Oleh:
GUSTI AYU PUTRIYANI
201303022
i
SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PENYAKIT
ISPA PADA BALITA DI DESA SIDOMULYO WILAYAH KERJA
PUSKESMAS WONOASRI KABUPATEN MADIUN
Oleh :
WONOASRI KABUPATEN MADIUN ini adalah bukan skripsi orang lain baik
disebutkan sumbernya.
Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan apa
Riwayat Pendididkan :
1. SDN WONOASRI 01 TAHUN 2007
2. SMP NEGERI 1 WONOASRI TAHUN 2010
3. SMA NEGERI 01 NGLAMES TAHUN 2013
4. Tahun 2013 diterima di STIKES BHAKTI HUSADA MULIA
MADIUN jurusan S1 Kesehatan Masyarakat dengan Peminatan
Kesehatan Lingkungan
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
Pembimbing 2.
pengambilan data.
terbaik pastinya.
vii
7. Teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti Husada
dari semua pihak selalu penulis harapkan. Akhir kata penulis sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan proposal skripsi
viii
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun 2017
ABSTRAK
Kata Kunci: Kejadian ISPA, Umur, Pengetahuan Ibu, Status Imunisasi, Kepadatan
Hunian.
ix
Public Health Study Program
ABSTRACT
The result of this research be seen that the results show age was < 2 years
30 % , knowledge bad ( 27.5 % ) , status complete immunization ( 72,5 % ) and
density occupancy unhealthy ( 50 % ) with the genesis tract in the area of
puskesmas wonoasri . The results of the analysis bivariat is influence between the
ages of toddlers with the genesis tract {-value = 0.04 , RP ( 95 % CI) = 8 , 40
( 1,76-40,02 ) } , is influence between knowledge mother with the incident tract
{- value = 0,018 , RP ( 95 % CI) = 5,76 ( 1,24-26,56 ) } , no influence between
ststus immunization with the genesis tract {-value = 0,117 , RP ( 95 % CI) =
0,19 ( 0,72-14,15 ) } , is influence between the density of the occupancy of a room
with a tract {-value = 0,013 , RP ( 95 % CI) = 7,36 ( 1,33-40,54 ) } .
x
DAFTAR ISI
3.2 Hipotesis.........................................................................................37
xi
BAB 4 METODE PENELITIAN........................................................................38
4.1 Desain Penelitian............................................................................38
4.2 Populasi Dan Sampel......................................................................38
4.3 Teknik Sampling.............................................................................40
4.4 Kerangka Kerja...............................................................................41
4.5 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional variabel..................42
4.6 Instrumen Penelitian.......................................................................44
4.7 Uji Validitas Dan Reliabilitas.........................................................44
4.8 Lokasi Dan Waktu Penelitian.........................................................45
4.9 Prosedur Pengumpulan Data...........................................................45
4.10 Tehnik Pengolahan Data Dan Analisa Data..................................46
4.11 Analisa Data...................................................................................48
4.12 Etika Penelitian..............................................................................50
Bab 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian...............................................52
5.2 Hasil Penelitian...............................................................................54
5.2.1 Karakteristik Responden.........................................................54
5.2.2 Analisa Data Univariat............................................................56
5.2.3 Analisa Data Bivariat..............................................................59
5.3 Pembahasan....................................................................................63
5.3.1 Kejadian ISPA Pada Balita.....................................................63
5.3.2 Pengaruh Umur Dengan Kejadian ISPA.................................65
5.3.3 Pengaruh Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian ISPA...............67
5.3.4 Pengaruh Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA................69
5.3.5 Pengaruh Kepadatan Hunian Dengan Kejadian ISPA.............70
5.4 Keterbatasan Penelitian..................................................................71
6.1 KESIMPULAN...............................................................................72
6.2 SARAN...........................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Halama
xiii
DAFTAR TABEL
Halama
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Survey Data Awal Dari Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik
Dalam Negri Pemerintah Kabupaten Madiun
Lampiran 2 Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 3 Kuesioner
Lampiran 4 Lembar Bimbingan
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian Dari Kampus Stikes BHM Madiun
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian Dari Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Dalam
Negri Pemerintah Kabupaten Madiun
Lampiran 7 Surat Selesai Melakukan Penelitian Dari Puskesmas Wonoasri
Kabupaten Madiun
Lampiran 8 Output Validitas Kuesioner
Lampiran 9 Output Karakteristik Responden
Lampiran 9 Output Distribusi Frekuensi
Lampiran 10 Output Uji Chi Square Variabel
Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 13 Lembar Persetujuan Perbaikan Skripsi
xv
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat adalah
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sebagian besar dari infeksi saluran
pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk-pilek, disebabkan oleh virus, dan
bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua
penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak
masih rendah
akibat ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2.1 juta balita pada tahun 2004 (Fitri,
kasus kematian balita akibat ISPA terbanyak (Usman, 2012). Kematian balita
akibat ISPA di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 20.6% dari tahun 2010
hingga tahun 2011 yaitu 18.2% menjadi 38.8% (Layuk dan Noer, 2015). Di
1
2
yang sering terjadi pada anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita di
Indonesia diperkirakan sebesar 3-6 x pertahun. Ini berarti seorang balita rata-rata
penyakit, ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien
15%-30% kunjungan berobat dibagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit
Pneumonia di Indonesia, pada akhir 2000 sekitar 450.000 balita usia 0-5 tahun.
Diperkirakan sebanyak 150.000 bayi atau balita meninggal tiap tahun atau 12.500
korban perbulan atau 416 kasus perhari atau 17 anak perjam atau seorang bayi /
meningkatnya umur. antara laki-laki dan perempuan relatif sama, dan sedikit lebih
pendidikan dan tingkat pengeluaran per kapita lebih rendah (Riskerdas, 2007).
di Indonesia. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA terbagi atas
dua kelompok besar yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik
meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah, satatus
kepadatan hunian, populasi udara, tipe rumah, ventilasi, kelembapan, suhu, letak
dapur, jenis bahan bakar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok, penghasilan
keluarga serta faktor ibu baik pendidikan ibu, umur ibu, maupun pengetahuan ibu.
3
Salah satu sumber media penularan penyakit pneumonia adalah kondisi fisik
klinik sanitasi di puskesmas). Namun dalam penelitian ini hanya membatasi pada
memiliki status imunisasi yang tidak lengkap akan lebih mudah terserang penyakit
dibandingkan dengan balita yang memiliki status imunisasi lengkap (Layuk dan
ISPA. Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh
bagi penghuninya. Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya
oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama
ISPA akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lainnya (Notoatmodjo,
2013).
Tingginya angka kejadian ISPA pada bayi di Indonesia, salah satunya di sebabkan
oleh pengetahuan ibu yang kurang tentang ISPA . Perilaku ibu menjadi sangat
penting karena didalam merawat anaknya ibu sering kali berperan sebagai
pelaksanaan dan pengambilan keputusan dan pengasuhan anak yaitu dalam hal
prilaku ibu baik dalam pengasuhan makaan dapat mencegah dsan memberikan
pertolongan pertama pada anak balita yang mengalami ISPA dengan baik (Titi
Penelitian tentang faktor penyebab ISPA dilakukan oleh Sri Hayati (2014)
tentang Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada
sebagian besar responden mempunyai riwayat Berat Badan Lahir Rendah, hampir
lengkap, sebagian besar kepadatan tempat tinggal kurang dan hampir seluruh
merupakan salah satu desa yang banyak terjadi kasus ISPA pada balita dengan
berbagai faktor. Dari observasi awal yang dilakukan kebanyakan warga desa
daerah sidomulyo memang memiliki rumah yang lumayan luas tetapi untuk
penyakit ISPA pada Balita (12 - 60 bulan) pada bulan Juli sampai dengan bulan
Desember 2016 berjumlah 88 balita. Adapun rinciannya yaitu pada bulan juli
berjumlah 4 balita, pada bulan agustus berjumlah 14 balita, pada bulan September
November berjumlah 20 balita dan pada bulan desember berjumlah 12 balita. Dari
rincian data angka kejadian penyakit ISPA pada Balita (12 - 60 bulan) pada bulan
5
Juli sampai dengan bulan Desember 2016 mengalami penurunan dan peningkatan
Usia balita lebih sering terkena penyakit dibandingkan orang dewasa. Hal
ini disebabkan sistem pertahanan tubuh pada balita terhadap penyakit infeksi
masih dalam tahap perkembangan. Salah satu penyakit infeksi yang paling sering
diderita oleh balita adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ( Syafarilla,
2011). Maka solusi yang dapat dilakukan adalah menjaga kesehatan balita agar
terhadap gangguan penyakit (Depkes RI, 2014). Para ahli kesehatan menyebutkan
bahwa di banyak negara, dua penyebab utama tingginya angka kematian anak
adalah 65 gangguan gizi dan infeksi. Hal ini dapat dicegah dengan imunisasi yang
merupakan hal mutlak dalam memelihara kesehatan dan gizi anak (Moehji, 2013).
Salah satu faktor penyebab ISPA juga yaitu keadaan lingkungan fisik dan
masuk ke dalam rumah di siang hari, supaya pertahanan udara di dalam rumah
(Maryunani, 2010). Namun hal ini sering diabaikan oleh para orang tua. Hal ini
disebabkan karena orang tua tidak banyak mengetahui tentang cara menjaga
balita.
1. Bagi Masyarakat
pengidap ISPA.
3. Bagi Penulis
TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dibedakan menjadi dua, ISPA atas
dan bawah menurut Nelson (2012), Infeksi saluran pernapasan atas adalah infeksi
yang disebabkan oleh virus dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common
Sedangkan, infeksi saluran pernapasan akut bawah merupakan infeksi yang telah
didahului oleh infeksi saluran atas yang disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder,
yang termasuk dalam penggolongan ini adalah bronkhitis akut, bronkhitis kronis,
kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi
kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan
atau berurutan (Muttaqin, 2008). ISPA adalah penyakit yang menyerang salah
satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga
alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan
8
9
Jadi ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
a. Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau
napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau
napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:
10
2) Kejang
3) Kesadaran menurun
4) Stridor
5) Wheezing
6) Demam / dingin.
a. Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah
ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus
b. Pneumonia Sedang
c. Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada
napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
11
e) Gizi buruk
a. ISPA ringan
b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari
c. ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu
makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
1) Batuk pilek
Batuk pilek (common cold) adalah infeksi primer nesofaring dan hidung
yang sering mengenai bayi dan anak. Penyakit ini cenderung berlangsung
(Ngastiyah, 2005).
12
2) Sinusitis
3) Tonsilitis
putih keabuan pada tonsil, selain itu juga muncul abses pada tonsil.
4) Faringitis
sering dilihat sebagai inflamasi virus. Namun juga bisa disebabkan oleh
13
Tanda dan gejala faringitis antara lain membran mukosa dan tonsil
(Behrman, 2009).
5) Laringitis
lain demam, batuk, pilek, nyeri menelan dan pada waktu bicara, suara
serak, sesak napas, stridor. Bila 14 penyakit berlanjut terus akan terdapat
1) Bronkitis
udara. Dengan tanda dan gejala batuk kering, suhu badan rendah atau
2) Bronkiolitis
didahului oleh infeksi saluran bagian atas disertai dengan batuk pilek
3) Pneumonia
adalah napas cepat dan sulit bernapas, mengi, batuk, demam, menggigil,
4) Tuberkulosis
5) Komplikasi
sendiri 5 sampai 6 hari, jika tidak terjadi invasi kuman lain. Tetapi
(Ngastiyah, 2005).
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Salah
satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang
biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak
tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar
kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah
16
nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung
zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran
pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema
fungsi siliare (Muttaqin, 2008). Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara
lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus
(muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara
hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak diraba.
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari
1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang
dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur
ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai
berikut:
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
Tanda dan gejala ISPA sangat bervariasi antara lain demam, pusing,
photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara napas),
hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal napas apabila tidak
benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya
kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk
kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang
biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi
minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita
ISPA.
19
a. Pemeriksaan
anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila
menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak
tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka
baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat
gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka
b. Klasifikasi ISPA
berikut :
1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
c. Pengobatan
oksigendan sebagainya.
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk
panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
(penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda
d. Perawatan di rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2) Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu
jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh ,
3) Pemberian makanan
yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI
4) Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
5) Lain-lain
8. Pencegahan ISPA
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita
atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA.
banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang
cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan
tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat,
tubuh kita.
b. Imunisasi
mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah,
memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat
bagi manusia.
pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang ditularkan
oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang
tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa
(sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara
droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara bibit
penyakit).
didalam diri penderita (balita) yang memudahkan untuk terpapar dengan bibit
penyakit (agent) ISPA yang meliputi jenis kelamin, umur, berat badan lahir,
a. Jenis kelamin
anak laki-laki lebih banyak dari anak perempuan sehingga peluang untuk
terpapar oleh agent lebih banyak. Penelitian yang dilakukan oleh Yusuf
dan Lilis (2011), didapatkan hasil bahwa proporsi kasus ISPA menurut
jenis kelamin tidak sama, yaitu laki-laki 59% dan perempuan 41%,
b. Umur
belum sempurna dan saluran napas lebih sempit. Kejadian ISPA pada bayi
dan balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih besar dan jelek,
hal ini disebabkan karena ISPA pada bayi dan balita merupakan kejadian
secara alamiah.
menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti
menjadi turun. Oleh karena itu, setiap bentuk gangguan gizi sekalipun
anak-anak yang tingkat gizinya buruk akan jauh lebih parah dibandingkan
d. Status Imunisasi
sebelum usia satu tahun yaitu imunisasi BCG, DPT, hepatitis B, polio,
infeksi seperti campak, polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus dan hepa-
ISPA yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah difteri dan batuk rejan.
26
a. Kepadatan Hunian
ini(Prabu, 2009).
biomasa seperti kayu bakar untuk memasak, arang dan minyak tanah
balitanya didapur.
2.3Pengetahuan Ibu
1. Tingkat pendidikan.
2. Informasi.
3. Budaya.
4. Pengalaman.
5. Sosial ekonomi.
2.4Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat
kematian ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai
penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat
30
ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan
imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat
gangguan penyakit (Depkes RI, 2004). Para ahli kesehatan menyebutkan bahwa di
banyak negara, dua penyebab utama tingginya angka kematian anak adalah 65
gangguan gizi dan infeksi. Hal ini dapat dicegah dengan imunisasi yang
merupakan hal mutlak dalam memelihara kesehatan dan gizi anak (Moehji, 2003).
Ada dua jenis imunisasi, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
Pemberian imunisasi pada anak biasanya dilakukan dengan cara imunisasi aktif,
karena imunisasi aktif akan memberi kekebalan yang lebih lama. Imunisasi pasif
diberikan hanya dalam keadaan yang sangat mendesak, yaitu bila diduga tubuh
anak belum mempunyai kekebalan ketika terinfeksi oleh kuman penyakit yang
ganas. Perbedaan yang penting antara jenis imunisasi aktif dan imunisasi pasif
adalah:
1) untuk memperoleh kekebalan yang cukup, jumlah zat anti dalam tubuh
harus meningkat; pada imunisasi aktif diperlukan waktu yang agak lebih
lama untuk membuat zat anti itu dibandingkan dengan imunisasi pasif.
mengandung kuman BCG yang masih hidup. Jenis kuman ini telah
dilemahkan.
3) Vaksin DT (Difteria, Tetanus). Vaksin ini dibuat untuk keperluan khusus yaitu
bila anak sudah tidak diperbolehkan atau tidak lagi memerlukan imunisasi
imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Vaksin yang digunakan untuk imunisasi
aktif ialah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan
masing-masing mengandung virus polio tipe I, II, dan III yaitu: 1) Vaksin yang
mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang sudah dimatikan (vaksin Salk),
polio tipe I, II, dan III yang masih hidup tetapi telah dilemahkan (vaksin
Sabin), cara pemberiannya melalui mulut dalam bentuk pil atau cairan.
untuk melindungi diri dari segala ancaman, sebagai lambang sosial. Secara umum
meliputi penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, limbah rumah tangga, bebas
vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian tidak berlebihan dan cukup sinar
matahari pagi.
karena keadaan luar maupun dalam rumah, antara lain fisik rumah yang tidak
minimal jumlah ruangan. Sebuah rumah tinggal harus mempunyai ruangan yaitu
kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar mandi dan kakus.
menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan
lebih dari dua orang tidur dalam satu kamar tidur. Bangunan yang sempit dan
Kepadatan di dalam kamar terutama kamar balita yang tidak sesuai dengan
panas badan yang akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pernapasan
34
tersebut. Dengan demikian, semakin banyak jumlah penghuni ruangan tidur maka
dan diikuti oleh peningkatan CO2 dan dampak peningkatan CO2 dalam ruangan
dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal (Lubis, 2009).
minimum 8 m²/orang.
tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua
kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni >10
m²/orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh
hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni < 10 m²/orang (Lubis, 2009).
35
Jenis Kelamin
Umur
Faktor Intrinsik
Status Gizi Balita
Status Imunisasi
Kejadian ISPA
Ventilasi Kurang
Pengetahuan Ibu
Kepadatan Hunian
Keterangan:
: Diteliti : Berpengaruh
: Tidak diteliti
BAB 3
Variabel Bebas
1. Umur
2. Status Imunisasi Kejadian ISPA
Faktor Ekstrinsik:
1. Pengetahuan Ibu
2. Kepadatan Hunian
36
37
3.2 Hipotesis
Madiun.
Madiun.
Madiun.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Menurut
4.2.1 Populasi
meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya
adalah Ibu ataupengasuhyang memiliki balita yang berumur 12- 60 bulan dengan
kejadian ISPApada bulan Juli 2016 sampai dengan bulan Desember 2016,
sebanyak 88 balita.
38
39
4.2.1 Sampel
dari populasi yang dapat mewakili kriteria populasi (Nursalam, 2008). Adapun
= 39,5dibulatkan 40
pengambilan sampel dibedakan menjadi dua yaitu kriteria inklusi dan eksklusi.
populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003: 96)
dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili
murni pengaruh factor penelitian itu. Pada penelitian ini peneliti akan memilih
sampel sesuai dengan criteria inklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti yaitu
sebanyak 40 balita yang diperoleh dari data angka kejadian penyakit ISPA pada
Populasi
Ibu yang memiliki Balita yang berusia 12– 60 bulan dengan penyakit ISPA
selama bulan Juli-Desember 2016 di Desa Sidomulyo = 88 balita
Sampel
Sebagian balita yang mengidap ISPA di Desa Sidomulyo Puskesmas Wonoasri yaitu sebanyak 40 responden
Sampling
Simple random sampling
Pengumpulan data
Pengolahan data
Editing, coding, skoring, entry, tabulating, cleaning
Analisa data
Chi Square
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
yaitu :
kepadatan hunian.
penyebab ISPA.
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
juga terkait dengan bahan penelitian (Supardi dan Surahman, 2014). Instrumen
dengan tabel nilai r product moment. Jika r dihitung didapatkan lebih besar dari r
tabel pada taraf signifikan 5%, maka yang diuji coba dinyatakan valid
(Hidayat,2008).
pengukur. Hal ini berarti menunjukan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap
konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
1. Lokasi penelitian
Wonoasri Madiun.
2. Waktu Penelitian
Kabupaten Madiun.
kuesioner.
peneliti.
1. Editing
2. Coding
data yang terdiri atas beberapa kategorik. Pemberian kode ini sangat
a. Usia : < 2 tahun diberi kode “1” dan usia ≥ 2tahun) diberi kode “0”
b. Pendidikan : SMP diberi kode “1”, SMA diberi kode “2”, Diploma
c. Pekerjaan : IRT diberi kode “1”, Petani diberi kode “2”, Pedagang
3. Skoring
perilaku terhadap item – item yang perlu diberi penilaian atau skor
4. Entry
5. Tabulating
6. Cleaning
dientri, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin terjadi pada
1. Analisa Univariat
dua macam yaitu data kategori berupa skala ordinal dan nominal, data numerik
2. Analisa Bivariat
atau berhubungan (Notoadmodjo, 2012). Uji statistik yang digunakan adalah Chi
Square. Penguji statistik dalam penelitian ini dilakukan menggunakan SPSS 16.0
For Windows. Dari uji statistik ini akan diperoleh kemungkinan hasil uji yaitu
signifikasi atau bermakna dengan α = 0,05. Jika nilai p value ≤ 0,05 maka terdapat
korelasi yang bermakna antara variabel yang di uji. Hipotesa diterima nilai p value
b. Jika syarat Uji Chi Square tidak terpenuhi, maka dipakai uji
alternatifnya:
jumlah sel maka uji yang dipakai adalah “fisher’s exact test”.
49
2) Bilatabel 2x2 dan tidak ada nilai E < 5 maka uji yang dipakai
3) Bila tabelnya lebih dari 2x2, maka digunakan uji “pearson chi
digunakan uji statistik pearson chi square bila tabel variabel lebih dari 2x2, untuk
yaitu α (0,05):
a. Ada Pengaruh antara umur dengan kejadian penyakit ISPA pada balita.
pada balita.
pada balita.
pada balita.
a. Tidak ada pengaruh antara umur dengan kejadian penyakit ISPA pada
balita.
a. Prinsip manfaat
dieksploitasi.
c. Prinsip keadilan
a. Informed consent
b. Prinsip Anonimity
c. Prinsip Confidentialy
Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan dari pengumpulan data
dengan kuesioner yang telah diisi oleh responden mengenai Faktor-Faktor Yang
52
53
1. Sidomulyo
2. Sindon
3. Kedunggong
Kabupaten Madiun
Luas Wilayah Desa Sidomulyo yaitu 202, 350 Ha. Dengan Batas Wilayah:
1. Utara : Wonoasri
3. Selatan: Jatirejo
4. Barat : Banyukambang
Wonoasri.
1. Usia Balita
berikut ini.
penelitian ini berusia lebih dari atau 2 tahun sebanyak 29 balita atau 72,5%.
penelitian ini berjenis kelamin laki-laki sebanyak 21 anak atau 52,5% dan
atau 47,5%.
3. Pendidikan Ibu
berikut ini.
penelitian ini berjenjang pendidikan SMA sebanyak 21 orang atau 52,5% dan
sebagian kecil responden yang berjenjang pendidikan SMP sebanyak 5 orang atau
12,5%.
4. Pekerjaan Ibu
Karakteristik responden menurut pekerjaan ibu balita dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
56
penelitian ini bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 15 orang atau
37,5% dan sebagian kecil responden yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil
Sidomulyo Wilayah Kerja Puskesmas Wonoasri terdapat pada tabel berikut ini.
Hasil analisis distribusi frekuensi variabel Kejadian ISPA pada Balita di Desa
Sidomulyo Wilayah Kerja Puskesmas Wonoasri terdapat pada tabel berikut ini.
kategori ISPA sebanyak 11 balita (27,5%), dan yang termasuk dalam kategori
a. Umur Balita
Hasil analisis deskriptif variabel usia balita terdapat pada tabel 5.7 berikut
ini.
berikut ini.
Desa Sidomulyo Wilayah Kerja Puskesmas Wonoasri dalam kategori umur < 2
tahun sebanyak 12 balita (30%), dan kategori umur ≥ 2 tahun sebanyak 28 balita
(70%).
58
b. Pengetahuan Ibu
Sidomulyo Wilayah Kerja Puskesmas Wonoasri terdapat pada tabel berikut ini.
dalam kategori buruk sebanyak 11 balita (27,5%), dan kategori baik sebanyak 29
balita (72,5%).
c. Status Imunisasi
Sidomulyo Wilayah Kerja Puskesmas Wonoasri terdapat pada tabel berikut ini.
dalam kategori tidak lengkap sebanyak 11 balita (27,5%), dan kategori Lengkap
d. Kepadatan Hunian
Sidomulyo Wilayah Kerja Puskesmas Wonoasri terdapat pada tabel berikut ini.
dalam kategori tidak sehat sebanyak 50 responden (50%), dan kategori sehat
status imunisasi, dan kepadatan hunian terhadap kejadian ISPA di Desa Sidomulyo
1. Umur Balita
Berdasarkan tabel 5.10 di atas, dapat diketahui bahwa kejadiaan ISPA pada
responden yang pernah sakit ISPA dengan kategori umur < 2 tahun yaitu
sebanyak 7 balita (17,5%) dan tidak ISPA sebanyak 5 balita (12,5%). Sedangkan
umur ≥ 2 tahun yang pernah sakit ISPA sebanyak 4 balita (10%) dan tidak ISPA
Hasil analisis uji statistik Chi Square diperoleh -value (0,04 < 0,050) maka
ada pengaruh antara umur balita dengan kejadian ISPA di Desa Sidomulyo
Wilayah Kerja Puskesmas Wonoasri. Dan hasil analisis yang diperoleh nilai RP
8,4 yang artinya responden dengan umur < 2 tahun memiliki resiko 8,4 kali
Tabel 5.11. Tabulasi Silang Menurut Proporsi Pengetahuan Ibu Balita dengan
Kejadian ISPA
Pengetahuan Kejadian ISPA Total -value RP
ISPA Tidak ISPA (95%CI)
N % N % N %
buruk 6 15 5 12,5 11 27,5 0,018 5,76 (1,24-
Baik 5 12,5 24 60 29 72,5 26,56)
Total 11 27,5 29 72,5 40 100
Sumber Data: Analisis Chi Square
61
pada responden yang pernah sakit ISPA dengan kategori pengetahuan ibu buruk
yaitu sebanyak 6 responden (15%) dan yang tidak ISPA sebanyak 5 balita
(12,5%). Sedangkan dengan kejadian ISPA dengan kategori pengetahuan ibu baik
Hasil analisis uji statistik Chi Square diperoleh -value (0,018 < 0,050)
maka ada pengaruh antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA di Desa
Sidomulyo Wilayah Kerja Puskesmas Wonoasri. Dan hasil analisis yang diperoleh
nilai RP 5,7 yang artinya responden dengan pengetahuan yang buruk memiliki
resiko 5,7 kali terkena ISPA dibandingkan dengan pengetahuan yang baik.
3. Status Imunisasi
pada balita yang pernah sakit ISPA dengan kategori tidak lengkap yaitu sebanyak
5 balita (12,5%) dan yang tidak ISPA sebanyak 6 balita (15%). Sedangkan dengan
kejadian ISPA dengan kategori lengkap sebanyak 6 balita (15%) dan tidak ISPA
Hasil analisis uji statistik Chi Square diperoleh -value (0,117 > 0,050)
maka tidak ada pengaruh antara umur status imunisasi dengan kejadian ISPA di
Desa Sidomulyo Wilayah Kerja Puskesmas Wonoasri. Dan hasil analisis yang
diperoleh nilai RP 0,19 yang artinya responden dengan imunisasi yang lengkap
4. Kepadatan Hunian
pada balita yang pernah sakit ISPA dengan kategori tidak sehat yaitu sebanyak 9
Hasil analisis uji statistik Chi Square diperoleh -value (0,013 < 0,050)
maka ada pengaruh antara umur balita dengan kejadian ISPA di Desa Sidomulyo
Wilayah Kerja Puskesmas Wonoasri. Dan hasil analisis yang diperoleh nilai RP
7,3 yang artinya bahwa responden dengan kepadatan hunian yang tidak sehat
memiliki resiko 7,3 kali terkena ISPA dibandingkan dengan kepadatan hunian
yang sehat.
63
5.3. Pembahasan
ISPA pada balita di desa sidomulyo wilayah Puskesmas Wonoasri Madiun yaitu
balita dengan umur < 2 tahun lebih beresiko terkena ISPA, responden dengan
pengetahuan yang buruk lebih beresiko terkena ISPA , Status Imunisasi lengkap
tidak beresiko terkena ISPA, dan kepadatan hunian kamar yang tidak sehat lebih
melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian
bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. ISPA akan
lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih
dalam 10 besar penyakit yang paling banyak di derita oleh balita. Pengetahuan
yang dimiliki oleh orang tua terutama ibu berperan dalam pengambilan keputusan
apabila ada anggota keluarga yang sakit . Didukung oleh penelitian Nasution, dkk
bahwa bayi yang tidak mendapat imunisasi sesuai dengan umur berisiko
menderita ISPA dan ada hubungan bermakna antara pemberian imunisasi dengan
kejadian ISPA pada balita. Vitamin A pun esensial untuk kesehatan dan
penyakit infeksi.
Selain itu Penyakit ISPA dipengaruhi oleh kualitas udara dalam rumah.
ruangan mempunyai pengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita. Selain itu,
pencemaran udara di dalam rumah dilihat dari paparan asap rokok. Berdasarkan
laporan Badan Lingkungan Hidup Amerika mencatat tidak kurang dari 300 ribu
anak anak berusia 1 sampai 5 tahun menderita bronchitis dan pneumonia, karena
turut menghisap asap rokok yang dihembuskan orang di sekitarnya terutama ayah
dan ibunya (Karlinda dan Warni, 2012). Penelitian Winarni, dkk (2010), ada
pengaruh perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga yang tinggal dalam
dan setelah melalui proses pengindraaan terhadap suatu objek tertentu melalui
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Dalam penurunan angka kejadian ISPA
imunisasi dasar yang wajib dan imunisasi yang penting. Sebelum anak berusia di
atas dua tahun kelengkapan imunisasi dasar harus dipenuhi. Status munisasi yang
diteliti pada anak balita di Desa Bontongan dengan cara melihat KMS dan
balita masih sangat banyak, dari hasil survey dan observasi yang dilakukan
penyakit ISPA, Status imunisasi masih ada yang belum lengkap, dan kepadatan
pada balita di desa sidomulyo wilayah kerja peskesmas wonoasri pada balita
dengan kategori umur < 2 tahun lebih banyak terkena ISPA yaitu (17,5%)
analisis bivariate menunjukkan bahwa ada pengaruh umur dengan kejadian ISPA
8,4 yang artinya balita dengan umur < 2 tahun memiliki resiko 8,4 kali terkena
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung
seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. ISPA merupakan infeksi saluran
tonsillitis, dan ISPA bawah seperti bronkitis, bronkiolitis, pneumonia. ISPA atas
ISPA bawah.
Umur mempunyai pengaruh besar. ISPA yang terjadi pada anak dan bayi
akan memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan
orang dewasa. Gambaran klinik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut
terutama di sebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang belum
memperoleh kekebalan alamiah (Alasagaf dan Mukti, 2008). Risiko akan berlipat
ganda pada anak usia dibawah dua tahun yang daya tahan tubuhnya masih belum
sempurna. ISPA pada anak dibawah dua tahun harus diwaspadai oleh orang tua,
Hubungan Antara Faktor Usia dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) Bagian Bawah pada Anak Usia 1 Bulan - 5 Tahun bertujuan untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara usia dengan kejadian ISPA bagian
67
bawah pada anak balita yang berkunjung ke unit rawat jalan dan unit rawat inap
bagian anak RS. Dr. Moewardi Surakarta. Hasil yang diketahui dimana semakin
tua umur anak semakin menurun terjadinya infeksi saluran pernapasan akut pada
Menurut peneliti bahwa anak dengan kejadian ISPA adalah di bawah lima
tahun. Usia balita merupakan usia yang sangat rawan terjangkit penyakit ISPA.
Untuk menghindarinya perlu anak dengan usia kurang dari enam tahun
merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit ISPA. Untuk itu ibu balita
sebaiknya lebih menjaga balitanya diusia yang masih dibawah enam tahun karena
5.3.3 Pengaruh Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Desa
pada balita di desa sidomulyo wilayah kerja peskesmas wonoasri pengetahuan ibu
buruk lebih banyak terkena ISPA yaitu (15%) dibandingkan dengan pengetahuan
ibu yang baik (12,5%). Berdasarkan analisis bivariate menunjukkan bahwa ada
pengaruh pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA di desa sidomulyo wilayah kerja
dengan pengetahuan yang buruk memiliki resiko 5,7 kali terkena ISPA
pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal, akan tetapi juga dapat
objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek
inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu.
Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui, akan menumbuhkan
Semarang bahwa mereka yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang, akan
lebih mudah terkena pneumonia kembali dikarenakan mereka kurang mengerti hal
apa saja yang berhubungan dan yang dapat mencegah terjadinya kekambuhan
pneumonia pada balita mereka. Dengan tingkat pengetahuan semakin baik maka
Menurut peneliti tingkat pengetahuan Ibu harus baik, hal ini untuk
kesehatan balita agar tidak terjadi ISPA. Di Desa Sidomulyo, para ibu-ibu
memiliki pengetahuan baik, hal ini rutin mengajak balita ke Posyandu, dan di sana
imunisasi kepada balita tetapi ada juga ibu-ibu yang masih kurang tingkat
pengetahuannya.
69
5.3.4 Pengaruh Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Desa
pada balita di desa sidomulyo wilayah kerja peskesmas wonoasri status imunisasi
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara status imunisasi dengan kejadian
0.19 yang artinya responden dengan imunisasi yang lengkap tidak memiliki
resiko.
Hasil penelitian ini di dukung oleh Lisdianti dan Saparwati (2014) bahwa
tidak ada hubungan Status Imunisasi Terhadap Kejadian ISPA Pada Anak Usia
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pasir Putih Sampit Kalimantan Tengah. Hasil
penelitian ini bisa dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu dimana sebagian besar
adalah SMA. Dengan pendidikan tersebut ibu telah banyak terpapar informasi
tentang pentingnya imunisasi bagi anaknya baik dari tempat sekolahnya dulu
dewasa. Imunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak
polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B dan Campak. Bahkan imunisasi
yang tergolong ISPA yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah difteri dan
adalah sudah baik, hampir semua balita sudah diimunisasi. Hal ini karena
imunisasi sudah diketahui oleh Ibu-Ibu baik dari saudara, teman, kiriman dari
media sosial (WA, atau BBM). Hanya sebagian kecil yang masih kurang status
imunisasinya.
hunian kamar yang tidak sehat lebih banyak terkena ISPA yaitu (22,5%)
dengan diketahui nilai RP 7,3 yang artinya responden dengan kepadatatan hunian
kamar yang tidak sehat memiliki resiko 7,3 kali terkena ISPA dibandingkan
minimal jumlah ruangan. Sebuah rumah tinggal harus mempunyai ruangan yaitu
kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar mandi dan kakus.
menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan
lebih dari dua orang tidur dalam satu kamar tidur. Bangunan yang sempit dan
dengan luas minimal 8 m2. Tetapi masih ada sebagian responden yang memiliki
kamar yang kurang dari 8 m2. Bila tingkat kepadatan hunian dalam kategori padat,
maka tingkat resiko polusi debu makin besar. Hal ini sangat membahayakan bagi
BAB 6
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
lengkap (72,5%) dan Kepadatan Hunian yang tidak sehat (50%) dengan
2. Ada pengaruh antara umur balita dengan kejadian ISPA dengan hasil
6.2 SARAN
balita seperti faktor kepadatan hunian, ventilasi kurang dan asap dalam
Depkes RI, 2014. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Fitri, 2012. Berat Lahir Sebagai Faktor Dominan Terjadinya Stunting Pada
Balita (12-59 bulan). Riskerdas , UI.
Intan Silviana, 2014 Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit Ispa Dengan
Perilaku Pencegahan Ispa Pada Balita Di PHPT Muara Angke Jakarta
Utara . Jurnal Universitas Esa Unggula, Jakarta.
Layuk dan Noer, 2015. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Dinas
Kesehatan DKI.
52
53
Prabu, Putra. 2009. Rumah Sehat dan Perilaku Sehat. Jakarta: Rineka Cipta.
Sri Hayati. 2014. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Jakarta: Direktorat Bina Gizi
Masyarakat.
Susi Hartati. 2011. Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian.
Pneumonia pada Anak Balita di RSUD Pasar Rebo, Jurnal UI.
( Informed Consent )
Denganhormat,
NIM : 201303022
Sehubungan dengan hal tersebut, apabila bapak ibu setuju ikut serta dalam
penelitian ini dimohon untuk menandatangani kolom yang telah disediakan.
Madiun, Agustus2017
Peneliti Responden
54
55
KUESIONER PENELITIAN
1. PetunjukJawaban
Isilahjawaban di bawahinidanberilahtandacentang (√) padajawaban yang
dianggapbenar.
2. Identitas
UsiaBalita :
JenisKelaminBalita :
PendidikanIbu :
Jenis PekerjaanIbu:
3. Pernyataan
A. Pengetahuan Ibu
Skala Pengukuran :
B = Benar
S = Salah
Pertanyaan Jaw
aba
n
B. Status Imunisasi
Keterangan :
Y = Ya
T = Tidak
Pertanyaan Jaw
aba
n
BalitaibusudahdiberikanImunisasi
Sudahmelakukanimunisasi BCG
Sudahmelakukanimunisasi DPT
SudahmelakukanimunisasiDifteri
Sudahmelakukanimunisasi Tetanus
SudahmelakukanimunisasiPolimielitis
SudahmelakukanimunisasiCampak
Sudahmelakukanimunisasi Hepatitis B
57
C. Kepadatan Hunian
Lembar Observasi
Frequencies
Statistics
jenis
usia balita kelamin pendidikan ibu pekerjaan ibu
balita
N Valid 40 40 40 40
Missing 0 0 0 0
Frequency Table
usia balita
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 2 tahun 11 27.5 27.5 27.5
≥ 2 tahun 29 72.5 72.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
pendidikan ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SMP 5 12.5 12.5 12.5
SMA 21 52.5 52.5 65.0
Diploma 6 15.0 15.0 80.0
Sarjana 8 20.0 20.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
65
pekerjaan ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid IRT 15 37.5 37.5 37.5
Petani 10 25.0 25.0 62.5
Pedagang 10 25.0 25.0 87.5
PNS 5 12.5 12.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
pengetahuan_i kepadatan_huni
umur_balita bu status_imunisasi an kejadian_ISPA
N Valid 40 40 40 40 40
Missing 0 0 0 0 0
umur_balita
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
pengetahuan_ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
status_imunisasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
kepadatan_hunian
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
kejadian_ISPA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
umur_balita * kejadian_ISPA 40 100.0 0 .0% 40 100.0%
%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)
Pearson Chi-Square 8.174a 1 .004
b
Continuity Correction 6.114 1 .013
Likelihood Ratio 7.786 1 .005
Fisher's Exact Test
.008 .008
Linear-by-Linear Association 7.970 1 .005
N of Valid Casesb 40
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.30.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pengetahuan_ibu *
40 100.0 0 .0% 40 100.0%
kejadian_ISPA
%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.566a 1 .018
b
Continuity Correction 3.853 1 .050
Likelihood Ratio 5.233 1 .022
Fisher's Exact Test
.042 .027
Linear-by-Linear Association 5.427 1 .020
N of Valid Casesb 40
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.03.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
status_imunisasi *
40 100.0 0 .0% 40 100.0%
kejadian_ISPA
%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)
Pearson Chi-Square 2.453a 1 .117
b
Continuity Correction 1.368 1 .242
Likelihood Ratio 2.326 1 .127
Fisher's Exact Test
.137 .122
Linear-by-Linear Association 2.392 1 .122
N of Valid Casesb 40
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.03.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kepadatan_hunian *
40 100.0 0 .0% 40 100.0%
kejadian_ISPA
%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.144a 1 .013
b
Continuity Correction 4.514 1 .034
Likelihood Ratio 6.525 1 .011
Fisher's Exact Test
.031 .015
Linear-by-Linear Association 5.991 1 .014
N of Valid Casesb 40
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate