Usulan Penelitian
Oleh:
SEPTIANA NOVITASARI
133190055
Usulan Penelitian
Diajukan sebagai salah satu syarat pada kurikulum Program Studi Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Yogyakarta
Oleh:
SEPTIANA NOVITASARI
133190055
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah, serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan
penelitian yang berjudul “Kajian Sifat Kimia Pada Sedimen Berbagai Jenis
Mangrove Di Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu, Kalurahan Jangkaran,
Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon Progo”. Proposal penelitian ini ditulis
sebagai salah satu syarat dalam kurikulum Fakultas Pertanian, Program Studi Ilmu
Tanah. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Budiarto, MP. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
2. Dr. Antik Suprihati SP, M.Si selaku Wakil Dekan 1 Bidang Akademik
Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
3. Dr. Ir. Susila Herlambang, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Tanah
4. Ir. Lelanti Peniwiratri, MP. selaku Dosen Pembimbing
5. Kepada semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas segala
dukungan semangat dalam terselesaikannya usulan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa proposal ususlan penelitian ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun.
Penulis
iii
KAJIAN SIFAT KIMIA PADA SEDIMEN BERBAGAI JENIS MANGROVE
DI HUTAN MANGROVE PANTAI PASIR KADILANGU, KALURAHAN
JANGKARAN, KAPANEWON TEMON, KABUPATEN KULON PROGO
ABSTRAK
Kata kunci : Jenis Mangrove, Pantai Pasir Kadilangu, Sedimen, Sifat Kimia.
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................... 4
A. Mangrove ..................................................................................................... 5
2. Tekstur..................................................................................................... 17
4. pH Tanah ................................................................................................. 19
5. C-Organik ............................................................................................... 20
6. Salinitas ................................................................................................... 22
7. Suhu ........................................................................................................ 23
v
F. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 27
G. Hipotesis..................................................................................................... 29
C. Metode Penelitian....................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 42
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesisir Kulon Progo berbatasan langsung dengan Samudra Hindia
dan merupakan muara 3 sungai yaitu Sungai Progo, Sungai Serang, dan
Sungai Bogowonto. Djohan (2000) menyebutkan potensi tumbuh
mangrove di muara sungai dapat mencapai 95%, sehingga pesisir Kulon
Progo diperkirakan memiliki potensi yang tinggi untuk pertumbuhan dan
pengembangan hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan ekosistem
yang sangat penting bagi kelangsungan ekosistem wilayah pesisir dan laut.
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di air payau dan dipengaruhi
oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat
di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Ekosistem
hutan mangrove bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang
mengakibatkan kurangnya abrasi tanah, salinitas tanahnya yang tinggi,
serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut
(Karuniastuti, 2003).
Pada hutan mangrove, sedimen mangrove sangat berpengaruh
dalam ketersediaan unsur hara yang ada. Sumber nutrien pada sedimen
mangrove umumnya cukup tinggi dan dihasilkan melalui proses
percampuran sedimen yang berasal dari proses dekomposisi daun dan
ranting mangrove yang berguguran dan organisme mati di daerah
mangrove serta berasal dari daratan dan lautan dalam bentuk bahan
organik dan mineral. Sedimen merupakan material dari pelapukan batuan
yang ditransportasikan oleh air, udara, dan material yang diendapkan oleh
proses-proses yang terjadi secara alamiah kemudian membentuk lapisan
dipermukaan bumi. Sedimen mangrove dapat sebagai patokan untuk
melihat potensi dan produktivitas dari tanaman mangrove itu sendiri.
Seresah yang terdekomposisi merupakan sumber utama dari sedimen
1
2
daun yang lebih besar, lebar, dan tebal seperti Rhizophora sp. Mangrove
ini juga memiliki batang dan akar yang besar dan kuat. Sedangkan, jenis
Nipah memiliki luas permukaan yang kecil dan tidak mudah gugur
daunnya sehingga seresah yang jatuh sedikit maka kadar unsur hara lebih
rendah.
Selain itu, komponen penyusun berbeda pada setiap jenis
mangrove dapat mempengaruhi sifat kimia. Seperti pada Rhizophora sp.
yang memiliki komponen penyusun lebih kompleks dibanding dengan
Avicennia sp. yang mana terdapat kandungan kadar air Rhizophora sp.
lebih rendah dibandingkan kadar air pada Avicennia sp. sehingga
pembusukan daun/seresah akan lebih lambat tetapi biomassa akan stabil di
dalam sedimen. Kandungan karbohidrat, protein, dan lemak pada daun
Avicennia sp. lebih tinggi dibandingkan pada daun Rhizophora sp. yang
mana daun Avicennia sp. ini mudah terombak dibandingkan dengan daun
Rhizophora sp. yang memiliki kandungan lignin lebih tinggi. Tetapi
perombakan daun Avicennia sp. belum membentuk senyawa yang
kompleks sehingga biomassa yang terkandung tidak stabil dan tidak
banyak (Bunyapraphatsara et.al., 2002).
Morfologi dan komponen penyusun yang berbeda dapat
menyebabkan sifat kimia pada setiap jenis mangrove berbeda. Untuk itu
perlu dilakukan penelitian mengenai kajian sifat kimia pada sedimen
berbagai jenis mangrove di Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu,
Kalurahan Jangkaran, Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon Progo.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh perbedaan jenis mangrove terhadap sifat
kimia pada sedimen mangrove pantai pasir kadilangu di Kalurahan
Jangkaran, Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon Progo?
4
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa sifat kimia
pada sedimen berbagai jenis mangrove di Hutan Mangrove Pantai Pasir
Kadilangu, Kalurahan Jangkaran, Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon
Progo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mangrove
Asal usul istilah “mangrove” tidak diketahui secara pasti. Ada yang
mengatakan bahwa istilah tersebut dapat merupakan kombinasi dari
bahasa Portugis dan Inggris. Bangsa Portugis menyebut salah satu jenis
pohon mangrove sebagai ‘mangue’ dan istilah Inggris ‘grove’, bila
disatukan akan menjadi ‘mangrove’ atau ‘mangrave’. Mangrove adalah
tumbuhan pohon atau komunitas yang hidup di antara laut dan darat dan
dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Kawasan hutan mangrove merupakan tipikal hutan tropis dan
subtropis yang tumbuh di sepanjang pantai dan muara yang dipengaruhi
oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak ditemukan di daerah pesisir
yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove
tumbuh optimal di daerah pesisir dengan muara dan delta yang besar
dimana aliran airnya banyak mengandung lumpur. Namun, pertumbuhan
vegetasi mangrove tidak optimal di wilayah pesisir yang tidak bermuara ke
sungai. Mangrove sulit tumbuh di daerah pantai yang curam dengan
ombak yang besar dan pasang yang kuat. Kondisi ini tidak menyimpan
lumpur yang dibutuhkan sebagai dasar pertumbuhan. Mangrove terdiri
dari banyak genera dan spesies tumbuhan lainnya (Nybakken, 1992).
Ekosistem kawasan mangrove terdapat di daerah pesisir yang
dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan didominasi oleh jenis-jenis
pohon dan perdu yang khas yang dapat tumbuh di perairan asin/payau
(Santoso, 2000). Peristiwa pasang surut yang secara langsung
mempengaruhi ekosistem mangrove berarti komunitas ini didominasi oleh
jenis-jenis pohon yang keras dan perdu yang umumnya memanfaatkan air
payau. Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi komunitas
mangrove yaitu garam, suhu, pH, oksigen terlarut, arus, kekeruhan,
substrat dasar (Nybakken, 1992).
5
6
C. Jenis Mangrove
Jenis mangrove yang banyak ditemukan di Indonesia antara lain
adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.), tanjang
(Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia sp.), merupakan
tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove
tersebut adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan endapan
dan menstabilkan tanah habitatnya (Irwanto, 2006).
9
facultative halophyte yang artinya dapat tumbuh di air asin atau air dengan
kadar garam yang tinggi. Hal ini ditandakan dengan ciri sistem perakaran
yang kompleks (prop roots/stits roots) dengan cabang-cabang rendah
membentuk struktur yang lebat. Karena akar Rhizophora ini berada di
dalam air dan lumpur yang tidak mengandung oksigen bebas (anaerob),
maka pohon ini menumbuhkan cabang khusus yang mempunyai pori-pori
(lenticels) untuk mengikat oksigen dari udara, disebut sebagai akar udara
(air root) Akar udara tumbuh menggantung ke bawah dari batang/cabang
yang rendah, dilapisi semacam sel lilin yang dapat dilewati oksigen tetapi
tidak terembus air. Rhizophora sp. memiliki bentuk daun elips melebar
hingga bulat memanjang. Morfologi daun yang dimiliki yaitu daun tebal,
besar, dan berkulit sehingga dapat menyumbangkan biomassa yang
banyak. Maka dari itu ketersediaan unsur hara seperti N banyak
(Murdiyanto, 2003). Komposisi kimia pada daun Rhizophora sp. meliputi
kadar air 46,63% , kadar protein 1,96% , kadar lemak 0,41% , kadar abu
1,25% , karbohidrat 22,29% , selulosa 45% , dan lignin < 18%.
nipah ini memiliki luas permukaan yang kecil dan tidak mudah gugur
daunnya sehingga seresah yang jatuh sedikit maka kandungan unsur hara
seperti N sedikit. Akar nipah ini merupakan akar serabut dapat mencapai
panjang 13 meter karena perakaran nipah ini hanya terletak dalam lumpur
yang sifatnya labil, maka rumpun-rumpun nipah dapat dihanyutkan oleh
air sampai kelaut (Amin, 2016). Komposisi kimia dengan kandungan
selulosa sebesar 35,1%, lignin 17,8% serta abu 11,7% pada nipah
menunjukkan bahwa nipah memiliki potensi untuk digunakan sebagai
adsorben.
tinggi dari pada tanah-tanah dengan kadar bahan organik rendah atau
berpasir (Soewandita, 2008).
Pada tanah dengan nilai KTK relatif rendah, proses penyerapan
unsur hara oleh koloid tanah tidak berlangsung intensif, dan akibatnya
unsur unsur hara tersebut akan dengan mudah tercuci dan hilang
bersama gerakan air di tanah (infiltrasi, perkolasi), dan pada gilirannya
hara tidak tersedia bagi tumbuhan tanaman. Nilai KTK tapak
terganggu umumya lebih rendah jika dibandingkan dengan pada tapak
tidak terganggu (Soewandita, 2008).
Bahan organik dapat meningkatkan kemampuan tanah untuk
menyerap dan menukar kation. Hal ini dikarenakan pelapukan bahan
organik menghasilkan humus yang merupakan sumber muatan negatif
tanah, sehingga memiliki permukaan yang dapat menahan unsur hara
dan air (Hardjowigeno, 2003).
4. pH Tanah
Tanah dapat bereaksi masam, netral atau alkalis yang dinyatakan
dengan pH tanah. Reaksi tanah dikatakan netral jika larutan tanah
mengandung H+ dan OH- sama banyaknya. Jika ke dalam tanah
diberikan Ca(OH)2 maka didalam larutan tanah ion OH lebih banyak
daripada ion H+ , sehingga reaksi tanah berubah menjadi alkalis,
sebaliknya jika ke dalam tanah diberikan HCl, maka ion H+ > ion OH
dan reaksi tanah berubah menjadi masam (Astuti, 2000). pH tanah
penting karena pH tanah dapat menentukan mudah tidaknya unsur-
unsur hara diserap tanaman, pH tanah juga mampu menunjukkan
kemungkinan adanya unsur-unsur beracun, dan pH tanah
mempengaruhi perkembangan mikroorganisme pada tanah tersebut
(Hardjowigeno, 2015).
Onrizal dan Kusmana (2008) yang menyatakan bahwa pH tanah
dengan kisaran nilai antara 6-7 merupakan pH yang sesuai untuk
pertumbuhan mangrove. Lebih tingginya pH pada zona daerah transisi
dapat disebabkan adanya sumbangan serasah daun, akar, batang yang
20
salinitas disebabkan oleh semakin besar air laut daripada air tawar.
Mangrove akan tumbuh secara optimal pada rentang salinitas 7 – 14
0
/00 adalah yang paling sesuai dan nilai salinitas maksimal untuk
tumbuh bisa mencapai 35 o /oo, yakni nilai salinitas air laut (Noor
et.al., 2006).
7. Suhu
Suhu menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan dalam
proses metabolisme organisme di perairan. Terjadinya perubahan suhu
yang ekstrim atau perubahan yang mendadak akan mengganggu
kehidupan organisme atau dapat menyebabkan kematian. Perubahan
suhu perairan dapat terjadi dipengaruhi oleh musim, letak lintang suatu
wilayah, sirkulasi udara, letak tempat terhadap garis edar matahari,
penutupan awan, aliran air, waktu pengukuran bahkan kedalaman air
(Schaduw, 2018). Suhu air laut sangat dipengaruhi oleh intensitas sinar
matahari yang masuk ke badan air, semakin banyak sinar matahari
yang mengenai badan air maka suhu air akan semakin tinggi.
Suhu merupakan faktor penentu kehidupan mangrove karena dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mangrove dapat
terjadi dengan baik. suhu juga memiliki peranan penting bagi
kehidupan yang ada di laut. Kisaran suhu optimal bagi pertumbuhan
mangrove dalam proses fotosintesis yaitu 28 - 32 °C sedangkan suhu >
38 °C mengakibatkan terhentinya proses fotosintesis pada daun
(Gilman et.al., 2008).
24
E. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Metode
Judul Penulis Hasil
Penelitian
Kandungan Hafidha Metode Hasil dari penelitian ini adalah
N Dan P Murti eksperimental didapatkan data kerapatan
Hasil Kanti, melalui vegetasi mangrove berkisar
Dekomposis Suprihary kontrol, 2,72 Ind/m2 sampai 4,20
i Serasah ono, Arif manipulasi Ind/m2. Nilai suhu air berkisar
Daun Rahman perlakuan di 28-30°C, suhu udara berkisar
Mangrove (2019) lapangan dan 28-30°C, pH berkisar 6-7,
Pada obervasi di salinitas berkisar 26-290 00 ⁄,
Sedimen Di lapangan. dan nilai DO berkisar 3,543-
Maron 5,029. Kandungan nitrogen
Mangrove total berkisar 0,004- 0,074%
Edu Park, dan phospat berkisar 0,164-
Semarang 1,52%. Tekstur sedimen di
stasiun A lempung berpasir,
stasiun B lempung lempung
berpasir, stasiun C dan D
substrat lempung. Terdapat
hubungan korelasi yang tinggi
antara tekstur sedimen dengan
nitrogen total, dan hubungan
korelasi sedang dengan
phospat.
Studi Niko Metode Hasil penelitian ini
Kandungan Pradipta deskriptif menunjukkan bahwa
Nitrogen (2016) melalui kandungan nitrogen paling
(N) Dan survei tinggi berada di titik A4
Fosfor (P) lapangan wilayah pesisir Jenu Kabupaten
Pada Tuban yaitu 40,86% sedangkan
Sedimen kandungan nitrogen terendah
Mangrove berada di titik B3 wilayah
Di Wilayah Ekowisata Mangrove
Ekowisata Wonorejo Surabaya yaitu
Wonorejo 31,55%. Kandungan fosfor
Surabaya paling tinggi berada di titik A6
Dan Pesisir wilayah pesisir Jenu Kabupaten
Jenu Tuban yaitu 0,043 ppm
Kabupaten sedangkan kandungan fosfor
Tuban terendah berada di titik B3
wilayah Ekowisata Mangrove
Wonorejo Surabaya yaitu
0,021 ppm.
25
F. Kerangka Pemikiran
Mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut air laut yang bebas dari genangan saat surut dan tergenang
pada saat pasang serta memiliki toleransi terhadap garam. Perairan di
sekitar mangrove merupakan area yang kaya nutrient baik organik ataupun
anorganik (Melana et.al., 2000). Tiap-tiap lokasi pada mangrove berbeda
jenis memiliki kondisi nutrient yang berbeda. Nutrien memiliki peran
penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman.
Unsur nutrient N merupakan unsur yang paling berpengaruh terhadap
pertumbuhan mangrove (Feller et.al. 2002).
Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu merupakan suatu
ekosistem buatan yang memiliki jenis dan jumlah mangrove yang berbeda.
Nitrogen merupakan unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman
dalam jumlah banyak. Setiap mangrove memiliki produksi seresah
berbeda dalam menghasilkan unsur hara untuk pertumbuhannya yang
tersimpan dalam sedimen mangrove (Feller et.al. 2002). Sifat kimia pada
sedimen mangrove dipengaruhi oleh tekstur, C-organik, KTK, N-Total,
pH, suhu, salinitas, N-Seresah, produksi seresah, dan kerapatan vegetasi
mangrove. Secara terstruktur, kerangka pemikiran penelitian ini disajikan
pada gambar di bawah ini (Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran).
28
Analisis Laboratorium
G. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diduga bahwa sifat kimia pada
sedimen berbagai jenis mangrove di Hutan Mangrove Pantai Pasir
Kadilangu mengalami perbedaan sifat kimia pada setiap jenisnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
30
31
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode observasi/survey. Metode
pengambilan sampel yaitu merode purposive sampling, dimana penentuan
titik pengambilan sampel sedimen dilakukan secara sengaja. Purposive
sampling dalam penelitian ini berdasarkan jenis mangrove pada 5 lokasi
dengan 3 ulangan pada masing-masing jenis mangrove.
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan lokasi titik sampling
Penentuan lokasi titik sampling berdasarkan jenis mangrove yang
ada dengan tahun penanaman yang sama yaitu tahun 2005. Ada 4 jenis
mangrove yaitu Avicennia sp. (A), Rhizophora sp. (R), Sonneratia sp.
(S), Nipah (N) dan 1 lokasi tanpa mangrove (K). Penentuan lokasi titik
sampling dapat dilihat pada Gambar 3.2. Peta Lokasi Titik Sampling
32
3. Analisis Laboratorium
Sedimen hasil sampling di analisis di Laboratorium Ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta. Parameter sampel sedimen yang dianalisis yaitu Tekstur,
C-organik, N-Total, KTK, pH, dan salinitas. Parameter sampel seresah
yang dianalisis yaitu N-seresah dan produksi seresah.
a) Tekstur dengan metode Pipet (Balai Penelitian Tanah, 2005).
b) C-Organik dengan metode Pembakaran Sampel Sedimen/Loss on
Ignition (LOI) (Howard J, et.al., 2014).
c) N-Total dengan metode Kjeldahl (Afany, 1999).
d) N-Seresah dengan metode destruksi basah pengekstrak H2SO4
(Balai Penelitian Tanah, 2005).
e) KTK dengan metode Penjenuhan NH₄OAc pH 7 (Afany, 1999).
f) pH tanah dengan metode potensiometri menggunakan pH meter
(Afany, 1999).
g) Salinitas dengan metode potensiometri menggunakan EC meter
(Afany, 1999).
h) Produksi Seresah
Sampel seresah diambil dari Hutan Mangrove Pantai Pasir
Kadilangu, Kalurahan Jangkaran, Kapanewon Temon, Kabupaten
Kulon Progo. Tempat sampling ditentukan atas pertimbangan
pertimbangan studi jatuhan serasah, seperti persyaratan
pemasangan jaring (litter trap) penampung dibawah kanopi pohon
yang bebas dari jangkauan air pasang dan aspek keamanan. Jaring
diposisikan sedemikian rupa, sehingga dapat menampung guguran
daun mangrove dan cukup tinggi agar tidak dapat dicapai oleh
kepiting yang mengkonsumsinya atau terbawa oleh air pasang
(Hogart, 2007).
Terdapat 4 jenis mangrove yaitu Avicennia sp., Rhizophora
sp., Sonneratia sp., dan Nipah dipasang litter trap pada 3 ulangan
yang ada. Total sampel seresah terdapat 12 sampel. Litter trap
35
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah bentuk deskriptif yaitu
penyajian data dengan memaparkan data besarnya sifat kimia pada
tiap-tiap titik area pengambilan sampel sedimen. Hasil analisis data
dengan menentukan kelas setiap parameter seperti pada tabel dibawah
ini:
Tabel 3.1 Harkat C-Organik
C-Organik (%) Harkat
<1 Sangat Rendah
1-2 Rendah
2.01 – 3 Sedang
3.01 – 5 Tinggi
>5 Sangat Tinggi
Sumber : Lembaga Penelitian Tanah (1983)
Sangat rendah
<0.1
Rendah
1.0 - 2.0
Sedang
2.1 – 5
Tinggi
0.51 - 0.75
Sangat tinggi
>0.75
Sumber : Pusat Penelitian Tanah (1995)
37
E. Jadwal Pelaksanaan
Tabel 3.7 Jadwal Pelaksanaan
Waktu Pelaksanaan
Jenis
No. Agustus September Oktober November
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Konsultasi
dan
penyusunan
1. proposal
dengan
dosen
pembimbing
Melakukan
pengamatan
dan
2.
pemgambilan
sampel
sedimen
Melakukan
3. analisis
laboratorium
Melakukan
4.
analisis data
Penyusunan
5. laporan
penelitian
41
Studi Kepustakaan
Analisis Laboratorium:
Tekstur, C-organik, N-Total, N-
Seresah, KTK, pH, Salinitas, Suhu,
Produksi Seresah, dan Kerapatan
Vegetasi Mangrove
Afany, Miseri Roeslan. 1999. Analisa Kimiawi Tanah Prinsip Kerja dan
Interpretasinya. Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Yogyakarta.
Yogyakarta.
Afzal M, Masood R, Jan G, Majid A, Fiaz M, Shah AH, Alam J, Mehdi FS,
Abbasi FM, Ahmad H, Islam M, Inamullah, Amin NU. 2011. Efficacy of
Avicennia marina (Forsk)Vierh. leaves extracts againts some atmospheric
fungi. African Journal of Biotecnology 10 (52) : 10790-10794.
Alongi, D.M. 2002. “Present State and Future of The World's MangroveForests”.
Environmental Conservation, Vol. 29 (3): 331-349
Amin, M. 2016. Studi potensi, kendala dan strategi pengembangan tanaman nipah
(Nypa fruticans) di Kabupaten Muna. Skripsi. Jurusan Kehutanan
Fakultas Kehutanan Dan Ilmu Lingkungan. Universitas Halu Oleo.
Astuti, Agung. 2000. Aktivitas Proses Dekomposisi Berbagai Bahan Organik
dengan Aktivator Alami dan Buatan. Prodi Agronomi, Fak. Pertanian
UMY. Yogyakarta.
Balai Penelitian Tanah, 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman,
Air, dan Pupuk. Bogor. Balai Penelitian Tanah: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Bengen, D. 2002. Pedoman teknis pengenalan dan pengelolaan ekosistem
mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Bunyapraphatsara N, Srisukh V, Hutivoboonsuk A, Sornlek P, Th ongbainoi W,
Chuakat W, Fong HHS, Pezzuto JM, Kosmeder J. 2002. Vegetables from
the Mangrove areas. Thai Journal of Phytopharmacy 9(1):1- 12
Chrisyariati, I., Hendrarto, B., & Suryanti. 2014. Kandungan Nitrogen Total Dan
Fosfat Sedimen Mangrove Pada Umur Yang Berbeda Di Lingkungan
Pertambakan Mangunharjo, Semarang. Diponegoro Journal of
Maquares. 3(3), 65–72.
Djohan, T.S. 2000. Prospek Pengembangan Mangrove di Pantai Selatan
Yogyakarta. Makalah dalam Workshop Regional Mangrove :
Rehabilitasi Hutan Mangrove Melalui Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Rangka Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat Pengembangan
Rehabilitasi Mangrove. INSTIPER.
English S., C. Wilkinson and V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resources. Townsville (AU). Australian Institute of Marine Science.
Feller, I.C., Whigham, D.F., McKee, K.L., dan Lovelock, C.E. 2002. Nitrogen
limitation of growth and nutrient dynamics in a disturbed mangrove
forest, Indian River Lagoon, Florida. Oecologia Journal 134:405 – 414.
42
43
Gilman EL, Ellison J, Duke NC, Field C. 2008. Threats to mangroves from
climate change and adaptation options: A review. Aquat Bot. 89:237–
250.
Hadi, Samsul. 2018. Stok Karbon dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan
Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir Teluk Jor Lombok Timur. Skripsi,
Magister Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret.
Hardie, M. and Doyle, R. B., 2012. Measuring Soil Salinity. Methods in molecular
biology. Tasmania: Research Gate. doi: 10.1007/978-1-61779-986-0.
Hardjowigeno, Sarwono. 2015. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo.
Harjowigeno, 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 288 hal.
Hastuti, Y. P. 2011. Nitrifikasi dan denitrifikasi di tambak. Jurnal Akuakultur
Indonesia. 10(1), 89–98.
Heriyanto, N. M., & Suharti, S. 2019. Kualitas Perairan, Kesuburan Tanah dan
Kandungan Logam Berat di Hutan Mangrove Nusa Penida, Bali. Jurnal
penelitian hutan dan konservasi alam. 16(1), 25–33.
Hogarth, P. J. 2007. The Biology of Mangrove and Seagrasses. Oxford University
Press Inc. New York.
Howard, J., S. Hoyt, K. Isensee, M. Telszewski, and E. Pidgeon. 2014. Coastal
blue carbon: methods for assessing carbon stocks and emissions factors
in mangroves, tidal salt marshes, and seagrasses. Intergovernmental
oceanographic commission of UNESCO. Arlinton, USA. 180 p.
Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove. Yogyakarta
Iswantari, A., Wardiatno, Y., Pratiwi, N., & Rusmana, I. 2013. Fluks Bentik dan
Potensi Aktivitas Bakteri Terkait Siklus Nitrogen di Sedimen Perairan
Mangrove Pulau Dua, Banten. Jurnal Biologi Indonesia. 10(1), 109–117.
Kanti, H. M., Supriharyono, & Rahman, A. 2019. Kandungan N dan P Hasil
Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Pada Sedimen di Maron
Mangrove Edu Park, Semarang. Management of Aquatic Resources. 8(3),
226–233.
Karuniastuti, N. 2003. Peranan Hutan Mangrove bagi Lingkungan Hidup. Forum
Manajemen.Vol. 06, No. 1.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor: 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Mutu
dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.
Kushartono, E W. 2009. Beberapa Aspek Bio-Fisik Kimia Tanah di Daerah
Mangrove Kalurahan Banggi Kabupaten Rembang. Jurusan Ilmu
Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Diponegoro. Semarang.
44