Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Ada sekitar tujuh milyar penduduk dunia. Di antara tujuh milyar penduduk
tersebut ada manusia yang memiliki kebutuhan khusus, yaitu mereka yang
kekurangan dalam pendengaran, penglihatan, berbicara dan lain-lain. Manusia
yang memiliki kebutuhan khusus ini bukan untuk dibedakan apalagi dikucilkan
dalam masyarakat. Semua manusia memiliki hak yang sama yaitu hak hidup, hak
mendapatkan kasih sayang dan hak mendapatkan pendidikan yang layak.
Begitupun dengan mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Mereka yang
memiliki kebutuhan khusus berhak untuk mendapatkan pendidikan yaitu dengan
bersekolah dan menuntut ilmu yang layak sebagaimana manusia yang lainnya.

Empati adalah proses memandang dan memperlakukan manusia /individu


dan kelompok lain sabagaimana saya atau kelompok saya ingin dipandang dan
diperlakukan. Sebagaimana manusia pada umunya ingin dihargai, mereka yang
berkebutuhan khusus juga mempunyai hak untuk dihargai . Empati bukanlah
fenomena, tapi syarat mutlak dalam suatu hubungan yang sehat dan berhasil. Jadi,
empati harus ada di setiap hubungan, seperti halnya hubungan antara dokter dan
pasien, empati sangatlah diperlukan agar seorang dokter dapat menghargai
pasiennya. Dengan menghargai perasaan pasien, maka pasien akan merasa
nyaman dan tingkat kepercayaan pasien terhadap dokter akan meningkat. Dengan
dasar empati ini diharapkan mahasiswa calon dokter dapat menerapkannya dalam
profesinya ketika sudah menjadi seorang dokter maupun dalam kehidupan sehari-
hari.

Sekolah Luar Biasa atau yang biasa disingkat dengan SLB mendidik anak-
anak yang memiliki kebutuhan khusus. Di sana, murid-muridnya dididik
sebagaimana sekolah pada umumnya. Mereka diberikan pengetahuan umum dan
keterampilan lainnya untuk menunjang pengetahuan mereka. Di SLB juga

1
diajarkan kemandirian, yaitu diajarkan untuk melakukan segala sesuatunya
sendiri.

Dalam rangka memenuhi tugas kemanusiaan dalam modul EBP3KH


(Empati dan Bioetik dalam Pengembangan Pribadi dan Profesi Kedokteran dalam
Konteks Humaniora), mahasiswa Pendidikan Dokter UnUNTAN angkatan 2015
mengadakan kunjungan ke Sekolah Luar Biasa Dharma Asih. Kunjungan ini
bertujuan untuk mengobservasi, bagaimanakah anak-anak berkebutuhan khusus
ini belajar, bagaimanakah peran guru dalam membimbing anak muridnya hingga
terbentuk karakter yang baik, dan tercapainya tujuan pembelajaran tersebut. Selain
itu, dilakukan juga kunjungan ke rumah salah satu murid di SLB tersebut.
Kunjungan ke rumah salah satu murid SLB ini bertujuan untuk mengetahui
apakah peran orang tua di rumah dalam membangun karakter anak, peran orang
tua sebagai sumber informasi tentang anak, bagaiamana orang tua memberikan
hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang ayak dan juga kunjungan ini juga
bertujuan untuk membangun rasa empati dalam diri mahasiswa pendidikan dokter.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui peran orang tua sebagai pendamping utama dalam
membantu tercapainya tujuan pelayanan dan pendidikan anak.
2. Mengetahui peran orang tua dalam mengerti, mengusahakan, dan
menjaga hak anak dalam kesempatan mendapatkan penanganan dan
pendidikan yang sesuai dengan karakteristik khususnya.
3. Mengetahui peran orang tua sebagai sumber data yang lengkap dan
benar mengenai data diri anak dalam usaha intervensi terhadap anak.
4. Mengetahui peran orang tua sebagai guru/pendidik bagi anak dalam
kehidupan sehari-hari di luar jam sekolah.
5. Mengetahui peran orang tua sebagai penentu karakteristik dan jenis
kebutuhan kusus dan berusaha melakukan treatment di luar jam
sekolah.
6. Mengetahui pola asuh orang tua terhadap anaknya yang berkebutuhan
khusus.

2
1.3 Tempat
a. SLB Dharma Asih Pontianak.
Jalan Ahmad Yani, Pontianak.
b. Rumah Ikhsan Rahmadi Ramadhan.
Jalan Dharma Putra, Gang Dharma Putra 6, Nomor 59, Pontianak.
1.4 Waktu
a. SLB Dharma Asih Pontianak.
Selasa, 20 Oktober 2015, Pukul 07.30-11.00 WIB.
b. Rumah Ikhsan Rahmadi Ramadhan.
Kamis, 22 Oktober 2015, Pukul 16.00-18.30 WIB.

