4
'-JD
p
l)
, I' ; ' -, I , y
1 'o r r .. I I
. ~-( I
PEDOMAN
PENGELOLAAN
EKOSISTEM
MANGROVE
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
DIREKTORAT JENDERAL PESISIR DAN PULAU·PULAU KECIL
DIREKTORAT BINA PESISIR
PEDOMAN
ENGELOLAAN
EKOSISTEM
MANGROVE
PEDOMAN
·PENGELOLAAN
EKOSISTEM
MANGROVE
Penyusun
Tim Penyusun Pedoman Umum Oirektorat Bina Pesisir
DAFTARISI
BAGIAN 1: PEDOMAN PENGELOLAAN
I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 3
1.3 Sasaran 3
1.4 Ruang Lingkup 3
VI PELIBATAN MASYARAKAT 73
VII PENUTUP 79
BAGIAN III:
MODEL REHABILITASI EKOSISTEM MANGROVE
DIPANTAIUTARAJAWA
KEPUTUSAN
NOMOR: SK 65/P3K/X/2004
TENTANG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PESISIR DAN PULAU-
PULAU KECIL TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN
EKOSISTEM MANGROVE
PERTAMA Memberlakukan Pedoman Pengelolaan Ekosistem Mangrove
sebagaimana tercantum dalam Lamp iran Keputusan ini.
KEDUA Pedoman sebagaimana dimaksud pada diktum PERTAMA
digunakan sebagai acuan bagi pemerintah dan pemerintah daerah
serta masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
KETIGA Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
/~~i:A ur:;' Tanggal : 80KTOBER2004
..,..")-- + EKTURJENDERALPESISIRDANPULAU-PULAUKECIL,
I •" -
I
\,
\ ~.
WIDI A. PRATIKTO
1
1
1
1
1
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL
PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Sambutan
dapat segera memulai merealisasikan perannya masing-masing agar
sasaran pengelolaan ekosistem mangrove dapat terwujud dan
permasalahan kerusakan ekosistem mangrove dapat teratasi dengan
segera. Selanjutnya saya sangat menghargai upaya semua pihak yang
telah berhasil menyelesaikan pedoman ini, sehingga Pedoman
Pengelolaan Ekosistem Mangrove ini dapat segera terwujud dan
semoga membawa manfaat bagi kita semua.
PedomanPengelolaanEkos1stemMangrove
i
i
i
1
1
PRAKATA
PedomanPengelolaanEkos1stemMangrove
BAB I
PENDAHULUAN
Abrasi
adalah erosi pad a material masif, seperti batu a tau karang.
Degradasi
adalah kerusakan, penurunan kualitas atau penurunan daya dukung
lingkungan akibat dari aktivitas/ kegiatan manusia (antropogenics)
a tau pun alami.
Ekosistem
adalah suatu kompleks komunitas tumbuhan, binatang dan jasad
renik yang dinamis dan lingkungan non hayati/abiotik-nya yang
berinteraksi sebagai unit fungsional.
Erosi
adalah pengurangan daratan a tau mundurnya garis pantai.
Estuari
adalah daerah litoral yang agak tertutup (teluk) di pantai, tempat
sungai bermuara dan air tawar dari sungai bercampur dengan air asin
Bag1ani - PedomanPengelolaan
m
dari !aut, biasanya berkaitan dengan pertemuan perairan sungai
dengan perairan !aut.
Kawasan
adalah suatu daerah yang memiliki karakteristik fisik, biologi, sosial,
ekonomi dan budaya yang dibentuk oleh kriteria tertentu untuk
mengidentifikasinya.
Kawasan pesisir
adalah wilayah pesisir tertentu yang ditunjuk dan a tau ditetapkan oleh
pemerintah berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakteristik fisik,
biologi, sosial danekonomi untuk dipertahankan keberadaannya .
Mangrove
adalah komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh
beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur atau
berpasir, seperti pohon api-api (Avicennia spp.), bakau (Rhizophora
spp).
Pasang surut
adalah gerakan naik turunnya muka air !aut akibat gaya tarik benda-
benda angkasa terutama bumi dan bulan. Selain itu juga merupakan
gaya ekstemal utama yang membangkitkan arus dan faktor yang
penting di dalam proses siltasi.
Pegelolaan Pesisir Terpadu
adalah suatu proses pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan jasa
lingkungan yang mengintegrasikan antara kegiatan pemerintah,
dunia usaha dan masyarakat, perencanaan horisontal dan vertikal,
kelestarian ekosistem darat dan !aut, sains dan manajemen, sehingga
pengelolaan sumberdaya tersebut berkelanjutan dan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitamya.
Permintakatan (zonasi)
adalah salah satu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang, untuk
menetapkan batas-batas fungsional suatu peruntukan (kawasan
pemanfaatan/budidaya dan kawasan lindung) sesuai dengan potensi
Bagiani - PedomanPengelolaan
PedomanPengelolaanEkosistemMangrove
BAB Ill
TINJAUAN UMUM
EKOSISTEM MANGROVE
• Bardaun Tebal
•
Bruguiera spp •
lllrd100 Tobol d111
Btrbintik di baQi111 Bowoh
Atricennia spp.
•
Rhizophor• 'liP·
•
Sonnnt~titl tpp.
Gambar3.2
Skema beberapa je11is ma11grove.
A). Excoecaria agallocha; 8). Ceriops tagal; C). Bruguiera spp; 0). Avicet~11ia spp; da11 E) . Rhizoplwrn spp.
..-- - ' - - -• - -
2- .~ 4 ..!-.__,6'---. _---'--•>--- - - - " - - - - -+-----"--<t-----"10' - -
Ga mbar3.4.
Zonnsi lwtan mnngrovedi Tanjuug Brmgin (Srmratern Sela tau ). Dari kiri kekarran: 1. Avicetmiaafba;2. Rhizophoraapiculata;
3. Bruguiera parvijlora; 4. Bruguiera gymnorhiza; 5. Nypa frutica ns; 6. Xylocnrpus granatum; 7. Excoecaria aga/locha; 8.
Pandauusfureutus; 9. Bmguiera cyfiudrica. (Sumber: Nmr tji, 1987).
Gambar3.8.
Ma11grove murla
i11i llfl 11 fil1ya nka11
dapat berj1mgsi
sebngai peliudrmg
nlnmi dnri erosi
pn 11 tai/abrasi
Gambar3.9.
Berbagm j('lll:' fat'''''
yang hid11p di dat·rah
ekosis tem mn11grovt'
(da ri kiri ke kn11nn)
(a) ba11gau hi tam;
(b) kepiling bakau;
(c) ikan belanak (Genu.s
Periopllt!ralmus);
(d) Ga.stropoda;
(e) Buaya nwara
(Crocodilus porosus);
if! Biawak (Vara11us
salvator).
HERBIVORA
BAKTERI
FUNGI
KARNIVORA
KECIL
KARNIVORA
BESAR
Gambar 3.10.
Hubungan
Maflgrove dan
Biota Perair(m
3.2.4. Ekowisata
Ekosistem mangrove yang terjaga baik, mempunya i potensi pariwisata
yang bisa dikembangkan. Kegiatan ekowisata seca ra langsung memiliki
manfaat pelestarian alam dan lingkungannya sekaligus meningkatkan
kondisi sosial ekonomi ma sya rakat sekitarnya . Manfaat ini akan
tercapai manakala direncanakan d engan baik dan sesuai da ya dukung
lingkungannya. Hal ini tercapai menginga t pada kegiatan ekowisata
terdapat upaya mempertahankan keaslian komponen biolog i dan fisik
dalam ekosistem mangrove yang menjadi d aya tarik utama kegiatan
ekowisata pad a ekosistem mangrove.
Selain itu, kegiatan ekowisata ini sekaligus memberikan informasi
lingkungan yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat dalam mencintai alam. Selain itu, kawasan
mangrove yang tumbuh dengan baik dapat menjadi tempat penelitian,
kunjungan siswa sekolah, dan kegiatan ilmiah lainnya. Kawasan ini
akan merupakan literatur a lam yang bisa langsung dilihat.
3.2.5. Manfaat lainnya
Selain manfaat tersebut diatas, kayu dari pohon mangrove dapat menjadi
bahan baku industri chip (bahan baku kertas). Dalam skala kebutuhan
rumah tangga, kayu ban yak dimanfaatkan sebagai kayu bakar, baik untuk
keperluan sendiri atau dijual ke pasar. Oleh karena masyarakat sekitar
yang merasakan langsung manfaat dari ekosistem mangrove ini terutama
Pedoman Pengelolaan Ekos1stem Mangrove
m
dari sisi ekonomi, maka mereka harus dilibatkan dalam menentukan arah
pengelolaannya. Pelibatan masyarakat dapat diwujudkan seperti dalam
kegiatan pemeliharaan, penanaman, produksi, dan pasca produksi. Perlu
dibentuk kelompok-kelompok masyarakat pengelola hutan yang
nantinya akan mendapatkan pelatihan tentang pemanfaatan mangrove
untuk budidaya kehutanan. Dari segi kelembagaan juga harus
diperhatikan, pihak-pihak mana yang akan terlibat. Para stakehokder perlu
dipertemukan untuk membahas pengelolaan kawasanhutan.
Selain pemanfaatan kayunya, hutan mangrove dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku obat, makanan, minuman, bahan bangunan, dan
lain-lain. Beberapa jenis mangrove mengandung bahan aktif yang dapat
menyembuhkan berbagai penyakit seperti Rhizopora sp dapat digunakan
sebagai homeostasi dan anti septik, penghentian pendarahan, obat
diare, dan pelangsing tubuh, serta masih banyak bahan baku obat dari
jenis mangrove lainnya. Selain itu mangrove berpotensi memproduksi
madu yang berasal dari pengumpulan lebah-lebah liar. Potensi ini dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk usaha beternak lebah yang
akan mendatangkan keuntungan ekonomis. Kemudian, pemanfaatan
kayu mangrove sebagai bahan bangunan telah lama dikenal. Rhizopora
spp dan Ceriops tagal ban yak dimanfaatkan sebagai tiang pancang.
Gambar 3.15.
Ekosistem mangrove dan
hubungmmya dengan ekosistem
pesisir lainnya.
PedomanPengelolaanEkos1stemMangrove
Tabel 3.1 . Luas dan pen yebaran hutan mang rove di setiap Prov insi di lndones ia
Sumut 60.000 60.000 98.340 86.800 30.700 71.674,63 9.268,61 +63,9 ·27,1 + 19.4577
I!
5
Sumbar
Riau
Jambi
276.000
65.000
0
470.000
50.000
0 4.850
221.050
13.450
\ 3.000
' 239.900
18.00
1.800
184.400
4.050
4.586,26 9.251 ,99
551.747.79 603.373,68
36.703,50 226.645,51
tak hingga
-19,90942
·79,30769
·5.4
+1 49,6
+ 172,9
Tak hingga
+99,9086
-43,53308
Sumsel 195.000* 110.000* 363.430* 240.700 * 231.025* 587.879.71 459.016,80 +86,37 +61,8 +201.477
Babel 0 0 0 0 0 129.3147.42 29.205,23 tak hingga tak hingga Tak hingga
Bengkulu 0 20.000 520 2.100 52.000 10.468,62 35.565,66 tak hingga + 1.913,2 Tak hingga
tl lampung 17.000 3.000 49.440 31.800 11 .000 10.762,07 7.607,91 + 190,824 -78,2 ·36,69371
10 Jabar & DKI 28.608** 5.700** 8.200 ** 8.200** 55.000 .. 33.453,71 94.843,55 ·71 ,33669 +308,0 +16,9383
11 Ban ten 0 0 0 0 0 1.139,31 27.999,14 tak hingga tak hingga Tak hingga
12 Jateng 13.576 1.000 18.700 18.700 13.570 18.931,67 76.406,35 +37,7431 + 1,2 +39,4495
13 Jatim 7.750 500 6.900 6.900 500 42,22 97.669,98 ·10,96774 ·99.4 ·99.45523
14 Bali 1.950 500 800 500 5.500 7.034,07 18.519.74 ·58,97436 +779,3 +260,722
15 NTB 3.678 0 0 6.700 4.500 3.757,29 16.476,97 ·100 tak hingga +2,15579
16 NTT 1.830 21.500 10.780 20.700 20.700 24.731 ,81 106.926,57 +489,071 + 129.4 +1251.47
17 Kalbar 40.000 60.000 194.300 205.400 40.000 86.918,03 252.907,00 +385.75 ·55,3 +117,295
18 Kalteng 10.000 20.000 48.740 28.700 20.000 474.999,90 1.750.586,90 +387.4 +874,6 +4650
19 Kalsel 66.650 90.000 120.780 112.300 66.650 76.166,91 132.453,36 +81 ,2153 ·36,9 +14,2789
20 Kaltim 266.800 750.000 775.640 667.800 266.800 116.431,65 643.506,18 +190,72 ·85,0 ·56,35995
~ 21 Sulteng 0 0 37.640 42.000 17.000 6.106,05 112.210,29 tak hingga ·83,8 Tak hingga
~
I 22 Sultra 29.000 25.000 70.840 100.900 29.000 28.600,1 6 59.886,18 + 144,276 ·59,6 ·1,378759
23 Sulut 4.833 10.000 38.150 27.300 4.833 21.846.78 26.732,97 +689,365 -42.7 +352,034
f
;I]
24 Sulsel 66.000 55.000 104.030 67.200 34.000 64.601.79 443.591 ,31 +57,6212 ·37,9 ·2,1185
.g 25 Maluku 100.000 46.500 148.710 212.200 100.000 148.710,00 0,00 +48.71 0,0 +48.71
§:
~ 26 Papua 2.943.000 1.382.000 1.326.990 1.583.300 1.382.000 1.326.999,00 0 ·54,9103 0,0 ·54,90999 l EI
Keterangan: • data ketika wilayah propinsi belum dimekarkan
• • luas mangrove OKI Jakarta sangat kecil, sehingga digabung dengan wilayah Jawa Barat
m
3.4.2. Kerusakan dan Faktor Penyebab
Dampak dari aktivitas manusia terhadap ekosistem mangrove
menyebabkan luasan hutan mangrove berkurang drastis. Luas
ekosistem mangrove di Indonesia turun dari 5,21 juta hektar antara
tahun 1982-1987, menjadi 3,24 hektar, dan makin menyusut menjadi 2,5
juta hektar pad a tahun 1993 (Widigdo, 2000). Angka tersebut tidak sama
dengan peneliti lainnya. Khazali (1999), menyebutkan angka 3,5 juta
hektar, sedangkan Lawrence (1998), menyebut kisaran antara 3,24-3,73
juta hektar. Namun tetap saja sama, yaitu mangrove Indonesia sedang
mengalami degradasi secara sistematis dari banyak kepentingan
manusia. Data lain menunjukkan bahwa lebih dari 50% potensi
mangrove Indonesia mengalami kerusakan.
Seperti telah disebutkan, ekosistem mangrove potensial mendapat
tekanan dari kegiatan manusia dan pembangunan, terlebih lagi pesisir
merupakan wilayah dengan tingkat aktivitas perekonomian tinggi. Oleh
sebab itu tekanan untuk mengkonversi kawasan mangrove untuk
budidaya perairan, infrastruktur pantai pelabuhan, industri, pusat
perdagangan dan perumahan, pemanfaatan kayu hutan, pertanian, dan
perikanan juga sangat tinggi. Selain itu, ancaman luar dapat juga merusak
ekosistem seperti tidak teratumya management DAS (contohnya di
Segara Anakan) menyebabkan masuknya sedimen dari daerah hulu, dan
meningkatnya pencemaran dari industri dan rumah tangga. Akan tetapi
penyebab utama yang paling besar adalah konversi mangrove menjadi
kawasan budidaya yang tidak terkendali, dan penebangan mangrove
untuk bahan baku industri kayu, ditambah munculnya anggapan
masyarakat bahwa hutan mangrove merupakan sumberdaya yang
kurang berguna dan sebaiknya dikonversi untuk keperluan lain.
Dibawah ini dijelaskan faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan
mangrove yang telah dikelompokkan ke dalam tata ruang,
kelembagaan, dan pelibatan masyarakat.
3.4.2.1. Alokasi pemanfaatan ruang yang kurang mengindahkan
integritas ekosistem mangrove
Tata Ruang Wilayah membagi ekosistem mangrove menjadi dua
kawasan yaitu Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Kawasan
Bag1anl-PedomanPenge/olaan
m
Kondisi sa at ini menunjukkan banyaknya konflik kepentingan (conflict of
interest) antar lembaga yang terlibat dalam pengelolaan ekosistem
mangrove, sebagai akibat masing-masing lembaga dalam menjalankan
tugas dan fungsinya cenderung bersifat sektoral. Pada banyak kasus,
konflik kepentingan ini melebar tidak hanya an tar lembaga tetapi juga
an tar kepentingan, konservasi dengan ekonomi .
3.4.2.4. Ketimpangan dalam pelibatan masyarakat
Praktek pengelolaan ekosistem mangrove yang berkembang cenderung
mengutamakan kepentingan ekonomi sehingga melupakan aspek
pengembangan masyarakat (community development). Berbagai ekses
muncul antara lain perusakan ekosistem berupa penebangan liar,
penghunian secara ilegal, dan sebagainya.
Idealnya, pengelolaan ekosistem mangrove dilaksanakan secara
partisipatif dan melibatkan masyarakat sejak tahap perencanaan hingga
pelaksanaan keputusan pengelolaan. Harapannya adalah tumbuhnya
komitmen masyarakat untuk turut menjaga keberlanjutan upaya
pengelolaan ekosistem mangrove dan kelestariannya. Selain itu perlu
didukung juga kebijakan yang berpihak terhadap pengelolaan
ekosistem mangrove berkelanjutan dan berbasis masyarakat.
3.4.3. Dampak Kerusakan Ekosistem Mangrove
Dampak kerusakan ekosistem mangrove sangat berkaitan erat dengan
nilai dan fungsinya yang sudah disampaikan. Dari penjelasan tersebut
dapatlah dikatakan bahwa kerusakan ekosistem mangrove akan
memberikan dampak secara fisik dan ekologis, perikanan, dan sosial
ekonomi. Secara fisik dampak tersebut dapat dirasakan antara lain (i)
erosi pantai; (ii) kerusakan perumahan dan harta milik akibat badai; dan
(iii) terjadinya intrusi air !aut. Secara ekologi, kerusakan ekosistem
mangrove mengakibatkan menurunnya kesuburan perairan dan
kualitas perairan pesisir
Bagi perikanan pesisir, kerusakan mangrove akan mengakibatkan
menurunnya stok perikanan, penyediaan benih alami, menurunnya
kualitas air !aut yang akan digunakan sebagai media budidaya tambak
dan keramba, dan menurunnya hasil tangkapan nelayan setempat.
Masyarakat di sekitar kawasan ekosistem mangrove juga akan
Pedoman Pengelolaan Ekosrstem Mangrove
m
kehilangan sumber bahan bakar kayu, tiang rumah/ kapal, sumber
protein dari kerang, kepiting, dan moluska lainnya, perlindungan dari
an gin dan badai, serta hilangnya keindahan dan potensi lainnya.
3.4.4. Kegiatan Rehabilitasi
Berbagai kegiatan rehabilitasi telah dilakukan dalam rangka
memperbaiki ekosistim mangrove. Namun demikian, dari berbagai
kegiatan tersebut, rehabilitasi lebih banyak dilakukan di kawasan-
kawasan hutan dengan pemanfaatan untuk produksi dan silvofishery.
Rehabilitasi yang ditekankan untuk melindungi pantai dari erosi,
melindungi kawasan-kawasan perikanan budidaya dan tangkap,
meningkatkan kualitas perairan pesisir, dan kepentingan pariwisata
bahari serta penelitian ilmiah masih harus terus ditingkatkan.
Rehablitasi mangrove harus melibatkan masyarakat sekitar dengan
membentuk kelompok-kelompok binaan. Pelibatan masyarakat dapat
dilakukan mulai tahap penanaman dan tahap pemeliharaan.
Mekanisme kelembagaan juga harus diperhatikan untuk menyamakan
persepsi dari berbagai kepentingan yang muncul. Kegiatan monitoring
perlu tents dilakukan secara kontinyu untuk mengontrol jalannya
kegiatan rehabilitasi.
Mengenai kegiatan rehabilitasi, data menunjukkan bahwa sekitar 20.000
ha hutan mangrove yang rusak di pantai utara Pulau Jawa dilaporkan
telah berhasil direhabilitasi dengan menggunakan tanaman utama
Rhizoporn spp dan Avicen11ia spp dengan persen tumbuh hasil
penanaman berkisar antara 60% - 70 % (Soemodihardjo dan
Soerianegara, 1989 dalam Bengen, 1999). Walaupun masih sangat
terbatas, upaya rehabilitasi terhadap kawasan-kawasan non ekosistem
juga telah dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Sejak
berdirinya Departemen ini (tahun 2000), telah dilakukan rehabilitasi
melalui dana pusat seluas Ha, sedangkan melalui dana dekonsentrasi
Ha. Namun demikian terlihat bahwa luasan rehabilitasi tersebut masih
jauh dari mencukupi dan lebih rendah dibanding laju kerusakan yang
terjadi. Oleh sebab itu langkah lebih intensif oleh semua pihak perlu
dilakukan untuk meningkatkan proses rehabilitasi tersebut.
Bagiani - PedomanPengelolaan
m
7). Pemerintah daerah mempunyai kewenangan dan kewajiban
mengelola ekosistem mangrove sesuai dengan kondisi dan aspirasi
lokal, dan strategi nasional pengelolaan ekosistem mangrove.
8). Pengembangan riset, iptek dan sistem informasi diperlukan untuk
memperkuat pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan
9). Pengelolaan ekosistem mangrove dilaksanakan melalui pola
kemitraan dengan dukungan masyarakat internasional, sebagai
bagian dari upaya mewujudkan komitmen lingkungan global.
BABY
PENGELOLAAN
EKOSISTEM MANGROVE
Pengelolaan ekosistem
mangrove adalah bagian
pengelolaan sumberdaya
pesisir dan laut yang
terdiri dari langkah-
langkah sebagai berikut
a) Perencanaan,
b) Pelaksanaan awal,
c) Adopsi program/
persetujuan dan
pendanaan,
d) Implementasi/
pelaksanaan,
e) Monitoring dan
evaluasi (Gambar 5.1).
Bagiani - PedomanPengelolaan
m
. , . . . . . . . . .? Apt , ... ter)ldiJdlllull7
Proses Hasii/Capaian
. _ , . ( 1. Perencanaan . ~ ---+-
• Profil karakteristik kawasan
• Pemahaman keadaan masyarakat
• Pemahaman kegiatan pengelolaan
Mangrove
• Pemahaman lsu
• Draft perencanaan
1
. _ , . ( 2. Pelaksanaan awal • Partisipasi luas
• Kesepakatan terhadap tujuan kegiatan
dan isu prioritas
• Sosialisasi profil dan draft
1
perencanaan
I • Pengelolaan efektif
I
l
• Sumberdaya ekosistem mangrove
terpelihara/lebih baik
GambarS.l.
• Manfaat sosial ekonomi diperoleh
Model Siklus Program Pengelolaan
Sumberdaya Ekosistem Mangrove
• Masyarakat diberdayakan
Selain daripada itu, pada Bab V ini juga akan dilengkapi dengan topik-
topik bahasan yang erat kaitannya dengan pengelolaan ekosistem
mangrove antara lain pemanfaatan, konversi, restorasi, hukum dan
kelembagaan, serta mekanisme koordinasi. Mengingat bahwa pedoman
ini dipersiapkan untuk menunjang pembangunan di bidang kelautan
dan perikanan maka topik bahasan akan difokuskan untuk menunjang
kegiatan perikanan, perlindungan pesisir dan pariwisata.
5.1. Siklus Pengelolaan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa siklus pengelolaan ini
terdiri dari perencanaan, pelaksanaan awal, persetujuan rencana dan
PedomanPengelolaanEkosistemMangrove
m
pendanaan, pelaksanaan dan penyesuaian, serta pemantauan dan
evaluasi. Dimana masing-masing tahap akan mengarah kepada
pencapaian hasil.
5.1.1. Perencanaan
Proses perencanaan ini terdiri dari serangkaian kegiatan seperti
penyusunan profit kawasan, identifikasi isu pengelolaan, identifikasi
pemangku kepentingan (stakeholders), perumusan tujuan dan sasaran
yang akan dicapai, dan perencanaan bentuk kegiatan yang akan
dilaksanakan.
a. Penyusunan profil kawasan
Penyusunan profil kawasan dilaksanakan oleh masyarakat setempat
bersama dengan pemerintah desa, dapat juga didampingi oleh CO
(community organizer), fasilitator, atau motivator desa. Yang perlu
dilakukan dalam satu pertemuan a tau diskusi masyarakat:
1. Daftarkan masalah-masalah yang dialami masyarakat berkaitan
dengan sumberdaya ekosistem mangrove yang ada, juga kegiatan-
kegiatan pengrusakan yang terjadi. Lakukan identifikasi berdasarkan
temuan-temuan a tau kenyataan yang dilihat, dialami, a tau dirasakan
oleh masyarakat. Misalnya: penebangan mangrove yang berlebihan,
proses abrasi di hutan mangrove, dan pencemaran ekosistem
mangrove.
2. Diskusikan secara bersama isu-isu yang diangkat dari temuan-
temuan di lapangan tersebut secara lebih lengkap (komprehensif),
dengan beberapa pertanyaan acuan, an tara lain:
• Pernyataan mengenai isu atau perkembangan dan kondisi isu
beserta lokasi penyebarannya (seberapa luas, sejak kapan).
• Penyebab (oleh aktivitas man usia a tau alamiah).
• Akibat yang ditimbulkan (dampak ekologis/lingkungan,
ekonomis, a tau kondisi sosial masyarakat).
Hasil pertemuan masyarakat yang telah dilakukan kemudian
dirangkum dalam satu profit. Sangat penting apabila isu-isu yang
teridentifikasi tersebut dipetakan. Tujuan penyusunan profil yaitu
mendapatkan gambaran secara lengkap mengenai kondisi isu
Pendahulu1n
Identifikasi isu sumberdaya
Tujuan pembuatan prolil ekosistem mangrove adalah proses
Met ode yang digunakan
pengumpulan informasi dan
Gambaran umum dari kawasan mangrove
penentuan masalah-masalah
Kondisi Geografi Desa Sekitar Kawasan Mangrove sumberdaya yang ada, sebab akibat
Demografi de sa
Mata Pencaharian dari masalah, dan penanganan isu
Kondisi So sial Ekonomi yang direkomendasi a tau diusulkan
Kondisi Lingkungan
Kelembagaan dan pemangku kepentingan
dalam rencana pengelolaan. Isu
dapat berupa masalah yang ingin
lsu-isu Pengelolaan Sumberdaya Ekosistem Mangrove
dan perlu ditangani, konflik yang
Penebangan Mangrove
Pencemaran Mangrove perlu diselesaikan di antara
Abrasi Pantai masyarakat, dan potensi atau
Konversi Lahan
Degradasi Hutan peluang yang dapat dikembangkan.
Ketarsediaan Air Bersih Tujuan identifikasi isu adalah
Sanitasi Lingkungan
Konflik Pemanfaatan
mengetahui permasalahan kunci,
"-ngkapan Satwa pada Habitat Man!Jfove memberikan rasa "memiliki"
Pandidikln dan Pelatihan program yang lebih baik, dan
tersedianya informasi penting
mengenai sumberdaya ekosistem mangrove dan penggunaannya bagi
perencana.
Identifikasi isu dapat dimulai dengan identifikasi lokasi dan masyarakat
dengan pengenalan masyarakat baik secara sosial-ekonomi maupun
budaya dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumberdaya.
Pengenalan masyarakat harus terjadi secara dua arah yaitu masyarakat
dapat mengenal atau memahami manfaat dari pengelolaan yang
Akibat:
Penyebab:
• Kehilangan daratan
• Kondisi arus dan gelombang
• Kerusakan rumah penduduk, jalan dan
• Penebangan kayu bakau
interupsi air Iaut
• Konversi lahan sehingga berkurangnya
• Banjir meluap kedalam pemukiman
kawasan mangrove
penduduk
Tabel5.1.
Be rikut adalah contoh analisis dari isu abra si pant ai ya ng terj adi pad a s uatu kawasa n pesisir.
Bag1ani-PedomanPengetolaan
m
a. Pertimbangan gender dalam pelaksanaan
• Menempatkan perempuan dalam pelaksanaan program
• Merancang intervensi rogram dengan pemahaman yang baik
mengenai bagaimana kedua gender menggunakan sumberdaya dan
kebutuhan mereka serta hambatan-hambatannya
• Siapkan dana dan pelatihan untuk aplikai penilaian dan perencanan
program yang sensitif gender
• Pastikan bahwa program dikembangkan dan didasarkan pada
proses-proses kerja sama dan saling menguntungkan an tara laki-laki
dan perempuan
• Membentuk kemitraan dengan organisasi lain yang memiliki
pengalaman dan pengaruh untuk lebih mengembangkan
keberhasilan dan keterampilan penanganan program
b. D inamika penduduk dalam pelaksanaan
• Gunakan informasi demografi penduduk untuk membantu strategi
komunikasi dan pengembangan program dalam pendekatan khusus
kepada pemangku kepentingan tertentu.
• Untuk mengurangi jumlah anak yang dilahirkan, dalam beberapa
kelompok masyarakat, keberhasilan diperoleh saat pekerja keluarga
berencana perempuan bertemu dan berbicara dengan laki-laki dan
perempuan di rumah mereka. Sedangkan dalam masyarakat yang
lebih tradisional, program keluarga berencana lebih berhasil dengan
menggunakan figur pengambil kebijakan dan pemimpin masyarakat
dalam upaya mengurangi jumlah anak dalam keluarga.
• Dalam melaksanakan pelatihan atau pemberian beasiswa kepada
masyarakat, pastikan bahwa anak gadis atau perempuan
mendapatkan 50% kesempatan untuk itu. Intervensi ini dapat
merupakan bagian dari upaya besar untuk memberikan pendidikan
kepada perempuan demi mengurangi tekanan penduduk di . masa
yang akan datang.
• Libatkan anak muda dengan mendidik mereka berkaitan dengan
perubahan perilaku kesehatan reproduktif dan lingkungan.
Dalam pelaksanaan rencana kerja kelompok, kegiatan yang dilakukan
meliputi:
PedomanPengelolaanEkosistemMangrove
m
• Pelatihan-pelatihan bagi kelompok pengelola, antara lain:
pengelolaan administrasi dan keuangan secara transparan dan
sederhana, penyusunan tabel rencana kegiatan, dan pelaporan
administrasi pelaksanaan kegiatan.
• Penetapan dan pengangkatan kelompok pengelola oleh pemerintah
setempat.
• Penyusunan rencana kerjal kegiatan (kegiatan, waktu pelaksanaan
tanggal/bulan, penanggung jawab pelaksanaan I siapa, volume I
jumlah I banyaknya, di mana, apa yang dibutuhkan, berapa dana yang
dibuthkan, serta target yang ingin dicapai) yang dis~pakati oleh
kelompok pengelola.
• Pelaksanaan kegiatan oleh badan a tau kelompok pengelola.
• Pembuatan laporan dan pertanggungjawaban keuangan dan
program.
• Presentasi laporan dalam rapat umum desa.
5.1.5. Monitoring dan evaluasi
Sebagaimana disebutkan bahwa tahapan dalam pengelolaan ekosistem
mangrove mengikuti proses berulang. Secara substantif, monitoring
pengelolaan ekosistem mangrove merupakan proses observasi data dan
fakta secara partisipatif, periodik, konsisten dan berkesinambungan,
meliputi: (1) proses pelaksanaan kegiatan, (2) penggunaan input, (3)
luaran pelaksanaan kegiatan, dan (4) faktor-faktor yang mempengaruhi
baik yang bersifat mendukung maupun tidak mendukung. Sedangkan,
evaluasi pengelolaan ekosistem mangrove merupakan proses observasi
dan analisis data dan informasi serta kajian terhadap fakta yang terjadi
pada proses pengelolaan ekosistem mangrove.
Memperhatikan kompleksitas dan keunikan ekosistem mangrove serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya maka kegiatan monitoring dan
evaluasi ditekankan pada aspek sumberdaya vegetasi, aspek
sumberdaya perikanan, aspek penggunaan lahan, aspek sosial ekonomi
dan aspek kelembagaan.
Monitoring dan evaluasi sumberdaya vegetasi.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi
mengenai batas dan luas, formasi vegetasi, kerapatan, tingkat
Bagianl-PedomanPengelolaan
m
pemanfaatan, dan tingkat kerusakannya. Data yang dikumpulkan pada
monitoring vegetasi adalah data dari hasil observasi di lapang,
penginderaan jauh dan data sekunder.
Monitoring dan evaluasi sumberdaya perikanan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi
mengenai jenis dan sebaran, kelimpahan, potensi, tingkat pemanfaatan
dan peluang pengembangannya. Data yang dikumpulkan pada
monitoring sumberdaya perikanan adalah data dari hasil observasi di
Ia pang maupun data sekunder.
Monitoring dan evaluasi lingkungan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi
mengenai kondisi tanah, salinitas air, suhu air, pasang surut,
sedimentasi, tinggi gelombang dan arus !aut. Data yang dikumpulkan
pada monitoring lingkungan adalah data dari hasil observasi di Ia pang,
penginderaan jauh dan data sekunder.
Monitoring dan evaluasi penggunaan lahan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi
mengenai status pemanfaatan lahan, kemungkinan penguasaan tanah
secara ilegal, illegal logging, dan sebagainya. Data yang dikumpulkan
pada monitoring lingkungan adalah data dari hasil observasi di lapang,
penginderaan jauh dan data sekunder.
Monitoring dan evaluasi sosial ekonomi.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang
pengaruh dan hubungan timbal balik antara faktor-faktor sosial
ekonorni dengan kondisi surnberdaya alam. Data dimaksud meliputi
kependudukan, tekanan penduduk terhadap ekosistem, tingkat dan
proporsi pendapatan, besar keluarga, kepedulian dan perilaku
masyarakat terhadap ekosistem mangrove.
Monitoring dan evaluasi kelembagaan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran aspek
kelembagaan pengelolaan ekosistem mangrove, terkait dengan
koordinasi, keterpaduan, sinkronisasi, dan simplifikasi antar lembaga
mengingat sifat pengelolaan ekosistem mangrove yang multisektor,
Pedoman Pengelolaan Ekosistem Mangrove
m
multidisiplin, dan melibatkan berbagai stakeholder. Kegiatan
monitoring dan evaluasi kelembagaan diharapkan dapat menyajikan
gambaran mengenai tingkat kemandirian masyarakat dan tingkat
intervensi pemerintah dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
Pelaporan
Laporan disusun untuk menunjukkan kemajuan pelaksanaan
pekerjaan. Seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan disusun dalam
laporan akhir, yang isinya meliputi: pendahuluan, kondisi umum lokasi,
kerangka berpikir, metode pelaksanaan, hasil pelaksanaan kegiatan,
kesimpulan dan saran. Di sam ping itu laporan kegiatan dilampiri bukti-
bukti pelaksanaan kegiatan. Laporan ini sebaiknya disebarkan kepada
seluruh lapisan masyarakat, kelembagaan, LSM, dan kalangan
akademisi yang memiliki kepentingan terhadap pemanfaatan hutan
mangrove.
5.2. Pemanfaatan
Pemanfaatan ekosistem mangrove harus direncanakan dengan baik. Jika
ingin mengkonversi peruntukan lahannya harus dipertimbangkan
benar dampak yang akan ditimbulkan bagi kelestarian ekosistem
mangrove. Berikut akan dipaparkan beberapa contoh pengelolaan
pemanfatan hutan mangrove untuk berbagai keperluan.
5.2.1. Perikanan
Kegiatan perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya yang
berhubungan dengan ekosistem mangrove sangat penting dalam
menyediakan sumber protein dan sumber mata pencaharian/
Opendapatan bagi masyarakat di pesisir mulai dari nelayan miskin,
pembudidaya ikan, sampai dengan perusahaan perikanan yang
bergerak di bidang pengolahan hasil perikanan.
Ekosistem mangrove yang mengalami kerusakan akan berpengaruh
pada turunnya stok perikanan, ketersediaan benih alami, turunnya
kualitas air laut yang akan digunakan sebagai media budidaya tambak
dan keramba, juga pada turunnya hasil tangkapan nelayan setempat.
Hal tersebut secara langsung akan berpengaruh pada keadaan ekonomi
masyarakat pesisir yang sebagian besar menggantungkan hidupnya
pad a kegiatan perikanan.
Bag1an i - PedomanPengelolaan
m
Selain itu berkaitan dengan masalah kerusakan ekosistem magrove, satu
hal yang harus diketahui dan ditindaklanjuti adalah kurangnya
penegakan peraturan kegiatan perikanan dalam hal perlindungan
kawasan-kawasan asuhan yang menyebabkan peningkatan laju
kerusakan ekosistem mangrove khususnya dan bahkan kepunahan
sumberdaya perikanan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan ekosistem mangrove sangat penting dan tidak dapat
diabaikan dalam hubungannya dengan kegiatan perikanan masyarakat
pesisir. Beberapa tahap dalam pengelolaan ekosistem mangrove yang
berkaitan dengan perikanan adalah sebagai berikut:
a. Prinsip-prinsip dasar
Tujuan utama pengelolaan ekosistem mangrove sebagai kawasan
penunjang kegiatan perikanan tangkap dan budidaya adalah
pelestarian ekosistem mangrove sebagai daerah asuhan (nursery
ground); daerah mencari makan (feeding grounds); dan daerah pemijahan
(spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang, dan biota lainnya baik
perikanan budidaya maupun perikanan tangkap. Tujuan ini dicapai
melalui prinsip:
• keberadaan ekosistem mangrove sangat menunjang keberadaan
perikanan budidaya dan perikanan tangkap.
• kerusakan ekosistem mangrove akan menyebabkan menurunnya
hasil dari perikanan budidaya dan perikanan tangkap.
• pengelolaan ekosistem mangrove berorientasi pada kelestarian
fungsi lingkungan ekosistem mangrove dan nilai-nilai ekologi untuk
mendukung perikanan budidaya dan perikanan tangkap.
• kegiatan konversi lahan harus mempertimbangkan luasan mangrove
yang tersedia.
• perlunya penegakan peraturan/hukum untuk melindungi
keberlangsungan dari kelestarian ekosistem mangrove.
b. Perencanaan dan persia pan kegiatan
• Identifikasi kawasan mangrove apakah masih dalam kondisi baik
ataukah sudah mengalami kerusakan
• Identifikasi kawasan mangrove yang memiliki fungsi-fungsi
mendukung pemijahan dan perikanan. Penentuan bisa dilakukan
PedomanPengelolaanEkosistem Mangrove
m
berdasarkan pada data-data sekunder maupun hasil penelitian
sebelumnya, data statistik perikanan, dan lain sebagainya;
• Identifikasikan kegiatan-kegiatan perikanan yang ada di lokasi baik
budidaya maupun penangkapan serta kegiatan-kegiatan lain yang
mempengaruhinya seperti pertambangan, perindustrian;
c. Pelaksanaan kegiatan
• Apabila ekosistem mangrove di kawasan tersebut sudah mengalami
kerusakan dapat dilakukan kegiatan rehabilitasi.
• Apabila ekosistem mangrove di kawasan tersebut masih dalam kondisi
baik, perlu dilakukan tindakan perlindungan dan menjaga
kelestariannya, an tara lain dengan (i) memberi batas-batas peruntukan
bagi kegiatan perikanan yang tidak merusak (non destructive), (ii)
adanya akses yang terbuka dan terkendali bagi kegiatan nelayan miskin
seperti pengumpulankayu, kerang, ikan, dan udang.
• Kegiatan perikanan yang merusak dalam ekosistem mangrove harus
dilarang, dan apabila secara sosial ekonomi tidak memungkinkan,
harus diupayakan pengaturannya secara partisipatif dan sukarela.
• Kegiatan-kegiatan ramah lingkungan yang dapat dikembangkan di
kawasan mangrove antara lain (i) penggemukan kepiting, (ii)
budidaya kerang, rum put !aut.
• Pelaksanaan kegiatan budidaya dalam rangka menjaga kelestarian
ekosistem mangrove harus memperhatikan hal-hal (i) Penggunaan
spesies-spesies exotic (berasal dari luar daerah), (ii) Penggunaan
antibiotik dan racun hama yang dapat memberikan dampak negatif
terhadap pertumbuhan mangrove, (iii) Tambak-tambak yang
terbengkelai hendaknya direhabilitasi menjadi kawasan mangrove
dengan cara memperbaiki sistim hidrology (untuk menciptakan
penggenangan pasang surut), dan penanaman kembali mangrove.
• Kawasan ekosistem mangrove yang harus disisakan untuk
mendukung kegiatan perikanan dapat dikonversi secara sangat hati-
hati dengan perhitungan yang akan dijelaskan pada sub bab 5.3.
Beberapa model pengelolaan ekosistem mangrove berkaitan dengan
kegiatan perikanan antara lain (i) Wanamina/tumpangsari yang lebih
dikenal dengan silvofishery dan (ii) Pastural yaitu penggabungan antara
mangrove dan ternak.
Bag1ani-PedomanPengelolaan
m
5.2.2. Perlindungan pesisir
Upaya perlindungan terhadap garis pantai umumnya dilakukan untuk
melindungi berbagai bentuk penggunaan lahan seperti permukiman,
daerah industri, daerah budidaya pertanian maupun perikanan, daerah
perdagangan dan sebagainya yang berada didaerah pantai dari ancaman
erosi. Mangrove mempunyai akar yang spesifik, kuat, dan rapat
sehingga sangat bermanfaat untuk menahan arus dan gelombang. Jika
mangrove ditanam dalam jarak yang relatif dekat maka kumpulan akar
terse but akan sangat menghambat arus yang lew at.
Untuk perlindungan erosi, dalam pelaksanaannya perlu digabungkan
denganpembuatan alat pemecah ombak sehingga mangrove yang baru
ditanam tidak rusak oleh hempasan ombak. Dengan pendekatan
kombinasi tersebut di atas, maka di satu sisi pantai terlindungi dari erosi
dan disisi lain juga terjadi pembangunan pantai kembali dari proses
sedimentasi yang terjadi di sekitar tanaman mangrove. Namun
demikian, mengingat lokasi yang mengalami erosi biasanya mempunyai
arus dan gelombang yang relatif besar, maka diperlukan perangkat
tambahan berupa alat pemecah ombak (APO) untuk memastikan bahwa
tanaman yang baru ditanam tidak tercabut oleh ombak. Biasanya APO
dibuat dari tiang pancang bambu/ kayu. Struktur bambu merupakan
struktur bangunan sementara. Dengan sifat yang sementara tersebut,
begitu APO di rencanakan harus ada tindakan lanjutan untuk
mengantisipasi rusaknya APO pad a waktu de kat.
Sebagai pelindung pantai dari pencemaran, mangrove dapat berfungsi
menyaring dan mengendapkan polutan. Prinsip dasarnya adalah sistem
perakaran mangrove yang dapat berfungsi sebagai penyaring alami dan
pengendap materi polutan yang masuk a tau melewati daerah mangrove,
sama halnya dengan kemampuan tumbuhan mangrove untuk
mengendapkan sedimen. Selain itu beberapa jenis tumbuhan mangrove
dapat berfungsi juga mengabsorbsi materi polutan yang dikenal dengan
sistem Phytoremediasi. Namun demikian, keberadaan polutan akan
dapat mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Oleh karena itu
perlu pengaturan secara hati-hati penggunaan lahan yang akan
digunakan untuk pengendapan polutan ini. Sangat disarankan untuk
dilakukan studi Amdal guna melihat seberapa besar pengaruh polutan
PedomanPengelolaanEkosistemMangrove
m
terhadap kelestarian ekosistem mangrove, kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat sekitar ekosistem mangrove.
Proses perencanaan dan persiapan program harus melibatkan seluruh
stakeholder guna menyusun konsep rencana pengelolaan. Partisipasi
masyarakat juga dibutuhkan dalam pelaksanaan program sampai
dengan pemantauan dan evaluasi.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan ekosistem
mangrove untuk tujuan perlindungn pesisir an tara lain adalah:
a. Prinsip dasar
• Semua pihak harus memahami bahwa rusaknya ekosistem mangrove
menyebabkan pantai tidak terlindung dari serangan gelombang
sehingga akan menimbulkan pantai tererosi oleh gelombang laut.
• Jika ekosistem mangrove telah rusak dan erosi pantai terjadi maka
perlu waktu yang cukup lama untuk merehabilitasi pantai terse but.
• Cara yang paling efektif untuk menanggulangi abrasi yang terjadi
adalah dengan dilakukannya penanaman mangrove.
b. Perencanaan dan persia pan
• Apabila kondisi pantai telah tererosi maka segera disiapkan
pembangunan pemecah gel ombang/APO. Selain itu penanaman
mangrove harus juga dilakukan.
• Pembangunan APO untuk melindungi pantai adalah bersifat
sementara, namun dalam jangka panjang peran yang sesungguhnya
adalah dari tan am an mangrove mud a yang ditanam.
• Penanaman mangrove dapat dilakukan secara langsung melalui
propagul a tau dengan disemaikan terlebih dahulu.
• Cara penanaman dapat menggunakan berbagai macam sistem yaitu
sistem berjajar, sistem wanamina (sylvofishery), penanaman bibit
dengan bantu an batang bam bu.
• Tanaman mangrove harus tetap dipantau terus dari mulai proses
penanaman, perawatan, sampai evaluasi.
c. Pelaksanaan kegiatan
• Perancangan konstruksi APO yang akan dibangun. Dan pemilihan
lokasi yang tepat bagi pembangunanAPO.
Bagiani-PedomanPengelolaan
m
• Pembuatan APO sebaiknya dilakukan secara bergotong royong
dengan dana yang berasal dari swadaya masyarakat desa (kolektif).
• Setelah proses pembangunan APO selesai, segera dilanjutkan dengan
penanaman mangrove dibelakang APO. Penanaman dapat dilakukan
secara langsung dengan propagul maupun tanaman hasil dari
persemaian.
• Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa APO hanyalah
bersifat sementara, namun yang memiliki peran utama untuk
memperbaiki pantai dari erosi adalah tanaman mangrove yang telah
ditanam.
5.2.3. Pariwisata
Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi yang tumbuh secara
cepat dan pesat, dan ekosistem mangrove tidak terlepas dari potensi ini.
Habitat yang unik dan keanekaragaman hayatinya merupakan daya
tarik sekaligus peluang bagi kegiatan wisata maupun pendidikan.
Namun demikian, kegiatan ini hanya dapat dilakukan pada kawasan
mangrove yang mempunyai kondisi baik dan dengan kerapatan yang
tinggi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan ekosistem
mangrove untuk tujuan pariwisata dan pendidikan an tara lain adalah:
a. Prinsip pelaksanaan kegiatan
• Semua pihak harus memahami bahwa potensi pengembangan
pariwisata juga menyimpan adanya peluang kerusakan bagi
ekosistem mangrove apabila kegiatan tidak diatur dan direncanakan
dengan baik.
• Pengembangan pariwisata memerlukan upaya identifikasi peluang-
peluang pariwisata dengan melibatkan pengujian pola-pola
pariwisata mangrove pada tingkat lokal, Kabupaten/Kota, Propinsi,
Nasional bahkan Regional termasuk kesepakatan-kesepakatan
jangka pendek dan panjang dalam Pembangunan Pariwisata
Berkelanjutan terhadap kemungkinan pengembangan wisata yang
berkaitan dengan ekosistem mangrove.
• Pengembangan pariwisata ekosistem mangrove harus sejalan dengan
upaya pelestariannya sehingga keduanya bisa berkelanjutan .
Pengembangan ini harus mampu melindungi dan melestarikan
PedomanPengelolaanEkosistem Mangrove
m
lingkungan alam, keanekaragaman hayati, budaya, industri/
kerajinan rakyat dan mampu meningkatkan kondisi sosial ekonomi
masyarakat sekitarnya. Untuk itu, sebagian pemasukan dari kegiatan
pariwisata tersebut harus juga dikembalikan untuk upaya
pelestariannya.
• Pengembangan pariwisata harus sesuai dengan daya dukung
lingkungan (carrying capacity) yang dapat diketahui secara fisik,
lingkungan dan sosial serta daya tampung ekosistem. Penentuan
daya dukung ini perlu pula dikaitkan dengan akomodasi, pelayanan,
sarana rekreasi yang dibangun di setiap tern pat tujuan wisata.
b. Perencanaan dan persia pan
• Menentukan lokasi yang layak untuk pengembangan kegiatan
pariwisata mangrove. Faktor-faktor yang dapat dijadikan dasar
penilaian antara lain (i) kerapatan pohon, (ii) keragaman jenis, (iii)
fauna yang hid up di ekosistem mangrove seperti burung, reptil, (iv)
kemudahan akses.
• Mengidentifikasi dan mengantisipasi dinamika ekosistem dalam
kawasan pariwisata . Tipologi dan perubahan ekosistem merupakan
bahan pertimbangan dalam menentukan bentuk pengelolaan
pembangunan wisata ekosistem mangrove.
• Menentukan areal pemanfaatan pada kawasan dan sekitar kawasan
mangrove yang berpotensi tinggi untuk dimanfaatkan serta
dikembangkan bagi kepentingan wisata, perikanan, perdagangan
dan kepentingan lainnya.
• Desain fisik keteknikan pembangunan kawasan wisata mangrove
berdasarkan kemampuan finansiallokal, nasional ataupun regional.
• Untuk lokasi-lokasi tempat mangrove mengalami kerusakan segera
dilakukan rehabilitasi.
• Untuk memudahkan pengunjung perlu disediakan tempat informasi,
fasilitas sanitasi, jalur perjalanan, pos pengamatan fauna, menara
pengawasa/pengintai, dan lain-lain.
c. Pelaksanaan kegiatan
• Untuk meminimalkan dampak aktivitas wisata, maka kegiatan
pengunjung perlu dibatasi pada jalur/papan jalan, jalur perahu a tau
atraksi yangjelas.
Bag1an I - Pedoman Penge1o1aan
m
• Pemanfaatan kawasan mangrove bagi pengembangan pariwisata
memerlukan pembangunan sistem informasi pariwisata yang
bertujuan mengevaluasi dan memantau perkembangan pariwisata
agar perkembangannya tidak melebihi daya d ukung.
• Pembangunan sarana dan prasarana wisata sekaligus penyediaan
tempat untuk menyajikan seluruh informasi tentang ekosistem
mangrove di lokasi seperti peta, foto, penjelasan spesies, sejarah
pengelolaan, budaya setempat dan lain-lain.
• Pengelolaan kegiatan harus melibatkan masyarakat setempat
termasuk kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan
pelatihan dan manfaat langsung dari kegiatan pariwisata seperti
penyediaan souvenir, pemandu wisata, pelestarian mangrove, dan
lain-lain.
5.3. Konversi
Berdasarkan fungsinya, ekosistem mangrove seyogyanya semaksimal
mungkin untuk tetap dipertahankan keberadaannya. Namun demikian
pembangunan ekonomi dan pertumbuhan penduduk menuntut adanya
konversi sebagian lahan ekosistem mangrove untuk keperluan lain.
Umurnnya lahan hasil konversi dimanfaatkan untuk penggunaan lahan
permukiman, industri, pertanian, perkebunan, perikanan, pelabuhan
(udara dan !aut), dan sebagainya. Konversi ekosistem mangrove
dimungkinkan dan upaya konversi harus memperhatikan status
kawasan mangrove, karakteristik biogeofisik wilayah yang didasarkan
pada analisis dampak lingkungan dan audit lingkungan serta rencana
pengelolaan lingkungan yang transparan dan komprehensif.
Keputusan konversi ekosistem mangrove ke arah penggunaan lain
harus mempertimbangkan aspek ekologi dan aspek sosial ekonomi
masyarakat. Aspek ekologi mencakup integritas ekosistem, daya
dukung, karakteristik alami, dan sebagainya. Sedang aspek sosial
ekonomi masyarakat meliputi tingkat ketergantungan masyarakat
terhadap ekosistem mangrove, tingkat pendapatan, mata pencaharian,
dan sebagainya. Disamping itu, upaya konversi ekosistem mangrove
harus menetapkan rencana perimbangan alokasi kawasan budidaya dan
lindung/konservasi untuk menjamin terjaganya kualitas lingkungan.
2. Mangrove yang berada pada kawasan Harus dipertahankan suatu kawasan tertentu untuk
yang rawan oleh kejadian bencana di perlindungan pantai
pesisir seperti badai, erosi, dan banjir
3. Mangrove yang berfungsi sebagai Harus dipertahankan dari kegiatan yang sifatnya konversi
habitat perikanan atau dekat kawasan dan perusakan dalam rangka mempertahankan fungsi dan
penangkapan perannya dalam menjaga keberlanjutan perikanan pesisir
6. Estuaria dan muara sungai Harus ada kawasan di mulut estuaria yang dipertahankan
sebagai areal mangrove untuk keseimbangan ekologi di
estuaria
Tabel 5.4.
Konversi kebutuhan areal mangrovedengan Juasan Ia han budidaya perikanan
input nutrien, kawasan asuhan, sumber pasokan (35·190) x luas permukaan kawasan budidaya
air, dan netralisasi limbah bagi kegiatan budidaya
Produksi larva udang untuk stok budidaya tambak 160 x luas tambak
Pasokan pakan alami tambak > 4,2 M' per M' luasan tambak
Penyerapan limbah pertambakan 2 22 M' pe.r M' luasan tambak
- - ---------'
Sumber: {Larsson et a/., 1994; Kautsky etel 19971
Bag1ani-PedomanPengelolaan
m
·5.4. Pelestarian Keanekaragaman Hayati
Pengelolaan ekosistem mangrove dengan maksud utama pelestarian
keanekaragaman hayati terutama ditujukan untuk ekosistem mangrove
yang masih asli, belum terusik oleh aktivitas manusia maupun faktor-
faktor alam lainnya. Pengelolaan ditujukan untuk mempertahankan
agar ekosistem mangrove yang masih asli dan baik tetap terjaga
kelestariannya. Dalam konteks pengelolaan ini kegiatan rehabilitasi
tidak harus dilaksanakan karena sesuai dengan kondisi ekosistem yang
ada maka regenerasi secara alami (oleh tanaman induk) biasanya
berjalan baik.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk pengelolaan ekosistem
mangrove dalam rangka pelestarian keanekaragaman hayati adalah:
• Pada tahap ini lakukan perencanaan sesuai dengan ruang lingkup
pengelolaannya. Dalam perencanaan ini juga perlu dikompilasikan
data-data yang sudah ada terkait dengan ekosistem mangrove seperti
luas, status lahan, hasil penelitian pendukung, perikanan, pariwisata
di lokasi, dan rencana tata ruang dan wilayah;
• Sesuai data-data yang ada tentukan berapa luasan mangrove yang
harus dipertahankan di lokasi tersebut untuk menjaga kesuburan
perairan, kegiatan ekonomi, dan kualitas ekosistem pesisir;
• Tentukan kegiatan-kegiatan pemanfaatan baik langsung maupun
tidak langsung yang dapat dilakukan, antara lain (i) pariwisata, (ii)
penelitian dan pendidikan;
• Lakukan secara rutin monitoring kondisi ekosistem mangrove, bila
terdapat kerusakan segera lakukan rehabilitasi khust.isnya pada
lokasi yang kurang memiliki kerapatan pohon induk yang cukup;
• Lakukan penyemaian untuk keperluan rehabilitasi maupun
penyediaan benih untuk lokasi lain di sekitarnya;
• Perlu disusun peraturan daerah dalam pengelolaan ekosistem
mangrove dalam rangka pemanfaatan yang berkelanjutan.
5.5. Rehabilitasi
Kegiatan rehabilitasi dilakukan untuk memulihkan kondisi ekosistem
mangrove yang telah rusak agar ekosistem mangrove dapat
menjalankan kembali fungsinya dengan baik. Upaya rehabilitasi harus
Pedoman Pengelolaan Ekos1stem Mangrove
m
melibatkan seluruh lapisan masyarakat yang berhubungan dengan
kawasan mangrove. Rehabilitasi kawasan mangrove dilakukan sesuai
dengan manfaat dan fungsi yang seharusnya berkembang, serta aspirasi
masyarakat.
Rencana rehabilitasi disusun dengan mempertimbangkan zonasi
kawasan, manfaat dan fungsi, serta aspirasi masyarakat. Oleh karena
itu, pendekatan yang dilakukan dalam menyusun rencana rehabilitasi
adalah pendekatan fisik, pendekatan biologi, dan pendekatan sosial.
Pendekatan fisik dimaksudkan sebagai upaya mencegah dan
menanggulangi keru sakan kawasan mangrove dengan membangun
bangunan fisik (alat pemecah ombak, cerucuk, dan sebagainya) untuk
mengurangi energi gelombang laut yang mengenai bibir pantai.
Pendekatan biologi merupakan upaya vegetatif (penanaman pohon
mangrove) untuk memperkuat bibir pantai dan mencegah terjadinya
erosi. Sedangkan pendekatan sosial merupakan upaya meningkatkan
dan menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat dalam upaya
mencegah dan menanggulangi kerusakan di kawasan pantai.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk rehabilitasi mangrove
pada kawasan dengan kondisi gelombang cukup besar adalah dengan
menggunakan peralatan tambahan dalam bentuk APO. Langkah-
langkah yang perlu dilakukan adalah (i) lakukan perencanaan dan
persiapan, (ii) lakukan kajian mengenai bathimetri, arus, gelombang,
dan pasang surut di lokasi, (iii) lakukan pembuatan disain APO yang
akan digunakan, dan (iv) pilihlah spesies yang mempunyai perakaran
bagus untuk meredam gelombang.
a. Prinsip-prinsip dasar
• Fokus utama dari kegiatan rehabilitasi daerah pesisir yang terkena
erosi adalah penanaman mangrove.
• Untuk melindungi tanaman mangrove muda dari hantaman
gelombang maka dibuatlah penghalang di depan lokasi
penanaman mangrove, salah satu altern atifnya adalah APO.
b. Perencanaan dan persia pan
Dalam tahap ini dilakukan hal-hal seperti :
• pengumpulan data-data perubahan garis pantai yang ada
Bag1an I - Pedoman Pengelolaan
m
• pengumpulan data-data keberadaan bangunan yang menjorok ke
pantai (ukuran, tahun pembuatan, dan kegunaan)
• rencanakan lokasi dan dis a in APO yang akan dibua t
c. Pelaksanaan kegiatan pembuatan dan pemasangan APO
• Bahan yang terbuat dari bambu/kayu atau bahan-bahan sejenis
yang tersisa secara lokal dengan diameter dan panjang tertentu
sesuai dengan kondisi setempat
• Bahan penyangga dan brace anyaman bambui kayu dengan
diameter (0) ± 0,15 m panjang 3,5 m sebanyak 70 buah untuk satu
APO. Jika akan dibuat APO 6 buah, dibu tuhkan bambu 420 buah.
• Bambu dengan diameter kurang lebih 0,08 m panjang 5 m untuk
brace dan penyangga sebanyak 11 buah untuk satu APO, dan untuk
enam buah AJ>O diperlukan 66 buah.
• Anyaman bambu atau sering disebut "sesek", yang dipasang
dibawah muka air pasang atau 0,75- 1 m dari elevasi puncak APO.
Sesek ini diletakkan di depan bambu APO dengan mengikatnya
menggunakan serabut sehingga menjadi satu kesatuan dengan
sistem APO. Kebutuhan sesek ini sekitar 20m 2 untuk tiap APO, jika
2
jumlahAP06 buah makasesek yang dibutuhkanseluas 120m •
• Tali serabut sebagai pengikat antar bambu dan pengikat sesek
dengan bambu, sebanyak 115m
Lakukan pemasangan APO sesuai lokasi yang ditetapkan. Jika
digunakan melindungi pantai, untuk membentuk tombolo maka APO
dipasang sejajar pantai. Sketsa pemasangan APO sebagai berikut:
' Gelombang
APO I
~
Gambar5.2 .
Pemasanga n APO
Pantai untuk lokasi baru
keg iatan rehabilitas i
PedomanPengelolaanEkos1stemMangrove
m
Pantai yang telah ditumbuhi bakau dan sudah kuat menahan
gelombang sendiri akan dapat berkembang. Perkembangan bakau
akan semakin cepat jika dibantu dengan APO. Untuk itulah maka
APO dikembangkan bersama-sama dengan pertumbuhan bakau
dengan tata letak misalnya sebagai berikut:
Gambar5.4
Kondisi APO
saa t pasa ng
air Jaut di
daerah pesisir
Lampung
Timur.
d. Penanaman mangrove
Setelah konstruksi APO dibuat sedemikian rupa sesuai dengan
desain maka tahap selanjutnya adalah penanaman mangrove di
belakang APO, mangrove yang ditanam adalah hasil persemaian
dan sebaiknya masih menggunakan ajir. Perlu diperhatikan
bahwa upaya rehabilitasi akan mengalami sia-sia apabila kegiatan
tersebut hanya berhenti setelah dilakukan penanaman dan
pemasangan alat pemecah ombak (APO)/ cerucuk. Karena itu
penguatan dan pengembangan kelembagaan konservasi kawasan
mangrove perlu dikembangkan dengan tetap melibatkan semua
Bag1an 1- Pedoman Pengelolaan
m
pihak. Disamping itu, perlu juga dikaji kemungkinan men yiapkan
aturan main pengelolaan kawasan mangrove, agar ada pegangan dalam
upaya pemanfaatan, perlindungan, dan pelestarian kawasan mangrove
yang akan dilakukan oleh semua pihak.
Tahap kegiatan penyemaian dan penanaman mangrove:
1. Pembibitan
Urutan tahapan pembibitan adalah penyiapan bibit, pemilihan bibit
mangrove, dan persemaian bibit mangrove.
Penyiapan bib it
Permasalahan yang harus diperhatikan dalam penyiapan bibit
mangrove yaitu bibit diusahakan berasal dari lokasi setempat atau
lokasi terdekat, bibit mangrove disesuaikan dengan kondisi tanahnya,
dan persemaian dilakukan di lokasi tanam w1tuk penyesuaian dengan
lingkungan setempat.
Pemilihan bib it mangrove
Penanaman mangrove dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
menanam secara langsung buahnya dan melalui persemaian bibit.
Penanaman secara langsung dengan propagul tingkat keberhasilan
tumbuhnya rendah (sekitar 20-30% ), sedangkan jika melalui persemaian
didapat keberhasilan tumbuhnya relatif tinggi (sekitar 60-80%). Dan
untuk memperoleh bibit mangrove yang baik, pengumpulan buah
(propagul) dapat dilakukan antara bulan September sampai dengan
bulan Maret, dengan karakteristik sebagai berikut:
Bakau (Rhizophora spp.)
• Buah sebaiknya dipilih dari pohon mangrove yang berusia diatas 10
tahun.
• Buah yang baik dicirikan oleh hampir lepasnya bongkol buah dari
batang buah.
• Buah yang sudah matang dari Bakau Besar (Rhizopora mucronata)
dicirikan oleh warna hijau tua atau kecoklatan dengan kotiledon
(cincin) berwarna kuning; buah Bakau Kecil (Rhrizophora apiculata)
matang ditandai dengan warna buah hijau kecoklatan dan warna
kotiledon merah.
Pedoman Pengelolaan Ekos1stem Mangrove
m
Tancang (Bruguiera spp.)
• Buah dipilih dari pohon yang berumur an tara 5 10 tahun.
• Buahnya dipilih yang sudah matang, dicirikan oleh hampir lepasnya
batang buah dari bongkolnya.
Api-api (Avicennia spp.), Gogem (Sonneratia spp.) dan Bolicella
(Xylocarpus granatum)
• Buah sebaiknya diambil yang sudah matang, dicirikan oleh warna
kecoklatan, agak keras dan bebas dari hama pengerek.
• Buah lebih baik diambil yang sudah jatuh dari pohon.
Persemaian bib it mangrove
Permasalahan yang perlu diperhatikan dalam kegiatan persemaian bibit
mangrove adalah temp at persemaian/ penyapihan dan cara pembibitan.
Tempat persemaian
Kegiatan ini meliputi pemilihan tempat dan pembuatan bedeng
persemaian. Dalam pemilihan tempat harus memperhatikan lahan yang
lapang dan datar; dekat dengan lokasi tanam; dan terendam saat air
pasang, dengan frekuensi lebih kurang 20 40 kali/bulan, sehingga tidak
memerlukan penyiraman.
Kemudian untuk pembuatan bedeng harus memperhatikan ukuran
disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya berukuran 1 x 5 meter atau 1 x
10 meter dengan tinggi 1 meter; bedeng diberi naungan ringan dari daun
nipah a tau sejenis, media bedengan berasal dari tanah lumpur sekitamya;
dan bed eng berukuran 1 x 5 meter dapat menampung bibit dalam kantong
plastik (10 x 50 em) atau dalam botol air mineral bekas (500 ml) sebanyak
1200 unit, a tau sebanyak 2250 unit untuk bedeng berukuran 1 x 10 meter.
Cara pembibitan
Buah disemaikan langsung ke kantong-kantong plastik atau ke dalam
botol air mineral bekas yang sudah berisi media tanah. Sebelum diisi
tanah, bagian bawah kantong plastik a tau botol air mineral bekas diberi
lubang agar air yang berlebihan dapat keluar.
Khusus untuk buah Bakau (Rhizophora spp.) dan Tancang (Bruguiera
spp.) sebelum disemaikan sebaiknya disimpan dulu di tempat yang
Bagiani - PedomanPengelolaan
m
teduh dan ditutupi dengan karung basah selama 5-7 hari. Ini bermanfaat
untuk menghindari batang bibit dimakan oleh serangga atau ketam
pada saat ditanam nanti. Daun muncul setelah 20 hari, setelah berumur
2-3 bulan bib it sudah bisa di tan am di lokasi.
2. Penanaman mangrove
Kegiatan penanaman mangrove mencakup penentuan lokasi penanaman,
pemilihan jenis pada setiap tapak, persia pan lahan, dan cara penanaman.
Lokasi penanaman mangrove biasanya dilakukan di tepi pantai yang
mengandung substrat lumpur, tepian sungai yang masih terpengaruh air
!aut, dan tanggul saluran air tambak. Pemilihan jenis pada setiap tapak
perlu dilakukan agar bibit dapat tumbuh dengan baik. Seperti Bakau
(Rhizophora spp.) dapat tumbuh dengan baik pada substrat (tanah) yang
berlumpur, dan dapat mentoleransi tanah !urn pur-berpasir, di pantai yang
agak berombak dengan frekuensi genangan 20-40 kali/bulan. Bakau
merah (Rhizophora stylosa) dapat ditanam pada lokasi bersubstrat (tanah)
pasir berkoral. Api-api (Avicennia marina) lebih cocok ditanam pada
substrat (tanah) pasir berlumpur terutama di bagian terdepan pantai,
dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan. Gogem/ Prapat (Sonneratin
spp.) dapat tumbuh baik di lokasi bersubstrat lumpur atau lumpur
berpasir dari pinggir pantai ke arah darat, dengan frekuensi genangan 30-
40 kali/bulan. Tancang (Bruguiera gymnorrhiza) dapat tumbuh dengan baik
pada substrat (tanah) yang lebih keras yang terletak ke arah darat dari garis
pantai dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bu Ian.
Persiapan lahan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat jalur
tanaman searah garis pantai dan bersihkan jalur tanaman sekitar 1 m
dari tumbuhan liar, dan pasang ajir-ajir dengan menggunakan patok-
patok dari kayu/bambu yang berdiameter 10 em secara tegak sedalam
0,5 m dengan jarak disesuaikan dengan jarak tanam. Pemasangan ajir ini
bertujuan untuk mempermudah mengetahui tempat bibit akan
ditanam, tanda adanya tanaman baru, dan menyeragamkan jarak bibit
yang satu dengan yang lai1mya.
Penanaman mangrove dapat dilakukan melalui 2 sistem yaitu sistem
banjar harian dan sistem tumpangsari atau yang lebih dikenal dengan
sistem wanamina (sylvofishery). Pada sistem banjar harian penanaman
dapat dilakukan dengan menggunakan benih a tau menggunakan bibit.
Pedoman Pengelolaan Ekoststem Mangrove
m
Pada sistem wanamina (sylvofishery), prinsip penanaman sama seperti
pada sistem banjar harian. Perbedaannya adalah pada penanaman
mangrove dengan sistem wanamina dibuatkan tambak/kolam dan
saluran air untuk membudidayakan sumberdaya ikan, sehingga
terdapat perpaduan antara tanaman mangrove (wana) dan budidaya
sumberdaya ikan (mina). Secara umum terdapat tiga pola dalam sistem
wanamina (sylvofishery) yaitu wanamina dengan pola empang parit,
wanamina dengan pola empang parit yang disempurnakan, dan
wanamina dengan pola komplangan.
5.6. Hukum Kelembagaan
Pengelolaan ekosistem mangrove yang berbasiskan masyarakat
memerlukan suatu sarana dan kewenangan agar masyarakat lokal dan
pemerintah desa dapat mengambil tanggung jawab yang lebih besar
dalam pengelolaan sumberdaya lokal. Selain itu, masyarakat lokal
membutuhkan dukungan dari tingkat pemerintah yang lebih tinggi juga
diperlukan untuk mendelegasikan kewenangan pengelolaan kepada
masyarakat lokal. Sarana dan dukungan yang diperlukan itu biasanya
berbentuk aturan-aturan daerah yang berfungsi sebagai legitimasi
hukum agar pengelolaan dapat dilakukan dengan baik dan mempunyai
kekuatan dalam mengatur seluruh kepentingan. Legitimasi hukum
tersebut dapat berbentuk kebijakan a tau peraturan daerah.
Sebagaimana disebutkan dalam undang-undang dan peraturan daerah,
pemerintah lokal dapat membuat peraturan pengelolaan sumberdaya
ekosistem mangrove. Dari sisi pembuatan produk hukum, suatu
peraturan yang baik harus memiliki 3 landasan yaitu landasan filosofi,
sosiologis, dan yuridis (Karwur et. a!., 2002 dalam Tulungen et. a/. 2003).
5.6.1. Peran pemerintah daerah untuk mengeluarkan Perda dan
menegakkan aturan
Peraturan daerah (Perda) merupakan peraturan perundang-undangan
tingkat daerah yang dibentuk oleh pemerintah daerah atau salah satu
unsurnya yang berwenang membuat peraturan perundangan-
undangan di tingkat tersebut. Menurut undang-undang, pemerintah
daerah memiliki wewenang untuk menyusun dan menetapkan Perda
atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun
1. Prasarana Bangunan fisik Pusat lnformasi atau ruang yang cukup memadai, strategis
dan mudah dicapai masyarakat
3. SDM Kelompok pengelola yang aktif {ada pembagian peran yang jelas)
5. Unsur pembaharuan Tambahan informasi yang baru, perbaikan kerusakan dan penarnbahan sarana,
pembaharuan peran, program peningkatan kapasitas, dan ketersedian dana
penunjang
-
6. Partisipasi masyarakat Memanfaatkan pusat informasi, menjaga/ mengalola pusat informasi,
dukungan dana dan tanaga
Tabel5.4.
Syarat pembu atan Pusat Informasi
BAB VI
PELIBATAN MASYARAKAT
Perencenaan • Partiliplli dalem J1111Gumpulan data dlllf den ptlatihen pengumpulen data
• Mqhadlri partamuan daln idantlfiklli dan anahil iau
• Pambtri maaukan tlfhadep "'""""""" dan iau Mrta panantuan prioritll iau
• Btfptrtleiplli dalem panyuaunan dn dinminaal profll dill
• BlfPirtielplll dalem panyuaunen dreft parancenaan
Adoptl progrem/ • Blrpertielplll dllem menantuken leu prioritll, tujuen pangaloi11n, dan kegieten yeng ekan
perntujuen dliekuken, 11rt1 wektu ptlek11n11n
• 8tfpertlelp11l daln niCIIYIWtrlh dtl1 untuk par11tujuan rancena pangalolaan dan panden11n
• Mtmbtrlkan dukungen 1t1u panolekan terhtdl!l pandentan den bentuan t1knl1 dtrl Ptmd1
dalem koneult11l den pr~~anteal rancene pangtlolean
• Mtmblrlken dukungan ltgltlmeal ranc1n1 pangtlolaan meltlul SK Ktptla D111 tanteng
P11111111en Rencena Pangalolean dan Plllllepen Ktlomtlok Pengllola den Palek11n1 Rencene
Pengalolt
• Batpertllipttl dlln pembuetan Rancana Ptmbangunen Tehunan Dill IRPTD) bardalertan
. rtncene pangalolaen yeng dltlll!lktn
• Mencer! dukungan dana dan bentuan llknll mtltlulewadeye mllytrektt, panguetha,
ltmb101 donor lain, LIM, parguruen tlnggl, 11laln dukungen dane darl pemarlntlh.
• Blretmt·llfnl dangen ptnllrlnllh dill dan ktbuplten menyttujuii'IIICIII pangaloltan,
ltrtttOI, den pendanttnnYI
• Blrplrllelplll delern ptluncuren dokumen rencene pangalol11n
PedomanPengelolaanEkosistemMangrove
m
• Akar permasalahan dimengerti dan disetujui untuk ditindak lanjuti.
• Para pihak memiliki kemampuan yang cukup.
Unsur yang tidak kalah penting dalam pelibatan masyarakat di dalam
program pengelolaan ekosistem mangrove adalah pendamping
masyarakat atau disebut juga fasilitator masyarakat, yang bekerja
langsung dengan masyarakat. Pendamping masyarakat ini dapat dibagi
dalam dua kelompok, pendamping yang berasal dari luar desa dan
pendamping yang berasal dari dalam desa.
Secara umum, pendamping masyarakat yang berasal dari luar desa
memiliki kriteria sebagai seorang yang (i) mampu mengembangkan
kepercayaan, disegani, berkomunikasi, bekerja sama, berinteraksi,
menempatkan diri dan peka terhadap budaya setempat, (ii) memiliki
Jatar belakang pendidikan yang memadai (mengerti aspek lingkungan
dan masyarakat pesisir), (iii) memiliki jiwa kepemimpinan dan
kemampuan mengorganisir pelaku-pelaku pengelolaan ekosistem
mangrove, dan (iv) memiliki kesadaran dan kepekaan dalam
mendorong pelibatan seluruh masyarakat dalam keseluruhan proses
pengelolaan ekosistem mangrove.
Mengingat pentingnya pendamping masyarakat ini, proses pemilihan
orang hingga penempatannya haruslah dipersiapkan dengan baik.
Beberapa tahapan yang dilalui adalah:
• Pemilihan, kegiatan ini dapat dilakukan oleh lembaga dari luar desa
a tau inisiator program melalui proses perekrutan secara terbuka dan
obyektif.
• Orientasi, dilakukan untuk memperkenalkan calon pendamping
masyarakat terhadap program dan kondisi lapangan tempat
pendamping masyarakat bertugas.
• Pelatihan, kegiatan ini memiliki arti penting bagi seorang
pendamping sebagai pembekalan bagi pendamping dalam
menjalankan tugasnya.
Selain pendamping dari luar desa, untuk mendorong keterlibatan
penuh masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrve, diperlukan
adanya pendamping masyarakat dari dalam desa, disebut juga
motivator desa, asisten lapangan, atau community organizer (CO). CO
Bag•an I - Pedoman Pengelolaan
m
merupakan penggerak masyarakat yang berasal dari dalam desa yang
dipilih oleh masyarakat dan pemerintah desa. Pendamping jenis ini
dibutuhkan dengan tujuan menjamin keberlanjutan pendampingan
pada saat pendamping dari luar desa selesai bertugas. Jumlah
pendamping ini disesuaikan dengan luasan pengelolaan ekosistem
mangrove setempat.
Secara umum, kriteria CO ini adalah orang-orang yang mau dan peduli
pada kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan isu-isu di desa, disegani,
dapat diterima di berbagai kalangan dan tingkatan masyarakat, tidak
memiliki konflik besar dalam masyarakat, tidak memihak atau masuk
dalam kelompok-kelompok tertentu. Proses penetapan CO di desa ini
secara umum dapat disebutkan:
• Pengenalan, melalui sosialisasi perlu dan pentingnya program
pengelolaan ekosistem mangrove.
• Perolehan mandat dari masyarakat, yang didapat melalui prosedur
pemilihan dari penguasa setempat, dan pemberitahuan kepada
penanggung jawab program a tau pengelola program.
• Pembekalan, dengan memberikan pelatihan, seperti yang dilakukan
pad a pendamping yang berasal dari luar desa.
Keberadaan CO ini sangat penting karena mereka akan menjadi kader-
kader yang terlatih dalam melakukan program pengelolaan ekosistem
mangrove. Mereka akan menerima banyak pengetahuan dan
keterampilan untuk melakukan pengelolaan ekosistem mangrove yang
akan diteruskan serta diterapkan dalam di masyarakat. Keberadaan
kedua jenis pendamping masyarakat ini menjadi komponen penting
pendukung keberhasilan pengelolaan ekosistem mangrove.
BAB VII
PENUTUP
Saya selaku Direktur Bina Pesisir, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau
Kecii, Departemen Kelautan dan Perikanan, maupun secara pribadi, dengan ini
mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas masukan,
tanggapan, saran, kritik yang membangun dalam proses pembahasan dan
konsultasi dalam penyusunan Panduan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
Ucapan terimakasih ini secara khusus ditujukan kepada Yth:
I. PUSAT
1. Prof. Dr. lr. Aokhmin Dahuri. MS Menteri Kelautan dan Perikanan
2. Prof. lr. Widi Agoes Pratikto, MSc, PhD Dirjen Pesisir dan Pulau·pulau Kecil, DKP
3. lr. lrwandi ldris, MSi Direktur Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP
4. lr. Ali Supardan, MSc Sekretaris Ditjen P3K, DKP
5. lr. Yaya Mulyana Direktur KTNL Ditjen P3K, DKP
6. lr. Ferrianto H. Djais, MMA Direktur TALPPK Ditjen P3K, DKP
7. Dr. Alex SW. Aetraubun Direktur PPK Ditjen P3K, DKP
8. Dr. Sudirman Saad, SH, MHum Direktur PMP Ditjen P3K, DKP
9. Dr. lr. Subandono Diposaptono, M.Eng. Kasubdit Mitigasi Lingkungan Pesisir Ditjen P3K, DKP
1D. Dr. Sapta Putra Ginting Kasubdit Pengelolaan Pesisir Terpadu Ditjen P3K, DKP
11 . lr. Env Budi Sri Haryani Kasubdit Pengendalian Pencemaran Laut, Ditjen P3K, DKP
12. Prof. Dr. Hadi S. Alikodra IPB
13. Dr. Harry Santoso ALPS Dephut
14. lr. Adi Triswanto, MSi ALPS Dephut
15. lr. Badrudin Ditjen Perikanan Budidaya, DKP
16. lr. Nyoto Santoso, MS LPP Mangrove
Ucapan terimakasih dan penghargaan ini juga say a sampaikan secara khusus dan
mendalam kepada Tim Penyusun atas jerih payah dan pengorbanannya,
terutama dalam pengumpulan materi, penyusunan, pembahasan, penulisan
hingga penerbitan panduan ini, yaitu:
~-
Pedoman Pengelolaan Ekosistem Mangrove
BAB l
PENDAHULUAN
2 1:250.000·50.000 • Rapat
Landsat TM
• Tidak rapat
• Sangat rap at • •
3 0!: 1: 25.000 Foto udara <!: skala
• Rapat
1:25.000
• Sedang
IKONOS
• Jarang
Quick Bird
• Sangat jarang
Keterangan:
• Sangat Rapat jika pohon mangrove memiliki jumlah pohon 880 - > 1100 pohon
• Rapat jika pohon mangrove memiliki jumlah pohon 660-880 pohon
• Sedangjika pohon mangrove memiliki jumlah pohon 330 - 660 pohon
• jarangjika pohon mangrove memiliki jumlah pohon 110-330 pohon
• Sangatjarangjika pohon mangrove memiliki jumlah pohon < 110 pohon
Jenis Data
No. 1- - - - - Sumber Keterangan
Utama 1 Penunjang
Citra Satelit
Foto Udara
PENYUSUNAN
BASISDATA
Gambar 8.3.1.
Prasedur pemetann ekosistem
ma11grove
Gambar 8.3.2.
Proses i11terpretasi
fo to udnrn sebrmm
DEDUKSI mfmgrove
KOREKSI RAOIOMETRIK
Y = f(x) =ax+ b
x = f' (y) = (y-b)/a
drt(y)/dy =1/a
dimana:
x= nil ai pixe l awa l
y =nil ai pixe l ba ru
75 100 0 0 255 0
Sebaran Pixel Awal Sebaran Pixel Baru
X = fl(X,Y)
y = f2(X,Y)
Dimana:
(x,y) = koord ina t citra (ko lom, ba ris)
(X, Y) = koord in at geog rafi/ UTM pa d a pet a dasa r
fl ,f2= fungs i tra nsformasi
'114"6
Gambar 8.3.4.
Proses
resampling
un tuk koreksi
geometris
PedomanPengelolaanEkos1stemMangrove
m
Pengamatan dan pengukuran secara langsung terhadap struktur fisik
atau kondisi sumberdaya lahan mangrove, kondisi sumberdaya biotik,
perbedaan-perbedaannya baik spasial maupun non-spasial, dan kondisi
sosial ekonomi masyarakat. Pengamatan dan pengukuran ini dilakukan
dengan cara mengisi check list yang telah disusun dengan baik.
Pengamatan dilakukan melalui tahap-tahap kajian tertentu, yang
hasilnya memberikan informasi mengenai karakteristik atau profil
struktur fisik lahan, biotik dan kultural, serta perubahan-perubahan
sifat dari masing-masing komponen terse but.
Indikator-indikator kunci karakteristik fisik ekosistem mangrove an tara
lain: proses-proses laju sedimentasi pada lapisan dasar mangrove;
perubahan kualitas substrat mangrove; potensi sumberdaya lahan
(tanah dan konflik penggunaan lahan); dan karakteristik kelautan
seperti arah dan kecepatan angin dominan, pasang-surut air laut dan
tipe gelombang. Indikator-indikator kunci aspek biotik ekosistem
mangrove an tara lain: jenis vegetasi alami maupun budidaya dominan
dan potensial untuk dikembangkan; vegetasi khusus kaitannya dengan
fungsi kelestarian lingkungan; fauna tertentu yang bersifat spesifik
untuk dilestarikan, dan fauna potensial untuk dapat dimanfaatkan.
Indikator aspek sosial ekonomi penting kawasan mangrove antara lain:
keberadaan dan program pengembangan aksesibilitas, struktur mata
pencaharian penduduk yang dominan, tingkat pendidikan dan
kesehatan masyarakat, sektor perekonomian dominan dan potensial
untuk dikembangkan, sarana-prasarana pendukung sektor
perekonomian dan sektor lain yang potensial, program dan kebijakan
pemerintah yang mendukung pengembangan kawasan, serta isu-isu
lingkungan penting yang berdampak positif maupun negatif terhadap
kehidupan masyarakatsekitar.
3.3.2. Wawancara semi terstruktur
Wawancara semi-terstruktur merupakan wawancara secara tertulis
ataupun menurut suatu daftar yang dihafal, yang berfungsi
menggantikan angket-angket survei yang terstruktur (seperti
kuesioner). Wawancara semi terstruktur lebih menekankan pada
pendalaman informasi. Pada wawancara semi-terstruktur ini, yang
dipakai adalah pertanyaan yang terbuka. Isu-isu relevan yang tidak
Bag1an II - Pedoman Pemetaan Ekosistem Mangrove
m
diharapkan hendaknya diikuti lagi oleh pertanyaan lanjutan untuk
menggali lebih banyak informasi. Yang diwawancarai umumnya adalah
tokoh kunci, atau kelompok yang terpilih, atau campuran berbagai
kelompok.
• Tokoh kunci adalah orang-orang yang dipandang memiliki wawasan
dan pendapat mengenai pokok masalah yang akan dikaji dan diteliti.
Mereka ini mungkin saja orang-orang biasa, spesialis, ataupun
pejabat-pejabat sektoral yang memiliki kedudukan dan wewenang.
Para peneliti harus menentukan siapa tokoh kunci yang akan
dihubungi.
• Kelompok-kelompok terfokus, homogen atau campuran. Kelompok
ini menjadi relevan dan penting apabila multi-user dan multi-fungsi
menjadi fokus atau output dari survei. Sekelompok masyarakat a tau
instansi yang homogen, mungkin akan memberikan informasi yang
jauh lebih baik dan mendalam. Kelompok campuran menjadi penting,
manakala aspek integrasi berbagai macam kepentingan juga menjadi
tujuan survei.
• Rangkaian wawancara dilakukan secara berurutan, dimulai dengan
tokoh kunci, kelompok berbeda, serta kelompok homogen
(spesialisasi). Pengajuan wawancara hendaknya berlangsung pada
pokok masalah dan tanpa bertele-tele, yang akan membuat
wawancara menjadi lebih dinamis.
3.3.3. Diskusi
Diskusi merupakan penciri utama survei cepat terintegrasi. Diskusi
dapat dilakukan secara internal tim dan eksternal (diluar tim) . Diskusi
adalah upaya utama dalam mencari kesepahaman, keragaman, dan
keterpaduan diantara berbagai macam kepentingan dan disiplin ilmu.
Diskusi yang dilakukan secara intensif akan memberikan pengalaman,
keterbukaan, dan sinkroninasisi, sehingga dapat dihasilkan model
pengelolaan yang terpad u.
Beberapa metode diskusi yang digunakan an tara lain: format lokakarya
dan sosialisasi partisipatif (PRA). Lokakarya dimaksudkan untuk
menggali data dan informasi, sekaligus cross-check data terhadap tokoh-
tokoh kunci, kelompok terfokus, kelompok homogen maupun
kelompok campuran, sesuai dengan sasaran penelitian. Hasil dari
PedomanPengelolaanEkosistemMangrove
m
lokakarya ini diharapkan mampu memberikan berbagai masukan
tentang potensi, kendala, program dan kebijakan pengelolaan wilayah
pesisir; sehingga tidak terjadi tumpang-tindih kepentingan, dan terjadi
hubungan timbal-balik antara masyarakat, pemerintah dengan pihak-
pihak terkait lainnya.
3.4. Survei Lapang Detil untuk Pemetaan Kerapatan Mangrove
Kegiatan survai lapang dilakukan untuk mengecek kebenaran peta
tentative hasil interpretasi citra INDERAJA. Survai lapang difokuskan
di training area (daerah sample terpilih), dengan mempertimbangkan
beberapa faktor sebagai berikut:
1. Kemudahan keterjangkauan (aksesibilitas)
2. Mewakili penyebaran data yang ada
3. Keselamatan surveyor dari gangguan keamanan dari binatang buas
a tau lainnya
Selain mengecek hasil interpretasi, pada saat survei lapang juga
dikumpulkan sample tanah untuk analisa salinitas dan kandungan
bahan organik, pengamatan tekstur dan struktur tanah, pengkuranpH,
pengukuran kedalaman pirit, identifikasi vegetasi mangrove, dan
pengukuran potensi mangrove. Pengukuran posisi di setiap sampel
yang diambil menggunakan peralatan CPS (Global Positioning System).
Pengambilan sam pel menggunakan teknik jalur petak dengan metode
seperti yang terlihat pada Gam bar B.3.5.
u 2
2 5
5
20 arah rintis
..
Gambar 8.3.5.
ll/ustrasi teknik pe11a rikan cmltoll
PedomanPengelolaanEkosistemMangrove
jenis, yaitu fitur dasar dan fitur tematik. Fitur dasar adalah tampilan
data geografi yang digunakan sebagai dasar untuk pemetaan tematik,
yang meliputi:
• Garis pantai (P)
• Jaringansungai (H)
• Jaringan jalan (J)
• Toponimi (T)
• Batas wilayah ad minsitrasi (A)
Fitur tematik terdiri dari kerapatan mangrove mangrove (M), liputan
lahan (LU), dan kawasan hutan (KH).
3.6.2. Digitalisasi Data
Digitalisasi dimaksudkan untuk mengkonversi data analog menjadi
digital. Apabila tidak tersedia data digital, Fitur dasar yang ada pada
peta rupabumi dapat didijitasi dengan menggunakan perangkat
hardware digitizer Ao dengan software Arc/Info. Proses digitalisasi
data terdiri dari beberapa tahap, yaitu digitasi, editing, pembentukan
topologi, transformasi data, dan kodifikasi unsur (Gam bar B.3.6) .
Gambar 8.3.6
Proses digita/isasi data
8
No Jems Fttur/Entttas ~,~~~k Data atnbut/anotast
Fitur dasar
I .1 Jaringan jalan line kelas 14,1), arti 115, CJ
1.2 Jaringan sungai line kelas 14, 1), keterangan 110, CJ. anotasi
1.3 Balas administrasi poly nam_kec 115. CJ.nam_kab 115.CJ, luas_ha_ I10,NJ
1.4 Toponimi point kelas 14, 11. arti 115, C), anotasi
- Fitur tematik
2.1 Kerapatan mangrove poly kode_mgr 16. CJ. arti 115, C), luas_ha_ l10, NJ, btll6, CJ
pH 14,NJ. tekstur 110, NJ, pirit 110, CJ, salinitas 16, NJ,
8016, NJ
2.2 Kawasan hutan poly tghk 16.CJ. luas_ha_ I1 0,NJ
2.3 Sosek atribut Jum_desal1 O,l),jum_ppd 11 0.11. lakil1 O,l),pereml1 0,1), jum_kel
110,1), padat_pd 110,NJ, ras_sex 16,NJ, pdd_kell10,1), jum_sd 16,1),
jum_smp 16,1), jum_smu 16_1), jum_tk 16,1), jum_mi 16,1), jum_ts
16,1), jum_rna 16,1), ponpes 16,1), jum_rs 16,1), jum_pusk 16,1),
jum_dok 16,1), jum_aptk 16,1), klin_kb 16,1), islam 16,1), katolik 16,1),
protes 16,1), hindu 16,1), budha 16,1), masjid 16,1), gereja 16,1), vihara
16,1), pure 16,1), musola 16,i), langgar 16,1), tanah_sw 110,1), lah_ker
110,1), prod_pdi 110,1), prod_tbk 110,1), prod_lau 110,1), tbk_mlk
16,1), tbk_tim 16,11. tbk_tani 16,1), persh 16,1), pasar 16,1), pel_pam
16,1), pel pin 16,11, pel telp 16,1), kud 16,1).
/
+101
+100
l, +101
atribut
+102
\ +103
j
+105
dst
------
Cambar 8 .3.7.
ll11strasi 1111bunga11 data spasial dan atribut pada model relasio11al
INP= KR+FR+DR
SEBARAN
MANGROVE
I I
INFORMASI
SINTESIS
Gambar 3.8.
Prosedur
memperoleh WOC><M
informnsi
si11fesis
~
ORIENTASI
I I
SKALA
I I
l
D
[ DATA INFORMASI
Gambar3.9
Tnta letak
peuyajian
iliformasi
peuyelmran
I INFORMASI I mtmgrove
TAM BAHAN
4. Penutup
Petunjuk Pemetaan Ekosistem Mangrove diterbitkan untuk menjadi
acuan bagi instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakqt dan
Dunia Usaha dalam memetakan ekosistem mangrove.
PedomanPengelolaanEkoslstemMangrove
LATAR BELAKANG •
Ekosistem mangrove berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem
pesisir, dalam berbagai fungsi: (i) pelindung pantai, (ii) pengendali
banjir, (iii) penyerap bahan pencemaran, (iv) sumber energi/ bahan
organik bagi lingkungan sekitarnya, dan (v) habitat satwa liar. Secara
umum ekosistem mangrove cukup tahan terhadap gangguan dan
tekanan lingkungan. Namun demikian, mangrove tersebut sangat peka
terhadap pengendapan dan sedimentasi, tinggi rata-rata permukaan air,
pencucian serta tumpahan minyak. Keadaan ini mengakibatkan
penurunan kadar oksigen dengan cepat untuk kebutuhan respirasi dan
menyebabkan kematian mangrove.
Pemanfaatan sumberdaya mangrove secara ideal seharusnya
mempertimbangkan tidak hanya kebutuhan masyarakat, namun harus
mempertimbangkan keberadaan sumberdaya tersebut. Keberadaan
ekosistem mangrove, apabila menempati dataran banjir (sebagai
contoh) dapat menjalankan fungsinya menurunkan tingkat bahaya
banjir, melalui sistem hidrologis yang diperankan oleh lumpur/rawa
payau tersebut dalam menahan limpasan air. Fungsi ini akan hilang
B. Ruang Lingkup
Secara urn urn kegia tan rehabilitasi mangrove mencaku p :
1. Persia pan, diantaranya mencakup kegiatan :
a) Penyusunan proposal kegiatan
b) ProsesAdministrasi dan perijinan
c) Koordinasi dengan Instansi pemerintah daerah,
d) Peninjauan lapang untuk menentukan lokasi, bibit, spesies, dan
tehnik penanaman
e) Sosialisasi
2. Pelaksanaan, dengan beberapa tahap kegiatan :
a) Koordinasi dan sosialisasi
b) Penyuluhan
c) Pembentukan Kelompok Binaan,
d) Pelatihan
e) Pelaksanaan Fisik Rehabilitasi
3. Pasca Pelaksanaan, dengan beberapa tahap kegiatan:
a) Pemeliharaan
b) Pembinaan Kelompok dan Pengawasan oleh Pokmas
e) Monitoring dan Evaluasi
Gombar C.2.
Pantai di Bekasi yang mengalami
abrasi
Gombar C.3.
Kondisi Pantai Kabupaten
Rem bang yang terabrasi
PedomanPengelolaanEkoslstemMangrove
em
c) Pembentukan Kelompok Binaan
Gombar C.4.
Kelompok bmaan
sedang
manJalankan
pemilihan benih
mangrove di
Kabupaten Bekasi.
Jawa Barat
PedomanPenge!o!aanEkos1stemMangrove
Gombar C.12.
Kegiatan
monitoring dan
evaluasi yang
dilakukan di
Kabupa ten
lndramayu
3. Paska Kegiatan
a. Pemeliharaan
Keberhasilan penanaman mangrove membutuhkan pemerliharaan
yang tepat. Aktivitas ini diperlukan terutama pada awal penanaman.
Pemeliharaan yang dilakukan antara lain dengan penyiangan,
penyulaman dan pengontrolan terhadap faktor perusak.
b. Pembinaan dan Pengawasan Kelompok Binaan
Hasil penyuluhan dan pelatihan yang telah diterapkan dalam kelompok
binaan akan memunculkan kader-kader yang diharapkan mampu
menindaklanjuti kegiatan rehabilitasi mangrove. Peran Institusi Daerah
(dalam hal ini Kecamatan/ Desa) mendorong keberlanjutan kelompok
binaan merupakan bagian yang sangat penting dalam pembinaan dan
pengawasan lanjut kelompok binaan. Selain itu, kelompok masyarakat
yang telah memahami pentingnya keberadaan mangrove dan upaya
rehabilitasinya turut memperkokoh kelembagaan yang ada.
c. Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui
kemajuan pelaksanaan kegiatan dan keberhasilan kegiatan. Tolok ukur
yang dipergunakan adalah: (1) realisasi kegiatan (keterlaksanaan
program fisik dan sosial), dan (2) partisipasi masyarakat (peningkatan
persepsi, kepedulian, rasa memiliki dan tingkat keterlibatan) .
Monitoring dan evaluasi dalam kegiatan rehabilitasi mangrove
dilakukan untuk melihat kelemahan dan kekurangan kegiatan yang
dilaksanakan, efektifitas dan kesinambungan kegiatan yang
dilaksanakan, melakukan penilaian kegiatan dan informasi
pembelajaran dan pembanding.
Bagmn Ill - Model Rehabil1tas1 Ekos1stem Mangrove d1 Panta1 Utara Jawa
Selanjutnya, pada Tabel di bawah ini akan dijelaskan hasil pelaksanaan
rehabilitasi di beberapa Kabupaten yang berada di Pantai Utara Jawa
yaitu Kabupaten Bekasi, Kabupaten Kerawang, Kabupaten Indramayu,
Kabupaten Cirebon, Kabupaten Pekalongan, dan Kabupaten Rembang.
Perihal yang akan dibahas yaitu (1) kondisi lokasi, (2) luas dan aktu
penanaman, (3) jenis penanaman, (4) teknik penanaman, (5) sosialisasi
dan partisipasi masyarakat, (6) Penyuluhan dan pelatihan, dan (7)
Pemeliharaan.
1. Kabupaten Bekasi
1. Kondisi Lokasi Kondisi lokasi yang direhabilitasi adalah tanah timbul, sempadan sungai, dan tambak
lproduktif maupun yang sudah rusakl yang terancam oleh abrasi
2. Luas dan Waktu Luas dari penanaman 25 Ha yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan banyaknya buah
Penanaman yang tersedia yaitu 150.000 buah mangrove. Penanaman dilakukan pada musim angin barat
yaitu pada bulan November 2001.
3. Jenis Tanaman Penanaman dilakukan dengan menggunakan 3 jenis bakau Rhizophora mucronata, Rhizophora
stylosa dan Rhizophora apiculata dengan komposisi terbanyak Rhizophora mucronata.
4. Teknik Penanaman menggunakan buah lpropagule) dengan jarak tanam 1 m x 1 m, 2 m x 1 m, dan 2
Penanaman m x 2 m, dengan kriteria yang terkena abrasi lebih tinggi di tanam lebih rapat sehingga
tanaman lebih tahan terhadap ombak.
5. Sosialisasi dan Rapat sosialisasi di hadiri oleh beberapa instansi, yaitu pemda Kabupaten Bekasi, OPRD
Partisipasi Kabupaten Bekasi, Departemen Kelautan dan Perikanan, Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas
Masyarakat Perindustrian, Perdagangan dan koperasi, Dinas Linglkungan Hidup dan pertambangan, sudin
perikanan, sudin Perkebunan, KCD Perikanan Muara Gembong, Perhutani, HNSI Cabang
Muara Gembong, Carnal Muara Gembong, Kepala Desa se·Muara Gembong, LPP Mangrove
dan PT Usaha Mina.
Pertemuan di Muara Pecah juga selain sosialisasi langsung diadakan pembentukan kelompok.
Kelompok yang terbentuk sebanyak 3 kelompok masing·masing beranggotakan 10 orang.
Masyarakat yang masuk dalam kelompok ini adalah masyarakat yang terkena dampak
langsung dari kegiatan yang akan dilaksanakan. Pembentukan kelompok ini di maksudkan
untuk memudahakan dan memperlancar kegiatan rehabilitasi di pantai bahagia.
6. Penyuluhan dan Penyuluhan dilakukan secara formal dan informal terhadap kelompok masyarakat setempat.
Pelatihan Materi yang disampaikan: manfaat dan fungsi hutan mangrove dan rehabilitasi mangrove.
Pelatihan dilakukan sehari, 14 November 2001 di aula Kec. Muara Gembong. Pasarta yang
hadir berasal dari 4 desa di Kec. Muara Gembong yaitu Desa Pantai Mekar 23 orang, Des a
Pantai Sederhana 12 orang, Desa Pantai Bhekti 4 orang dan Desa Harapan Jaya 1 orang.
7. Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan sangat menentukan tingkat keberhasilan yang merupakan upaya
menghindari tanaman dari gangguan hewan, aktivitas manusia dan alam, serta kegiatan
penyulaman. Pemeliharaan dilakukan oleh 3 kelompok kerja yang di bentuk di kampung Muara
Pecah, Desa pantai Bahagia. Untuk lebih meningkatkan keberhasilan tanaman maka
pemeliharaan dilakukan selama 3 bulan setelah penanaman dengan pemberian dana Rp 100
ribu perbulan/kelompok.
1. Kabupaten Karawang
1. Kondisi Lokasi Kegiatan rehabilitasi dilakukan di sempadan panlura karawang, daerah tambak produktif yang
terancam rusak dan daerah tambak yang rusak dengan wilayah 10 hektar. Di kecamatan
Pedes terdapat 1500 Ha hutan mangrove yang masih perlu penambahan areal hutan untuk
melindungi dari abrasi lebih lanjut.
2 Luas dan Waktu Penanaman seluas 20 Ha dimasing·masing lokasi di mulai dari tanggal11 November 2001.
Penanaman Penanaman dilakukan dua tahap guna mengendalikan laju penanaman dan kesegaran bibit .
I Jenis Tanaman Realisasi kegatan ini disiapkan bib it mangrove janis bakau IRhizophora sp.} berkisar 150.000
buah/bibit. Pengadaan bibit dilakukan bekerja sama dengan Dinas kehutanan yang di
datangkan dari Cikeong.
4. Teknik Pengangkutan bibit/buah dari pengadaan lkecamatan Cikeong} dilakukan melalu jalan air
Penanaman lperahu} dan kemudian dilanjutkan dengan mobil sampai di posko penanaman.
5. Sosialisasi dan Sosialisasi dilakukan pada beberapa pihak terkait yaitu tingkat Pemda karawang, Kecamatan
Partisipasi Pedes, kantor Oinas Lingkungan Hidup, Dinas Kelautan dan pada masyarakat Oesa. Sosialisasi
Masyarakat pada masyarakat Oesa Pusaka Jaya Utara di awali derngan kunjungan ke Kantor Oesa Pusaka
jaya Utara. Oari dilog dan diskusi didapat gambaran bahwa sebagian besar masyarakat desa
Pusaka jaya Utara adalah petani tambak dan mempunyi area tambak yang relatif luas dan sangat
rawan abrasi.
Pembentukan kelompok masyarakat peserta kegiatan dihadiri sekitar 30 orang sekaligus
peserta pelatihan. Oari 30 orang peserta pelatihan maka terbentuk 6 lenam} kelompok inti
dengan anggota kelompok masing-masing 5 orang. Masing-masing kelompok inti pada giliran
berikutnya akan mengembangkan jumlah anggotanya sehingga mencapai 15 orang. Oengan
pola seperti ini selama kegiatan proyek, telah terlibat sekurang-kurangnya 75 orang anggota
masyarakat.
B. Penyuluhan dan Kagiatan pelatihan difokuskan kepada tiga aspek pengetahuan dan ketrampilan, yaitu : 1}
Pelatihan pengatahuan tentang pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan pantai dan kelestraian
lingkungan, 2}. Tehnik dan pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove serta maknanya bagi
kehidupan berkelanjutan dan 3} teknologi budidaya perikanan dan pengolahan hasil panen.
Kegiatan pelatihan berlangsung di Balai Pengembangan Penelitian Perikanan Airr Payau di
Oesa Pusaka jay a utara, Kecamatan Pedes. Kegiatan diikuti oleh 330 peserta dengan tingkat
pendidikan berbeda.
7. Pemeliharaan Kegiatan tahap pemeliharaan dan penyulaman ini yaitu di mulai setelah kegiatan penanaman.
Kelompok-kelompok yang telah di bentuk pada saat pelatihan dan penanaman bertanggung
jawab terhadap pemeliharaan tanaman.
3. Kabupaten Indramayu
No. Kegiatan Keterangan
1. Kondisi lokasi Rehabilitasi mangrove Kabupaten lndramayu dilaksanakan di desa lamaran Tarung (Kecamatan
Pembantu Cantigi) dan Oesa Pabean llir (Kecamatan lndramayu). Banyak mangrove yang
ditebang untuk areal tambak dan empang parit sehingga menyebabkan abrasi semakin luas.
2. luas dan Waktu luas penanaman di Oesa lamaran Tarung (Kecamatan Pembantu cantigi) saluas 30 ha (75.000
Penanaman buah) , Oesa Pabean llir (Kecamatan lndramayu) dengan luas 30 ha (75.000 buah)
3. Jenis Tanaman Janis yang digunakan adalah buah (propagul) Rhizophora apiculata dan Rhizophora mucronata
dengan dengan jumlah buah tyang di tanam 150.000 buah.
4. Teknik Buah yang dikumpulkan dengan car a memetik langsung dari hutan mangrove Perhutani yang
Penanaman terdapat di Resor Polisi Hutan (RPHI Waledan. Jarak tanam yang dilakukan adalah 2 m x 2m
dan di tanam pada saat kondisi sedang surut. Pemagaran dilakukan pada batas luar (ke arah
laut) dengan menggunakan bambu.
5. Sosialisasi dan Khusus penentuan lokasi kegiatan (rehabilitasi dan pelatihanl di adakan pendekatan terhadap
Partisipasi instansi pemerintah, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi
Masyarakat setempat untuk menjajagi kemungkinan keterlibatan personil masing·masing pihak. Berdasar
kondisi tersebut, untuk mempercepat tujuan dan sasaran sosialisasi disalenggarakan diskusi-
diskusi untuk mengkaji lokasi indiktil hasil survei untuk ditetapkan sebagai lokasi definitive yang
akan di rehabilitasi dan juga menentukan matari pelatihan yang di perlu.
Pembentukan kelompok binaan terdiri dari masyarakat, penggarap tambak dan nelayan tradisional
yang aktivitasnya dekat lokasi kegiatan. Sa saran anggota kelompok (min 30 org atau 3 kelompok).
Masing-masing membentuk organisasi dan aturan kerja kelompok dalam kegiatan rehabilitasi dan
lainnya yang sesuai keinginan dan potensi sumberdaya setempat. Oiantara tugas kelompok binaan
yang terpenting adalah bertanggung jawab dalam pelaksanaan rehabilitasi. Disamping itu juga
bertanggungjawab dalam kegiatan lanjutan/pemeliharaan di wilayah kerja masing-masing binaan.
6. Penyuluhan dan Pelatihan meliputi 1). Manfaat, Fungsi dan Teknik rahabilitasi mangrove, 21 Teknik Budidaya udang,
Pelatihan 3) Teknik Budidaya Bandeng 41 Teknik budidaya bandeng presto dan 5) Teknik pembuatan petis.
Peserta pelatihan adalah warga masyarakat Ousun Waledan, Oesa lamaran Tarung Kacamatan
Cantigi. Peserta di bagi dua kelompok yaitu laki-laki dan parempuan. Kelompok laki-laki meliputi
seluruh anggota kelompok rehabilitasi (33 org) dan anggota masyarakat lainnya hingga secara
keseluruhan berjumlah 68 orang. Kelompok perempuan meliputi istri-istri dari anggota kalompok di
tambah ibu-ibu lain dan ramaja putri disekitar lokasi. Seluruhnya berjumlah 71 orang.
Pelaksanaan pelatihan, 13 dan 14 November 2001 bertempat di Balai Ousun Waledan. Pada
pelatihan dilakukan demonstrasi dari materi yang sudah di berikan.
4. Kabupaten Cirebon
No. Kegiatan Keterangan
1. Kondisi Lokasi Lokasi rehabilitasi dilakukan di Oesa Gebang Mekar. Ancaman abrasi pantai sampai saat ini
sejauh kurang lebih 100 meter dan belum ada program rehabilitasi yang berasal dari pemerintah.
Sudah ada kepedulian dan inisiatif dari sebagian masyarakat dalam merehabilitasi mangrove.
2. Luas dan Waktu Realisasi penanaman secara keseluruhan mencapai 12,8 Ha dan dilakukan pada tahap pertama
Penanaman tanggal22 Oktober 2001
3. Jenis Tanaman Bibit/buah yang dipakai adalah janis bakau IRhizophora sp.) sebanyak 43.000 buah dan 1000
bibit, dan 1000 botol berisi substrat. Benih atau bibit diambil dari RPH Cemara KPH lndramayu.
4. Teknik Pengangkutan bibit/buah dari lokasi yaitu dengan menggunakan truk yang kebetulan lokasi
Penanaman sumber bibit dapat di masuki truk. Penanaman pertama melibatkan sekitar 15 orang dan
menghabiskan 1000 bib it bakau dengan jarak 2 m x 1 m. Pembuatan Break Water di coba di
sepanjang pantai 300 m yang berguna untuk menahan ombak dan melindungi tanaman.
5. Sosialisasi dan Sosialisasi dilakukan meliputi sosialisasi formal yang bertujuan menginformasikan program
Partisipasi rehabilitasi mangrove dan penentuan lokasi di tingkat pemda, dinas terkait di pemda dan
Masyarakat kecamatan. Kemudian sosialisasi tingkat desa dengan menghadirkan masyarakat, tokoh-tokoh
desa, BPO dan pejabat desa, pemilik tambak, camat dan Kepala Oinas Perikanan dan Kelautan
Cirebon untuk meminta ijin pelaksanaan kegiatan. Untuk kelompok masyarakat yang di bentuk
yaitu meneruskan kelompok yang sudah ada. Kelompok nelayan/petambak "Maritim Jaya" yang
didirikan tahun 2000 adalah wadah yang cukup mapan dan secara kebetulan sudah mewadahi
para pencinta lngkungan dalam salah satu divisinya bias mendukung rehabilitasi.
6. Penyuluhan dan Materi penyuluhan yang diberikan meliputi aspek-aspek : 1) pentingnya keberadaan hutan
Pelatihan mangrove bag ekosistem pantai, fungsi ekologis dan biologi mangrove 2) Tehnis rehabilitasi
lmulai pembibitan sampai penanaman dan pemeliharaan).
7. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan oleh kelompok nelayan/petambak dengan ada perjanjian biaya
pelaksanaan pemeliharaan dari pelaksana.
5. Kabupaten Pekalongan
No. Kegiatan Keterangan
1. Kondisi lokasi Pantai di Des a Pecakaran yaitu pinggir muara telah terabrasi lebih kurang 1DO meter. Di pantai
jenis tanahnya berlumpur amat cocok untuk merehabilitasi hutan mangrove.
2.
--
luas dan Waktu Pelaksanaan penanaman pada oktober · november 2001 dengan luas untuk 120.000 bibit/buah.
Penanaman Penanaman dilakukan dengan beberapa tahap yaitu Tahap I : Penanaman sebanyak 5.000 buah
di 5 titik lokasi. Tahap II : Penanaman sebanyak 50.000 di 5 titik lokasi. Tahap Ill : Penanaman
sebanyak 50.000 di 5 titik lokasi. Tahap IV: Sisa buah kurang lebih 20.000 untuk penyulaman.
3. Jenis Tanaman Jenis mangrove yang di tan am 2 jenis: flhizophora Mucronata dan flhizophora apiculata yang
didapat dari Desa Pecakaran dan Desa sekitarnya, Pekalongan dan Pemalang.
5. Sosialisasi dan Pada sosialisasi kegiatan yang dilakukan lebih banyak berupa persiapan intern LSM dan
Partisipasi pengenalan awal kepada kepala Desa, stat Desa dan PKD secara umum. Beberapa sosialisasi
Masyarakat pada tahap persiapan adalah sosialisasi kepada Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan
Pekalongan, konsultasi dengan tim ahli IPB dan Universitas Diponegoro. Pembuatan kelompok
pengelola dan pelestari mangrove ini di bagi menjadi 5 kelompok.
6. Penyuluhan dan Oi lakukan pelatihan pelestarian lingkungn yang di selenggarakan saki tar akhir bulan Nopember
Pelatihan 2001 , bertempat di Aula Balai Oesa Pecakaran, Kecamatan Wira Desa Kabupaten
Pekalongan.Peserta pelatihan adalah: kelompok pengelola dan pelestari mangrove, Aparat Oesa,
Karang Taruna, Unsur BPO, Unsur Masyarakat. Materi yang di berikan pada pelatihan adalah 1)
Pengembangan Potensi diri 2) Tehnis Pemeliharaan lingkungan.
7. Pemeliharaan Untuk pemeliharaan dengan cara melibatkan masyarakat dan kelompok penanam yang terbentuk
dengan cara di buat kelompok yang mudah dan tepat. Monitoring di bagi dalam 5 kelompok
wilayah tanam; 1. Tepi pantai, 2. Pinggir sungai pencongan, 3. Saluran masuk air utama, 4.
Saluran kecil tambak, 5. Pematang tambak.
t. Kondisi lokasi Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan di Desa Kebungan lor Kecamatan Rembang. lokasi
penanaman dilaksanakan pada daerah pesisir pantai yang terkena abrasi di depan tambak
pembuatan garam dan dulunya didominasi oleh jenis pi dada ISonneratia alba). Subtrat yang ada
di lokasi rehabilitasi didominasi oleh pasir dengan kandungan lumpur yang sedikit.
2. luas dan Waktu lokasi penanaman dilakukan di pesisir pantai Oesa Kebungan lor Kecamatan Rembang pada
Penanaman tahun 2001.
3. Jenis Tanaman Tanaman bakau IRhizophora apiculata). Jumlah bibit yang ditanam sebanyak 100.000 bibit .
Asal buah didapat dari tegakan bakau yang bereda di sekitar lokasi rehabilitasi.
4. Teknik Penanaman dilakukan dalam bentuk bib it dengan jumlah daun antara 4-5 buah. Jarak tanam
Penanaman yang dipakai adalah 25 x 25 em. Pada saat penanaman polybag hanya disobek pada bagian
pinggir, kemudian ditanam pada lubang tanam yang telah disediakan.
5. Sosialisasi dan Sosialisasi dilakukan kepada masyarakat sekitar lokasi penanaman. Pembentukan kelompok
Partisipasi dilakukan secara musyawarah dengan memperhatikan masukan dari penduduk desa:1<11.1ompok
Masyarakat ini nantinya akan terlibat secara langsung terhadap proses rehabilitasi dari proses penanaman
sampai dengan perawatannya.
6. Penyuluhan dan Oilakukan pelatihan yang dilakukan sebelum kegiatan penanaman. Pelatihan ini melibatkan
Pelatihan masyarakat Oesa Kebungan lor. Materi yang diberikan mengenai teknis pemeliharaan
lingkungan.
7. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan oleh masyrakat sendiri selama kira-kira satu tahun sampai dengan
tanaman mangrove tersebut dira sa mampu bertahan terhadap tantangan kondisi alam.
Gombar C.21 .
Bibit yang ditanam secara berkelompok