Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PATOFISIOLOGI

“SYOK”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 14 (TINGKAT 2 REGULER 3)

1. MEILANY SUSANTI (1814401145)


2. SEFLINDA (1814401146)
3. AMI UMAKA (1814401147)
4. DINI SALSAHBILA (1814401148)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

JURUSAN DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan kesehatan
jasmani dan rohani karena dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Syok”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah patofisiologi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai
patofisiologi syok. Dalam menyelesaikan makalah ini penyusun mengalami banyak hambatan
dalam segi pengetahuan maupun informasi.

Penyusun menyadari dalam makalah ini banyak kekurangan, hal ini dikarenakan
keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Maka dari itu penyusun mengharapkan adanya kritik dan
saran yang sifatnya membangun untuk kemampuan makalah ini.

Bandar Lampung, 17 September 2019

Kelompok 14

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan .................................................................................... 1

1.3 Rumusan Masalah .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

2.1 Definisi Syok .......................................................................................... 3

2.2 Proses Terjadinya Syok .......................................................................... 3

2.3 Jenis-jenis Syok ..................................................................................... 4

2.4 Patofisiologi Syok .................................................................................. 6

2.5 Penatalaksanaan Syok ............................................................................ 9

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 19


3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 19
3.2 Saran ..................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Syok merupakan suatu keadaan gawat darurat yang sering terjadi pada anak akibat adanya
kegagalan sirkulasi dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Apabila syok tidak
ditangani segera akan menimbulkan kerusakan permanen dan bahkan kematian. Oleh karena itu,
perlu pemahaman yang baik mengenai syok dan penanganannya guna menghindari kerusakan
organ lebih lanjut. Manifestasi klinis syok diawali dengan penurunan isi sekuncup (stroke volume)
yang disebabkan oleh berkurangnya preload, meningkatnya afterload, atau gangguan kontraksi
dan laju jantung. Pada populasi anak, biasanya isi sekuncup dinyatakan sebagai nilai indeks
terhadap luas permukaan tubuh yaitu indeks isi sekuncup (stroke volume index).

Takikardia dan vasokonstriksi perifer merupakan mekanisme kompensasi untuk


mempertahankan sirkulasi, perfusi jaringan dan tekanan darah. Apabila syok berkepanjangan
tanpa penanganan yang baik maka mekanisme kompensasi akan gagal mempertahankan curah
jantung dan isi sekuncup yang adekuat sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi/perfusi
jaringan, hipotensi, dan kegagalan organ. Pada keadaan ini kondisi pasien sangat buruk dan tingkat
mortalitas sangat tinggi. Penanganan syok secara dini dimulai dengan resusitasi cairan secepatnya
untuk memperbaiki perfusi dan oksigenasi jaringan. Makin lambat syok teratasi, akan
memperburuk prognosis pasien. Keberhasilan resusitasi cairan dapat dilihat pada keadaan
penderita yang lebih stabil, laju jantung normal, dan terdapat peningkatan curah jantung serta isi
sekuncup.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi syok.
2. Untuk mengetahui proses terjadinya syok.
3. Untuk mengetahui patofisiologi syok.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis syok.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan syok.
1.3 Rumusan Masalah

1
1. Apa definisi syok?
2. Bagaimana proses terjadinya syok?
3. Bagaimana patofisiologi syok?
4. Apa saja jenis-jenis syok?
5. Bagaimana cara penatalaksanaan syok?

BAB II
2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Syok

Syok adalah syndrome gawat akut akibat ketidakcukupan perfusi dalam memenuhi
kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan metabolik (kebutuhan oksigen)
atau penurunan pasokan metabolik. Ketidakcukupan akan pasokan oksigen mengakibatkan tubuh
merespon dengan merubah metabolisme energi sel menjadi anaerobic, akibatnya dapat terjadi
asidosis laktat. Jika perfusi oksigen ke jaringan terus berkurang maka respon system endokrin,
pembuluh darah, inflamasi, metabolisme, seluler dan sistemik akan muncul dan mengakibatkan
pasien menjadi tidak stabil.

Syok adalah proses yang progresif, dimana apabila tubuh tidak mampu mentoleransi maka
dapat mengakibatkan kerusakan irreversible pada organ vital dan dapat menyebabkan kematian.
Syok memiliki pola patofisiologi, manisfestasi klinis, dan pengobatan berbeda tergantung pada
etiologinya. Hypovolemic dan septic syok adalah syok yang paling sering dijumpai pada anak-
anak, cardiogenik syok dijumpai pada neonatus yang memiliki kelainan jantung congenital juga
pasca bedah kelainan jantung congenital syok bisa terjadi pada anak yang lebih dewasa.

2.2 Proses Terjadinya Syok

Ada 3 tahap dalam mekanisme terjadinya syok, yaitu:


1. Tahap nonprogresif
Mekanisme neurohormonal membantu mempertahankan curah jantung dan tekanan darah.
Meliputi refleks baroreseptor, pelepasan katekolamin, aktivasi poros rennin-angiotensin,
pelepasan hormonan antidiuretik dan perangsangan simpatis umum. Efek akhirnya adalah
takikardi, vasokontriksi perifer dan pemeliharaan cairan ginjal. Pembuluh darah jantung
dan otak kurang sensitive terhadap respon simpatis tersebut sehingga akan
mempertahankan diameter pembuluh darah, aliran darah dan pengiriman oksigen yang
relative normal ke setiap organ vitalnya.

2. Tahap progresif

3
Jika penyebab syok yang mendasar tidak diperbaiki, syok secara tidak terduga akan
berlanjut ke tahap progresif. Pada keadaan kekurangan oksigen yang menetap, respirasi
aerobic intrasel digantikan oleh glikolisis anaerobik disertai dengan produksi asam laktat
yang berlebihan. Asidosis laktat metabolic yang diakibatkannnya menurunkan pH jaringan
dan menumpulkan respon vasomotor, arteriol berdilatasi dan darah mulai mengumpul
dalam mikrosirulasi. Pegumpulan perifer tersebut tidak hanya akan memperburuk curah
jantung, tetapi sel endotel juga berisiko mengalami cedera anoksia yang selanjutnya
disertai DIC. Dengan hipoksia jaringan yang meluas, organ vital akan terserang dan mulai
mengalami kegagalan. Secara klinis penderita mengalami kebingungan dan pengeluaran
urine menurun.

3. Tahap irreversible
Jika tidak dilakukan intervensi, proses tersebut akhirnya memasuki tahap irreversible. Jejas
sel yang meluas tercermin oleh adanya kebocoran enzim lisososm, yang semakin
memperberat keadaan syok. Fungsi kontraksi miokard akan memburuk yang sebagiannya
disebabkan oleh sintesis nitrit oksida. Pada tahap ini, klien mempunyai ginjal yang sama
sekali tidak berfungsi akibat nekrosis tubular akut dan meskipun dilakukan upaya yang
hebat, kemunduran klinis yang terus terjadi hamper secara pasti menimbulkan kematian.

2.3 Jenis-jenis syok


a) Syok Hipovolemik
Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga syok hipovolemik
berarti syok yang di sebabkan oleh berkurangnya volume intravaskuler. Di Indonesia shock
pada anak paling sering disebabkan oleh gastroenteritis dan dehidrasi, dan shock perdarahan
paling jarang, begitupun shock karena kehilangan plasma pada luka bakar dan shock karena
translokasi cairan. Adapun penyebabnya adalah :
1. Perdarahan
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi usus dan lain-lain

b) Syok Neurogenik

4
Syok neurogenik adalah syok yang terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara
mendadak di seluruh tubuh. Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari
syok distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh
cidera pada sistem saraf seperti trauma kepala, cidera spinal, atau anastesi umum yang dalam.
Pada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi
sistem saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi, misalnya trauma pada tulang belakang,
spinal syok. Adapun penyebabnya antara lain :
 Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
 Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur
tulang.
 Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
 Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
 Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
c) Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan
curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan
gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Ventrikel kiri
gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai
untuk mempertahankan perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan
mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark
miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru,
tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung. Adapun penyebabnya adalah :
1. Aritmia
2. Bradikardi / takikardi
3. Gangguan fungsi miokard
4. Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan
5. Penyakit jantung arteriosklerotik

d) Syok Distributif

5
Syok distributif adalah syok yang terjadi karena kekurangan volume darah yang bersifat
relative, dalam artian jumlah darah didalam pembuluh darah cukup namun terjadi dilatasi
pembuluh darah sehingga seolah-olah volume darah didalam pembuluh darah berkurang.
Syok distributive ada 2 bentuk:
1. Syok septik: disebabkan karena infeksi yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah. Contoh infeksi karena bakteri gram negative seperti Escherichiacoli.
Tanda dan gejala shock septik: Gejala sama dengan syok hipovolemik, namun untuk
tahap syok septik diawali dengan:
a. demam atau suhu yang rendah, disebabkan oleh infeksi bakteri.
b. vasodilatasi dan peningkatan cardiac output.
2. Syok anafilaktik: disebabkan karena reaksi anfilaktik terhadap allergen, antigen, obat,
benda asing yang menyebabkan pelepasan histamine yang menyebabkan vasodilatasi.
Juga memudahkan terjadinya hipotensi dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Tanda dan gejala syok anafilaktik :
a. erupsi kulit.
b. edema local terutama pada muka.
c. nadi cepat dan lemah.
d. batuk dan sesak nafas karena penyumbatan jalan nafas dan radang tenggorok.

2.4 Patofisiologi Syok


 Syok merupakan hasil dari kegagalan sistem sirkulatori untuk mengantarkan oksigen
(O2) yang cukup ke jaringan tubuh secara normal atau berkurangnya konsumsi O2.
Mekanisme umum patofisiologi dari jenis syok yang berbeda-beda hampir sama
kecuali kejadian awalnya.
 Syok hipovalemik dikarakteristik oleh defisiensi volum intravaskular karena
kekurangan eksternal atau redistribusi internal dari air ekstraselular. Syok tipe ini
dapat diperburuk oleh hemorrhage, luka bakar, trauma, operasi, obstruksi intestinal,
dan dehidrasi dari hilangnya cairan, pemberian yang berlebihan dari diuretik loop, dan
diare serta mual yang parah. Hipovalemia relatif terhadap syok hipovalemik dan
terjadi selama vasodilatasinya signifikan. Yang disertai dengan anafilaksis, sepsis, dan
syok neurogenik.

6
 Penurunan tekanan darah (blood pressure BP) dikompensasikan oleh meningkatnya
aliran keluar simpatetik, aktivasi renin-angiotensin, dan faktor humoral lainnya yang
menstimulasi vasokontriksi periferal. Akibatnya, vasokontriksi mendistribusikan
kembali darah ke kulit, otot skelet, ginjal, dan jalur gastrointestinal (GI) menuju organ
vital (conyoh jantung, otak) dalam halnya menjaga oksigenasi, nutrisi, dan fungsi
organ.

Syok Syok septik Syok


hipovolemik kardiogenik
7
Mediator

Kebocoran Vasodilator Depresi

Kontraktilitas
Preload

CO Tekanan darah

Terkompensasi Pengeluaran
simpatetik

Vasokonstriksi
CO dan tekanan
darah membaik denyut jantung

CO
Iskemia jaringan

Pelepasan
mediator

Fungsi sel

Hilangnya
Kematian sel
autoregulasi

Kematian
2.5 Penatalaksanaa Syok

8
2.5.1 Evaluasi Klinik
Untuk mengkategorikan dan menentukan penatalaksanaan yang tepat, pertama-tama
harus ditentukan tekanan darah sentral. Tujuan pengukuran tekanan darah adalah untuk
mengetahui perfusi organ-organ penting (otak dan jantung). Kebutuhan tekanan darah
minimum dapat ditentukan dengan mengetahui persentil kelima dari tekanan darah
sistolik pada anak sehat dan perfusi baik. American Heart Association dengan PALS
(Pediatric Advance Life Support) menentukan persentil kelima dari tekanan darah
anak-anak adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Tekanan darah sistolik pada anak (persentil kelima)

Umur Persentil kelima tekanan darah sistolik

Neonatus 60 mmHg

Bayi (1 bulan-1 tahun) 70 mmHg

Anak-anak (>1 tahun) 70+2x(umur dalam tahun)

Anak dengan perfusi yang buruk dan tekanan darahnya di bawah parameter
seperti tabel 1, dapat dikatakan menderita syok yang tidak terkompensasi. Keadaan
ini apabila tidak cepat ditangani maka akan mengarah kepada kerusakan organ dan
terjadi syok ireversibel bahkan kematian. Pada anak-anak dengan tekanan darah
sistoliknya masih adekuat, namun keadaan klinisnya syok, maka ini disebut sebagai
syok yang terkompensasi. Sehingga, apabila perfusi pada organ-organ vital seperti
jantung dan otak masih adekuat, namun organ vital lainnya mengalami hipoperfusi
dan rentan akan kerusakan, apabila tidak segera diberikan terapi maka keadaan ini
akan berlanjut menjadi syok yang tidak terkompensasi.

Maka dalam menegakkan diagnosis diperlukan banyak indikator untuk


menentukan keadaan syok, antara lain :

1. Denyut jantung

9
Cardiac output dapat dipengaruhi oleh stroke volume dan heart
rate, sehingga apabila terjadi penurunan stroke volume maka tubuh akan
berusaha mempertahankan cardiac output dengan cara meningkatkan
heart rate. Namun, ada keadaan-keadaan tertentu dimana heart rate tidak
daat meningkat, yaitu pada blokade farmakologik dan kerusakan
neurologik.

Pasien pada tahap awal syok akan mengalami takikardi. Namun


tanda ini tidak signifikan pada anak-anak, karena anak-anak dapat
mengalami takikardi pada keadaan lain, seperti demam, nyeri dan agitasi.
Namun demikian, diluar pengecualian keadaan-keadaan tersebut, takikardi
biasa muncul pada tahap awal dan merupakan temuan yang penting pada
syok yang terkompensasi maupun yang tidak terkompensasi.

2. Perfusi kulit
Kulit dapat dianggap sebagi bagian yang non vital. Pasien yang
memiliki kemampuan untuk mengkompensasi penurunan DO2 dengan
menarik darah dari organ yang non vital (selain otak dan jantung),
menunjukkan tanda-tanda penurunan perfusi kulit. Hal ini dikenali dengan
adanya tanda-tanda denyut nadi distal yang menghilang, kulit akan teraba
dingin dan pengisian ulang kapiler memanjang (>5 detik), yang pada
keadaan normal biasanya dapat terisi dalam 2-3 detik. Cara pengukuran
pengisian ulang kapiler ini yaitu dengan menekan ujung jari(kuku) hingga
pucat (kurang lebih selama 5 detik), kemudian dilepas dan dihitung
waktunya pada saat ujung jari(kuku) menjadi merah kembali. Pada pasien
dengan fase awal syok distributif (anafilaksis, sepsis) akan terjadi
vasodilatasi, sehingga kulit akan teraba hangat, denyut nadi akan teraba
kuat dan terdapat pengisian ulang kapiler yang cepat (1-2 detik). Pada
keadaan ini, perfusi kulit tidak dapat dipercaya untuk menegakkan
diagnosis, sehingga harus dicari gangguan metabolik lain seperti
lactoacidosis, hal ini dapat mendukung bahwa telah terjadi gangguan DO2.

3. Fungsi sistem organ lain

10
Pada ginjal dengan perfusi normal, dapat mengeluarkan 1-2 ml
urin/kgBB/jam atau lebih. Kerusakan ginjal dapat disebabkan karena
kerusakan awal pada keadaan iskemik-hipoksik, sehingga terjadi acute
tubular necrosis (ATN). Sehingga dapat dikatakan bahwa output urin tidak
spesifik untuk menentukan kelayakan perfusi dan volume intravaskuler.

4. Status asam basa


Adanya asidosis metabolik atau penurunan serum bikarbonat dapat
membatu untuk mendiagnosa syok. Asidosis metabolik dapat timbul
karena hilangnya serum bikarbonat seperti pada diare, yang dapat terjadi
bersamaan dengan syok dan dehidrasi. Dengan dilakukannya pengukuran
level serum laktat, maka dapat diketahui kehilangan bikarbonat akibat
asidosis laktat karena syok.

2.5.2 Monitoring
Monitoring yang dilakukan pada syok meliputi monitoring hemodinamik respirasi
dan metabolik. Yang harus di ketahui pada syok:
1. PaO2 -> diperlukan monitoring terutama pada PaO2 karena oksigenasi jaringan
2. Asam Laktat -> asam laktat meniggi pada sepsis hiperdinamik dan kelainan
enzim piruvat dehidrogenase. Asam laktat ini meninggi 12 jam setelah terjadinya
syok dan juga indikasi terjadinya MOSF
3. Indeks transport O2 -> dapat di catat dengan mengetahui kardiak indeks DO2 dan
VO2 yang harus di pertahankan di atas 2,1 l/mnt/m² tubuh
4. Tekanan Vena sentral (CVP) -> penting untuk mengevakuasi syok sedini
mungkin.peninggian CVP dapat terjadi karena peninggian volume intravaskuler,
peninggian vasomotor, peninggian tekanan torakis dan peninggian compliance
dari ventrikel kanan
5. Tekanan darah -> evaluasi tekanan darah lebih bermakna dari pada hanya sekali
mengukur tekanan darah
6. Produksi urin ->produksi urin normal pada org dewasa 0,5 cc/kg/jam , pada anak
1-2 cc/kg/jam

11
7. Pulse oksimeter -> Oksigenasi jaringan di tentukan oleh perfusi , kadar Hb dan
saturasi oksigen yang dapat di monitor dengan pulse oksimeter, digunakan
secara rutin untuk menilai syok.
Monitoring yang dilakukan :

1. Non Invasif : yakni memonitor tanda – tanda vital, tekanan darah, nadi , PaO2,
jumlah urin, ECG, intake serta output.
2. Invasif : monitoring meliputi kateterisasi arteri,CVP, dan kateter pulmonalis.
3. Metabolik : asam laktat

2.5.3 Tatalaksana Syok

Pengenalan awal akan syok membutuhkan pemahaman tentang kebiasaan


anak yang normal dan keadaan anak yang memang menderita shock. Pucat ringan,
ekstremintas dingin, mengantuk ringan atau acuh terhadap sekitar, takikardia yang
taksesuai dan factor lain seperti cemas, demam dan hal lain yang penting sering
terabaikan. Oliguria adalah tanda yang penting, anak dengan trauma berat atau
sepsis membutuhkan pemasangan kateter untuk menghitung secara cermat cairan
yang keluar dan kebutuhancairan secara akurat. Nilai normal nadi dan tekanan
darah berbeda untuk tiap umur, terkadang nilai normal sering tak sesuai dengan
panduan ketika anak mengalami distress.

Pada tahap awal, syok memerlukan penanganan yang segera untuk


mempertahankan hidup, bagaimanapun penanganan shock tergantung seberapa
cepat untuk bisa mendapat pertolongan di rumah sakit.

Pertolongan awal syok:

1. Segera beri pertolongan, jika pasien masih sadar tempatkan dengan nyaman
2. Jika pasien sendiri, cari pertolongan, atau meminta seseorang mencari
pertolongan dan seseorang menjaga pasien

12
3. Pastikan jalan nafas dan pernafasan baik.
4. Lindungi pasien dengan jaket tapi jangan terlalu rapat agar tidak terjadi
vasodilatasi
5. Jangan beri minum
6. Siapkan untuk cardiopulmonary resuscitation
7. Berikan banyak informasi ketika ambulan datang

Tatalaksana syok dimulai dengan tindakan umum untuk memulihkan


perfusi jaringan dan oksigenasi sel. Tindakan ini tidak tergantung pada penyebab
syok. Diagnosa harus segera dibuat sehingga dapat diberikan pertolongan sesuai
dengan kausa.

Tujuan utama adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi terutama di


otak, jantung dan ginjal. Tanpa memandang etiologi syok, oksigenasi dan perfusi
jaringan dapat diperbaiki dengan memperhatikan 4 variabel ini:

1. Ventilasi dan oksigenasi ( Airway dan Breathing )


a. Memperbaiki jalan napas, ventilasi buatan dan oksigen 100%
b. Akses vena dan pemberian cairan diberikan bersamaan dengan oksigen
100%.
2. Curah jantung dan volume darah di sirkulasi ( Cirkulasi ). Resusitasi cairan dan
pemberian obat vasoaktif merupakan metode utama untuk meningkatankan
curah jantung dan mengembalikan. Perfusi organ vital.

2.5.4 Terapi cairan

Dalam tubuh , faal sel tergantung pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
Jumlah air dalam tubuh harus di pertahankan dalam batas – batas tertentu untuk
berlangsungnya metabolisme tubuh dengan baik. Tubuh manusia terdiri atas :

13
1. Lean body mass (tubuh tanpa lemak), yaitu air (73%), tulang, jaringan bukan
lemak.
2. Jaringan lemak

Cairan tubuh (60%) terdiri atas:

1. Cairan intraseluler 40%


2. Cairan ekstra seluler 20% :
a. cairan interstisial 15%
b. plasma darah 5%

2.5.5 Pemberian Cairan


2.5.5.1 Kristaloid
 Kristaloid mengandung elektrolit (contoh Na +, Cl, dan K +) dalam larutan air tanpa
atau dengan dekstrosa. larutan ringer laktat mungkin lebih disukai karena tidak
menyebabkan metabolik asidosis hiperkloremik melalui infus atau saline normal
dalam jumlah besar.
 Kristaloid diberikan dengan laju 500-2000 mL / jam, pemberian ini tergantung pada
tingkat keparahan defisit, tingkat kehilangan cairan yang sedang berlangsung, dan
toleransi terhadap volume infus. Biasanya 2 sampai 4 L kristaloid menormalkan
volume intravaskular.
 Keuntungan dari kristaloid mencakup kecepatan dan kemudahan pemberian,
kompatibilitas dengan sebagian besar obat, tidak adanya kenyerian serum, dan cukup
murah.
 Kerugian utama adalah besarnya volume yang diperlukan untuk mengganti atau
menambah volume intravaskular. Sekitar 4 L saline normal harus diinfuskan untuk
mengganti kehilangan 1 L darah. Selain itu, cairan tekanan onkotik koloid
menyebabkan edema paru lebih mungkin untuk mengikuti kristaloid dibandingkan
resusitasi koloid.

2.5.5.2 Koloid

14
 Koloid adalah larutan dengan bobot molekul yang cukup besar (> 30000 dalton) telah
direkomendasikan untuk digunakan bersama dengan atau sebagai pengganti larutan
kristaloid. Albumin adalah koloid monodisperse karena semua molekulnya memiliki
bobot molekul yang sama, sedangkan hetastrach dan dekstran merupakan larutan
hidroksietil majemuk polidispersi dengan bobot molekul yang bervariasi. Koloid
sangat berguna karena dapat meningkatkan bobot molekul serta waktu retensi
intravaskular (tidak adanya peningkatan permeabilitas kapilari). Meskipun dengan
semua permeabilitas kapilari, molekul koloid pada akhirnya akan melalui membran
kapilari.
 Konsentrasi Albumin 5% dan 25% tersedia. Hal ini membutuhkan sekitar tiga
sampai empat kali lebih banyak larutan ringer laktat atau larutan saline nomal untuk
pembesaran volume seperti larutan albumin 5%. Sedangkan albumin jauh lebih
mahal daripada larutan kristaloid. Larutan albumin 5% relatif iso-onkotik, sedangkan
albumin 25% hiperonkotik dan cenderung untuk menarik cairan ke dalam
kompartemen yang mengandung molekul albumin. Pada umumnya, albumin 5%
digunakan untuk tahap hipovolemik. Larutan 25% sebaiknya tidak digunakan untuk
pasien insufisiensi sirkulasi akut kecuali diencerkan dengan cairan lain atau
setidaknya yang digunakan pada pasien dengan kelebihan cairan tubuh total tetapi
depresi intravaskular, sebagai sarana menarik cairan ke dalam ruang intravaskular.
 Hetastarch 6% memiliki ekspansi plasma sebanding dengan larutan albumin 5%
tetapi biasanya lebih murah, dihitung berdasarkan banyak penggunaannya.
Hetastarch sebaiknya dihindarkan pada situasi di mana pemulihan dalam waktu
jangka pendek dan hemostasis bisa memiliki konsekuensi yang mengerikan
(misalnya, operasi by pass kardiopulmonari dan perdarahan intrakranial), karena
dapat memperburuk perdarahan. Hetastarch dapat menyebabkan peningkatan
konsentrasi amilase serum tetapi tidak menyebabkan pankreatitis.
 Dekstran 40, dekstran 70, dan dekstran 75 tersedia untuk peningkat plasma (angka
menunjukkan bobot molekul rata-rata dikali 1.000). Larutan ini tidak digunakan
sesering albumin atau hetastarch untuk peningkat plasma. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kekhawatiran terjadinya perdarahan (yaitu, aksi antikoagulan yang

15
berhubungan dengan menghambat stasis sirkulasi mikro) dan anafilaksis, yang
terjadi mirip dengan larutan dengan bobot molekul tinggi.
 Keuntungan secara teori dari koloid adalah dapat memperpanjang waktu retensi
intravaskular dibandingkan larutan kristaloid. Sedangkan kristaloid isotonic yang
memiliki distribusi substansi inerttisial selama beberapa menit dari pemberian
intravena, koloid ada diruang intravaskular selama beberapa jam atau hari tergantung
dari berbagai factor salah satunya adalah permeabilitas kapilari.
 Koloid (terutama albumin) merupakan larutan yang mahal dan ada uji yang
melibatkan 7.000 pasien sakit kritis tidak menunjukan perbedaan yang signifikan
pada mortalitas selama 28 hari antara pasien diresusitasi dengan larutan saline normal
atau albumin 4%. Karena alasan inilah kristaloid harus dipertimbangkan sebagai
terapi lini pertama pada pasien dengan syok hipovolemik.
 Efek samping dari koloid secara umum menambahkan aktivitas farmakologis
(misalnya, kelebihan cairan dan koagulopati dilusi). Albumin dan dekstran dapat
disertai dengan reaksi anafilaktoid atau anafilaksis. Perdarahan dapat terjadi pada
pasien tertentu yang menerima hetastarch dan dekstran.

2.5.6 Terapi farmakologi


 Dopamin sering digunakan sebagai vasopresor utama pada septik syok karena obat
ini meningkatkan BP melalui peningkatan kontraktilitas miokardial dan
vasokonstriksi. Penggunaan klinis dari dopamin pada septik syok dibatasi karena
dosis besar diperlukan untuk menjaga CO dan BP. Pada dosis diatas 20
mcg/kg/menit pada kinerja jantung yang terbatas dan hemodinamik regional.
Penggunaan dopamin juga umum digunakan untuk takikardia dan takidisritmia.
Efek samping lain yang diwaspadai adalah pada penggunaan septik syok termasuk
diantaranya yaitu, peningkatan PAOP, penekanan pulmonari, dan penurunan Pao2.
Dopamin sebaiknya digunakan dengan perhatian pada penderita yang preloadnya
tinggi, hal ini akan memperburuk edema pulmonar. Dosis rendah dopamin (1
sampai 3 mcg/kg/menit) kadang kala digunakan bagi penderita dengan septik syok
yang mendapatkan vasopresor dengan atau tanpa oliguria. Tujuan terapi ini adalah
untuk mencegah atau vasokonstriksi ginjal kembali yang disebabkan oleh presor

16
lainnya, mencegah gagal ginjal oliguria, atau untuk merubah menjadi gagal ginjal
non-oliguria.
 Dobutamin merupakan selektif β1 agonis dengan β2 menengah dan aktivitas
vaskular α1, hasilnya aktivitas kuat inotropik positif tanpa ada hubungannya dengan
vasokonstriksi. Dobutamin menyebabkan peningkatan yang besar dalam CO dan
kurang disritmogenik dibandingkan dopamin. Dobutamin sebaiknya dimulai
dengan rentang dosis 2,5 sampai 5 mcg/kg/menit. Dosis diatas 5 mcg/kg/menit
memberikan keuntungan efek yang terbatas dalam nilai transport oksigen dan
hemodinamik serta dapat meningkatkan efek samping jantung. Laju infus diberikan
dengan acuan poin akhir klinis. Penurunan Pao2 dan peningkatan Pvo2 sebagai efek
samping miokardial seperti takikardi, perubahan iskemia di ECG, takidisritmia, dan
hipotensi juga terlihat.
 Norepinefrin dikombinasikan dengan agonis α dan β tapi menyebabkan
vasokontraksi primer kemudian meningkatkan SVR. Umumnya hal ini tidak
menunjukan perubahan atau menunjukan perubahan atau sedikit menurunkan CO.
norepinefrin diinisiasi setelah dosis vasopressor dari dopamine (4 sampai
20/mcg/kg/menit), tunggal atau dikombinasikan dengan dobutamin (2 sampai 40
mcg/kg/menit), gagal mendapatkan tujuan yang diharapkan. Noreponefrin 0,01
sampai 2 mcg/kg/menit, dengan kosisten dan dipastikan meningkatkan parameter
hemodinamin dari normal atau supranormal pada penderita septic syok.
 Fenilefrin merupakan obat yang agonis α1 asli dan dapat meningkatkan BP melalui
vasokonstriksi. Obat ini juga meningkatkan kontraktilitas dan CO. fenilefrin
menguntungkan dalam penggunaan untuk septic syok karena sifat selektif agonis
α1 , efek vascular, onset cepat, dan durasi yang pendek. Fenilefrin sebaiknya
diberikan saat vasokonstriksi asli diharapkan pada penderita yang tidak dapat
mendapatkan atau menolerir efek β dari dopamine atau norepinefrin dengan atau
tanpa dobutamin. Obat ini dimulai pada dosis 0,5 mcg/kg/menit dan ditambahkan
dengan cepat untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Efek samping takikardia
jarang terjadi pada penggunaan tunggal atau dosis tinggi.
 Epinefrin dikombinasikan dengan efek agonis α dan β dan secara tradisional
digunakan sebagai vasopressor dari pilihan terakhir karena adanya laporan

17
vasokonstriksi perifer khususnya pada bagian splanchnic, dan pembuluh darah
renal. Epinefrin sangat berguna saat digunakan sejak awal untuk septic syok pada
penderita yang masih muda dan tidak adanya keabnormalan jantung. Laju infus
0,04 sampai 1 mcg/kg/menit dapat meningkatkan hemodinamik dan variable
transport oksigen menjadi tingkat supranormal dengan efeksamping pada penderita
yang tidak mengalami jantung coroner. Dosis besar (0,05 sampai 1 mcg/kg/menit)
dapat diterima saat epinefrin ditambah dengan obat lain. Dosis yang lebih kecil (0,1
sampai 0,5 mcg/kg/menit) efektif jika infus dobutamin dopamine konstan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

18
1. Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis yang
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik yang
bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan.
2. Ada 4 jenis syok :
 Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
 Syok hipovolemik (akibat kehilangan cairan/darah)
 Syok distributif
 Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
3. Terapi Syok dapat dilakukan yaitu :
 Dengan Resusitasi Cairan
misalnya dengan kristaloid isotonic (0,9% natrium klorida atau cairan
Ringer laktat), koloid (5% plasmanat atau albumin, 6% hetastarch)
 Dengan Pemberian Obat Inotropik atau Vasopresor Aktif
misalnya dopamin, dobutamin, epinefrin, norepinefrin, dan fenilefrin

3.2 Saran

Sebagai seorang calon perawat, kita harus mengetahui bagaimana mekanisme terjadinya syok,
bagaimana tanda dan gejalanya, dan apa yang harus dilakukan pertama pada saat terjadi syok.
Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan. Jadi, kita harus lebih
memahami matakuliah patofisiologi.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/33952135/Syok_makalah

19
http://www.academia.edu/9746397/Syok

20

Anda mungkin juga menyukai