Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PENDAHULUAN

PRAKTIKUM MATA KULIAH


PENYAKIT ORGANISME AKUATIK

ASTRI RAHMA DANTY


O 271 20 009

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
TUGAS PENDAHULUAN

1. Dengan kalimatmu sendiri, uraikan plot film OUTBREAK tersebut.


2. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi, morfologi, habitat dan daerah/negara
penyebaran dari monyet pembawa penyakir virus (carrier) dalam film
tersebut.
3. Dalam film OUTBREAK, virus motaba dapat menimbulkan gejalah klinis
pada orang terinfeksi kurang dari 24 jam. Uraikan pendapat anda disertai
contoh yang nyata.
4. Adakah sesuatu yang menggelitik anda (pertanyakan) dalam film tersebut.
Uraikan pendapat anda.
5. Jelaskan disertai contoh cara penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh
virus, gejalah klinis, pathogen, epidemiologi dan inang dalam budidaya
organisme akuatik.
Jawaban :

1. Sebuah film fiksi yang terjadi pada July,1967 di Zaine. Diawali dengan wabah
demam berdarah dan berakhir kematian, maka dikirimlah anggota dari United
States Army Medical Research Institute for Infectious Diseases (USAMRIID)
yang dipimpin oleh Sam Daniels untuk menangani masalah yang ada di desa
tersebut. Ketika mereka sampai disana, yang mereka temui adalah sebuah
desa yang sudah hancur. Terdapat banyak api dan rangka bekas pembakaran
mayat. Banyak juga mayat yang berserakan dan terdapat beberapa yang masih
bertahan hidup dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Belum diketahui
pasti apa penyebab wabah itu terjadi. Wabah tersebut dapat membunuh dalam
2 atau 3 hari dengan tingkat kematian 100%. Orang pertama yang terinfeksi
yaitu seorang pemuda bernama Murazo. Ia mengalami sakit dan meminum air
dari sumur yang terdapat di desa tersebut kemudian tersebarlah keseluruh
desa. Setelah memeriksa sampel yang telah diambil sebelumnya, mereka
menemukan virus yang bernama “MOTABA”. Penyakit ini sudah pernah ada
sebelumnya tetapi dirahasiakan dengan cara memusnahkan seluruh kamp.
Karena tidak ingin rahasia ini terbongkar, Sam diberhentikan dari kasus
motaba dengan alasan ada wabah baru bernama virus Hanta di New Meksiko
yang harus ia tangani. Tetapi Sam tidak menerima keputusan tersebut dan
mengatakan bahwa mereka telah menemukan virus itu berkembang biak.
Mereka juga menemukan sebagian besar protein terisolasi, dan mereka akan
melakukan tes antibody dalam seminggu dengan menaruh virus pada hewan
pengarat dan primata. Lalu akan mengetahui urutan genetiknya dalam sebulan
jika itu berjalan lancar. Hewan yang mereka gunakan yaitu monyet. Monyet-
monyet tersebut dimasukkan kedalam kandang dan disimpan diruangan
tersendiri. Tetapi ada seorang lelaki yang mengambil salah satu monyet
tersebut dan membawanya pergi. Diperjalanan tidak sengaja lelaki itu terkena
ludah dari si monyet. Ia membawanya ketempat penjualan monyet, setelah
sampai monyet tersebut mencakar pemilik toko. Akhirnya pemilik tokoh
tersebut tidak jadi membeli monyet itu, lalu lelaki tadi melepaskan kembali
monyet itu dihutan. Tidak lama setelah itu, pemilik toko dan si lelaki
meninggal dunia dengan kondisi yang penuh luka dan nanah. Mereka semua
berpendapat bahwa virus tersebut berasal dari monyet-monyet itu.
2. Monyet capuchin adalah satwa dari Dunia Baru (New World) yang hanya
hidup di pohon dan aktif di siang hari. Bagi monyet capuchin, malam hari
adalah waktu yang tepat untuk bersembunyi dengan baik dari pemangsa
sambil banyak istirahat. Mereka dianggap sebagai monyet yang paling cerdas
dari kelompok monyet Dunia Baru. Akibatnya Capuchin sering digunakan
dalam percobaan laboratorium.
Monyet capuchin kadang dianggap malas karena suka tidur siang. Mereka
bersosialisasi dalam kelompok kecil dan suaranya sangat mnonjol. Capuchin
agresif bila menyangkut teritori mereka. Mereka akan menandainya dengan
urin untuk menjauhkan hewan lain dari wilayahnya.
Pejantan sangat dominan dalam kelompok monyet capuchin. Para pejantan
bisa bertarung diantara mereka sendiri untuk berebut peran sebagai pemimpin
dan untuk kawin. Kawanan capuchin sering bergonta-ganti pemimpin karena
pejantannya kerap bertarung.
Monyet capuchin makan lebih banyak jenis makanan daripada jenis monyet
lainnya. Mereka bisa mengkonsumsi biji, serangga, kacang-kacangan, telur
burung, daun dan buah. Mereka juga bisa mematahkan ujung buah dan
meminum jus di dalamnya. Mereka akan menggunakan batu untuk
menghancurkan buah sehingga mereka bisa mendapatkan biji inti didalamnya.
Capuchin yang hidup dekat air bisa mengonsumsi kepiting. Mereka juga bisa
menggunakan batu sebagai alat untuk memecahkan Kerang. Ini menunjukkan
bahwa mereka sangat cerdas dan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan
masalah.
 Morfologi monyet capuchin :
Monyet capuchin memiliki lengan, kaki dan ekor yang berwarna
gelap. Bagian tubuh lainnya berwarna putih atau krem. Mereka
memiliki bulu hitam di atas kepala yang menyerupai topi. Panjang
tubuh monyet ini bisa mencapai 55 cm dan ekornya juga bisa
sepanjang itu. Beratnya hanya sekitar 1 kg saat mereka dewasa.
 Habitat dan penyebaran :
Monyet capuchin ditemukan dibagian utara Argentina. Mereka juga
tersebar diseluruh Amerikan Utara dan Amerika Selatan. Mereka dapat
hidup diberbagai habitat yang berbeda. Beberapa dari mereka hidup
sangat tinggi di pepohonan dan yang lain berada di daerah yang lebih
rendah. Monyet ini hidup di hutan hujan serta beberapa daerah kering
(Sumber : Wikipedia).
3. Saya tidak setuju mengenai virus motaba dalam film outbreak yang dapat
menimbulkan gejalah klinis pada orang yang terinfeksi kurang dari 24 jam.
Karena virus yang ada hanya dapat menunjukkakn gejalah klinis terhadap
orang yang terinfeksi lebih dari 24 jam. Seperti contoh Corona Virus,
Menurut Hairunisa dan Amalia (2020), Pandemi COVID-19 sangat cepat
terjadi. Virus SARS-CoV2 adalah patogen yang muncul dan menjadi
tantangan global bagi kesehatan masyarakat. Melalui droplet dari saluran
nafas transmisi ini terjadi. S-protein pada virus akan berikatan dengan
reseptor ACE2 pada manusia yang banyak terdapat di paru-paru, jantung,
ginjal, dan jaringan adiposa. Rata-rata 3-9 hari masa inkubasi dengan
gejala yang muncul seperti, gangguan pernafasan akut dengan 98.6%
penderita mengalami demam. COVID-19 memiliki angka tingkat kematian
kasus (Case Fatality Rate) 2.3% dan akan meningkat bila penderita
memiliki comorbid yang menyebabkan komplikasi dan berakibat pada
kematian.
Secara non-seksual, infeksi Ebola terjadi melalui mukosa yang tidak intak
(utuh) atau kulit yang terbuka (luka). Sebagian besar penularan ke manusia
diakibatka n oleh kontak langsung dengan hewan atau bangkai hewan yang
terinfeksi (Carroll et al., 2013). Virus Ebola adalah salah satu virus yang
paling virulen pada manusia dan dapat membunuh hingga 70-80% dari pasien
dalam waktu 5-7 hari (Khan et al., 1999). Secara non-seksual, infeksi Ebola
terjadi melalui mukosa yang tidak intak (utuh) atau kulit yang terbuka (luka).
Sebagian besar penularan ke manusia diakibatkan oleh kontak langsung
dengan hewan atau bangkai hewan yang terinfeksi (Carroll et al., 2013). Virus
Ebola adalah salah satu virus yang paling virulen pada manusia dan dapat
membunuh hingga 70-80% dari pasien dalam waktu 5-7 hari (Khan et al.,
1999).
4. Ya. Saya merasa heran dengan alur film outbreak. Serum yang dibuat untuk
mengatasi Virus Mobata diambil dan diubah ekstrak nya dan diberikan kepada
anggota militer.
5. Penyakit yang disebabkan oleh White Spot Syndrome Virus (WSSV).
Menurut (Fajri, dkk, 2015) Penyakit WSSV dapat penyebar karena
disebabkan oleh adanya organisme carrier, yaitu organisme pembawa
penyakit yang dapat menularkan penyakit pada organisme lainnya, tetapi
organisme carrier tersebut tidak menunjukkan gejala klinis penyakitnya tapi
tiba-tiba sampel uji mati.
Gejala klinis yang timbul pada Udang yang terinfeksi WSSV memiliki
gejalah klinis berupa penurunan konsumsi pakan, lemah, kutikula lepas,
hepatopankreas pucat dan anoreksia. Juga terlihat letargi, berenang dengan
kondisi tidak stabil, warna kemerahan pada abdomen dan bintik putih pada
karapas (Wahjuningrum, dkk, 2006). Pengamatan terhadap gejalah klinis
dilakukan selama masa pemeliharaan yaitu terjadi perubahan pada tubuh dan
tingkah laku dan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
untuk mengambil sampel pengujian (Nurbariah dan Khairurazi, 2015).
Menurut Priatni, dkk (2006) Gejala klinis yang lainnya yang merupakan
gejala respon udang terhadap infeksi benda asing ke dalam tubuhnya yaitu
perubahan warna tubuh menjadi coklat pucat atau coklat kemerahan. Untuk
semua perlakuan virus sejak hari pertama mulai terlihat perubahan, kecuali
pada perlakuan virus dengan suhu 60 C yang terlihat pada hari ke2. hal ini
diduga disebabkan pada suhu tinggi tingkat efektivitas virus lebih rendah
dibandingkan pada suhu yang rendah.
Menurut Wahjuningrum (2006), Sangat diharapkan suatu bahan alamiah
yang mempunyai fungsi memperbaiki kondisi lingkungan dan sebagai
immunostimulan bagi tubuh udang, sehingga tidak terjadi pemakaian
beberapa macam obat yang berlebihan dan menyebabkan resisten bagi
pathogen. Dibanding dengan perlakuan yang lain, munculnya bintik putih
pada kontrol lebih cepat dan terjadi kematian lebih awal. Hal ini dikarenakan
pada perlakuan kontrol tidak mendapat perlakuan perendaman CEPM yang
berfungsi sebagai immunostimulan, hasil refres sebelum uji tantang WSSV
menunjukkan hasil yang sempurna dan perendaman udang uji dengan WSSV
dengan tingkat patogenitas 300 kali yaitu dengan waktu perendaman 1,5 jam.
DAFTAR PUSTAKA

Amrillah, A. M., Widyarti, s., dan Kilawati, Y. 2015. Dampak Stres Salinitas
terhadap preralensi White Spot Syndrome Virus (WSSV) dan Survival
Rate Udang Vannamei (Litopeanaeus Vannamei) pada kondisi terkontrol.
Dewi, D.C., Setyani, J dan Yuliyanti, S. 2021. Cara Pencegahan Penyebaran Covid-
19. Vol. 1. No. 1
Fajri, N. A., Ali, M dan Depamode, S.N., 2015. Deteksi WSSV (White Spot
Syndrome Virus) pada lobster air tawar (Procambarus Clarkii)
Menggunakan Metode Real Time – PCR. Jurnal Sains Teknologi &
Lingkungan. Vol. 1. No. 1
Hairunisa, N., Amalia, H., 2020. Review Penyakit Virus Corona baru 2019 (Covid -
19). Jurnal Biomedika dan Kesehatan. Vol. 3. No. 2
Isbaniai, F., Susanto, A.D., 2020. Pneumonia Corona Virus Infection Desease C – 19
(Covid – 19). Jurnal Indom Med Assoc. Vol. 70. No. 4
Nurbariah., Khairurrazi., 2015. Viruleasi White Spot Syndrome Virus (WSSV) Pada
Udang (penaeus sp.). Presiding Seminar Naasional Biotik
Restu, N.D., Fuad, Y., 2018. Penyebaran Virus Ebola dengan Kombinasi Transmisi
Seksual dan Non-seksual. Jurnal Ilmiah Matematika. Vol. 6. No. 2
Wahjuningrum, D., Sholeh, S.H., dan Nuryati, D., 2006. Pencegahan Infeksi Virus
White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu “Peneus
monodon” dengan Cara Ekstrak Pohon Mangrove (CEPM) Avicenia sp.
Dan Sonneratia sp. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol. 5. No. 1

Anda mungkin juga menyukai