Anda di halaman 1dari 105

LAPORAN PENELITIAN

EFEKTIFITAS MEDIA PENYULUHAN KESEHATAN AUDIOVISUAL


TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU
TENTANG PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN
DIARE PADA BALITA DI DESA JUMRAH
WILAYAH KERJA PUSKESMAS
RIMBA MELINTANG
TAHUN 2020

NAMA : NORAIYDAH

NIM : 1915301K110

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN

JUDUL : EFEKTIFITAS MEDIA PENYULUHAN KESEHATAN


AUDIOVISUAL TERHADAP PENINGKATAN
PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN DIARE
PADA BALITA DI DESA JUMRAH WILAYAH KERJA
PUSKESMAS RIMBA MELINTANG TAHUN 2020

PENYUSUN : NORAIYDAH

NIM : 1915301K110

Bangkinang, November 2020

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

M. Nizar Syarif Hamidi, A.Kep, M.Kes Milda Hastuty, SST, M.Kes


NIP.TT : 096.542.005 NIP.TT : 096.542.145

Mengetahui,
Ketua Program Studi DIV Kebidanan
Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Fitri Apriyanti, M.Keb


NIP-TT : 096.542.092
PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN

Skripsi, November 2020


NORAIYDAH

EFEKTIFITAS MEDIA PENYULUHAN KESEHATAN AUDIOVISUAL


TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU
TENTANG PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN DIARE PADA
BALITA DI DESA JUMRAH WILAYAH KERJA PUSKESMAS RIMBA
MELINTANG TAHUN 2020
xii + 90 Halaman + 13 Tabel + 4 Skema + 11 Lampiran

ABSTRAK
Penyakit yang sering diderita balita yang dapat menjadi penyebab utama kematian
pada balita yaitu diare. Diare pada balita yang tidak ditangani dengan tepat dapat
menyebabkan komplikasi seperti dehidrasi. Keberhasilan menurunkan angka diare
dipengaruhi pengetahuan ibu balita melalui penyuluhan kesehatan dengan media
audiovisual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian
media penyuluhan kesehatan audiovisual terhadap pengetahuan dan sikap ibu
tentang pencegahan dan penatalaksanaan diare pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Rimba Melintang tahun 2020. Jenis penelitian ini adalah eksperimen,
dengan design penelitian ini menggunakan quasi experimen dengan rancangan
one group pretest-posttest. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu di
desa Jumrah yang anak balitanya pernah mengalami diare dan pernah datang
berobat ke Puskesmas Rimba Melintang bulan Juni - Agustus tahun 2020 yang
berjumlah sebanyak 10 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu balita yang
berjumlah 10 orang, adapun teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
total sampling. Hasil 1peneliian ini didapatkan rerata pengetahuan sebelum
diberikan penyuluhan 47,70% sedangkan rerata pengetahuan setelah diberikan
penyuluhan 80,90%. Sedangkan rerata sikap sebelum penyuluhan 38,80
sedangkan sikap setelah diberikan penyuluhan 47,30. Setelah dilakukan uji t
dependen didapatkan nilai p value 0,000 (< 0,05) artinya pemberian penyuluhan
media audiovisual efektif terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap ibu balita
di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang tahun 2020.
Diharapkan pada responden untuk dapat meningkatkatkan pengetahuan dengan
sering mengikuti penyuluhan yang diadakan Puskesmas agar terjadi perubahan
prilaku kearah lebih baik.

Daftar Bacaan : 40 (2010 - 2020)


Kata Kunci : Diare, Penyuluhan Kesehatan, Media Audiovisual

iii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat allah SWT atas rahmat yang

telah dilimpahkan-Nya, sehingga peneliti dapat menyusun dan menyelesaikan

laporan penelitian ini, yang diajukan untuk melengkapi dan memenuhi salah satu

syarat menyelesaikan pendidikan pada Program DIV Kebidanan Fakultas

Kesehatan Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai. Dengan judul “Efektifitas

Media Penyuluhan Kesehatan Audiovisual terhadap Peningkatan

Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare

pada Balita di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang

Tahun 2020”.

Dalam menyelesaikan laporan penelitian ini, peneliti merasakan betapa

besarnya manfaat bimbingan yang telah diberikan oleh semua pihak terutama

yang memberikan masukan - masukan dan data - data sehingga dapat dijadikan

suatu pedoman dan landasan bagi penulisan dalam menggali semua permasalahan

yang erat kaitannya dengan laporan penelitian ini.

Pada kesempatan ini perkenankanlah peneliti untuk menyampaikan ucapan

terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Amir Luthfi, selaku Rektor Universitas Pahlawan Tuanku

Tambusai.

2. Dewi Anggriani Harahap,M.Keb, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.

3. Fitri Apriyanti, M.Keb, selaku ketua Program studi DIV Kebidanan Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.

iv
4. M. Nizar Syarif Hamidi, A.Kep, M.Kes selaku pembimbing I yang telah

banyak memberikan bimbingan dan pengarahan serta dorongan kepada

peneliti dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

4. Milda Hastuty, SST,M.Kes selaku pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan dan pengarahan serta dorongan kepada peneliti

dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

5. Ns. Yenny Safitri, M.Kep selaku narasumber I yang telah banyak

memberikan bimbingan dan pengarahan serta dorongan kepada peneliti

dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

6. Yusmardiansah, M.KKK selaku narasumber II yang telah banyak

memberikan bimbingan dan pengarahan serta dorongan kepada peneliti

dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

7. dr. Indah Sofia Dewi, selaku Kepala Puskesmas Rimba Melintang yang

telah banyak mengizinkan dan membantu penulis dalam memperoleh

datayang diperlukan peneliti dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

8. Ibu dan Bapak Dosen serta Staf Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada peneliti sehingga

dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik.

9. Dengan rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga kepada suami,

Ayahanda, Ibunda dan seluruh keluarga tercinta yang telah banyak

memberikan dorongan dan semangat serta do’a yang tiada henti - hentinya

kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.

v
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan laporan penelitian ini

masih belum sempurna. Untuk itu peneliti berharap kritikan dan saran

yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan

penelitian ini.

Rokan Hilir, November 2020

Peneliti

NORAIYDAH
NIM : 1915301K110

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL…………………………………………………................ ii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….. ii
ABSTRAK…………………………………………………............................ iii
KATA PENGANTAR……………………………………………………....... iv
DATAR ISI…………………………………………………………………... vii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..... ix
DAFTAR SKEMA…………………………………………………………... xi
DATAR LAMPIRAN………………………………………………………... xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………....... 1
B. Rumusan Masalah………………………………….................. 8
C. Tujuan Penulisan………………………………….................... 9
D. Manfaat Penelitian………………………………………......... 10

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN


A. Tinajauan Teoritis...................................................................... 11
1. Diare...………..…………………...................................... 11
a. Definisi……………………........................................... 11
b. Etiologi........................................................................... 11
c. Faktor Risiko.................................................................. 13
d. Tanda dan Gejalai........................................................... 14
e. Patogenesis Diare........................................................... 14
f. Patofisiologi.................................................................... 15
g. Pemeriksaan Penunjang................................................. 16
h. Klasifikasi...................................................................... 18
i. Komplikasi..................................................................... 19
j. Pencegahan..................................................................... 21
k. Penatalaksanaan............................................................. 22
2. Pengetahuan........................................................................ 29
a. Definisi…………………….......................................... 29
b. Proses Pengetahuan....................................................... 30
c. Tingkat Pengetahuan..................................................... 31
d. Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan..... 34
e. Cara Memperoleh Pengetahuan.................................... 38
f. Pengukuran Pengetahuan.............................................. 39
g. Alat Ukur Pengetahuan............................................... 42
3. Sikap.................................................................................. 42
4. Media Penyuluhan Kesehatan............................................ 45
a. Definisi…………………….......................................... 45
b. Metode Penyuluhan....................................................... 46
c. Tujuan Media Penyuluhan............................................. 47
d. Jenis Media Penyuluhan................................................ 47
B. Penelitian Terkait……………………………………….......... 55

vii
C. Kerangka Teori......................................................................... 58
D. Kerangka Konsep…………………………………………….. 59
E. Hipotesis Penelitian…………………………………………... 59

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Jenis dan rancangan penelitian..................................................60
B. Waktu dan Tempat Penelitian……………………………….. 64
C. Populasi dan Sampel............................................................... .. 64
D. Etika Penelitian.......................................................................... 67
E. Alat Pengumpulan Data ………………………………............ 67
F. Prosedur Pengumpulan Data...................................................... 69
G. Definisi Operasional…………………………………….......... 69
H. Analisa Data………………………………………................... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN


A. Analisa Univariat……………………………….................... 71
B. Analisa Bivariat...................................................................... 73

BAB V PEMBAHASAN
A. Pembahasan Peneitian............................................................... 77

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan............................................................................... 86
B. Saran………………………………....................................... 86

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Data Persentase Kejadian Diare Pada Balita di Kabupaten


Rokan Hlir Tahun 2018............................................................... 3

Tabel 1.2 Data Persentase Kejadian Diare Pada Balita di Kabupaten


Rokan Hlir Tahun 2019............................................................... 4

Tabel 2.1 Tabel Kehilangan Cairan Menurut Drajat Dehidrasi Pada


Anak dibawah 2 Tahun................................................................ 19

Tabel 2.2 Tabel Kehilangan Cairan Menurut Drajat Dehidrasi Pada


Anak Umur 2 – 5 Tahun.............................................................. 19

Tabel 2.3 Tabel Kehilangan Cairan Menurut Drajat Dehidrasi Berat


Menurut Berat Badan Pasien dan Umur..................................... 19

Tabel 3.1 Definisi Operasional………………………………………….... 69

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur,


Pendidikan dan Pekerjaan di Desa Jumrah Wilayah Kerja
Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020................................. 71

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Sebelum Penyuluhan Media


Audiovisual Tentang Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare
di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang
Tahun 2020............................................................................... 72

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Setelah Penyuluhan Media


Audiovisual Tentang Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare
di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang
Tahun 2020............................................................................... 73

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Sikap Sebelum Penyuluhan Media


Audiovisual Tentang Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare
di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang
Tahun 2020............................................................................... 73

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Sikap Setelah Penyuluhan Media


Audiovisual Tentang Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare
di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang
Tahun 2020............................................................................... 74

ix
Tabel 4.6 Perbedaan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Penyuluhan
Tentang Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare dengan
Media Audiovisual di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas
Rimba Melintang Tahun 2020.................................................. 75

Tabel 4.7 Perbedaan Sikap Sebelum dan Sesudah Penyuluhan Terhadap


Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare dengan Media
Audiovisual di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba
Melintang Tahun 2020.............................................................. 75

x
DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian....................................................... 58

Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian………………………….. ......... 59

Skema 3.1 Rancangan Penelitian………………………………… ......... 60

Skema 3.2 Alur Penelitian………………………………….................... 61

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Izin Pengambilan Data

Lampiran 2 : Surat Balasan Pengambilan Data

Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 : Surat Balasan Izin Penelitian

Lampiran 5 : Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 6 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 7 : Lembar Kuesioner

Lampiran 8 : Master Tabel

Lampiran 9 : Hasil SPSS

Lampiran 10 : Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 11 : Lembar Konsultasi

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa balita (usia anak di bawah lima tahun) merupakan masa-masa

banyak melakukan eksplorasi terhadap lingkungan sekitarnya yang dapat

menjadi penyebab balita mengalami masalah kesehatan. Penyakit yang sering

diderita balita yang dapat menjadi penyebab utama kematian pada balita yaitu

diare sebesar 25,2%, kemudian diikuti oleh pneumonia sebesar 15,5%,

Necroticans Entero Collitis (NEC) sebesar 10,7%, meningitis atau

ensephalitis sebesar 8,8% dan Demam Berdarah Dengue (DBD) sebesar 6,8%

(Jayani, 2019 ; Putri, 2020). Kematian utama balita disebabkan karena

penyakit diare karena daya tahan tubuh balita yang masih lemah (Cristy,

2014).

Diare erat hubungan dengan personal hygiene atau kebersihan

perseorangan. Personal hygiene perlu untuk diimplementasikan atau

diaplikasikan pada diri pribadi serta keluarga agar terhindar dari

penyakit seperti diare (Ahmad, 2013). Penyakit diare masih merupakan

masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia

karena masih sering timbul dalam bentuk kejadian luar biasa dan disertai

dengan kematian yang tinggi (Kemenkes RI, 2011). Penyebab utama

kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit

melalui tinja. Penyebab kematian lainnya adalah disentri, kurang gizi, dan

infeksi.

1
2

Menurut Word Health Organization (WHO) tahun 2018 menunjukkan

8.790.000 anak dibawah usia 5 tahun meninggal diseluruh dunia dan 15%

atau 2 juta dari kematian tersebut disebabkan oleh diare. Sebanyak 1,8 juta

orang meninggal setiap tahun karena penyakit diare dan 90% adalah anak

usia di bawah lima tahun. Diare merupakan penyakit penyebab utama

tingginya angka kesakitan dan kematian pada anak usia di bawah lima

tahun. Angka kematian balita akibat diare di negara berkembang sebesar

24%. Secara umum kematian anak akibat diare di dunia mencapai 4.110

orang per hari, 3 kematian per menit, dan 1 kematian setiap 20 detik.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013

prevalensi kejadian diare pada anak di Indonesia yaitu sebesar 6,7%.

Di Indonesia diperkirakan sekitar 60 juta kasus diare terjadi pada setiap

tahunnya, atau sekitar 3,8/1000 orang pertahunnya. Provinsi dengan kejadian

diare tertinggi pada anak terdapat di provinsi Aceh sebesar 10,2% dan

terendah di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 3,3%. Data dari Profil

Kesehatan Indonesia menyebutkan, pada tahun 2017 jumlah kasus diare

adalah 213.435 penderita dengan jumlah kematian 1.289 orang. Kematian

bayi (usia 29 hari –11 bulan) yang disebabkan oleh diare sebesar 31,4% dan

pada balita (usia 12–59 bulan) sebesar 25,2% (Kemenkes RI, 2017).

Prevalensi kejadian diare pada anak balita di Provinsi Riau tahun 2015

berkisar sekitar 5,2%. Kota Pekanbaru diare yang ditangani sebanyak 6.398

orang (36,1%). Angka kejadian diare pada balita di Kabupaten Rokan Hilir

terus mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2018 tahun sebanyak 1.385
3

orang. Puskesmas yang paling tertinggi angka kejadian diare pada balita yaitu

Puskesmas Bagansiapiapi sebesar 324 orang dan terendah adalah Puskesmas

Bangko Kanan. Puskesmas Rimba Melintang menduduki urutan ketujuh

sebesar 71 orang. Data angka kejadian diare tahun 2018 di Kabupaten Rokan

Hilir dapat dilihat pada tabel di bawah ini yaitu :

Tabel 1.1 : Data Persentase Kejadian Diare Pada Balita di Kabupaten


Rokan Hilir Tahun 2018

No Puskesmas Jumlah Persentase (%)


1. Bagansiapiapi 324 orang 23,4
2. Simpang Kanan 121 orang 8,7
3. Bangko Jaya 91 orang 6,6
4. Sedinginan 86 orang 6,2
5. Pujud 84 orang 6,1
6. Bagan Batu 83 orang 6,0
7. Rimba Melintang 71 orang 5,1
8. Bagan Punak 63 orang 4,5
9. Balai Jaya 62 orang 4,5
10. Bortrem 51 orang 3,7
11. Panipahan 49 orang 3,5
12. Rantau Panjang Kiri 48 orang 3,4
13. Teluk Merbau 45 orang 3,2
14. Pedamaran 40 orang 2,9
15. Tanah Putih 37 orang 2,7
16. Tanjung Medan 36 orang 2,6
17. Rantau Kopar 29 orang 2,1
18. Sinaboi 25 orang 1,8
19. Batu Hampar 21 orang 1,5
20. Bangko Pusako 19 orang 1,4
.Jumlah 1.385 orang 100
Sumber : Dinas Kanupaten Rokan Hilir 2018

Angka kejadian diare pada di Kabupaten Rokan Hilir tahun 2019

mengalami peningkatan dari tahun 2018 sebanyak 1.385 orang menjadi 5.455

orang pada tahun 2019. Angka kejadian diare di Puskesmas Rimba Melintang

juga mengalami peningkatan dua kali lipat sebanyak 71 orang tahun 2018

menjadi 140 orang tahun 2019. Data angka kejadian diare tahun 2019 di

Kabupaten Rokan Hilir dapat dilihat pada tabel di bawah ini yaitu :
4

Tabel 1.2 : Data Persentase Kejadian Diare Pada Balita di Kabupaten


Rokan Hilir Tahun 2019

No Puskesmas Jumlah Persentase (%)


1. Bagansiapiapi 1.136 orang 20,8
2. Sedinginan 725 orang 13,3
3. Bagan Batu 440 orang 8,1
4. Pujud 382 orang 7,0
5. Bagan Punak 317 orang 5,8
6. Panipahan 287 orang 5,3
7. Balai Jaya 285 orang 5,2
8. Bangko Jaya 222 orang 4,1
9. Bortrem 204 orang 3,7
10. Tanah Putih 195 orang 3,6
11. Pedamaran 167 orang 3,1
12. Tanjung Medan 154 orang 2,8
13. Bangko Kanan 152 orang 2,8
14. Rimba Melintang 140 orang 2,7
15. Teluk Merbau 130 orang 2,4
16. Simpang Kanan 129 orang 2,3
17. Rantau Kopar 117 orang 2,1
18. Rantau Panjang Kiri 102 orang 1,9
19. Sinaboi 101 orang 1,8
20. Bantaian 70 orang 1,3
.Jumlah 5.455 orang 100
Sumber : Dinas Kanupaten Rokan Hilir 2019

Akibat yang ditimbulkan diare adalah kekurangan cairan tubuh dan

elektrolit yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup manusia. Diare pada

anak dapat mengakibatkan kekurangan cairan terus menerus sehingga dapat

mengakibatkan dehidrasi. Diare juga dapat mengakibatkan malnutrisi karena

diare dapat menyebabkan nafsu makan penderitanya berkurang. Malnutrisi

akan menyebabkan resiko terjadinya diare yang lebih berat dan lama, dan

pada akhirnya akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan dan kematian

(Depkes RI, 2010). Diare pada balita yang tidak ditangani dengan tepat dapat

menyebabkan komplikasi tidak hanya dehidrasi, tetapi juga hipoglikemia

bahkan kematian (Nugroho, 2018).

Keberhasilan menurunkan penyakit diare dipengaruhi pengetahuan

setiap anggota masyarakat khususnya ibu dalam pencegahan dan


5

penatalaksaanaan diare (Jawang et al, 2019). Oleh karena itu, ibu balita perlu

mendapatkan penyuluhan kesehatan, terutama tentang pencegahan dan

penatalaksanaan diare pada anak balita (Depkes, 2010). Keberhasilan

penyuluhan kesehatan pada masyarakat tergantung kepada komponen

pembelajaran. Media penyuluhan kesehatan merupakan salah satu komponen

dari proses pembelajaran yang akan mendukung komponen - komponen yang

lain. Media diartikan sebagai segala bentuk atau saluran yang digunakan

untuk menyampaikan pesan dan informasi (Sadiman et al 2012).

Media penyuluhan sebenarnya tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap

yaitu membantu pemberi informasi untuk pengingat, namun media

mempunyai fungsi atensi yaitu memiliki kekuatan untuk menarik perhatian.

Media yang menarik akan memberikan keyakinan, sehingga perubahan

kognitif afeksi dan psikomotor dapat dipercepat. Pengelompokan media

berdasarkan perkembangan teknologi dibagi menjadi media cetak, komputer

dan audiovisual.

Audiovisual merupakan salah satu media yang menyajikan informasi

atau pesan secara audio dan visual (Setiawati & Dermawan, 2011).

Audiovisual memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perubahan

perilaku masyarakat, terutama dalam aspek informasi dan persuasi. Media

audiovisual memiliki dua elemen yang masing - masing mempunyai kekuatan

yang akan bersinergi menjadi kekuatan yang besar. Media ini memberikan

stimulus pada pendengaran dan penglihatan, sehingga hasil yang diperolah

lebih maksimal. Hasil tersebut dapat tercapai karena panca indera yang paling
6

banyak menyalurkan pengetahuan ke otak adalah mata (75% - 87%),

sedangkan 13% - 25% pengetahuan diperoleh atau disalurkan melalui indera

yang lain (Maulana, 2013).

Media audiovisual mempunyai kelebihan bisa memberikan gambaran

yang lebih nyata serta meningkatkan retensi memori karena lebih menarik

dan mudah diingat (Sadiman et al 2012). Kehadiran dan perkembangan media

audiovisual ini tidak bisa dihindari mengingat kelebihan dan daya tariknya

yang luar biasa seperti contohnya televisi yang mempunyai peran besar

mempengaruhi masyarakat. Kelebihan media audiovisual diharapkan mampu

menumbuhkan ketertarikan dan minat dalam mengikuti penyuluhan sehingga

tujuan dalam penyuluhan dapat tercapai. Menurut Walter (2016) pengetahuan

atau tingkah laku model yang terdapat dalam media audiovisual akan

merangsang peserta untuk meniru atau menghambat tingkah laku yang tidak

sesuai dengan tingkah laku yang ada di media.

Menurut Notoatmodjo (2010) media video merupakan salah satu jenis

media audio visual karena media ini mengandalkan indera penglihatan dan

indera pendengaran. Adapun media poster menurut Kunoli (2012),

merupakan penggambaran yang ditunjukkan sebagai pemberitahuan,

peringatan yang biasannya berisi gambar-gambar. Penggunaan media dalam

pemberian penyuluhan kesehatan akan menarik minat ibu untuk mempelajari

materi yang diberikan. Media yang menarik akan memberikan keyakinan,

sehingga perubahan kognitif, afektif dan psikomotor dapat dipercepat

(Setiawati & Dermawan, 2011).


7

Survey awal yang peneliti lakukan dengan mewawancari 10 orang ibu

yang anaknya menderita diare tentang pencegahan dan penatalaksanan diare

didapatkan hasil bahwa 3 orang ibu tidak mengetahui informasi tentang

pencegahan dan penatalaksanaan diare sehingga apabila anaknya diare ibu

tidak memberikan apapun karena ibu beranggapan anak diare bisa sembuh

sendiri dan tidak mengancam nyawa anaknya, 4 orang mengatakan

pencegahan yang dilakukan apabila anak diare yaitu sering mengkonsumsi

makanan yang bergizi dan penatalaksanaan yang dilakukan pada anak yang

menderita diare adalah memberikan air putih yang banyak, 3 orang

mengatakan pencegahan agar anaknya tidak menderita diare adalah menjaga

kebersihan diri, makanan dan lingkungan dan apabila anaknya menderita

diare tindakan yang dilakukan adalah memberikan oralit dan apabila diare

tidak teratasi langsung dibawa ke pelayanan kesehatan. Ibu beranggapan anak

diare bisa mengancam nyawa anak apabila tidak teratasi dengan cepat karena

dehidrasi.

Peneliti juga melakukan wawancara pada perawat di salah satu

Puskesmas Rimba Melintang, di dapatkan hasil bahwa penyuluhan kesehatan

yang sering dilakukan baik untuk penyakit diare maupun penyakit yang lain

adalah penyuluhan individu sedangkan untuk penyuluhan kelompok tetap

dilakukan namun intensitasnya lebih jarang. Jenis media yang saat ini tersedia

dan digunakan masih sangat terbatas yaitu leaflet dan lembar balik, namun

jika fasilitas mendukung seperti tempat penyuluhan, LCD dan laptop kadang-

kadang menggunakan slide powerpoint. Dari hasil wawancara tersebut juga


8

diketahui bahwa belum ada media penyuluhan yang berupa media audiovisual

yang berisi tentang penatalaksanaan penyakit diare. Oleh karena hal tersebut

diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektifitas

media penyuluhan kesehatan audiovisual terhadap peningkatan pengetahuan

dan sikap ibu dalam pencegahan dan penatalaksanaan diare pada balita di

Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas maka perumusan masalah penelitian

ini adalah “Bagaimanakah efektifitas media penyuluhan kesehatan

audiovisual terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap ibu dalam

pencegahan dan penatalaksanaan diare pada balita di Desa Jumrah Wilayah

Kerja Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020 ?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektifitas media penyuluhan kesehatan

audiovisual terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap ibu dalam

pencegahan dan penatalaksanaan diare pada balita di Desa Jumrah

Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dan sikap

ibu balita tentang pencegahan dan penatalaksanaan diare sebelum


9

dilakukan penyuluhan kesehatan audiovisual di Desa Jumrah

Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dan sikap

ibu balita terhadap pencegahan dan penatalaksanaan diare setelah

dilakukan penyuluhan kesehatan audiovisual di Desa Jumrah

Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020.

c. Untuk mengetahui rerata tingkat pengetahuan dan sikap ibu balita

sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan audiovisual di Desa

Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020.

d. Untuk mengetahui rerata tingkat pengetahuan dan sikap ibu balita

setelah dilakukan penyuluhan kesehatan audiovisual di Desa Jumrah

Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020.

e. Untuk mengetahui selisih rerata tingkat pengetahuan dan sikap ibu

balita sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan kesehatan

audiovisual di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba

Melintang Tahun 2020.

f. Untuk mengetahui efektifitas media penyuluhan kesehatan

audiovisual terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap ibu dalam

pencegahan dan penatalaksanaan diare pada balita di Desa Jumrah

Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020.


10

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

a. Sebagai informasi dan referensi bacaan bagi tenaga kesehatan

terutama perawat dan bidan mengenai media penyuluhan kesehatan

dan diare.

b. Sebagai bahan masukan dan kajian yang dapat dijadikan sumbangan

pemikiran dan informasi untuk penelitian masa mendatang dan dapat

dijadikan sebagai bahan kepustakaan.

2. Aspek praktis

a. Bagi Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sumber pengetahuan dan

bahan informasi untuk penelitian sejenis atau penelitian lanjutan

tentang media penyuluhan kesehatan dan diare

b. Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi

ibu – ibu dalam upaya pencegahan dan penatalaksanaan diare pada

anaknya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Diare

a. Definisi

Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau

cair, bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering

dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI,

2011). Diare adalah buang air besar pada balita lebih dari 3 kali

sehari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau

tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu

(Juffrie dan Soenarto, 2012).

Diare adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-

tiba akibat kandungan air di dalam tinja melebihi normal

(10ml/kg/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3

kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari (Tanto dan

Liwang, 2014). Berdasarkan ketiga definisi di atas dapat

disimpulkan bahwa diare adalah buang air besar dengan

bertambahnya frekuensi yang lebih dari biasanya 3 kali sehari atau

lebih dengan konsistensi cair.

b. Etiologi

Etiologi menurut Ngastiyah (2014) antara lain :

11
5

1) Faktor Infeksi

a) Infeksi enternal : infeksi saluran pencernaan makanan

yang merupakan penyebab utama diare pada

anak.Meliputi infeksi eksternal sebagai berikut :

(1) Infeksi bakteri : Vibrio’ E coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, aeromonas, dan sebagainya.

(2) Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsacki,

Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, astrovirus, dan

lain-lain.

(3) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxcyuris,

Strongyloides) protozoa (Entamoeba histolytica,

Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur

(Candida albicans).

b) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan

makanan seperti: otitits media akut (OMA), tonsillitis /

tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan

sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan

anak berumur di bawah 2 tahun.

2) Faktor malabsorbsi

a) Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa,

maltose dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,

fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang

terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).


5

b) Malabsorbsi lemak

c) Malabsorbsi Protein

3) Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap

makanan.

4) Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat

terjadi pada anak yang lebih besar).

c. Faktor Risiko

Menurut Jufrri dan Soenarto (2012), ada beberapa faktor

resiko diare yaitu :

1) Faktor umur yaitu diare terjadi pada kelompok umur 6-11

bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini

menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody

ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan

yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja.

2) Faktor musim : variasi pola musim diare dapat terjdadi

menurut letak geografis. Di Indonesia diare yang disebabkan

oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan

peningkatan sepanjang musim kemarau, dan diare karena

bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

3) Faktor lingkungan meliputi kepadatan perumahan, kesediaan

sarana air bersih (SAB), pemanfaatan SAB, kualitas air bersih.


5

d. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala awal diare ditandai dengan anak menjadi

cengeng, gelisah, suhu meningkat, nafsu makan menurun, tinja cair

(lendir dan tidak menutup kemungkinan diikuti keluarnya darah,

anus lecet, dehidrasi (bila terjadi dehidrasi berat maka volume

darah berkurang, nadi cepat dan kecil, denyut jantung cepat,

tekanan darah turun, keadaan menurun diakhiri dengan syok), berat

badan menurun, turgor kulit menurun, mata dan ubun-ubun cekung,

mulut dan kulit menjadi kering (Octa et al, 2014).

e. Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare

menurut Ngastiyah (2014) yaitu :

1) Gangguan osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat

diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus

meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke

dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan

merangsang usus untuk mengeluarkanya sehingga timbul

diare.

2) Gangguan sekresi

Akibat terangsang tertentu (misalnya toksin) pada

dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit


5

ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena

terdapat peningkatan isi rongga usus.

3) Ganggua motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya

kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul

diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan

mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul

diare pula.

f. Patofisiologi

Menurut Suraatmaja (2011), proses terjadinya diare

disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya :

1) Faktor infeksi

Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme

(kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang

kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa

usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus.

Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya

mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan

dan elektrolit atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan

menyebabkan transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa

mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit

akan meningkat.
5

2) Faktor malabsorbsi

Merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang

mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi

pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat

meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.

3) Faktor makanan

Faktor ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak

mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan

peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan

untuk menyerap makan yang kemudian menyebabkan diare.

4) Faktor psikologis

Faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan

peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses

penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.

g. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang intensif perlu dilakukan

untuk mengetahui adanya diare yang disertai kompikasi dan

dehidrasi. Pemeriksaan darah perlu dilakukan untuk mengetahui

Analisa Gas Darah (AGD) yang menunjukan asidosis metabolic.

Pemeriksaan feses juga dilakukan untuk mengetahui :

1) Lekosit polimorfonuklear, yang membedakan antara infeksi

bakteri dan infeksi virus.

2) Kultur feses positif terhadap organisme yang merugikan.


5

3) Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dapat

menegaskan keberatan rotavirus dalam feses.

4) Nilai pH feses dibawah 6 dan adanya substansi yang berkurang

dapat diketahui adanya malaborbsi karbohidrat.

Menurut Cahyono (2014), terdapat beberapa pemeriksaan

laboratorium untuk penyakit diare, diantaranya :

1) Pemeriksaan darah rutin, LED (laju endap darah), atau CPR

(C-reactive protein). memberikan informasi mengenai tanda

infeksi atau inflamasi.

2) Pemeriksaan fungsi ginjal dan elektrolit untuk menilai

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

3) Pemeriksaan kolonoskopi untuk mengetahui penyebab diare.

4) Pemeriksaan CT scan bagi pasien yang mengalami nyeri perut

hebat, untuk mengetahui adanya perforasi usus.

h. Klasifikasi

Diare dibedakan menjadi diare akut, diare kronis dan

persisiten. Diare akut adalah buang air besar pada bayi atu anak-

anak melebihi 3 kali sehari di sertai dengan perubahan konsisitensi

tinja menjadi cair dengan atau tanpa lender dan darah yang

berlangsung kurang dari satu minggu, sedangkan diare kronis

sering kali dianggap suatu kondisi yang sama namun dengan waktu

yang lebih lama yaitu diare melebihi satu minggu, sebagian besar

disebabkan diare akut berkepanjangan akibat infeksi, diare


5

persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan

diare berkelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut

dan kronis biasanya ditandai dengan penurunan berat badan dan

sukar untuk naik kembali (Amabel, 2011). Klasifikasi diare

menurut (Octa et al, 2014) ada dua yaitu berdasarkan lamanya dan

berdasarkan mekanisme patofisiologik

1) Berdasarkan lama diare

a) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14

hari.

b) Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14

hari dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak

bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut.

2) Berdasarkan mekanisme patofisiologik

a) Diare sekresi

Diare tipe ini disebabkan karena meningkatnya

sekresi air dan elekrtolit dari usus, menurunnya absorbs.

Ciri khas pada diare ini adalah volume tinja yang banyak.

b) Diare osmotic

Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena

meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus

yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang

hiperosmotik seperti (magnesium sulfat, magnesium

Hidroksida), malabsorbsi umum dan defek lama absorbsi


5

usus missal pada defisiensi disakarida, malabsorbsi

glukosa / galaktosa.

Tabel 2.1 : Tabel kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi


pada anak di bawah 2 tahun

Drajat Ringan PWL NWL CWL Jumlah


Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 200 25 350

Tabel 2.2 : Tabel kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi


pada anak umur 2-5 tahun

Drajat Ringan PWL NWL CWL Jumlah


Ringan 30 80 25 135
Sedang 50 80 25 155
Berat 80 80 25 185

Tabel 2.3 : Tabel kehilangan cairan pada anak dehidrasi berat


menurut berat badan pasien dan umur

Berat Badan (kg) Umur PWL NWL CWL Jumlah


0–3 0 – 1bln 150 125 25 300
3 – 10 1 bln – 2 th 125 100 25 250
10 – 15 2 – 5 tahun 100 80 25 205
15 – 25 5 – 10 tahun 80 25 25 130
Sumber : Ngastiyah, 2014

Keterangan :
PWL : Previous water loss (ml/kg BB) cairan yang hilang karena muntah
NWL : Normal water loss (ml/kg BB) cairan hilang melalui urine, kulit,
pernapasan
CWL : Concomitan water loss (ml/kg BB) cairan hilang karena muntah
hebat

j. Komplikasi

Menurut Maryunani (2012) sebagai akibat dari diare akan

terjadi beberapa hal sebagai berikut :

1) Kehilangan air (dehidrasi)

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih

banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab

terjadinya kematian pada diare.


5

2) Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis).

Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda

kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam

laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme

yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan

oleh ginjal (terjadi oliguria atau anuria) dan terjadinya

pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan

intraseluler.

3) Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2–3 % anak yang menderita

diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita

Kekurangan Kalori Protein (KKP). Hal ini terjadi karena

adanya gangguan penyimpanan atau penyediaan glikogen

dalam hati dan adanya gangguan etabol glukosa. Gejala

hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun

hingga 40% pada bayi dan 50% pada anak – anak.

4) Gangguan gizi

Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat,

hal ini disebabkan oleh makanan sering dihentikan oleh orang

tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat,

walaupun susu diteruskan sering diberikan dengan pengeluaran

dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama, makanan yang
5

diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan

baik karena adanya hiperperistaltik.

5) Gangguan sirkulasi

Akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,

akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia,

asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan

otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien

akan meninggal.

Menurut Ngastiyah (2014) sebagai akibat diare baik akut

maupun kronik akan terjadi kehilangan air dan elektrolit (terjadi

dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa

(asidosis metabolis, hipokalemia), gangguan gizi akibat kelaparan

(masukan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikemia,

gangguan sirkulasi darah.

k. Pencegahan

Mencegah penyebaran diare dapat dilakukan dengan cara yaitu :

1) Mencuci tangan dengan menggunakan sabun sampai bersih

pada lima waktu penting :

a) Sebelum makan.

b) Sesudah buang air besar (BAB).

c) Sebelum menyentuh balita anda.

d) Setalah membersihkan balita anda setelah buang air besar.


5

e) Sebelum proses menyediakan atau menghidangkan makan

untuk siapapun.

2) Mengkonsumsi air yang bersih dan sehat atau air yang sudah

melalui proses pengolahan. Seperti air yang sudah dimasak

terlebih dahulu, proses klorinasi.

3) Pengolahan sampah yang baik dengan cara pengalokasiannya

ditempatkan ditempat yang sudah sesuai, supaya makanan

anda tidak dicemari oleh serangan (lalat, kecoa, kutu, dan lain -

lainnya).

4) Membuang proses MCK (Mandi Cuci Kakus) pada tempatnya,

sebaiknya anda meggunakan WC/jamban yang bertangki

septik atau memiliki sepiteng (Ihram, 2012).

Penalaksanaan pasien diare akut dimulai dengan terapi

simptomatik, seperti rehidrasi dan penyesuaian diet. Terapi

simptomatik dapat diteruskan selama beberapahari sebelum

dilakukan evaluasi lanjutan pada pasien tanpa penyakit yang

berat, terutama bila tidak dijumpai adanya darah samar dan

leukosit pada fesesnya (Medicinus, 2013).

l. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diare pada anak berbeda dengan orang

dewasa. Prinsip tatalaksana diare pada balita adalah dengan

rehidrasi tetapi bukan satu-satunya terapi melainkan untuk

membantu memperbaiki kondisi usus serta mempercepat


5

penyembuhan/ menghentikan diaredan mencegah anak dari

kekurangan gizi akibat diare dan menjadi cara untuk mengobati

diare. Penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/

menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit

dan asam basa, kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati

kausa dari diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi

gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk

melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efektif

harus dilakukan secara rasional. Secara umum terapi rasional

yaitu :

1) Tepat indikasi.

2) Tepat dosis.

3) Tepat penderita.

4) Tepat obat.

5) Waspada terhadap efek samping.

Prinsip tatalaksana diare di Indonesia telah ditetapkan oleh

Kementerian Kesehatan yaitu Lima Langkah Tuntaskan Diare

(Lintas Diare) yaitu: rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas

rendah, pemberian Zinc selama 10 hari berturut-turut, teruskan

pemberian ASI dan makanan, antibiotik selektif, nasihat kepada

orangtua/pengasuh (Kemenkes RI, 2011). Penatalaksanaan diare

akut yaitu rehidrasi sebagai perioritas utama pengobatan, empat

hal yang perlu diperhatikan yaitu :


5

1) Jenis cairan, pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit,

cairan Ringer Laktat, bila tidak tersedia dapat diberikan NaCl

isotonik ditambah satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml.

2) Jumlah cairan, jumlah cairan yang diberikan idealnya sesuai

dengan cairan yang dikeluarkan.

3) Jalan masuk, rute pemberian cairan pada oarang dewasa dapat

dipilih oral atau i.v.

4) Jadwal pemberian cairan, rehidrasi diharapkan terpenuhi

lengakap pada akhir jam ke-3 setelah awal pemberian

(Mansjoer dkk, 2012).

Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan pada anak diare yaitu :

1) Terapi simptomatik

Obat antidiare bersifat simptomatik dan diberikan sangat

hati-hati atas pertimbangan yang rasional. Beberapa

golongan antidiare : antimotilitas dan sekresi usus, turunan

opiat, difenoksilat, Loperamid, kodein HCl, antiemetic :

metoklopramid, domperidon. Terapi definitif, edukasi yang

jelas sangat penting dalam upaya pencegahan, higienitas,

sanitasi lingkungan (Mansjoer dkk, 2012).

2) Terapi Non Farmakologi

Diare Pencegahan Diare dapat diupayakan melalui

berbagai cara umum dan khusus/imunisasi. Termaksut cara

umum antara lain adalah peningkatan higiene dan sanitasi


5

karena peningkatan higiene dan sanitasi dapat menurunkan

insiden diare, jangan makan sembarangan terlebih makanan

mentah, mengonsumsi air yang bersih dan sudah direbus

terlebih dahulu, mencuci tangan setelah BAB dan atau setelah

bekerja. Memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan dan

diteruskan sampai 2 tahun. Memberikan makanan pendamping

ASI sesuai umur, untuk mencegah dehidrasi bila perlu

diberikan infus cairan untuk dehidrasi. Buang air besar

dijamban, Membuang tinja bayi dengan Dengan benar

Memberikan imunisasi campak (Kasaluhe et al, 2015).

3) Terapi Farmakologi

Diare anti–diare diberikan untuk mengurangi peristaltik,

spasme usus, menahan iritasi, absorbsi racun dan sering

dikombinasi dengan antimikroba. Diare yang menyerupai

kolera mengakibatkan dehidrasi ringan dan sering memerlukan

infus, karena pasien dapat meninggal karena kekurangan cairan

dan elektrolit. Bila tidak disertai muntah, maka cairan garam

rehidrasi (oral rehyration salt = oralit) banyak menolong

sebagai pertolongan pertama. Oralit merupakan cairan

elektrolit–glukosa yang sangat esensial dalam pencegahan dan

rehidrasi penderita dengan dehidrasi ringan–sedang. Pada

dehidrasi ringan dan sedang, bila diare profus dengan

pengeluaran air tinja yang hebat (>100 ml/kg/hari) atau mutah


5

hebat (severe vomiting) dimana penderita tak dapat minum

sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent

meteorism) sehingga rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit

maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral meskipun

sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk

dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi (Wiffen, 2014).

4) Terapi rehidrasi

Terapi rehidrasi oral terdiri dari rehidrasi yaitu

mengganti kehilangan air dan elektrolit: terapi cairan rumatan

yaitu menjaga 20 kehilangan cairan yang sedang berlangsung.

Bahkan pada kondisi diare berat, air dan garam diserap terus

menerus melaui absorbsi aktif natrium yang ditingkatkan oleh

glukosa dalam usus halus. Larutan-larutan pengganti oral akan

efektif jika mengandung natrium, kalium, glukosa, dan air

dalam jumlah yang seimbang, glukosa diperlukan untuk

meningkatkan absorbsi elektrolit (Wiffen, 2014).

Oralit diberikan untuk mengganti cairan elektrolit yang

banyak dibuang dalam tubuh yang terbuang pada saat diare.

Meskipun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air

minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan

untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh

sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan


5

garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik

oleh usus penderita diare (Depkes RI, 2011).

Rehidrasi pada pasien dilakukan sesuai dengan derajat

dehidrasi pasien. Pada dehidrasi ringan-sedang dapat diberikan

secara oral dengan pemberian oralit sebanyak 75ml/kg berat

badan diberikan dalam 3 jam pertama di layanan kesehatan,

namun jika tidak tersedia dapat diganti dengan air tajin, kuah

sayur, sari buah, air teh, air matang. Setelah rehidrasi

dilakukan, keadaan umum anak 21 kembali di cek yaitu setelah

3 jam dari rehidrasi oral (Maliny, 2014).

Dinilai jika keadaan umum anak sudah membaik, anak

mulai mengantuk dan tertidur, maka rencana terapi dilanjutkan

sesuai dengan terapi diare tanpa dehidrasi yaitu dengan

melanjutkan pemberian ASI, sari buah dan makanan. Namun

jika dehidrasi belum teratasi, anak masih dalam keadaan

dehidrasi ringan-sedang maka terapi rehidrasi ringansedang

diulang kembali dan jika keadaan anak lebih memburuk

menjadi dehidrasi berat maka anak segera di rehidrasi sesuai

terapi dehidrasi berat yaitu diberi cairan resusitasi secara

intravena sebanyak 30ml/kg berat badan ½ jam pertama

dilanjutkan 70ml/kg berat badan 2 ½ jam berikutnya

Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang hipotonik

dengan komposisi 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Natrium


5

bikarbonat, dan 1,5g KCl setiap liter. Terapi rehidrasi oral

terdiri dari rehidrasi yaitu mengganti kehilangan air dan

elektrolit terapi cairan rumatan yaitu menjaga kehilangan

cairan yang sedang berlangsung (Maliny, 2014).

Pemberian Zinc selama 10 hari terbukti membantu

memperbaiki mucosa usus yang rusak dan meningkatkan

fungsi kekebalan tubuh secara keseluruhan. Zinc diberikan

selama 10 hari berturut-turut dengan dosis sebagai berikut: a.

Balita umur < 6 bulan: ½ tablet (10 mg)/hari b. Balita umur ≥ 6

bulan : 1 tablet (20 mg)/hari. Antibiotik diberikan jika terdapat

indikasi seperti kolera, diare berdarah, atau diare dengan

disertai penyakit lain (Depkes RI, 2011). Antibiotik

diindikasikan pada diare dengan gejala dan tanda diare dengan

infeksi, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi eksresi

dan kontaminasi lingkungan. Antibiotik spesifik diberikan

berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Mansjoer, 2012).

Pada anak tidak perlu diberikan obat anti diare, karena

saat diare akan terjadi peningkatan motilitas dan peristaltik

usus. Anti diare akan menghambat gerakan itu sehingga

kotoran yang seharusnya dikeluarkan, justru dihambat keluar.

Selain itu anti diare dapat menyebabkan komplikasi yang

disebut prolapsus pada usus terlipat/terjepit (Maliny, 2014).

Beberapa obat anti diare yang dapat digunakan sebagai


5

pertolongan saat terjadi diare : Adsorben dan obat pembentuk

massa. Adsorben seperti koalin, tidak dianjurkan untuk diare

akut.

Obat-obat pembentuk masa seperti metil selulosa,

isphagula, dan strerkulia 22 bermanfaat dalam mengendalikan

konsistensi tinja pada ileostomi, serta dalam mengendalikan

diare akibat penyakit divertikular. Contoh obat yang termaksut

dalam golongan antara lain kaolin, pectin, dan attalpugit. Anti

motilitas. Pada diare akut obat-obat anti motilitas peranya

sangat terbatas sebagai tambahan pada terapi pengganti cairan

dan elektrolit. Yang termaksut dalam golongan ini adalah

codein fosfat, co-fenotrop, loperamid HCL, dan morfin.

Pengobatan diare kronis. Bila diare menetap, beberapa kondisi

seperti penyakit Crohn, kolitis pseudomembran, dan penyakit

divertikular perlu dipertimbangan. Diperlukan terapi spesifik,

termaksuk manipulasi diet, obat-obat, dan pemeliharaan hidrasi

yang cukup (Depkes RI, 2011).

2. Pengetahuan

a. Definisi

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

hidung, telinga, dan sebagainya). dengan sendirinya pada waktu

penginderaan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat


5

dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Sebagian besar pengetahuan seseorang di peroleh melalui indra

pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan

seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang

berbeda-beda (Notoatmodjo 2012).

b. Proses Pengetahuan

Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari

oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru

(berperilaku baru didalam diri seseorang terjadi proses yang

berurutan), yaitu :

1) Awareness (Kesadaran)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2) Interest (Merasa tertarik)

Terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah

mulai timbul.

3) Evaluation (Menimbang-menimbang)

Terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

4) Trial

Sikap dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.


5

5) Adaption

Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui

proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran

dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat

langgeng (longlasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak

didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung

lama. Jadi, Pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi

dasar dalam merubah perilaku sehingga perilaku itu langgeng.

c. Tingkat Pengetahuan

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental

(otak). Menurut Bloom dalam kartika segala upaya yang

menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.

Didalam ranah kognitif ini terdapat enam jenjang proses berpikir,

mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling

tinggi. Secara garis besar tingkat pengetahuan dibagi menjadi enam

tingkatan, yakni :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori

yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

Misalnya: tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin

C, jamban adalah tempat membuang air besar, penyakit demam


5

berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes Agepti, dan

sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu

sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan misalnya:

apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa penyebab penyakit

TBC, bagaimana cara melakukan PSN (pemberantasan sarang

nyamuk), dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut

harus dapat mengintreprestasikan secara benar tentang objek

yang diketahui tersebut. Misalnya orang yang memahami cara

pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar

menyebutkan 3M (mengubur, menutup, dan menguras),tetapi

harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras,

dan sebagainya, tempat-tempat penampungan air tersebut.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami

objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan

prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya

seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia

harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di tempat

ia bekerja atau dimana saja, orang yang telah paham metodologi


5

penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian dimana

saja, dan seterusnya.

4) Analisi (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan

dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara

komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau

objek yang diketahui.Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu

sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut

telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,

membuat digram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek

tersebut. Misalnya, dapat membedakan antaran nyamuk Aedes

Agepty dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow

chart) siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan sesuatu kemampuan seseorang

untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang

logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah

ada. Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata

atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang yelah dibaca atau

didengar, dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang

telah dibaca.
5

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek

tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku

dimasyarakat.Misalnya seorang ibu dapat menilai atau

menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak,

seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana bagi

keluarga, dan sebagainya (Notoatmodjo 2012).

d. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Notoatmodjo (2012), berpendapat bahwa ada beberapa faktor

yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan

berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses

belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang

tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi

maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi,

baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak

informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang

didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya

dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan


5

pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya.

Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang

berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan

rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di

pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada

pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu

obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan

negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan

sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek

positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap

makin positif terhadap obyek tersebut .

2) Mass media / Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal

maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek

(immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau

peningkatan pengetahuan. Kemajun teknologi akan tersedia

bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi

pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana

komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,

surat kabar, majalah, penyuluhan dan lain-lain mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan

orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya,


5

media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti

yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi

baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru

bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

3) Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa

melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.

Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya

walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan

menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk

kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang.

4) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya

pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkungan

tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik

ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh

setiap individu.

5) Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari

pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain.


5

Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh

kebenaran suatu pengetahuan.

6) Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir

seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang

pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan

yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia tengah (41-60

tahun) seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah

dicapai pada usia dewasa. Sedangkan pada usia tua (> 60 tahun)

adalah usia tidak produktif lagi dan hanya menikmati hasil dari

prestasinya. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak

informasi yang dijumpai dan sehingga menambah pengetahuan.

Dua sikap tradisional Mengenai jalannya perkembangan hidup :

a) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi

yang di jumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan

sehingga menambah pengetahuannya.

b) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang

yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik

maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan

menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya

pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa

kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat


5

ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan

dengan bertambahnya usia.

e. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014) terdapat beberapa cara

memperoleh pengetahuan, yaitu:

1) Cara kuno atau non modern

Cara kuno atau tradisional dipakai untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah,

atau metode penemuan statistik dan logis. Cara-cara penemuan

pengetahuan pada periode ini meliputi:

a) Cara coba salah (trial and error)

Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan

dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan

tersebut tidak bisa dicoba kemungkinan yang lain.

b) Pengalaman pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan.

c) Melalui jalan fikiran

Untuk memeperoleh pengetahuan serta kebenarannya

manusia harus menggunakan jalan fikirannya serta

penalarannya. Banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan

tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan baik atau tidak.


5

Kebiasaan-kebiasaan seperti ini biasanya diwariskan turun-

temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan-

kebiasaan ini diterima dari sumbernya sebagai kebenaran

yang mutlak.

2) Cara modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan

lebih sistematis, logis, dan alamiah. Cara ini disebut “metode

penelitian ilmiah” atau lebih populer disebut metodologi

penelitian, yaitu:

a) Metode induktif

Mula - mula mengadakan pengamatan langsung terhadap

gejala-gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasilnya

dikumpulkan satu diklasifikasikan, akhirnya diambil

kesimpulan umum.

b) Metode deduktif

Metode yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih

dahulu untuk seterusnya dihubungkan dengan bagian-

bagiannya yang khusus.

g. Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan tentang kesehatan dapat diukur berdasarkan jenis

penelitiannya, kuantitatif atau kualitatif.


5

1) Penelitian kuantitatif

Penelitian kuantitatif pada umumnya akan mencari

jawaban atas fenomena, yang menyangkut berapa banyak,

berapa sering, berapa lama, dan sebagainya, maka biasanya

menggunakan metode wawancara dan angket (self

administered):

a) Wawancara tertutup atau wawancara terbuka, dengan

menggunakan instrument (alat pengukur/pengumpul data)

kuesioner. Wawancara tertutup adalah wawancara dimana

jawaban responden atas pertanyaan yang diajukan telah

tersedia dalam obsi jawaban, responden tinggal mememilih

jawaban mana yang mereka anggap paling benar atau paling

tepat. Sedangkan wawancara terbuka, dimana pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka, sedangkan

responden boleh menjawab apa saja sesuai dengan pendapat

atau pengetahuan responden sendiri.

b) Angket tertutup atau terbuka. Seperti halnya wawancara,

angket juga dalam bentuk tertutup dan terbuka. Instrument

atau alat ukurnya seperti wawancara, hanya jawaban

responden disampaikan lewat tulisan. Metode pengukuran

melalui angket ini sering disebut self-administeredatau

mengisi sendiri.
5

2) Penelitian Kualitatif

Pada umumnya penelitian kualitatif bertujuan untuk

menjawab bagaimana suatu fenomena itu terjadi, atau mengapa

terjadi.Misalnya penelitian kesehatan tentang demam berdarah

disuatu komunitas tertentu. Penelitian kuantitatif mencari jawab

seberapa besar kasus deman berdarah tersebut, dan berapa sering

demam berdarah ini menyerang penduduk dikomunitas ini.

Sedangkan penelitian kualitatif akan mencari jawab mengapa di

komunitas ini sering terjadi kasus demam berdarah, dan

mengapa masyarakat tidak mau melakukan 3M, dan seterusnya.

Metode-metode pengukuran pengetahuan dalam metode

penelitian kualitatif ini antara lain :

a) Wawancara mendalam

Mengukur variabel pengetahuan dengan menggunakan

metode wawancara mendalam, adalah peneliti mengajukan

suatu pertanyaan sebagai pembuka, yang akhirnya

memancing jawaban yang sebanyak-banyaknya dari

responden. Jawaban responden akan diikuti pertanyaan

yang lain, terus-menerus, sehingga diperoleh informasi atau

jawaban responden sebanya-banyaknya dan sejelas-

jelasnya.
5

b) Diskusi Kelompok Terfokus (DKT)

Diskusi kelompok terfokus atau focus group

discussion dalam menggali informasi dari beberapa orang

responden sekaligus dalam kelompok. Peneliti mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang akan memperoleh jawaban

yang berbeda-beda dari semua responden dalam kelompok

tersebut. Jumlah kelompok dalam diskusi kelompok

terfokus sebagiannya dan tidak terlalu banyak, tetapi juga

tidak terlalu sedikit, antara 6-10 orang (Notoatmodjo 2012).

h. Alat Ukur Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang

akan diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita

sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Nursalam, 2011).

Kategori pengukuran pengetahuan yaitu nilai total skor dalam

rentang 10% - 100% (Subagyo, 2013).

3. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2012) sikap merupakan reaksi atau respon

yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Manifiestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya ditafsirkan

dari perilaku yang tertup. Sikap merupakan kesiapan untuk reaksi


5

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

terhadap objek.

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari – hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Nemcomb, salah seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap

itu merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu

tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan

suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan

merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap

merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan

tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Dalam bagian lain Alport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu

mempunyai tiga komponan pokok:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama – sama memben bagaimana

pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek tuk sikap yang

utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,

pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh

misalnya, seorang ibu telah mendengar tentang penyaki polio

(penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya).


5

Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itubenar

atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mendiskusikan suatu masalah adalah

suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak

langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau

pernyataan responden terhadap suatu objek.

Alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakan untuk menilai

sikap disusun oleh Nurmawati (2015). Skala yang digunakan dalam

instrumen ini adalah skala likert like sehingga terdapat pilihan jawaban

selalu, sering, kadang-kadang dan tidak pernah. Pertanyaan yang


5

disajikan dalam bentuk kalimat pernyataan favorable, dan unfavorable.

Untuk pernyataan favorable dengan jawaban sangat setuju (SS)

mendapatkan skor 4, setuju (S) mendapatkan skor 3, tidak setuju (TS)

mendapatkan skor 2, dan sangat tidak setuju (STS) mendapatkan skor 1.

Sedangkan untuk pernyataan unfavorable dengan jawaban sangat setuju

(SS) mendapatkan skor 1, setuju (S) mendapatkan skor 2, tidak setuju

(TS) mendapatkan skor 3, dan sangat tidak setuju (STS) mendapatkan

skor 4. Nilai akhir diproleh dengan cara : total nilai dibagi dengan jumlah

pernyataan yaitu nilai mean dalam rentang 10 – 40 (Nasir, 2011).

4. Media Penyuluhan Kesehatan

a. Definisi

Kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk

jamak dari kata medium. Secara harfiah, media berarti perantara,

yaitu perantara antara sumber pesan (a source) dengan penerima

pesan (a receiver). Beberapa hal yang termasuk ke dalam media

adalah film, televisi, diagram, media cetak (printe materials),

komputer, instruktur, dan lain sebagainya. Media merupakan sarana

untuk menyampaikan pesan kepada sasaran sehingga mudah

dimengerti oleh sasaran/pihak yang dituju. Media promosi kesehatan

adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau

informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui

media cetak, elektronik dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat
5

meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah

perilakunya ke arah positif terhadap kesehatannya (Apriadi, 2020).

Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu

pendidikan (audio visual aids/AVA). Disebut media pendidikan

karena alat-alat tersebut merupakan alat saluran (channel) untuk

menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan untuk

mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat

atau pasien (Yusriani, 2018).

Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya

untuk menampilkan pesan informasi yang ingin disampaikan oleh

komunikator sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya

yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah positif

terhadap kesehatan (Susilowati, 2016).

b. Metode Penyuluhan

Beberapa orang menjadi pemain dan sebagian lagi berperan

sebagai narasumber. Sebagai petugas promosi kesehatan dengan

tugasnya sebagai penyuluh kesehatan professional harus memiliki

kemampuan (1) menyiapkan bahan dan materi, (2) memilih teknik

pelaksanaan yang tepat sesuai sasaran dan (3) penampilan yang

meyakinkan saat penyuluhan berlangsung merupakan sedikitnya 3

syarat utama yang harus dimiliki. Ngatimin (2015) mengemukakan

bahwa seorang health educator harus mampu memiliki 5 (lima) ciri

sebagai seorang petugas kesehatan ideal. Ciri tersebut adalah:


5

1) Ability (kemampuan)

2) Performance (penampilan)

3) Personality (kepribadian) yang baik dan luhur

4) Maturity (kedewasaan)

5) Credibility (terpercaya) (Yusriani, 2018).

c. Tujuan Media Penyuluhan

Tujuan media promosi kesehatan yaitu :

1) Media dapat mempermudah penyampaian informasi.

2) Media dapat menghindari kesalahan persepsi.

3) Dapat memperjelas informasi

4) Media dapat mempermudah pengertian.

5) Mengurangi komunikasi yang verbalistik.

6) Dapat menampilkan objek yang tidak bisa ditangkap dengan

mata.

7) Meperlancar komunikasi dan lain-lain (Nurmala et al, 2018).

d. Jenis Media Penyuluhan

Alat pegara (media) berfungsi untuk membantu penyuluhan

dalam menyampaikan pesan kesehatan sehingga sasaran penyuluhan

mendapatkan materi dan informasi dengan jelas dan lebih terarah.

Kegunaan dari alat peraga (media) antara lain :

1) Meningkatkan ketertarikan sasaran penyuluhan

2) Menjangkau sasaran yang lebih luas

3) Mengurangi hambatan penggunaan bahasa


5

4) Mempercepat penerimaan informasi oleh sasaran

5) Meningkatkan minat sasaran untuk menerapkan isi pesan

kesehatan dalam berprilaku kesehatan (Yusriani, 2018).

Jenis alat peraga (media) dalam penyuluhan antara lain :

1) Alat peraga (media) lihat (visual aids)

Media lihat memeiliki fungsi untuk menstimulasi indra

penglihatan pada saat penyampaian materi (pesan) kesehatan

yang diberikan. Alat ini ada 2 bentuk yaitu :

a) Media proyeksi misalnya lembar transparan (slide) dan film

strip.

b) Medianon proyeksi misalnya poster, peta penyebaran

penyakit, bola dunia, dan boneka tangan.

2) Alat peraga (media) pendengaran (audio aids)

Media dengar berfungsi membantu membantu stimulasi indra

pendengaran saat proses penyampaian materi penyuluhan.

contohnya piring hitam, siaran radio, dan pita suara.

3) Media dengar lihat (audiovisual)

Media dengar dan lihat membantu menstimulasi penglihatan dan

pendenganran saat proses penyampaian materi penyuluhan

kesehatan (Nurmala et al, 2018).

Dalam dunia pendidikan kesehatan, penggunaan media

/bahan/sarana belajar seringkali menggunakan prinsip kerucut

Pengalaman yang membutuhkan media belajar seperti buku teks,


5

bahan belajar yang dibuat oleh pengajar dan audio-visual

(Susilowati, 2016).

Gambar 1 : Kerucut Pemahaman Penyuluhan Berdasarkan Media

Sumber lain menyatakan bahwa efektifitas media terhadap

pemahaman sasaran yaitu secara:

1) Verbal : 1 X

2) Visual : 3,5 X

3) Verbal dan visual : 6 X

Adanya perbedaan kemampuan daya ingat seseorang yaitu :

Sesudah 3 jam Sesudah 3 hari

Verbal : 70 % 10 %

Visual : 72 % 20 %

Verbal+Visual : 85% 65%

Teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat audio

visual. Dalam pandangan teori komunikasi, alat audio visual

berfungsi sebagai alat penyalur pesan dari sumber pesan kepada


5

penerima pesan. Begitupun dalam dunia pendidikan, alat audio

visual bukan hanya dipandang sebagai alat bantu mengajar saja,

melainkan juga berfungsi sebagai penyalur pesan belajar. Waktu itu

faktor sasaran belajar / peserta didik, yang merupakan komponen

utama dalam pembelajaran, belum mendapat perhatian khusus

(Susilowati, 2016). Berdasarkan peran-fungsinya sebagai penyaluran

pesan / informasi kesehatan, media promosi kesehatan dibagi

menjadi 3 yakni :

1) Media cetak

Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya

terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata

warna. Yang termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet,

flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubrik atau tulisan

pada surat kabar atau majalah, poster, foto yang

mengungkapkan informasi kesehatan. Ada beberapa kelebihan

media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang,

biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik,

mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah

belajar. Media cetak memiliki kelemahan yaitu tidak dapat

menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat

(Susilowati, 2016).

a) Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku,

baik tulisan maupun gambar.


5

b) Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa

gambar/tulisan atau keduanya.

c) Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk

lipatan.

d) Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam

bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana

tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di

baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan

dengan gambar tersebut..

e) Rubrik / tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah,

mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal

yang berkaitan dengan kesehatan.

f) Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-

pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di

tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan

umum.

g) Foto, yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan

(Yusriani, 2018).

2) Media elektronik

Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis,

dapat dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat

bantu elektronika. Yang termasuk dalam media ini adalah

televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD, internet


5

(computer dan modem), SMS (telepon seluler). Seperti halnya

media cetak, media elektronik ini memiliki kelebihan antara lain

lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal

masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca

indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang serta

jangkauannya lebih besar (Susilowati, 2016).

a) Televisi : dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum

diskusi/tanya jawab, pidato/ceramah, TV, Spot, quiz, atau

cerdas cermat, dll.

b) Radio : bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, sandiwara

radio, ceramah, radio spot, dll.

c) Video Compact Disc (VCD)

d) Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan

pesan/informasi kesehatan.

e) Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan

kesehatan (Yusriani, 2018).

Kelebihan dan Kelemahan media elektronik :

a) Kelebihannya

(1) Sudah dikenal masyarakat

(2) Mengikutsertakan semua panca indera

(3) Lebih mudah dipahami

(4) Lebih menarik karena ada suara dan gambar bergerak

(5) Bertatap muka


5

(6) Penyajian dapat dikendalikan

(7) Jangkauan leratif lebih besar

(8) Sebagai alat diskusi dan dapat diulang-ulang

b) Kelemahannya

(1) Biaya lebih tinggi

(2) Lebih sedikit rumit

(3) Perlu listrik

(4) Perlu alat canggih untuk produksinya

(5) Perlu persiapan matang

(6) Peralat selalu berkembang dan berubah

(7) Perlu keterampilan penyimpanan

(8) Perlu terampil dalam pengoperasian

(9) Sebagai informasi umum dan hiburan (Yusriani, 2018).

3) Media papan (bill board) atau media luar ruang

Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui

media cetak maupun elektronik misalnya papan reklame,

spanduk, pameran, banner dan televisi layar lebar, umbul-

umbul, yang berisi pesan, slogan atau logo. Kelebihan dari

media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai

informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan

seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan

jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini adalah

biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat canggih untuk


5

produksinya, persiapan matang, peralatan selalu berkembang

dan berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan dan

keterampilan untuk mengoperasikannya (Susilowati, 2016).

Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum

dapat dipakai diisi dengan pesan-pesan atau informasi –

informasi kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-

pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada

kendaraan umum (bus/taksi).

a) Kelebihannya :

(1) Mengikutsertakan semua panca indera

(2) Lebih mudah dipahami

(3) Lebih menarik karena ada suara dan gambar bergerak.

(4) Bertatap muka

(5) Penyajian dapat dikendalikan

(6) Jangkauan relatif lebih besar

b) Kelemahannya :

(1) Biaya lebih tinggi

(2) Sedikit rumit

(3) Ada yang memerlukan listrik

(4) Ada memerlukan alat canggih untuk produksinya

(5) Perlu persiapan matang

(6) Peralatan selalu berkembang dan berubah


5

(7) Perlu keterampilan penyimpanan dan dalam

pengoperasian (Yusriani, 2018).

B. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang dilakukan Harsismanto (2019), tentang Pengaruh

Pendidikan Kesehatan Media Video Dan Poster Terhadap Pengetahuan

dan Sikap Anak Dalam Pencegahan Penyakit Diare. Jenis penelitian ini

adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan quasi experiment

menggunakan rancangan two group pre and post test design. Sampel

berjumlah 30 orang, menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian

menunjukkan rata-rata skor pengetahuan anak pada kelompok media

video sebelum intervensi didapatkan 68.00, setelah intervensi 86.67,

sikap anak sebelum intervensi didapatkan 52.67 setelah diberikan

intervensi 80.93 dengan ρ-value 0,000. Rata-rata skor pengetahuan pada

kelompok media poster sebelum intervensi didapatkan 72.67 setelah

intervensi 87.33, sikap anak sebelum intervensi adalah 42.20 setelah

intervensi 65,40 dengan ρ-value 0,000. Dapat disimpulkan ada pengaruh

yang signifikan pendidikan kesehatan menggunakan media video dan

poster terhadap pengetahuan dan sikap anak dalam pencegahan penyakit

diare.

2. Penelitian yang dilakukan Kapti (2011), tentang Efektifitas Audiovisual

Sebagai Media Penyuluhan Kesehatan Terhadap Peningkatan

Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dalam Penatalaksanaan Balita dengan Diare

di Dua Rumah Sakit Kota Malang. Tujuan penelitian ini adalah


5

teriidentifikasinya efektifitas audiovisual sebagai media penyuluhan

terhadap perubahan pengetahuan dan sikap ibu. Desain penelitian yang

digunakan adalah quasiexperimental design dengan jumlah sampel 60

orang. Pengambilan sampel melalui non probability sampling dan

pengumpulan data menggunakan kuesioner yang dianalisis dengan

independent t test. Peningkatan pengetahuan dan sikap setelah

penyuluhan antara kontrol dan intervensi terdapat perbedaan yang

bermakna (pengetahuan: p=0,01;α=0.05; sikap: p=0,036;α=0.05). Peneliti

merekomendasikan penggunaan media audiovisual dalam kegiatan

penyuluhan dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu.

3. Penelitian yang dilakukan Mardhiah (2020), tentang Efektifitas

Penyuluhan Dan Media Audio Visual Terhadap Pengetahuan dan Sikap

Ibu Anak Balita Gizi Kurang di Puskesmas Medan Sunggal. Tujuan

penelitian untuk mengetahui efektifitas penyuluhan dan media audio

visual terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap ibu anak balita gizi

kurang di Puskesmas Medan Sunggal. Desain penelitian yang digunakan

adalah penelitian eksperimen menggunakan quasi experimental desain

dan bentuk nonequivalent control group design. Populasi dan sampel

dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak balita (usia 0-

60 bulan) gizi kurang berjumlah 32 ibu dengan menggunakan teknik

sampling jenuh. Analisa data yang digunakan yaitu analisa univariat dan

bivariat dengan uji wilcoxon. Berdasarkan hasil uji wilcoxon,

pengetahuan pada penyuluhan memiliki nilai = Z -2,965 dan nilai p =


5

0.003 dan pengetahuan pada media audio visual memiliki nilai Z =

-3,213 dan nilai p = 0,001. Sedangkan sikap pada penyuluhan memiliki

nilai = Z -2,754 dan nilai p = 0.006 dan sikap pada media audio visual

memiliki nilai Z = -3,068 dan nilai p = 0,002. Diperoleh kesimpulan

bahwa media audio visual lebih efektif dari pada penyuluhan dalam

peningkatan pengetahuan dan sikap tentang gizi seimbanguntuk anak

balita.

C. Kerangka Teori

Kerangka kerja teoritis merupakan dasar dari keseluruhan proyek

penelitian. Didalamnya dikembangkan, diuraikan, dan dikolaborasi hubungan

– hubungan diantara variabel – variabel yang telah diidentifikasi melalui studi

literature dalam kajian pustaka (Nasir, 2011). Adapun bentuk kerangka teori

dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut :

Media Penyuluhan Kesehatan Audio Visual

Dapat dilihat menstimulasi indra Menarik minat peserta penyuluhan


penglihatan dan didengar dengan tampilan media yang
menstimulasi indra pendengaran digunakan ada gambar dan suara

Efektivitas media terhadap Daya ingat peserta setelah


pemahaman sasaran 6 kali lebih mengikuti penyuluhan setelah 3
paham materi penyuluhan jam 85% dan setelah 3 hari 65%

Peningkatan Pengetahuan dan sikap terhadap


pencegahan & penatalaksanaan diare

Skema 2.1 : Kerangka teori

Sumber : Apriadi, 2020 ; Nurmala et al, 2018 ; Susilowati, 2016, Yusriani, 2018
5

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep – konsep

yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian – penelitian yang akan

dilakukan (Notoadmojo, 2012). Hal ini dapat dilihat pada skema 2.2 di

bawah ini :

Input Proses Output


Media Penyuluhan Pengetahuan dan
Pengetahuan dan
Sikap Kesehatan Sikap
Audiovisual

Skema 2.1 Kerangka Konsep


E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian merupakan makna pernyataan sementara yang

perlu diuji kebenarannya (Korompis, 2015). Dari kerangka konsep diatas

dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :

1. Ha : Adanya efektifitas media penyuluhan kesehatan audiovisual

terhadap peningkatan pengetahuan ibu dalam pencegahan dan

penatalaksanaan diare pada balita.

2. Ha : Adanya efektifitas media penyuluhan kesehatan audiovisual

terhadap peningkatan sikap ibu dalam pencegahan dan penatalaksanaan

diare pada balita.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimen, dengan design penelitian ini

menggunakan quasi experimen dengan rancangan one group pretest-

posttest. Rancangan ini juga tidak ada kelompok pembanding (kontrol),

design yang dilakukan dengan cara melakukan observasi sebanyak 2 kali

yaitu sebelum dan setelah dilakukan tindakan (Notoadmojo, 2012).

Bentuk rancangan ini adalah sebagai berikut :

Pretest Perlakuan Posttest

01 x 02

Keterangan :

01 : Nilai pretest (sebelum penyuluhan kesehatan audiovisual)

X : Pemberian penyuluhan kesehatan audiovisual

02 : Nilai posttest (sesudah penyuluhan kesehatan audiovisual)

02 – 01 :Perbedaan nilai pengetahuan pengetahuan dan sikap

sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan audiovisual.

59
60

2. Alur Penelitian

Alur dari penelitian ini dapat dilihat pada skema dibawah ini :

Desa Jumrah Puskesmas Rimba


Melintang Tahun 2020

Ibu Balita
n = 10

Pretest
Mengukur Pengetahuan dan Sikap

Pemberian Penyuluhan Kesehatan


audiovisual

Post test
Mengukur Pengetahuan dan Sikap

Analisa Data

Hasil Penelitian

Skema 3.2. Alur Penelitian


3. Prosedur Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti akan mengumpulkan data

dengan melalui prosedur sebagai berikut :

a. Mengajukan surat permohonan izin kepada dekan Fakultas

Kesehatan Universitas Tanku Tambusai Riau untuk mengadakan

penelitian di Puskesmas Rimba Melintang.

b. Meminta izin kepada kepala Puskesmas Rimba Melintang.


61

c. Mengumpulkan ibu balita yang anaknya mengalami diare di

Puskesmas Rimba Melintang.

d. Menjelaskan kepada responden tujuan dan manfaat dilakukannya

penelitian, kemudian meminta persetujuan kepada responden untuk

melakukan penelitian.

e. Jika calon responden bersedia, maka responden diminta untuk

menandatangani surat persetujuan menjadi responden yang diberikan

peneliti.

f. Peneliti menjelaskan kepada responden tentang tindakan yang akan

dilakukan kepada responden.

g. Mengukur pengetahun dan sikap responden tentang pencegahan dan

penatalaksanaan diare dengan menggunakan lembar kuesioner

sebelum memberikan penyuluhan kesehatan audiovisual.

h. Memberikan penyuluhan kesehatan audiovisual tentang pencegahan

dan penatalaksanaan diare yang sebelumnya sudah peneliti persiapan

alat dan media yang digunakan untuk penyuluhan yaitu : alat bantu

video dengan materi pencegahan dan penatalaksanaan diare, laptop

dan infocus.

i. Pemberian penyuluhan kesehatan audiovisual dilakukan sekali

pertemuan dengan lama waktu penyuluhan 20 menit dengan metode

seminar (10 responden). Selama 40 menit ibu mengikuti penyuluhan

kesehatan tentang pencegahan dan penatalaksanaan diare, diawali

dengan fase orientasi selama 5 menit, pemutaran media / video


62

dilakukan selama 20 menit, dan diskusi serta penutup selama 15

menit. Penyuluhan kesehatan dengan media audiovisual dilakukan di

ruang tersendiri.

j. Setelah pemberian penyuluhan kesehatan audiovisual berlalu selama

3 hari, maka dilakukan kembali pengukuran pengetahuan dan sikap

responden.

k. Setelah didapatkan nilai pengetahuan dan sikap sebelum dan

sesudah pemberian penyuluhan kesehatan audiovisual tentang

pencegahan dan penatalaksanaan diare, kemudian data diolah dan

dianalisa.

4. Variabel Penelitian

Variabel – variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah :

a. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel ini sering disebut sebagai variabel respon, output, kriteria,

konsekuen. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap.

b. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, input, prediktor

dan antecendent. Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab

timbulnya atau berubahnya variabel dependen. Sedangkan variabel

bebas dalam penelitian ini adalah penyuluhan kesehatan audiovisual.


63

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini telah dilakukan di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas

Rimba Melintang.

2. Waktu

Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 16 – 26 November Tahun

2020.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan atau totalitas objek yang diteliti

yang ciri – cirinya akan diduga atau ditaksir (estimated) (Supardi, 2013).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang anak balitanya

pernah mengalami diare dan pernah datang berobat ke Puskesmas Rimba

Melintang bulan Juni - Agustus tahun 2020 yang berjumlah sebanyak

10 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti yang dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmajo, 2010).

Sampel yang digunakan adalah sebagian ibu yang anak balitanya

mengalami diare dan pernah datang berobat ke Puskesmas Rimba

Melintang dengan kriteria sebagai berikut :


64

a) Kriteria Sampel

1) Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian

dapat mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat

sebagai berikut :

a) Ibu yang memiliki balita yang pernah mengalami diare tiga

bulan terakhir

b) Ibu balita yang bersedia mengisi informed consent

c) Ibu balita yang belum pernah mengikuti penyuluhan tentang

diare.

2) Kriteria ekslusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian

tidak dapat mewakili syarat sebagai sampel penelitian yaitu :

(a) Ibu balita yang mengalami gangguan penglihatan dan

pendengaran.

(b) Ibu balita yang pindah dari Wilayah Puskesmas Rimba

Melintang.

(c) Ibu balita yang sedang kerja atau sakit pada saat jadwal

penyuluhan dilakukan.

b) Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada kelompok kasus yaitu dengan teknik

total sampling yaitu pengambilan sampel dimana keseluruhan


65

populasi menjadi sampel (Nasir, 2011). Jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah 10 orang.

D. Etika Penelitian

Etika di dalam penelitian merupakan masalah yang sangat penting

dalam penelitian, karena berhubungan lansung dengan manusia, maka segi

etika harus di perhatikan. Adapun etika penelitian dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1) Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Informed Consent di berikan sebelum penelitian dilakukan. Tujuannya

agar responden mengerti maksud dan tujuan peneliti. Jika subjek

bersedia, maka mereka harus menandatangani lembaran persetujuan

tersebut. Jika responden tidak bersedia untuk diteliti, maka peneliti

tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak - hak responden.

2) Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembaran pengumpulan data, dan

hanya menuliskan kode pada lembaran pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

3) Kerahasiaan (Confidentiality)

Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi

maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2009).
66

E. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang di pakai pada penelitian ini adalah :

1. Untuk variabel dependenya yaitu pengukuran pengetahuan dan sikap

pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner dalam

bentuk multiple choise yang terdiri dari 16 pertanyaan, artinya semua

jawaban sudah disediakan oleh peneliti dan responden hanya tinggal

memilih jawaban yang benar atas pertanyaan yang dianjurkan. Jika

responden mejawab dengan benar atas pertanyaan yang diajukan, maka

diberi skor (1) sedangkan jawaban salah diberi skor (0). Kuesioner yang

ditujukan kepada ibu balita mencakup identitas diri (umur, pendidikan

dan pekerjaan) dan pertanyaan tentang pencegahan dan penantalaksanaan

diare. Pengukuran sikap menggunakan kuesioner dengan skala likert

yang terdiri dari 16 pernyataan, terdapat pilihan jawaban selalu, sering,

kadang-kadang dan tidak pernah. Pertanyaan yang disajikan dalam

bentuk kalimat pernyataan favorable, dan unfavorable. Untuk pernyataan

favorable dengan jawaban sangat setuju (SS) mendapatkan skor 4, setuju

(S) mendapatkan skor 3, tidak setuju (TS) mendapatkan skor 2, dan

sangat tidak setuju (STS) mendapatkan skor 1. Sedangkan untuk

pernyataan unfavorable dengan jawaban sangat setuju (SS) mendapatkan

skor 1, setuju (S) mendapatkan skor 2, tidak setuju (TS) mendapatkan

skor 3, dan sangat tidak setuju (STS) mendapatkan skor 4.

2. Untuk variabel independen yaitu penyuluhan kesehatan audiovisual alat

yang dipakai adalah sebagai berikut : laptop, video tentang pencegahan


67

dan penatalaksanaan diare, infocus kemudian di lakukan penyuluhan

kepada responden sekali pertemuan selama 20 menit.

F. Prosedur Pegumpulan Data

Setelah dlakukan pengumpulan data, data yang diproleh perlu diolah

terlebih dahulu, tujuannya adalah untuk menyederhanakan seluruh data yang

terkumpul. Dalam melakukan penelitian ini data yang diproleh akan diolah

secara manual, setelah data terkumpul maka diolah dengan lagkah – langkah

sebagi berikut :

1. Penyuntingan (Edditing)

Setelah instrument penelitian dicatat, maka setiap catatan akan diperiksa

apakah sudah tercatat dengan benar dan semua item sudah dicatat oleh

peneliti.

2. Pengkodean (Coding)

Data yang sudah terkumpul diklarifikasikan dan diberi kode untuk

masing – masing ruangan dalam kategori yang sama.

3. Entri data

Kegiatan merumuskan data yang telah dikumpulkan kedalam master

tabel kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana (Hidayat,

2012).

G. Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasrkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti

untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu


68

objek atau fenomena (Hidayat, A.A, 2009). Adapun definisi operasional pada

penelitian ini sebagai berikut :

Tabel 3.1 : Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Skala Hasil Ukur


Operasional Ukur
1 Variabel Media Media Nominal 1. Efektif jika
Independen penyuluhan audiovisual terjadi
Penyuluhan kesehatan yang diberikan peningkatan
Kesehatan menyajikan sekali selama pengetahuan
Audiovisual informasi atau 20 menit. 5% dan
pesan secara sikap nilai
audio dan visual mean 5,9
tentang setelah
pencegahan dan pemberian
penatalaksanan penyuluhan
diare audiovisual
2. Tidak
efektif jika
tidak terjadi
peningkatan
pengetahuan
5% dan
sikap nilai
mean 5,9
setelah
pemberian
penyuluhan
audiovisual
2 Variabel Hasil dari Kuesioner Interval Nilai Total
Dependen jawaban ibu dengan 16 Skor dalam
Pengetahuan setelah melakukan pertanyaan rentang 10% -
Pengindraan 100%
terhadap objek
tertentu tetang
pencegahan dan
penatalaksanaan
diare

Sikap Pandangan setuju Kuesioner Interval Nilai mean


atau tidak, dengan 10 dalam rentang
perasaan senang pernyataan 10 – 40
atau tidak,
kenyakinan
mampu atau tidak
dari ibu terhadap
obyek penyuluhan
Kesehatan
69

H. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisa univariat

tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean,

median dan standar deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel.

Dengan rumus :
f
P = X 100 %
n

Keterangan :

p = Persentase

f = Frekuensi

n = Jumlah Seluruh Observasi.

2. Analisa bivariat

Analisa bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang di duga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini

analisa bivariat digunakan untuk menganalisa efektifitas media

penyuluhan kesehatan audiovisual terhadap peningkatan pengetahuan

dan sikap ibu dalam pencegahan dan penatalaksanaan diare pada balita..

Sehingga dalam analisis ini dapat digunakan uji statistik uji T-test atau

Paired T-test yaitu uji dua mean dependen. Uji dua mean dependen

digunakan untuk menguji perbedaan mean antara dua kelompok data


70

yang dependen (Sunyoto, 2012). Dasar pengambilan keputusan yaitu

melihat hasil analisa pada P value, < 0,05 = adanya efektifitas media

penyuluhan kesehatan audiovisual terhadap peningkatan pengetahuan

dan sikap ibu dalam pencegahan dan penatalaksanaan diare pada balita

dan ≥ 0,05 = tidak adanya efektifitas media penyuluhan kesehatan

audiovisual terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap ibu dalam

pencegahan dan penatalaksanaan diare pada balita. Apabila data tidak

terdistribusi normal maka analisis yang digunakan adalah analisis non

parametrik yait uji wilcoxon (Sunyoto, 2012).


BAB IV
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 16 - 26 November 2020 yang

meliputi responden di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba

Melintang Tahun 2020. Dalam waktu tersebut telah didapatkan 10 responden

yang memiliki balita yang pernah menderita diare dan berobat ke Puskesmas

Rimba Melintang. Responden tersebut telah memenuhi kriteria inklusi dan

telah mengikuti penyuluhan dengan media audiovisual untuk mengetahui

keefektifan penyuluhan media audiovisual terhadap peningkatan pengetahuan

dan sikap terhadap pencegahan dan penatalaksanaan diare. Data yang diambil

pada penelitian ini meliputi karakteristik responden (umur, pendidikan dan

pekerjaan), pemberian penyuluhan media audiovisual (variabel Independen),

pengetahuan dan sikap terhadap pencegahan dan penatalaksanaan diare

(variabel dependen). Analisa data yang ditampilkan dalam penelitian ini

berupa analisa univariat dan bivariat yaitu sebagai berikut :

A. Karakteristik Responden

71
72

1. Umur

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur,


Pendidikan dan Pekerjaan Responden di Desa Jumrah
Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020

Karakteristik Responden Frekuensi (n) Persentase (%)


Umur (Tahun)
Remaja Akhir (17 – 25) 2 20,0
Dewasa Awal 9 (26 – 35) 8 80,0
Jumlah 10 100
Pendidikan
Rendah (SD, SMP) 6 60,0
Tinggi (SMA, Perguruan Tinggi) 4 40,0
Jumlah 10 100
Pekerjaan
IRT 7 70,0
Wiraswasta 2 20,0
PNS 1 10,0
10 100
Sumber : Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden berumur dewasa akwal (17 - 25 tahun) sebanyak 8 orang

(80%), sebagian besar responden berpendidikan rendah (SD dan SMP)

sebanyak 6 orang (60%) dan sebagian besar responden bekerja sebagai

IRT sebanyak 7 orang (70%).

B. Analisa Univariat

Analisa bivariat adalah analisis untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Analisa univariat dilakukan untuk

melihat persen pengetahuan sebelum diberikan penyuluhan media audiovisual

dan setelah diberikan penyuluhan media audiovisual di Desa Jumrah

Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir Tahun

2020, dengan menggunakan uji statistik Paired Test, dengan derajat


73

kepercayaan α > 0,05 dengan syarat data harus terdistribusi normal yaitu

pada uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk. Pada penelitian ini jumlah

sampel < 50 maka uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasil uji

normalitas pengetahuan sebelum perlakuan yaitu p value = 0,8 dan setelah

perlakuan p value = 0,4 artinya p value > 0,05 sehingga untuk variabel

pengetahuan data terdistribusi normal sedangkan sikap sebelum perlakuan

nilai p value 0,2 dan setelah perlakuan nilai p value = 0,4 artinya p value >

0,05 sehingga untuk variabel sikap data terdistribusi normal. Hasil analisis uji

statistik Paired Test dapat dilihat pada tabel berikut :

1. Pengetahuan

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Sebelum Penyuluhan Media


Audiovisual Tentang Pencegahan dan Penatalaksanan Diare di
Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang
Tahun 2020

Variabel Mean Min-Maks SD 95%CI


Pengetahuan 47,70 31 - 68 11,71 39,27 – 56,12
Sebelum
Sumber : Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan rata – rata pengetahuan

responden sebelum diberikan penyuluhan media audiovisual tentang

pencegahan dan penatalaksanaan diare adalah 47,70 % (95% CI : 39,27 –

56,12), dengan standar deviasi 11,71 %. Dari estimasi interval dapat

disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata – rata pengetahuan

responden sebelum mengikuti penyuluhan media audiovisual adalah

antara 31 - 68.
74

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Pengetahuan Sesudah


Penyuluhan Media Audiovisual Tentang Pencegahan dan
Penatalaksanan Diare di Desa Jumrah Wilayah Kerja
Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020

Variabel Mean Min-Maks SD 95%CI


Pengetahuan 80,90 62 - 100 13,63 71,14 – 90,65
Sesudah
Sumber : Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan rata – rata pengetahuan

responden sesudah mengikuti penyuluhan media audiovisual tentang

pencegahan dan penatalaksanaan diare adalah 80,90 % (95% CI : 71,14 –

90,65) dengan standar deviasi 13,63 %. Dari estimasi interval dapat

disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata – rata pengetahuan

responden setelah diberikan penyuluhan media audiovisual tentang

pencegahan dan penatalaksanaan diare adalah antara 162 - 100.

2. Sikap

Tabel 4.4 : Distribusi Frekuensi Sikap Sebelum Penyuluhan Media


Audiovisual Terhadap Pencegahan dan Penatalaksanan
Diare di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba
Melintang Tahun 2020

Variabel Mean Min-Maks SD 95%CI


Sikap 38,80 36 - 41 2,34 37,12 – 40,47
Sebelum
Sumber : Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan rata – rata nilai sikap

responden sebelum diberikan penyuluhan media audiovisual terhadap

pencegahan dan penatalaksanaan diare adalah 38,80 (95% CI : 37,12 –

40,47), dengan standar deviasi 2,34. Dari estimasi interval dapat

disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata – rata sikap responden

sebelum mengikuti penyuluhan media audiovisual adalah antara 36 - 41.


75

Tabel 4.5 : Distribusi Frekuensi Responden Sikap Sesudah Penyuluhan


Media Audiovisual Terhadap Pencegahan dan
Penatalaksanan Diare di Desa Jumrah Wilayah Kerja
Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020

Variabel Mean Min-Maks SD 95%CI


Sikap 47,30 45 - 49 1,25 46,40 – 48,19
Sesudah
Sumber : Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan rata – rata sikap responden

sesudah mengikuti penyuluhan media audiovisual terhadap pencegahan

dan penatalaksanaan diare adalah 47,30 (95% CI : 46,40 – 48,19) dengan

standar deviasi 1,25. Dari estimasi interval dapat disimpulkan bahwa

95% diyakini bahwa rata – rata sikap responden setelah diberikan

penyuluhan media audiovisual tentang pencegahan dan penatalaksanaan

diare adalah antara 45 - 49.

C. Analisa Bivariat

Dalam penelitian ini, analisa bivariat digunakan untuk menganalisa

perbedaan pengetahuan dan sikap responden sebelum dan sesudah diberikan

penyuluhan tentang pencegahan dan penatalaksanaan diare dengan media

audiovisual dengan menggunakan uji Paired t Test. Adapun syarat uji ini

adalah satu sampel (setiap elemen ada 2 pengamatan), data kuantitatif

(interval-rasio) dan berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Perbedaan pengetahuan dan sikap responden sebelum dan sesudah diberikan

penyuluhan tentang pencegahan dan penatalaksanaan diare peneliti sajikan

dalam bentuk tabel sebagai berikut :


76

1. Pengetahuan

Tabel 4.6 : Perbedaan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Penyuluhan


Tentang Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare dengan
Media Audiovisual di Desa Jumrah Wilayah Kerja
Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020

Variabel Mean SD SE Selisih P N


Mean Value
Pengetahuan
Pengukuran I 47,70 11,77 3,72 33,20 0,000 10
Pengukuran II 80,90 13,63 4,31
Keterangan : Hasil Penelitian diuji dengan uji statistik Paired t Test

Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa rata – rata

pengetahuan pada pengukuran pertama adalah 47,70 % dengan standar

deviasi 11,77 %. Pada pengukuran kedua di dapat rata – rata pengetahuan

responden adalah 80,90 % dengan standar deviasi 13,63 %. Terlihat nilai

perbedaan mean antara pengukuran pertama dan kedua adalah 33,20

dengan standar deviasi 9,55 %. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value

0,000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara

pengetahuan pengukuran pertama dan kedua.

2. Sikap

Tabel 4.7 : Perbedaan Sikap Sebelum dan Sesudah Penyuluhan Tentang


Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare dengan Media
Audiovisual di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas
Rimba Melintang Tahun 2020

Variabel Mean SD SE Selisih P N


Mean Value
Sikap
Pengukuran I 38,80 2,34 0,74 8,50 0,000 10
Pengukuran II 47,30 1,25 0,39
Keterangan : Hasil Penelitian diuji dengan uji statistik Paired t Test

Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa rata – rata sikap

responden pada pengukuran pertama adalah 38,80 dengan standar deviasi

2,34. Pada pengukuran kedua di dapat rata – rata sikap responden adalah
77

47,30 dengan standar deviasi 1,25. Terlihat nilai perbedaan mean antara

pengukuran pertama dan kedua adalah 8,50 dengan standar deviasi 2,01.

Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,000 maka dapat disimpulkan

ada perbedaan yang signifikan antara sikap pengukuran pertama dan

kedua.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Penelitian

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 10 responden yang

memiliki balita di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang

Tahun 2020 tentang “efektifitas media penyuluhan kesehatan audiovisual

terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap ibu tentang pencegahan dan

penatalaksanaan diare pada balita di wilayah kerja puskesmas rimba

melintang tahun 2020”. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa nilai

p value < α (0,05) sehingga Ho ditolak berarti pemberian penyuluhan

kesehatan media audiovisual efektif meningkatkan pengetahuan dan sikap di

Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020. Data

yang didapatkan kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel.

1. Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebelum

memberikan penyuluhan dengan media audiovisual rerata pengetahuan

responden termasuk dalam kategori kurang yaitu 47,70% dan

pengetahuan responden sesudah diberikan penyuluhan dengan media

audiovisual yaitu baik dengan rerata 80,90% dengan selisih mean

pengetahuan sebesar 33,20. Berdasarkan hasil uji statistik dengan analisa

Paired Test diketahui bahwa nilai p value < α (0,000) dengan demikian

pemberian penyuluhan kesehatan media audiovisual efektif

78
79

meningkatkan pengetahuan di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas

Rimba Melintang Tahun 2020

Hasil penelitian ini didukung dengan teori yang dikemukakan oleh

Sadiman (2012) keberhasilan penyuluhan kesehatan pada masyarakat

tergantung kepada komponen pembelajaran. Media penyuluhan

kesehatan merupakan salah satu komponen dari proses pembelajaran

yang akan mendukung komponen - komponen yang lain. Media

penyuluhan sebenarnya tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap yaitu

membantu pemberi informasi untuk pengingat, namun media mempunyai

fungsi atensi yaitu memiliki kekuatan untuk menarik perhatian. Media

yang menarik akan memberikan keyakinan, sehingga perubahan kognitif

afeksi dan psikomotor dapat dipercepat.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan

oleh Maulana (2013) megatakan penyuluhan dengan media audiovisual

memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perubahan perilaku

masyarakat, terutama dalam aspek informasi dan persuasi. Media

audiovisual memiliki dua elemen yang masing - masing mempunyai

kekuatan yang akan bersinergi menjadi kekuatan yang besar. Media ini

memberikan stimulus pada pendengaran dan penglihatan, sehingga hasil

yang diperolah lebih maksimal. Hasil tersebut dapat tercapai karena

pancaindera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke otak

adalah mata (75% - 87%), sedangkan 13% - 25% pengetahuan diperoleh

atau disalurkan melalui indera yang lain.


80

Menurut Setiawati & Dermawan (2011) media video merupakan

salah satu jenis media audiovisual karena media ini mengandalkan indera

penglihatan dan indera pendengaran. Adapun media poster merupakan

penggambaran yang ditunjukkan sebagai pemberitahuan, peringatan

yang biasannya berisi gambar-gambar. Penggunaan media dalam

pemberian penyuluhan kesehatan akan menarik minat ibu untuk

mempelajari materi yang diberikan. Media yang menarik akan

memberikan keyakinan, sehingga perubahan kognitif, afektif dan

psikomotor dapat dipercepat. Daya ingat responden sesudah 3 jam

penyuluhan yaitu penyuluhan dengan media verbal daya ingat 70 %,

visual 72% dan audiovisual 85%sedangkan setelah 3 hari penyuluha daya

ingat responden dengan media verbal 10%, visual 20% dan audiovisual

65%. Dari ketiga media penyuluha yang diberikan maka media

audiovisual yang lebih tinggi daya ingat responden dalam mengingat

materi penyuluhan kesehatan yang diberikan tenaga kesehatan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Harsismanto (2019), menunjukkan rata-rata skor pengetahuan sebelum

intervensi didapatkan 68,00 setelah intervensi 86,67 dengan ρ-value

0,000 sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan

pendidikan kesehatan menggunakan media video dan poster terhadap

pengetahuan dalam pencegahan penyakit diare. Penelitian yang

dilakukan Mardhiah (2020) menunjukkan bahwa media audiovisual


81

lebih efektif dari pada penyuluhan dalam peningkatan pengetahuan

tentang gizi seimbanguntuk anak balita. Hasil pennelitian ini juga

didukuh penelitian yang dilakukan oleh Kapti (2011), tentang efektifitas

audiovisual sebagai media penyuluhan kesehatan terhadap peningkatan

pengetahuan dan sikap ibu dalam penatalaksanaan balita dengan diare di

dua Rumah Sakit Kota Malang menunjukkan terdapat perbedaan yang

bermakna pengetahuan ibu pada penggunaan media audiovisual dalam

kegiatan penyuluhan.

Menurut asumsi peneliti setelah diberikan perlakuan berupa

penyuluhann kesehatan dengan media audiovisual tentang pencegahan

dan penatalaksanaan diare selama 40 menit dan setelah 3 hari penyuluhan

maka dilakukan pengukuran pengetahuan kembali dengan hasil post-test

yaitu responden adanya peningkatan yang signifikan pengetahuan

responden tentang pencegahan dan penatalaksanaan diare sebelum dan

sesudah perlakuan dari pengetahua kurang menjadi pengetahuan baik.

Penyuluhan dengan menggunakan media audiovisual dapat mencapai

efiensi dalam mewujudkan perubahan-perubahan pada perilaku dan

pengetahuan bagi peserta penyuluhan agar menjadi lebih baik dari

sebelumnya.

Pada penelitian kali ini perubahan dapat dinilai pada tingkat

pengetahuan responden yang mengalami peningkatan setelah mengikuti

penyuluhan yang dilakukan, maka dapat dikatakan penyuluhan yang

dilakukan efektif bagi responden. Efektivitas penyuluhan yang telah


82

dilakukan didukung oleh beberapa faktor pendukung, antara lain metode

penyuluhan, materi penyuluhan serta tempat dan waktu penyuluhan.

Metodel penyuluhan yang digunakan kali ini adalah metode berdasarkan

pendekatan kelompok.

Metode ini sangat efektif digunakan dalam menimbulkan keinginan

dan kesadaran peserta penyuluhan terhadap materi yang disampaikan

pada peserta penyuluhan. Materi yang disampaikan pun disesuaikan

dengan pengetahuan peserta penyuluhan sehingga mudah dipahami dan

diaplikasikan sesuai tingkat pendidikan responden. Keseluruhan faktor

ini menduikung terwujudnya efektivitas penyuluhan media audiovisual

yang dilakukan dimana hal ini terlihat dengan jelas pada terjadinya

peningkatan pengetahuan responden setelah mengikuti penyuluhan di

bandingkan sebelum penyuluhan.

Penggunaan media yang melibatkan banyak indera akan semakin

meningkatkan pemahaman terhadap suatu informasi, sehingga

penggunaan media audio visual (video) berupa gambar dan video

bergerak yang melibatkan indera penglihatan dan pendengaran akan

membantu responden dalam proses pemahaman yang berfungsi

memperjelas dan mempermudah dalam memahami informasi yang

didapatkan. Penggunaan media video dirasa lebih efektif dan menarik

bagi responden sehingga ketercapaian tujuan penyuluhan kesehatan

tentang pencegahan dan penatalaksanaan diare akan lebih optimal.


83

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah

pengetahuan responden bisa meningkat setelah diberikan penyuluhan

kesehatan dengan media audiovisual dan jarak pengukuran pengetahuan

yang peneliti lakukan yaitu setelah 3 hari setelah penyuluhan diberikan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah lamanya

penyuluhan diberikan dimana peneliti menambah waktu penyuluhan

menjadi 20 menit sedangkan penenlitian sebelumnya 10 menit.

Penyuluhan dengan verbal audiovisual memberikan 6 kali pemahaman.

Keberhasilan peningkatan pengetahuan pada penelitian ini

dipengaruhi juga oleh umur responden yang sebagain besar termasuk

kategori umur dewasa awal (26 – 35 tahun), dimana pada kategori

dewasa awal seseorang telah memiliki kematangan berfikir dan mudah

menerima informasi yang diberikan dan memiliki daya pengingat yang

bagus serta memiliki keputuhan yang baik dalam pengambilan keputuhan

untuk keluarganya termasuk kesehatan keluarganya agar selalu sehat.

2. Sikap

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebelum

memberikan penyuluhan dengan media audiovisual rerata sikap

responden termasuk dalam kategori negatif yaitu 38,80 dan sikap

responden setelah diberikan penyuluhan dengan media audiovisual yaitu

positif dengan rerata 47,30 dengan selisih mean pengetahuan sebesar

8,50. Berdasarkan hasil uji statistik dengan analisa Paired Test diketahui

bahwa nilai p value < α (0,000) dengan demikian pemberian penyuluhan


84

kesehatan media audiovisual efektif meningkatkan sikap di Desa Jumrah

Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020.

Hasil penelitian ini didukung dengan teori yang dikemukakan oleh

Sadiman (2012) media audiovisual mempunyai kelebihan bisa

memberikan gambaran yang lebih nyata serta meningkatkan retensi

memori karena lebih menarik dan mudah diingat. Kehadiran dan

perkembangan media audiovisual ini tidak bisa dihindari mengingat

kelebihan dan daya tariknya yang luar biasa yang mempunyai peran

besar mempengaruhi masyarakat. Kelebihan media audiovisual

diharapkan mampu menumbuhkan ketertarikan dan minat dalam

mengikuti penyuluhan sehingga tujuan dalam penyuluhan dapat tercapai.

Menurut Azwar (2011) persuasi merupakan usaha pengubahan

sikap individu dengan memasukkan ide, pikiran, pendapat dan fakta baru

untuk menimbulkan kontradiksi dan inkonsistensi dari sikap dan perilaku

seseorang sehingga mengganggu kestabilan sikap dan membuka peluang

terjadinya perubahan yang diinginkan. Proses participatory learning juga

penting dilakukan dalam penyuluhan kesehatan, dimana pembelajaran

terjadi melalui kolaborasi dalam hal proses belajar maupun tempatnya.

Selain itu aktifitas belajar dapat langsung terlibat dengan kejadian yang

sebenarnya dan dipengaruhi oleh situasi pembelajaan lewat pesan-pesan

yang komunikatif. Pesan yang disampaikan dengan sengaja

dimaksudkan.
85

Menurut Maulana (2012) sikap merupakan hal yang harus

dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman, latihan sepanjang

perkembangan individu. Proses pembentukan atau perubahan sikap

hampir selalu dilakukan dengan adanya objek dan manipulasi situasi atau

lingkungan, sehingga menghasilkan perubahan sikap yang dikehendaki.

Media audiovisual pada penelitian ini memberikan informasi tentang

diare, penatalaksanaan diare di rumah, dan tanda bahaya diare. Informasi

ini selain dapat meningkatkan pengetahuan, juga dapat mempengaruhi

perubahan sikap menjadi lebih baik. Proses perubahan terjadi

diasumsikan karena kebutuhan responden akan informasi saat itu sedang

meningkat seiring dengan peningkatan perawatan yang dibutuhkan oleh

balita mereka. Dirawatnya balita mereka di rumah sakit karena penyakit

diare akan memberikan pengalaman yang tidak menyenangkan dan tidak

ingin kondisi ini terulang kembali juga menyebabkan terjadinya

perubahan sikap.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Harsismanto (2019), menunjukkan rata-rata skor pengetahuan sebelum

intervensi didapatkan 42,20, setelah intervensi 65,40 dengan ρ-value

0,000 sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan

pendidikan kesehatan menggunakan media video dan poster terhadap

sikap dalam pencegahan penyakit diare. Penelitian yang dilakukan

Mardhiah (2020) menunjukkan bahwa media audiovisual lebih efektif

dari pada penyuluhan dalam peningkatan sikap terhadap gizi seimbang


86

untuk anak balita. Hasil pennelitian ini juga didukuh penelitian yang

dilakukan oleh Kapti (2011), tentang efektifitas audiovisual sebagai

media penyuluhan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan dan

sikap ibu dalam penatalaksanaan balita dengan diare di dua Rumah Sakit

Kota Malang menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna

pengetahuan ibu pada penggunaan media audiovisual dalam kegiatan

penyuluhan.

Menurut asumsi peneliti setelah diberikan perlakuan berupa

penyuluhann kesehatan dengan media audiovisual tentang pencegahan

dan penatalaksanaan diare selama 40 menit dan setelah 3 hari penyuluhan

maka dilakukan pengukuran sikap kembali dengan hasil post-test yaitu

responden adanya peningkatan yang signifikan sikap responden terhadap

pencegahan dan penatalaksanaan diare sebelum dan sesudah perlakuan

dari sikap negatif menjadi sikap positif. Penyuluhan dengan

menggunakan media audiovisual dapat mencapai efiensi dalam

mewujudkan perubahan-perubahan pada perilaku dan pengetahuan bagi

peserta penyuluhan agar menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Perubahan sikap responden setelah diberikan penyuluhan kesehatan

media audiovisual tidak keseluruhannya peningkatan sikap sampai

kebatas positi, disebabkan karena pendidikan ibu yang sebagian besar

berpendidikan rendah (Tamat SD dan SMP) sehingga informasi yang

diterima tidak langsung dapat diterima responden sehingga ada beberapa

ibu tidak terjadi perubahan dalam pandangan atau sikap terhadap


87

penyuluhan pencegahan dan penatalaksanaan diare. Seseorang yang

berpendidikan rendah lebih sulit untuk merubah cara pandangnya pada

suatu objek karena tidak memiliki tipe pemikiran yang terpuka seperti

responden yang berpendidikan tinggi. Akan tetapi tidak semua dari

responden yang berpendidikan rendah tidak akan mengalami perubahan

sikap karena dengan media penyuluhan audiovisual akan

memaksimalkan informasikan yang disampaikan sehingga lebih mudah

tinggi peluang merubah sikap responden, terbukti bahwa dari 4 oarng

(40%) sebelum diberikan penyuluhan dapat berkurang mejadi 2 orang

(20%) yang memiliki sikap negatif terhadap pencegahan dan

penatalaksanaan diare.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan judul “efektifitas media

penyuluhan kesehatan audiovisual terhadap peningkatan pengetahuan dan

sikap ibu tentang pencegahan dan penatalaksanaan diare pada balita di

wilayah kerja puskesmas rimba melintang tahun 2020”. Dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebelum diberikan penyuluhan kesehatan media audiovisual sebagian

besar responden berpengetahuan kurang (70%) dan memiliki sikap

negatif (60%) pada ibu balita di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas

Rimba Melintang Tahun 2020.

2. Setelah diberikan penyuluhan kesehatan media audiovisual keseluruhan

responden berpengetahuan baik (100%) dan sebagin besar memiliki

sikap positif (80%) pada ibu balita di Desa Jumrah Wilayah Kerja

Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020.

3. Sebelum diberikan penyuluhan kesehatan media audiovisual rerata

pengetahuan sebesar 47,70% dan rerata sikap sebesar 38,80 pada ibu

balita di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Tahun

2020.

4. Setelah diberikan penyuluhan kesehatan media audiovisual rerata

pengetahuan sebesar 80,90% dan rerata sikap sebesar 47,30 pada ibu

88
89

balita di Desa Jumrah Wilayah Kerja Puskesmas Rimba Melintang Tahun

2020.

5. Selisih rerata pengetahuan dan sikap sebelum dan setelah penyuluhan

kesehatan media audiovisual sebesar 33,20% dan 8,50.

6. Pemberian penyuluhan kesehatan media audiovisual efektif terhadap

peningkatan pengetahuan dan sikap ibu balita di Desa Jumrah Wilayah

Kerja Puskesmas Rimba Melintang Tahun 2020.

B. Saran

1. Bagi Peneliti

Diharapkan peneliti dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan dalam menganalisa dan mengolah data, serta penelitian ini

dapat menambah ilmu pengetahuan peneliti tentang metodelogi

penelitian dan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah

diperoleh diperkuliahan.

2. Bagi Masyarakat (Responden)

Diharapkan pada responden untuk dapat meningkatkan pengetahuan

dan sikap tentang diare dengan cara mencari informasi dari sumber

seperti media massa, media elektronik dan lain – lain. Serta

mengupayakan mengikuti penyuluhan yang diberikan oleh petugas

kesehatan.
90

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar dapat meneliti pengaruh

penyuluhan kesehatan terhadap informasi lain seperti PHBS, penyakit

kulit dan lain – lain.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad M, Nurdin N, Harisnal H. (2013). Manajemen Penerapan Perilaku


Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tatanan Rumah Tangga di Kelurahan
Kurao Pagang Padang. Journal Endurance Volume 1, Nomor 3 : 121 – 135.

Amabel S. (2011). Diare Pada Anak. Diakses pada tanggal 06 Juli 2020 dari :
https://ml.scribd.com/doc/61043992/Diare-pada-Anak.

Andriani DA. (2020). Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Media Audio


Visual Terhadap Pengetahuan dan Sikap Anak Usia Sekolah Tentang
Penyakit Demam Berdarah. Medikes (Media Informasi Kesehatan), Volume
7, Nomor 1 : 65 – 72.

Apriadi P. (2020). Buku Ajar Promosi Kesehatan. Medan : UIN.

Cahyono, Budi DA, Andari D. (2014). Mudah dan Hemat Hidup Sehat. Solo :
Pustaka Arafah.

Christy MY. (2014). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dehidrasi Diare
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kalijudan. Jurnal Berkala
Epidemiologi, Volume 2, Nomor 3: 297–308.

Depkes RI. (2010). Situasi Diare di Indonesia:Subdit Pengendalian Diare dan


Infeksi Saluran Pencernaan. Jakarta : Depkes RI.

. (2011). Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada Balita, Jakarta,


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir. (2020). Data Persentase Angka


Kejadian Diare Pada Balita di Seluruh Puskesmas di Kabupaten Rokan
Hilir Tahun 2018 - 2019.

Harsismanto J, Oktavidiati E, Astuti D. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan


Media Video dan Poster Terhadap Pengetahuan dan Sikap Anak Dalam
Pencegahan Penyakit Diare. Jurnal Kesmas Asclepius (JKA) Volume 1,
Nomor 1: 75 – 85.

Hidayat, A.A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta, Salemba Medika.

Jawang EP, Sanubari TP, Kinasih A.(2019). Perspektif Ibu Terhadap Penyakit
Infeksi Diare Pada Balita “ Studi Kualitatif di Puskesmas Mananga,
Kecamatan Mamboro Desa Wendewa Utara Kabupaten Sumba Tengah.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, Volume 4, Nomor (1) : 94 – 103.

Juffrie, Soenarto Y.( 2012). Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi. Jakarta :


Badan Penerbit IDAI.

Kasaluhe MD, Sondakh RC, Malonda NS. (2015). Faktor-faktor yang


berhubungan dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Tahuna Timur Kabupaten Kepulauan Sangihe. Diakses pada
tanggal 02 Juli 2020 dari http://fkm.unsrat.ac.id/wpcontent/uploads/2014
/11/meityn-d.-kasaluhe.pdf.

Kapti RE. (2011). Efektifitas Audiovisual Sebagai Media Penyuluhan Kesehatan


Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Ibu dalam Tatalaksana Balita
Dengan diare di Dua Rumah Sakit Kota Malang. Tesi Fakultas Ilmu
Keperawatan Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Kemenkes RI. (2011). Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.


Jakarta : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

. (2017). Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta : Keputusan


Menteri kesehatan Republik Indonesia.

Korompis, GC. (2015). Biostatistik Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Kunoli JF. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: CV. Trans Info
Media.

Mansjoer A.(2012), Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Mardhiah A, Riyanti R, Marlina. (2020). Efektifitas Penyuluhan dan Media


Audio Visual terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Anak Balita Gizi Kurang
di Puskesmas Medan Sunggal. Jurnal Kesehatan Global, Vol. 3, No. 1.

Maryunani A. (2012). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : CV. Trans Info Media.

Maulana H. (2013). Promosi kesehatan. Jakarta: EGC.

Nasir, A, Muhith, A, Ideputri, ME.(2011). Buku Ajar : Metodologi Penelitian


Kesehatan, Konsep Pembuatan Karya Tulis dan Thesis Untuk Mahasiswa
Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit (edisi 2.). Jakarta : Buku Kedokteran.

Notoadmojo, S. (2012). Ilmu Prilaku Manusia. Jakarta : Rineka Cipta.


Nugroho KD.(2018). Edukasi Dokter Pada Orangtua dengan Bayi Diare Usia 0-6
Bulan di Puskesmas Tegal Barat. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret Surakarta.

Nurmala I, Rahman F, Nugroho A, Erlyani N, Layli N. (2018). Promosi


Kesehatan. Surabaya : Airlangga University Press.

Octa, Dewinda.(2014). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/ Balita dan
Anak Prasekolah untuk Para Bidan. Yogyakarta : Publisher.

Riskesdas. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian


Kesehatan RI. Diakses pada tanggal 02 A Juli 2019 dari
www.litbang.depkes.go.id.

Sadiman AS, Rahardjo R, Haryono A, Rahardjito. (2012). Media Pendidikan


Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

Setiawati S & Dermawan AC. (2011). Proses Pembelajaran dalam Pendidikan


Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media.

Soenarto Y. (2012). Diare Kronis dan Diare Persisten. Buku Ajar


Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

Suharyono. (2009). Diare Akut. Jakarta : FKUI.

Supardi. (2013). Aplikasi Statistika dalam Penelitian Konsep Statistika yang


Lebih Komprehensif. Jakarta : Change Publication.

Susilowati. (2016). Promosi Kesehatan. Jakarta : Kemenkes.

Suraatmadja S. (2011). Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto.

Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA (2014). Kapita Selekta Kedokteran.


Edisi ke 4. Jakarta : Media Aesculapius.

Wiffen P, Mitchell M, Snelling M, Stoner N.(2014). Farmasi Klinis. Jakarta :


EGC.

Yusriani Y. (2018). Buku Ajar Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan


Masyarakat. Ponorogo : Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES).

Anda mungkin juga menyukai