan Udara. Hasil penelitian di identifikasi bakteri
ditemukan 10 spesies bakteri, yaitu Bacillus subtilis yang merupakan bakteri
terbanyak yang ditemukan sebanyak 10 sampel (33,4%), Lactobacillus
sp.ditemukan sebanyak 7 sampel (23,4%), Enterobacter cloacae
ditemukan sebanyak 3 sampel (10%), Enterobacter agglomerans
ditemukan sebanyak 2 sampel (6,7%), Serratia liquefaciens ditemukan
sebanyak 2 sampel (6,7%), Kokus Gram negatif ditemukan sebanyak 2
sampel (6,7%), Staphylococcus albus ditemukan sebanyak 1 sampel
(3,4%), Staphylococcus sp.ditemukan sebanyak 1 sampel (3,4%),

8
Enterobacter hafniae ditemukan sebanyak 1 sampel (3,4%), dan
Streptococcus sp. ditemukan sebanyak 1 sampel (3,4%). Bakteri Bacillus
subtilis adalah bakteri paling banyak ditemukan pada penelitian ini
dengan jumlah 10 sampel. Bakteri ini termasuk batang besar aerob dan
non-patogenik.Bacillus subtilisdapat ditemukan di tanah,air,dan udara.
a) Pencegahan Infeksi Nasokomial pada kasus diatas
Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial atau HAI (Health Care
Associated Infection) mutlak harus dilaksanakan di rumah sakit. Hal ini
disebabkan kejadian infeksi nosokomial dapat menimbulkan kerugian
bagi pasien mulai dari perawatan menjadi lebih lama yang berarti dapat
memperlama penderitaan baik secara fisik dan mungkin psikis serta
finansial, sampai dengan kejadian paling serius yaitu KEMATIAN
sedangkan bagi rumah sakit kerugian yang paling besar adalah biaya
operasional yang sangat tinggi dan kerugian non materi misalnya
menyangkut performance rumah sakit di mata masyarakat kurang baik.
b) Kewaspadaan standar dan Safe Patien Handling infeksi nasokomial
Penanganan pasien yang aman sangat penting dalam mencegah
penyebaran infeksi nosokomial atau hospital-acquired. Infeksi nosokomial
adalah infeksi yang didapat pasien saat dirawat di rumah sakit atau
fasilitas medis. Infeksi ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri,
virus, atau jamur, dan dapat menyebar melalui berbagai cara penularan.
Untuk mencegah penyebaran infeksi nosokomial melalui penanganan
pasien yang aman, petugas kesehatan harus mematuhi prosedur
pengendalian infeksi yang ketat. Beberapa prosedur ini meliputi:
1. Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun
dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs) bila tangan tidak tampak
kotor. Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku
palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun
biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat:
a) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu
darah, cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband,
walaupun telah memakai sarung tangan.

9
b) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya
yang bersih, walaupun pada pasien yang sama.
2. Alat Pelindung Diri
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam APD sebagai berikut:
a) Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai
petugas untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan
infeksius.
b) APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung
mata (goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun
pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).
c) Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membrane
mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit
yang tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
d) Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah
atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
e) Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di lakukan.
f) Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai saruntangan
sambil menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.
3. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
penatalaksanaan peralatan bekas pakai perawatan pasien yang
terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
a) Pre cleaning
b) Cleaning
c) Des Infeksi Sterilisasi
4. Kesehatan Lingkungan
Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain
berupa upaya perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan permukaan
lingkungan, serta desain dan konstruksi bangunan, dilakukan untuk
mencegah transmisi mikroorganisme kepada pasien, petugas dan
pengunjung.
5. Pengelolaan Limbah
RS dan fasyankes lain sebagai sarana pelayanan kesehatan adalah tempat
berkumpulnya orang sakit maupun sehat, dapat menjadi tempat sumber

10
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran
lingkungan dan gangguan kesehatan, juga menghasilkan limbah yang
dapat menularkan penyakit
6. Penata laksanaan Linen
a) Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung tangan
rumah tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup).
b) Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi
cairan tubuh
c) Pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya oleh perawat
atau petugas.
d) Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi ke
udara dan petugas yang menangani linen tersebut. Semua linen kotor
segera dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong kuning di lokasi
penggunaannya dan tidak boleh disortir atau dicuci di lokasi dimana linen
dipakai.
e) Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya
harus dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan
diangkut/ditranportasikan secara berhati-hati agar tidak terjadi kebocoran.
f) Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washer bedpan,
spoelhoek atau toilet dan segera tempatkan linen terkontaminasi ke dalam
kantong kuning/infeksius. Pengangkutan dengan troli yang terpisah, untuk
linen kotor atau terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong kuning.
Pastikan kantong tidak bocor dan tidak lepas ikatan selama transportasi.
Kantong tidak perlu ganda.
g) Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di laundry
TERPISAH dengan linen yang sudah bersih.

11
12
13
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nasokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan
komeo yang artinya merawat. Nasokomion berarti tempat untuk merawat/rumah sakit. Jadi,
infeksi nasokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nasokomial menurut Hidayat (2006) antara
lain, sumber penyakit, kuman penyebab, cara pembebasan sumber dari kuman, cara
masuknya kuman dan daya tahan tubuh. Proses terjadinya infeksi nasokomial terjadi karena
transmisi langsung dan tidak langsung.

3.2 Saran
Setelah mempelajari tentang infeksi nasokomial ini kita dapat mengerti serta
memahami penyebaran infeksi. Penulis sadar masih banyak kesalahan dan kekurangan yang
harus ditutupi. Oleh karena itu penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari
para pembaca guna dan tujuan untuk memperbaiki dan melengkapi apa yang kurang dalam
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai