Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners Mata Ajar Komprehensif
Dosen Pembimbing :
Nur Setiawati Dewi, M.Kep.,Sp.Kep.Kom
Disusun oleh:
ITA ROSITA
22020117210042
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang diet hipertensi diharapkan
pengetahun responden meningkat.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat pengetahuan responden tentang diet hipertensi
sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang diet hipertensi
b. Mengetahui tingkat pengetahuan responden tentang diet hipertensi
setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang diet hipertensi
c. Mengetahui perubahan tingkat pengetahuan responden tentang diet
hipertensi sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang
diet hipertensi
C. Tinjauan Teori
1. Hipertensi
a. Definisi dan klasifikasi
Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan
darah tinggi merupakan kondisi peningkatan tekanan darah dalam arteri
ketika jantung sedang berkontraksi (sistolik) sama dengan atau lebih dari
140 mmHg dan peningkatan tekanan darah saat jantung sedang
berelaksasi (diastolik) sama dengan atau lebih dari 90 mmHg (WHO,
2013). Hipertensi merupakan gangguan asimptomatik yang sering
dijumpai dengan tanda peningkatan tekanan darah secara persisten
(Potter & Perry, 2005). Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah
tinggi persisten dengan tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg, dan
tekanan diastolik di atas 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 2005).
b. Etiologi
Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi
essensial (primer) dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial adalah
hipertensi tanpa kelainan dasar patologis yang jelas dan dapat disebabkan
karena faktor genetik.. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan tergadap
natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, dan resistensi insulin (Nafrialdi, 2009). Sementara pada
hipertensi sekunder atau hipertensi yang terjadi karena penyakit
kormobid atau obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah. pada
kebanyakan kasus, hipertensi sekunder dapat disebabkan karena beberapa
penyakit seperti penyakit ginjal kronis, penyakit jantung coroner,
diabetes mellitus, dan kelainan system saraf pusat (Sunardi, 2000). Selain
itu, pola hidup yang kurang sehat dan obesitas tampaknya dapat menjadi
faktor utama penyebab terjadinya hipertensi pada sebagian besar pasien.
Penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa obesitas
memberikan resiko 65 – 70% untuk terkena hipertensi (Guyton, 2008).
c. Tanda dan Gejala
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita
hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan
hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk
terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari (Cahyono, 2008).
Gejala yang mudah diidentifikasi pada penderita hipertensi
diantaranya yaitu gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala, gelisah,
tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur,
sesak napas, mudah lelah, dan mata kunang-kunang (Sutanto, 2009). Bila
tekanan darah meningkat tidak terkontrol maka dapat menimbulkan
gejala-gejala seperti sakit kepala, pandangan kabur, kebingungan,
mengantuk, dan sesak napas (Palmer & Williams, 2007).
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan secara medis maupun
non medis. Penatalaksanaan medis yang dilakukan dengan pemberian
obat-obatan seperti diuretic, betabloker, vasodilator, antagonis kalium,
penghambat simpatetik, penghambat reseptor angiotensin, antagonis
kalsium, ACE inhibitor. Selain itu, penatalaksanaan lain yang dapat
bersifat non farmakologis. Tindakan non farmakologis yang dapat
dilakukan antara lain mengontrol pola makan, meningkatkan asupan
potassium dan magnesium, mengurangi asupan natrium, menghindari
merokok dan alkohol, meningkatkan aktivitas (olahraga), dan relaksasi
(Wijaya & Putri, 2013; Annisa, 2017).
2. Pengetahuan
a. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui kelima panca indera manusia yaitu
indera pendengaran, penglihatan, penciuman, raba, dan rasa
(Notoadmojo, 2010). Pengetahuan merupakan keseluruhan gagasan, ide,
konsep, pemahaman, dan pemikiran manusia setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Sonni, 2001). Sebagian besar
pengetahuan manusia di dapatkan melalui pendengaran dan penglihatan.
Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan, dan pemahaman manusia
tentang segala sesuatu dan juga praktek atau kemampuan teknis dalam
memecahkan berbagai persoalan hidup (Notoadmojo, 2010).
b. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan dibagi menjadi 6
tingkatan yaitu sebagai berikut:
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai ingatan akan suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya atau mengingat kembali. Termasuk dalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali suatu spesifik dan seluruh bahan
yang dipelajari meliputi pengetahuan terhadap fakta, konsep, definisi,
nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, dan kesimpulan. Tahu
merupakan tingkat yang paling rendah dalam pengetahuan. Ukuran
bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, dan menyatakan.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diaertikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
dan menginterpretasikan objek atau materi tersebut secara benar.
Seseorang yang telah paham terhadap objek atau materi dapat
menjelaskan, memberi contoh, dan menyimpulkan objek yang
dipelajari.
3) Aplikasi (aplication)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini diartikan
sebagai kemampuan penggunaan informasi yang telah dipelajari pada
situasi nyata.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja
seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisah, mengelompokkan, dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sisntesis adalah kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian
dalam suatu bentuk yang baru atau kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada. Ukuran
kemampuan adalah seseorang dapat menyusun, meringkas,
merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang ada.
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum,
rumus, prinsip, dan sebagainya dalam konteks lainnya.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek didasarkan pada kriteria tertentu.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
1) Usia
Usia adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penelitian
(Notoadmojo, 2003). Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik (Budiman, 2013). Terdapat dua sikap
tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup yaitu
semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang
dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga
bertambah pengetahuan (Notoadmojo, 2003).
2) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian di
dalam dan di luar sekolah yang berlansung seumur hidup. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi
(Notoadmojo, 2003).
3) Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi masa lalu (Budiman, 2013). Pengalaman dapat diperoleh dari
pengalaman sendiri maupun dari orang lain. Pengalaman yang sudah
diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang (Notoadmojo,
2003).
4) Informasi/media massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun
nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga
menghasikan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif
baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut
(Notoadmojo, 2003).
D. Metode
1. Desain
Desain yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah studi kasus.
Studi kasus adalah suatu metode untuk memahami individu yang dilakukan
secara integrative dan komprehensif agar diperoleh pemahaman yang
mendalam tentang individu tersebut beserta masalah yang dihadapinya
dengan tujuan masalahnya dapat terselesaikan dan memperoleh
perkembangan diri yang baik (Susilo Rahardjo & Gudnanto, 2011).
Karakteristik responden pada studi kasus ini adalah penderita hipertensi
pada wilayah kerja puskesmas Rowosari yang tidak memiliki penyakit
penyerta dengan tekanan darah sistole >140 mmHg dan diastole > 90mmHg.
a. Penelitian berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Pengetahuan dan Kepatuhan Diit Hipertensi Pada Lanjut Usia di Desa
Wironanggan Kecamatan Gatak Sukoharjo” oleh Yuli Indah Saputri
(2014) dilakukan penelitian Quasi Eksperiment dengan desain penelitian
pretest-posttest with control group design. Dalam penelitian tersebut
terdapat 33 responden kelompok intervensi dan 33 responden kelompok
kontrol dengan kriteria inklusi yaitu responden masuk ke dalam kategori
kelompok lanjut usia, responden mampu berkomunikasi, tidak
mengalami gangguan penglihatan, dan pendengaran. Instrument yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tingkat pengetahuan
tentang diit hipertensi. Hasil uji Wilcoxon Sign Rank Test pretest posttest
pengetahuan kelompok intervensi didapatkan yaitu p = 0,015 yang
menunjukkan adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
pengetahuan lansia.
b. Penelitian berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Diet Hipertensi
DASH (Detary Approach to Stop Hypertention) Terhadap Peningkatan
Pengetahuan dan Sikap Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Rakit 2” oleh Septina Dwi Yuliana (2014) dilakukan penelitian Quasi
Eksperiment dengan desain penelitian pretest-posttest two group design.
Dalam penelitian tersebut terdapat 42 responden kelompok intervensi dan
33 responden kelompok kontrol dengan kriteria iklusi yaitu responden
masuk ke dalam kategori kelompok lanjut usia, responden mampu
berkomunikasi, tidak mengalami gangguan penglihatan, dan
pendengaran. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner tingkat pengetahuan tentang diit hipertensi. Hasil uji Mann
Whithney test pada pengetahuan yaitu Z = -5,249 (p=0,0001) yang
menunjukkan adanya pengaruh signifikan pemberian pendidikan
kesehatan diet hipertensi DASH (Detary Approach to Stop Hypertention)
terhadap pengetahuan penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Rakit 2.
Penelitian terkait
No Judul Pengarang Tahun Variabel Hasil
2. Prosedur
Melakukan BHSP dan pengkajian kepada Melakukan kontrak waktu untuk
klien penderita hipertensi, serta melakukan pelaksanaan pendidikan kesehatan
pengukuran tekanan darah. tentang diit hipertensi.
Intervensi
Mengukur tingkat pengetahuan responden menggunakan instrument yang telah ditentukan
Pendidikan kesehatan tentang diit hipertensi dengan metode ceramah dan diskusi :
Menjelasakan pengertian diet hipertensi
Menjelaskan tujuan diet hipertensi
Menjelaskan tanda dan gejala hipertensi
Menjelaskan komplikasi pada hipertensi
Menjelaskan jenis-jenis makanan yang dapat dikonsumsi oleh penderita hipertensi
Menjelaskan jenis-jenis makanan yang perlu dihindari oleh penderita hipertensi
Evaluasi tingkat pengetahuan responden menggunakan instrumen setelah diberikan pendidikan
kesehatan tentang diet hipertensi.
E. Hasil
1. Deskripsi Kasus
a. Responden 1
Ny. R merupakan seorang perempuan berusia 61 tahun. Pada 28
Juni 2018 dilakukan pengkajian pada Ny. R di rumahnya. Saat dilakukan
pengkajian didapatkan data TD: 160/100 mmHg, RR 20x/menit, HR 89
x/menit, suhu 36,7oC. Ny. R mengatakan bahwa dirinya sering merasakan
sakit kepala dan leher kencang hampir setiap hari. Klien mengatakan
bahwa dalam keluarganya terdapat riwayat penyakit hipertensi yaitu pada
ibu kandung, kakak kandung, dan adik kandung klien. Klien mengatakan
bahwa dahulu ia pernah menjalani rawat inap karena hipertensi yang
dideritanya. Klien mengatakan bahwa dirinya sering melakukan kontrol
rutin di Puskesmas setiap minggu, setiap kontrol klien selalu diingatkan
oleh dokter untuk mengurangin makan makanan asin dan meningkatkan
aktivitas olahraga.
Pengkajian terkait diet hipertensi didapatkan klien tidak
mengetahui apa yang dimaksud dengan diet hipertensi, klien juga
mengatakan bahwa setiap melakukan kontrol di Puskesmas klien selalu
diingatkan untuk mengurangi makan makanan asin namun klien tidak
mengetahui apa tujuan dari diet rendah garam. Klien juga tidak
memahami akibat jika tekanan darah tidak dikontrol dengan benar. Klien
tampaknya memahami beberapa jenis makanan yang baik untuk diet
hipertensi namun klien masih memiliki keyakinan yang keliru terkait diet
hipertensi. Berdasarkan kuesioner pengetahuan tentang diet dan terapi
obat hipertensi menunjukan bahwa Ny. R memiliki pengetahuan tentang
diet dan terapi obat hipertensi yang kurang dengan skor 46,7%.
b. Responden 2
Ny. K merupakan seorang perempuan yang berusia 62 tahun. Pada
28 Juni 2018 dilakukan pengkajian pada Ny. K di rumahnya. Saat
dilakukan pengkajian didapatkan data TD: 150/100 mmHg, RR
21x/menit, HR 71 x/menit, suhu 37,1oC. Ny. K mengatakan bahwa
dirinya sering merasakan sakit kepala hampir setiap hari, Ny. K juga
mengeluh badannya sering terasa pegal-pegal, perutnya terasa sebah, dan
Ny. K mengatakan bahwa terkadang dirinya mengalamai sesak napas
namun sesak ringan yang tidak berpengaruh terhadap aktivitasnya. Klien
mengatakan bahwa dirinya tidak pernah melakukan olahraga karena
kakinya sakit. Klien hanya melakukan aktivitas rutin sehari-hari sebagai
aktivitas fisiknya seperti mencuci, menyapu, memasak, pergi ke warung,
dan mengurus pekerjaan rumah lainnya.
Pengkajian pada pasien terkait pengetahuan dan manajemen
hipertensi didapatkan klien mengatakan bahwa klien belum pernah
mengikuti atau diberikan pendidikan kesehatan terkait diet hipertensi.
Klien juga tidak mengetahui diet yang seperti apa yang baik untuk
dirinya. Klien tidak mengetahui dampak yang terjadi apabila hipertensi
tidak ditangani dengan benar. Klien juga tidak mengetahui bahwa sakit
kepala dan ketidaknyamanan pada leher yang dirasakan olehnya hampir
setiap hari merupakan tanda dan gejala penyakit hipertensi. Penilaian
tingkat pengetahuan klien menggunakan kuesioner tingkat pengetahuan
tentang diit hipertensi menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan klien
yaitu 46,7%.
2. Karakteristik Responden
Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Data Demografi
Data Demografi
Responden Pendidika
Usia Jenis kelamin Pekerjaan
n
Responden 1 61 th Perempuan SD Ibu rumah tangga
Responden 2 62 th Perempuan SD Ibu rumah tangga
F. Diskusi
1. Karakteristik responden
Menurut World Health Organization (WHO) seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas adalah termasuk kategori lansia. Proses
menua adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling berhubungan satu sama lain
(Kuntjoro, 2005). Seluruh responden dalam kaya ilmiah ini berusia lebih
dari 60 tahun dan memiliki tingkat pengetahuan dalam kategori kurang.
Semakin tua usia seseorang maka perkembangan mentalnya bertambah baik,
akan tetapi pada rentang usia tertentu bertambahnya proses perkembangan
mental tidak secepat seperti ketika berusia belasan tahun. Pada usia dewasa
menjelang lanjut usia kemampuan mengingat dan menerima hal baru akan
menurun sehingga menghambat seseorang dalam memperoleh dan
mengolah informasi dengan baik (Wawan, 2010).
Dalam karya tulis ilmiah ini seluruh responden berjenis kelamin
perempuan. Jenis kelamin laki-laki maupun perempuan jelas sangat
berbeda, tidak hanya dari segi fisik namun dari cara berpikir dan bertindak
serta bagaimana menyikapi suatu masalah (Yulia, 2012). Dalam karya
ilmiah ini masing-masing responden memiliki tingkat pengetahuan yang
sama yaitu 46,7% yang masuk dalam kategori kurang, keduanya mengalami
peningkatan pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan namun
diketahui peningkatan pengetahuan masing-masing klien berbeda satu sama
lain jika dilihat berdasarkan skornya. Dimana responden 1 mengalami
peningkatan pengetahuan dari 46,7% menjadi 80% sementara Responden 2
mengalami peningkatan pengetahuan dari 46,7% menjadi 73,3%. Sebuah
penelitian menegaskan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin
dengan tingkat pengetahuan, jenis kelamin bukan karakteristik individu
yang berhubungan secara langsung dengan pengetahuan (Yuwono, 2003).
Status pendidikan terakhir kedua responden dalam karya ilmiah ini
adalah SD. Tingkat pendidikan yang setara anatar kedua responden ini dapat
memudahkan penelitian karena informasi yang telah dimiliki relative sama.
Terbukti saat dilakukan penilaian tingkat pengetahuan pada keduanya
sebelum diberikan pendidikan kesehatan, keduanya memiliki tingkat
pengetahuan yang sama. Diketahui kedua responden dalam karya ilmiah ini
mengalami peningkatan pengetahuan setelah diberikan pendidikan
kesehatan. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seseorang menentukan
pengetahuan, sikap, dan perilakunya (Sriyono, 2015). Semakin tinggi
pendidikan seseorang maka akan semakin besar kemauannya untuk
memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya terhadap sesuatu
(Sondang, 2004). Jika tingkat pendidikan berbanding lurus dengan tingkat
pengetahuan, maka dapat dikatakan bahwa latar belakang pendidikan yang
rendah akan menghasilkan tingkat pengetahuan yang rendah pula. Namun
ada hal lain yang perlu dicermati, bahwa semakin sering seseorang
memperoleh informasi maka akan semakin luas wawasan dan pengetahuam
seseorang tentang sesuatu (Lukman, 2006).
Jenis pekerjaan responden pada karya ilmiah ini adalah kedua
responden sebagai ibu rumah tangga. Pekerjaan yang sering berinteraksi
dengan orang lain umumnya dapat memberikan informasi lebih banyak
dibandingkan dengan pekerjaan yang lebih sedikit berinteraksi dengan
orang lain. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam hal
tertentu. Informasi yang diperoleh dapat memberikan landasan kognitif
terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut (Notoatmojo, 2012).
2. Tingkat Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Pendidikan Kesehatan Tentang Diit Hipertensi
a. Tingkat pengetahuan sebelum diberikan pendidikan kesehtan tentang diet
hipertensi (pre-test)
Berdasarkan karya ilmiah ini diketahui kedua responden memiliki
pengetahuan dalam kategori kurang sebelum diberikan pendidikan
kesehatan. Kurangnya pengetahuan responden terkait diet hipertensi
disebabkan oleh banyak faktor salah satunya karena kurangnya paparan
terhadap informasi. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
sumber informasi, seseorang yang mempunyai sumber informasi lebih
banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih luas dan apabila sumber
informasi yang diperoleh kurang maka tingkat pengetahuanpun akan
kurang (Notoadmojo, 2012).
Informasi terkait diet hipertensi sebenarnya selalu diberikan ketika
penderita melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan, namun
informasi yang diberikan hanya sebatas menganjurkan penderita untuk
mengurangi konsumsi garam, sehingga penderita tidak mengerti
informasi lebih lanjut terkait diet hipertensi. Hal tersebut terbukti pada
semua responden yang diketahui setiap responden pernah melakukan
kontrol hipertensi di Puskesmas, kedua responden mengatakan bahwa
dokter selalu mengingatkan untuk mengurangi konsumsi garam, namun
saat ditanya responden tidak mengetahui apa tujuan dari pengurangan
konsumsi garam, ia juga tidak memahami banyaknya garam yang
dianjurkan bagi penderita hipertensi. Kedua responden juga menjawab
salah pada beberapa item pertanyaan yang berhubungan dengan tujuan
diet hipertensi.
Aspek lain yang kurang diketahui oleh responden adalah
pengetahuan terkait gejala dan dampak (komplikasi) hipertensi.
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya berbagai penyakit
kardiovaskular antara lain penyakit jantung koroner, stroke, penyakit
ginjal, dan retinopati (Chobanian, 2003). Mengetahui faktor penyebab
atau faktor risiko terjadinya hipertensi merupakan hal penting untuk
pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi yang adekuat dalam upaya
menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Kurangnya pengetahuan
responden terkait gejala dan komplikasi hipertensi disebabkan karena
tidak adanya informasi yang diterima meskipun penderita sering
merasakan gejala hipertensi namun penderita tidak menyadari bahwa apa
yang dialaminya merupakan salah satu gejala hipertensi.
Kurangnya informasi juga menyebabkan para responden kurang
memahami makanan yang masuk dalam kategori dianjurkan, dibatasi,
dan dihindari. Sebuah penelitian menunjukan bahwa modifikasi gaya
hidup dapat menurunkan tekanan darah serta meningkatkan efektifitas
terapi farmakologi (Chobanian, 2003). Dimana sebagian besar faktor
gaya hidup berkaitan dengan diet/asupan makanan sehari-hari. Namun
kurangnya informasi bukan menjadi satu-satunya faktor yang
mengakibatkan kurangnya pengetahuan responden tentang diet
hipertensi. Karena ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi
pengetahuan antara lain pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman,
dan kebudayaan lingkungan (Notoadmojo, 2007).
b. Tingkat pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang diet
hipertensi (post-test)
Pengetahuan merupakan keseluruhan gagasan, ide, konsep,
pemahaman, dan pemikiran manusia setelah melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu (Sonni, 2001). Penginderaan terjadi pada
penglihatan, pendengaran, penerimaan, rasa dan raba (Notoadmojo,
2003). Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan, dan pemahaman
manusia tentang segala sesuatu dan juga praktek atau kemampuan teknis
dalam memecahkan berbagai persoalan hidup (Notoadmojo, 2003).
Salah satu peranan pengetahuan dalam pelaksanaan manajemen
hipertensi adalah bagaimana seseorang dapat mencegah dan mengurangi
gejala dan risiko komplikasi yang sering muncul pada penderita
hipertensi.
Berdasarkan karya ilmiah ini kedua responden mengalami
peningkatan tingkat pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan
tentang diet hipertensi. Adanya peningkatan tingkat pengetahuan
responden ini mencerminkan bahwa responden mampu menerima
informasi yang disampaikan melalui pendidikan kesehatan. Peningkatan
pengetahuan seseorang dapat diperoleh melalui informasi yang diterima,
termasuk informasi dari kegiatan pendidikan kesehatan (Wawan dan
Dewi, 2011). Perubahan pada tingkat pengetahuan juga dapat
dipengaruhi oleh faktor responden sendiri maupun dari faktor petugas
kesehatan sebagai pembicara. Faktor pada responden adalah bahwa
sebenarnya responden sudah pernah mendapat informasi tentang diet
pada saat melakukan kontrol kesehatan di pelayanan kesehatan, namun
karena responden masuk dalam usia lanjut, responden mengalami
penurunan daya pendengaran, visual, dan daya ingat sehingga dapat
mempengaruhi pengetahuan (Budiono, 2002).
Faktor dari petugas kesehatan yang adalah materi yang
disampaikan dan penyampaian materi yang dengan pendekatan persuasif.
Pendekatan persuasif dari petugas kesehatan dengan bahasa yang mudah
dipahami, dan memberikan contoh menu makan yang mudah dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari menjadikan responden mudah menyerap
pengetahuan secara baik. Pemberian pengetahuan yang disampaikan
melalui pendidikan kesehatan akan membawa dampak terjadinya
peningkatan pengetahuan dari yang tidak tahu menjadi tahu, sehingga
dengan dilakukannya pendidikan kesehatan secara tatap muka atau face
to face maka pendidikan kesehatan akan mudah diterima oleh pasien
(Purnamasari, 2012)
Proses pemberian pendidikan kesehatan dengan menggunakan
metode ceramah, tanya jawab dan pemberian leaflet merupakan cara agar
responden yang sudah lansia bersemangat mengikuti kegiatan pendidikan
kesehatan. Proses tanya jawab yang diberikan banyak digunakan oleh
lansia dengan bertanya mengenai akibat dari pola makan yang selama ini
dilakukan. Notoatmodjo (2007) menyatakan pendidikan kesehatan adalah
suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada
masyarakat, dengan harapan masyarakat, kelompok, atau individu dapat
memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Hasil
penelitian Afrianti (2014) menyimpulkan bahwa dengan pengetahuan
yang baik pasien hipertensi dapat mengubah perilakunya menjadi lebih
baik dalam melakukan diet hipertensi. Effendy (2012) juga
mengungkapkan bahwa tujuan dari pemberian pendidikan kesehatan
adalah agar tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan
masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan
lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal. Perilaku yang didasari pengetahuan akan
bersifat langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Bila pengetahuan lebih dapat dipahami, maka timbul suatu sikap dan
perilaku untuk berpartisipasi berperan serta melaksanakan diet hipertensi.
G. Kesimpulan
Berdasarkan karya tulis ilmiah ini diketahui kedua responden mengalami
peningkatan tingkat pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan
tentang diet hipertensi. Adanya peningkatan tingkat pengetahuan responden ini
mencerminkan bahwa responden mampu menerima informasi yang
disampaikan melalui pendidikan kesehatan.
H. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Pada pelaksanaan pendidikan kesehatan tentang diet hipertensi diharapkan
mahasiswa memahami dan mampu mengembangkan intervensi terkait
manajemen hipertensi yang lebih inovatif dengan metode yang lebih efektif
sehingga dapat berpengaruh baik pada segi pengetahuan maupun perilaku
penderita.
2. Bagi Responden
Dengan adanya peningkatan pengetahuan responden tentang diet hipertensi
ini, diharapkan responden mampu mengubah pola hidupnya dengan
melakukan modifikasi diet hipertensi sesuai dengan materi yang telah
disampaikan pada pendidikan kesehatan tentang diet hipertensi.
3. Bagi Puskesmas
Puskesmas diharapkan dapat memberikan penyuluhan terkait manajemen
hipertensi yang dilaksanakan secara kontinu setiap bulan.