3
BAB II

PEMBAHASAN
1. Nama kedua orang tua Ikhsan.
Jawab : Bapak Maulidi dan Ibu Farida
2. Bagaimana cerita singkat Ikhsan dari sejak lahir hingga usia balita (belum
sekolah)?
Jawab :

Pertama kali Ibu Farida tahu tentang kehamilannya, beliau sedikit


terkejut karena saat itu Bu Farida sedang dalam program KB. Beliau sempat
ditawari oleh bidan untuk menggugurkan kandungannya apabila memang
kandungan tersebut tidak dikehendaki. Namun, akhirnya Bu Farida dan
suaminya, Bapak Maulidi, memutuskan untuk tidak menggugurkan
kandungannya. Saat masa kehamilan, Bu Farida mengalami batuk-batuk
berkepanjangan, ditambah dengan timbul bintik-bintik merah seperti
campak yang terasa gatal (kelompok kami menganalisis bahwa Bu Farida
terinfeksi virus Rubella).

Tetapi, Bu Farida melahirkan dengan normal meski terlambat


beberapa hari setelah air ketuban pecah. Dari lahir sampai umur 4 tahun,
Ikhsan diasuh oleh seorang nenek pengasuh dan jarang dilatih berinteraksi
baik oleh nenek tersebut maupun orang tuanya. Hingga pada umur 3 tahun,
cara berbicaranya masih sangat tidak jelas, berbeda jauh dengan anak
seumurannya.

Ikhsan adalah anak yang aktif dan tergolong mandiri. Sejak umur 6
tahun, dia sudah dibiasakan orang tuanya untuk mandi sendiri dan makan
sendiri. Orang tua Ikhsan mengatakan semasa kecil Ikhsan adalah anak yang
tak bisa diam dan selalu aktif melakukan sesuatu. Bahkan ketika setelah
hujan Ikhsan senang sekali bermain di genangan air di belakang rumahnya
hingga larut malam dan disitulah orang tuanya mengutuskan untuk

4
menyalurkan hobi Ikhsan untuk memulai kursus renang. Namun, sempat
terjadi pembengkakan dan pendarahan pada gendang telinga Ikhsan karena
terlalu sering berendam dalam air saat Ikhsan bermain genangan air (banjir)
di belakang rumahnya. Dan sejak saat itu, fungsi pendengaran Ikhsan pun
berkurang.

Akhirnya, orang tua Ikhsan memutuskan untuk membawanya ke


dokter THT dan dokter saraf perihal Ikhsan yang belum bisa berbicara dan
pecahnya gendang telinga Ikhsan. Dokter saraf mengatakan bahwa Ikhsan
tergolong normal, tetapi masalahnya di sini Ikhsan tidak dibiasakan
berkomunikasi yang baik dan benar sejak kecil, sehingga anak tidak terlatih
untuk berbicara. Dokter juga mengatakan ada syaraf bagian pita suara yang
terjepit sehingga ada kendala dalam pengucapan kata-kata.

3. Apakah Ibu dan Bapak memilih menyekolahkan Ikhsan di SLB karena


kesadaran sendiri atau saran dari orang lain?
Jawab :

Ketika berumur 6 tahun, Bu Farida memasukkan Ikhsan ke sekolah


umum, tetapi itu tidak berlangsung lama karena Ikhsan tidak betah diejek-
ejek oleh teman-temannya karena cara berbicaranya itu. Setelah itu, orang
tua Ikhsan mendapat saran dari seorang teman untuk memasukkan Ikhsan ke
SLB Dharma Asih. Sebagai syarat untuk masuk ke SLB, Bu Farida meminta
rujukan dari RSJ Sungai Bangkong untuk tes IQ dan hasilnya IQ Ikhsan
dibawah 100, yang menunjukkan golongan tuna grahita. Karena
kemampuannya lebih dari teman-teman sepantaran tunagrahita, ia langsung
dinaikkan ke tingkat kelas yang lebih tinggi. Pada saat masuk kelas 1 SMA,
Ikhsan meminta untuk pindah ke kelas tunarungu, karena di kelas tunarungu
ia bisa mengikuti ujian nasional dan melanjutkan pendidikan ke bangku
kuliah, sesuai dengan cita-cita Ikhsan untuk berkuliah di Jogja setelah lulus
sekolah.

5
4. Bagaimana aktivitas anaknya atau perilaku khusus anaknya?
Jawab :
Ikhsan berperilaku layaknya anak seusianya. Ia memiliki banyak
teman, bahkan teman-teman yang normal dalam arti tidak berkebutuhan
khusus. Tidak ada perilaku khusus yang aneh, ia bertindak normal-normal
saja, karena memang Ikhsan tidak divonis tuna grahita, tetapi gangguan
pendengaran atau tuna rungu. Hanya kendala memang di komunikasinya.
Kadang sedikit sulit untuk berkomunikasi dengan orang baru karena
keterbatasannya. Ia juga berkomunikasi dengan Bahasa isyarat dengan
teman-temannya di sekolah. Namun dengan orang-orang yang sudah kenal
dekat dengan dia, termasuk keluarganya, ia berkomunikasi secara langsung
walaupun keterbatasan penyebutan kata-kata.
5. Apakah anggota keluarga lainnya bisa berkomunikasi dengan Ikhsan?
Bagaimana kerjasama antar keluarga untuk mendukung Ikhsan?
Jawab :

Tidak ada kendala komunikasi antara anggota keluarga dengan


Ikhsan. Mereka sudah terbiasa dengan kosa kata yang diucapkan Ikhsan.
Ikhsan memiliki 2 abang. Salah satu abangnya bekerja sebagai asisten
dokter spesialis mata dan abang yang satu lagi baru saja menikah tahun lalu.
Kedua abangnya sangat mendukung dan melatih komunikasi Ikhsan.
Abang-abang Ikhsan juga mengajarkannya bermain futsal dan mengajarkan
arah dan juga nama-nama jalan di Pontianak sehingga Ikhsan sudah
lumayan mengerti tentang jalan dan tempat di daerah Pontianak.

6. Bagaimana keadaan sosial/lingkungan keluarga dan masyarakat terhadap


kondisi Ikhsan?
Jawab :
Tidak ada tindakan pengucilan terhadap Ikhsan. Masyarakat dan
keluarga justru salut kepada Ikhsan karena mampu berkomunikasi dengan
orang-orang di sekitarnya, mengajak teman-temannya berkumpul.

6
Masyarakat sekitar sudah mengenali Ikhsan, karena memang karakter
Ikhsan yang ramah.
7. Saat ini, Ibu dan keluarga dalam fase apa? Apakah masih shock dengan
kondisi Ikhsan atau sudah menerimanya?
Jawab :
Bu Farida sudah sangat ikhlas menerima keadaan Ikhsan. Beliau tidak
memandang hal tersebut sebagai cobaan, melainkan anugerah dari Tuhan.
Bu Farida yakin bahwa ia dan suami diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk
merawat Ikhsan. Orang tua pun berusaha untuk menyanyangi Ikhsan
melebihi dari anak biasanya karena emosi Ikhsan yang terkadang labil dan
tidak bisa diperlakukan kasar.
8. Bagaimana keterlibatan orang tua dalam tumbuh kembang anak, baik
dengan menyediakan waktu, tenaga, fasilitas, dan pikiran untuk menyertai
kegiatan anak?
Jawab :

Orang tua Ikhsan mendukung dan memfasilitasi Ikhsan untuk


mengembangkan potensinya dalam bidang olah raga selain akademik
dengan mengizinkan pelatihan renang, lari, bulu tangkis. Ikhsan adalah
seorang atlet renang. Ia sering menjuarai kejuaraan renang tingkat nasional.
Selain itu, ia juga sering berpartisipasi dalam kegiatan lomba non-akademik
bidang olahraga selain renang, seperti lari dan bulu tangkis.

7
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Sebagai orang tua Ikhsan, Bu Farida dan Bapak Maulidi telah berperan aktif
sebagai pendamping utama Ikhsan untuk mencapai pelayanan dan pendidikan
anak berkebutuhan khusus. Tidak ada tindakan pengucilan oleh keluarga dan
masyarakat sekitar terhadap Ikhsan, justru Ikhsan dikenal sebagai anak yang
ramah walaupun dengan segala keterbatasan yang ia miliki. Ikhsan juga diberi
kebebasan dan fasilitas untuk melakukan aktivitas yang ia sukai, terbukti dengan
orang tua Ikhsan yang mendukung penuh kegiatan Ikhsan sebagai atlet renang.

3.2 Saran

Sebagai calon dokter, diharapkan untuk mengetahui cara berempati dan


menghargai melalui praktikum kunjungan ini. Juga diharapkan dapat mengetahui
dan menerapkan cara komunikasi yang baik.

Untuk orang tua dari anak berkebutuhan khusus, sudah selayaknya untuk
mencintai buah hatinya, mengajar dan mendorong mereka dengan penuh cinta dan
kasi sayang. Dukungan dari orang tua sangat berpengaruh dalam perkembangan
anak berkebutuhan khusus. Dan untuk ibu hamil disarankan agar mengetahui dan
menangani resiko penyakit yang diderita, yang dapat memengaruhi kondisi janin.

Sebagai manusia yang normal dalam arti tidak berkebutuhan khusus, kita
harus menghargai mereka. Bahkan, menjadikan mereka inspirasi untuk kita semua
agar kita lebih termotivasi lagi, karena mereka yang memiliki keterbatasan saja
mampu melakukan hal-hal yang luar biasa dan memiliki semangat yang tinggi.

8
DAFTAR PUSTAKA
Darmadi S., Kadek. “Gejala Rubella Bawaan (Kongenital) berdasarkan
Pemeriksaan Serologis dan RNA Virus”.

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed).
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai