Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN

JIWA PADA ANAK DAN REMAJA

Dosen Pembimbing: Reliani, S.Kep., Ns, M.Kes

Disusun oleh:
Fitrianita Ainun I (20161660102)
Sriwahyuni (20171660022)
Hernia (20171660024)
Chyntia Nada N (20171660043)
Aqda Putra M (20171660093)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunianya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul ‘′Asuhan
Keperawatan Gangguan Jiwa Pada Anak Dan Remaja”. Diharapkan makalah
ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Penulis menyadari segala kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik


materi maupun bahasa. Namun demikian, penulis berharap semoga makalah ini
dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi mahasiswa, dosen, maupun
perpustakaan sehingga dapat memudahkan dalam melaksanakan kegiatan proses
belajar-mengajar. Selama proses penyusunan, penulis dibantu oleh teman-teman
kerja. Khususnya pustakawan yang telah membantu mencarikan beberapa literatur
yang berkaitan dengan materi yang telah diperlukan. Untuk itu, sudah sewajarnya
penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, Allah SWT berkenan membalasnya

Akhirnya bagi Allah segala sifat kesempurnaan dan tidak satupun


pekerjaan manusia yang luput dari kekurangan, termasuk penyusunan buku ini.
Penulis menerima saran dan kritik, khususnya dari teman seprofesi dalam rangka
membantu penyempurnaan buku ini. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikanhidayah-Nya. Amin.

Surabaya, 30 Maret 2019

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Tujuan .......................................................................................................... 2

1.3 Manfaat ........................................................................................................ 3

BAB II STUDI LITERATUR

2.1 Pengertian Gangguan Jiwa............................................................................ 4

2.2 Sumber Penyebab Gangguan Jiwa................................................................ 4

2.3 Klasifikasi Gangguan Jiwa............................................................................ 5

2.4 Perkembangan Jiwa Anak............................................................................. 6

2.5 Perkembangan Jiwa Remaja......................................................................... 10

2.6 Sudut Pandang Gangguan Jiwa Pada Anak dan Remaja.............................. 11

2.7 Etiologi Gangguan Psikiatrik Pada Anak dan Remaja.................................. 13

2.9 Jenis Gangguan Jiwa Anak dan Remaja..................................................... 17


BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian ....................................................................................................

3.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................................

3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................................

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan...................................................................................................

4.2 Saran .............................................................................................................

iii
Daftar Pustaka ....................................................................................................

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO (World Health Organization) kesehatan jiwa adalah ketika


seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan
hidup serta dapat menerima orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa adalah kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan
sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya. Kondisi perkembangan yang tidak sesuai pada individu disebut
gangguan jiwa (UU No.18 tahun 2014).
Gangguan jiwa menurut American Psychiatric Association (APA) adalah
sindrom atau pola psikologis atau pola perilaku yang penting secara klinis, yang
terjadi pada individu dan sindrom itu dihubungkan dengan adanya distress
(misalnya, gejala nyeri, menyakitkan) atau disabilitas (ketidakmampuan pada
salah satu bagian atau beberapa fungsi penting) atau disertai peningkatan resiko
secara bermagna untuk mati, sakit, ketidakmampuan, atau kehilangan kebebasan
(APA, 1994 dalam Prabowo, 2014).
Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini adalah 236 juta
orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi dan 0,17%
menderita gangguan jiwa berat, 14,3% diantaranya mengalami pasung. Tercatat
sebanyak 6% penduduk berusia 15-24 tahun mengalami gangguan jiwa. Dari 34
provinsi di Indonesia, Sumatera Barat merupakan peringkat ke 9 dengan jumlah
gangguan jiwa sebanyak 50.608 jiwa dan prevalensi masalah skizofrenia pada
urutan ke-2 sebanyak 1,9 permil. Peningkatan gangguan jiwa yang terjadi saat ini
akan menimbulkan masalah baru yang disebabkan ketidakmampuan dan gejala-
gejala yang ditimbulkan oleh penderita (Riskesdas 2013).
Khusus untuk anak dan remaja, masalah kesehatan jiwa perlu menjadi
fokus utama tiap upaya peningkatan sumber daya manusia, mengingat anak dan
remaja merupakan generasi yang perlu disiapkan sebagai kekuatan bangsa

1
Indonesia. secara umum, telah diketahui bahwa setiap individu punya potensi
untuk mengalami gangguan jiwa, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Pada
anak-anak, masih terlalu dini untuk memahami kesehatan mental, sehingga
penelitian lebih berfokus pada remaja. Hal ini disebabkan pada remaja,
perkembangan kognitifnya sudah mampu menerima informasi secara abstrak dan
rasional serta dapat mengolah informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu,untuk prevensi dini sebelum terjadi gangguan jiwa pada saat dewasa.
Sehingga remaja juga perlu memahami kesehatan mental.
Gangguan kesehatan jiwa anak dan remaja akan cenderung meningkat
sejalan dengan permasalahan kehidupan dan kemasyarakatan yang semakin
kompleks. Oleh karena itu memerlukan pelayanan kesehatan jiwa yang memadai
sehingga memungkinkan anak dan remaja untuk medapatkan kesempatan tumbuh
kembang semaksimal mungkin.
Keperawatan termasuk bagian integral dari sistem kesehatan Indonesia
turut menentukan penanggulangan masalah kesehatan anak dan remaja. Perawat
merupakan kelompok mayoritas tenaga kesehatan dan mempunyai kesempatan 24
jam untuk menjaga dan melayani pasien atau kliennya.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada anak dan remaja yang
mengalami gangguan jiwa
2. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada anak dan remaja yang
mengalami gangguan jiwa
3. Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada anak dan remaja yang
mengalami gangguan jiwa
4. Mampu melaksanakan pelaksanaan keperawatan pada anak dan remaja
yang mengalami gangguan jiwa
5. Mampu melaksanakan evaluasi pada anak dan remaja yang mengalami
gangguan jiwa

2
1.3 Manfaat
1. Untuk pedoman atau acuan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada
masyarakat
2. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan keperawatan
3. Untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi klien.

3
BAB II

STUDI LITERATUR

2.1 Pengertian Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku
seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress)
atau hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari
manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya
terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat
(Maslim, 2002; Maramis, 2010).
Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab.
Banyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu
bersifat kronis. Pada umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental,
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya afek yang tidak wajar atau
tumpul (Maslim, 2002).

2.2 Sumber Penyebab Gangguan Jiwa

Manusia bereaksi secara keseluruhan—somato-psiko-sosial. Dalam


mencari penyebab gangguan jiwa, unsur ini harus diperhatikan. Gejala gangguan
jiwa yang menonjol adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan menderita tetap
sebagai manusia seutuhnya (Maramis, 2010).

1. Faktor somatik (somatogenik), yakni akibat gangguan pada


neuroanatomi, neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat
kematangan dan perkembangan organik, serta faktor pranatal dan
perinatal.
2. Faktor psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan
anak, peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan
dalam keluarga, pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor
intelegensi, tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola
adaptasi juga akan memengaruhi kemampuan untuk menghadapi

4
masalah. Apabila keadaan ini kurang baik, maka dapat mengakibatkan
kecemasan, depresi, rasa malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.
3. Faktor sosial budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola
mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok
minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan
kesejahteraan yang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan
keagamaan.

2.3 Klasifikasi Gangguan Jiwa


Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia (PPDGJ)
pada awalnya disusun berdasarkan berbagai klasifikasi pada Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder (DSM), tetapi pada PPDGJ III ini
disusun berdasarkan International Classification of Disease (ICD) edisi yang
ke sepuluh. Secara singkat, klasifikasi PPDGJ III meliputi hal berikut.
1. F00–F09: gangguan mental organik (termasuk gangguan mental
simtomatik).
2. F10–F19: gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat
psikoaktif.
3. F20–F29: skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham.
4. F30–F39: gangguan suasana perasaan (mood/afektif).
5. F40–F48: gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan
terkait stres.
6. F50–F59: sindroma perilaku yang berhubungan dengan gangguan
fisiologis dan faktor fisik.
7. F60–F69: gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa.
8. F70–F79: retardasi mental.
9. F80–F89: gangguan perkembangan psikologis.
10. F90–F98: gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada
anak dan remaja.

5
Secara umum, klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) gangguan jiwa berat/kelompok
psikosa dan (2) gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan mental emosional
yang berupa kecemasan, panik, gangguan alam perasaan, dan sebagainya. Untuk
skizofrenia masuk dalam kelompok gangguan jiwa berat.

2.4 Perkembangan Jiwa Anak

a. Teori perkembangan fisio - biologis


Tiga konsep utama yang melandasi fisio-biologis
perkembangan individu adalah kepribadian, sifat (traits), dan
tempramen. Kepribadian didefenisikan sebagai elemen-elemen yang
membentuk reaksi menyeluruh individu terhadap lingkungan. Tempramen
adalah gaya perilaku sebagai reaksinya terhadap lingkungan dan berkaitan
dengan traits yang atribut kepribadian. Walau tidak bersifat genetic,
sifat bawaan (inbron traits) menghasilkan respon s o s i a l yang
berbeda yang mempengaruhi pola keterkaitan
( a t t a c h m e n t p a t t e r n s ) d a n  perkembangan psikologis. body image
(citra tubuh) merupakan konsep biofisik yang juga mempunyai dimensi
biologis dan sosial dalam perkembangan seseorang. bersifat
dinamis, dan berkembangan mengikuti berkembang
m e n g i k u t i p e r k e m b a n g a n i n t e r n a s i o n a l , lingkungan, dan citra
tubuh ideal dan penyesuaian sebagai respon terhadap pertumbuhan fisik dan
pengalaman hidup. Maturasi secara teratur dan berangsur terbentuk
yang membedakana n a k s e b a g a i bagian yang terpisah dari
i b u n y a , d a n s k e m a t u b u h m e r e k a m e n j a d i l e b i h mantap dan
stabil pada akhirnya masa remaja.

b. Teori perkembangan psikologi


Teori psikoanalitis yang dikembangkan oleh Freud, begitu pula teori
interpersonal yang dikenalkan oleh Sullivan mendasari teori psikologis
perkembangan. freud adalah orang pertama yang menemukan teori
perkembangan kepribadian dalam pengobatan psikoanalitis pada orang
dewasa. Ia menekankan pada tahapan perkembangan dan pengaruh

6
pengalaman masa kecil terhadap perilaku pada saat dewasa. freud
menyatakan bahwa masa lima tahun  pertama kehidupan anak sangat
penting dan pada usia lima tahun karakter dasar yang dimilikianak telah
terbentuk dan tidak daapt diubah lagi. Freud juga mengenalkan antara lain
konsep transferens, ego, mekanisme koping (coping
mechanism), sullivan m e m f o k u s k a n t e o r i  perkembangan anak
pada hubungan antara manusia. Tema sentral teori sullivan berkisar pada
ansietas dan menekankan bahwa masyarakat sebagai pembentuk
kepribadian. anak bela!ar perilaku tertentu karena hubungan interpersonal.

c. Teori perkembangan kognitif


Teori Piaget menekankan bahwa cara anak berpikir berbeda dengan orang
dewasa, bahkan anak belajar secara spontan tanpa mendapatkan masukan dari
orang dewasa. Menurut Piaget, anak belajar melalui proses meniru dan
bermain. Menunjukkan proses kegiatan asimilasi dan akomodasi, yang
menjabarkan tiap tahap dan usai dari kematangan kognitif anak.
Perkembangan kognitif mengintegrasikan struktur pola perilaku sebelumnya
ke arah pola perilaku baru yang lebih kompleks. Kecepatan tiap tahap
perkembangan dipengaruhi oleh perbedaan tiap individu dan pengaruh sosial.
Piaget tidak setuju dengan pendapat ilmuwan lain bahwa orang dewasa
dipengaruhi oleh tingkat perkembangan sebelumnya.

d. Teori perkembangan bahasa


Penguasaan bahasa merupakan tugas perkembangan utama pada masa
kanak-kanak, yang mana struktur linguistik dan kognitif berkembang secara
paralel. Chomsky (1975) dalam teorinya menyatakan bahwa anak
menggunakan dan menginterpretasikan kalimat baru melalui proses kognitif
internal yang disebut dengan transformasi, yaitu penyusunan kata menjadi
kalimat. Mula-mula anak memverbalisasi persepsi mereka dengan memberi
nama tentang hal yng dipersepsikan, kemudian meningkat dengan
memverbalisasi emosi mereka. Pemberian nama pada objek dan perasaan yang
dialami, meningkatkan rasa kontrol anak terhadap perasaannya, yang dengan
sendirinya membantu mereka untuk membedakan apa yang nyata dan yang
tidak. Perkembangan anak memudahkan uji realitas dan sebagai dasar

7
terhadap identitas dan perbedaan semua dimensi pada anak yang sedang
berkembang.

e. Teori perkembangan moral


Perkembangan moral diartikan sebagai konversi sikap dan konsep primitif
ke dalam standar moral yang komprehensif. Proses transformasi ini
merupakan bagian dari/dan tergantung pada kumpulan pertumbuhan kognitif
anak, yang timbul sejalan dengan hubungan anak dengan dunia luar. Teori
perkembangan moral anatara lain dikemukakan oleh Freud, Piaget, dan
Kohlberg.

f. Teori psikologis ego


Teori psikologi ego yang menjembatani psikoanalisis dengan psikologi
perkembangan ini menggunakan pendekatan struktural untuk memnahami
individu dengan berfokus pada ego atau diri sebagai unsur mandiri. Ilmuwan
yang mendukung teori ini berkeyakinan bahwa ego dan unsur rasional yang
menentukan pencapaian intelektual dan sosial terdiri dari sumber energi,
motif, dan rasa tertarik. Pada dasarnya tidak ada satu teori pun yang secara
lengkap menjelaskan perkembangan jiwa anak dan menyimpulkan secara
holistik tentang penyimpangan kesehatan jiwa pada anak termasuk landasan
intervensi yang perlu dilakukan. Oleh karena itu dalam keperawatan jiwa pada
anak dapat digunakan suatu pendekatan yang berfokus pada keterampilan
kompetensi ego anak.

2.5 Perkembangan Remaja


Pengertian Remaja
Tahapan perkembangan remaja menurut Mapiarre (dalam Moh Ali : 2012)
berlangsung antara antara umur 12 tahun sampai22 tahun yaitu umur 12 tahun
sampai 21tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 bagi pria. Rentang usia
remaja ini dibagi menjadi dua bagian yaitu remaja awal dengan rentan usia
antara 12/13 tahun sampai 17/18 tahun dan remaja akhir usia 17/18 sampai
21/22 tahun.1Perkembangan masa remaja merupakan periode transisi atau
peralihan dari kehidupan masa kanak-kanak ke masa dewasa. periode dimana
individu dalam proses pertumbuhannya (terutama pertumbuhan fisik) telah

8
mencapai kematangan, Mereka tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak
namun mereka belum mencapai kematangan yang penuh dan belum memasuki
tahapan perkembangan dewasa. Secara negatif periode ini disebut juga periode
“serba tidak” (the “un” stage), yaitu ubbalanced = tidak/belum seimbang,
unstable = tidak/belum stabil dan unpredictable =tidak dapat diramalkan. Pada
periode ini terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi psikologis, sosial dan
intelektual.
Perkembangan fisik dan Kognitif
Pada masa perkembangan remaja juga merupakan tahapan pubertas.
Tahapan pubertas (puberty)adalah sebuah periode dimana kematangan fisik
berlangsung cepat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang
terutama berlangsung dimasa remaja awal.5Menurut Jean Piaget (dalam Moh
Ali : 2012)remaja dalam tahapan perkembangan kognitifnya memasuki tahap
oprasional formal. Tahapoprasional formal ini dialami oleh anak pada usia 11
tahun keatas. Pada tahapan oprasional formalini, anak telah mampu
mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya yang merupakan hasil
dari berpikir logis. Aspek perasaaan dan moralnya juga telah
berkembang.6Pada tahapan ini menurut piaget(dalam Moh Ali:2012),dalam
tahapan ini remaja mulai berinteraksi dengan lingkungan dan semakin luas
dari pada tahapan anak-anak, remaja mulai berinteraksi denganteman
sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang
dewasa. Karena pada tahapan ini anak sudah mulai mampu mengembangkan
pikiran normalnya, mereka juga mampu mencapai logika dan rasio serta dapat
menggunakan abstraksi. Arti simbolik dan kiasan dapat mereka mengerti.
Melibatkan mereka dalam suatu kegiatan akan lebih memberikan akaibat
positif pada perkembngan kognitifnya.
Perkembangan hubungan sosial
Hubungan sosial adalah cara-cara individu bereaksi terhadap orang-orang
disekitarnya dan bagaimana pengaruh hubungan itu terhadap dirinya.
Hubungan sosial ini juga berkaitan denganpenyesuaian diri terhadap
lingkungansosialnya misalnya makan dan minum sendiri, berpakaian sendiri,
menaati peraturan, membangun komitmen bersama dalam kelompok atau

9
organisasinya dan sejenisnya.8Perkembangan Hubungan sosialpada masa
remaja berawal dari lingkungan rumah kemudian berkembang lebih luas lagi
ke lingkungan sekolah dan kemudian berkembang lagi pada teman-
temansebaya. Karakteristik hubungan sosial remaja adalah sebagai berikut :
a. Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan pergaulan.
Hal ini menyebabkan remaja memiliki solidaritas yang amat tinggi dan
kuat dengan kelompok sebayanya, jauh melebihi dengan kelompok
lain, bahkan dengan orang tuanya sekalipun.
b. Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial. Hal Ini menyebabkan remaja
senantiasa mencari nilai-nilai yang dapat dijadikan pegangan,
jikaremajatidak menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pegangan
makaremaja cenderung akan menciptakan nilai-nilai kelompok mereka
sendiri.
c. Mulai ada rasa tertarikterhadap lawan jenis, hal ini menyebabkan
remaja pada umumnya berusaha keras memiliki teman dekat dari
lawan jenisnya.d.Pada masa remaja Mulai tanpak kecenderungannya
untuk memilih karier tertentu, meskipun sebenarnya perkembangan
karier remaja masih beradada pada tahap pencarian karier.

2.6 Sudut Pandang Gangguan Jiwa Pada Anak dan Remaja


Berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan, remaja adalah usia yang
rentan, konsep dirinya belum matang, masih terlalu mudah meniru perilaku
dari idolanya, kemampuan analisisnya masih rendah dan kemampuan kontrol
emosi juga masih rendah. Berikut ini sifat umum dari anak dan remaja, di
antaranya :
a. Spontanitas
Mereka secara spontan melakukan suatu kegiatan tanpa pertimbangan
rasional dan analisa berpikir. Ketika salah seorang teman mereka
merokok dan terlihat "Gentleman" di mata mereka maka secara
mencuri - curi mereka akhirnya merokok. Petualang, mereka senang
sekali bereksplorasi dengan berbagai situasi dan keadaan. Ketika
sedang hangat-hangatnya jejaring sosial ‘facebook’ mereka mulai

10
menggunakan ‘facebook. Kini ketika demam ‘twitter’ melanda, maka
mereka berganti membuat account ‘twitter’.

b. Kebebasan
Mereka menuntut kebebasan dari orangtuanya untuk melakukan apa
yang ingin mereka lakukan, jika kebebasan ini terfasilitasi maka
mereka akan menjadi generasi kreatif yang mampu mengharumkan
nama bangsa.
Tetapi tentu saja mereka memiliki beberapa kelemahan :
a) Tawuran. Ketika melihat film – film berbau kekerasan maka
mereka berkeinginan menjadi jagoan, kemudian mereka
mengumpulkan teman - teman mereka dan akhirnya menyerang
kelompok remaja lain untuk menunjukkan eksistensinya.
b) Sex bebas. Kurangnya kontrol orang tua dan terlalu mudahnya
akses ke situs – situs porno membuat mereka memiliki keinginan
untuk mencoba, percobaan pertama menjadi pengalaman
menyenangkan dan akhirnya kecanduan menjadi sebuah
pengalaman yang berulang.
c) Penyalahgunaan obat.
Masa remaja adalah masa transisi, mereka membutuhkan sebuah
pembentukan identitas sehingga ketika ada masalah yang menekan
psikologis mereka, kemudian mereka tidak menemukan seseorang
yang mau membantu mereduksi tekanan psikologis mereka
akhirnya mereka melarikan diri ke obat - obatan terlarang,
minuman keras bahkan narkotika.
d) Terlibat kegiatan kriminal ringan.
Karena mereka masih labil dan masih mudah dibujuk, maka
bujukan untuk melakukan sebuah perbuatan kriminal bisa menjadi
ajang pembuktian siapa mereka, akibatnya mereka harus berurusan
dengan aparat akibat kesalahan mereka tersebut.

2.7 Etiologi Gangguan Psikiatrik Pada Anak dan Remaja

11
Tidak ada penyebab tunggal dalam gangguan mental pada anak-anak dan
remaja. Berbagai situasi, termasuk faktor psikobiologik, dinamika keluarga,
dan faktor lingkungan berkombinasi secara kompleks.

1. Faktor-Faktor Psikobiologik
a. Riwayat genetika keluarga
Seperti retardasi mental, autisme, skizofrenia kanak-kanak, gangguan
perilaku, gangguan bipolar, dan gangguan ansietas.
b. Abnormalitas struktur otak
Penelitian menemukan adanya abnormalitas struktur otak dan
perubahan neurotransmitter pada pasien yang menderita autisme,
skizofrenia kanak-kanak, dan ADHD.
c. Pengaruh prenatal
Seperti infeksi maternal, kurangnya perawatan pranatal, dan ibu yang
menyalahgunakan zat, semuanya dapat menyebabkan abnormalitas
perkembangan saraf yang berkaitan dengan gangguan jiwa. Trauma
kelahiran yang berhubungan dengan berkurangnya suplai oksigen
pada janin sangat signifikan dalam terjadinya retardasi mental dan
gangguan perkembangan saraf lainnya.
d. Penyakit kronis atau kecacatan
Dapat menyebabkan kesulitan koping bagi anak.
2. Dinamika keluarga
a. Penganiayaan anak.
Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-kanak awal,
perkembangan otaknya kurang adekuat (terutama otak kiri).
Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak berkaitan dengan
berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah memori,
kesulitan belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina
hubungan.
b. Disfungsi sistem keluarga
Misalnya kurangnya sifat pengasuhan, komunikasi yang buruk,
kurangnya batasan antar generasi, dan perasaan terjebak disertai

12
dengan keterampilan koping yang tidak adekuat antar anggota
keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua.
3. Faktor lingkungan

a. Kemiskinan.
Perawatan pranatal yang tidak adekuat, nutrisi yang buruk, dan kurang
terpenuhinya kebutuhan akibat pendapatan yang tidak mencukupi
dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan perkembangan
normal anak.
b. Tunawisma.
Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang
memengaruhi perkembangan emosi dan psikologi mereka. Berbagai
penelitian menunjukkan adanya peningkatan angka penyakit ringan
kanak-kanak, keterlambatan perkembangan dan masalah psikologis di
antara anak tunawisma ini bila dibandingkan dengan sampel kontrol.
c. Budaya keluarga.
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya
sekitar dapat mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh
teman sebaya dan masalah psikologik.

2.8 Jenis Gangguan Jiwa Anak dan Remaja


1. Gangguan perkembangan pervasif. Ditandai dengan masalah awal pada
tiga area perkembangan utama : perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi.
a. Retardasi mental
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan
substandar dalam berfungsi, yang dimanifestasikan dengan fungsi
intelektual secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis. IQ di
bawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang ketrampilan
adaptasi atau lebih (mis. komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup
sehari-hari, ketrampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan
diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja.
b. Autisme

13
Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan
komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997).
Gejala-gejalanya meliputi kurangnya responsivitas terhadap orang lain,
menarik diri dan berhubungan sosial, kerusakan yang menonjol dalam
komunikasi, dan respon yang aneh terhadap lingkungan (mis.,
tergantung pada benda mati dan gerakan tubuh yang berulang-ulang
seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan memukul-mukul
kepala).
c. Gangguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada
kerusakan fungsional pada bidang-bidang, seperti membaca,
aritmatika, bahasa, dan artikulasi verbal.
2. Defisit perhatian dan gangguan perilaku disrutif :
a. Attention Deficit-Hyperactivity Disorder (ADHD)
Dicirikan dengan tingkat gangguan perhatian, impulsivitas, dan
hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan. Menurut
DSM IV, ADHD pasti terjadi di sekitanya dua tempat (mis., di sekolah
dan di rumah) dan terjadi sebelum usia 7 tahun (DSM IV, 1994).
b. Gangguan perilaku
Dicirikan dengan perilaku berulang, disuptif, dan kesengajaan untuk
tidak patuh, termasuk melanggar norma dan peraturan sosial. Sebagian
besar anak-anak dengan gangguan ini mengalami penyalahgunaan zat
atau gangguan kepribadian antisosial setelah berusia 18 tahun. Contoh
perilaku pada anak-anak dengan gangguan ini meliputi: mencuri,
berbohong, menggertak, melarikan diri, membolos, menyalahgunakan
zat, melakukan pembakaan, bentuk vandalisme yang lain, jahat
terhadap binatang, dan serangan fisik terhadap orang lain.
c. Gangguan penyimpangan oposisi
Gangguan ini merupakan bentuk gangguan perilaku yang lebih ringan,
meliputi perilaku yang kurang ekstrem. Perilaku dalam gangguan ini
tidak melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat yang terlihat dalam
gangguan perilaku. Perilaku dalam gangguan ini menujukkan sikap

14
menentang, seperti berargumentasi, kasar, marah, toleransi yang
rendah erhadap frustasi, dan menggunakan minuman keras, zat
terlarang, atau keduanya.

3. Gangguan ansietas sering terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan
berlanjut ke masa dewasa :
a. Gangguan obsesif kompulsif, gangguan ansietas umum, dan fobia
banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, dengan gejala yang sama
dengan yang terlihat pada orang dewasa.
b. Gangguan ansietas akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-
kanak yang ditandai dengan rasa takut berpisah dari orang yang paling
dekat dengannya. Gejala-gejalanya meliputi menolak pergi ke sekolah,
keluhan somatic, ansietas berat terhadap perpisahan dan khawatir
tentang adanya bahaya pada orang-orang yang mengasuhnya.
4. Skizofrenia
a. Skizofrenia anak-anak jarang terjadi dan sulit didiagnosis. Gejala-
gejalanya dapat meneyerupai gangguan pervasive, seperti autisme.
walaupun penelitian tentang skizofrenia anak-anak sangat sedikit,
namun telah dijumpai perilaku yang khas (Antai-Otong, 1995b),
seperti beberapa gangguan kognitif dan perilaku, menarik diri secara
sosial, komunikasi.
b. Skizofrenia pada remaja merupakan hal yang umum dan insidensinya
selama masa remaja akhir sangat tinggi. Gejala-gejalanya mirip dengan
skizofrenia dewasa. Gejala awalnya meliputi perubahan ekstrim dalam
perilaku sehari-hari, isolasi sosial, sikap yang aneh, penurunan nilai-
nilai akademik, dan mengekspresikan perilaku yang tidak disadarinya.
5. Gangguan mood
a. Gangguan ini jarang terjadi pada masa anak-anak dan remaja
dibanding pada orang dewasa (Kelter, 1999). Prevalensi pada anak-
anak dan remaja berkisar antara 1% sampai 5% untuk gangguan
depresi. Eksistensi gangguan bipolar (jenis manik) pada anak-anak
masih kontroversial. Prevalensi penyakit bipolar pada remaja

15
diperkirakan 1%. Gejala depresi pada anak-anak sama dengan yang
diobservasi pada orang dewasa.
b. Bunuh diri. Adanya gangguan mood merupakan faktor yang serius
untuk bunuh diri. Bunuh diri adalah penyebab kematian utama ketiga
pada individu berusia 15 sampai 24 tahun. Tanda-tanda bahaya bunuh
diri pada remaja meliputi menarik diri secara tiba-tiba, berperilaku
keras atau sangat memberontak, menyalahgunakan obat atau alkohol,
secara tidak biasanya mengabaikan penampilan diri, kualitas tugas-
tugas sekolah menurun, membolos, keletihan berlebihan dan keluhan
somatic, respon yang buruk terhadap pujian, ancaman bunuh diri yang
terang-terangan secara verbal, dan membuang benda-benda yang
didapat sebagai hadiah ( Newman, 1999)
6. Gangguan penyalahgunaan zat
a. Gangguan ini banyak terjadi ; diperkirakan 32% remaja menderita
gangguan penyalahgunaan zat (Johnson, 1997). Angka penggunaan
alkohol atau zat terlarang lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding
perempuan. Risiko terbesar mengalami gangguan ini terjadi pada
mereka yang berusia antara 15 sampai 24 tahun. Pada remaja,
perubahan penggunaan zat dapat berkembang menjadi ketergantungan
zat dalam waktu 2 tahun sedangkan pada orang dewasa membutuhkan
waktu antara 15 sampai 20 tahun.
b. Komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lainya merupakan hal yang
banyak terjadi, termasuk gangguan mood, gangguan ansietas, dan
gangguan perilaku disruptif.
c. Tanda bahaya penyalahgunaan zat pada remaja, di antaranya adalah
penurunan fungsi sosial dan akademik, perubahan dari fungsi
sebelumnya, seperti perilaku menjadi agresif atau menarik diri dari
interaksi keluarga, perubahan kepribadian dan toleransi yang rendah
terhadap frustasi, berhubungan dengan remaja lain yang juga
menggunakan zat, menyembunyikan atau berbohong tentang
penggunaan zat.

16
2.9 Penatalaksanaan Gangguan Psikiatrik Pada Anak dan Remaja
a. Perawatan Berbasis Komunitas (Managed Care)
1) Pencegahan primer
Melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk menciptakan
lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak.
Contohnya adalah perawatan pranatal awal, program intervensi dini
bagi orang tua dengan faktor resiko yang sudah diketahui dalam
membesarkan anak, dan mengidentifikasi anak-anak yang berisiko
untuk memberikan dukungan dan pendidikan kepada orang tua dari
anak-anak
ini.                                                                                                          
2) Pencegahan sekunder
Dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak yang
mengalami kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat
segera dilakukan. Metodenya meliputi konseling individu dengan
program bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan jiwa komunitas,
layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami situasi
traumatik, konseling kelompok di sekolah, dan konseling teman
sebaya.
3) Dukungan terapeutik bagi anak-anak
Diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain, dan program
pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak mampu berpartisipasi
dalam sistem sekolah yang normal. Metode pengobatan perilaku pada
umumnya digunakan untuk membantu anak dalam mengembangkan
metode koping yang lebih adaptif.
4) Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga

17
Penting untuk membantu keluarga mendapatkan keterampilan dan
bantuan yang diperlukan guna membuat perubahan yang dapat
meningkatkan fungsi semua anggota keluarga.
b. Pengobatan Berbasis Rumah Sakit
1) Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah
sakit jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien
yang tidak sembuh dengan metode alternatif yang kurang restriktif,
atau bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap
dirinya sendiri ataupun orang lain.
2) Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program
sekolah di tempat (on-site) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
khusus anak yang menderita penyakit jiwa.
3) Seklusi dan restrain untuk mengendalikan perilaku disruptif masih
menjadi kontroversi. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini dapat
bersifat traumatik pada anak-anak dan tidak efektif untuk pembelajaran
respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi istirahat
(time-out), penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan, dan
intervensi dini untuk mencegah memburuknya perilaku.
c. Farmakoterapi
Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi
psikotropik digunakan dengan hati-hati pada klien anak-anak dan remaja
karena memiliki efek samping yang beragam.
1. Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja memengaruhi jumlah dosis,
respon klinis, dan efek samping dari medikasi psikotropik.
2. Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat
memengaruhi hasil pengobatan psikotropik, mengakibatkan hasil yang
tidak konsisten, terutama dengan antidepresan trisiklik.

18
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa Keperawatan

3.3 Intervensi

19
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

1. Untuk dapat berhasil dan berdayaguna, asuhan keperawatan yang


diberikan pada klien dengan gangguan jiwa perlu motivasi untuk tetap
berusaha membuat cacatan perkembangan dari klien dan melanjutkan
tindakan keperawatan.
2. Catatan perawatan di dokumentasikan dengan menggunakan
implementasi dan tindakan tersebut. Perlu adanya peningkatan
kerjasama yang baik antara perawat dan keluarga pasien, tim medis
dalam proses keperawatan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Ahmad dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori. 2012. Psikologi Remaja Perkembangan
Peserta didik. Jakarta : PT. Bumi Aksara

21

Anda mungkin juga menyukai