Anda di halaman 1dari 81

TEKNIK KULTUR CHLORELLA SP.

SKALA LABORATORIUM, SKALA


INTERMEDIATE DAN SKALA MASSAL DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA
AIR PAYAU (BPBAP) SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR

KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR


PROGRAM STUDI TEKNIK BUDIDAYA PERIKANAN

OLEH:

WINDA SRI DEVIA


20.3.12.150

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN RISET DAN SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN
DAN PERIKANAN POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN SIDOARJO
2023
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul : Teknik Kultur Chlorella sp. Skala Laboratorium, Skala


Intermediate dan Skala Massal di Balai Perikanan Budidaya Air
Palau (BPBAP) Situbondo Provinsi Jawa Timur
Nama : Winda Sri Devia
Nit : 20.3.12.150

Karya Ilmiah Praktik Akhir ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III
dan Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Perikanan
Program Studi Teknik Budidaya Perikanan
Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo
Tahun Akademik 2022/2023

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Indah Puspitasari, S.Si, M.Sc Ulfauza, S.Pi, M.CIO


Tanggal : Tanggal :

Mengetahui:
Direktur Politeknik Kelautan Dan Perikanan Sidoarjo

I Gusti Putu Gede Rumayasa Yudana. S.Pi., M.P


NIP. 19650425 199303 1 002

ii
Telah Dipertahankan Di Hadapan Tim Penguji
Ujian Akhir Program Diploma III
Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo
Dan Dinyatakan LULUS

Pada Tanggal :

Penyelesaian Revisi Tanggal :

Tim Penguji

Penguji I Penguji II

Indah Puspitasari, S.Si, M.Sc Ulfauza, S.Pi., M.CIO


NIP:19810514 200502 2 001 NIP. 19810808 201001 1 018

Penguji III Penguji IV

Era Insivitawati, M.Si Harminto, S.St.Pi., M.Si


NIP:19880329 201902 2 003 NIP. 19800206 201012 1 002

Mengetahui,
Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo

I Gusti Putu Gede Rumayasa Yudana, S.Pi., M.P


NIP. 19650425 199303 1

iii
RINGKASAN

WINDA SRI DEVIA. TBP. 20.3.12.150. KIPA. Teknik Kultur Chlorella sp. Skala
Laboratorium, Skala Intermediate dan Skala Massal di Balai Perikanan Budidaya
Air Palau (BPBAP) Situbondo Provinsi Jawa Timur dibawah bimbingan Ibu Indah
Puspitasari, S.Si, M.Sc dan Bapak Ulfauza, S.Pi, M.CIO

Mikroalga merupakan microorganisme atau jasad renik dengan tingkat


organisasi sel yang termasuk dalam kategori tumbuhan tingkat rendah. Salah
satu jenis mikroalga yang mudah didapatkan dan dikembangkan di Indonesia
adalah Chlorella. Menurut Vashista (1979) dalam Rostini (2007), Chlorella sp.
termasuk mikroalga uniselular yang berwarna hijau dan berukuran mikroskopis,
diameter selnya 3-8 mikrometer, berbentuk bulat seperti bola dan bulat telur,
tidak mempunyai fiagella sehingga tidak dapat bergerak aktif. dinding selnya
terdiri dari selulosa dan pectin, tiap-tiap selnya terdapat satu buah inti sel dan
satu kloroplast. Chlorella sp. merupakan alga yang kosmopolit, terdapat di air
payau, air laut dan air tawar (Wiguna 2009).
Maksud pelaksanaan KPA ini yaitu dapat melakukan kultur Chlorella sp.
skala laboratorium ,skala intermediate dan skala massal dengan tujuan akhir dari
KPA ini yaitu mampu melakukan kultur Chlorella sp. skala laboratorium ,skala
intermediate dan skala missal dan mampu mengidentifikasi fase pertumbuhan
pada Chlorella sp. skala laboratorium, skala intermediate dan skala missal.
Kerja Praktik Akhir ini dilaksanakan di Balai Perikanan Budidaya Air Palau
(BPBAP) Situbondo, Jawa Timur mulai tanggal 1 Maret sampai 31 Mei 2023.
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan Kerja Praktik Akhir (KPA) ini
adalah metode survey. Sedangkan sistem yang digunakan untuk memperoleh
dan meningkatkan keterampilan adalah sistem magang. Sumber Data yang
dikumpulkan dalam pelaksanaan KPA ini adalah data primer dan data sekunder.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi dan
wawancara, sedangkan metode pegolahan data yang dilakukan yaitu editing dan
tabulating. Untuk mengetahui teknik kultur Chlorella sp. dan fase pertumbuhan
Chlorella sp. skala laboratorium ,skala intermediate dan skala massal, alat dan
bahan yang digunakan dalam kultur dan mengidentifikasi Chlorella sp. yaitu
dengan menggunakan analisis deskriptif.
Balai Perikanan Budidaya Air Palau (BPBAP) terletak di Dusun Pecaron,
Desa Klatakan, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa
Timur. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
No.KEP.26D/MEN/2001, Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP)
Situbondo mempunyai tugas melaksanakan penerapan teknik pembenihan
pembudidayaan ikan air payau serta pelestarian sumber daya induk/benih ikan
dan lingkungan. Balai Perikanan Budidaya Air Palau (BPBAP) Situbondo memiliki
laboratorium pakan alami yang bertugas memproduksi berbagai pakan alami dan
memiliki kemampuan untuk melakukan teknik dan mengidentifikasi pakan alami
yang dirpoduksi. Tahap pertama yang dilakukan untuk kultur Chlorella sp. adalah
sterilisasi wadah dan peralatan.
Sterilisasi adalah proses penghilangan semua jenis organisme hidup,
dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, ,mycoplasma, virus) yang
terdapat dalam suatu benda (Pratiwi,2006). Sterilisasi peralatan yang digunakan
dalam kultur Chlorella sp. dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air tawar.
Wadah yang digunakan dalam kultur Chlorella sp. pada skala laboatorium dan

iv
aquarium disikat dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air tawar. Bak kultur
Chlorella sp. disterilisasikan dengan kaporit 10 ppm dan dibilas dengan ai tawar.
Selanjutya sterilisasi media, media yang digunakan untuk kultur Chlorella
sp. skala laboratorium, skala intermediate dan skala massal air laut. Air laut
dialirkan ke dalam wadah dan disaring menggunakan filterbag yang terletak
diujung saluran air. Pada skala toples kaca sterilisasi media dengan cara
perebusan dengan panci sampai mendidih. Untuk skala carboy, skala intermdiate
dan skala massal sterilisasi menggunakan kaporit dengan dosis 10 ppm.
Pupuk yang digunakan untuk kultur Chlorella sp. adalah walne untuk
skala laboratorium dan skala intermediate dengan dosis 1 ml/liter. Sedangkan
skala massal menggunakan pupuk Urea ,TSP, Za, Na2EDTA, dan FeCl.
Tahap pertama kultur Chlorella sp. yang dilakukan adalah skala
laboratorium di kultur murni II yang terdiri dari 2 skala yaitu skala toples kaca dan
skala carboy. Skala toples kaca dilakukan pada wadah 3,5 liter yang diisi media
air laut 2 liter dengan bibit 500 ml. Skala carboy pada wadah 10 liter yang diisi air
media 5 liter dengan bibit 1000 ml hasil dari skala toples.
Selanjutnya kultur skala intermediate dilakukan dalam 2 skala yaitu skala
aquarium yang dilakukan diwadah 50 liter yang diisi media air 35 liter dan bibit
yang digunakan dari skala carboy. Skala bak beton yang berkapasitas 500 liter
yang diisi 350 liter media air dan bibit yang digunakan yang berasal dari skala
aquarium.
Tahap terakhir yaitu skala massal yang dilakukan pada wadah bak
dengan kapasitas 18 ton yang diisi media air 15 ton dan bibit yang digunakan
berasal dari skala bak beton.
Parameter kualitas air yang dikotrol adalah suhu, salinitas dan pH. Suhu
selama massal kulltur yang didapat dari skala laboratorium, skala intermediate
dan skala massal adalah 28 – 29 oC, salinitas 30 – 32 ppt dan pH 8 – 9.
Fase pertumbuhan Chlorella sp. diidentifikasi setiap hari dari skala
laboratorium, skala intermediate dan skala massal dengan microskop
menggunakan alat Haemacynometer dengan cara melihat langsung dari
microskop dan dihitung menggunakan hand counter. Chlorella sp. yang sudah
dikultur dipanen dan diberikan langsung ke larva ikan kerapu cantang yang
dimulai dari D2 sampai D30.
Dari hasil Kerja Praktik Akhir dapat disimpulkan bahwa Proses kultur
Chlorella sp. dilakukan dalam 3 tahapan yaitu skala laboratorium, skala
intermediate dan skala massal yang diawalai dengan sterilisasi wadah dan
peralatan, sterilisasi media, pembuatan pupuk, proses kultur, penghitungan
kepadatan dan kualitas air.

DAFTAR PUSTAKA

Rostini. 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus plantarum) Terhadap


Masa Simpan Filet Nila Merah Pada Suhu Rendah. (Skripsi). Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan: Universitas Padjadjaran.

Wiguna, Eka. 2009. “ Chlorella sp”. (online) http://ekawiguna.


Wordpress.com/2009/12/13/Chlorella sp/, diakses pada tanggal 13 juni
2015

Pratiwi D.A, dkk. 2006. Biologi Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Erlangga

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Praktik
Akhir (KIPA) ini. Penyusunan Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA) ini tidak lepas
dari bimbingan serta masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak I Gusti Putu Gede Rumayasa Yudana, S.Pi., M.P., selaku Direktur
Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo
2. Bapak Adnal Yeka, A.Pi, M.Si selaku Wakil Koordinator Politeknik
Kelautan dan Perikanan Pariaman atas fasilitas yang diberikan
3. Ibu Lusiana BR Ritonga, M.P. selaku Ketua Program Studi Teknik
Budidaya Perikanan Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo
4. Bapak Hamdani, S.St.Pi., M.Tr.Pi selaku Ketua Program Studi Teknik
Budidaya Perikanan Politeknik Kelautan dan Perikanan Pariaman
5. Ibu Indah Puspitasari, S.Si,M.Sc dan Bapak Ulfauza, S.Pi, M.CIO selaku
dosen pembimbing I dan II, yang telah memberikan arahan dan
bimbingannya selama penyusunan Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA)
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan
Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA) ini

Penulis menyadari bahwa penyusunan KIPA ini masih belum sempurna,


oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan KIPA ini.

Pariaman, Juli 2023

Winda Sri Devia

vi
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................ii


HALAMAN REVISI ...........................................................................iii
RINGKASAN ....................................................................................iv
KATA PENGANTAR .........................................................................vi
DAFTAR ISI......................................................................................vii
DAFTAR TABEL ..............................................................................ix
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................xi

I. PENDAHULUAN ..........................................................................I
1.1 Latar belakang .......................................................................I
1.2 Maksud dan tujuan .................................................................2
1.2.1 Maksud .........................................................................2
1.2.2 Tujuan ...........................................................................3
1.3 pendekatan Masalah ..............................................................3

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................4


2.1 Kultur.....................................................................................4
2.2 Klasifikasi dan Marfologi Chlorella sp. ....................................5
2.3 Habitat ...................................................................................7
2.4 Fase Pertumbuhan Chlorella sp..............................................7
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Chlorella sp............9
2.5.1 Salinitas .......................................................................9
2.5.2 pH .................................................................................10
2.5.3 Suhu .............................................................................11
2.5.4 Nutrien ..........................................................................11
2.5.5 Cahaya .........................................................................12

III. METODOLOGI .............................................................................14


3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................14
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................14
3.2.1 Alat .................................................................................14
3.2.2 Bahan .............................................................................15
3.3 Metode Praktek .......................................................................15
3.4 Sumber Data...........................................................................16
3.5 Jenis Data...............................................................................16
3.6 Metode Pengumpulan Data .....................................................17
3.7 Metode Pengolahan Data ........................................................17
3.8 Analisis Data ...........................................................................18

IV. KEADAAN UMUM .......................................................................19


4.1 Letak Geografis.......................................................................19
4.2 Sejarah BPBAP Situbondo ......................................................19
4.3 Visi dan Misi BPBAP Situbondo ...............................................21
4.4 Struktur Organisasi..................................................................22
4.5 Tugas Pokok dan Fungsi .........................................................24

vii
4.6 Sarana dan Prasarana ............................................................25

V. PEMBAHASAN ............................................................................27
5.1 Sterilisasi Peralatan dan Wadah ..............................................27
5.2 Persiapan Media Kultur ...........................................................28
5.3 Pembuatan Pupuk...................................................................30
5.3.1 Pembuatan Pupuk Skala Laboratorium ...........................31
5.3.2 Pembuatan Pupuk Skala Intermediate ............................33
5.3.3 Pupuk Skala Massal ......................................................34
5.4 Kultur Skala Laboratorium .......................................................34
5.4.1 Skala Toples Kaca .........................................................35
5.4.2 Skala Carboy .................................................................36
5.5 Kultur Skala Intermediate ........................................................37
5.5.1 Skala Aquarium .............................................................38
5.5.2 Skala Bak Beton ............................................................38
5.6 Kultur Skala Massal.................................................................39
5.7 Penghitungan Kepadatan Chlorella sp .....................................40
5.7.1 Kepadatan Skala Laboratorium ......................................41
5.7.2 Kepadatan Skala Intermediate........................................45
5.7.3 Kepadatan Skala Massal ................................................47
5.3 Kualitas Air .............................................................................49
5.4 Pemanenan dan Pemberian Chlorella sp .................................50

VI. PENUTUP ...................................................................................52


6.1 Kesimpulan .............................................................................52
6.1 Saran......................................................................................53

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................54

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Alat .......................................................................................14
2. Bahan ...................................................................................15
3. Persiapan Media ....................................................................30
4. Bahan Pupuk Walne ..............................................................31
5. Bahan Vitamin .......................................................................32
6. Tracemetal ............................................................................32
7. Bahan Pupuk Walne Skala Intermediate .................................33
8. Pupuk Skala Massal ...............................................................34
9. Kepadatan Skala Toples Kaca ................................................42
10. Kepadatan Skala Carboy ........................................................43
11. Kepadatan Skala Aquarium ....................................................45
12. Kepadatan Skala Bak Beton ...................................................46
13. Kepadatan Skala Massal .......................................................48
14. Pengukuran Kualitas Air ........................................................49

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Chlorella sp............................................................................6
2. Kurva Pertumbuhan Chlorella sp. ...........................................9
3. BPBAP Situbondo ..................................................................20
4. Struktur Organisasi ................................................................24
5. Laboratorium Pakan Alami .....................................................25
6. Kultur Massal .........................................................................26
7. Pengeringan ..........................................................................27
8. Akuarium ...............................................................................28
9. Bak Intermediet ......................................................................28
10. Bak Massal ............................................................................28
11. Contridge Filter ......................................................................29
12. Perebusan Air ........................................................................29
13. Menutup Toples Kaca ............................................................29
14. Drum Penampung Air .............................................................30
15. Sterilisasi Air ..........................................................................30
16. Pupuk Walne .........................................................................31
17. Vitamin ..................................................................................33
18. Tracemetal ............................................................................33
19. Walne....................................................................................33
20. Kultur Murni II ........................................................................35
21. Skala Toples Kaca .................................................................36
22. Skala Carboy .........................................................................37
23. Skala Intermediate .................................................................37
24. Skala Aquarium .....................................................................38
25. Skala Bak Beton ....................................................................39
26. Skala Massal .........................................................................40
27. Haemacytometer....................................................................41
28. Pengamatan ..........................................................................41
29. Sel Chlorella sp......................................................................41
30. Grafik Pertumbuhan Skala Toples Kaca ..................................42
31. Grafik Pertumbuhan Skala Carboy ..........................................44
32. Grafik Pertumbuhan Skala Aquarium ......................................45
33. Grafik Pertumbuhan Skala Bak Beton .....................................47
34. Grafik Pertumbuhan Skala Massal ..........................................48
35. Pemberian Chlorella sp ..........................................................51

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kualitas Air ............................................................................59


2. Kegiatan ................................................................................62
3. Alat .......................................................................................65
4. Bahan ...................................................................................68

xi
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan usaha budidaya ikan

adalah ketersediaan pakan, dimana penyediaan pakan merupakan faktor penting

pada pemeliharaan Larva. Pemberian pakan yang berkualitas dalam jumlah yang

cukup akan memperkecil persentase larva yang mati. Jenis pakan yang dapat

diberikan pada ikan ada dua jenis, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan

alami merupakan pakan yang sudah tersedia di alam, sedangkan pakan buatan

adalah pakan yang diramu dari beberapa macam bahan yang kemudian diolah

menjadi bentuk khusus sesuai dengan bukaan mulut ikan yang dibudidaya

(Gusrina, 2008).

Chlorella sp. merupakan salah satu jenis fitoplankton yang sering

dimanfaatkan dalam pembenihan organisme laut di hampir semua hatchery

sebagai pakan yang langsung diberikan pada benih ikan atau udang maupun

sebagai tidak langsung dengan diberikan ke zooplankton terlebih dahulu yang

selanjutnya zooplankton diberikan sebagai pakan pada benih ikan atau udang

(Chilmawati dan Suminto, 2008).

Chlorella sp. memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, terutama

protein. Protein mempunyai fungsi yang sangat penting bagi ikan yaitu sebagai

sumber energi, pertumbuhan dan mengganti jaringan tubuh yang rusak (Lewaru,

2007). Dalam sel Chlorella sp. memiliki kandungan nutrisi protein sebesar 51–

58% minyak sebesar 28-32%, karbohidrat 12-17%, lemak 14-22%, dan asam

nukleat 4-5% (Rachmaniah dkk., 2010).

Chlorella sp. merupakan komponen yang sangat penting dalam

pertumbuhan larva ikan ataupun udang pada fase awal pengenalan makanan.

1
Menurut Mudjiman (1984) dalam Lewaru (2007), larva ikan membutuhkan protein

relatif lebih banyak daripada ikan dewasa, karena larva ikan sedang dalam fase

pertumbuhan yang cepat. Selain untuk pakan larva Chlorella sp. juga berfungsi

sebagai pakan zooplankton dan starter tambak (BBPBAP Jepara, 2013).

Target produksi pada kegiatan budidaya ikan akan lebih mudah

tercapai dengan melakukan kultur fitoplankton(Sari, 2012). Kultur fitoplankton

yang dilakukan dalam skala laboratorium, skala intermediet, dan skala massal

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengambil judul Teknik kultur

Chlorella sp. pada skala laboratoium, skala intermediate dan skala massal di

Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo Provinsi Jawa Timur.

Balai Perikana Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo ini merupakan salah satu

lembaga pemerintah yang membudidayakan ikan atau udang air payau sehingga

pakan alami yang salah satunya Chlorella sp. sangat dibutuhkan untuk larva bagi

ikan atau udang. Balai ini dipilih menjadi lokasi Praktik Keja Akhir (KPA) karena

memiliki fasilitas budidaya atau kultur pakan alami yang lengkap.

1.2. Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud

Maksud dari Kerja Praktek Akhir (KPA) ini adalah penulis dapat mengikuti

seluruh kegiatan Kultur Chlorella sp. skala laboratorium, skala intermediate dan

skala massal di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo Provinsi

Jawa Timur.

2
1.2.2. Tujuan

Adapun tujuan dari Kerja Praktek Akhir (KPA) ini adalah sebagai berikut:

1. Mampu melakukan Kultur Chlorella sp. skala laboratorium, skala

intermediate dan skala massal di Balai Perikanan Budidaya Air Payau

(BPBAP) Situbondo Provinsi Jawa Timur.

2. Mampu mengidentifikasi fase pertumbuhan pada kultur Chlorella sp.

skala laboratorium, skala intermediate dan skala massal di Balai

Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo Provinsi Jawa Timur.

1.3. Pendekatan Masalah

Kultur Chlorella sp. merupakan pakan alami yang memiliki nilai gizi yang

tinggi terutama protein. Chlorella sp. merupakan komponen yang sangat penting

dalam pertumbuhan larva ikan ,khususnya larva ikan kerapu cantang. Untuk

menunjang hal tersebut diperlukan budidaya Chlorella sp. dengan cara

pengkulturan. Kultur Chlorella sp. dapat dilakukan dengan Skala laboratorium,

skala intermediate, dan skala massal serta pemberiannya ke larva ikan kerapu

cantang.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kultur

Pakan alami merupakan salah satu jenis pakan ikan hias dan ikan

konsumsi air tawar, payau dan laut. Pakan alami adalah pakan yang disediakan

secara alami dari alam dan ketersediaannya dapat dibudidayakan manusia.

Pakan alami dapat diperoleh dengan melakukan usaha budidaya. Usaha

budidaya pakan alami ini dapat dibagi atas dua kelompok besar yaitu :

1. Penyediaan pakan alami yang selektif. Penyediaan pakan alami secara

selektif adalah melakukan budidaya pakan alami ini secara terpisah

dengan wadah budidaya ikan

2. Penyediaan pakan alami secara non selektif , seperti pemupukan di lahan

perairan. Budidaya pakan alami secara nons elekstif adalah melakukan

budidaya pakan alami bergabung dengan ikan yang akan dibudidayakan

dimana kegiatan tersebut dilakukan pada saat dilakukan persiapan bak

untuk budidaya.

Organisme pakan alami (life food organisme) yaitu organisme hidup yang

dipelihara dan dimanfaatkan / diperuntukkan sebagai pakan didalam proses

budidaya perikanan. Dengan demikian budidaya pakan alami merupakan suatu

kegiatan produksi, prosesing dan pemasaran organisme pakan hidup dari suatu

sistem perairan yang dapat dimanfaatkan untuk pakan kultivan dalam kegiatan

budidaya perikanan.

Pemanfaatan Chlorella dilakukan menggunakan teknik kultur. Kultur

adalah budidaya jaringan sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi

yang sama (Yusnita, 2003). Keberhasilan teknik kultur bergantung pada

kesesuaian antara jenis mikroalga yang dibudidayakan dan beberapa faktor

4
lingkungan. Salah satu cara untuk memperoleh biakan murni Chlorella sp. agar

dapat memenuhi ketersediaan pakan alami dalam jumlah yang cukup,

berkesinambungan dan tepat waktu adalah dengan adanya tindakan kultur.

Aerasi dalam kultivasi mikroalga digunakan dalam proses pengadukan media

kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan bertujuan untuk mencegah

terjadinya pengendapan sel, nutrien tersebar dengan baik sehingga mikroalga

dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, (Taw, 1990 dalam Fachrullah

2011).

Target produksi pada kegiatan budidaya ikan akan lebih mudah

tercapai dengan melakukan kultur fitoplankton. Kultur fitoplankton dilakukan

dalam skala laboratorium, skala intermediet, dan skala massal. Kultur

fitoplankton ini bertujuan untuk memperoleh biakan murni agar dapat

memenuhi ketersediaan pakan alami dalam jumlah yang cukup, berkesinambu-

ngan dan tepat waktu (Sari, 2012).

2.2. Klasifikasi dan Marfologi Chlorella sp.

Microalga merupakan microorganisme atau jasad renik dengan tingkat

organisasi sel yang termasuk dalam kategori tumbuhan tingkat rendah. Contoh

spesies microalga yaitu Spirulina, Nannochloropsis sp, Botryococcus brauni,

Chlorella sp. Dunaliella primolecta, Nitzschia sp. Tetraselmis suecia,

Scenedesmus sp dan lain-lain, (Kawaroe, 2010). Salah satu jenis mikroalga yang

mudah didapatkan dan dikembangkan di Indonesia adalah Chlorella. Menurut

Vashista (1979) dalam Rostini (2007), Chlorella sp. termasuk mikroalga

uniselular yang berwarna hijau dan berukuran mikroskopis, diameter selnya 3-8

mikrometer, berbentuk bulat seperti bola dan bulat telur, tidak mempunyai fiagella

sehingga tidak dapat bergerak aktif. dinding selnya terdiri dari selulosa dan

pectin, tiap-tiap selnya terdapat satu buah inti sel dan satu kloroplast. Chlorella

5
sp. merupakan alga yang kosmopolit, terdapat di air payau, air laut dan air tawar

(Wiguna 2009).

Chlorella sp. bereproduksi dengan cara aseksual, yakni dengan

pembentukan autospora yang mirip dengan dari sel induknya. Setiap satu sel

induk akan membelah diri menjadi 4, 8, atau 16 autospora yang nantinya akan

menjadi sel-sel anak, yang kemudian akan melepaskan diri dari induknya

(Kawaroe dkk, 2010).

Klasifikasi Chlorella sp. menurut Merizawati (2008) adalah sebagai

berikut:

Filum : Chlorophyta

Kelas : Chlorphyceae

Ordo : Chlorococcales

Famili : Oocystaceae

Genus : Chlorella

Spesies : Chlorella sp.

Gambar 1.Chlorella sp.(Pariawan, 2014)


Sumber: Google

Chlorella sp. adalah salah satu jenis alga hijau bersel satu. Selnya berdiri

sendiri dengan berbentuk bulat atau bulat telur dengan diameter 3-8 mikron,

6
memiliki khloroplas berbentuk seperti cawan dan dindingnya keras. Warnanya

hijau cerah, hidup dipermukaan air tawar maupun Laut, namun ada juga yang

hidup di air asin (Afandi, 2003). Chlorella sp. dapat bergerak tetapi sangat lambat

sehingga pada pengamatan seakan-akan tidak bergerak.

2.3. Habitat

Chlorella sp. mampu tumbuh dan berkembang pada semua tempat atau

lingkungan (kosmopolit), terkecuali pada tempat atau lingkungan yang sangat

ektrim atau kritis untuk kehidupan makhluk hidup. Mikroalga ini dapat hidup pada

salinitas 0-35 ppt. Pada salinitas 10-20 ppt adalah salinitas optimum bagi

pertumbuhan mikroalga ini. Chlorella sp. masih mampu hidup pada suhu 40 0C.

Rentang suhu Chlorella sp. adalah diantara 25 0 – 30 0C yang merupakan kisaran

suhu optimum bagi pertumbuhannya. (Merizawati, 2008).

Pada spesies Chlorella sp. mampu tumbuh baik di air laut maupun air

tawar (Shah dkk, 2003). Secara umum Chlorella sp. adalah oraganisme air

tawar, tapi beberapa spesies dapat beradaptasi pada salinitas dan suhu yang

memiliki rentang lebar dan bisa dikultur dengan air laut yang telah diberi

campuran pupuk (Shah dkk, 2003).

2.4. Fase Pertumbuhan Chlorella sp.

Pertumbuhan mikro alga pada saat budidaya secara visual ditandai

dengan adanya perubahan warna air dari awalnya bening menjadi berwarna

lebih pekat, perubahan ini disertai dengan menurunnya transparansi. Kejadian

tersebut merupakan indikasi dari meningkatnya ukuran sel dan bertambah

banyaknya jumlah sel yang secara langsung akan berpangaruh terhadap

kepadatan plankton. (Edhy, 2003).

Pertumbuhan mikroalga dibagi dalam lima fase pertumbuhan, yaitu fase

lag, fase logaritmik atau eksponensial, fase penurunan laju pertumbuhan, fase

7
stasioner, dan fase kematian (Kawaroe, 2010)

1. Fase Lag

Fase ini ditandai dengan peningkatan populasi yang tidak nyata. Fase

ini disebut juga sebagai fase adaptasi karena sel mikroalga sedang

beradaptasi terhadap media tumbuhnya. Lamanya fase lag tergantung

pada umur inokulum yang dimasukkan. Sel-sel yang diinokulasikan

pada awal fase lag akan mengalami fase lag yang singkat. Inokulum

yang berasal dari kultur yang sudah tua akan mengalami fase lag yang

lama, karena membutuhkan waktu menyusun enzim-enzim yang tidak

aktif. Ukuran sel pada fase lag ini pada umunya meningkat.

2. Fase logaritmik atau eksponensial

Fase ini diawali oleh pembelahan sel dan ditandai dengan naiknya laju

pertumbuhan hingga kepadatan populasi meningkat. Laju

pertumbuhannya meningkat dengan pesat dan selnya aktif berkembang

biak. Ciri metabolisme pada fase ini adalah tingginya aktifitas

fotosintesis yang berguna untuk pembentukan protein dan komponen-

komponen penyusun plasma sel yang dibutuhkan dalam pertumbuhan.

3. Fase penurunan laju pertumbuhan

Berupa titik puncak dari fase eksponensial sebelum mengalami fase

stasioner. Dimana penambahan jumlah individu mulai berkurang dan ini

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya berkurangnya sumber

nutrien yang ada didalam media sehingga mikrobia tidak akan bisa

meningkatkan jumlahnya.

4. Fase stasioner

Pada fase ini mengalami pengurangan sumber nutrien. Artinya, sumber

nutrien yang ada untuk mikrobia mengalami kehabisan atau tidak ada

yang menambahi, sehingga mikrobia tidak bisa melakukan pertumbuhan

8
namun juga tidak secara langsung mengalami kematian. Dari itu kurva

grafik mendatar, artinya tidak naik karena tidak adanya pertumbuhan

dan tidakturun karena tidak secara langsung mengalami kematian.

5. Fase kematian

Pada fase ini grafik menunjukkan penurunan secara tajam karena

merupakan akhirdari suatu jumlah individu yang kembali ke titik awal. Ini

disebabkan mikrobia sudah tidak mampu bertahan hidup selama

stasioner (yang tidak mendapatkan sumber nutrien).

Pertumbuhan Chlorella sp. dapat diukur dengan cara mengamati dan

menghitung perkembangan jumlah sel dari waktu ke waktu antara

menumbuhkan Chlorella sp. dengan menggunakan media pertumbuhan

Chlorella sp. untuk mengetahui terjadinya perubahan nutrisi dan kondisi sel dari

Chlorella sp. selama masa penyimpanan (Prabowo, 2009).

Gambar 2.Kurva Pertumbuhan Mikroalga (Isnansetyo, 1995)


Sumber : Google

2.5. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Chlorella sp.

2.5.1. Salinitas

Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air.

Biasanya dinyatakan dalam satuan ppt (parts per thousand), (Kordi and Tancung

2007). Nilai salinitas air untuk perairan tawar berkisar antara 0–5 ppt, perairan

payau biasanya berkisar antara 6–29 ppt, dan perairan laut berkisar antara 30–

9
40 ppt (Fardiansyah, 2011). Kisaran salinitas Chlorella sp. untuk dapat hidup dan

tumbuh adalah pada kisaran salinitas yang jauh, yaitu 0-35 ppt (dari air tawar

sampai air laut). Pada Chlorella sp. air laut mampu tumbuh dengan baik pada

kisaran salinitas 15-35 ppt (Rostini, 2007).

Chlorella sp. memiliki toleransi kisaran salinitas yang tinggi, yaitu pada

Chlorella sp. air laut mampu hidup pada kisaran salinitas 25 - 40 ppt dan tumbuh

dengan baik pada kisaran salinitas 15 - 35 ppt serta tumbuh dengan optimal

pada kisaran salinitas 25- 30 ppt (Matta dkk, 2010).

2.5.2. pH

pH adalah suatu satuan ukur yang menguraikan derajat tingkat kadar

keasaman atau kadar alkali dari suatu larutan. Selain menggunakan kertas

lakmus, indikator asam basa dapat diukur denga pH meter yang bekerja

berdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas suatu larutan (Hartas,2010). pH

normal memiliki nilai 7 sementara bila nilai pH >7 menunjukkan zat tersebut

memiliki sifat basa sedangkan nilai pH <7 menunjukkan keasaman.

(Hartas,2010).

Pemanfaatan Chlorella sp. dilakukan menggunakan teknik kultur.

Keberhasilan teknik kultur bergantung pada kesesuaian antara jenis mikroalga

yang dibudidayakan dan beberapa faktor lingkungan. Salah satu hal yang perlu

diperhatikan adalah faktor derajat keasaman (pH) agar metabolisme sel

mikroalga tidak terganggu. Derajat keasaman (pH) media menentukan kelarutan

dan ketersediaan ion mineral sehingga mempengaruhi penyerapan nutrien oleh

sel. Perubahan nilai pH yang drastis dapat mempengaruhi kerja enzim serta

dapat menghambat proses fotosintesis dan pertumbuhan beberapa mikroalga.

(Fachrullah, 2011).

10
Kemudian Chlorella sp. masih mampu untuk tumbuh dengan baik sampai

dengan nilai pH 10,5 (Gong dkk, 2014). Selain itu menurut Prihantini dkk, (2005)

berpendapat bahwa niali pH yang baik serta sesuai bagi pertumbuhan Chlorella

sp. berkisar antara 4,5–9,3.

2.5.3. Suhu

Chlorella sp. memliki kisaran suhu yang optimum bagi pertunbuhan

adalah pada kisaran suhu 25 - 30 oC (Grimi et al., 2014). Suhu merupakan salah

satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Perubahan

suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan fisika, peningkatan suhu

dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan dapat menyebabkan peningkatan

kecepatan metabolisme dan respirasi mikroalga di perairan. (Fachrullah, 2011).]

Pada suhu optimalnya Mikroorganisme akan berkembang dengan baik,

sedangkan di atas ataupun di bawah suhu optimalnya akan menghambat

perkembangan mikroorganisme tersebut dan pada suhu ekstrim dapat

menyebabkan kematian (Sukoso, 2002).

Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada media yang
o
digunakan. Suhu di bawah 16 C dapat menyebabkan kecepatan 14

pertumbuhan turun, sedangkan suhu diatas 36 oC dapat menyebabkan kematian

(Taw, 1990 dalam Fachrullah 2011).

2.5.4. Nutrien

Nutrien atau nutrisi adalah salah satu komponen penting yang menunjang

kelangsungan proses tumbuh kembang (Hidayat, 2006).. Mikroalga jenis

Chlorella sp. membutuhkan unsur-unsur hara bagi proses pertumbuhan, yakni

yang berupa nutrien. Nutrien secara umum dapat mempengaruhi proses

penurunan kandungan lemak, kandungan produk karbohidrat, pigmen

fotosintesis serta protein (Kawaroe dkk, 2010). Nutrien dibutuhkan oleh mikroalga

11
untuk mendukung pertumbuhannya. Kebutuhan nutrien juga ditentukan oleh

habitat mikroalga

Kandungan nutrien terdiri dari unsur hara mikro (micronutrients) dan

unsur hara makro (macronutrients). Unsur hara mikro nutrien terdiri dari Zn

(Seng), Fe (Besi), Mg (Magnesium), Cu (Tembaga), B (Boron),Co (Kobalt), Mo

(Molybdate), dan lainnya. Setiap unsur hara mempunyai fungsi-fungsi khusus

yang ditunjukkan pada pertumbuhan dan kepadatan yang dicapai Unsur N, P,

dan S penting untuk pembentukan protein. Nitrogen yang dibutuhkan untuk

media kultur dapat diperoleh dari: KNO, NaNO,, NH.CI, dan lain-lain. Fosfor juga

merupakan bahan dasar pembentuk asam nukleat, enzim, dan vitamin. Unsur

fosfor dapat diperoleh dari KH PO, NaH PO4, Ca3PO, dan unsur sulfur dapat

diperoleh darı NHSO4. CuSO4 (Tjahjo dkk, 2002).

Kemudian untuk unsur makro nutrien terdiri dari N (nitrat), K (Kalium), P

(Posfat), Si (silikat), C (Karbon), Ca (Kalsium) dan S (Sulfat) (Sylvester et al.,

2002; Edhy dkk, 2003;Cahyaningsih, 2009).

2.5.5. Cahaya

Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang

berguna untuk pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat

menentukan pertumbuhan mikroalga yaitu dilihat dari lama penyinaran dan

panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan penting

dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan

dengan kedalaman kultur dan kepadatannya, Fachrullah (2011). Kawaroe dkk,

(2010) mengemukakan sebagai organisme yang bersifat fotoautotrof, cahaya

memegang peranan penting dalam pertumbuhan. Cahaya yang dibutuhkan

sebagai energi untuk melakukan proses fotosintesis. Aerasi pada mikroalga

digunakan dalam proses pengadukan media kultur. Pengadukan sangat penting

12
dilakukan bertujuan untuk mencegah terjadinya pengendapan sel, nutrien

tersebar dengan baik sehingga mikroalga dalam kultur mendapatkan nutrien

yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan pertukaran gas dari

udara ke media mikroalga (Taw, 1990 dalam Fachrullah 2011).

13
III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Kegiatan Kerja Praktik Akhir (KPA) dilaksanakan di Balai Perikanan

Budidaya Air Palau (BPBAP) Situbondo Provinsi Jawa Timur pada tanggal 1

Maret 2023 sampai 31 Mei 2023.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Adapun alat –alat yang digunakan dalam kultur Chlorella sp. skala

laboratorium, skala intermediate dan skala massal adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Alat
No Alat Spesifikasi Jumlah Fungsi
1. Toples kaca 3,5 L 15 Untuk wadah kultur
2. Carboy (toples 10 L - Untuk wadah kultur
plastic)
3. Pipet tetes 1 ml 10 Mengambil sampel
4. Tabung reaksi 10 ml 2 Untuk wadah uji chlorine test
5. Panci - 3 Untuk merebus air
6. Kompor gas - 1 Untuk merebus air
7. Ember - 5 Untuk menampung air
8. Selang dan - - Penyuplay oksigen
batu aerasi
9. Erlenmeyer 1000 ml 3 Wadah pupuk, vitamin, tracemetal
10. Filter bag - 3 Untuk menyaring air
11. Aquarium 50 L 6 Untuk wadah kultur
12. Batang - 2 Untuk mengaduk pada saat
pengaduk pembuatan pupuk
13. Lampu 10 watt - Untuk cahaya pada saat kultur
14. Gayung 1L 4 Untuk mengambil air
15. Karet - - Untuk mengikat plastik
16. Plastic - - Untuk menutup toples kaca
17. - -
18. Autoclave - 1 Untuk sterilisasi air pembuatan
pupuk
19 Timbangan - 1 Untuk menimbang bahan
digital pembuatan pupuk
20. Hotplate - 1 Untuk pemanas pembuatan pupuk
21 Test tube - 3 Untuk wadah penetralan media air
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

14
3.2.2. Bahan

Adapun bahan - bahan yang digunakan dalam kultur Chlorella sp. skala

laboratorium, skala intermediate dan skala massal adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Bahan
No Bahan Fungsi
1. Bibit Chlorella sp. Bibit yang akan dikultur
2. Aquades Media melarutkan bahan pupuk
3. Kaporit Sterilisasi media
4. Chlorine test Indicator kesterilan media
5. KNO3 Bahan pembuatan pupuk
6. NaH2PO4 Bahan pembuatan pupuk
7. Na2EDTA Bahan pembuatan pupuk
8. FeCl3 Bahan pembuatan pupuk
9. B1 Bahan pembuatan vitamin
10 B12 Bahan pembuatan vitamin
11. Biotin Bahan pembuatan pupuk
12. NaNO3 Bahan pembuatan pupuk
13. H2BO2 Bahan pembuatan pupuk
14. MnCl2 Bahan pembuatan pupuk
15. CoCl2 Bahan pembuatan tracemetal
16. Sodium Molibdat Bahan pembuatan tracemetal
17. ZnCl2 Bahan pembuatan tracemetal
18. C4SO4 Bahan pembuatan tracemetal
19 Natrium Thiosulfat Untuk menetralkan media air
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

3.3. Metode Praktek

Metode yang digunakan pada Karya Ilmiah Praktek Akhir (KIPA)

dilakukan secara langsung ke lapangan dengan kegiatan teknik kultur Chlorella

sp. Adapun kegiatan yang dilakukan di lapangan adalah sebagai berikut:

15
1. Kultur skala laboratorium

2. Kultur skala Intermediate

3. Kultur skala massal

3.4. Sumber Data

Sumber data pada Karya Ilmiah Praktek Akhir (KIPA) adalah sebagai

berikut:

1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber

pertama (tanpa perantara). Data primer didapat dengan melakukan

Survey dan Observasi. Data yang diambil yaitu sebagai berikut:

a. Suhu

b. Salinitas

c. pH

2. Data Sekunder adalah data yang diambil dari studi literatur melalaui

Jurnal, Buku, dan Media sosial

3.5. Jenis Data

Ada dua macam jenis data pada umumnya yaitu data kuantitatif dan data

kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Data Kuantitatif

Data kuantitatif merupakan data atau informasi yang di dapatkan dalam

bentuk angka. Dalam bentuk angka ini maka data kuantitatif dapat di

proses menggunakan rumus matematika atau dapat juga di analisis

dengan sistem statistik.

2. Data Kualitatif

Data Kualitatif merupakan data yang berbentuk kata-kata atau verbal.

Cara memperoleh data kualitatif dapat di lakukan melalui wawancara.

16
3.6. Metode pengumpulan data

Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara atau interview adalah kegiatan tanya-jawab secara lisan

untuk memperoleh informasi. Bentuk informasi yang diperoleh dinyatakan

dalam tulisan, atau direkam secara audio, visual, atau audio visual.

Wawancara merupakan kegiatan utama dalam kajian pengamatan

2. Observasi

Observasi adalah proses pemerolehan data informasi dari tangan

pertama, dengan cara melakukan pengamatan. Observasi dapat

dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

3.7. Metode Pengolahan Data

Menurut Hasan (2006), pengolahan data adalah suatu proses dalam

memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-

cara atau rumus-rumus tertentu. Pengolahan data bertujuan mengubah data

mentah dari hasil pengukuran menjadi data yang lebih halus sehingga

memberikan arah untuk pengkajian lebih lanjut, Sudjana (2001).

Metode yang diguanakan pada pengolahan data adalah sebgai berikut:

A. Editing

Editing adalah Pengecekan ulang data yang dikumpulkan dengan

memeriksa mengoreksi untuk mengurangi kesalahan memilih data

sedemikian rupa sehingga hanya data yang terpakai yang digunakan.

17
B. Tabulating/Tabulasi

Tabulasi data diisi dengan penyusunan data atau pengkategorian hasil

dan kegiatan praktik ke dalam bentuk tabel agar data tersebut.mudah.

dibaca dan dianalisis (Mu'min dkk, 2015).

3.8. Analisis data

Analisis data merupakan proses kegiatan pengolahan hasil praktik yang

dimulai dari menyusun, mengelompokkan, dan menafsirkan data dalam pola

serta hubungan antar konsep dan merumuskannya agar mudah dimengerti dan

dipahami.

Metode yang digunakan dalam menganalisa data adalah metode

deskriptif. Analisis deskriptif adalah metode dengan cara mengumpulkan data-

data sesuai dengan yang sebenarnya kemudian data-data tersebut disusun,

diolah dan dianalisis untuk dapat memberikan gambaran mengenai masalah

yang ada, (Sugiyono, 2010).

Adapun data yang akan dianalis adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran Kualitas air

Pengukuan kualitas air dilakukan dengan metode mengukur langsung ke

lapangan dengan mempersiapkan alat – alat yang akan digunakan.

Parameter kualitas air yang diukur yaitu suhu, salinitas dan pH.

2. Kepadatan

Penghitungan kepadatan sel Chlorella sp. dilakukan dengan

Haemocytometer. Menurut Nurmasita dkk, (2018) rumus untuk

menghitung jumlah kepadatan sel sebagai berikut :

N= n X 104

Dimana :
N = kelimpahan fitoplankton (sel/ml) ;
n = Jumlah organisme yang diamati

18
IV. KEADAAN UMUM

4.1. Letak Geografis

Secara geografis Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP)

Situbondo terletak pada posisi 1130 55’56’’ BT – 1140 00’00’’ BT 070 40’32’’ LS

– 070 42’35’’ LS. Adapun batas-batas wilayah di sekitar BPBAP Situbondo yaitu :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Madura

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan rumah penduduk

c. Sebelah Barat berbetasan dengan PT. Kelola Benih Unggul (KBU) dan

rumah penduduk

d. Sebelah Timur berbatasan dengan PT. Central Pratiwi Bahari (CPB)

Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo terdiri dari lima

divisi yakni devisi ikan, divisi udang, divisi budidaya, instalasi udang Gelung dan

Instalasi pembenihan udang Tuban. Divisi ikan sekaligus sebagai kantor utama

BPBAP Situbondo yang terletak di Dusun Pecaron, Desa Klatakan, Kecamatan

Panarukan, Kabupaten Situbondo. Divisi udang terletak di Desa Blitok,

Kecamatan Mandingan, Kabupaten Situbondo. Sedangkan divisi budidaya

berlokasi Pulokerto, Kecamatan Karaton, Kabupaten Pasuruan. Untuk Instalasi

pembenihan udang Gelung terletak di Desa Gelung, Kecamatan Panarukan,

Kabupaten Situbondo.

4.2. Sejarah BPBAP Situbondo

Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo merupakan balai

budidaya ikan milik pemerintah yang berkembang dan tumbuh baik sebagai balai

perekayasaan dan berdiri pada tahun 1986. Mulanya balai ini memiliki nama

Proyek Sub Senter Udang Windu Jawa Timur yang pada saat itu masih berupa

fasilitas pemeliharaan benur udang windu di bawah naungan Direktorat Jenderal

19
Perikanan, Departemen Pertanian. Sub Senter Udang Windu ini terletak di Desa

Blitok, Kecamatan Mandiangan, Kabupaten Situbondo dan merupakan cabang

dari BBPBAP Jepara, Jawa Tengah. Sub Senter Udang Windu ini kemudian

melepaskan diri dari Balai Budidaya Air Payau Jepara dan berganti nama

menjadi Loka Budidaya Air Payau (LBAP) Situbondo yang ditetapka pada

tanggal 18 April 1994 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor :

264/KPTS/OT.210/4/94.

Gambar 3.BPBAP Situbondo


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Semakin pesatnya perkembangan budidaya di Indonesia, Loka Budidaya

Air Payau (LBAP) membentuk tiga divisi meliputi devisi ikan, divisi udang dan

divisi budidaya. Loka Budidaya Air Payau (LBAP) Situbondo merupakan Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan di bidang pengembangan

produksi budidaya perikanan air payau yang berada di bawah da bertanggung

jawab kepada Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Pada tanggal 1 Mei 2001

Loka Budidaya Air Payau (LBAP) berganti nama menjadi Balai Budidaya Air

Payau (BBAP) Situbondo berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan No. KEP.260/MEN.2001. Beban dan tanggung jawab yang semakin

meningkat maka pada tanggal 05 Maret 2014 nama Balai Budidaya Air Payau

(BBAP) Situbondo berganti menjadi Balai Perikanan Budidaya Air Payau

20
(BPBAP) Situbondo berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor:6/PERMEN-KP/2014.

4.3. VISI dan MISI BPBAP Situbondo

Sejalan dengan visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan, maka

visi Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo adalah Balai

Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo sebagai institusi rujukan teknologi

perikanan budidaya adaptif dalam pengembangan kawasan minapolitan sebagai

sumber pertumbuhan ekonomi andalan.

Misi Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo adalah

menghasilkan, menerapkan dan mensosialisasikan paketpaket teknologi

perikanan budidaya yng standard an efisien. Misi ini menggambarkan upaya

yang akan ditempuh oleh Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo sesuai

dengan tugas pokok dan fungsi yag telah ditetapkan. Keterkaitan antara visi dan

misi dapat dijelaskan sebagai berikut ;

a. Misi menggambarkan perlunya paket-paket teknologi yang telah teruji

untuk ditetapka pada wilayah pengembangan yang menjadi binaan. Paket

teknologi tersebut perlu dilakukan standarisasi untuk memperoleh

kelayakan baik teknis maupun ekonomis, sehingga akan dihasilkan

produk perikanan budidaya yang siap bersaing pada skala internasional.

b. Misi menggambarkan untuk membangun perikanan budidaya dibutuhkan

sumber daya yang terampil dan inovatif baik aparatur Balai Perikanan

Budidaya Air Payau Situbondo maupun pelaku perikanan budidaya yang

menjadi stake holder binaan. Sinkronisasi pengetahuan dan keterampilan

antara aparatur dan pelaku perikanan budidaya sangat menentukan

keberhasilan pengembangan perikanan dan kelautan terutama untuk

penerapan paket teknologi di masyarakat

21
c. Misi menggambarkan tugas pokok dan fungsi Balai Perikanan Budidaya

Air Payau Situbondo sebagai produsen benih dan induk unggul, Perlu

diketahui bahwa benih dan induk ungul merupakan penjaminan kualitas

bagian hulu dari rangkaian proses produksi perikanan budidaya. Benih

dan induk unggul para budidaya akan lebih berhasil dalam melaksanakan

proses produksinya.

d. Misi menggambarkan bahwa sertiikasi dari laboratorium uji maupun

Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) maka suatu produk dan atau

bahkan produksi untuk perikanan budidaya akan meningkatkan daya

saing produk yang dihasilkan dan sekaligus meningkatkan kepercayaan

pelanggan. Pelayanan sertifikasi dan laboratorium uji merupakan

manifestasi dari penerapan paket teknologi dengan memanfaatkan

beberapa media sosialisasi, diseminasidan percontohan sehingga

diharapkan dapat memberikan dampak yang lebih luas di masyarakat

pembudidaya ikan.

e. Misi menggambarkan bahwa dalam era globalisasi isu keamanan pangan

dan lingkungan menjadi strategis terhadap produk angan yang akan

dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh sebab itu dalam melaksanakan

aktifitas pembudidayaan ikan harus bertanggung jawab dan ramah

lingkungan.

4.4. Struktur Organisasi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor

10 KEP/26D/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tenaga Kerja di Balai Perikanan

Budidaya Air Payau Situbondo dipimpin oleh Kepala Balai. Tugas dari kepala

balai dibantu oleh kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pengujian dan

22
Dukungan Teknis Seksi Pengujian dan Dukungan Teknis, Kepala Seksi Uji Terap

Teknis dan Kerja Sama, Kelompok Jabatan. Adapun tugas dari masing-masing :

a. Kepala Balai Kepala BPBAP Situbondo bertanggung jawab dalam

memimpin dan mengatur seluruh kegiatan di BPBAP Situbondo serta

bertugas untuk merumuskan, mengkordinasi dan mengarahkan tugas

penerapan seperti teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau

serta pelestarian sumber daya sesuai dengan prosedur dan peraturan

yang berlaku untuk kelancaran pelaksanaan tugas.

b. Bagian Tata Usaha Bagian tata usaha mempunyai tugas melakukan

administrasi keuangan, perlengkapan, kepegawaian, pelaporan,

persuratan dan rumah tangga.

c. Seksi Pengujian dan Dukungan Teknis Seksi pengujian dan dukungan

teknis bertugas memberikan pelayanan pengujian laboratorium

(persyaratan kelayakan teknis, mutu pakan dan kesehatan ikan dan

lingkungan serta perkembangan bioteknologi), produksi benih maupun

induk unggul dan bermutu, sarana produksi budidaya dan bimbingan

teknis budidaya air payau.

23
KEPALA BPBAP SITUBONDO

Boyun Handoyo, S.Pi., M.Si

KASUBBAG UMUM

KASIE UJI TERAP & KERJASAMA Arif Bangun Asmar, S.H


Suwandono Adhi Setyawan, S,Pi

KASIE PENGUJIAN & DUKUNGAN


TEKNIS

Manijo, S.St, Pi

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL


PEREKAYASAAN, LITKAYASA, PENGAWAS
BIDANG PEMBUDIDAYAAN IKAN DAN PHPI

Gambar 4.Struktur Organisasi


Sumber : BPBAP Situbondo (2023)

4.5. Tugas Pokok Dan Fungsi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

No.KEP.26D/MEN/2001, Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP)

Situbondo mempunyai tugas melaksanakan penerapan teknik pembenihan

pembudidayaan ikan air payau serta pelestarian sumber daya induk/benih ikan

dan lingkungan. Dalam melaksanakan tugas, BPBAP Situbondo

menyelanggarakan fungsi yaitu:

1. Pengkajian, pengujian dan bimbingan penerapan teknik pembenihan

pembudidayaan ikan air payau

2. Pengkajian standar dan pelaksanaan sertifikasi sistim mutu dan sertifikasi

personil pembenihan serta pembudidayaan ikan air payau

24
3. Pengkajian sistem dan tata laksana produksi dan pengelolaan induk

penjenis dan induk dasar ikan payau d. Pelaksanaan pengujian teknik

pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau

4. Pengkajian standar pengawasan benih, pembudidayaan serta

pengendalian hama dan penyakit ikan air payau

5. Pengkajian standar pengendalian lingkugan dan sumber daya induk/benih

ikan air payau

6. Pelaksanaan sistim jaringan laboratorium pengujian, pengawasan benih

dan pembudidayaan ikan air payau

7. Pengelolaan dan pelayanan informasi dan publikasi pembenihan dan

pembuddiayaan ikan air payau

4.6. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana yang digunakan untuk kultur Chlorella sp. skala

laboratorium, skala intermediet dan skala massal adalah sebagai berikut:

1. Laboratorium pakan alami

Gambar 5.Laboratorium Pakan Alami


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

25
Laboratorium berfungsi untuk tempat produksi pakan alami serta

mengidentifikasi tentang pakan alami. Kultur chlorella sp. dilakukan dalam

beberapa tahap diantaranya kultur skala laboratorium atau kultur didalam

ruangan. Kultur tahap ini merupakan kultur murni, sehingga tingkat

kontaminasi dan kesterilan harus dijaga. Laboratorium pakan alami ini

terdiri dari beberapa ruangan yaitu:

a) Ruangan kultur murni I: untuk kultur skala agar , test tube dan

skala atau erlenmayer.

b) Ruangan kultur murni II: untuk kultur skala toples dan skala carboy

c) Ruangan Identifikasi: untuk tempat pengecekan pertumbuhan

pada plankton.

d) Ruangan intermediate: untuk kultur skala aquarium dan skala bak

beton.

2. Kultur massal

Bak kultur massal Chlorella sp. digunakan untuk kultur lanjutan dari skala

intermediet. Bak ini terletak diluar ruangan yang dilengkapi dengan

saluran inlet dan outlet. Bak kultur massal Chlorella sp. berukuran 4 x 3,5

m2 yang berkapasitas 18 ton.

Gambar 6.Kultur Massal


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

26
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Sterilisasi Peralatan dan Wadah

Sterilisasi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan diawal proses

kultur agar peralatan dan wadah yang akan digunakan tidak terkontaminasi.

Peralatan kultur yang akan digunakan terlebih dahulu dicuci bersih memakai

deterjen dengan menggunakan spon dan dibilas dengan air tawar. Peralatan

yang sudah bersih, kemudian dikeringkan pada tempat yang sudah disediakan

untuk pengeringan alat.

Gambar 7.Pengeringan
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Wadah kultur berupa toples kaca, toples plastik dan akuarium dicuci

dengan deterjen dan disikat menggunakan spon, kemudian dibilas dengan air

tawar. Wadah yang sudah bersih ditelungkupkan agar kering.

Wadah berupa bak beton dan bak massal disterilisasi dengan cara di

sikat dan di bilas dengan air tawar kemudian dibiarkan sampai kering, setelah

kering bak diberi kaporit 10 ppm dan dibilas kembali dengan air tawar. Kawachi

dan noel, (2005) menyatakan pada dasarnya persiapan untuk kultur berbagai

27
jenis fitoplankton adalah sama, yaitu sterilisasi alat dan bahan yang bertujuan

untuk membunuh microorganisme yang tidak diinginkan.

Gambar 8.Aquarium Gambar 9.Bak Intermediet


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023) Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Gambar 10.Bak Massal


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

5.2. Persiapan Media Kultur

Media yang digunakan untuk kultur Chlorella sp. adalah air laut. Air laut

yang akan digunakan dialirkan dari tandon yang disaring menggunakan Catridge

filter dan di ujung selang diberi filter bag agar material – material air laut tidak

terbawa.

28
Gambar 11. Catridge Filter
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Pada skala toples kaca, sterilisasi air laut dilakukan dengan cara direbus,

tujuannya adalah untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada air laut.

Wadah yang digunakan untuk perebusan adalah panci, setelah mendidih, air laut

dituang ke dalam toples kaca dan ditutup dengan plastik dan karet yang

bertujuan agar toples kaca dan plastik steril. Setelah dingin dapat digunakan

untuk kultur.

Gambar 12.Perebusan Air Gambar 13.Menutup Toples Kaca


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023) Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Untuk skala carboy air laut disterilisasi menggunakan kaporit dengan

dosis 10 ppm. Setelah steril, air laut ini ditampung pada drum yang bervolume

29
250 liter. Pada skala intermediate dan massal air laut disterilisasi dengan kaporit

10 ppm. Persiapan media air dilakukan sebelum hari pengkulturan, agar saat

kultur kita bisa menggunakan air tersebut secara langsung.

Gambar 14.Drum Penampung Air Gambar 15.Sterilisasi Air


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023) Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Tabel 3. Persiapan Media


No Skala Media Air Kapasitas Wadah
1. Skala Toples Kaca 2 liter 3,5 liter

2. Skala Carboy 5 liter 10 liter

3. Skala Aquarium 35 liter 50 liter

4. Skala Bak Beton 350 liter 500 liter

5. Skala Massal 15 ton 18 ton

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

5.3. Pembuatan Pupuk

Pupuk merupakan bahan yang ditambahkan untuk menyediakan unsur

hara dan berfungsi mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi,

serta memperbaki kualitasnya (Boyd, 2012). Selain air laut yang berfungsi

sebagai media tumbuh, kultur chlorella sp. juga membutuhkan pupuk sebagai

tambahan kandungan dalam pengkulturannya. Penambahan pupuk dalam

30
medium dapat meningkatkan pertumbuhan microalga 10 kali lebih cepat

dibandingkan dengan kultur microalga tanpa pupuk (Naughton dalam Pujiono,

2013).

Adapaun cara pembuatan pupuk untuk kultur Chlorella sp. adalah

sebagai berikut:

5.3.1. Pembuatan Pupuk Skala Laboratorium

Pupuk yang digunakan dalam kultur Chlorella sp. skala laboratorium

adalah pupuk walne.

Gambar 16.Pupuk Walne


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Tabel 4. Bahan Pupuk Walne

No Bahan Dosis
1. NaNO3 100 g

2. NaH2PO4 20 g

3. Ha2EDTA 45 g

4. H2BO2 33,6 g

5. MnCl2 0,36 g

6. Fecl3 1,3 g

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

31
Pembuatan pupuk walne skala laboratorium menggunakan aquades 1000

ml yang di sterlisasi dengan autoclave menggunakan wadah erlenmeyer.

Kemudian setelah steril, letakkan erlenmeyer yang sudah berisi air aquades

diatas hotplate. Hotplate merupakan pemanas yang digunakan untuk melarutkan

bahan – bahan pembuatan pupuk. Larutkan bahan tersebut satu persatu.

Selain pupuk, kultur Chlorella sp. di laboratorium juga ditambahkan

vitamin dan trancmetal sebagai sumber nutrien untuk kultur fitoplankton.

Pembuatan vitamin dan tracemetal menggunakan aquades 1000 ml yang

diautoclave dengan wadah erlenmeyer. Kemudian bahan dilarutkan satu persatu.

Tabel 5. Bahan Vitamin

No Bahan Dosis

1. B1 20 g

2. B12 0,1 g

3. Biotin 0,1 g

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Tabel 6. Tracemetal
No Bahan Dosis

1. CoCl2 1 ml

2. Sodium molibdat 1ml

3. C4SO4 1ml

4. ZnCl2 1ml

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

32
Gambar 17.Vitamin Gambar 18.Tracemetal
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023) Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

5.3.2. Pembuatan Pupuk Skala Intermediate

Gambar 19.Walne
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Tabel 7. Bahan Pupuk Walne Skala Intermediate


No Bahan Dosis

1. KNO3 1 kg

2. NaH2PO4 100 g

3. Na2EDTA 100 g

4. FeCl3 13 g

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

33
Pembuatan pupuk walne skala intermediate menggunakan air tawar. Air

tawar yang akan digunakan disaring dengan filterbag sebanyak 10 liter yang

dimasukan kedalam tempat perebusan air. Perebusan bertujuan untuk

mensterilkan dan melarutkan bahan pupuk (Sari, 2012). Setelah air mendidih,

masukkan bahan – bahan satu persatu dan dapat diaduk dengan batang

pengaduk agar lebih merata. Setelah larut pupuk yang sudah siap dapat

dimasukkan kedalam wadah sebagai tempat penyimpananya.

5.3.3. Pupuk Skala Massal

Tabel 8. Pupuk Skala Massal


No Bahan Dosis

1. Urea 40 ppm

2. Za 30 ppm

3. Tsp 20 ppm

4. Na2EDTA 1 ppm

5. FeCl3 1 ppm

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

5.4. Kultur Skala Laboratorium

Kultur skala laboratorium dilakukan dalam 2 ruangan yang berbeda yaitu

ruang laboratorium murni I dan ruang laboratorium murni II. Kultur murni I

merupakan pengkulturan inokulasi pada media agar, test tube dan erlenmayer

dan dilanjutkan ke dalam kultur murni II dengan menggunakan botol kaca dan

carboy.

Kegiatan praktek kultur Chlorella sp. yang dilakukan di mulai dari kultur

murni II. Bibit yang digunakan untuk kultur murni II adalah bibit dari hasil kultur

murni I, dimana bibit tersebut sudah dikultur di ruangan II sebelumnya dan dapat

34
dikultur kembali ditahap tersebut. Kultur Chlorella sp. tahap ini dapat dilakukan

dalam 2 skala yaitu skala toples kaca dan skala carboy.

Gambar 20. Kultur Murni II


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

5.4.1. Skala Toples Kaca

Pada kultur skala toples kaca media yang telah disiapkan dipasang aerasi

yang bertujuan sumber oksigen bagi organisme yang dibudidayakan. Aerasi

dipasang terus menerus sampai pengkulturan selesai. Selain itu aerasi berfungsi

sebagai mencegah pengendapan sel agar nutrien dapat tersebar sehingga

microalga dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama. Media yang telah diberi

aerasi diberi pupuk, vitamin dan tracemetal dengan dosis 1 ml / L. Setelah itu

masukkan bibit Chlorella sp. sebanyak 500 ml dengan kepadatan 1.384.000

sel/ml kedalam toples.

35
Gambar 21.Skala Toples Kaca
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

5.4.2. Skala Carboy

Kultur skala carboy dilakukan dengan cara mengambil toples plastik yang

sudah bersih. Kemudian mengisi toples dengan air laut sebanyak 5 liter, air laut

yang digunakan adalah air laut yang ada didalam drum. Setelah itu Carboy yang

sudah terisi, dipasang aerasi.

Selanjutnya pengecekan kandungan kaporit pada media air laut.

Pengecekan dapat dilakukan dengan menggunakan chlorine test dengan cara

mengambil sampel air dengan tabung reaksi kemudian teteskan chlorin test.

Apabila berwarna kuning berarti masih mengandung kaporit, sedangkan apabila

berwarna bening berarti sudah netral. Untuk menetralkan media air laut

menggunakan Na-thiosulfat dengan dosis 5 ppm. Setelah 15 menit cek

kandungan kaporit kembali dengan chlorine test. Setelah media netral, media

diberi pupuk, vitamin, dan tracemetal dengan dosis 1 ml / Liter. Selanjutnya

memasakkan bibit, bibit yang digunakan adalah bibit yang sudah dikultur pada

skala toples kaca sebanyak 1000 ml.

36
Gambar 22.Skala Carboy
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

5.5. Kultur Skala Intermediate

Kultur skala intermediate dilakukan didalam ruangan semi autdoor

dimana ruangan dengan atap fiber transparan. Pembuatan atap transparan

bertujuan untuk memudahkan cahaya matahari masuk kedalam ruangan kultur.

Kultur skala intermediet dilakukan dalam 2 skala yaitu skala aquarium dan skala

bak beton.

Gambar 23. Skala Intermediate


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

37
5.5.1. Kultur Skala Aquarium

Kulltur skala aquarium merupakan pengkulturan lanjutan dari skala

carboy. Aquarium dan media air laut yang sudah disterilisasi, dilakukan

pengecekan kandungan kaporit pada media air laut. Pengecekan dilakukan

dengan cara mengambil sampel menggunakan tabung reaksi, kemudian ditetesi

chlorine test yang ditandai dengan media berwarna bening.

Apabila media belum netral, media dapat diberi Na-thiosulfat dengan

dosis 5 ppm. Setelah 15 menit cek kembali dengan chlorine test. Apabila sudah

netral media air laut di pupuk dengan walne dengan dosis 35 ml. Bibit yang

digunakan adalah bibit yang berasal dari skala carboy dan setelah 5 menit bibit

dapat dimasukkan kedalam aquarium.

Gambar 24.Skala Aquarium


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

5.5.2. Kultur Skala Bak Beton

Kultur skala bak beton merupakan lanjutan kultur skala aquarium. Bak

beton yang digunakan berukuran 70 cm x 70 x 1 cm. Bak beton yang sudah

disterilisasi dan diisi media air dicek kandungan kaporitnya. Untuk menetralkan

media air laut dengan Na-Thiosulfat sebanyak 5 ppm. Setelah 15 menit cek

kembali kandungan kaporit pada media dengan menggunakan chlorine test.

38
Setelah air laut netral, media dapat diberi pupuk walne dosis 350 ml dan bibit

yang digunakan adalah hasil kultur dari skala aquarium.

Gambar 25.Skala Bak Beton


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

5.6. Kultur Skala Massal

Kultur Chlorella sp. dilakukan pada bak yang berukuran 4 x 3,5 x 1,3 m

yang bervolume 18 ton. Sebelum digunakan air laut yang sudah steril dicek

kandungan kaporitnya dengan chlorine test. Untuk menentralkan kandungan

kaporit menggunakan Na - Thiosulfat 5 ppm. Setelah 15 menit cek kandungan

kaporit kembali, yang ditandai dengan apabila berwarna kuning masih

mengandung kaporit dan berwarna bening berarti sudah netral.

Selanjutnya pemberian pupuk ke media kultur dengan cara pupuk yang

akan digunakan ditimbang sesuai dosisnya. Setelah itu dimasukkan kedalam

ember. Kemudian diberi air dan diaduk – aduk sampai cair. Setelah cair tebar

pupuk secara merata disekitar bak. Kemudian memasukkan bibit Chlorella sp.

dari skala intermediate yang dialirkan ke dalam bak menggunakan pipa dan

pompa.

39
Gambar 26.Skala Massal
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

5.7. Perhitungan Kepadatan dan Grafik Pertumbuhan Chlorella sp.

Penghitungan dan pengamatan pertumbuhan dan kepadatan sel Chlorella

sp. dilakukan setiap hari. Penghitungan dilakukan degan menghitung populasi

dari skala laboratorium, skala intermediate, dan skala massal. Penghitungan

dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan sesuai fase – fase pertumbuhan

fitoplankton. Penghitungan kepadatan menggunakan microskop,

haemocytometer dan hand counter. Perhitungan ini dapat dilakukan dengan

menggunakan alat haemocytometer

Menurut Chalid dkk, (2016) Cara menghitung dengan menggunakan

haemocytometer yaitu dengan membersihkan haemocytometer terlebih dahulu

menggunakan akuades dan dikeringkan dengan menggunakan kertas tissue,

kemudian ditutup dengan cover glass. Chlorella sp. yang akan dihitung diambil

dengan menggunakan pipet lalu meneteskannya pada parit yang melintang

hingga penuh secara hati-hati Pengamatan dilakukan dengan menggunakan

mikroskop dan difokuskan hingga terlihat garis-garis tempat perhitungan.

Pengamatan di bawah mikroskop menggunakan lensa dengan pembesaran

10x40.

40
Gambar 27.Haemacytometer Gambar 28.Pengamatan
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023) Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Gambar 29.Sel Chlorella sp


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

5.7.1. Kepadatan Skala Laboratorium

1. Skala Toples Kaca

Pengitungan kepadatan Chlorella sp. pada skala toples kaca dilakukan

dari hari ke-0 sampai hari ke-6 yang menujukan data kepadatan sel kultur

menurut fase pertumbuhannya.

41
Tabel 9. Kepadatan Skala Toples Kaca
Hari Tanggal Kepadatan (sel/ml)

0 4 April 2023 360.000


1 5 April 2023 1.180.000
2 6 April 2023 4.820.000
3 7 April 2023 6.010.000
4 8 April 2023 6.640.000
5 9 April 2023 7.780.000
6 10 April 2023 7.010.000
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Skala Toples Kaca


8,000,000
7,000,000
Kepadatan (sel/ml)

6,000,000
5,000,000
4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000
0
0 1 2 3 4 5 6
Hari

Gambar 30.Grafik Pertumbuhan Skala Toples Kaca


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Kutur skala toples kaca Chlorella sp. pada hari ke-0 dilakukan penebaran

bibit pada media yang terdapat jumlah sel sebanyak 360.000 sel/ml. Pada hari

tersebut menunjukan Chlorella sp. mengalami fase adaptasi dimana Chlorella sp.

masih menyesuaikan diri pada media barunya. Sesuai dengan pernyataan Fogg

dalam Sidabutar, (2016) sel fitoplankton membutuhkan waktu untuk

menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang baru.

42
Fase exponensial terjadi pada hari ke-1 sampai ke-5 dimana jumlah sel

meningkat secara signifikan. Hal ini didukung oleh Susilowati dan Amini (2010),

pada fase exponensial sel sudah mampu memanfaatkan nutrien dalam media

tumbuh dan bereproduksi lebih banyak.

Pada hari ke-3 dan ke-5 pertumbuhan sel Chlorella sp. mulai berkurang

dimana Chlorella sp mengalami fase penurunan laju pertumbuhan sampai pada

fase kematian. Penurunan laju pertumbuhan disebabkan karena tidak ada

penambahan nutrien sedangkan pemanfaatan nutrien oleh mikroalga terus

berlanjut, sehingga terjadi persaingan antar sel untuk mendapatkan nutrien yang

semakin berkurang (Fogg, 1975 dalam Sartika, 2010). Fase kematian terjadi

pada hari ke-6 dimana kepadatan sel mulai menurun sehingga pada hari tersebut

dilakukan kultur lanjutan ke skala carboy.

2. Kultur Skala Carboy

Pengitungan kepadatan Chlorella sp. pada skala carboy dilakukan dari

hari ke-0 sampai hari ke-6 yang menujukan data kepadatan sel kultur menurut

fase pertumbuhannya.

Tabel 10. Kepadatan Skala Carboy


Hari Tanggal Kepadatan (sel/ml)

0 10 April 2023 1.430.000

1 11 April 2023 1.670.000

2 12 April 2023 2.360.000

3 13 April 2023 2.780.000

4 14 April 2023 3.120.000

5 15 April 2023 3.420.000

6 16 April 2023 2.180.000

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

43
Skala Carboy
4,000,000
3,500,000
Kepadatan (sel/ml)
3,000,000
2,500,000
2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
0
0 1 2 3 4 5 6
Hari

Gambar 31.Grafik Pertumbuhan Skala Carboy


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Pada grafik 32, diketahui bahwa fase adaptasi terjadi pada hari ke-0

dengan jumlah sel sebanyak 1.430.000 sel/ml (fogg dalam sidabutar, 2016).

Pada hari ke-1 sampai ke-5 kepadatan sel meningkat yang menujukan Chlorella

sp. mengalami fase exponensial yang mencapai 3.420.000 sel/ml (Susilowati dan

Amini, 2010). Pada hari ke-2 dan ke-5 Chlorella sp. Mengalami fase penurunan

laju pertumbuhan sampai dimana mengalami fase kematian, dimana

pertumbuhan jumlah sel mulai berkurang karena sumber nutrien didalam media

yang sudah hampir habis dan kepadatan sel yang bertambah (Fogg, 1975 dalam

Sartika, 2010).

Penurunan kepadatan terjadi pada hari ke-6 yang menujukan Chlorella

sp. mengalami fase kematian secara signifikan karena nutrien didalam media

sudah habis yang membuat Chlorella sp. kekurangan nutrisi hingga tidak lagi

mampu tumbuh (Utami, 2012).

44
5.7.2. Kepadatan Skala Intermediate

1. Skala aquarium

Pengitungan kepadatan Chlorella sp. pada skala aquarium dilakukan dari

hari ke-0 sampai hari ke-7 yang menujukan data kepadatan sel kultur menurut

fase pertumbuhannya.

Tabel 11. Kepadatan Skala Aquarium


Hari Tanggal Kepadatan (sel/ml)
0 16 April 2023 380.000
1 17 April 2023 790.000
2 18 April 2023 1.300.000
3 19 April 2023 1.780.000
4 20 April 2023 2.180.000
5 21 April 2023 2.560.000
6 22 April 2023 2.900.000
7 23 April 2023 1.820.000
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Skala Aquarium
3,500,000
3,000,000
Kepadatan (sel/ml)

2,500,000
2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Hari

Gambar 32.Grafik Pertumbuhan Skala Aquarium


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

45
Dari grafik 33, dapat diketahui bahwa Chlorella sp. mengalami fase

adaptasi pada ke hari ke-0 dan pada hari ke-1 sampai hari ke-6 mengalami

peningkatan kepadatan yang menunjukan Chlorella sp. mengalami fase

exponensial yang mencapai 2.900.000 sel/ml. Fase eksponensial diawali dengan

pembelahan sel dan ditandai dengan naiknya laju pertumbuhan sehingga

kepadatan populasi meningkat (Kawaroe, 2010).

Pada hari ke-7 mengalami fase kematian dikarenakan nutrien didalam

media kultur sudah habis serta kondisi lingkungan yang kurang baik akibat dari

pembelahan sel oleh Chlorella sp. sehingga dilakukan pemanenen dengan

melanjutkan ke kultur skala bak beton (Utami, 2012).

2. Skala bak beton

Pengitungan kepadatan Chlorella sp. pada skala bak beton dilakukan dari

hari ke-0 sampai hari ke-7 yang menujukan data kepadatan sel kultur menurut

fase pertumbuhannya.

Tabel 12. Kepadatan Skala Bak Beton


Hari Tanggal Kepadatan (sel/ml)
0 23 April 2023 220,000
1 24 April 2023 370.000
2 25 April 2023 620.000
3 26 April 2023 1.100.000
4 27 April 2023 1.840.000
5 28 April 2023 2.440.000
6 29 April 2023 2.300.000
7 30 April 2023 1.590.000
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

46
Skala Bak Beton
3,000,000

Kepadatan (sel/ml)
2,500,000

2,000,000

1,500,000

1,000,000

500,000

0
0 1 2 3 4 5 6 7
Hari

Gambar 33.Pertumbuhan Skala Bak Beton


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Dari grafik 34, menujukkan fase adaptasi terjadi pada hari ke-0, dimana

kepadatan Chlorella sp. belum meningkat karena masih menyesuaikan diri

dilingkungan yang baru.

Pada hari ke-1 sampai ke-6 mengalami penigkatan kepadatan yang

mencapai 2.300.000 sel/ml yang menunjukkan Chlorella sp. mengalami fase

exponensial yang ditandai dengan naiknya laju pertumbuhan Chlorella sp.

(Kawaroe, 2010). Pada hari ke-7 Chlorella sp. mengalami penurunan kepadatan

yang menjukkan Chlorella sp. mengalami fase kematian karena sumber nutrien

yang sudah habis didalam media kultur (Utami, 2012).

5.7.3. Kepadatan Skala Massal

Pengitungan kepadatan Chlorella sp. pada skala massal dilakukan dari

hari ke-0 sampai hari ke-5 yang menujukan data kepadatan sel kultur menurut

fase pertumbuhannya.

47
Tabel 12.Kepadatan Skala Massal
No Hari Tanggal Kepadatan (sel/ml)

1 0 30 Mei 2023 720.000

2 1 1 Mei 2023 1.090.000

3 2 2 Mei 2023 2.160.000

4 3 3 Mei 2023 3.400.000

5 4 4 Mei 2023 4.010.000

6 5 5 Mei 2023 5.800.000

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Skala Massal
7,000,000
6,000,000
Kepadatan (sel/ml)

5,000,000
4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000
0
0 1 2 3 4 5
Hari

Gambar 34.Grafik Pertumbuhan Skala Massal


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

Pada grafik 35, dapat diketahui bahwa fase adaptasi terjadi pada hari ke-

0 dimana Chlorella sp. masih menyesuaikan diri dilingkungan baru (Fogg dalam

Sidabutar, 2016). Fase exponensial terjadi dari hari ke-1 sampai hari ke-5

dimana kepadatan Chlorella sp. bertambah yang kepadatan mencapai 5.890.000

sel/ml. Pada fase exponensial sel Chlorella sp. sudah mampu memfaatkan

nutrien dalam media tumbuh dan sel mampu berproduksi lebih banyak

(Susilowati dan Amini, 2010)

48
5.8. Kualitas Air

Adapun kualitas air yang didapat selama kultur Chlorella sp. skala

laboratorium, skala intermediet dan skala massal adalah sebagai berikut:

Tabel 13: Pengukuran Kualitas air


No Skala Suhu (oC) Salinitas (ppt) pH
1. Skala Toples Kaca 21 – 22 30 – 32 8,3 – 8,4

2. Skala Carboy 22 – 23 31 – 32 8,3 – 8,5

3. Skala Aquarium 28 – 29 31 – 32 8,7 – 8, 9

4. Skala Bak Beton 28 - 29 31 - 32 8,6 – 8,9

5. Skala Massal 28 - 29 31 - 32 8,6 – 8,9

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

1. Suhu
Menurut Erlina (2016), bahwa untuk kehidupan plankton secara normal

maka memerlukan suhu air yang berkisar 20-30°C. Pernyataan tersebut

didukung menurut Balai Budidaya Air Laut (BBL) (2002) suhu optimum untuk

pertumbuhan fitoplankton yaitu 25-32 °C. Namun menurut Cotteau, (1998) dalam

Fadilla (2010) hampir semua mikroalga toleran pada suhu antara 16-36 °C.

Dari pengukuran kualitas air yang dilakukan dari awal kultur sampai akhir,

didapat suhu pada skala toples kaca berkisar 21 oC – 22 oC, skala carboy 22 oC

– 23 oC, skala aquarium 28 oC – 29 oC, skala bak beton 29 oC dan skala mssal

28 – 29 0C. dari data tabel pengamatan suhu selama pemeliharaan didapatkan

suhu optimal dan sesuai dengan kehidupan Chlorella sp. baik skala laboratorium,

skala intermediate dan skala massal.

Dari hasil pengamatan tersebut kultur skala toples kaca dan skala carboy

dalam kondisi ber - AC dan terkontrol. Sedangkan pada skala intermediate

dikarenakan berada pada ruangan semi tertutup dan skala massal dikarenakan

ruangan terbuka. Setiap mikroalga memiliki rentang suhu ideal yang berbeda

49
dalam pertumbuhannya Erlina (2016) menyatakan bahwa, untuk kehidupan

plankton secara normal maka memerlukan suhu air yang berkisar 20-30°C.

2. pH

Dari hasil pengkuran pH pada skala toples kaca, skala carboy, kala

aquarium, skala bak beton dan skala masal didapatkan berkisar 8 dimana ph

dalam media ini termasuk dalam pH optimal untuk Chlorella sp. hidup karena

pertumbuhan optimum Chlorella sp. pada pH antara 8,0 – 11.00 (Amini,dkk

2006). Selain itu menurut Effendi, 2003, nilai ini merupakan pH optimum untuk

pertumbuhan Chlorella sp. yaitu antara 7 sampai 9.

3. Salinitas

Dari hasil pengukuran kualitas air didapatkan salinitas pada skala toples

kaca, skala carboy, skala aquarium, skala bak beton, dan skala massal berkisar

antara 31 – 32 ppt. Chlorella sp. air laut mampu hidup pada kisaran salinitas 25 -

40 ppt dan tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas 15 - 35 ppt serta tumbuh

dengan optimal pada kisaran salinitas 25 - 30 ppt (Matta dkk, 2010).

5.4. Pemanenan dan Pemberian Chlorella sp.

Chlorella sp. diberikan pada larva Kerapu Cantang pada saat larva

berumur 2 hari sampai umur 30 hari atau D-2 sampai D-30. Pemberian Chlorella

sp. pada bak pemeliharaan larva Kerapu Cantang dilakukan dengan

menggunakan pompa yang disalurkan lewat pipa yang berhubung langsung

dengan bak pemeliharaan larva yang diujung pipa diberi saringan / filter bag hal

ini bertujuan untuk mencegah ikutnya kotoran-kotoran yang ada dalam bak

Chlorella sp. Chlorella sp. diberikan pada larva Kerapu Cantang sebanyak ½ ton

sampai 1 ton. Fungsi di berikannya Chlorella sp. pada bak pemeliharaan larva

adalah disamping sebagai pakan alami yang diberikan ke larva dan rotifer,

50
Chlorella sp. juga untuk menjaga keseimbangan kualitas air pada bak

pemeliharaan larva.

Gambar 35. Pemberian Chlorella sp.


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2023)

51
VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA) ini

adalah sebagai berikut:

1. Teknik kultur Chlorella sp. dilakukan pada skala laboratorium, skala

intermediate dan skala massal. Kultur skala laboratorium merupakan

kultur murni yang dilakukan didalam ruangan tertutup ber- AC dan

pencahayaan dengan lampu, sedangkan kultur skala intermediate

merupakan lanjutan skala laboratorium dimana dilakukan didalam

ruangan semi aoutdoor dan skala massal yang dilakukan diluar ruangan

atau outdoor. Pada skala laboratorium dilakukan pada kultur murni II yang

dilakukan dalam 2 skala yaitu skala toples kaca dengan volume 2 liter

media air laut yang menghasilkan Chlorella sp. sebanyak 2,5 liter dan

skala carboy dengan volume 5 liter air laut yang menghasilkan Chlorella

sp. sebanyak 6 iter. Pada skala intermediate dilakukan dalam 2 skala

yaitu skala aquarium yang merupakan lanjutan dari skala carboy dengan

volume 35 liter media air laut yang menghasilkan Chlorella sp. sebanyak

41 liter. Setelah dari skala aquarium dilanjutkan dengan skala bak beton

dengan volume 350 liter air laut yang menghasilkan Chlorella sp.

sebanyak 391 lter. Skala massal merupakan lanjutan skala intermediete

yang di skala bak beton. Skala massal dilakukan pada bak beton dengan

volume air laut yang digunakan 15 ton.

2. Fase pertumbuhan pada Chlorella sp. dapat dilakukan dengan

menghitung kepadatan menggunakan microskop dengan alat

Haemachytometer. Cara menghitungnya yaitu dengan membersihkan

haemocytometer terlebih dahulu menggunakan akuades dan dikeringkan

52
dengan menggunakan tisu, kemudian ditutup dengan cover glass.

Chlorella sp. yang akan dihitung diambil dengan menggunakan pipet

tetes, lalu meneteskannya pada parit yang melintang hingga penuh

secara hati-hati. Kemudian difokuskan hingga terlihat garis-garis tempat

perhitungan. Fase pertumbuhan Chlorella sp. skala laboratorium, skala

intermediete dan skala massal dimulai dari fase adaptasi yang terjadi

pada hari 0 atau hari kultur dilakukan. Fase exponensial pada kultur

Chlorella sp. terjadi pada hari ke 1 sampai 5 dimana kepadatan sel

Chlorella sp. bertambah. Fase kematian pada Chlorella sp terjadi pada

hari ke-6 atau hari ke-7 dimana kepadatan sel berkurang karena

kehabisan nutrien didalam media kultur.

6.2. Saran

Dalam pelaksanaan kultur harus dilakukan dalam keadaan steril dan

bersih yang bertujuan agar tidak terjadi kontaminasi terhadap bibit, memilih bibit

yang baik dengan melakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop.

Selain bibit, wadah dan peralatan yang akan digunakan harus melalui sterilisasi

yang benar serta lingkungan yang juga harus tetap terjaga.

53
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Y.V., 2003, Uji Penurunan Kandungan Nitrat dan Fosfat oleh Alga Hijau
(Chlorella sp) secara Kontinyu, Jurusan Teknik Lingkungan ITS,
Surabaya.

Amini, S., Syamdidi, S., 2006. Konsentrasi Unsur Hara pada Media dan
Pertumbuhan Chlorella Vulgaris dengan Pupuk Anorganik Teknis dan
Analis. J. Perikan. Univ. Gadjah Mada 8, 201–206.

Amini, S., dan R. Susilowati. 2010. Produksi biodiesel dari mikroalga


Botryococcus braunii. Squalen. 5 (1).

Anggraini, W., & Risvaldi. (2016). Preventive Maintenance pada Komponen Kritis
Mesin dengan Metode Reliability Centered maintenance.

Anonim, 2013, Hemocytometer Counting & Cell Viability, Immunocytometry


Solutions, Dalam http://www. Immunocytometry.com, Dikutip tanggal
20 November 2014

Balai Budidaya Lampung. 2002. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton, Balai


Budidaya Laut Lampung. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 55 hal.

Balai Budidaya Air Payau Situbondo, 2014. Kultur Pakan Alami.


http://bbapsitubondo.com diakses tanggal 22 November 2015.

Boyd, C.E., 1991. Dalam Apriyanto 2012. Hubungan Penurunan Salinitas Secara
Gradal Terhadap Sintasan Dan Prtumbuhan Udang Vanamei Post
Larva12-32. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang.

Boyd.C.E. 1991. Water Quality Management in Ponds for Aquaculture.


Brimingham Publishing. Alabama

Cahyaningsih, S. 2009. Standar Nasional Indonesia Pembenian Perikanan


(Pakan Alami). Pelatihan MPM-CPIB Pembenihan Udang, 16-20 Juni
2009, Situbondo. Balai Budidaya Air Payau Situbondo. Situbondo.

Cahyaningsih, dkk. (2009). Hubungan Higiene Sanitasi Dan Perilaku Penjamah


Makanan Dengan Kualitas Bakteriologis Peralatan Makan Di Warung
Makan. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25 no 4, hlm. 180-188.

Cahyaningsih, S., Muchtar, A.N.M., Purnomo, S.J., Kusumaningrum, I., Pujianti,


Haryono, A., Slamet, dan Asniar. 2013. Petunjuk Teknis Produksi
Pakan Alami. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Perikanan Air Payau Situbondo.

Chilmawati, D., & Suminto, S. Penggunaan Media Kultur Yang Berbeda


Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp. Jurnal Saintek Perikanan, 4(1),
42- 49. 2008.

54
Edhy. W. A. 2003. Plankton di Lingkungan PT. Central Pertiwi Bahari. Lab
Central Departement, Aquaqulture Division PT. Central Pertiwi Bahari.
Tulangbawang.

Erlina, A. 2006. Kualitas Perairan di Sekitar BBPBAP Jepara Ditinjau dari Aspek
Produktivitas Primer Sebagai Landasan Operasional Pengembangan
Budidaya Udang dan Ikan. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.
Semarang

Fachrullah, M.R. 2011. Laju Pertumbuhan Mikroalga Penghasil Biofuel Jenis


Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. Yang Dikultivasi Menggunakan
Air Limbah Hasil Penambangan Timah di Pulau Bangka. Skripsi.
Departemen ilmu dan teknologi kelautan Fakultas perikanan dan ilmu
kelautan Institut pertanian bogor. Hal 7-9. Bogor

Fadilla, Z. 2010. Pengaruh konsentrasi limbah cair tahu terhadap


pertumbuhan mikroalga Scenedesmus sp. Skripsi. Fakultas Sains
dan teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Fadillah, 2010. “Pengaruh Metode Pengeringan terhadap Kecepatan


Pengeringan dan Kualitas Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma
Cottonii”. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. UNDIP, Semarang.

Fardiansyah, D. 2011. Budidaya Udang Vaname di Air Tawar. Artikel Ilmiah


Dirjen Perikanan Budidaya KKP RI. Jakarta. 46p.

Fitriani. 2017. Analisis Penggunaan Rele differensial sebagai Proteksi pada


Transformator Daya 16 MVA di Gardu Induk Jajar. Jurnal. Jurusan
Teknik Elektro. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Fitriani Dan Husmimi. 2017. Aplikasi Metode Fiksasi Perfusi Dan Modifikasi
Metode Emersi Terhadap Gambaran Mikroskopis. Tugas akhir.
Universitas Syiah Kuala

Fogg, G. E. 1965. Algae Culture and Phytoplankton Ecology. The


University of Winconsin Press. Madisson, Milk Wauhe

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah


Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Gong Q., Feng, Y., Kang, L., Lou, M., and Yang, J. 2014. Effect of Light and pH
on Cell Density of Chlorella sp. Energi Procedia. 61 (5): 2012-2015.

Grimi N, Dubois A, Marchal L, Jubeau S, Lebovka NI, Vorobiev E. 2014.


Selective Extraction From Microalgae Chorella sp. Using Different
Methods Of Cell Disruption. Biortech. 153: 254-259.

Harrison, I., M. Laverty and E. Sterling. 2004. Genetic Diversity. Connexions


module: m12158.

55
Hasan, Iqbal. 2006. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi
Aksara

Hadiyanto, Widayat and Kumoro, A.C., (2012), Potency of microalgae as


biodiesel source in Indonesia, Int. Journal of Renewable Energy
Development,1, pp. 23-27

Harrison, P. J. dan Berges, J. A. 2004. Marine Culture Media: Algal Culturing


Techniques. National Institure Environmental Studies.Academic Press,
America

Hartas, H. 2010. Pendeteksian Keasaman Dan Kebasaan Pada Kertas Dengan


Menggunakan pH Meter Pada Proses Bleaching. (Skripsi). Universitas
Sumatera Utara.

Isnansetyo Alim dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton


Zooplankton. Pakan Alam untuk pembenihan organism laut.
Yogyakarta : Kanisius

Kawaroe, M. 2010. Potensi Mikroalga dan Pemanfaatanya untuk Produksi Bio


Bahan Bakar. Bogor: IPB Press.

Kawachi, M dan M. H. Noël. 2005. Strilization and steril technique. Alga Culturing
Technique. National Institute Enveronmental Studies. Academic press.
America. pp. 65-82.

Lewaru, M. W. 2007. Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh pada Media


Kultur PHM Terhadap Kandungan Protein Chlorella sp. Jurnal Ilmiah

Kordi, K dan Andi Baso Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam
Budidaya Perairan. PT. Rhineka Cipta. Jakarta

Mata, T.M., Martins, A.A., dan Caetano, N.S. 2010. Microalgae for biodiesel
production and other applications: A review, Renewable and
Sustainable EnergyReviews, 14, hal 217–232.

Merizawati. Analisis Sinar Merah, Hijau, Dan Biru (RGB) Untuk Mengukur
Kelimpahan Fitoplankon (Chlorella sp.). Skripsi 2008,

Mohammad Chalid, dkk, 2017, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,
Kementerian Pertanian, Jakarta.

Mu'min, A. Hastuti, K. P., & Amgriani, P. (2015) Pengaruh Diversifikasi Pertanian


terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Belawang kecamatan
Belawang kabupaten Barito Kuala, JPG (Jurnal Pendidikan Geografi),
1(3)

Pariawan, A. 2014. Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Kandungan


Karotenoid Chlorella sp. Skripsi. Universitas Airlangga. Surabaya.

Prabowo, A.D. 2009. Optimasi Pengembangan Media untuk Pertumbuhan


Chlorella sp. pada Skala Laboratorium. Skripsi. Bogor: Program Studi

56
dan Ilmu Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor.

Pratama, I. 2011. Pengaruh Metode Pemanenan Mikroalga terhadap Biomassa


dan Kandungan Esensial Chlorella vulgaris. Skripsi. Fakultas Teknik
Program Sarjana. Universitas Indonesia. Depok.

Pratiwi D.A, et.al. 2006. Biologi Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.

Priyambodo K dan T Wahyuningsih. 2001. Budidaya Pakan Alami untuk Ikan.


PTPenebar Swadaya, Jakarta.

Prihantini, dkk. 2005. Pertumbuhan Chlorella sp. Dalam Medium Ekstrak Tauge
(MET) Dengan Variasi pH Awal. Skripsi Tidak Diterbitkan. Depok:
Departemen Biologi Fakultas MIPA Universitas Indonesia.

Pujiono, Setyawan. 2012. Terampil Menulis Cara Mudah dan Praktis dalam
Menulis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Purnamawati, dan Eldarni (2001:4). Pengertian Media. [Online]. Tersedia:


http://media-grafika.com/pengertian-media-pembelajaran. [Diakses 18
April 2016].

Rachmaniah , O., R. D. Setyarini dan L. Maulida. 2010. Pemilihan Metode


Ekstraksi Minyak Alga dari Chlorella sp. dan Prediksinya sebagai
Biodiesel. Seminar Teknik Kimia Soehadi Reksowardojo 2010.
Fakultas Teknologi Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Surabaya
.
Rostini. 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus plantarum) Terhadap
Masa Simpan Filet Nila Merah Pada Suhu Rendah. (Skripsi). Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan: Universitas Padjadjaran.

Sachlan, M. 1982. Planktonologi. UNDIP: Semarang. Dalam

Sari, I. P dan A. Manan. 2012. Pola pertumbuhan Nannochloropsis oculata pada


skala laboratorium, intermediet dan masal. Ilmiah Perikanan dan
Kelautan. 4(2) : 123- 127

Sartika, Diani. 2010.Aktivitas Antioksidan Lipid Mengandung Pigmen dan


Komposisi Kimia dari Chlorella vulgaris pada Umur Panen yang
Berbeda. Skripsi. Departemen tknologi hasil perairan. IPB

Shah, M.M.R., M.J. Alam and M.Y. Mia. 2003. Chlorella sp.: Isolatio, Pure Culture
and Small Scale Culture in Brackish – Water. J. Sci. Ind. Res.,
Bangladesh,

Sidabutar, H. 2016. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu untuk Pertumbuhan


Mikroalga Chlorella sp. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Riau. Pekanbaru. (tidak diterbitkan). 65 Hal.

Sudjana. 2001. Metode & Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung : Falah


Production.]

57
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sukoso, 2002. Pemanfaatan Mikroalga dalam Industri Pakan Ikan. Agritek YPN.
Jakarta. 51 hlm.

Sursilah, Ilah. 2010. Pencegahan Infeksi dalam Pelayanan Kebidanan.


Yogyakarta: Dee Publish.

Sylvester, B., Nelvy, dan Sudjiharno. 2002. Biologi Fitoplankton, Budidaya

Taw, N., (1990), Petunjuk pemeliharaan kultur murni dan massal mikroalga.
proyek pengembangan udang, United nations development
Programme, Food and Agriculture Organizations of the United
Nations

Tjahjo, W., L. Irawati, S. Hanung 2002. Biologi fitoplankton. In: Anonim (eds).
budidaya fitoplakton dan zooplankton. Seri budidaya Laut No. 9. Balai
Budidaya Laut Lampung. Dirjen Perikanan Budidaya DKP. 135 p..

Utami, P. 2012. Antibiotik Alami untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Jakarta :


AgroMedia Pustaka.

Wibowo H. 2010. Pendederan Kerapu Cantang dalam Waring di Tambak (Uji


Pendahuluan). BPBAP Situbondo Jawa Timur.

Widayat dan Hadiyanto. 2015. PEMANFAATAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU


UNTUK PRODUKSI BIOMASSA MIKROALGA Nannochloropsis sp
SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro.

Wiguna, Eka. 2009. “Chlorella sp”. (online) http://ekawiguna.


wordpress.com/2009/12/13/chlorella-sp/ , diakses pada tanggal 13 Juni
2015.

Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.


Agromedia Pustaka. Jakarta.

58
Lampiran 1: Kualitas Air

1. Pengamatan Kualitas Air Skala Toples Kaca

Hari pH Suhu (oC) Salinitas (ppt)

0 8,3 21 30

1 8,2 21 32

2 8,2 21 31

3 8,3 21 32

4 8,4 22 32

5 8,2 21 31

6 8,2 21 32

7 8,2 21 31

2. Pengamatan Kualitas Air Skala Carboy

Hari pH Suhu (oC) Salinitas (ppt)

0 8,3 22 31

1 8,3 22 31

2 8,3 22 32

3 8,3 22 31

4 8,5 23 32

5 8,3 23 32

59
3. Pengamatan Kualitas Air Skala Aquarium

Hari pH Suhu (oC) Salinitas (ppt)

0 8,9 29 31

1 8,9 29 31

2 8,9 29 32

3 8,8 29 32

4 8,7 29 32

5 8,9 28 32

6 8,8 28 31

4. Pengamatan Kualitas Air Skala Bak Beton

Hari pH Suhu (oC) Salinitas (ppt)

0 8,8 28 31

1 8,8 29 31

2 8,7 28 31

3 8,6 29 32

4 8,6 29 31

5 8,8 29 31

6 8,9 29 31

7 8,6 29 31

60
5. Pengamatan Kualitas Air Skala Massal

No pH Suhu Salinitas

1. 8,6 28 32

2. 8,6 28 31

3. 8,7 28 32

4. 8,7 29 32

5. 8,9 28 32

6. 8,6 28 32

61
Lampiran 2: Kegiatan

Pemasangan aerasi pada penutup pemasangan aerasi

Pemberian pupuk Pemberian vitamin

Pemberian tracemetal Pemberian bibit

62
Memasukkan bibit Pemberian pupuk

Pemberian tiosulfat Pemberian Na-thiosulfat

Adanya kandungan kaporit Netral

63
Penyaringan air Pencucian Bak

Pemberian Kaporit Pemberian Tiosulfat

Pemberian Bibit

64
Lampiran 3: Alat

Hand Caunter Wadah Ukur

Wadah Ukur Autoclave

Refraktometer Ph Pen

Hotplate Pipet Tetes

65
Gayung Beaker Glasss

Ember Panci

Hiblow Gas

Serok Sikat

66
Planktonet Ember

Sikat Kecil Sabun Cuci

Selang aerasi Gelas ukur

Tissue Timbangan Digital

67
Lampiran 4: Bahan

Pupuk KN03

Bibit NaH2PO4

FeCl3 EDTA

MnCl2 Urea

68
Za TSP

69

Anda mungkin juga menyukai