Anda di halaman 1dari 41

HUBUNGAN PENGETAHUAN KADER POSYANDU DENGAN

KEJADIAN STUNTING PADA BALITA 6-59 BULAN DI KELURAHAN


PURWAWINANGUN KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Penelitian
Oleh:

Moudi Zulfamaulida
18193091015

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-IHYA KUNINGAN
2022 M / 1443 H
HUBUNGAN PENGETAHUAN KADER POSYANDU DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA 6-59 BULAN DI KELURAHAN
PURWAWINANGUN KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2022

Moudi Zulfamaulida
18193091015

PERSETUJUAN PEMBIMBING
DIPERSYARATKAN UNTUK SEMINAR USUL PENELITIAN

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Afiana Rizqi,S.ST., M.M.RS Enung Nur’aisah, SE., M,Si


NIDN. NIDN.

MENGETAHUI KETUA
PROGRAM STUDI GIZI

M. Ikhsan Prawira N., S.Pt., M.T.P


NIDN. 04140229502
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Moudi Zulfamaulida

NIM : 18193091015

Judul Skrisi : HUBUNGAN PENGETAHUAN KADER POSYANDU


DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA 6-59 BULAN DI
KELURAHAN PURWAWINANGUN KABUPATEN KUNINGAN TAHUN
2022

Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa proposal yang saya buat dan
ajukan adalah benar Original, bebas Plagiat Apabila dikemudian hari ternyata
yang saya buat tidak benar maka saya bersedia diberi sanksi dan segala hak yang
dicabut.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yang menyatakan

Moudi Zulfamaulida
18193091015
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
Strata Satu (Sarjana) pada Jurusan Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Al Ihya
Kuningan. Dalam skripsi ini penulis mengambil judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan
Perangkat Desa Terhadap Kejadian Stunting Di Kelurahan Kecamatan Kuningan Kabupaten
Kuningan”
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu
sekiranya penulis mohon saran dan masukan serta kritikan dapat memperbaiki dan
menyumbangkan pemikiran demi kesempurnaan skripsi ini. Untuk itu penulis mohon maaf atas
kesalahan yang tidak disengaja dan berharap penyusunan skripsi dapat bermanfaat bagi pembaca
maupun mahasiswa lainnya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Nurul Iman Hima Amrullah, S.Ag.,M.Si., selaku Rektor Universitas Islam Al Ihya
Kuningan.
2. Hanan Sudiana, S.Kep.,M.M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Al Ihya Kuningan .
3. M. Ikhsan Prawira N.,S.Pt.,M.T.P., selaku Kaprodi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Al Ihya Kuningan .
4. Alfiani Rizqi,S.ST., M.M.RS, selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar dan teliti
membantu penulis didalam menyusun skripsi
5. Enung Nur’aisah, SE.,M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang dengan teliti dan sabar
memberikan masukan dan saran yang bermanfaat bagi kesempurnaan penulisan skripsi
ini
6. Seluruh Dosen Program studi Gizi Universitas Islam Al Ihya Kuningan yang belum
disebutkan dalam kata pengantar ini.
7. Segenap pegawai Kelurahan Aeirarangan yang telah memberikan ijin observasi dan
membantu didalam menyusun data, wawancara dan penelusuran informasi penting yang
mendukung skripsi ini.
8. Orang tua tercinta yang dengan sabar menunggu dan membantu penulis untuk tetap
mendorong menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan tepat waktu.
9. Rekan – rekan mahasiswa satu jurusan yang senantiasa berbagi cerita dan diskusi didalam
menyusun skripsi ini
10. Dan terakhir penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang membantu penulis
menyelesaikan program sarjana di Universitas Islam Al Ihya Kuningan ini dengan baik
dan tepat waktu.

Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna dan tidak luput dari kekurangan dari segi sistematika dan isi materi.

Kuningan, Februari 2022


Hormat penulis,

Moudi Zulfamaulida
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

A. Latar Belakang Penelitian


Pada saat ini, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan
masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya
persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan sanitasi, kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi (iodium).
Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi lapisan masyarakat tertentu
disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. (Almatsier,
2009) Kelebihan gizi berkaitan dengan obesitas (Overweight) sedangkan kekurangan gizi dapat
dikelompokkan dalam stunting, wasting, dan underweight. Stunting merupakan salah satu
masalah gizi pada balita dimana tinggi badan tidak sesuai dengan standar tinggi yang telah di
tetapkan oleh WHO.
Menurut (PMK_No__2_Th_2020_ttg_Standar_Antropometri_Anak, 2020), stunting
adalah anak balita (anak dibawah usia 5 tahun) dengan nilai z-score nya kurang dari
-2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD (severely stunted). Stunting disebabkan
oleh banyak faktor, baik faktor langsung maupun tidak langsung. Faktor langsung ditentukan
oleh asupan makanan, berat badan lahir dan penyakit. Sedangkan faktor tidak langsung seperti
faktor ekonomi, budaya, pendidikan dan pekerjaan, fasilitas pelayanan kesehatan. (Imani, 2020).
Pola makan yang kurang baik akan berpengaruh terhadap asupan zat gizi, terutama asupan zat
gizi yang berperan pada pertumbuhan anak. Pola makan yang kurang baik berpengaruh terhadap
kejadian stunting (Aramico, 2013 dalam Imani, 2020).
WHO telah menetapkan target penurunan global sebesar 40% dari jumlah balita stunting
pada tahun 2025. Penurunan stunting ini termasuk dalam United Nations Sustainable
Development Goals (SDGs). Berdasarkan data stunting JME, UNICEF World Bank tahun 2020,
prevalensi stunting Indonesia berada pada posisi ke 115 dari 151 negara di dunia. (Khairani,
2020). Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%)
sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia,
proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah
(0,9%).(Kemenkes RI, 2018)
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyatakan bahwa persentase sangat
pendek pada balita usia 0-23 bulan (baduta) di Indonesia adalah 12,8%, sedangkan persentase
pendek adalah 17,1%. Pada balita usia 0-59 bulan, persentase sangat pendek adalah 11,5%,
sedangkan persentase pendek adalah 19,3%. Tren persentase pada balita usia 0-59 bulan sangat
pendek dan pendek di Indonesia sejak tahun 2013 sampai tahun 2019 cenderung mengalami
penurunan, dimana pada tahun 2013 persentase nya sebesar 37,2%, sedangkan pada tahun 2019
persentase nya sebesar 27,7%. Artinya dalam kurun waktu 6 tahun, Indonesia dapat menurunkan
lebih dari 1,5% setiap tahunnya. (Khairani, 2020)
Survei Status Gizi Balita Terintegrasi (SSGBI) oleh Balitbangkes Kemenkes Republik
Indonesia tahun 2019, diketahui bahwa proporsi stunting tertinggi terdapat di Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Barat. Hasil ini hampir sama dengan Riskesdas tahun
2018, dimana proporsi stunting tertinggi ada di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Aceh.
Sedangkan untuk proporsi stunting terendah menurut SSGBI 2019 ada di Kepulauan Bangka
Belitung, Kepulauan Riau dan Bali, menurut Riskesdas 2018 terdapat di Bali, DKI Jakarta, dan
DI Yogyakarta. (Khairani, 2020)
Pada tahun 2013, prevalensi angka stunting di Jabar itu 35,1 %, kemudian pada tahun 2018
menjadi 31,1 % dan tahun 2019 turun menjadi 26,21% (HUMAS JABAR, 2021). Sedangkan di
Kabupaten Kuningan menurut data dari bulan penimbangan balita bulan Februari 2020, dari
jumlah 86,601 balita yang ada, yang di ukur sebanyak 68,862 atau 79% balita. Di dapat balita
pendek dan sangat pendek sebanyak 4.720 atau 6,85%. (Bid/IKP/Diskominfo, 2020).
Puskesmas Lamepayung Kuningan merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten
Kuningan yang terletak di kota, meliputi tiga kelurahan yaitu Kuningan, Awirarangan dan
Purwawinangun. Menurut data puskesmas pada bulan Juli 2021 dari total sasaran 2.035 balita.
Prevalensi status gizi sangat pendek sebesar 2,31% (47 balita), status gizi pendek sebesar 2,51
% (51 balita) dan status gizi normal sebesar 92,43 % (1881 balita). (Data terolah, 2021)
Dalam proses pendataan tersebut, pihak-pihak yang berperan penting adalah posyandu dan
kader posyandu. Posyandu atau pos pelayanan terpadu adalah salah satu bentuk upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat dan berfungsi untuk memberdayakan masyarakat dan memberikan
kemudahan dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar.(Kemenkes RI, 2014) Kader
posyandu adalah orang yang dipilih masyarakat dan dilatih untuk menangangi masalah kesehatan
perseorangan maupun masyarakat. Kader posyandu bekerja dalam hubungan yang dekat dengan
puskesmas.(Adistie, Fanny; Maryam, Nenden Nur Asriyani; Lumbantobing 2017)
Kader posyandu berperan penting dalam memantau tumbuh kembang balita. Kader
posyandu secara teknis bertugas antara lain untuk mendata balita, melakukan pengukuran berat
badan dan tinggi badan balita serta mencatatnya secara berkala tiap bulan dalam Kartu Menuju
Sehat (KMS). Hambatan kemajuan pertumbuhan berat badan anak dapat segera terlihat pada
kurva pertumbuhan hasil pengukuran periodik yang tertera dan dicatat pada KMS tersebut.
(Nurainun, Ardiani, & Sudaryati, 2015) Keterampilan kader posyandu salah satu diantaranya
meliputi kemampuan melakukan tahapan-tahapan penimbangan, dimana kader kesehatan
biasanya melakukan kegiatan penimbangan belum sesuai dengan prosedur-prosedur pengukuran
antropometri, sehingga hasil yang diperoleh dari penimbangan kurang tepat. (Supriasa, 2001)
Ketelitian, pengetahuan dan keterampilan kader posyandu dalam melakukan pengukuran
antropometri sangatlah penting, karena hal ini menyangkut dengan pertumbuhan balita.
Keterampilan kader yang kurang dapat menyebabkan interpretasi status gizi yang salah dan dapat
berakibat pula pada kesalahan dalam mengambil keputusan dan penanganan masalah tersebut.
(Handarsari, Syamsianah, Astuti, 2015)
Menurut data UPTD Puskesmas Lamepayung , tidak terdapat data terkait dengan evaluasi
tingkat pengetahuan kader posyandu tentang pengukuran antropometri pada balita. Pengetahuan
kader posyandu tentang pengukuran antropometri pada balita ini penting dalam menjalankan
tugasnya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk
mengetahui gambaran tingkat pengetahuan kader posyandu tentang pengukuran antropometri
sebagai upaya deteksi kejadian stunting pada anak bawah lima tahun (balita) di Kelurahan
Purwawinangun.
Data pada tahun 2021 tercatat jumlah posyandu yang ada di kelurahan Purwawinangun
mencapai 16 posyandu dengan jumlah kader 67 orang. Dengan demikian berdasarkan uraian
diatas peneleti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara pengetahuan kader
posyandu dengan kejadian stunting di Kelurahan Purwawinangun Kabupaten Kuningan Tahun
2022”
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah yang muncul adalah bagaimanakah gambaran
tingkat pengetahuan kader posyandu terhadap cara pengukuran antropometri sebagai upaya
deteksi kejadian stunting pada anak bawah lima tahun (balita) di Kelurahan Purwawinangun
tahun 2022.
1. Bagaimana pengetahuan kader posyandu di kelurahan Purwawinangun Kabupaten
Kuningan ?
2. Bagaimana kejadian Stunting di Kelurahan Purwawinangun Kabupaten Kuningan ?
3. Seberapa besar hubungan pengetahuan kader posyandu dengan kejadian stunting di
Kelurahan Purwawinangun Kabupaten Kuningan ?

C. Tujuan Penelitian
1 .Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat pengetahuan kader
posyandu tentang cara pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi kejadian stunting
pada anak bawah lima tahun (balita) di kelurahan purwawinangun tahun 2022

2 .Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengidentifikasi pengetahuan kader posyandu terhadap stunting di kelurahan
purwawinangun kabupaten kuningan tahun 2022
2. Untuk mengidentifikasi kejadian stunting di kelurahan purwawinangun kabupaten
kuningan tahun 2022.
3. Untuk Menganalisis Hubungan tingkat pengetahuan kader posyandu dengan kejadian
stunting pada Balita usia 6-59 bulan di kelurahan purwawinangun kabupaten kuningan
tahun 2022.
D.Manfaat Penelitian
1.Manfaat bagi Instasi
Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai tingkat pengetahuan kader
posyandu terhadap cara pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi kejadian
stunting pada anak bawah lima tahun (balita) di kelurahan purwawinangun dan dapat
menjadi acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

2.Manfaat bagi Puskesmas


Sebagai bahan kajian bagi puskesmas dalam rangka merumuskan kebijakan untuk
meningkatkan pengetahuan kader posyandu
3.Manfaat bagi Kelurahan Purwawinangun
Dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengevalusi pengetahuan kader posyandu
terhadap cara pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi kejadian stunting pada
anak bawah lima tahun (balita) di kelurahan purwawinangun dan untuk merencanakan
pelatihan bagi kader posyandu.

4. Manfaat bagi Teoritis


Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai tingkat pengetahuan kader
posyandu terhadap cara pengukuran antropometri sebagai upaya deteksi kejadian
stunting pada anak bawah lima tahun (balita) di kelurahan purwawinangun dan dapat
menjadi acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

E.Ruang lingkup penelitian


A. 1.Lingkup sasaran

Sasaran dalam penelitian ini yaitu kader posyandu yang ada di kelurahan Purwawinangun
Kabupaten Kuningan Tahun 2022
B. Lingkup Tempat
Penelitian dilaksanakan di kelurahan Purwawinangun Kabupaten Kuningan Tahun 2022
C. Lingkup Waktu.
Penelitian ini di laksanakan mulai dari penyusunan proposal pada bulan maret-juni 202

F. Hipotesis Penelitian

Setelah penulis mengadakan penulisan terhadap beberapa sumber referensi untuk


menentukan langkah dasar, maka langkah selanjutnya merumuskan hipotesis. Dalam penelitian
ini penulis mengambil dan variabel, yaitu variabel pengetahuan kader posyandu dan kejaduan
stunting sebagai variabel Y.
Hipotesis merupakan suatu kesimpulan sementara yang membutuhkan pembuktuian lebih
lanjut. Dalam penelitian ini hipotesis sementara adalah :
- Ha : Terdapat hubungan antara pengetahuan kader posyandu dengan kejadian
stunting pada balita 0-59 bulan Di Kelurahan Purwawinangun Kabupaten Kuningan.
- Ho : Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan kader posyandu dengan kejadian
stunting Di Kelurahan Purwawinangun Kabupaten Kuningan.

G . Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir adalah konstruksi berfikir yang bersifat logis dengan argumentasi yang
konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun (Sony Faisal R dan
Bagya Mujiyanto, 2017:47).
Secara garis besar keranga berfikir penelitian ini adalah sebagai berikut :

Pengetahuan Stunting - Status Gizi Ibu


Kader posyandu - Riwayat Kondisi
Hamil
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Keterangan :

: Yang diteliti

: Mempengaruhi

: Yang tidak diteliti


BAB II
TINJAUAN PUSAKA

A. Stunting

1. Definisi Stunting
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pendek dan sangat pendek adalah istilah lain dari
stunting (stunted). Penentuan stunting diukur berdasarkan indeks Tinggi Badan Menurut Umur
(TB/U), atau Panjang Badan Menurut Umur (PB/U). Seorang anak dikatakan stunting apabila
nilai z-score dari indeks TB/U atau PB/U dibawah -2 SD.

Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas


Z-Score

Berat badan menurut Berat badan sangat <-3SD


umur (BB/U) Usia 0- kurang
60 Bulan Berat badan Kurang -3SD s.d <-2SD
Berat badan normal -2SD s.d +1SD
Resiko berat badan > 1SD
lebih

Panjang badan Sangat pendek <-3SD


menurut umur Pendek -3SD s.d <-2SD
(PB/U) atau tinggi
badan menurut umur Normal -2SD s.d +3SD
(TB/U) Anak usia 0- Tinggi > 3SD
60 bulan

Berat badan menurut Gizi buruk <-3SD


panjang badan Gizi kurang -3SD s.d <-2SD
(BB/PB) atau berat Gizi baik -2SD s.d +1SD
badan menurut Beresiko gizi lebih >+1SD s.d +2SD
tinggi badan Gizi lebih >+2SD s.d 3SD
(BB/TB) Anak usia Obesitas >3SD
0-60 bulan

Indeks masa tubuh Gizi buruk <-3SD


menurut umur Gizi kurang -3SD s.d <-2SD
(IMT/U) Anak usia Gizi baik -2SD s.d +1SD
0-60 bulan Beresiko gizi lebih >+1SD s.d +2SD
Gizi lebih >+2SD s.d +3SD
Obesitas >+3SD

Indeks masa tubuh Gizi buruk <-3SD


menurut umur Gizi kurang -3SD s.d <-2SD
(IMT/U) Anak usia Gizi baik -2SD s.d +1SD
5-18 tahun Gizi lebih >+1SD s.d +2SD
Obesitas >+2SD

Sumber : Kemenkes RI, 2020

Stunting didefinisikan sebagai suatu kejadian yang ditandai dengan postur tubuh pendek
yang timbul karena malnutrisi kronis. Stunting dapat meningkatkan risiko terjadinya kesakitan,
kematian, gangguan perkembangan otak motorik dan penurunan produktivitas anak di masa
mendatang. Banyaknya anak yang mengalami kasus stunting memberikan indikasi di masyarakat
adanya masalah yang berlangsung berkelanjutan. (M.Dr.Rita Ramayulis, DCN, R. Triyani
Kresnawan, DCN, M.Kes., R. Sri Iwaningsih, SKM., 2018).
Menurut buku 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting)
yang diterbitkan oleh TIM Nasional percepatan Penanggulangan Kemiskinan stunting adalah
kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi dibawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi
kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam
kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak
setelah bayi berusia 2 tahun.

2. Penyebab Stunting
Menurut dr. Fatimah Hidayati, Sp.A stunting terjadi karena kurangnya asupan gizi pada anak
dalam 1000 HPK, yaitu semenjak anak masih dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun.
Salah satu penyebabnya dalah kekurangan asupan protein. Stunting pada anak bisa disebabkan
oleh masalah pada saat kehamilan, melahirkan, menyusui, atau setelahnya, seperti pemberian
MPASI yang tidak mencukupi asupan nutrisi. Selain nutrisi yang buruk, stunting juga bisa
disebabkan oleh kebersihan lingkungan yang buruk, sehingga anak sering terkena infeksi. Pola
asuh yang kurang baik juga berkontribusi atas terjadinya stunting. Buruknya pola asuh orang tua
seringkali disebabkan oleh kondisi ibu yang masih terlalu muda, atau jarak antar kehamilan
terlalu dekat. (Imani, 2020)
Menurut (Dekker et al 2010 dalam Nadimin) Stunting disebabkan oleh banyak faktor, baik
faktor yang langsung maupun tidak langsung. Faktor langsung ditentukan oleh asupan makanan,
berat badan lahir, dan penyakit. Sedangkan faktor tidak langsung seperti faktor ekonomi, budaya,
pendidikan dan pekerjaan, fasilitas pelayanan kesehatan. Pola makan yang kurang baik akan
berpengaruh terhadap asupan zat gizi, terutama asupan zat-zat gizi yang berperan pada
pertumbuhan anak. Pola makan yang kurang baik berpengaruh terhadap kejadian stunting
(Aramico,2013) .(Imani, 2020)
Stunting dapat terjadi sebagai akibat kekurangan gizi terutama pada saat 1000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK). Salah satu cara mencegah stunting adalah pemenuhan gizi dan pelayanan
kesehatan kepada ibu hamil. Upaya ini sangat diperlukan, mengingat stunting akan berpengaruh
terhadap tingkat kecerdasan anak dan status kesehatan pada saat dewasa. Akibat kekurangan gizi
pada 1000 HPK bersifat permanen dan sulit diperbaiki.(Kementrian Kesehatan RI, 2018)
B. Pengertian Gizi
Gizi berasal dari bahasa Arab “ghidza“ yang menurut harafiah adalah zat makanan dalam
bahasa inggris dikenal dengan istilah “nutrition“ yang berarti adalah bahan makanan.Zat gizi
sering diartikan juga sebagai ilmu gizi. Zat gizi adalah zat-zat yang diperlukan tubuh yang
berasal dari zat makanan. Macam-macam zat gizi meliputi karbohidrat (hidrat
arang),lemak,protein,mineral,dan vitamin.WHO (World Health Organization,dalam Soekirman,
(2000: 4) mengartikan ilmu gizi sebagai ilmu yang mempelajari proses yang terjadi pada
organisme hidup untuk kembali dan mengolah zat-zat padat dan cair dari makanan yang
diperlukan untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan, berfungsinya organ tubuh,dan
menghasilkan energi.
Menurut Sunita Almatsier (2002: 3) zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh
untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun sel-sel yang mati atau
rusak, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses pencernakan, penyerapan,
tranportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat gizi untuk mempertahan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ tubuh,serta menghasilkan tenaga.Pada
perkembangan sekarang,kata gizi mempunyai pengertian yang luas disamping untuk
kesehatan,gizi dikaitkan dengan potensi seseorang,karena gizi berkaitan dengan potensi
seseorang yaitu gizi berkaitan dengan potensi otak,kemampuan belajar dan produktivitas
kerja,oleh karena itu,di Indonesia faktor gizi penting dalam pembangunan,khususnya dalam
pengembangan sumber daya manusia.Terpenuhinya kebutuhan gizi seimbang sangat penting
bagi tubuh manusia,karena kekurangan asupan gizi akan menimbulkan efek negatif bagi tubuh
kita,seperti diungkapkan oleh Marsetyo (1995: 2) bahwa kekurangan gizi akan berakibat: (1)
pertumbuhan dan perkembangan kurang normal,dan (2) kelesuan,tidak bergairah melakukan
kegiatan sehari hari.
Menurut Sunita Almatsier (2002: 291) gizi yang seimbang dikelompokkan berdasarkan tiga
fungsi utama yaitu:
a. Sumber energi atau tenaga yaitu padi-padian atau serealia seperti beras,
jagung,gandum,umbi-umbian seperti ubi singkong dan talas serta hasil olahannya seperti
tepung-tepungan,mie dan bihun.
b. Sumber protein yaitu sumber protein hewani,seperti daging ayam telur, dan susu.Sumber
protein nabati,seperti kacang-kacangan: kacang kedelaikacang tanah,kacang hijau,kacang
merah,kacang tolo,serta hasil olahannya seperti tempe,tahu,susu kedelai,dan oncom,
c. Sumber zat pengatur seperti sayuran dan buah,sayuran diutamakan yang berwarna hijau
dan jingga,seperti bayam,daun singkong,daun katuk,kangkung,wortel,serta sayur kacang
kacangan seperti kacang panjang,buncis dan kecipir.Buah-buahan yang diutamakan yang
berwarna jingga dan kaya akan serat dan barasa asam,seperti pepaya,mangga,nanas,nangka
masak,jambu biji,apel,sirsat dan jeruk.
Selain bahan makanan di atas dalam makanan sehari-hari kita mengenal sumber lemak
murni,seperti minyak goreng,margarine,mentega serta sumber karbohidrat murni seperti gula
pasir,gula merah madu dan sirup.Zat gizi seimbang tersebut telah dijadikan patokan oleh para
ahli gizi sehingga lahirlah apa yang disebut Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS).

1. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau
dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik-buruknya penyediaan makanan
sehari-hari.Adapun definisi lain menurut Suyatno,Ir.Mkes,Status gizi yaitu Keadaan yang
diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan (“intake”) zat gizi dan jumlah yang
dibutuhkan (“requirement”) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis: (pertumbuhan
fisik,perkembangan,aktivitas,pemeliharaan kesehatan,dan lainnya).Status gizi yang baik
diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan,membantu pertumbuhan
bagi anak,serta menunjang pembinaan prestasi olahragawan. Status gizi ini menjadi penting
karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan atau kematian.Status gizi
yang baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap
kemampuan dalam proses pemulihan kesehatan.Status gizi juga dibutuhkan untuk mengetahui
ada atau tidaknya malnutrisi pada individu maupun masyarakat. Dengan demikian,status gizi
dapat dibedakan menjadi gizi kurang,gizi baik,dan gizi lebih.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi akan saling berinteraksi satu sama lain sehingga
berimplikasi kepada status gizi seimbang sangat penting terutama bagi
pertumbuhan,perkembangan,kesehatan,dan kesejahteraan manusia.Menurut Djoko Pekik Irianto
(2007: 23),secara umum status gizi dibagi menjadi tiga kelompok yaitu sebagai berikut:
a. Kecukupan Gizi ( gizi seimbang )
Dalam hal ini asupan gizi,seimbang dengan kebutuhan gizi seseorang yang bersangkutan.
Kebutuhan gizi seseorang ditentukan oleh kebutuhan gizi basal,kegiatan pada keadaan
fisiologis tertentu serta dalam keadaan sakit.
b. Gizi kurang
Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat (patologis yang timbul karena tidak cukup
makan,dengan demikian konsumsi energi dan protein kurang selama jangka waktu tertentu.
c. Gizi lebih
Keadaan patologis (tidak sehat) yang disebabkan kebanyakan makanan. Mengkonsumsi
energi lebih banyak dari pada yang diperlukan oleh tubuh dalam jangka waktu yang
panjang,dikenal sebagai gizi lebih (Moch.Agus Krisno Budiyanto,2001: 14).
d. Gizi Buruk
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein (KEP) tingkat berat akibat kurang
mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Ditandai
dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis
menunjukkan gejala marasmus,kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor.

2. 1000 Hari Pertama Kehidupan

Pembentukan suatu bangsa yang maju ditentukan oleh kualitas sumber daya yang dimiliki.
Maka dari itu pembentukan kualitas sumber daya yang baik adalah suatu hal yang penting,
terutama generasi penerus. Kualitas generasi penerus bangsa yang sehat dan cerdas ditentukan
oleh pertumbuhan dan perkembangan pada periode emas. Periode emas adalah istilah yang
digunakan untuk mendefinisikan 1.000 Hari Pertama Kehidupan. 1.000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK) adalah masa awal kehidupan saat masih berada didalam kandungan hingga 2
tahun pertama kehidupan (Dr. Sudargo, Aristasari, & 'Afifah, 2018).
Dalam pemenuhan gizinya seribu hari pertama kehidupan mencakup pemenuhan gizi selama
masa kehamilan, masa pemberian ASI Eksklusif, dan masa pemberian ASI dan Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI). Apanila pemenuhan gizi tersebut terbilang kurang maka peluang
mendapat gangguan pertumbuhan dan perkembangan lebih besar dengan ganguannya
berkemungkinan bersifat permanen seumur hidup (Gerakan 1000 HPK, 2013). Maka dari itulah
1.000 hari pertama kehidupan menjadi penting dikarenakan masa-masa tersebut adalah masa
yang riskan. Pada saat itu, terutama dalam kandungan, organ-organ penting mulai terbentuk dan
berkembang. Setelah itu, masa 2 tahun setelah kelahiran merupakan masa anak mulai
beradaptasi dengan lingkungannya, berkembang dan mulai berfungsinya organ-organ, serta
merupakan puncak perkembangan fungsi kognisi anak. Seribu hari pertama menjadi riskan bagi
anak untuk terjadi gangguan terutama asupan gizi yang kurang maupun berlebih. Kedua hal
tersebut tentunya tidak baik untuk kesehatan anak. Akan tetapi di Indonesia hal yang sering
terjadi adalah kurang asupan zat gizi (Dr. Sudargo, Aristasari, & 'Afifah,2018).
Pertumbuhan dan perkembangan ini memerlukan asupan gizi dari ibu. Bila pasokan gizi
dari ibu ke bayi kurang, bayi akan melakukan penyesuaian karena bari bersifa plastis (mudah
menyesuaikan diri).Penyesuaian tersebut diilakukan dalam bentuk pengurangan jumlah sel dan
pengecilan ukuran organ dan tubuh agar sesuai dengan terbatasnya asupan gizi. Sayangnya,
sekali berubah maka perubahan tersebut akan bersifat permanen. Artinya, bila perbaikan gizi
dilakukan setelah melewati kurun waktu 1.000 pertama kehidupan, efek perbaikannya akan
kecil. Sebaliknya, bila perbaikan gizi dilakukan pada masa 1.000 HPK, terutama di dalam
kandungan, efek perbaikannya bermakna. (Gerakan 1000 HPK,2013).

3. Kader Posyandu
a. Definisi

Kader posyandu yang merupakan anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh
masyarakat, mau dan mampu bekerja bersama dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan secara
sukarela dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan perorangan maupun pelayanan
posyandu secara rutin.
b. Tugas
1. Melakukan pendaftaran, yang meliputi pendaftaran balita, ibu hamil (Bumil), ibu nifas,
ibu menyusui, dan sasaran lainnya.
2. Menyelenggarakan Pelayanan kesehatan ibu dan anak. Untuk pelayanan kesehatan anak
pada Posyandu, dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan,
pengukuran lingkar kepala anak, deteksi perkembangan anak, pemantauan status
imunisasi anak, pemantauan terhadap tindakan orang tua tentang pola asuh yang
dilakukan pada anak, pemantauan yang berkaitan dengan permasalahan balita, dan lain
sebagainya.
3. Melakukan bimbingan bagi orang tua melakukan pencatatan terhadap berbagai hasil
pengukuran dan pemantauan kondisi balita.
4. Melakukan penyuluhan tentang pola asuh balita, agar anak tumbuh sehat, aktif, cerdas
dan tanggap. Dalam kegiatan itu, kader bisa memberikan layanan konsultasi, konseling,
diskusi kelompok. dan demonstrasi (Praktek) dengan orang tua/keluarga balita.
5. Memberikan motivasi agar orang tua balita terus melakukan pola asuh yang baik pada
anaknya, dengan menerapkan prinsip asih-asah-asuh.
6. Memberikan penghargaan kepada orang tua yang telah datang ke Posyandu dan minta
mereka untuk kembali pada hari Posyandu berikutnya.
7. Menyampaikan informasi pada orang tua agar menghubungi kader jika ada permasalahan
yang terkait dengan anak balitanya, jangan segan atau malu.
8. Melakukan pencatatan kegiatan apa saja yang telah dilakukan pada hari buka Posyandu

Peran kader dalam penyelenggaraan Posyandu sangat besar karena selain sebagai pemberi
informasi kesehatan kepada masyarakat juga sebagai penggerak masyarakat untuk datang
ke Posyandu dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.

c. Peran

Peran kader dalam penyelenggaraan Posyandu sangat besar karena selain sebagai
pemberi informasi kesehatan kepada masyarakat juga sebagai penggerak masyarakat untuk
datang ke Posyandu dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
Kegiatan Utama :
1. Pendaftaran
2. Penimbangan
3. Pencatatan
4. Pelayanan/Peningkatan Kesehatan
5. Penyuluhan Kesehatan/Konseling
6. Percepatan Penganekaragaman Pangan
7. Peningkatan Prekonomian Keluarga
d. Sistem Kegiatan Posyandu
Sistem kerja Posyandu merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi input, proses dan
output.
Input adalah ketersedianya sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan posyandu,
yang meliputi antara lain, Sarana fisik atau kelengkapan seperti bangunan, meja kursi,
perlengkapan penimbangan, perlengkapan pecatatan dan pelaporan, perlengkapan penyuluhan
dan perlengkapan pelayanan,Sumber daya manusia yang ada seperti kader, petugas kesehatan
dan aparat desa atau kecamatan yang ikut berperan dalam kelangsungan program,Ketersedianya
dana, sebagai penunjang kegiatan yang berasal dari pemerintah maupun swadaya masyarakat,
Penyelenggaraan kegiatan posyandu dan bagaimana cara persiapan serta mekanisme
pelayanannya.Proses, dalam sistem pelayanan Posyandu antara lain meliputi, Pengorganisasian
posyandu mencakup adanya struktur organisasi, yaitu adanya perencanaan kegiatan mulai
persiapan, monitoring oleh petugas sampai evaluasi proses dan hasil kegiatan. Adanya kejelasan
tugas dan alur kerja yang jelas serta dipahami oleh kader posyandu,
Pelaksanaan kegiatan posyandu yang mencakup pendaftaran, penimbangan, pencatatan
penyuluhan, pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Program pokok yang minimal harus
dilaksanakan meliputi lima pelayanan yaitu kesehatan ibu dan anak, gizi, keluarga berencana,
penanggulangan diare dan imunisasi
Pembinaan dan pemantauan petugas yang mencakup adanya rencana kegiatan pembinaan dan
pemantauan yang jelas dan tertulis, ada jadwal yang terencana dengan baik, siapa yang menjadi
sasaran, cara pembinaan, pemantauan dan pemecahan masalah,Pelaksanaan kunjungan rumah
oleh kader untuk membina kesehatan dan gizi masyarakat terutama pada keluarga sasaran.
Proses pelaksanaan kunjungan harus direncanakan siapa sasaran, kapan dilaksanakan, siapa yang
melaksanakan dan hasil dicatat dalam kegiatan kader.
Pelaksanaan evaluasi program dilaksanakan setiap bulan. Di tingkat posyandu
dilaksanakan setelah selesai kegiatan pelayanan yang melibatkan kader, aparat desa, pembinaan
kesejahteraan keluarga dan petugas pembina. Sedangkan di tingkat kecamatan dilaksanakan
melalui pertemuan lintas sektor di kecamatan lain yang berkaitan dengan kesehatan dan
perbaikan gizi serta keluarga berencana.
Umpan balik tentang hasil kegiatan posyandu, hasil pembinaan dan evaluasi disampaikan
melalui pertemuan rutin yang telah direncanakan. Umpan balik berasal dari aparat desa, tokoh
masyarakat dan kelompok kerja personal baik tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten.
Imbalan (reward) bagi kader, sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian kader dalam
melaksanakan tugasnya, dan harus dipikirkan, karena dengan imbalan tersebut diharapkan dapat
memelihara dan meningkatkan motivasi kerja kader.

4. Pengetahuan
1. Pengertian

Pengetahuan berasal dari kata “tahu”, dalam Kamus Besar BahasaIndonesia (2008) kata
tahu memiliki arti antara lain mengerti sesudahmelihat (menyaksikan, mengalami, dan
sebagainya), mengenal danmengerti. Mubarak (2011), pengetahuan merupakan segala
sesuatuyang diketahui berdasarkan pengalaman manusia itu sendiri dan pengetahuan akan
bertambah sesuai dengan proses pengalaman yang dialaminya.Sedangkan menurut Notoatmodjo
(2012), pengetahuan adalah hasildari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia yakni,
indera pendengaran,penglihatan, penciuman, perasaan dan perabaan. Sebagian pengetahuan
manusia didapat melalui mata dan telinga. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat
disimpulkanpengetahuan merupakan segala sesuatu yang dilihat, dikenal,dimengerti terhadap
suatu objek tertentu yang ditangkap melalui pancaindera yakni, indera pendengaran, penglihatan,
penciuman,perasaan dan perabaan.
a. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek mempunyai intesitas atau tingkatan yang
berbeda, secara garis besar dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan
1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada sebelumnya setelah
mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Tahu disisni merupakan tingkatan yang paling rendah. Kata kerja yang
digunakan untuk mengukur orang yang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dapat
menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehention)
Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, dan juga tidak
sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat menginterpretasikan secara benar tentang
objek yang diketahuinya. Orang yang telah memahami objek dan materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menarik kesimpulan,.meramalkan terhadap suatu objek
yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi atau
kondisi yang lain. Aplikasi juga diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus,
metode, prinsip, rencana program dalam situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau memisahkan, lalu


kemudian mencari hubungan antara komponenkomponen dalam suatu objek atau masalah
yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkatan ini
adalah jika orang tersebut dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat
bagan (diagram) terhadap pengetahuan objek tersebut.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau meletakkan dalam
suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dengan
kata lain suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah
ada sebelumnya.
6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap


suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


a. Pendidikan
Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan
orang lain menuju impian atau cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk
berbuat dan mengisi kehidupan agar tercapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan
diperlukan untuk mendapatkan informasi berupa halhal yang menunjang kesehatan
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip oleh
Notoatmodjo, pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku akan
pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berpesan serta dalam pembangunan
pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima
informasi.
2. Pekerjaan

Menurut Thomas yang kutip oleh Nursalam, pekerjaan adalah suatu keburukan yang
harus dilakukan demi menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan
tidak diartikan sebagai sumber kesenangan, akan tetapi merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan, berulang, dan memiliki banyak tantangan. Sedangkan bekerja
merupakan kagiatan yang menyita waktu.
3. Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip dari Nursalam (2003), usia adalah umur individu
yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun . sedangkan menurut
Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matangdalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang
yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya.
4. Faktor Lingkungan
Lingkungan ialah seluruh kondisi yang ada sekitar manusia dan pengaruhnya dapat
mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu atau kelompok.
e. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan pengaruh dari sikap dalam
menerima informasi.

4. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:
Variabel bebas Variabel Terikat

Kejadian
Pengetahuan kader posyandu Stunting

Gambar 1 : Kerangka konsep

Keterangan :
Variabel bebas : Pengetahuan kader posyandu
Variabel terikat : Kejadian Stunting

BAB III
PROSEDUR PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Kelurahan Purwawinangun Kabupaten Kuningan
2. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Juni
Jadwal Penelitian
Tabel 3.1

Februari Maret April Mei Juni Juli


Uraian
No. Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke-
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 2 3 4 5 6 7 8

Observasi dan
1. pengumpulan                                                
data awal
Pengajuan
2. judul proposal                                                
penelitian
Penyusunan
3. proposal                                                
penelitian
Bimbingan
4.                                                
dan perbaikan
Seminar
5.                                                
Proposal
Pelaksanaan
6.                                                
Penelitian
Pengolahan
7. Data Hasil                                                
Penelitian
Bimbingan
8. Hasil                                                
Penelitian
Sidang
9.                                                
Munaqosah

Rencana Kegiatan Penelitian


B. Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya. Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut
seseorang, atau obyek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu
obyek dengan obyek yang lain. (Sugiyono, 2017: 38)
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

a. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel Independen sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor, antecedent.


Dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel
yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(Terikat). (Sugiyono, 2017 : 39). Variabel bebas pada penelitian ini adalah pengetahuan kader
posyandu tentang stunting.

b. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel Dependen sering disebut variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa
Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. (Sugiyono, 2017 : 39).
Variabel terikat pada penelitian ini adalah Kejadian Stunting.

2. Definisi Operasional Penelitian

Definisi operasional adalah pengertian variabel (yang diungkap dalam definisi konsep)
tersebut, secara operasional, praktik dan nyata dalam lingkup objek penelitian/obyek yang
diteliti. Definisi operasional bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau
pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat
ukur). (Notoatmodjo ,2018:111).
Definisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasion Ukur
al

1 Pengetah Pemaham Kuesi Pengisian 1. Baik : Ordinal


uan an kader oner kuesioner >76%
Kader posyandu pengetahu 2. Cukup :
posyandu tentang an kader 60-75%
(Variabel stunting posyandu 3. Kurang :
bebas) tentang <60%
stunting

2 Kejadian Keadaan Micro Pengukura Sangat Ordinal


Stunting gizi anak toice n pendek :
(Variabel yang dan antropome <-3SD
terikat) dilihat baby tri (tinggi Pendek :
dari scale badan dan -3SD s.d <-
perbandin usia) 2SD
gan tinggi disesuaika Normal :
badan n dengan -2SD s.d
berdasark kategori z- +3SD
an umur score Tinggi :
(Z-Score) TB/U >3SD

Sumber :
Kemenkes
RI, 2020

C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu observasional analitik (non eksperimen)
dengan pendekatan Cross Sectional. Penelitian analitik adalah penelitian yang mencoba
menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan bisa terjadi, peneliti nantinya akan
melakukan analisis dari data yang di dapat. Pada penelitian Cross Sectional peneliti melakukan
observasi dan pengukuran data dalam satu waktu, artinya peneliti hanya melakukan satu kali
observasi saja tanpa adanya tindak lanjut (Notoatmodjo, 2018)
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2017 : 80). Poupulasi pada penelitian ini adalah Ibu dari balita
dengan kategori pendek dan sangat pendek yang berjumlah 60 orang.

2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi dan eksklusi bertujuan agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari
populasinya (Notoatmodjo, 2018)
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
b. Kriteria Eksklusi

3. Besar Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
(Sugiyono, 2017 : 81). Untuk menentukan besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan
dengan menggunakan rumus slovin sebagai berikut :

N
n=
1+(N e2 )

n = jumlah elemen anggota sampel


N = jumlah elemen anggota populasi
e = error level (tingkat kesalahan) (catatan : umumnya digunakan 1% atau 0,01, 5%
atau 0,05 dan 10% atau 0,1)

Populasi yang terdapat dalam penelitian ini berjumlah 67 dan presisi yang ditetapkan atau
tingkat signifikansi 5% maka besarnya sampel pada penelitian ini adalah :
N
n= 2
1+(N e )

67
n=
1+¿ ¿

n=57,39

Dibulatkan, besar sampel dalam penelitian ini menjadi 58 orang.

E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu observasional analitik (non eksperimen)
dengan pendekatan Cross Sectional. Penelitian analitik adalah penelitian yang mencoba
menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan bisa terjadi, peneliti nantinya akan
melakukan analisis dari data yang di dapat. Pada penelitian Cross Sectional peneliti melakukan
observasi dan pengukuran data dalam satu waktu, artinya peneliti hanya melakukan satu kali
observasi saja tanpa adanya tindak lanjut (Notoatmodjo, 2018)
F. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua kader posyandu di Kelurahan Purwawinangun Kabupaten


Kuningan Tahun 2022 berjumlah 67 orang
2. Sampel penelitian

Sampel penelitian ini adalah kader posyandu di Kelurahan Purwawinangun Kabupaten


Kuningan Tahun 2022. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
total sampling yaitu penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel
(Saryono, 2010). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 67 orang.

G. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti yaitu hasil
pengisian kuesioner pengetahuan kader posyandu dan pengkuran antropometri dengan kejadian
stunting di Kelurahan Purwawinangun Kabupaten Kuningan.
2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh secara langsung atau data yang
dikumpulkan oleh kantor/instansi dan sudah dalam bentuk informasi. Dalam penelitian ini data
sekunder tentang stunting diperoleh dari Puskesmas Lamepayung Kuningan dimana penelitian
akan dilaksanakan.

H. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan Kuesioner. Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner


tertutup atau closedended dengan variasi dichotomous choice yang terdiri dari 30 pertanyaan
sehubungan dengan pengetahuan dan keaktifan kader. Kuisioner pengetahuan menggunakan
alternatif jawaban “benar” dan “salah”,dengan kriteria pernyataan positif dan negatif. Dimana
pertanyaan positif pada kuesioner mendapat skor 1 jika menjawab benar dan skor 0 jika
menjawab salah. Sedangkan pernyataaan negatif pada kuesioner mendapat skor 0 jika menjawab
benar dan skor 1 jika menjawab salah. Adapun pengisian kuesionerdengan memberikan tanda
centang (√) pada lembar kuesioner yang sudah disediakan.

I. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam
maupun sosial yang diamati. (Sugiyono, 2017).
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan, antara lain :
Kuesioner Penelitian
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada kepada responden untuk dijawabnya.
(Sugiyono, 2017). Kuesioner dalam penelitian ini merupakan pertanyaan mengenai pengetahuan
kader posyandu dengan kejadian stunting.
J. Teknik Analisis Data
1. Pengolahaan Data
Penelitian, pengolahan data merupakan salah satu langkah yang sangat penting. Hal ini di
sebabkan karena data yang diperoleh langsung dari penelitian masih mentah, belum memberikan
informasi apa-apa, dan belum siap untuk disajikan. Untuk memperoleh penyajian data sebagai
hasil yang berarti dan kesimpulan yang baik, diperlukan pengolahan data (Notoatmodjo, 2010).
Dalam hal ini pengolahan data menggunakan komputer akan melalui tahap-tahap sebagai
berikut.

a. Editing

Peneliti melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah jawaban yang ada
di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten .
b. Coding
Pemberian kode yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka
atau bilangan.

c. Processing

Peneliti memasukan data dari kuesioner ke komputer agar dapat dianalisis. Processing
dilakukan pada analisa univariat dan bivariat mengunakan komputer.

d. Cleaning
Peneliti melakukan pengecekan kembali data dari setiap sumberdata selesai di masukkan,
untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan. Kemungkinan
dilakukan pembetulan atau koreksi.

e. Tabulating
Tabulating yaitu data yang dikelompokan kemudian disajikan.
K. Teknik Analisis Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data meliputi kegiatan pengeditan data (editing), transformasi data
(coding), serta penyajian data sehingga diperoleh data yang lengkap dari masing-masing
obyek untuk setiap variabel yang diteliti. Pengolahan data bertujuan mengubah data
mentah dari hasil pengukuran menjadi data yang lebih halus sehingga memberikan arah
untuk pengkajian lebih lanjut. Data yang didapatkan dalam bentuk tabel diolah
menggunakan software computer.
a. Pengeditan data (Editing)
Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau
kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah :
o Lengkap : semua pertanyaan sudah terisi jawabannya.
o Jelas : jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas terbaca.
o Relevan : jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaannya.
o Konsisten : apakah antara beberapa pertanyaan yang terkait isi jawabannya
konsisten.

Data-data dalam penelitian ini yang melalui proses editing adalah data identitas
responden dan kuesioner pengetahuan ibu tentang 1000 HPK.
2. Analisis Data
Analisis pada penelitian ini menggunakan 2 jenis analisis yaitu analisis univariat dan
analisis bivariat.
a. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik dari
setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2018). Variabel bebas yaitu pengetahuan tentang 1000
HPK dan variabel terikat yaitu kejadian Stunting.
Analisis data univariat dilakukan untuk melihat hubungan distribusi frekuensi responden
tiap variabel, baik variabel dependen yaitu stunting maupun variabel independen yaitu
pengetahuan ibu tentang 1000 HPK. Analisis univariat digunakan untuk mengestimasi parameter
populasi dimana data berupa kategorik dengan ukuran distribusi frekuensi dan presentase dari
setiap variabel maka uji analisa data secara statistik dimana hasil pengolahan data hanya berupa
uji proporsi (Notoatmodjo,2012).

F
P= x 100 %
n

Keterangan :
P : Proporsi
F : Frekuensi dari setiap alternatif jawaban yang menjadi pilihan yang telah
dipilih responden atas pertanyaan yang diajukan.
N : Jumlah seluruh frekuensi seluruh alternatif jawaban yang menjadi
pilihan responden selaku sampel penelitian.

b. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat adalah suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan atau
korelasi antara variabel bebas dengan variabel terikat (Notoatmodjo, 2018)
Pada analisis ini menggunakan uji statistik Korelasi Spearman Rank yang dilakukan
untuk menentukan hubungan tertentu. Uji tersebut diambil berdasarkan pertimbangan bahwa
variabel bebas dan variabel terikat menurupakan data kategori ordinal. Maka digunakan Korelasi
Rank Spearman dengan rumus :

6∑ d
2

ρ¿ 1− 2
n(n −1)

Keterangan :
ρ : Koefisien Korelasi Rank Spearman
di : Selisih antar rangkiing 2 variabel
n : Banyaknya pasangan data
Setelah didapat nilai korelasi rank spearman (ρ) maka, diambil dasar pengambilan
keputusannya dengan membandingkan (ρ) hitung dengan (ρ) tabel, sebagai berikut :
- Jika (ρ) hitung > (ρ) tabel, maka H0 ditolak artinya signifikan
- Jika (ρ) hitung < (ρ) tabel, maka H0 diterima artinya tidak signifikan.

A. Hipotesis Statistika
Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa :
- Ha ρ ≠ 0 : Terdapat hubungan antara pengetahuan kader posyandu dengan kejadian
stunting Di Kelurahan Purwawinangun Kabupaten Kuningan Tahun 2022 (ρ value >
0,05).
- Ho ρ ≠ 0 : Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan kader posyandu dengan
kejadian stunting Di Kelurahan Purwawinangun Kabupaten Kuningan Tahun 2022 (ρ
value ≤ 0,05).
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.


Bid/IKP/Diskominfo. (2020). Penguatan, Penggerakan Pelaksanaan Intervensi Spesifik dan
Sensitif Kabupaten Kuningan. Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Kuningan.

Imani, N. (2020). STUNTING PADA ANAK. Cv. Hikam Media Utama.


Kemenkes RI. (2018). Buletin Stunting. Kementerian Kesehatan RI, 301(5), 1163–1178.

Dwi Nastiti Iswarawanti. (2010). Kader posyandu: peranan dan tantangan pemberdayaan dalam
usaha peningkatan gizi di Indonesia. Journal manajemen pelayanaan kesehatan.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. ALFABETA cv.

Kementrian Kesehatan RI. (2018). Cegah Stunting, itu Penting. Pusat Data dan Informasi,
Kementerian Kesehatan RI, 1–27. https://www.kemkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/buletin/Buletin-Stunting-2018.pdf
Syakira . 2009. Tentang Posyandu. Diakses tanggal 4 juni 2018 dari
Blog.blogspot.com/2009/01/tentang-posyandu.html
Dikson, A.2017. Peran kader posyandu terhadap pembangunan kesehatan masyarakat. Jurnal
ilmu social dan ilmu politik. Vol, 6, No. 1. Tahun 2017
Hidayat , 2008, Pengantar konsep dasar keperawatan, Jakarta: Salemba merdeka
Ismawati. 2010. Tugas dan Fungsi Kader Posyandu. Jakarta
Kemenkes. 2011. Posyandu Adalah Forum Komunikasi. Jakarta
Legi. 2015. Tugas dan Peranan Kader
Nugroho. 2008. Kegiatan dalam Posyandu
Saryono . 2010. Populasi dan Sampel Penelitian . Jakarta
Hasanah , R. 2014 Faktor- Faktor yang Berhubungan Dengan keaktifan Kader Posyandu . Jurnal
kesehatan Masyarakat. Bandung. Stikes Jendral Ahmad Yani Cimahi
Wokoso, R. 2014. Faktor predisposting (Tingkat Pengetahuan pendidikan , sikap, pekerjaan)
kader dengan keaktifan kader pada kegiatan posyandu). Universitas Muhammadiyah
Purwokerto
Tirayoh, N. 2015. Faktor- factor Berhubungan dengan keaktifan kader posyandu Di wilayah
kerja Puskesmas Kema Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara.
Jurnal. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Manado : Universitas Samratulangi
Lampiran 1

HUBUNGAN PENGETAHUAN KADER POSYANDU DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA 6-59 BULAN DI KELURAHAN PURWAWINANGUN
KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2022

Karakteristik Responden
1. Nama ( Inisial ) :
2. Umur :
3. Pendidikan Terakhir :

Petunjuk pengisian kuesioner pengetahuan :


Pilihan jawaban adalah : B = Benar, S = Salah
a. Pilihan salah satu jawaban yang dianggap paling sesuai dengan pendapat anda
seperti yang telah digambarkan oleh pertanyaan yang tersedia
b. Berilah tanda centang pada salah satu pilihan yang tertera dibelakang pertanyaan
untuk menunjukan jawaban yang anda pilih

No Pertanyaan Benar Salah


1 Mengandung dan menggerakan
masyarakat, dengan memberitahu
ibu-ibu untuk datang ke Posyandu
bukan merupakan tugas kader
posyandu.
2 Memindahkan catatan – catatan
dalam Kartu Menuju Sehat (KMS)
ke dalam buku register atau buku
bantu kader adalah tugas kader
setelah hari buka posyandu
3 Menghubungi pokja Posyandu
adalah tugas kader pada kegiatan
bulan posyandu.
4 Meja 1 pada hari buka posyandu
bertugas menimbang bayi atau balita
dan mencatat hasil penimbangan
pada secarik kertas yang akan di
pindahkan pada KMS.
5. Kader posyandu dapat melakukan
kunjungan ruamah kepada ibu yang
anak balitanya belum mendapat
kapsul vitamin.
6 Posyandu adalah tempat untuk
memantau pertumbuhan dan
perkembangan balita
7 Tujuan datang ke Posyandu adalah
untuk mengetahui tumbuh kembang
anak dan mendapatkan pelayanan
kesehatan dasar
8 Posyandu tidak bias memberikan
pelayanan kepada ibu hamil
9 Posyandu hanya bias memberikan
pelayanan kepada bayi
10 Posyandu dapat melaksanakan
pemberian vitamin A pada bulan
Februari dan Agustus
11 Salah satu fungsi KMS adalah alat
untuk memantau pertumbuhan anak
12 Salah satu pesan dari gizi seimbang
adalah memperbanyak makan sayur
dan cukup buah-buahan
13 Anak usia 2 tahun lebih diukur
TBnya secara terlentang
14 Alat yang digunakan untuk
mengukur TB atau PB adalah
microtoice
15 Sebaiknya microtoice diletakan pada
dinding yang bergelombang
16 Pada saat menimbang BB sebaiknya,
topi, sepatu, aksesoris di lepas
17 Pada saat membaca angka pada
timbangan dacin adalah sejajar
dengan mata
18 Stunting adalah masalah gizi kurang
kronis yuang disebabkan oleh gizi
kurang dalam waktu cukup lama
19 Salah satu gejala stunting yaitu anak
berbadan lebih pendek untuk anak
seusianya
20 Apakah kader menjelaskan tentang
status pertumbuhan anak berdasarkan
hasil penimbangan KMS yang
dimiliki ibu terhadap anak balita ?
HUBUNGAN PENGETAHUAN KADER POSYANDU DENGAN KEJADIAN
STUNTING PADA BALITA 6-59 BULAN DI KELURAHAN PURWAWINANGUN
KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2022

Karakteristik Responden
1. Nama ( Inisial ) :
2. Umur :
3. Pendidikan Terakhir :

Petunjuk pengisian kuesioner pengetahuan :


Berilah tanda ceklis () pada kolom yang dianggap benar dan tepat
c. Pilihan salah satu jawaban yang dianggap paling sesuai dengan pendapat anda
seperti yang telah digambarkan oleh pertanyaan yang tersedia
d. Berilah tanda centang pada salah satu pilihan yang tertera dibelakang pertanyaan
untuk menunjukan jawaban yang anda pilih

No Pertanyaan YA TIDAK
1 Apakah ibu pernah mendengar istilah
stunting?
2 Apakah ibu mengetahui apakah itu
stunting ?
3 Menurut ibu apakah periode emas
pertumbuhan dan perkembangan
harus di dukung dengan asupan gizi
yang baik ?
4 Apakah kader posyandu pernah
mengikuti sosialisasi stunting ?
5 Dacin yang telah diberi sarung
timbang kemudian diseimbangkan
menggunakan pasir sampai kedua
jarum diatas tegak lurus
6 Pengisian grafik KMS dikatakan
naik apabila grafik BB memotong
garis pertumbuhan kenakan
BB>KBM (>500 g)
7 Ada 10 pesan-pesan PGS
8 Salah satu dari pesan gizi seimbang
adalah mencuci tangan menggunakan
sabun dengan air tidak mengalir
9 Pada garis pertumbuhan dikatakan
T3 atau turun jika penimbangan
terjadi penuran BB
10 Ciri-ciri anak stunting adalah pendek

Anda mungkin juga menyukai