Anda di halaman 1dari 37

TEORI DAN PRAKTIK BIMBINGAN DAN

KONSELING KELOMPOK : PSIKODRAMA

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori dan Praktik Bimbingan dan
Konseling Kelompok yang Diampu Oleh Dr. Nandang Budiman, M. Pd

Disusun Oleh :

Kiki Lukiawati 2105606


M. Anwar Rosyadi 2105487
Maulidya Galih Utami 2106616

Program Studi Magister Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat karunia-Nya, penulis dapat menyusun makalah Teori dan Praktik
Bimbingan dan Konseling Kelompok dengan judul “Teori dan Praktik Bimbingan
dan Konseling Kelompok:Psikodrama”. Dalam makalah ini berisi hakikat teori
psikodrama, tahapan konseling teori psikodrama serta keunggulan dan kelamahan
teori psikodrama.

Semoga makalah yang disusun ini dapat bermanfaat khususnya bagi


penyusun dan umumnya bagi para mahasiswa. Penyusun mengucapkan
terimakasih atas perhatian dan kerjasama yang diberikan dalam pembuatan
makalah ini. Akhir kata penyusun mohon maaf jika ada kesalahan dalam
penulisan dan hal yang tidak penyusun ketahui.

Bandung, Februari 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
A. Hakikat Teori Psikodrama..................................................................................3
1. Pengertian Psikodrama....................................................................................3
2. Tokoh Psikodrama...........................................................................................5
3. Konsep Utama..................................................................................................7
4. Pandangan Terhadap Konseli.......................................................................13
B. Tahapan Konseling Psikodrama.......................................................................13
1. Tahapan Psikodrama.....................................................................................13
2. Elemen Dasar..................................................................................................19
3. Peran dan Fungsi Ketua Kelompok..............................................................21
4. Aplikasi : Teknik dan Prosedur....................................................................21
C. Keunggulan dan Kelemahan Teori Psikodrama..............................................26
1. Kontribusi dan kekuatan pendekatan..........................................................26
2. Potensi integrasi dengan pendekatan lain....................................................26
3. Keterbatasan...................................................................................................27
4. Pelatihan sebagai safeguard...........................................................................28
D. Psikodrama Dalam Setting Kelompok di Sekolah...........................................28
E. Psikodrama Dalam Populasi Multikultural....................................................29
BAB III...........................................................................................................................29
KESIMPULAN..............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dekade ini dalam fenomena sehari-hari sering dijumpai guru Bimbingan
dan Konseling menggunakan metode eksklusif yang tidak linier atau kurang
cocok dengan standar kompetensi dan tujuan layanan. Pada akhirnya, hasil
layanan tidak memadai bahkan merugikan seluruh pihak terutama pihak murid
dan keluarganya, Walaupun Sebagian besar guru Bimbingan dan Konseling tidak
menyadari hal itu. Agar proses bimbingan dan konseling berjalan lancar dan
mencapai tujuan layanan, guru bimbingan dan konseling diusahakan memilih
pendekatan dan metode yang akan digunakan sebelum melakukan proses
pelayanan bimbingan dan konseling.
Betary Maharani (2009) mengungkapkan terdapat dua manfaat krusial pada
psikodrama. Pertama manfaat kartasis atau melepaskan emosi. Manfaat kedua
adalah mampu melihat sesuatu berdasarkan sudut pandang orang lain. Pemilihan
suatu pendekatan dan metode disesuaikan dengan tujuan pelayanan dan sifat
materi yang akan sebagai objek pelayanan. Pelayanan menggunakan memakai
berbagai macam metode akan menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang
lebih bermakna.
Dalam dunia konseling psikodrama merupakan suatu bentuk terapi kelompok
yang dikembangkan oleh J.L.Moreno. Remaja didorong untuk memainkan suatu
peran emosional di depan para penonton tanpa proses berlatih sebelumnya. Tujuan
dari psikodrama ini adalah membantu seseorang atau sekelompok orang untuk
mengatasi permasalahan pribadi dengan menggunakan permainan peran, drama,
atau terapi tindakan. Lewat cara-cara ini remaja dibantu untuk mengungkapkan
perasaan-perasaan tentang konflik, kemarahan, agresi, perasaan bersalah, dan
kesedihan. Sama dengan Freud, Moreno melihat emosi-emosi yang terpendam
dapat dibongkar (komplekskompleks emosional dihilangkan dengan
membawanya ke kesadaran, dan membuat energi emosional diungkapkan).
Psikodrama pada dasarnya adalah melakukan aksi (pertunjukan drama)
dengan dorongan jiwa. Psikodrama dapat dijadikan sebagai metode untuk
membantu mengatasi masalah yang dihadapi remaja. Psikodrama adalah suatu

1
pentas yang dimainkan oleh seorang remaja yang ingin menceritakan masalahnya,
yang dalam pelaksanaannya, dibantu oleh pengasuh/konselor lewat cara-cara
mengungkapkan perasaan-perasaan tentang konflik, kemarahan, agresi, perasaan
bersalah, dan kesedihan.
Dalam praktiknya psikodrama dapat digunakan sebagai metode yang bisa
digunakan dalam konseling kelompok. Dalam hal ini dinamika kelompok dapat
digunakan untuk membantu individu-individu yang bermasalah dalam kelompok
tersebut agar bisa mengatasi masalah yang dihadapi.
Prayitno mengemukakan bahwa konseling kelompok berarti memanfaatkan
dinamika kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan konseling dan kelompok.
Dalam pengertian lain layanan yang membantu peserta didik dalam
mengembangkan pribadi, kemampuan hubungan sosial dan mengambil keputusan
serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
Psikodrama dapat digunakan sebagai metode dalam konseling kelompok,
guna memberikan bantuan arahan kepada individu yang memiliki masalah
psikologis. Psikodrama juga bisa digunakan untuk membantu remaja untuk
mengungkapkan perasaan tentang konflik, kemarahan, perasaan bersalah dan
kesedihan, termasuk remaja yang berasal dari latar belakang keluarga dan
lingkungan pergaulan yang bermasalah karena mereka sangat rentan memiliki
berbagai problem psikologis yang berat. Oleh karena itu, dalam makalah ini
kelompok kami akan menjelaskan dan membahas tentang psikodrama.
B. Rumusan Masalah
Adapun pembahasan makalah ini merujuk pada rumusan masalah dibawah
ini:
1. Apa hakikat dari teori psikodrama?
2. Bagaimana tahapan konseling teori psikodrama?
3. Bagaimana keunggulan dan kelemahan dari teori psikodrama?

C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu :
1. Mendeskripsikan hakikat dari teori psikodrama.
2. Mendeskripsikan tahapan konseling teori psikodrama.
3. Mendeskripsikan keunggulan dan kelemahan dari teori psikodrama.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Teori Psikodrama


1. Pengertian Psikodrama
Pada pertengahan tahun 1930-an J. L. Moreno menciptakan psikodrama,
yang dikembangkan lebih lanjut oleh istri ketiganya, Zerka Toeman Moreno, dan
lainnya. Penyempurnaan dan teknik baru terus dikembangkan hingga saat ini. Dalam
arti luas, psikodrama adalah kompleks teknik, filsafat, dan teori yang menjalin
imajinasi, intuisi, tindakan fisik, dan berbagai perangkat dramatis untuk
mengeksplorasi berbagai masalah psikologis. Mengintegrasikan metode
psikodramatis, sering disebut sebagai enactments, dapat memperkuat efektivitas
semua pendekatan yang dijelaskan dalam buku ini. Terapi drama dan terapi lainnya
juga melibatkan pemberlakuan, improvisasi, dan kreativitas kolaboratif yang
bertujuan untuk memperluas fleksibilitas peran dan wawasan, dan psikodrama
merupakan sumber ide yang signifikan untuk banyak pendekatan ini.
J. L. Moreno menyadari bahwa beberapa aspek pikiran tidak dapat diakses
secara memadai melalui kata-kata. Beberapa perasaan paling baik diekspresikan
melalui tindakan, interaksi interpersonal, atau citra, dan teater improvisasi dapat
menyediakan saluran untuk pemahaman dan penyembuhan dalam konteks ini.
Psikodrama terutama merupakan pendekatan tindakan untuk terapi kelompok di mana
klien mengeksplorasi masalah mereka melalui bermain peran, memberlakukan situasi
menggunakan berbagai perangkat dramatis untuk mendapatkan wawasan,
menemukan kreativitas mereka sendiri, dan mengembangkan keterampilan perilaku.
J. L. Moreno tidak pernah bermaksud agar psikodrama dan konsep terkait
hanya digunakan dalam perawatan psikiatri. Prinsip dan teknik psikodrama dapat
diterapkan pada banyak konteks nonklinis dan berguna untuk pelatihan profesional,
pendidikan, bisnis, pengembangan spiritual, pengembangan spontanitas, rekreasi, dan
pengaturan lainnya (Blatner, 1996). Psikodrama klasik membutuhkan studi bertahun-
tahun untuk dikuasai, tetapi dokter dapat menggunakan beberapa teknik dan ide ini
dalam pekerjaan mereka hari ini. Karena ada banyak asosiasi yang menyesatkan
dengan kata-kata yang dimulai dengan "psiko" atau yang melibatkan "drama", frasa
seperti "teknik aksi", "metode bermain peran", atau pendekatan untuk "pembelajaran
pengalaman" mungkin merupakan deskripsi yang lebih berguna untuk kerja
kelompok Anda. Saya mendorong Anda untuk memasukkan ke dalam gaya

3
kepemimpinan pribadi Anda konsep dan teknik dari pendekatan ini yang menurut
Anda berguna.
Psikodrama klasik melibatkan pengaturan kelompok, berpusat pada klien,
dan merupakan metode yang kompleks dan intens yang membutuhkan dua jam atau
lebih kerja kelompok. Ini melibatkan pemanasan kelompok, memilih pemain utama,
pemanasan dan bekerja dengan klien sebagai pemain utama, kembali ke keterlibatan
yang lebih dalam dari kelompok secara keseluruhan, dan berbagi pengalaman ini.
Psikodrama klasik memerlukan proses eksplorasi yang diperluas, yang merupakan
proses yang elegan dan kompleks yang membutuhkan banyak pelatihan. Karena
panjangnya dan kelangkaan relatif praktisi terlatih, jenis kerja kelompok ini jarang
terjadi saat ini, dengan pengecualian kelompok yang secara khusus berorientasi
psikodrama atau bila digunakan untuk tujuan pelatihan.
Penekanan dalam bab ini adalah mengidentifikasi teknik psikodramatik
terpilih yang dapat diintegrasikan kedalam kerja kelompok seperti bermain peran dan
menjelaskan prinsip-prinsip yang mendasarinya (Blatner, 2005). Pekerja kelompok
dengan orientasi teoretis yang beragam dapat menggunakan bentuk psikodrama yang
terbatas ini untuk mendorong pemecahan masalah, komunikasi, dan kesadaran diri
(Blatner, 2001). Ide kunci dari psikodrama adalah menggunakan akting sebagai
latihan untuk hidup; ini adalah kesempatan untuk mengolah tanggapan seolah-olah
kita adalah codirector serta pemain utama dalam hidup kita. Proses ini tidak
membutuhkan emosi atau sandiwara yang berlebihan.
Akar psikodrama terletak pada eksperimen Moreno sekitar tahun 1921
dengan rombongan drama improvisasi yang disebut "Teater Spontanitas." Para aktor
tidak menghafal naskah apa pun tetapi memerankan adegan secara dadakan
berdasarkan peristiwa yang diambil dari surat kabar harian atau topik yang
disarankan oleh penonton. Kadang-kadang, orang-orang di antara hadirin diundang
untuk bereaksi terhadap adegan-adegan ini dan muncul dan menunjukkan bagaimana
mereka mungkin memainkan satu atau lain peran secara berbeda. Moreno
menemukan bahwa baik aktor maupun penonton mengalami pelepasan psikologis
dari perasaan terpendam (katarsis) sebagai hasilnya. Teater Spontanitas membawanya
untuk mengembangkan metode kelompok dan teknik terapi khusus yang pada
pertengahan 1930-an berkembang menjadi psikodrama.
Cara lain untuk memikirkan psikodrama adalah bahwa itu adalah bentuk
pembelajaran pengalaman. Metode tindakan membantu orang untuk mengeksplorasi
masalah dengan mengatur situasi dan berimprovisasi, pertama, untuk menemukan

4
perasaan mereka sendiri yang lebih otentik, kemudian belajar berempati dengan
perasaan orang lain, dan akhirnya, mencoba perilaku yang berbeda. Pada setiap
langkah, orang dibantu untuk mengeksplorasi tantangan mereka melalui permainan
peran yang diimprovisasi. Adegan-adegan itu dimainkan seolah-olah terjadi di sini-
dan-sekarang, meskipun asal-usulnya mungkin dalam ingatan atau peristiwa yang
diantisipasi.
Cara lain untuk memikirkan psikodrama adalah bahwa itu adalah bentuk
pembelajaran pengalaman. Metode tindakan membantu orang untuk mengeksplorasi
masalah dengan mengatur situasi dan berimprovisasi, pertama, untuk menemukan
perasaan mereka sendiri yang lebih otentik, kemudian belajar berempati dengan
perasaan orang lain, dan akhirnya, mencoba perilaku yang berbeda. Pada setiap
langkah, orang dibantu untuk mengeksplorasi tantangan mereka melalui permainan
peran yang diimprovisasi. Adegan-adegan itu dimainkan seolah-olah terjadi di sini-
dan-sekarang, meskipun asal-usulnya mungkin dalam ingatan atau peristiwa yang
diantisipasi.

2. Tokoh Psikodrama
JACOB L. MORENO (1889– 1974) mengembangkan psikodrama sebagai
pendekatan psikoterapi pada pertengahan 1930-an. Moreno lahir di Rumania dan
mencapai masa remaja dan dewasa dalam iklim intelektual Wina dalam beberapa
dekade pertama abad ke-20. Ia menerima gelar MD di sekolah kedokteran Universitas
Wina sekitar tahun 1918 dan beremigrasi ke Amerika Serikat pada tahun 1925. Pada
pertengahan tahun 1930-an ia mengembangkan psikodrama, sosiodrama, dan
sosiometri; berkontribusi pada pengembangan teori peran; adalah pelopor psikoterapi
kelompok; mempromosikan terapi seni ekspresif lainnya; mempelopori teater
improvisasi dan penerapannya dalam peningkatan kesadaran; mengeksplorasi filosofi
kreativitas dan psikologi spontanitas.
Moreno menciptakan istilah sosiometri, yang merupakan studi tentang
hubungan antara orang-orang. Moreno melampaui kontribusi Freud dengan
mengembangkan teorinya tentang hubungan interpersonal dan penggunaan inovatif
psikodrama, sosiometri, sociatri, sosiodrama, dan psikoterapi kelompok. Banyak jenis
terapi sebagian berasal dari psikodrama, termasuk terapi Gestalt, terapi suara, dan
terapi lain atau metode pendidikan yang menggunakan permainan peran. Moreno
berperan penting dalam pengakuan American Psychiatric Association tentang
psikoterapi kelompok sebagai pendekatan yang berguna untuk pengobatan. Dia tak
kenal lelah dalam mempromosikan metodenya dan melakukan perjalanan nasional

5
dan internasional, menawarkan lokakarya, mengedit dan menerbitkan beberapa jurnal
dan buku profesional, dan menulis artikel untuk banyak buku. Moreno berpendapat
untuk memasukkan spontanitas dan kreativitas dalam psikoterapi dan
mengembangkan cara untuk meningkatkan semangat kreatif. Batu nisan Moreno
berbunyi, "Di sinilah letak pria yang membawa tawa dan bermain kembali ke
psikiatri."
ZERKA TOEMAN MORENO (b. 1917) adalah pelopor dalam
pengembangan psikodrama, yang merupakan pendekatan humanistik untuk
memahami orang. Zerka Moreno telah berkontribusi besar pada teori dan praktik
psikodrama, dan dia membantu membentuk psikodrama dalam beberapa dekade
setelah pertama kali diperkenalkan. Dia diakui sebagai tokoh kunci dalam
memperluas karya J. L. Moreno dengan membawa psikodrama ke berbagai belahan
dunia. Saya mengundang Zerka Moreno untuk menggambarkan prosesnya sendiri
untuk terlibat dalam bidang psikodrama, hubungan dan pekerjaannya dengan
suaminya (j.l. Moreno)
ADAM BLATNER (lahir 1937) memiliki kondisi bawaan yang
memerlukan perawatan medis selama beberapa tahun, dan dia berhasil menjalani
operasi di pertengahan masa kanak-kanaknya. Ia menjadi terpesona dengan anatomi,
prosedur medis, dan para dokter yang merawatnya. Pada usia yang sangat dini
Blatner memutuskan dia ingin belajar bagaimana membantu anak-anak sakit lainnya.
Ia lulus dari sekolah kedokteran di University of California, San Francisco pada tahun
1963.
Selama pengalaman mahasiswa kedokterannya, Blatner menemukan bahwa kisah
hidup pasien bahkan lebih menarik daripada keajaiban tubuh manusia. Setelah
menerima MD-nya, ia memutuskan untuk melanjutkan pelatihan khusus dalam
psikiatri anak dan dewasa. Selama waktu inilah dia merasakan keterbatasan aliran
psikoanalisis yang dominan saat itu. Blatner selalu ekspresif secara kreatif—dia
menyanyi, menari, kartun, dan memainkan karakter. Ketika dia diperkenalkan dengan
metode terapi psikodrama, dia menemukan pendekatan yang cocok. Dia senang
dengan kesempatan untuk berinteraksi dengan klien dalam kerangka kerja yang dapat
memvalidasi kreativitas mereka dan mengembangkan kekuatan mereka saat opsi baru
dieksplorasi untuk mengatasi masalah mereka. Dia menerima pelatihan dengan J. L.
Moreno dan rekan-rekannya dan menjadi direktur dan guru psikodrama.
Blatner telah menerapkan metode psikodramatis dalam pekerjaan klinisnya;
telah mengajarkan metode ini kepada banyak siswa dan profesional di seluruh dunia;

6
dan merupakan penulis utama buku, bab, dan artikel di bidang ini. Dia telah
berkomitmen untuk memperdalam landasan teoretis dari teori dan praktik psikodrama
dan untuk memperluas jangkauan aplikasi, termasuk mengintegrasikan teknik
psikodrama dengan teknik lain.
Bentuk-bentuk terapi. Dia telah menjadi kolaborator aktif dan pendukung
terapi seni kreatif di Amerika Utara dan internasional. Blatner bergabung dengan
orang lain yang melihat pentingnya pendekatan ini diambil di luar konteks klinis ke
dalam pendidikan di semua tingkatan: membangun kecerdasan sosial, pelatihan
manajemen, pembangunan komunitas, rekreasi, pengembangan spontanitas dan
imajinasi, pendalaman spiritual, dan kehidupan sehari-hari.
Minat Blatner saat ini adalah dalam mempromosikan "literasi psikologis";
jika kita mendekati kesulitan kita dalam hal peran yang kita mainkan, Blatner yakin
kita bisa mengajari orang bahasa yang mudah digunakan untuk menjadi lebih
fleksibel secara mental dan kreatif dalam hidup dan di tempat kerja. Setelah setengah
pensiun sebagai profesor di sekolah kedokteran, ia kini kembali untuk menawarkan
pelatihan empati kepada mahasiswa kedokteran melalui pengambilan peran. Blatner
juga terus menulis tentang berbagai topik, dan situs webnya (lihat akhir bab ini)
adalah harta karun pemikiran dan ide.
3. Konsep Utama
a. Kreativitas
Menurut Moreno, Fungsi utama dari proses terapeutik adalah untuk
meningkatkan kreativitas klien dalam mengeksplorasi kehidupan,
mengembangkan diri, dan menghadapi kehidupan. Psikodrama
bertujuan untuk menumbuhkan kreativitas dalam individu, kelompok,
dan akhirnya dalam budaya secara keseluruhan. Psikodrama
memerlukan gagasan bahwa setiap orang bertanggung jawab untuk
menjadi lebih kreatif dan untuk mengembangkan kreativitas orang lain
(Blatner, 2000). Psikodrama dapat dianggap sebagai semacam
laboratorium untuk eksperimen psikososial dan peningkatan kreativitas
(Blatner, 2005).
b. Spontanitas
Menurut Blatner (2000), salah satu gagasan Moreno menyebutkan
bahwa cara terbaik untuk mengembangkan kreativitas adalah melalui
kegiatan eksplorasi yang spontan dengan mengaktifkan imajinasi dan

7
intuisi. Menurut observasinya, Moreno mengemukakan bahwa seiring
bertambahnya usia, individu cenderung menjadi semakin tidak
spontan. Untuk memperbaiki kecenderungan ini, Moreno
mengembangkan metode untuk melatih spontanitas yang bertujuan
membebaskan orang dari tanggapan yang kaku dan stereotip. Moreno
menganggap pelatihan spontanitas sebagai cara utama untuk
memungkinkan orang menghadapi situasi baru dari perspektif baru.
Dapat dikatakan bahwa spontanitas membelajarkan untuk hidup di sini
dan sekarang; dan berhenti melemparkan solusi lama pada masalah
baru.
Spontanitas adalah respons yang memadai terhadap situasi baru
atau respons baru terhadap situasi lama. Spontanitas tidak boleh
dianggap sebagai perilaku impulsif karena spontanitas melibatkan
refleksi dan memberi orang kemampuan untuk bertindak sesuai dengan
situasi yang mereka hadapi. Alih-alih menghadapi situasi baru dengan
kecemasan, spontanitas menumbuhkan rasa mampu mendekati situasi
yang menantang.
Dalam psikodrama, ketua kelompok membantu memfasilitasi
spontanitas anggota kelompok dengan mencontohkan perilaku spontan
dan playfulness. Ketua juga menciptakan aktivitas terstruktur untuk
membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan perasaana aman,
kepercayaan, pengambilan risiko, dan keceriaan. Dalam psikodrama,
bermain diakui sebagai kebutuhan yang sah, bagian dari kesehatan,
sehingga orang dapat menikmati pengalaman yang lebih luas daripada
yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Bermain melibatkan
imajinasi, kreativitas, spontanitas, dan ekspresi diri (Blatner, 2007).
c. Working in the present moment
Working in the present moment adalah konsep yang berkaitan
dengan kreativitas dan spontanitas. Prinsip dasar psikodrama adalah
menghidupkan dan mengalami kembali sebuah adegan peristiwa dari
masa lalu dan memberi para anggota kelompok kesempatan untuk
memeriksa bagaimana peristiwa itu memengaruhi mereka pada saat itu

8
terjadi, sekaligus memberi kesempatan untuk menghadapi secara
berbeda dengan peristiwa itu sekarang. Dengan mengulang peristiwa
masa lalu "seolah-olah" itu terjadi di masa sekarang, individu dapat
memberikan makna baru padanya. Melalui proses ini, anggota
kelompok dapat menyelesaikan unfinished bussiness dan membingkai
ulang situasi sebelumnya. Jadi, psikodrama dapat menangani konflik
saat ini dan memungkinkan anggota untuk ‘membawa’ masa depan ke
masa sekarang.
Dalam psikodrama, ketika anggota menunjukkan kepada orang lain
apa yang mereka pikirkan atau rasakan, mereka bergerak menuju
pengalaman nyata dan menembus pertahanan diri mereka.
d. Pertemuan
Pertemuan terjadi ketika individu terhubung satu sama lain
dengan cara yang bermakna dan otentik dalam konteks here and now,
terlepas dari apakah hal itu berkaitan dengan peristiwa masa lalu atau
peristiwa masa depan yang diantisipasi. Dalam hal ini melibatkan
keterusterangan komunikasi dan pengungkapan diri.
e. Tele
Tele mengacu pada tingkat perasaan ketertarikan atau dengan
kata lain ialah rapport. Tele adalah faktor terapeutik yang terkait
dengan perubahan melalui perasaan empatik timbal balik. Moreno
percaya bahwa hubungan terapeutik membutuhkan pengembangan tele
positif. Ketika hubungan ini positif dan timbal balik, orang-orang yang
terlibat cenderung lebih berempati satu sama lain. Ketika tele negatif,
kesalahpahaman berlipat ganda dan cenderung diperparah.
f. Surplus Realitas
Psikoterapi membantu orang menjadi lebih sadar akan sikap
dan motif mereka yang lebih dalam, dan terkadang berguna untuk
membawa fantasi yang tak terucapkan dan tak terpenuhi ke dalam
kesadaran eksplisit. Daripada hanya berbicara tentang apa yang
sebenarnya terjadi atau apa yang mungkin sebenarnya belum terjadi,

9
seringkali lebih penting untuk membantu klien memperjelas hal yang
diharapkan atau ditakuti, bahkan jika itu tidak realistis.
Psikodrama mencakup penggambaran adegan-adegan. Dalam
psikodrama, perspektif "bagaimana jika" dibuat lebih eksplisit dan
diberlakukan di masa sekarang, melampaui batas realistis untuk
mengakui cara emosi bekerja di ranah "apa yang bisa terjadi jika
hanya" Misalnya, seorang anak laki-laki dapat berbicara dengan
ayahnya yang meninggal sebelum mereka sempat mengucapkan
selamat tinggal kepada satu sama lain. Seorang wanita dapat
menemukan dirinya yang lebih bijaksana dari 20 tahun ke depan.
Implementasi surplus realitas membantu individu untuk dapat
mengungkapkan emosi yang sebelumnya tidak diungkapkan, bertanya
dan menjawab pertanyaan. Realitas surplus juga dapat digunakan
untuk memutar ulang peristiwa yang buruk atau bahkan traumatis
sehingga individu mengalami akhir yang lebih berdaya atau
memuaskan.
Moreno menyebut psikodrama sebagai "teater kebenaran".
Psikodrama membantu klien untuk sadar akan emosi yang tertekan,
keyakinan dan sikap implisit yang membangkitkan respons spontan
juga pembelaan diri.
g. Katarsis dan insight
Orang cenderung mengkotak-kotakkan emosi dan sikap
mereka. Hal itu berhubungan dengan fungsi utama dari sebagian besar
mekanisme pertahanan ego. Ketika emosi dan sikap ini terhubung
kembali, emosi cenderung dilepaskan air mata, tawa, kemarahan,
kerentanan, rasa bersalah, harapan dan ini adalah katarsis yang sering
menyertai aspek pengalaman terapi.
Katarsis adalah bagian alami dari proses psikodramatis, tetapi
itu sendiri bukanlah tujuan. Hanya dengan menemukan kembali emosi
yang terkubur tidak akan membawa penyembuhan; namun perasaan ini
harus diatasi (Bemak & Young, 1998; Young & Bemak, 1996). Bagi
mereka yang telah kehilangan kesadaran akan akar perasaan mereka,

10
pelepasan emosi dapat mengarah pada pemahaman (insight), atau
peningkatan kesadaran akan situasi masalah.
Insight adalah pergeseran kognitif yang menghubungkan
kesadaran berbagai pengalaman emosional dengan beberapa narasi
yang bermakna atau beberapa pemahaman yang berkembang. Insight
menambahkan tingkat pemahaman pada katarsis.
Begitu orang membiarkan diri mereka bebas untuk melepaskan
emosi intens yang telah mengendalikan mereka dan sampai pada
pemahaman kognitif dan emosional (atau pengalaman) bahwa mereka
tidak lagi harus melanjutkan hidup seperti sebelumnya, mereka dapat
memulai proses kritis untuk mendapatkan kendali atas diri mereka
sendiri. cara yang tidak tepat untuk menekan atau mengekspresikan
perasaan tersebut.
h. Pengetesan Realitas
Kelompok psikodramatis menawarkan kesempatan untuk
mengetahui bagaimana perasaan orang lain dan apa hasil dari perilaku
tertentu. Kelompok itu seperti laboratorium yang menawarkan
pengujian realitas, atau mencoba perilaku yang mungkin secara umum
tidak dapat diterima secara sosial dalam situasi "kehidupan nyata".
Misalnya, seorang wanita muda mengalami rasa sakit emosional yang
luar biasa atas apa yang dia lihat sebagai ketidakpedulian ayahnya
kepadanya. Dalam psikodrama, wanita muda itu “memberi tahu”
ayahnya tentang perasaan kehilangan rasa kasih sayang dan cinta, dia
mungkin masih marah padanya dan berharap ayahnya membuat
langkah pertama untuk mengubah keadaan. Selama fase diskusi,
pemimpin atau anggota dapat menunjukkan bahwa dia membuat
asumsi bahwa dia harus menjadi orang yang memulai hubungan yang
lebih dekat. Kenyataannya, sang ayah mungkin takut untuk
menunjukkan kasih sayang dan perhatiannya, berpikir bahwa dia tidak
tertarik dengan hubungan seperti itu dengannya. Kelompok tersebut
dapat berperan penting dalam membantunya melihat bahwa dia

11
mungkin harus membuat langkah pertama jika dia ingin mengubah
hubungannya dengan pria itu.
i. Teori Peran
Dengan menggunakan psikodrama, kita dapat memeriksa peran
yang kita mainkan, menegosiasikannya kembali, dan memilih cara
yang berbeda untuk memainkan peran ini. Dalam psikodrama para
anggota diberi kebebasan untuk mencoba berbagai peran, sehingga
mendapatkan fokus yang lebih tajam pada bagian dari diri mereka
yang ingin mereka tunjukkan kepada orang lain. Bermain peran juga
memungkinkan peserta untuk berhubungan dengan bagian dari diri
mereka sendiri yang tidak mereka sadari. Mereka dapat mengenali dan
mengeksplorasi cara-cara stereotip dalam menanggapi orang dan
keluar dari perilaku dalam pola yang kaku, menciptakan dimensi baru
dari diri mereka sendiri.
Teori peran Moreno mengajarkan bahwa kita semua adalah
aktor improvisasi di panggung kehidupan, menciptakan bagian kita
tanpa naskah. Dengan demikian kita tidak hanya menjadi aktor tetapi
juga penulis drama. Dengan memikirkan pola perilaku kita sebagai
peran dalam sebuah drama, kita didorong untuk membawa ukuran
refleksi untuk tugas itu, seperti halnya seorang aktor. Roleplaying,
yang sebagian besar merupakan perpanjangan dari psikodrama,
melibatkan rasa "bermain dengan" peran, membawa spontanitas dan
kreativitas ke dalamnya, menyempurnakannya, dan kadang-kadang
bahkan mendefinisikan ulang atau menegosiasikan ulang peran secara
radikal. Psikodrama adalah salah satu cara untuk membantu orang
menjadi lebih sadar dan kreatif dalam memainkan berbagai peran
dalam kehidupan mereka.
4. Pandangan Terhadap Konseli
Psikodrama adalah permainan peran yang dimaksudkan agar konseli
dapat memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya, menemukan
konsep dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhan dan menyatakan reaksinya
terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya (Sunarty, 2012). Sedangkan

12
menurut Damayanti (dalam Ambarwati, 2017) berpendapat bahwa psikodrama
adalah upaya pemecahan masalah melalui drama. Menurut Kipper &
Roosevelt (dalam Sari, 2017) teknik psikodrama adalah satu cara yang unik
dengan berbicara melalui gerakan tubuh, memberlakukan fisik kepada
pengalaman masa lalu yang dibawa ke masa sekarang, yang memungkinkan
protagonis untuk memproses kenangan dengan bimbingan pemimpin dan
partisipasi anggota kelompok

B. Tahapan Konseling Psikodrama


1. Tahapan Psikodrama
Psikodrama terdiri dari tiga fase: (1) pemanasan, (2) aksi, dan (3)
berbagi dan diskusi. Prinsip-prinsip tertentu mendasari penggunaan metode
aksi psikodrama. Pertama, tidak tepat untuk bertindak tanpa pemanasan agar
mereka tidak merasa terbebani oleh ambiguitas situasi. Kedua, setelah segmen
aksi, protagonis dan anggota kelompok lainnya membutuhkan waktu untuk
berbagi apa yang telah mereka alami untuk mengintegrasikan perasaan dan
wawasan mereka secara optimal.
a. Pemanasan
Pemanasan terdiri dari aktivitas awal yang diperlukan untuk
meningkatkan keterlibatan dan spontanitas secara bertahap. Hal ini
bertujuan untuk mendorong keterlibatan yang maksimal. Ini termasuk
pemanasan sutradara, membangun kepercayaan dan kohesi kelompok,
mengidentifikasi tema grup, menemukan protagonis, dan memindahkan
protagonis ke atas panggung (Blatner, 1996, 2001). Sangat penting bahwa
peserta dibantu untuk mempersiapkan metode yang digunakan selama fase
tindakan. Kesiapan tersebut melibatkan motivasi yang cukup untuk
merumuskan tujuan seseorang dan merasa cukup aman untuk
mempercayai orang lain dalam kelompok. Teknik fisik untuk pemanasan
kelompok biasanya diperkenalkan dan mungkin termasuk menggunakan
musik, menari, dan gerakan atau latihan nonverbal lainnya.
Dalam pengaturan di mana psikodrama menjadi mode utama untuk
eksplorasi, metode pemanasan berikut telah digunakan:

13
1) Sutradara memberikan ceramah singkat tentang sifat dan tujuan
psikodrama, dan peserta diajak untuk bertanya.
2) Setiap anggota diwawancarai secara singkat oleh sutradara. Sebuah
pertanyaan utama mungkin, "Apakah ada hubungan sekarang atau
masa lalu yang ingin Anda pahami lebih baik?" Karena setiap orang
dalam kelompok menanggapi pertanyaan ini, dasar untuk kohesi
kelompok sedang dibangun. Anggota dapat berpasangan dan
menghabiskan beberapa menit untuk berbagi konflik yang mereka
alami dan yang ingin mereka jelajahi dalam sesi.
3) Teknik berkeliling, di mana setiap anggota diminta untuk membuat
beberapa komentar singkat tentang apa yang dia alami saat itu, dapat
memfasilitasi interaksi kelompok. Melakukan putaran juga dapat
memfokuskan anggota pada tugas yang ingin mereka lakukan selama
sesi.
4) Dalam kelompok jangka panjang dengan orang-orang fungsional,
pemanasan tidak langsung sering digunakan untuk menyiapkan
anggota untuk suatu sesi. Misalnya, anggota mungkin diminta untuk
menyatakan secara singkat apa yang mereka sadari saat mereka datang
ke sesi atau membuat komentar tentang kesiapan mereka untuk
bekerja.
Leveton (2001) menyatakan bahwa pemanasan yang berhasil akan
mendorong anggota kelompok untuk berpartisipasi aktif dan meyakinkan
anggota bahwa semua kontribusi akan dihargai. Tekniknya kurang penting
daripada semangat dan tujuan pemanasan; apa pun yang memfasilitasi
kohesi kelompok, membangun kepercayaan, dan meningkatkan
spontanitas individu dan kelompok adalah alat yang berguna untuk fase
awal psikodrama.
Menurut Blatner (1996), tugas terpenting selama fase pemanasan
adalah menciptakan suasana yang menumbuhkan spontanitas. Dalam
pandangannya, empat kondisi ini diperlukan agar perilaku spontan terjadi:
1) Rasa percaya dan keamanan
2) Penerimaan terhadap intuisi, gambaran, dan perasaan

14
3) Unsur main-main (playfulness)
4) Kesediaan untuk mengambil risiko dan terlibat dalam perilaku baru
Blatner (1996) menekankan pentingnya pemanasan sutradara
sendiri sebagai faktor kunci dalam menciptakan iklim yang mendorong
perilaku spontan. Selama periode pemanasan, sutradara mengembangkan
spontanitas mereka sendiri. Dengan mengkomunikasikan kehangatan,
anggota kelompok menumbuhkan kepercayaan diri dan kepercayaan.
Demikian pula, pemodelan pengambilan risiko, pengungkapan diri,
humor, spontanitas, kreativitas, empati, dan penerimaan mengekspresikan
emosi akan berkontribusi pada kohesi kelompok. Sebuah tema mungkin
mulai muncul, dan seorang protagonis dapat dipilih dan naik ke panggung
untuk beraksi.
b. Fase Aksi
Fase tindakan mencakup tindakan pada situasi masa lalu atau
sekarang atau peristiwa yang diantisipasi. Tujuan dari fase ini adalah
untuk membantu anggota dalam memunculkan pikiran, sikap, dan
perasaan yang mendasarinya yang tidak sepenuhnya mereka sadari. Hal ini
berguna untuk memfasilitasi proses agar protagonis dapat segera beraksi.
Dalam melakukan ini, pemimpin dapat memanfaatkan isyarat penting
yang diberikan protagonis dalam mempresentasikan situasinya, termasuk
ekspresi wajah, kiasan, dan postur tubuh. Sutradara membantu protagonis
mendapatkan fokus yang jelas pada perhatian tertentu. Daripada meminta
protagonis memberikan detail yang panjang dan berisiko kehilangan
energi psikodrama, sutradara dapat mengajukan pertanyaan yang berfokus
pada protagonis atau membuat pernyataan seperti ini:
1) Dengan siapa Anda mengalami kesulitan terbesar saat ini? [Pilih satu
dengan siapa Anda perlu melakukan beberapa pekerjaan. Tunjukkan
kami sebuah adegan.]
2) Jadilah ayahmu [ibu]. Apa yang biasanya dia katakan kepada Anda?
[Tunjukkan kami sebuah adegan.]
3) Tunjukkan pada kami bagaimana Anda ingin menanggapi ibu [ayah]
Anda.

15
4) Tunjukkan pada kami adegan bagaimana Anda ingin pasangan Anda
berperilaku.
5) Beri kami beberapa baris yang Anda ingin putra Anda dengar.
6) Beri tahu kami apa yang paling ingin Anda dengar dari putri Anda.
Maksud dari intervensi ini adalah untuk menghindari komentar dan
sebaliknya menjerumuskan protagonis kembali ke pertemuan langsung
dan mencoba pendekatan alternatif.
Setelah proses pemfokusan ini, protagonis memerankan masalah
dan hubungan mereka di atas panggung. Satu fase aksi dapat terdiri dari
satu hingga beberapa adegan. Adegan-adegan dikonstruksi dan dibuat
karena berhubungan dengan isu-isu protagonis. Mereka mungkin bersifat
interpersonal atau intrapersonal dan biasanya berkembang dari periferal
isu (menyajikan masalah) ke isu yang lebih sentral (masalah yang nyata
atau lebih dalam).
Di akhir fase aksi, penting untuk membantu protagonis memperoleh
penutupan untuk setiap hal yang telah mereka selesaikan. Salah satu cara
yang berguna untuk memfasilitasi penutupan adalah dengan mengatur
praktik perilaku untuk membantu protagonis menerjemahkan pembelajaran
kelompok ke dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi dari praktik perilaku
adalah untuk menciptakan iklim yang memungkinkan untuk
bereksperimen dengan berbagai perilaku baru. Kemudian orang tersebut
dapat menerapkan beberapa perilaku baru ini dengan orang lain yang
signifikan di luar kelompok dan mengatasi situasi dengan lebih efektif.
Untuk memfasilitasi praktik perilaku, protagonis menyajikan situasi seperti
yang awalnya disajikan dalam tahap aksi dan kemudian dapat mencoba
cara-cara alternatif dalam berperilaku. Pembalikan peran, proyeksi masa
depan, pencerminan, dan umpan balik sering digunakan untuk membantu
protagonis mendapatkan gagasan yang lebih jelas tentang dampak perilaku
barunya.
c. Fase Diskusi
Fase ketiga psikodrama melibatkan berbagi dan diskusi. Berbagi,
yang didahulukan, terdiri dari pernyataan tidak menghakimi tentang diri

16
sendiri; diskusi tentang proses kelompok berikut. Pertama, mereka dapat
didorong untuk berbagi apa yang mereka rasakan atau pikirkan dalam peran
mereka. Kedua, mereka dapat melepaskan peran lebih jauh dan berbagi
sesuatu dari kehidupan mereka sendiri yang tersentuh oleh pemeranan
tersebut.
Berbagi adalah proses yang sangat pribadi, bukan refleksi kognitif,
dan Moreno memiliki beberapa pedoman yang sangat baik untuk membuat
sesi berbagi pengalaman terapeutik:
1) Anggota kelompok tidak boleh memberikan saran atau analisis kepada
protagonis, tetapi berbicara tentang diri mereka sendiri dan bagaimana
mereka terpengaruh oleh peran tersebut.
2) Pemain utama telah terlibat dalam sharing terbuka, dan dia layak
mendapatkan lebih dari sekadar analisis atau kritik.
3) Berbagi memiliki efek penyembuhan. Pengungkapan pengalaman orang
lain memberi orang perasaan bahwa mereka tidak sendirian dan
mengarah pada ikatan.
4) Interpretasi dan evaluasi datang kemudian, ketika pemain utama tidak
begitu rentan.
Selama fase berbagi psikodrama, fungsi sutradara adalah memulai
dan memimpin diskusi yang melibatkan sebanyak mungkin peserta untuk
memaksimalkan umpan balik. Fase berbagi memberikan semua anggota
dalam kelompok psikodrama kesempatan untuk mengekspresikan perasaan
mereka.
Sutradara harus memperkuat jenis berbagi yang memerlukan
pengungkapan diri, dukungan, dan keterlibatan emosional di pihak para
anggota. Pembagian ini paling baik terstruktur sehingga anggota
mendiskusikan bagaimana mereka dipengaruhi oleh sesi, dan dengan cara
ini keterlibatan, transparansi, dan pertumbuhan mereka sendiri dipupuk.
Leveton (2001) menekankan pentingnya pemimpin kelompok
dalam membantu pemain utama, pembantu, dan anggota lain menemukan
akhir dari sesi psikodrama. Akhir dari psikodrama tidak berarti bahwa suatu
masalah telah diselesaikan, tetapi semua yang terlibat dalam psikodrama

17
harus memiliki kesempatan untuk berbicara tentang bagaimana mereka
terpengaruh dan apa yang mereka pelajari. Aspek kunci dari penutupan
adalah proses pelepasan peran (pembekalan) dari pemain utama dan
pembantu.
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menutup
sesi (Blatner, 1996):
1) Membantu anggota dalam menerapkan apa yang telah mereka pelajari
dalam kelompok dalam kehidupan sehari-hari.
2) Ringkaslah beberapa hal penting dari sesi ini.
3) Undanglah anggota untuk mengajukan pertanyaan tentang proses
kelompok.
4) Identifikasi unfinished bussiness.
5) Buat rencana untuk sesi berikutnya atau identifikasi tema masa depan.
6) Berikan dukungan tambahan.
7) Terlibat dalam semacam ritual penutup (jika perlu).
8) Hadapi perasaan tentang perpisahan.
Penting untuk menangani urusan yang belum selesai selama tahap
akhir psikodrama (Blatner, 1996; Leveton, 2001; McVea, Gow, & Lowe,
2011; Z. T. Moreno, 1987). Sebelum mengakhiri sesi, sutradara biasanya
mendorong anggota untuk mengungkapkan perasaan yang belum
terucapkan yang telah berkembang selama psikodrama. Seperti yang
disebutkan sebelumnya, tidak selalu perlu untuk menyelesaikan masalah,
tetapi penting bahwa keberadaan unfinished bussiness disebutkan sebelum
sesi ditutup.
2. Elemen Dasar
Psikodrama klasik melibatkan sutradara (pemimpin kelompok),
protagonis (pemain utama), ego tambahan (pemain pendukung), penonton
(anggota kelompok lain yang menonton aksi), panggung, dan sejumlah teknik
psikodrama yang digunakan untuk lanjut tindakan.
a. Protagonis (Pemain Utama)
Protagonis, atau pemain utama, adalah orang yang menjadi fokus
pementasan psikodramatis/orang yang menghadirkan masalah untuk

18
dieksplorasi. Saat anggota berinteraksi satu sama lain, seorang anggota
kelompok dapat mengangkat masalah. Jika orang itu, terapis, dan
kelompoknya setuju bahwa eksplorasi psikodramatis diperlukan, orang
yang masalahnya paling relevan umumnya menjadi protagonis dari
psikodrama berikutnya.
Pemain utama memilih peristiwa yang akan dieksplorasi. Dia,
dalam negosiasi dengan sutradara, memilih adegan dari masa lalu, masa
depan, atau masa kini, dan adegan itu dimainkan seolah-olah itu terjadi di
sini dan sekarang. Dalam kasus peristiwa masa lalu, tidak perlu mengingat
kata-kata yang tepat, melainkan untuk menggambarkan elemen-elemen
penting seperti yang dialami oleh protagonis. Pemain utama adalah sumber
dari imaji tetapi membutuhkan bantuan sutradara untuk mengeksplorasi
suatu masalah dan untuk membuat psikodrama. Sesegera mungkin,
sutradara mendorong pemain utama untuk bergerak secara spontan ke
dalam tindakan daripada hanya berbicara tentang acara tersebut.
Saat pemain utama memerankan suatu situasi, penting bagi dia
untuk memiliki kebebasan untuk mengeksplorasi setiap aspek adegan (dan
hubungan terkait) yang tampaknya signifikan. Psikodrama yang efektif
tidak pernah melibatkan paksaan; anggota kelompok dan direktur ada
untuk menmbantu pemain utama.
b. Pemain pembantu (Auxiliary ego)
Auxiliary ego, adalah mereka yang berada dalam kelompok selain
protagonis dan sutradara, biasanya dengan menggambarkan peran penting
orang lain dalam kehidupan protagonis. Orang-orang ini mungkin hidup
atau mati, nyata atau dibayangkan. Pembantu juga dapat memainkan peran
benda mati, hewan peliharaan, atau objek atau makhluk bermuatan
emosional apa pun yang relevan dengan protagonis.
Z. T. Moreno (1987) mencatat empat fungsi peran pembantu: (1)
memainkan persepsi yang dipegang oleh protagonis, setidaknya di awal;
(2) untuk menyelidiki interaksi antara protagonis dan peran mereka
sendiri; (3) untuk menafsirkan interaksi dan hubungan ini; dan (4) untuk

19
bertindak sebagai pemandu terapi dalam membantu protagonis
mengembangkan hubungan yang lebih baik.
c. Penonton
Penonton meliputi orang lain dalam kelompok sebelum masalah
dieksplorasi. Bahkan anggota kelompok yang tidak terlibat dalam aksi pun
ikut berperan. Sebagai anggota menyaksikan pengungkapan diri orang
lain, mereka berfungsi secara psikologis sebagai semacam "cermin"
eksternal. Ini memberi protagonis pengalaman mengetahui bahwa orang
lain berbagi dalam melihat dunia dari sudut pandangnya. Penonton juga
berfungsi dalam proses improvisasi yang sedang berlangsung sebagai
sumber orang-orang yang akan menjadi sukarelawan atau dipilih untuk
memasuki adegan sebagai pembantu, atau sebagai orang yang akan
berbagi dengan protagonis dalam suatu akting pada kesempatan
mendatang.
d. Panggung
Panggung adalah tempat berlangsungnya pementasan. Ini
merupakan perpanjangan dari ruang hidup protagonis, dan karena itu harus
cukup besar untuk memungkinkan pergerakan protagonis, ego tambahan,
dan sutradara. Panggung umumnya kosong, tetapi akan sangat membantu
jika tersedia alat peraga yang dapat digunakan untuk mengintensifkan
fungsi dramatis. Dalam kebanyakan kasus, panggung psikodrama khusus
tidak tersedia, tetapi bagian ruangan dapat ditunjuk untuk tindakan
"seolah-olah", area khusus di mana mereka yang terlibat dalam tindakan
tidak diharapkan untuk berada.
3. Peran dan Fungsi Ketua Kelompok
Sutradara psikodrama (atau terapis kelompok utama yang
memfasilitasi psikodrama) memiliki sejumlah peran. Menurut J. L. Moreno
(1964), sutradara berperan sebagai produser, katalisator/fasilitator, dan
pengamat/penganalisis. Sutradara membantu dalam pemilihan protagonis dan
kemudian memutuskan teknik psikodramatik khusus mana yang paling cocok
untuk eksplorasi masalah orang tersebut. Sutradara mengatur psikodrama,
memainkan peran kunci dalam pemanasan kelompok, dan memperhatikan

20
dengan cermat apa yang muncul dalam drama. Sutradara berfungsi sebagai
katalis dan fasilitator karena mereka membantu protagonis dalam
mengembangkan adegan atau rangkaian adegan dan memfasilitasi ekspresi
perasaan secara bebas. Hanya sesekali mereka akan membuat interpretasi
terapeutik untuk membantu protagonis mendapatkan pemahaman baru tentang
suatu masalah.
4. Aplikasi : Teknik dan Prosedur
Psikodrama menggunakan sejumlah teknik khusus yang dirancang
untuk mengintensifkan perasaan, menjawab kebingungan, meningkatkan
insight dan kesadaran diri, serta mempraktikkan perilaku baru.
a) Self-presentation
Dalam teknik presentasi diri, protagonis memberikan potret diri
untuk memperkenalkan situasi. Dalam hal ini individu sebagai protagonis
menyatakan masalahnya dalam pandangannya, dan sutradara membantu
menerjemahkan narasi menjadi tindakan sehingga "berbicara tentang"
menjadi "tunjukkan bagaimana Anda dan putri Anda berinteraksi."
b) Pertukaran peran
Pertukaran peran, melibatkan kegiatan melihat diri sendiri melalui
mata orang lain. Dalam pertukaran peran, protagonis mengambil bagian
dari kepribadian lain yang digambarkan dalam dramanya.
Melalui pertukaran peran, orang dapat keluar dari kerangka acuan
mereka sendiri dan menampilkan sisi diri mereka yang jarang mereka
tunjukkan kepada orang lain (Z. T. Moreno et al., 2000). Setelah sebuah
adegah diatur, sutradara mungkin ingin agar protagonis menggunakan
teknik ini (1) untuk menggambarkan dengan lebih baik bagaimana dia
membayangkan atau mengingat kepribadian lain dan (2) untuk mencapai
pemahaman yang lebih lengkap tentang sudut pandang atau situasi tokoh.
lainnya. Melalui peran terbalik dengan orang kunci dalam psikodrama,
protagonis mampu merumuskan insight emosional dan kognitif yang
signifikan ke dalam situasi orang lain. Teknik ini membangun empati
dengan orang lain.

21
Fungsi penting dari pertukaran peran adalah mendorong protagonis
untuk berempati dengan orang lain dalam hidup mereka. Dengan
mengambil peran orang itu dalam psikodrama, mereka mulai
mengembangkan apresiasi yang lebih dalam terhadap orang tersebut.
Pembalikan ini memungkinkan mereka untuk mengalami lingkungan dari
perspektif yang berbeda. Seni dari teknik ini terletak pada kemampuan
sutradara untuk membuat protagonis merasa seolah-olah dia adalah orang
lain (Blatner, 2005).
c) Double
Double melibatkan seorang pembantu yang memainkan peran
khusus—yaitu “diri batiniah” sang protagonis. Double mewakili bagian
lain dari protagonis dengan mengekspresikan pikiran dan perasaan yang
mungkin tidak terekspresikan. Double berdiri di sisi protagonis (sehingga
dapat melihat dan mencerminkan komunikasi nonverbal protagonis namun
tidak mengganggu bidang persepsi protagonis) dan mengucapkan kata-
kata yang tidak diucapkan.
Double ditujukan untuk mengekspresikan materi prasadar, bukan
ketidaksadaran, dan memfasilitasi kesadaran klien tentang proses internal,
yang sering mengarah pada ekspresi pikiran dan perasaan yang tidak
diungkapkan. Double uga bertindak sebagai pendukung protagonis dan
sebagai penghubung antara sutradara dan protagonis. Adapun Multiple
double dapat digunakan untuk mewakili dan mewujudkan berbagai sisi
protagonis. Mereka dapat mewakili sisi konflik yang berbeda dari
protagonis atau berbagai peran yang dia mainkan dalam kehidupan.
d) Percakapan seorang diri
Kadang-kadang protagonis diminta untuk membayangkan diri
mereka di tempat sendirian di mana mereka dapat berpikir keras. Sutradara
mungkin meminta protagonis untuk berhenti atau menghentikan aksi dan
memintanya untuk berjalan di sekitar panggung dan mengatakan apa yang
dia pikirkan dan rasakan. Sebagai variasi, protagonis mungkin menyendiri
dengan melakukan dialog batin dengan double saat keduanya berjalan
bersama. Seperti teknik double, Percakapan seorang diri memfasilitasi

22
ekspresi terbuka tentang apa yang mungkin dipikirkan dan dirasakan
protagonis tetapi tidak diungkapkan secara verbal.
e) Kursi kosong
Kursi kosong adalah kendaraan untuk teknik pertukaran peran
ketika ego tambahan mungkin tidak tersedia, atau orang yang sebenarnya
terlalu mengancam untuk terlibat dalam sebuah pertemuan. Kursi kosong
bisa menjadi teknik yang berguna ketika psikodrama melibatkan seseorang
yang tidak hadir atau yang sudah meninggal. Kursi kosong paling mudah
dilakukan dalam sesi terapi satu lawan satu. Teknik ini berguna untuk
membawa ke dalam kesadaran fantasi tentang apa yang mungkin
dipikirkan atau dirasakan oleh "orang lain". Ada banyak aplikasi dari
teknik ini. Seseorang dapat membayangkan bagian dari diri, seperti orang
tua yang kritis atau anak yang rentan dalam format eksternal, dan terlibat
dalam dialog. Terapis bertindak sebagai pelatih, memfasilitasi
memunculkan asumsi atau perasaan tersembunyi yang mendasarinya.
Salah satu kegunaan yang lebih penting terdiri dari mengeksplorasi apa
yang sebenarnya dirasakan orang lain di jejaring sosial seseorang, dan apa
kesulitan yang lebih realistis dari orang itu.
f) Teknik Cermin
Teknik cermin bertujuan untuk menumbuhkan refleksi diri. Ini
melibatkan anggota lain yang mencerminkan postur, gerak tubuh, dan
kata-kata protagonis saat mereka muncul dalam adegan. Umpan balik
untuk protagonis dapat membantu mereka memahami perbedaan antara
persepsi diri mereka dan apa yang mereka komunikasikan tentang diri
mereka kepada orang lain.
g) Proyeksi masa depan
Teknik proyeksi masa depan dirancang untuk membantu anggota
kelompok mengungkapkan dan mengklarifikasi kekhawatiran yang
mereka miliki tentang masa depan. Dalam proyeksi masa depan, peristiwa
yang diantisipasi dibawa ke saat ini dan diperankan. Kekhawatiran ini
mungkin termasuk keinginan dan harapan, ketakutan yang ditakuti hari
esok, dan tujuan yang memberikan beberapa arah untuk hidup. Anggota

23
menciptakan waktu dan tempat masa depan dengan orang-orang terpilih,
membawa peristiwa ini ke masa sekarang, dan mendapatkan perspektif
baru tentang suatu masalah. Anggota dapat melakukan salah satu versi dari
cara mereka berharap situasi tertentu akan terungkap secara ideal atau
versi mereka dari hasil yang paling mengerikan.
h) The Magic Shop
Teknik The Magic Shop melibatkan anggota kelompok untuk
membayangkan dan "menciptakan" toko yang memiliki banyak botol dan
wadah eksotis lainnya di berbagai rak, masing-masing berisi jenis kualitas
pribadi yang berbeda. Kualitas-kualitas ini disimpan dalam wadah
imajiner mereka sehingga dapat diperoleh seperti harapan ajaib, tetapi
hanya jika ada pertukaran dengan kualitas lain yang sudah dimiliki
protagonis.
Teknik The Magic Shop mungkin berguna untuk protagonis yang
tidak mengetahui secara jelas tentang apa yang mereka hargai, yang
bingung tentang tujuan mereka, atau yang kesulitan menentukan prioritas
pada nilai mereka.
i) Replay
Dalam psikodrama, teknik replay dapat digunakan untuk
menonjolkan rasa kesadaran dalam suatu tindakan, untuk mengintensifkan
rasa memiliki dan tanggung jawab, atau untuk memperluas repertoar peran
protagonis. Salah satu teknik yang jelas, adalah sekadar mengulang suatu
tindakan—memperhalusnya, memainkannya kembali dengan lebih
ekspresif, atau memvariasikannya dengan cara lain.
j) Pelatihan Peran
Pelatihan peran melibatkan penggunaan teknik yang lebih
sistematis seperti replay, mirror, role reversal, dan umpan balik dan
pemodelan dari kelompok untuk membantu klien mengembangkan lebih
banyak keterampilan dan kepercayaan diri dalam menghadapi situasi yang
sebelumnya terasa canggung atau mengancam. Ini mirip dengan latihan
perilaku, komponen terapi kelompok perilaku; Namun, teknik ini
dikembangkan oleh Moreno pada 1930-an dan menyebar dari sana.

24
Pelatihan peran memungkinkan seseorang untuk bereksperimen
dengan perilaku baru dalam keamanan kelompok. Protagonis memiliki
banyak kesempatan untuk memutar ulang sebuah adegan sampai mereka
menemukan respons yang cocok untuk mereka secara pribadi. Mereka
diberi dukungan, penguatan, dan umpan balik atas efektivitas perilaku
baru mereka. Sebagai bagian dari mengatasi masalah, sutradara biasanya
berfokus pada perolehan dan latihan keterampilan interpersonal tertentu,
yang sering dipelajari melalui pemodelan anggota lain.
Beberapa prinsip teknik psikodramatik berfungsi sebagai pedoman
yang berguna bagi praktisi (Blatner, 2000, hlm. 227-228):
a) Bila memungkinkan, gunakan tindakan fisik daripada berbicara tentang
suatu situasi.
b) Promosikan pertemuan autentik sebanyak mungkin. Anggota kelompok
harus berbicara langsung satu sama lain daripada menjelaskan kepada
direktur.
c) Carilah cara untuk mempromosikan perilaku aktif dari anggota lain
dengan melibatkan mereka dalam sebuah adegan sebanyak mungkin.
d) Membuat situasi abstrak lebih konkret melalui adegan tertentu.
e) Dorong peserta untuk membuat pernyataan afirmatif tentang diri mereka
sendiri dengan menggunakan kalimat yang dimulai dengan “Saya”.
f) Dorong anggota untuk menghadapi situasi di masa lalu atau masa depan
seolah-olah itu terjadi pada saat ini.
g) Mengenali dan memanfaatkan potensi untuk keputusan ulang, negosiasi
ulang, dan pengalaman korektif di masa sekarang.
h) Perhatikan aspek komunikasi nonverbal.
i) Berusahalah untuk meningkatkan keterbukaan diri dan kejujuran.
j) Bila perlu, hadirkan suasana kejenakaan, humor, dan spontanitas dalam
suatu situasi.
k) Memanfaatkan simbol dan metafora, mempersonifikasikannya dan
membuatnya lebih hidup.
l) Sertakan prinsip dan sarana artistik lainnya, seperti gerakan, pementasan,
pencahayaan, alat peraga, puisi, seni, dan musik.

25
m) Melebih-lebihkan atau memperkuat perilaku untuk mengeksplorasi
tanggapan yang lebih luas.
n) Kenali dan gunakan proses pemanasan sebagai awal untuk memfasilitasi
perilaku kreatif dan spontan.
o) Memanfaatkan faktor terapeutik dari suatu kelompok.
p) Mengintegrasikan psikodrama dengan pendekatan terapeutik lain dan seni
kreatif.
C. Keunggulan dan Kelemahan Teori Psikodrama
1. Kontribusi dan kekuatan pendekatan
Beberapa teknik psikodrama membawa peserta secara lebih jauh ke
dalampengalaman langsung pada konflik nyata daripada ketika anggota hanya
berbicara dan bercerita tentang diri mereka sendiri.
Psikodrama menawarkan pendekatan dinamis terhadap masalah
kehidupan dan memberi anggota cara alternatif untuk mengatasi masalah
mereka. Orang sering tidak melihat alternatif ketika berurusan dengan orang-
orang penting dalam hidup mereka. teknik psikodrama membawa peserta
secara lebih jauh ke dalampengalaman langsung pada konflik nyata daripada
ketika anggota hanya berbicara dan bercerita tentang diri mereka sendiri.
2. Potensi integrasi dengan pendekatan lain
Konsep dan metode psikodrama menawarkan citra, tindakan, dan
pertemuan interpersonal langsung ke pendekatan perilaku psikodinamik,
humanistik, dan kognitif. Psikodrama telah mengintegrasikan konsep dan
teknik dari pendekatan lain (Baim, Burmeister, & Maciel, 2007). Misalnya,
diskusi, pemrosesan kognitif, pemodelan, dan umpan balik dapat membantu
dalam mengatasi perasaan dan menyelaraskan sikap yang dibawa oleh
pengalaman katarsis psikodrama.
Psikodrama seringkali melibatkan katarsis, namun katarsis ini
bukanlah tujuan utama dari psikodrama. Sebaliknya, katarsis adalah produk
alami dari proses integrasi atau penyembuhan. Psikodrama dapat mendorong
penyembuhan, katarsis juga dapat menjadi kekuatan yang berguna dalam
mengintegrasikan insight dan mengembangkan juga mempraktikkan perilaku
yang lebih efektif.

26
Psikodrama sangat cocok untuk setting kelompok dan dapat
disesuaikan dengan terapi individu, pasangan, dan keluarga juga. Variasi
psikodrama efektif dalam kelompok dengan orang-orang dari segala usia. Seni
ekspresif, terapi bermain, dan terapi drama dapat menjadi pendekatan yang
berguna dalam bekerja dengan anak-anak dan remaja (Green & Drewes,
2014). Metode psikodramat dapat secara sinergis meningkatkan teknik dari
pendekatan kelompok yang menekankan pada orientasi perilaku kognitif.
3. Keterbatasan
Blatner (1996) menekankan bahwa psikodrama bukanlah obat mujarab
dan harus digunakan dengan pertimbangan yang baik dan seimbang dengan
keterampilan terapi kelompok lainnya.
Dalam psikodrama klasik, satu individu dapat menyita perhatian
kelompok selama 2 jam penuh. Hal yang menjadi tugas utama adalah
eksplorasi lebih dalam tentang kehidupan protagonis daripada interaksi
interpersonal di antara anggota kelompok. Meskipun anggota kelompok
berpartisipasi sebagai pembantu dan sebagai penonton dan kemudian berbagi
wawasan mereka, fokus sesi adalah pada satu anggota. Namun, satu
psikodrama memicu yang lainnya, dan menghangatkan anggota kelompok lain
dengan tema yang sama dapat mengakibatkan eksplorasi lebih lanjut oleh
anggota kelompok lainnya.
Praktisi yang menggunakan psikodrama perlu berhati-hati dalam
bekerja dengan orang-orang yang menunjukkan perilaku akting dan dengan
individu dengan gangguan serius. Sangat penting untuk pemimpin memiliki
pengalaman, kompetensi, dan pengetahuan dalam menangani psikopatologi.
Penting juga untuk menggunakan penilaian yang baik dalam menyusun situasi
sehingga anggota tidak mungkin membuka luka lama tanpa menutup masalah
mereka.
Penelitian tentang efektivitas psikodrama masih terbatas, dan beberapa
studi terkontrol telah dicoba (Wieser, 2007). Sulit untuk memisahkan efek
kuratif kelompok dari efek spesifik psikodrama, dan ini telah menyebabkan
beberapa psikoterapis mendiskreditkan kemanjuran psikodrama ketika
mengevaluasi hasil (Norcross, Koocher, & Garofalo, 2006).

27
4. Pelatihan sebagai safeguard
Mereka yang berlatih psikodrama harus memiliki pelatihan dan
pengawasan yang diperlukan dalam pendekatan ini. Blatner (1996)
berpendapat bahwa menjadi asumsi dasar bagi sutradara untuk memiliki
pengetahuan teoretis, teknis, dan praktis tentang teknik psikodrama. Untuk
menghargai sepenuhnya nilai dan risiko potensial yang melekat dalam teknik
ini, sutradara perlu berpartisipasi dalam proses mempelajari teknik ini melalui
berbagai pengalaman. Keterampilan seorang psikodramatis yang efektif
membutuhkan ratusan jam pelatihan dan pengawasan.
D. Psikodrama Dalam Setting Kelompok di Sekolah
Psikodrama klasik terlalu intens untuk digunakan dengan anak-anak dan
remaja, tetapi permainan peran, yang berasal dari psikodrama, bisa sangat efektif
untuk mengembangkan keterampilan psikososial yang penting untuk beradaptasi
dengan kehidupan kontemporer. Bermain peran adalah mode pengalaman yang
melibatkan integrasi aktif dari dimensi imajinatif dan emosional dari pengalaman
manusia, dan itu banyak digunakan dalam pendidikan dari prasekolah hingga
program pascasarjana profesional.
Permainan peran dapat dilakukan oleh anak-anak, dan siswa yang lebih
muda dapat menggunakan boneka, boneka, atau topeng dalam pelaksanaannya.
Beberapa teknik dalam psikodrama dapat diterapkan dalam kelompok di sekolah.
Teknik pertukaran peran memberi siswa kesempatan untuk memahami
dunia orang lain dengan mengalami situasinya melalui pandangan orang lain.
Metode ini memperluas visi anggota dan membantu dalam pengembangan empati.
Teknik proyeksi masa depan memiliki banyak kemungkinan untuk anak-anak dan
remaja, terutama sebagai sarana untuk mengklarifikasi kekhawatiran mereka
tentang masa depan. Anggota kelompok dapat menciptakan jenis hubungan yang
mereka harapkan dengan orang lain, mereka dapat berlatih untuk pertemuan di
masa depan, dan mereka dapat memperoleh umpan balik yang bermanfaat tentang
bagaimana mereka bertemu dengan orang lain. Teknik magic shop dapat
membantu siswa dalam mengidentifikasi core value pribadi dan menjelaskan
bagaimana nilai-nilai tersebut berkaitan dengan perilaku mereka.

28
E. Psikodrama Dalam Populasi Multikultural
Psikodrama banyak digunakan oleh ribuan profesional di seluruh dunia
(Blatner, 2005). Pemimpin dapat meminta anggota kelompok untuk berbicara
dengan orang lain menggunakan bahasa ibu mereka saat mereka terlibat dalam
situasi bermain peran di sesi kelompok (Corey, Corey, Callanan, & Russell,
2015). Ketika mereka melakukannya, emosi mereka dengan cepat muncul.
Bagi anggota yang memiliki aturan budaya yang berat untuk tidak
membicarakan keluarga mereka dalam kelompok, permainan peran yang
melibatkan "berbicara" dengan ibu atau ayah mereka mungkin akan ditanggapi
dengan keengganan oleh anggota. Keengganan ini dapat dikurangi dengan
prosedur pemanasan yang memadai dan dengan menciptakan tingkat kepercayaan
dan keamanan yang memadai. Sebelum mencoba teknik tersebut, pemimpin harus
sepenuhnya mengeksplorasi nilai-nilai budaya klien dan keraguan untuk
berpartisipasi dalam teknik tertentu. Ini menuntut pelatihan dan keterampilan
tingkat tinggi dari pihak pemimpin.

29
30
BAB III

KESIMPULAN

Konseling kelompok merupakan suatu proses hubungan interpersonal


antara seorang konselor dengan sekelompok konseli. Dalam proses tersebut
konselor berupaya membantu menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan
konseli untuk menghadapi dan mengatasi persoalan atau hal-hal yang menjadi
kepedulian masing-masing konseli melalui; pengembangan pemahaman, sikap,
keyakinan, dan perilaku konseli yang tepat dengan cara memanfaatkan suasana
kelompok 
Dalam dunia konseling psikodrama merupakan suatu bentuk terapi
kelompok yang dikembangkan oleh J.L.Moreno. Remaja didorong untuk
memainkan suatu peran emosional di depan para penonton tanpa proses berlatih
sebelumnya.Tujuan dari psikodrama ini adalah membantu seseorang atau
sekelompok orang untuk mengatasi permasalahan pribadi dengan menggunakan
permainan peran, drama, atau terapi tindakan.
Konsep utama dalam psikodrama adalah kreativita, spontanitas, Working
in the present moment, pertemuan, tele, surplus realitas, katarsis dan insight,
pengentasan realitas dan teori peran. Psikodrama terdiri dari tiga fase: (1)
pemanasan, (2) aksi, dan (3) berbagi dan diskusi.
Psikodrama menggunakan sejumlah teknik khusus yang dirancang untuk
mengintensifkan perasaan, menjawab kebingungan, meningkatkan insight dan
kesadaran diri, serta mempraktikkan perilaku baru antara lain: Self-presentation,
pertukaran peran, double, percakapan seorang diri, kursi kosong, teknik cermin,
proyeksi masadepan, The Magic Shop, repley dan pelatihan peran.
Keunggulan teknik psikodrama membawa peserta secara lebih jauh ke
dalam pengalaman langsung pada konflik nyata daripada ketika anggota hanya
berbicara dan bercerita tentang diri mereka sendiri. Sedangkan kelemahannya
adalah Dalam psikodrama klasik, satu individu dapat menyita perhatian kelompok
selama 2 jam penuh. Hal yang menjadi tugas utama adalah eksplorasi lebih dalam
tentang kehidupan protagonis daripada interaksi interpersonal di antara anggota
kelompok. Sangat penting untuk pemimpin memiliki pengalaman, kompetensi,

31
dan pengetahuan dalam menangani psikopatologi. Penting juga untuk
menggunakan penilaian yang baik dalam menyusun situasi sehingga anggota tidak
mungkin membuka luka lama tanpa menutup masalah mereka.

32
33
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, I. D. (2017).Peningkatan Pemahaman Siswa Tentang Bahaya


Merokok Melalui Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Psikodrama.
(Penelitian pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 10 Magelang) (Doctoral
dissertation, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Magelang).

Betari Matahari. (2009.) Psikologi action dan relex.

Lubis, Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam


Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sari, S. P. (2017). Teknik Psikodrama dalam Mengembangkan Kontrol Diri


Siswa.Jurnal Fokus Konseling , Volume 3, No. 2, 123-137.

Sunarty, A. M. K.(2012). Mengenal Teknik-Teknik Bimbingan dan


Konseling.Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.

Wingkel, W.S. dan M. M. Srihastuti. 2007. Bimbingan dan Konseling di Institusi


Pendidikan. Yogyakarta. Media Abadi.

34

Anda mungkin juga menyukai