SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pelapisan dan Suhu
Penyimpanan untuk Mencegah Busuk Buah pada Salak Pondoh (Salacca Edulis
Reinw.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini
iii
RINGKASAN
v
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masala; dan Pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.
KAJIAN PELAPISAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK
MENCEGAH BUSUK BUAH PADA SALAK PONDOH
(Salacca edulis Reinw.)
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
vii
Judul Tesis : Kajian Pelapisan dan Suhu Penyimpanan untuk
Mencegah Busuk Buah Pada Salak Pondoh (Salacca
Edulis Reinw.)
Nama : Bambang Sukarno Putra
NRP : F153 080 041
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
ix
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesainya penyusunan
tesis dengan judul “Kajian Pelapisan dan Suhu Penyimpanan untuk Mencegah
Busuk Buah Pada Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.)”. Penelitian
dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai dengan Mei 2010 di
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir.
Sutrisno, M.Agr dan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si sebagai Pembimbing I dan
Pembimbing II, dan saudara-saudara seperjuangan TPP 2008, serta semua pihak
yang telah membantu atas terselesainya penulisan tesis ini.
Penghargaan yang sangat tinggi penulis ucapkan kepada ayah, ibu, abang
dan adik serta seluruh keluarga yang telah banyak memberikan dukungan moril
dan doa selama penulis bertugas belajar di IPB yang selalu menjadi sumber
inspirasi penulis dalam berkarya
Saran dan kritik sangat diharapkan, semoga hasil penelitian ini bermanfaat.
Amiin.
Penulis dilahirkan di Cot Girek, Aceh Utara pada tanggal 1 Maret 1980.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Soekarno
dan Siti Mulyati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Bayeun Aceh
Timur pada tahun 1992 dan SLTP Bayeun Aceh Timur pada tahun 1995. Penulis
melanjutkan sekolah menengah di SMA Negeri 3 Banda Aceh dan lulus pada
tahun 1998.
Penulis diterima di Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Syiahkuala, Banda Aceh lewat jalur UMPTN pada tahun 1998 dan
lulus sebagai Sarjana Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian pada tahun 2005.
Penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Mayor
Teknologi Pasca Panen, Departemen Teknik Pertanian pada tahun 2008.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Syiahkuala, Banda Aceh sejak tahun 2006 sampai
sekarang.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN ................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Tujuan Penelitian .............................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................4
A. Buah Salak .......................................................................................................4
B. Pascapanen Salak .............................................................................................7
C. Penyakit Pascapanen ........................................................................................9
D. Kerusakan Pascapanen ..................................................................................12
E. Pelapisan (Coating) .......................................................................................17
F. Penyimpanan Suhu Rendah............................................................................19
III. BAHAN DAN METODE ................................................................................21
A. Tempat Dan Waktu Penelitian .......................................................................21
B. Bahan Dan Alat ..............................................................................................21
C. Metode Penelitian ..........................................................................................21
Halaman
Tabel 1 Komposisi Kimia Daging Buah Salak (Setiap 100 Gr Daging Buah) ....... 6
Tabel 6 Jenis Kapang yang Berkembang Pada Tahapan Pascapanen Salak Pondoh
................................................................................................................. 31
Tabel 7 Analisa Mutu Salak Pondoh Pada Hari Ke-15 Penyimpanan .................. 41
Halaman
Gambar 1 Buah Salak Pondoh ................................................................................ 4
Gambar 13 Perubahan Total Padatan Terlarut (TPT) Buah Salak Pondoh Selama
Penyimpanan ...................................................................................... 48
Halaman
Lampiran 11 Hasil analisa sidik ragam untuk kadar air buah salak pondoh .........80
Lampiran 13 Hasil analisa sidik ragam untuk TPT salak pondoh .......................84
A. Latar Belakang
A. Buah Salak
Buah salak berasal dari tanaman salak (Salacca edulis Reinw.) yang
tergolong dalam ordo Spadiciflorae, famili Palmae dan genus Salacca, termasuk
tanaman hortikultura asli Indonesia (Setiadiredja 1982). Berikut adalah klasifikasi
ilmiah salak:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Salacca
Spesies : S. zalacca
Buah salak mempunyai bentuk bulat atau bulat segitiga, terdiri atas kulit,
daging buah dan biji. Kulit salak tersusun atas sisik kulit berwama coklat, coklat
kekuningan atau coklat kehitaman, dengan ujung sisik agak tajam. Daging buah
salak berwama putih kekuningan atau putih kecoklatan, tidak berserat dan terdiri
dari satu, dua atau tiga suku dengan atau tanpa anakan, yang masing-masing
dilapisi kulit ari yang sangat tipis, hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:
Menurut Sabari (1983), nama yang diberikan pada jenis-jenis salak yang
ada didasarkan atas beberapa cara, diantaranya dengan nama daerah asalnya,
warna daging buah, warna kulit buah dan rasa daging buahnya. Nama salak
menurut daerah asalnya inilah yang populer di masyarakat dan disebut kultivar
(Suter 1988). Kultivar yang terkenal antara lain adalah salak Bali (Bali), salak
5
Tabel 1 Komposisi kimia daging buah salak (setiap 100 gr daging buah)
Komponen Kandungan Gizi
Kalori 77.0 kalori
Air 78.0 gram
Protein 0.4 gram
Lemak 0.0 gram
Karbohidrat 20.9 gram
Kalsium 28.9 miligram
Fosfor 18.0 miligram
Besi 4.2 miligram
Vitamin C 2.0 miligram
Vitamin B1 0.04 miligram
Sumber : Depkes RI: 2000
Bila dibandingkan dengan tiga varietas yang lain, yaitu salak Sleman,
salak Bali dan salak Condet, ternyata salak Pondoh mempunyai rasio gula asam
yang tertinggi (72.81), disusul salak Sleman (52.44), salak Bali (41.47) dan yang
terendah salak Condet 38.87 (Sabari 1983). Bentuk penampilan salak Pondoh juga
agak berbeda dibandingkan buah salak yang lain, yaitu mendekati bundar,
ukurannya relatif kecil (30 - 100 gram), teksturnya lebih keras, warna dagingnya
lebih putih tetapi warna kulitnya lebih hitam (Hastuti & Ari 1988).
Pada saat ini dikenal ada 5 macam salak Pondoh, yaitu salak Pondoh
Hitam, salak Pondoh Merah, salak Pondoh Merah Hitam, salak Pondoh Kuning
dan salak Pondoh Merah Kuning (Setiadi 1989). Salak Pondoh Hitam mempunyai
warna kulit paling gelap, bentuk paling bulat, ukuran relatif kecil namun
mempunyai rasa paling manis. Menurut Nuswamarhaeni et al. (1989), salak
Pondoh Hitam mempunyai warna yang tidak menarik tetapi mempunyai rasa
paling enak.
Dari tabel diatas terlihat bahwa gula salak pondoh hitam lebih tinggi dari
pada salak pondoh super, namun kadar asam dan vitamin C salak pondoh super
lebih tinggi.
B. Pascapanen Salak
1) Penanganan Panen dan Pasca Panen (Segar) Buah Salak Pondoh
Buah salak dipanen dengan cara memotong tangkai tandan dengan
menggunakan sabit, pisau yang tajam atau gergaji. Buah salak termasuk buah non
klimakterik sehingga hanya dapat dipanen jika benar-benar telah matang di pohon,
yang ditandai dengan sisik yang telah jarang, warna kulit buah merah kehitaman
atau kuning tua, bulu-bulu di kulit telah hilang, bila dipetik mudah terlepas dari
tangkai dan beraroma salak. Panen dilakukan dalam keadaan cuaca kering (tidak
hujan) pada pagi hari (pukul 9–10 pagi) saat buah sudah tidak berembun. Jika
panen dilakukan pada saat terlalu pagi dan buah masih berembun maka buah akan
mudah kotor dan bila luka sangat rentan terserang penyakit. Bila panen dilakukan
pada siang hari, buah akan mengalami penguapan sehingga susut lebih banyak,
sedangkan bila pada sore hari dapat berakibat lamanya waktu menunggu, kecuali
harus bekerja pada malam hari (Sabari 1983).
8
Salak dipanen saat berumur 5–6 bulan setelah berbunga. Untuk salak
pondoh, panen raya terjadi pada periode November – Januari, masa panen sedang
terjadi pada Mei – Juli, masa panen kecil pada periode Februari – April, dan masa
istirahat (kosong) terjadi pada periode Agustus – Oktober. Buah yang masih dapat
dipanen pada masa istirahat disebut buah “slandren” (Arief 2003). Buah salak
pondoh sebenarnya dapat dipanen sebelum berumur 5 bulan (setelah berbunga)
karena rasanya sudah manis dan tidak sepat meski masih muda, namun akan
diperoleh buah berukuran kecil dan beraroma lemah karena komponen penyusun
aroma buah salak belum terbentuk optimal (Suhardjo et al. 1995).
sehingga mendapatkan harga jual yang lebih tinggi. Sebelum dikemas dalam
karung anyaman pandan.
Untuk pasar ekspor, persyaratan mutu lebih tinggi dengan mengikuti
standar yang ditetapkan pembeli luar negeri. Pasar Eropa menetapkan persyaratan
keutuhan buah, kesegaran, kehalusan permukaan kulit buah, bebas dari kerusakan
fisik, bahan kima, mikrobiologis ataupun bau asing, derajat ketuaan yang tepat
dan keadaan yang baik sampai tujuan (Suhardjo et al. 1995).
4) Penyimpanan
Penyimpanan yang dilakukan petani atau pedagang hanya bersifat
sementara dan dilakukan di lapangan. Petani dan pedagang belum melakukan
kegiatan penyimpanan yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan buah
salak sebelum dipasarkan. Buah yang telah disortasi dan digolongkan dikemas ke
dalam karung anyaman pandan atau keranjang menunggu dimuat ke sarana
pengangkutan.
C. Penyakit Pascapanen
Penyakit pascapanen selalu menjadi kendala di semua produk hortikultura
karena keberadaan penyakit pascapanen sangat menentukan tujuan akhir produk
yang disimpan atau dijual. Akibat yang ditimbulkan karena adanya penyakit
pascapanen sangat beragam dan menentukan besarnya kehilangan pascapanen,
serta dapat menurunkan pendapatan produsen atau petani. Selain itu, adanya pe-
nyakit pascapanen pada produk setelah dipanen akan berpengaruh terhadap
banyak hal, terutama pada konsumen. Oleh karenanya, perlu diambil tindakan
untuk mengendalikan penyakit pascapanen, yaitu berupa pencegahan terhadap
munculnya penyakit yang dapat dilakukan sejak dini.
Busuk buah merupakan masalah serius didalam penanganan dan proses
pascapanen. Busuk buah dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya lentisel,
kandungan kalsium, susunan dinding sel, ukuran dan kemasakan buah saat
dipanen, senyawa fenol, pengelolaan kebun, dan kondisi ruang simpan. Masing-
masing faktor mempunyai peranan tersendiri di dalam menyebabkan buah busuk.
Kondisi ruang simpan sangat menentukan daya simpan buah dan terhindarnya dari
pembusukan. Kondisi ruang simpan yang baik dan sesuai akan memperkecil
10
1) Mikroba Patogen
Mikroba patogen mudah ditemukan, baik selama buah berada di tanaman
maupun di dalam ruang simpan. Meskipun demikian, hanya beberapa jenis
patogen yang mampu tumbuh dan berkembang, serta menimbulkan kerusakan
pada produk pascapanen. Pertumbuhan mikroba patogen pascapanen sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, khususnya suhu, pH, nutrisi, dan kandungan
air yang harus tersedia. Suhu sangat berperanan dalam pertumbuhan dan
perkembangan jamur patogen pascapanen (Soesanto 2006).
Adanya lapisan air di permukaan buah akan menyebabkan tingginya
kelembapan di sekitar buah dan hal ini mampu menyebabkan konidium atau spora
kapang untuk aktif tumbuh dari periode tak bergerak. Status fisiologi inang
mempengaruhi serangan patogen, terutama dikaitkan dengan kadar air (Soesanto
2006). Selanjutnya, patogen memerlukan nutrisi untuk pertumbuhannya. Nutrisi
tersebut keluar dari sel yang rusak di daerah luka. Sementara, untuk patogen yang
menginfeksi melalui lentisel, kebutuhan nutrisinya dipasok dari nutrisi yang
keluar dari sel di sekeliling lentisel, khususnya setelah rusak, dalam kondisi
anaerob, atau saat penuaan jaringan (Soesanto 2006).
Perkembangan penyakit pascapanen tergantung pada kemampuan patogen
untuk menghasilkan enzim, yang mengakibatkan hilangnya kekompakan jaringan
dan pemisahan sel tunggal. Pektat polisakarida terutama menyusun bahan antarsel
yang menyatukan dinding sel tanaman. Oleh karenanya, sel dari jaringan yang
terurai tersebut meningkat permeabilitasnya dan mati, dan memungkinkan
merembesnya hasil metabolisme inang yang digunakan sebagai substrat untuk
pertumbuhan patogen (Soesanto 2006).
11
2) Interaksi Inang
Setiap jenis buah dan sayur hanya diserang oleh kelompok jamur parasit
dan kemungkinan oleh bakteri, yang unik dan relatif kecil. Kelompok ini
memerlukan persyaratan nutrisi dan kemampuan enzimatis untuk
perkembangannya di dalam jaringan inangnya. Kerentanan buah dan sayur sangat
dipengaruhi oleh pematangan pada saat panen dan seterusnya oleh perubahan
fisiologi yang terjadi. Hasil penelitian Amiarsi et al. (1996) menunjukkan bahwa
kerusakan buah salak meningkat dengan bertambahnya umur simpan. Kerusakan
tersebut sebagai akibat keaktifan mikroba yang dikenal dengan penyakit busuk
lunak karena jamur Thielaviopsis sp. Salak juga menjadi lebih rentan terhadap
Botrytis pada suhu 5°C dan meningkat dengan makin lamanya penyimpanan
(Soesanto 2006).
3) Lingkungan
Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi baik tanaman maupun
patogennya. Penanganan pascapanen terbaik yang perlu dilakukan untuk
memelihara produk buah dan sayur segar adalah 1) mengelola produk dalam
kondisi optimum untuk konsumsi, dan 2) mencegah serangan patogen.
Konsep segitiga penyakit, yang secara umum dikenal di dunia penyakit
tanaman, berlaku juga dalam penyakit pascapanen karena terkait dengan berat
ringannya tingkat keparahan penyakit pascapanen. Faktor penentu tingkat
keparahan penyakit pascapanen tersebut berperan penting dalam menentukan
timbul dan berkembangnya penyakit pascapanen, baik selama di penyimpanan
maupun di pemasaran. Penyakit pascapanen sangat menentukan kelangsungan
produk tanaman setelah dipanen, sehingga perlu diketahui macam faktor yang
berperan dalam menentukan keparahan penyakit pascapanen tersebut (Soesanto
2006).
D. Kerusakan Pascapanen
Buah salak pondoh yang telah dipanen dapat mengalami kerusakan.
Pengertian rusak menurut Suter (1988), yaitu bila buah menunjukkan adanya
penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca
indera, seperti buah sudah layu, ditumbuhi jamur yang tampak secara visual,
12
berbau busuk, buah menjadi lunak dan berair serta tidak layak lagi untuk
dikonsumsi. Kerusakan pada buah salak dapat terjadi mulai pada saat pemanenan,
setelah pemanenan dan pada saat penyimpanannya.
3) Kerusakan Penyimpanan
Jenis kerusakan yang terjadi pada saat penyimpanan berupa kerusakan
fisiologis seperti pencoklatan serta kerusakan mikrobiologis berupa busuk dan
pertumbuhan jamur. Kerusakan penyimpanan salak pondoh tidak terjadi di
kalangan petani, tetapi umumnya terjadi di kalangan pedagang (Winarno &
Wiranatakusumah 1981).
Pelunakan pada daging buah menurut Winarno dan Wiranatakusumah
(1981) dan Wills et al. (1981) disebabkan karena protopektin, yaitu pektin yang
tidak dapat larut dalam air jumlahnya menurun karena diubah menjadi pektin yang
14
dapat larut dalam air, sehingga ketegaran sel berkurang. Protopektin pada buah-
buahan dan sayuran terdapat di dalam lapisan antar sel dan dinding sel pertama
dari buah (Winarno & Wiranatakusumah 1981).
Pada buah yang sudah lunak ada yang terbentuk warna coklat pada daging
buahnya. Pembentukan warna coklat pada daging buah ini dimulai pada bagian
pangkal buah. Hal ini kemungkinan disebabkan terjadinya reaksi browning
enzimatis pada bagian pangkal buah tersebut. Karena adanya rongga udara yang
lebih besar pada bagian pangkal buah dibandingkan dengan bagian buah lainnya,
rongga udara ini dapat mengoksidasi senyawa fenolik pada buah secara enzimatis
membentuk senyawa ortoquinon, yang selanjutnya akan berpolimerisasi
membentuk pigmen coklat atau melanin. Enzim yang mengkatalisa oksidasi ini
umumnya dikenal sebagai fenolase, polifenol oksidase. tirosinase atau
catecholase. Adanya senyawa fenolik, enzim dan oksigen mutlak diperlukan untuk
terjadinya reaksi pencoklatan tersebut dinamakan reaksi browning enzimatis
(Muchtadi 1978).
4) Tanda-Tanda Kerusakan
Kerusakan yang terjadi pada buah salak saat pemanenan. setelah
pemanenan dan selama penyimpanan dapat digunakan sebagai acuan dasar pada
penentuan kerusakan salak selama penyimpanan pada penelitian tahap II.
Kerusakan yang terjadi pada salak saaat pemanenan dan setelah
pemanenan dijadikan dasar untuk memilih salak yang akan disimpan pada
penelitian tahap II. Sehingga salak yang digunakan hanyalah salak yang baik,
yaitu bentuk buah masih utuh. tidak ada cacat pada kulit buah, daging buah masih
keras. beraroma salak dan tidak ditumbuhi jamur.
Sedangkan kerusakan penyimpnanan digunakan sebagai dasar penentuan
umur simpan salak pondoh. Salak dikatakan rusak selama penyimpanan bila telah
terdapat sátu atau lebih dari tanda-tanda salak yang rusak berikut ini, yaitu (1)
terbentuknya warna coklat pada daging buah salak. (2) terbentuknya aroma salak
yang menyimpang atau berbau alkohol, (3) terdapat pertumbuhan jamur pada kulit
buah serta (4) daging buah menjadi lunak dan (5) busuk.
15
Perubahan warna pada buah salak yang luka terjadi setelah luka berlangsung 1
jam, dan untuk buah salak memar maka pencoklatan daging buah baru
berlangsung secara nyata 1 hari setelah peristiwa memar berlangsung. Perubahan
warna tersebut sebenarnya lebih disebabkan oleh aktivitas enzim polifenol
oksidase yang mengubah senyawa polifenol menjadi melanin yang berwarna
coklat (Eskin et al. 1971). Perubahan warna daging buah salak tersebut diperkuat
oleh Haard (1985) yang menyatakan bahwa jalur asam suksinat dimulai dari
reaksi erithrosa-4-fosfat dengan fosfoenol piruvat melalui beberapa senyawa
antara menjadi asam shikinat, quinat, klorogenat, asam amino aromatik, lignin,
pigmen flavonoid dan substrat fenolase. Enzim fenolase (polifenoloksidase) dapat
mengkatalisis oksidasi senyawa polifenol menjadi quinon dan selanjutnya
mengalami polimerisasi menjadi melanoidin berwarna coklat. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan ternyata penundaan pemanenan terlalu lama dapat
pula menyebabkan warna coklat pada bagian punggung daging buah salak
pondoh.
dapat diserang jamur Ceratocystis paradosa yang berwarna hitam atau Fusarium
sp. yang berwarna putih. Disamping jamur, daging buah salak dapat pula diserang
oleh khamir, dan menurut Pitt dan Hocking (1985), khamir yang biasanya
merusak buah-buahan segar adalah jenis Klockera apiculata atau jenis
Rhodotorula sp, Sementara itu Suter (1988) menduga bahwa khamir yang
menyerang buah salak adalah jenis Candida sp. dan Saccharomyces sp,
Murtiningsih et al. (1996) mengemukakan bahwa buah salak khususnya jenis
Condet, Pondoh dan Suwaru banyak terinfeksi oleh mikrobia patogen
Thielaviopsis sp.
E. Pelapisan (Coating)
Teknik pengawetan buah dan sayuran dengan penggunaan coating
sebenarnya sudah dilakukan sejak abad ke-13 di China dimana buah-buahan pada
zaman itu dicelupkan kedalam cairan lilin panas dengan tujuan fermentasi. Kini,
aplikasi coating digunakan pada buah-buahan dan sayuran untuk mengurangi
terjadinya kehilangan kelembaban, memperbaiki penampilan, berperan sebagai
barrier yang baik (bersifat selective permeable) untuk pertukaran gas dari produk
ke lingkungan atau sebaliknya, serta memiliki fungsi sebagai antifungal dan
antimikroba (Krochta et al. 1994). Selain untuk memperpanjang umur simpan,
film atau selaput banyak digunakan karena tidak membahayakan kesehatan
manusia, dapat dimakan serta mudah diuraikan alam (biodegradable). Beberapa
coating komersial yang tersedia umum berbagai warna dan juga diperkaya dengan
vitamin serta zat-zat gizi lainnya untuk melakukan perbaikan gizi tanpa merusak
keutuhan produk pangan (Rimadianti 2007)
Menurut Donhowe dan Fennema (1994), metode untuk aplikasi coating
pada buah dan sayuran terdiri dari beberapa cara, yakni metode pencelupan
(dipping), pembusaan, penyemprotan (spraying), penuangan (casting), dan
aplikasi penetesan terkontrol. Metode dipping merupakan metode yang paling
banyak digunakan terutama untuk sayuran, buah, daging, dan ikan, dimana
melalui metode ini produk akan dicelupkan kedalam larutan yang digunakan
sebagai bahan coating. Menurut Krochta et al. (1994), secara umum ada tiga
kelompok materi yang biasa digunakan untuk pembuatan film atau coating, yakni
protein, polisakarida, dan lipid (termasuk lilin, emulsifier, serta turunannya).
18
Selain itu, gel Aloe vera juga mampu menjaga kelembaban dengan cara
mengontrol kehilangan air dan pertukaran komponen-komponen larut air
(Reynolds & Dweck 1999). Struktur gel aloev yang alami sebagai gel sehingga
mudah untuk diaplikasikan sebagai pelapis (coating) dengan harga yang murah.
Fungsionalitas zat terkandung dalam Aloe vera L. ini juga makin diperkuat
dengan adanya penelitian dari Mousa et al. (1999), yang menyatakan bahwa gel
tanaman ini bersifat anti-fungal terhadap Penicillium digitatum, Penicillium
expansum, Botrytis cinerea, Alternaria alternate, Aspergillus niger, C. herbarum,
dan Fusarium monthforme. Komponen bioaktif yang terkandung dalam Aloe vera
L. dapat dilihat pada Tabel 4.
masa simpannya. Hastuti dan Ari (1988) melaporkan bahwa penyimpanan salak
pondoh dalam bentuk tandanan pada suhu dingin (10-12°C) dalam kantung plastik
berlubang seluas 0.5% dan 1% dapat memperpanjang masa simpan salak pondoh
masing-masing menjadi 33 hari dan 27 hari.
Metabolisme jaringan yang hidup merupakan fungsi dari suhu di
sekelilingnya (Dwidjoseputro 1992). Suhu yang lebih rendah sangat menghambat
metabolisme, sehingga sangat efektif dalam mengurangi laju respirasi. Muchtadi
(1992) mengemukakan penyimpanan pada suhu rendah diperlukan untuk
komoditas sayuran yang mudah rusak, karena cara ini dapat mengurangi kegiatan
respirasi dan metabolisme, mengurangi laju penuaan akibat adanya pematangan,
pelunakan serta tekstur dan warna dapat mengurangi kerusakan karena aktivitas
mikroba.
Budiastra dan Purwadaria (1993) mengemukakan tujuan penyimpanan
dengan suhu rendah adalah untuk memperpanjang masa kesegaran sayuran dan
buah-buahan guna menjaga kesinambungan pasokan, menciptakan stabilitas harga
dan mempertahankan mutu. Dalam melaksanakan penyimpanan pada suhu dingin
perlu dilakukan pada suhu yang tepat karena ada kemungkinan terjadinya
kerusakan kommoditi akibat suhu dingin (chilling injury).
21
C. Metode Penelitian
Penelitian terdiri atas dua tahap yaitu tahap identifikasi jenis kapang pada
busuk buah pada salak pondoh dan tahap aplikasi perlakuan pelapisan buah dan
suhu penyimpanan salak pondoh. Sampel salak yang digunakan diambil dari
setiap tahapan pasca panen yang biasa dilakukan oleh petani, yaitu pemanenan
dengan menyertakan tandan, sortasi dan pembersihan, penyimpanan sebelum
ditransportasikan (penyimpanan sela di petani pengumpul sekitar 2 hari) dan
transportasi (1 hari). Pada setiap tahapan pasca penen, diambil sampel salak untuk
kemudian diidentifikasi untuk mengetahui jenis kapang. Hasil identifikasi tersebut
kemudian dikaji upaya penanganannya untuk mencegah kemungkinan
berkembangnya penyakit. Secara garis besar penelitian ini dibagi dalam 2 tahap,
yaitu:
22
Buah Salak
Identifikasi
Salak
Sortasi danPembersihan
Pembersihan Salak
Penyimpanan
suhu ruang (26oC), semua perlakuan dilakukan dengan 2 ulangan. Data yang
diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistical
Product and Service Solution) versi 17, dan untuk melihat pengaruh perlakuan
yang berbeda, dilakukan uji Duncan. Adapun model matematisnya adalah sebagai
berikut:
Keterangan :
Yijk = Respon setiap parameter yang diamati
µ = Nilai rataan umum
Ai = Pengaruh faktor perlakuan pelapisan dengan Aloe vera
Bj = Pengaruh faktor suhu penyimpanan
(AB)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
εijk = Galat percobaan
Parameter Pengamatan
1) Laju Respirasi
Laju respirasi diukur dengan Gas Analyzer Shimadzu dimana alat ini
untuk mengukur konsentrasi gas O2 - CO2. Untuk menghitung laju respirasi
(ml/kg-jam) dipergunakan rumus berikut: (Mannapperuma & Singh 1990, diacu
dalam Rokhani 2007)
Vdx 1
R1 = ............................................................................................... (2)
Wdt
Vdx 2
R2 = ............................................................................................... (3)
Wdt
27
Dimana :
Rr = Laju respirasi, ml/kg-jam
x = Konsentrasi gas, desimal
t = Waktu,jam
V = Volume bebas “respiration chamber”, ml
W = Berat produk, kg
Subkrip 1,2 = masing-masing menyatakan O2 dan CO2
2) Susut Bobot
Pengukuran susut bobot menggunakan metoda gravimetri yaitu
berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal sampai akhir
penyimpanan. Untuk mengukur susut bobot digunakan rumus sebagai berikut:
W - Wa
Susut Bobot = ×100% …………………………………………….. (4)
W
Dimana :
W = Bobot bahan awal penyimpanan (g)
Wa = Bobot bahan akhir penyimpanan (g) hari ke-n
3) Kekerasan
Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan Rheometer Model
CR-300, dengan beban maksimum 10 kg; kedalaman 10 mm; dan diamater probe
2.5 mm. Pengukuran dilakukan dengan cara menusuk buah salak dengan jarum
yang menempel pada alat tersebut sebanyak 3 kali pada tempat yang berbeda.
Nilai kekerasan salak pondoh akan terlihat pada alat digital (display rheometer).
4) Kadar Air
Pengukuran kadar air yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
metode oven. Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven dan didinginkan
dalam desikator. kemudian ditimbang. Sejumlah sampel ditimbang dalam cawan.
Selanjutnya cawan yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam oven dan
dipasang pada suhu 105°C. Pemanasan dilakukan selama 24 jam, kemudian
didinginkan dengan desikator dan ditimbang kembali. Pekerjaan dihentikan bila
28
sudah didapat berat yang konstan. Menurut Winarno (1993) kadar air dapat
dihitung dengan rumus:
6) Pengujian Organoleptik
Untuk menentukan umur simpan pada penyimpanan salak segar
terbungkus pelapis edibel dengan suhu perlakuan, dilakukan pengujian
organoleptik skala hedonik (Setyaningsih et al. 2010). Kondisi optimal adalah
perlakuan yang menghasilkan masa simpan terpanjang dimana mutu produk masih
dapat diterima oleh konsumen. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari terhadap
tingkat kesukaan konsumen akan tekstur, rasa dan penerimaan secara keseluruhan
terhadap salak segar dengan coating Aloe vera berbagai konsentrasi dan tanpa
coating Aloe vera yang disimpan pada suhu 10°C dan 26°C (suhu ruang).
Pengujian ini berdasarkan pada pemberian skor menurut panelis terhadap
warna, aroma, kekerasan dan rasa. Pengujian menggunakan minimal 10 orang
panelis. Skor yang diberikan terdiri dari 1 (sangat suka), 2 (suka), 3 (agak suka), 4
(netral), 5 (agak tidak suka), 6 (tidak suka) dan 7 (sangat tidak suka). Batas
penolakan adalah pada skor 4.5.
Diskripsi tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh segar pelapisan
(coating) Aloe vera dan suhu penyimpanan tersebut adalah sebagaimana Tabel 5
berikut:
29
selanjutnya dituangkan media PDA steril yang telah didinginkan hingga suhunya
47-50°C dan digoyangkan secara mendatar diatas meja supaya contoh menyebar
rata. Cawan berisi agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik
pada suhu 30°C selama 2 hari. Total Kapang ditetapkan dengan SPC (Standard
Plate Count) yang ditentukan dengan menggunakan rumus :
1
Koloni per gram= Jumlah koloni × 10 × …..............(6)
Berat Buah yang di-Swab (gram)
31
Tabel 6 Jenis kapang yang berkembang pada tahapan pascapanen salak pondoh
Jenis Kapang
Tahapan
Pascapanen Fusarrium sp Aspergillus sp Penicillium sp Mucor sp
A1
(+) (-) (-) (+)
(Panen tandan)
A2
(Pembersihan/tanpa (+) (-) (-) (+)
tandan)
A3
(+) (+) (+) (+)
(Penyimpanan)
A4
(+) (+) (+) (+)
(transportasi)
(+) menyatakan bahwa adanya cendawan, (-) menyatakan bahwa tidak adanya cendawan
Beberapa jenis kapang yang tumbuh pada buah salak pondoh ini disebabkan
oleh adanya kerusakan pascapanen, dimana kerusakan pascapanen merupakan
penyimpangan yang melewati batas dan tidak dapat diterima secara normal oleh
panca indra, seperti buah sudah layu, ditumbuhi jamur yang tampak secara visual,
berbau busuk, buah menjadi lunak dan berair serta tidak lagi untuk dikunsumsi
(Suter 1988). Hal ini juga terjadi pada penelitian ini, dimana kerusakan pascapanen
terjadi saat pemanenan, pembersihan, penyimpanan dan transportasi. Hasil
penelitian Amiarsi et al. (1996) menunjukkan bahwa kerusakan buah salak
meningkat dengan bertambahnya umur simpan, kerusakan tersebut sebagai akibat
keaktifan mikroba yang dikenal dengan penyakit busuk lunak karena jamur
32
Thielaviopsis sp. Salak juga menjadi lebih rentan terhadap Botrytis pada suhu 5°C
dan meningkat dengan makin lamanya penyimpanan (Soesanto 2006). Hasil
penelitian Noorhakim (1992) menyatakan bahwa kapang yang tumbuh selama
penyimpanan adalah Mucor sp, dan menurut Setiono (1995) menyatakan kapang
yang menyebabkan busuk lunak pada salak pondoh kupas yang tumbuh selama
penyimpanan adalah Penicillium sp dan Aspergillus sp. Menurut Aminah dan
Supraptim (2003) menyatakan dalam penelitiannya bahwa kapang yang menyerang
busuk buah pada salak segar yang terdapat di pasar tradisional dan swalayan adalah
Fusarium sp.
Pada Tabel 6 diatas menunjukkan bahwa kapang dapat menurunkan mutu
atau kualitas dari salak pondoh, sehingga umur simpan menjadi lebih pendek.
Untuk mengetahui kapang yang menyerang melalui bagian lentisel buah salak
pondoh dapat diidentifikasi dengan mengambil contoh kapang dari permukaan
kulit buah salak dan dilihat langsung melalui mikroskop menggunakan metode
"slide culture". Selanjutnya dari kapang yang di potret melalui mikroskop didapat
hasil yang diperoleh dari identifikasi berdasarkan buku-buku identifikasi dari Pitt
dan Hocking (1979) dan Fardiaz (1992) adalah kapang yang tumbuh dipermukaan
salak pondoh diantaranya:
1) Mucor sp kolumela
mycelia
a
spora
Gambar 4 diatas merupakan kapang yang dapat tumbuh dengan baik pada
setiap tahapan pascapanen buah salak pondoh, koloni dari kapang ini tumbuh pada
permukaan salak dimana pada awalnya berwarna putih mengapas dan kemudian
menjadi berwarna hitam kecokelatan. Kapang tersebut memiliki ciri-ciri
diantaranya mycelianya berbentuk non septat, kolumelanya berbentuk bulat (round),
33
sporanya berwarna hitam serta kapang tersebut tidak memiliki stolon dan rhizoid.
Melalui ciri-ciri tersebut, maka dengan mencocokkan gambar atau foto yang
didapat dari contoh kapang pada permukaan kulit salak dengan foto-foto kapang
lainnya yang telah diketahui berdasarkan Pitt dan Hocking (1979) ternyata serupa
dengan gambar Mucor sp. Jadi jelas bahwa kapang yang tumbuh di permukaan
kulit salak pondoh yang menyebabkan kerusakan pada buah salak berasal dari
jenis Mucor sp. Hal ini sesuai dengan pernyataan Noorhakim (1992), yang
menyatakan bahwa jenis kapang yang menyerang buah salak pondoh adalah
Mucor sp.
Adanya kapang ini disebabkan oleh sifat pertumbuhan kapang tersebut
yang dapat tumbuh dengan baik di permukaan tanah, dimana pertumbuhan buah
salak pondoh juga di atas permukaan tanah, sehingga hal ini memungkinkan salak
pondoh yang memang buahnya berada dekat dengan permukaan tanah dapat
dengan mudah diserang oleh Mucor sp. Pernyataan ini sesuai dengan Pelczar
(1976) yang melaporkan bahwa Mucor sp merupakan mikroorganisme yang secara
alami amat banyak terdapat di permukaan tanah dan sangat potensial untuk
merusak hasil-hasil pertanian seperti buah-buahan dan sayuran. Kapang Mucor sp
menyebabkan terjadinya busuk lunak pada bagian buah salak pondoh, sehingga
dapat menurunkan kualitas/mutu salak pondoh yang dipanen.
2) Aspergillus sp
konidia
Gambar 5 merupakan kapang yang dapat tumbuh dengan baik pada tahapan
pascapanen penyimpanan, dimana pada bagian buah yang terinfeksi tampak basah
dan mengandung cairan kuning yang selanjutnya berubah menjadi cokelat di
34
bagian pangkal buah salak pondoh yang disimpan. Kapang tersebut memiliki ciri-
ciri spesifik berupa (1) Hifa septat dan miselium bercabang, tidak berwarna, yang
terdapat di bawah permukaan merupakan hifa vegetatif, sedangkan yang muncul
di atas permukaan umumnya merupakan hifa fertil, (2) Koloni kompak, (3)
Konidiofora septat atau nonseptat, muncul dari "foot cell" (yaitu sel miselium
yang membengkak dan berdinding tebal), (4) Konidiofora membengkak menjadi
vesikel pada ujungnya, membawa sterigmata di mana tumbuh konidia, (5)
Sterigmata atau fialidanya sederhana, berwarna, atau tidak berwarna, dan (6)
Konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, cokelat atau hitam.
Berdasarkan ciri-ciri yang terdapat pada Gambar 5, maka kapang yang
tumbuh di dalam ruang penyimpanan tersebut adalah kapang Aspergillus sp,
identifikasi ini sesuai dengan pernyataan Soesanto (2006) yang menyatakan
bahwa Aspergillus sp merupakan kapang yang dijumpai di dalam ruang simpan
dan mempunyai kisaran inang yang luas terutama terhadap produk pascapanen
yang disimpan, hal ini didukung dari hasil penelitian Setiono (1995), dimana
kapang yang menyebabkan busuk lunak pada salak pondoh kupas yang tumbuh
selama penyimpanan adalah Aspergillus sp.
3) Penicillium sp
sterigmata
konidia
4) Fusarium sp
mikrokinidia
Gambar 7 diatas merupakan kapang yang dapat tumbuh dengan baik pada
setiap tahapan pascapanen buah salak pondoh. Kapang ini agak sulit untuk
diidentifikasi karena penampakan pertumbuhannya bervariasi, namun kapang
tersebut memiliki ciri-ciri spesifik diantaranya adalah terbentuknya makrokonidia
yang berbentuk seperti pedang dan terdiri dari beberapa sel serta berwarna,
kadang-kadang juga terbentuk mikro-konidia yang terdiri dari satu sel berbentuk
oval, dan tumbuh secara terpisah atau membentuk rantai.
Berdasarkan ciri-ciri yang terdapat pada Gambar 5, maka kapang tersebut
merupakan kapang Fusarium sp yang tumbuh pada setiap tahapan pascapanen
buah salak pondoh, identifikasi ini sesuai dengan pernyataan Aminah dan
Supraptim (2003) yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa kapang yang
menyerang busuk buah pada salak segar yang terdapat di pasar tradisional dan
swalayan adalah Fusarium sp, dimana salak pondoh sudah terinfeksi kapang
tersebut sejak tahapan pemanenan hingga tahapan transportasi menuju pemasaran.
Seperti pada kapang Mucor sp, kapang Fusarium sp menyebabkan
terjadinya busuk lunak pada bagian buah salak pondoh, sehingga dapat
menurunkan kualitas/mutu salak pondoh yang dipanen. Hal ini disebabkan oleh
sifat pertumbuhan kapang tersebut yang dapat tumbuh dengan baik di permukaan
tanah, dimana pertumbuhan buah salak pondoh juga di atas permukaan tanah,
sehingga hal ini memungkinkan salak pondoh yang memang buahnya berada
dekat dengan permukaan tanah dapat dengan mudah diserang oleh Fusarium sp.
Pernyataan ini sesuai dengan Dina (1996) yang melaporkan bahwa Fusarium sp
merupakan mikroorganisme yang secara alami amat banyak terdapat di permukaan
tanah dan sangat potensial untuk merusak hasil-hasil pertanian seperti buah-
buahan dan kacang-kacangan. Hal ini juga menunjukkan bahwa kapang yang
dominan mempengaruhi mutu atau kualitas buah salak pondoh menjadi rendah
adalah Fusarium sp dan Mucor sp.
menghambat kerusakan pascapanen produk pangan segar. Selain itu, gel Aloe
vera juga mampu menjaga kelembaban dengan cara mengontrol kehilangan air
dan pertukaran komponen-komponen larut air (Dweck & Reynold 1999).
Secara umum laju respirasi buah salak yang diberi perlakuan pada awal
penyimpanan masih relatif tinggi dibandingkan pada hari-hari penyimpanan
berikutnya (Gambar 8-9). Hal ini disebabkan karena adanya usaha untuk
mempertahankan tetap berfungsinya organ-organ respirasi setelah buah terpisah
dari inangnya. Selain itu laju respirasi yang tinggi pada awal penyimpanan juga
disebabkan oleh suhu awal buah salak yang masih tinggi karena adanya panas
lapang sehingga belum dapat menyesuaikan dengan suhu penyimpanan
(Mahmudah 2008). Muchtadi (1992) menyimpulkan bahwa kecepatan respirasi
merupakan hasil dari pengaruh suhu dimana kecepatan respirasi dari buah-buahan
akan meningkat sampai dua setengah kali untuk kenaikan suhu sebesar 10°C yang
menunjukkan bahwa adanya pengaruh proses biologi maupun kimia. Dari Gambar
8-9 juga dapat dilihat bahwa laju respirasi buah salak yang tinggi lama kelamaan
akan semakin menurun bahkan akan cenderung konstan disebabkan buah salak
telah mencapai suhu yang sesuai dengan suhu penyimpanan.
1) Laju Konsumsi O2
30
20
10
0
1 5 9 13 17 21 25 29
Hari ke-
Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 75% Suhu 10°C (A21)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01)
Aloevera 50% Suhu 26°C (A12) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 26°C (A32) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)
Gambar 8 Laju Konsumsi O2 Selama Penyimpanan
38
Dari hasil penelitian secara umum bahwa diperoleh bahwa laju respirasi
buah salak dipengaruhi oleh konsentrasi Aloe vera dan suhu penyimpanan, dimana
semakin tinggi suhu penyimpanan, laju respirasi akan semakin tinggi, demikian
pula dengan penambahan Aloe vera dimana pada suhu rendah (10oC) laju
respirasinya semakin rendah. Pada akhir penyimpanan suhu ruang (hari ke-14)
laju konsmsi O2 tertinggi pada tanpa perlakuan Aloe vera adalah 15.86 ml/kg jam
dan terendah pada perlakuan Aloe vera 50% adalah 13.37 ml/kg jam. Namun jika
dilihat dari kondisi fisik salak pondoh yang kondisi kesegarannya lebih lama
adalah pada konsentrasi 75% yaitu sampai 30 hari. Kemudian pada pengamatan
suhu rendah diakhir penyimpanan (hari ke-30), laju konsumsi O2 tertinggi adalah
pada perlakuan Aloe vera 100% dengan laju konsumsi O2 sebesar 3.71 ml/kg jam
dan yang terendah pada perlakuan 75% yaitu sebesar 3.16 ml/kg jam. Laju
respirasi yang relatif tinggi pada awal penyimpanan disebabkan karena buah salak
masih menyesuaikan dengan suhu penyimpanan sehingga akan berubah menjadi
konstan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santoso dan Purwoko (1995) diacu
dalam Widiastuti (2006) yang menyatakan bahwa buah klimakterik menunjukkan
peningkatan yang besar dalam laju konsumsi O2 bersamaan dengan waktu
pemasakan. Sementara buah non klimakterik tidak menunjukkan perubahan,
dimana umumnya laju kosumsi O2 selama pemasakan akan cenderung rendah dan
konstan. Selanjutnya menurut Phan et al. (1975) menyatakan bahwa suhu lingkungan
sangat berpengaruh terhadap laju respirasi buah. Pada suhu 0-35°C umumnya laju
respirasi meningkat 2-2.5 kali untuk setiap kenaikan suhu 10°C, semakin tinggi
laju respirasi semakin cepat kandungan substrat dalam buah berkurang sehingga
umur simpan menjadi pendek.
Berdasarkan analisa statistik laju konsumsi O2 (Lampiran 3) diketahui
bahwa laju respirasi salak selama penyimpanan dipengaruhi oleh suhu, dimana
pada perlakuan suhu rendah terlihat pengaruhnya dalam penyimpanan. Pada
penyimpanan suhu tinggi (26oC) cepat mengalami kerusakan, namun pada
penyimpanan suhu rendah (10oC) mulai mengalami kerusakan pada akhir
penyimpanan yaitu hari ke-30.
Produk hortikultura seperti salak pondoh setelah dipanen akan tetap
mengalami proses metabolik (respirasi) dan ini akan terus berlanjut sehingga salak
39
pondoh akan mengalami kebusukan yang ditandai dengan menurunnya mutu salak
pondoh (dalam hal ini antara lain perubahan bau pada salak pondoh). Salveit
(1996) diacu dalam Sutrisno (2007) menyebutkan komoditas dengan laju respirasi
tinggi akan memiliki umur simpan lebih pendek dibanding dengan yang memiliki
laju respirasi rendah seperti salak pondoh. Usaha mempertahankan mutu dan
memperpanjang umur simpan adalah dengan menekan laju respirasi serendah
mungkin tanpa mengganggu proses metabolismenya (Kays 1991, diacu dalam
Sutrisno, 2007). Dengan prinsip dasar inilah maka aktivitas metabolisme produk
setelah dipanen dapat dijadikan sebagai indeks yang amat baik untuk mengetahui
perubahan mutu pascapanen dengan perlakuan (treatment) yang baik, antara lain
coating Aloe vera dan suhu penyimpanan yang rendah.
Seperti pada laju konsumsi O2, laju produksi CO2 menunjukkan hal yang
demikian yaitu secara umum suhu penyimpanan dan aplikasi Aloe vera
mempengaruhi laju produksi CO2. Dari Gambar 9 terlihat bawah ini menunjukkan
pola laju respirasi salak pondoh pada tingkatan suhu penyimpanan yang berbeda,
khusus untuk suhu 26°C pengukuran sampai hari keempat belas dan untuk suhu
10°C pengukuran sampai hari ketigapuluh.
30
Laju Produksi CO2 (ml/kg jam)
20
10
0
1 5 9 13 17 21 25 29
Hari ke-
Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 75% Suhu 10°C (A21)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01)
Aloevera 50% Suhu 26°C (A12) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 26°C (A32) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)
Pada akhir penyimpanan suhu ruang (hari ke-14) laju produksi CO2
tertinggi pada perlakuan Aloe vera 100% adalah 20.99 ml/kg jam dan terendah
pada perlakuan Aloe vera 50% adalah 18.18 ml/kg jam. Namun jika dilihat dari
kondisi fisik salak pondoh yang kondisi kesegarannya lebih lama adalah pada
konsentrasi 75% yaitu sampai 30 hari. Kemudian pada pengamatan suhu rendah
diakhir penyimpanan (hari ke-30), laju produksi CO2 tertinggi adalah pada
perlakuan Aloe vera 100% dengan laju produksi CO2 sebesar 3.92 ml/kg jam dan
yang terendah pada perlakuan 75% yaitu sebesar 3.42 ml/kg jam. Menurut Phan et
al. (1975) suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap laju respirasi buah. Pada
suhu 0-35°C umumnya laju respirasi meningkat 2-2.5 kali untuk setiap kenaikan
suhu 10°C. Semakin tinggi laju respirasi semakin cepat kandungan substrat dalam
buah berkurang sehingga umur simpan menjadi pendek. Menurut Winarno dan
Fardiaz (1981) pada suhu dingin aktivitas respirasi menurun dan pertumbuhan
mikroba penyebab kebusukan dapat dihambat.
Selama penyimpanan berlangsung, secara rata-rata laju produksi CO2 pada
suhu ruang (26oC) nilainya diatas 10 ml/kg jam pada semua konsentrasi Aloe
vera. Sementara pada suhu rendah nilainya rata-rata dibawah 10 ml/kg jam. Hal
ini menunjukkan bahwa tingi rendahnya laju produksi CO2 lebih disebabkan oleh
faktor suhu, secara statistikpun menunjukkan hal yang demikian (Lampiran 5).
Dari hasil uji statistik (Lampiran 5), laju respirasi salak pada awal
penyimpanan dipengaruhi oleh suhu selama masa penyimpanan, dimana suhu
ruang (26oC) memiliki laju respirasi yang lebih besar daripada suhu rendah
(10oC), sehingga salak yang disimpan pada suhu rendah memiliki kualitas daya
tahan simpan yang lebih baik daripada suhu ruang, dimana pada suhu rendah
secara visual salak pondoh yang disimpan pada suhu rendah masih terlihat segar
dibandingkan salak pondoh yang disimpan pada suhu ruang. Pada akhir
penyimpanan (hari ke-30) pelapisan dengan Aloe vera menunjukkan bahwa
konsentrasi Aloe vera yang tinggi maupun rendah dapat mempengaruhi proses
respirasi dan transpirasi, dan hal ini menunjukkan pula bahwa konsentrasi pelapisan
Aloe vera yang lebih tinggi dan lebih rendah mampu mencegah laju respirasi yang
besar dari salak yang disimpan dalam suhu rendah.
41
1) Susut Bobot
50
40
Susut Bobot (%)
30
20
10
0
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Hari ke-
Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 50% Suhu 26°C (A12)
Aloevera 75% Suhu 10°C (A21) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Aloevera 100% Suhu 26°C (A32)
Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)
adalah perlakuan pelapisan Aloe vera 75% (A21) yaitu sebesar 16.81% dan yang
tertinggi pelapisan Aloe vera 50% yaitu sebesar 22.22%. Hal ini menunjukkan
bahwa pelapisan yang ditingkatkan dapat mengurangi susut bobot, fenomena ini
disebabkan konsentrasi yang optimum (pelapisan Aloe vera 75%) dapat
mengurangi laju respirasi yang meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Kader (1985) yang menyatakan bahwa laju respirasi menyebabkan kehilangan air
pada bahan. Kehilangan air ini merupakan penyebab langsung kehilangan secara
kuantitatif buah yaitu susut bobot, kerusakan tekstur buah yang menyebabkan
kelunakan pada buah yang menyebabkan terjadinya pengerutan buah, serta
kerusakan kandungan gizi buah.
Dari hasil analisis statistik pada Lampiran 7, menunjukkan bahwa
perlakuan pelapisan dengan Aloe vera tidak berpengaruh secara nyata selama
penyimpanan, namun adanya pengaruh terhadap suhu penyimpanan dimana dari
hasil tersebut memperlihatkan bahwa suhu penyimpanan tinggi (26oC) maka susut
bobot buah salak pondoh juga akan terlihat tinggi dibandingkan suhu
penyimpanan rendah (10oC), susut bobot yang tinggi ini disebabkan karena laju
respirasi yang semakin tinggi.
Menurut Muchtadi (1992) Kehilangan bobot pada buah-buahan yang
disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat adanya proses
penguapan dan kehilangan karbon (CO2) selama respirasi. Air dibebaskan dalam
bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lenti sel, dan
bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis.
Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan susut bobot, akan
tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Kehilangan air dalam
jumlah banyak akan menjadi layu dan keriput.
Selain itu menurut Santoso (2005) susut bobot yang disebabkan oleh
kehilangan air ini dapat dicegah dengan cara pengaturan suhu ruang simpan,
sehingga umur simpan dapat menjadi lebih lama. Hal ini juga didukung oleh
pernyataan Soedibyo (1979) penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan
kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga kedua proses ini akan berjalan
lambat, sehingga akan mengakibatkan ketahanan simpan buah salak akan semakin
44
panjang dengan susut bobot minimal, mutu baik, dan harga jual salak pondoh
tetap tinggi.
Kekerasan buah merupakan salah satu ciri menurunnya kualitas buah sehingga
dapat dijadikan sebagai indikator kerusakan pada buah salak pondoh. Selama
penyimpanan nilai kekerasan buah salak turun dari awal hingga akhir pengamatan
untuk semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa daging buah salak dari hari
ke hari selama penyimpanan menjadi lebih lunak (Gambar 11).
4
Nilai Kekerasan kgf
0
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Hari ke-
Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 50% Suhu 26°C (A12)
Aloevera 75% Suhu 10°C (A21) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Aloevera 100% Suhu 26°C (A32)
Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)
disebabkan penguapan air yang terjadi pada ruang-ruang antar sel sehingga sel
menjadi mengkerut sehingga ruang antar sel menyatu dan zat pektin menjadi
saling berikatan. Selain adanya penguapan air dari bahan, terjadi pula pengerasan
pada kulit salak pondoh karena pengaruh suhu penyimpanan yang dapat
menyebabkan pengerasan pada kulit buah salak.
Selain adanya penguapan air pada buah salak pondoh, kemungkinan
disebabkan oleh penggunaan suhu rendah, dimana reaksi-reaksi kimia atau reaksi-
reaksi enzimatis dalam buah dapat dicegah atau diperlambat. Hal ini sesuai
dengan Muchtadi (1992) yang menyatakan salah satu reaksi kimia yang dihambat
dalam penyimpanan suhu rendah adalah perubahan komposisi kimia terutama
senyawa pektin dalam daging buah. Senyawa pektin merupakan salah satu
komponen dinding primer maupun lamela tengah pada dinding sel buah. Dalam
proses pematangan buah zat pektin yang tidak larut (protopektin) berubah
menjadi pektin yang larut air, sehingga pektin yang larut air bertambah dan
protopektin tak larut akan berkurang. Keadaan ini menyebabkan ketegaran sel
buah akan menjadi lunak. Dengan perlakuan suhu dingin reaksi perubahan
protopektin menjadi pektin dapat diperlambat sehingga buah tidak cepat lunak.
Lebih lanjut menurut Muchtadi (1992) menyatakan bahwa kandungan zat pektin
didalam buah mempengaruhi kekerasan (tekstur), jika buah dipanaskan atau
disimpan pada suhu yang tinggi, maka zat pektik yang mempunyai sifat tidak larut
dalam air sebagian akan terhidrolisis menjadi pektin, sehingga akibatnya tekstur
buah tersebut menjadi lunak.
Dari analisa statistik kekerasan (Lampiran 9), selama penyimpanan terlihat
adanya pengaruh suhu penyimpanan. Salak pada penyimpanan suhu ruang (26oC)
mempunyai nilai kekerasan lebih kecil sehingga teksturnya lebih lunak dibanding
dengan penyimpanan suhu rendah (10oC). Hal ini berhubungan dengan kandungan
pektin yang terdapat pada daging buah salak pondoh, dimana Mitlitski et al.
(1981) melaporkan bahwa kandungan pektin terlarut jauh lebih tinggi bila suhu
lebih tinggi dan tidak ada CO2. Hal ini juga menurut Kader (1986) menyatakan
bahwa adanya pengaruh lingkungan penyimpanan terhadap tekstur, tetapi
mekanismenya belum diketahui.
46
80
70
60
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Hari ke-
Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 50% Suhu 26°C (A12)
Aloevera 75% Suhu 10°C (A21) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Aloevera 100% Suhu 26°C (A32)
Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)
Pada Gambar 12 menunjukkan bahwa kadar air pada daging buah salak
pondoh akhir penyimpanan suhu ruang (hari ke-15) yang terendah adalah
pelapisan Aloe vera 50% (70.92%) dan yang tertinggi pada perlakuan kontrol
(tanpa pelapisan dengan Aloe vera) yaitu 74.33%, hal ini menunjukkan bahwa
dengan penambahan Aloe vera 50% tidak dapat menjaga kadar air daging buah
tetap tinggi, fenomena ini disebabkan penambahan konsentrasi pelapisan Aloe
vera 50% belum dapat menunjukkan fungsinya sebagai penahan (barrier) yang
baik terhadap oksigen (O2), karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O), sehingga
konsentrasi Aloe vera 50% yang diaplikasikan pada salak pondoh belum dapat
mempertahankan kesegaran (kadar air yang tinggi). Selanjutnya pada pengamatan
suhu rendah di akhir penyimpanan (hari ke-30) kadar air daging buah salak
pondoh tertinggi adalah pelapisan dengan Aloe vera 50% (78.99%) dan yang
terendah pada perlakuan 75% (75.26%), hal ini menunjukkan kadar air daging
buah salak pondoh dengan berbagai konsentrasi pelapisan Aloe vera tetap terjaga
47
baik selama penyimpanan, sehingga daging buah salak pondoh masih terlihat
kesegarannya.
Pencelupan dalam Aloe vera 50% dan penyimpanan pada suhu 10°C (A11)
dapat menekan aktivitas metabolisme buah salak pondoh seperti respirasi dan
tanspirasi, selain itu juga dapat menghambat proses pembusukan oleh
mikroorganisme sehingga menekan kehilangan kadar air pada buah. Transpirasi
menyebabkan buah kehilangan air sehingga berpengaruh terhadap kesegaran dan
kerenyahan buah. Semakin kecil transpirasi maka buah akan terlihat semakin
segar dan sebaliknya. Pada suhu tinggi dan RH rendah uap air akan bergerak dari
konsertasi tinggi ke konsentrasi rendah. Perbedaaan kandungan air di dalam buah
dan di lingkungan atau atmosfer penyimpanan menyebabkan uap air akan
bergerak keluar dari jaringan ke atmosfer. Semakin kering udara dalam ruang
penyimpanan semakin cepat kehilangan air dari buah yang disimpan.
Kadar air daging buah berhubungan dengan kesegaran buah salak pondoh.
Berdasarkan analisa visual (Lampiran 10), kesegaran buah salak pondoh
mengalami penurunan selama penyimpanan. Pelapisan dengan Aloe vera 50% dan
suhu penyimpanan 10°C lebih segar dibandingkan kontrol pada suhu
penyimpanan 26°C. Menurut Martoredjo (2009) suhu tinggi dapat menyebabkan
terjadinya penguapan yang lebih cepat sehingga hasil tanaman menjadi cepat layu,
berkerut-kerut dan mengering atau kesegaran buah berkurang. Pencelupan dalam
Aloe vera dan penyimpanan pada suhu dingin dapat menjaga kelembaban daging
buah salak pondoh dan dapat mencegah kehilangan air atau transpirasi.
Berdasarkan uji statistik (Lampiran 11) pada konsentrasi Aloe vera, suhu
dan interaksi antara kedua faktor tersebut menunjukkan adanya pengaruh nyata
terhadap perubahan kadar air daging pada hari ke-15, dan ke-21. Uji lanjut
(Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan Aloe vera 50% dan penyimpanan
pada suhu 10°C (A11) memberikan pengaruh terhadap penurunanan kadar air
daging buah salak yang tidak terlalu tinggi dibandingakan perlakuan lainnya.
Menurut Apandi (1984), penurunan kadar air disebabkan terjadi penguapan air
melalui pori-pori daging buah, baik melalui proses respirasi maupun proses
transpirasi. Selama proses respirasi berlangsung dikeluarkan CO2 dan air sehingga
kandungan air dalam daging buah terus berkurang.
48
25
20
15
10
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Hari ke-
Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 50% Suhu 26°C (A12)
Aloevera 75% Suhu 10°C (A21) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Aloevera 100% Suhu 26°C (A32)
Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)
Gambar 13 Perubahan Total Padatan Terlarut (TPT) Buah Salak Pondoh Selama
Penyimpanan
Pada Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai TPT buah salak pondoh pada
akhir penyimpanan suhu ruang yang tertinggi adalah pelapisan Aloe vera 100%
(21.18 oBrix ) dan yang terendah pada pelapisan Aloe vera 75% (19.38 oBrix), hal
ini menunjukkan bahwa dengan penambahan konsentrasi Aloe vera yang lebih
tinggi dapat meningkatkan nilai TPT buah salak pondoh. Selanjutnya pada
pengamatan suhu rendah pada akhir penyimpanan (hari ke-30) nilai TPT tertinggi
adalah pelapisan Aloe vera 75% (18.05 oBrix) dan yang terendah pada perlakuan
50% (15.93 oBrix), Hal ini disebabkan karena selama penyimpanan buah salak
mengalami pemasakan sehingga terjadi perombakan oksidatif dari bahan-bahan
yang kompleks seperti karbohidrat, protein, lemak dimana juga akan terjadi
hidrolisis pati yang tidak larut dalam air menjadi gula yang larut dalam air seperti
sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Selanjutnya pada proses penuaan yang semakin
berlanjut maka kandungan total padatan terlarut akan semakin menurun. Hal ini
diduga karena hidrolisis pati yang sudah sedikit, sedangkan sintesa asam yang
mendegradasi gula masih berjalan terus sehingga akan menimbulkan rasa manis
pada buah salak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Matto et al. (1984) diacu dalam
Pantastico et al. (1986) yang menyatakan bahwa pemasakan dapat meningkatkan
49
junlah gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik
senyawa-senyawa fenolik yang dapat mengurangi rasa sepat dan masam.
TPT buah salak pondoh akan meningkat dengan cepat ketika buah
mengalami pematangan dan akan terus menurun seiring dengan lama
penyimpanan. Penurunan TPT selama penyimpanan disebabkan kadar gula-gula
sederhana pada daging buah salak yang mengalami perubahan menjadi alkohol,
aldehida. dan asam amino. Semakin lama penyimpanan, komponen gula yang
terurai akan semakin banyak sehingga gula yang rnerupakan komponen utama
bahan total padatan terlarut semakin menurun.
Analisa statistik terhadap TPT (Lampiran 13) untuk semua perlakuan pada
awal penyimpanan tidak mengalami pengaruh yang nyata dari perlakuan Aloe
vera, suhu dan interaksi keduanya. Sedangkan pada penyimpanan hari ke-15 dan
ke-21 adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan Aloe vera, suhu dan interaksi
keduanya terhadap perubahan TPT. Hal ini disebabkan pada penyimpanan suhu
ruang dan suhu rendah peningktan kegiatan respirasi tidak terjadi secara tajam
dimana kegiatan respirasi melibatkan terjadinya pemecahan polimer karbohidrat,
khususnya perubahan pati menjadi gula, sehingga kandungan gula dalam buah
tidak mengalami peningkatan dengan cepat dan sekaligus meningkatkan
kandungan TPT. Hal ini sesuai pernyataan Santoso dan Purwoko (1995), yang
menyatakan bahwa kegiatan respirasi mempengaruhi perubahan rasa dan tekstur
buah, jika terjadi peningkatan laju respirasi maka terjadinya pemecahan polimer
karbohidrat semakin cepat.
5) Uji Organoleptik
Pada umumnya konsumen mengambil keputusan untuk membeli suatu
komoditi yang dalam hal ini adalah buah salak pondoh berdasarkan penilaian
secara visual. Parameter yang digunakan dalam penelitian meliputi: tekstur dan
rasa.
a. Tekstur
Data pengamatan nilai organoleptik tekstur pada buah salak pndoh yang
diberi perlakuan pelapisan Aloe vera dan disimpan pada suhu rendah
memperlihatkan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur buah salak pondoh
50
7
Nilai Organoleptik
6
5
4
3
2
1
0
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Hari ke-
Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 50% Suhu 26°C (A12)
Aloevera 75% Suhu 10°C (A21) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Aloevera 100% Suhu 26°C (A32)
Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)
penyimpanan maka tekstur semakin lunak dan panelis menjadi semakin tidak
suka.
b. Rasa
Seperti pada uji organoleptik rasa, umumnya skor uji organoleptik rasa
salak pondoh cenderung mengalami peningkatan untuk semua perlakuan selama
penyimpanan. Data pengamatan berdasarkan Gambar 15 menunjukkan nilai
organoleptik rasa pada buah salak pndoh yang diberi perlakuan pelapisan Aloe
vera dan disimpan pada sahu rendah memperlihatkan tingkat kesukaan panelis
terhadap rasa buah salak pondoh selama penyimpanan.
7
Nilai Organoleptik
6
5
4
3
2
1
0
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Hari ke-
Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 50% Suhu 26°C (A12)
Aloevera 75% Suhu 10°C (A21) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Aloevera 100% Suhu 26°C (A32)
Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)
mikrobiologis (Suter 1988), sehingga buah salak pondoh dapat ditumbuhi kapang
(cendawan) dan selanjutnya mengakibatkan buah menjadi busuk. Serangan
kapang (cendawan) ini sebagai akibat adanya luka atau memar pada buah salak.
Dengan adanya luka pada kulit atau pada pangkal buah maka terciptalah pintu
gerbang bagi mikroba (kapang/jamur) untuk masuk ke dalam daging buah setelah
dipetik (Rahmad 1990).
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh perlakuan Aloe vera dan suhu
penyimpanan terhadap pertumbuhan cendawan diperoleh hasil sebagai berikut:
(Tabel 8)
Tabel 8 Pengaruh pelapisan Aloe vera dan suhu penyimpanan terhadap jumlah
cendawan
Perlakuan
Jumlah Cendawan (koloni/gram)
Suhu Kadar Aloe vera
Penyimpanan
50% 9.0 x 106 b
tidak berfungsi dengan baik, maka akan memudahkan mikkroba (kapang) untuk
dapat tumbuh karena kondisi di tempat lentisel menjadi lembab sebagai akibat
tertahannya pertukaran gas, peningkatan akumulasi laju respirasi ini menyebabkan
buah menjadi lembab dan kandungan airnya yang tinggi, sehingga memudahkan
pertumbuhan kapang, hal ini didukung pada data laju respirasi yang tinggi (laju
produksi CO2) yang tinggi (3.92 ml/kg jam) di bandingkan perlakuan pelapisan
Aloe vera 50% dan 75% yang relatif seimbang (3.43 ml/kg jam dan 3.42 ml/kg
jam). Pada konsentrasi pelapisan Aloe vera 75% merupakan konsentrasi yang baik
untuk mempertahankan kualitas atau mutu dari salak pondoh terhadap
pertumbuhan cendawan, hal ini disebabkan oleh konsentrasi pelapisan Aloe vera
75% dapat menyeimbangkan terjadinya pertukaran gas, dimana sifat
permeabilitasnya yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Roosmani (1975)
dalam Utama et al. (2000) yang menyatakan bahwa pelapisan (coating) yang
dilakukan harus optimal karena lapisan yang terlalu tebal dapat mengakibatkan
terjadinya respirasi anerob dan menghasilkan buah yang busuk (akibat serangan
kapang), sedangkan buah jika lapisan coating-nya terlalu tipis maka kurang efektif
mengurangi laju respirasi dan transpirasi. Pada gambar 16 memperlihatakan
pengaruh pelapisan Aloe vera dan suhu penyimpanan terhadap tampilan buah
salak pondoh dalam penyimpanan. Pada penyimpanan suhu ruang perlakuan
pelapisan Aloe vera 50% (A21) dan perlakuan kontrol/tanpa pelapisan Aloe vera
(A02) telah ditumbuhi kapang, sehingga penyimpanannya berakhir pada hari ke-
15. Pada penyimpanan suhu rendah untuk setiap perlakuan pelapisan Aloe vera
masih terlihat segar, hal ini terlihat pada Gambar 16 di bawah ini.
Kapang Fusarrium sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, dan Mucor sp dapat
menghasilkan mikotoksin (racun yang dikeluarkan oleh kapang yang bersifat
mengganggu kesehatan) yang berbahaya bagi manusia, maka diperlukan untuk
mengetahui batas pertumbuhan kapang yang aman pada komoditi pangan maupun
hasil pertanian yang disimpan dapat dikonsumsi oleh manusia. Menurut Makfoeld
1993) untuk hasil pertanian yang dipanen dipermukaan atau di dalam tanah seperti
kacang tanah (termasuk buah salak) memiliki batas pertumbuhan kapang 7.106
koloni/gram. Dari hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan kapang yang tetap
memiliki batas keamanan kesehatan manusia adalah pada pelapisan Aloe vera
75% dan suhu penyimpanan (1.3 x 105 koloni/gram).
Selain terjadinya pertumbuhan cendawan pada permukaan kulit salak
pondoh, perubahan lain yang terjadi adalah adanya noda coklat pada daging buah.
Warna coklat timbul ini diduga karena terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis
akibat terjadinya oksidasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (2002) yang
menyatakan bahwa reaksi pencoklatan terjadi akibat oksigen dapat berhubungan
langsung dengan poliphenol dengan dikatalisa oleh enzim poliphenol oksidase
membentuk senyawa melanin berwarna coklat, karena buah salak yang
mengandung senyawa poliphenol dalam bentuk tanin, maka oksigen dapat
berhubungan dengan poliphenol bila terdapat sel atau jaringan yang terbuka akibat
luka.
Hasil analisis statistik pada hari ke-30 (Lampiran 22) menunjukkan adanya
pengaruh yang nyata antara kombinasi perlakuan dengan tingkat pertumbuhan
cendawan, yang berarti bahwa tingkat pertumbuhan cendawan lebih disebabkan
karena pengaruh konsentrasi pelapisan Aloe vera. Secara nyata pengaruh
konsentrasi pelapisan Aloe vera menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
cendawan yang disimpan, terutama pada penyimpanan suhu dingin (Lampiran
22), dimana pertumbuhan cendawan pada konsentrasi pelapisan Aloe vera 100%
relatif lebih tinggi (14 x 106 koloni/gram) daripada konsentrasi pelapisan Aloe vera
75% (14 x 106 koloni/gram). Selain pernyataan di atas, menurut Dweck dan
Reynold (1999) menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan cendawan yang rendah
disebabkan karena konsentrasi gel Aloe vera yang optimal mampu menjaga
kelembaban dengan cara mengontrol kehilangan air dan pertukaran komponen-
58
komponen larut air. Selanjutnya Reynolds dan Dweck (1999) menyatakan bahwa
fungsionalitas zat terkandung dalam Aloe vera ini mampu menghambat
pertubuhan cendawan, hal ini juga makin diperkuat dengan adanya penelitian dari
Mousa et al. (1999), yang menyatakan bahwa gel tanaman ini bersifat anti-fungal
terhadap Penicillium digitatum, Penicillium expansum, Botrytis cinerea,
Alternaria alternate, Aspergillus niger, dan Fusarium monthform, dan dalam
penelitian ini ternyata bahwa kapang Mucor sp dapat dihambat pertumbuhannya.
59
1. Jenis kapang yang menyebabkan busuk buah pada salak pondoh adalah
Fusarrium sp, Aspergillus sp, Penicillium sp dan Mucor sp.
2. Penyimpanan pada suhu rendah pada salak yang di coating dengan Aloe vera
dapat memperlambat laju respirasi. Kombinasi perlakuan yang memiliki laju
respirasi terendah adalah konsentrasi 100% dengan suhu penyimpanan 10oC
(O2 3.71 ml/kg jam, CO2 3.92 ml/kg jam).
3. Pada akhir penyimpanan (hari ke-30) dengan suhu penyimpanan 10oC,
konsentrasi Aloe vera yang diaplikasikan berpengaruh terhadap mutu salak
pondoh. Susut bobot terendah pada konsentrasi 75% (16.81%) dan yang
tertinggi pada konsentrasi 50% (22.22%). Kekerasan tertinggi pada
konsentrasi 100% (2.22 kgf) dan terendah pada konsentrasi 75% (1.89 kgf).
Kadar air daging buah tertinggi pada konsentrasi 50% (78.99%) dan terendah
pada konsentrasi 75% (75.26%). Total Padatan Terlarut (TPT) tertinggi pada
konsentrasi 75% (18.05 oBrix) dan terendah pada konsentrasi 50% (15.93
o
Brix). Nilai organoleptik rasa terendah pada konsentrasi 50% (4.8) dan
tertinggi pada konsentrasi 100% (6.1). Nilai organoleptik rasa terendah pada
konsentrasi 50% (4.8) dan tertinggi pada konsentrasi 100% (6.0).
4. Konsentrasi pelapisan Aloe vera 75% dan suhu penyimpanan 10oC memiliki
pertumbuhan cendawan yang terendah pada akhir penyimpanan salak pondoh
yaitu sebesar 1.3 x 105 koloni/gram.
5. Kombinasi perlakuan terbaik untuk penanganan busuk buah pada salak adalah
pelapisan dengan Aloe vera 50% dan suhu penyimpanan 10oC (parameter
mutu kadar air daging, susut bobot, total padatan terlarut dan nilai
organoleptik yang tetap disukai) mampu mempertahankan masa simpan salak
pondoh hingga 27 hari.
B. Saran
Perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk penggunaan bahan pelapisan
(coating) lain yang memiliki sifat anti fungal dan berpotensi untuk
memperpanjang umur simpan salak pondoh.
60
DAFTAR PUSTAKA
Arief PW. 2003. Analisis Prefensi Konsumen Luar Negeri terhadap Atribut Buah
Salak dan Implikasinya terhadap Strategi Pengembangan Pemasaran
Salak Pondoh. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Baldwin EA, Carriedo MON, Baker RA. 1995. Edible Coating for Lightly
Processed Fruits and Vegetables. J.Horti.Sci. 30(1): 35- 37
Burn JK. 1995. Lightly Processed Fruits and Vegetables. Introduction to the
Colloqium. J.Horti. Sci. 30 (1): 14-17
61
Budaraga IK. 1998. Pengkajian Respirasi Buah Tropika Terolah Minimal Selama
Penyimpanan Pada Komposisi Udara Normal [tesis]. Bogor: Program
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Cameron AC, Talasila PC, Joles DW. 1995. Predicting Film Permeabelity Needs
for Modified Atmosphere Packaging of Lightly Processed Fruits and
Vegetables. J.Horti. Sci. 30 (1): 25-34
Daniel R. 1973. Edible Coating and Soluble Packaging. Park Ridge, NJ: Noyes-
Data Corp.
Dina. 1996. Isolasi dan Identifikasi Kapang Fusarium [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.
Djafar, Titiek F, Mudjisihono ROB. 1998. Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah
Salak Pondoh pada Bebagai Perlakan Penyimpanan Buah Segar.
Yogyakarta: Institut Pertanian Yogyakarta.
Eckert JW. 1978. Pathological Diseases of Fresh Fruits and Vegetables. Pp.161-
209. in: H.O. Hultin and M. Milner (Eds.), Postharvest Biology and
Biotechnology. Food & Nutrition Press, Inc.,
Gunadnya IBP. 1993. Pengkajian Penyimpanan Salak Segar dalam Kemasan Film
dengan Modified Atmosphere [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Haard NF. 1985. Characteristic of Edible Plant Tissues. In: Food Chemistry:
Fennema OR. (Ed). Marcel Dekker, Inc. New York.
He Qian, et al. 2003. Quality and Safety Assurance in The Processing of Aloe
vera Gel Juice Food Control Journal. Vol 16. Pp 95-104. [21 Mei 2007].
Kader AA. 1992. Modified Atmosphere during Transport and Storage in : Kader
(ed). Postharvest Tehnology of Horticultural Crops. Cooperative
Extension. USA: Univ. of California- Davis, Davis, Ca.
Kays SJ. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plants Product. Van Nostrant
Reinhold, New York: p. 120-122.
Kwolek WF. dan Bookwalter GN. 1971. Predicting, Storage, Stability Time
Temperature Data. J.Food Technology. 25 (1025): 51-57.
Labuza TP. 1982. Shelf Life Dating of Foods. USA: Food and Nutrition Press,
Inc. Westsport, Conneticut.
63
Mahendra MS, Janes J, Sucipto N. 1993. Strategi Teknologi Pasca Panen dalam
Penanganan Buah-buahan Tropis Kualitas Ekspor. Denpasar: Seminar
Strategi Mekanisasi Pertanian di Indonesia. 25 Agustus 1993.
Mousa ASM, Ali MIA, Shalaby NMM, Elgamal MHA. 1999. Antifungal Efects
of different Plant Extracts and Their Mayor Components of Selected
Aloe Species. J. Phytother Res. Vol 13, PP 401-407 [20 Februari 2007].
Pantastico EB. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Terjemahan Gajah Mada
University Press.
Park HJ, Shewfelt MS. 1994. Edible Coatings Effect on Storage Life and Quality
of Salak pondohoes. J.Food Sci. 56 (2): 568-570.
Phan CT. 1975. Respirasi dan Puncak Respirasi. Di dalam Pantastico, E.B. 1986.
Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Terjemahan Gajah Mada University
Press.
Pitt and Hocking. 1997. Fungi and Spoilage. London: Academic Press.
Reynolds T, Dweck AC. 1999. Aloe vera Leaf Gel: A review Update: Journal of
Ethnopharmacology Vol 68pp 3-37 [21 Mei 2007].
Sabari. 1983. Masalah Pemanenan Buah Salak. Sub Balai Penelitian Tanaman
Pangan, Pasar Minggu, Jakarta.
Sabari S. 1986. Perkembangan Fisik dan Kimiawi Salak Pondoh. Bul. Penel. Hort.
XIII. Hal 54-63.
Schlimme DW. 1995. Marketing Lightly Processed fruits and Vegetables. Horti.
Sci. 30(1): 15-17.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Biometrik. Cetakan Ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
65
Suhardi, Tranggono, Santoso U. 1997. Perubahan Kimia dan Sensoris Buah salak
Pondoh Selama Penyimpanan dalam Atmosfer Termodifikasi. Agritech
7 (1): 6-9.
Suter IK. 1988. Telaah Sifat Buah Salak di Bali sebagai Dasar Pembinaan Mutu
Hasil [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sutrisno, Seesar YA, Sugiyono. 2009. Pengaruh Jenis Kemasan dan Suhu
Penyimpanan terhadap Umur Simpan dan Mutu Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.) pada Simulasi Transportasi. Makalh Seminar
Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA, Mataram 8-9 Agustus 2009.
Pdf [ 5 Oktober 2010].
Utama IMS. 2001. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar. Bali: Jurnal
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali.
Widyasari RRLEA. 2002. Aplikasi Edibel Film dari Isolat Protein Kedelai dan
Asam Lemak untuk Pengawetan Buah Salak Pondoh (Salacca edulis
Reinw) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Wills, Graham, Glason MC, Hall. 1981. Postharvest an Introduction of Fruits and
Vegetables. London: Granada.
Winarno FG, Wirakartakusumah MA. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: PT.
Sastrahudaya.
Winarno FG. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. Bogor: M-BRIO
Press.
LAMPIRAN
67
Gel
Aloe vera
Kadar
Suhu Aloe 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
vera
0(%) 7.46 3.02 3.19 2.28 2.28 2.27 2.34 2.11 2.68 1.88 1.88 2.11 2.62 2.17 2.11
50(%) 8.16 3.37 3.25 2.51 2.00 2.25 2.00 2.05 2.40 1.88 2.28 2.28 2.05 2.34 2.22
10oC
75(%) 7.43 2.97 2.79 2.05 2.05 2.30 2.28 1.94 2.40 2.00 2.05 2.28 2.74 2.28 2.11
100(%) 7.46 3.02 3.19 2.28 2.28 2.27 2.34 2.11 2.68 1.88 1.88 2.11 2.62 2.17 2.11
0(%) 19.03 8.73 12.95 10.10 8.56 8.95 10.15 11.46 13.97 13.18 13.63 13.97 15.46 15.86 -
50(%) 18.74 9.01 12.55 9.07 8.33 8.09 8.16 7.76 10.04 9.81 11.07 11.92 13.80 13.57 -
26oC
75(%) 21.05 9.81 12.89 8.78 9.47 9.88 9.87 10.61 11.98 11.92 13.75 13.35 14.15 14.83 16.08
100(%) 20.71 11.46 14.03 8.78 10.78 10.70 10.61 11.41 12.38 11.75 12.26 12.72 14.32 14.37 -
69
Lampiran 2 (Lanjutan )
Kadar
Suhu Aloe 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
vera
50(%) 2.45 2.79 2.22 2.40 2.62 3.08 2.79 2.91 2.45 2.91 2.85 3.72 2.69 3.72 3.31
75(%) 2.34 2.34 2.28 2.11 2.40 2.51 2.51 2.68 2.57 2.91 2.17 3.14 3.70 2.28 3.16
10oC
100(%) 2.40 2.40 2.34 2.22 2.28 2.74 2.85 3.71 3.82 3.94 3.71 3.99 4.16 4.05 3.71
0(%) - - - - - - - - - - - - - - -
50(%) - - - - - - - - - - - - - - -
26oC
75(%) 15.97 16.31 16.43 17.11 17.40 - - - - - - - - - -
Total 3026.939 16
Corrected Total 1214.734 15
Total 1783.738 16
Suhu Kadar
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Aloe
vera
0(%) 8.80 5.33 6.64 4.15 5.48 4.49 2.02 1.93 2.21 2.61 2.10 2.17 2.70 2.13 1.97
50(%) 8.85 5.29 6.00 4.38 3.86 3.46 1.81 1.69 1.88 1.65 1.98 2.13 1.77 2.26 2.30
10oC
75(%) 8.70 4.81 5.64 3.86 4.20 3.23 2.09 1.79 1.95 1.81 1.91 1.93 2.49 2.17 2.17
100(%) 8.52 5.36 6.09 3.97 4.47 3.66 2.13 1.75 2.18 1.71 1.73 1.83 2.33 2.10 2.22
0(%) 20.68 15.10 23.56 17.52 21.95 19.84 12.07 13.38 17.96 16.52 16.43 15.74 17.93 18.80 -
50(%) 19.99 14.83 21.04 15.67 14.90 11.92 8.67 8.17 10.89 10.44 13.12 15.37 17.32 18.18 -
26oC
75(%) 20.39 14.99 20.92 14.56 15.67 11.44 9.98 10.78 13.02 13.68 15.18 15.77 16.16 18.50 21.00
100(%) 23.10 18.25 23.66 18.87 19.53 17.56 11.69 13.57 13.86 13.67 14.33 16.22 18.54 20.99 -
72
Lampiran 4 (Lanjutan)
Suhu Kadar
Aloe 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
vera
50(%) 2.21 2.67 1.94 2.36 2.52 2.73 2.43 2.22 0.94 2.61 2.46 3.13 2.50 2.68 3.43
10oC
75(%) 2.05 2.34 2.20 2.40 2.48 2.66 2.22 2.09 0.94 2.50 2.08 2.79 3.31 2.51 3.42
100(%) 2.11 2.46 2.28 2.41 2.54 2.92 2.60 3.06 0.94 3.66 3.60 3.71 3.95 3.90 3.92
0(%) - - - - - - - - - - - - - - -
50(%) - - - - - - - - - - - - - - -
o
26 C
75(%) 20.64 20.64 21.27 20.59 21.10 - - - - - - - - - -
Total 3026.939 16
Total 2051.712 12
50% 5.78 7.91 8.13 13.91 10.46 14.97 11.04 14.02 15.50 22.22
10oC
75% 6.29 7.46 12.56 9.84 10.76 15.53 12.13 18.52 15.07 16.81
100% 4.51 7.62 10.16 12.88 10.71 10.66 14.07 15.23 12.84 19.17
Total 6913.909 16
50% 1.92 2.45 2.39 2.17 2.61 2.05 2.24 2.08 1.92 2.00
10oC
75% 2.14 2.52 2.39 2.63 2.33 2.05 2.37 1.97 2.16 1.89
100% 2.03 2.42 3.07 2.16 2.69 2.54 2.24 2.34 2.30 2.22
Total 5294.799 16
Lampiran 9 (Lanjutan)
b. Pada penyimpanan hari ke-18
Total 3579.681 12
0% 1.80 a
50% 2.05 a
10oC
75% 2.05 a
100% 2.54 b
75% 0.57 c
26oC
100% 0.40 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
50% 80.84 80.16 79.03 77.76 78.70 78.98 79.09 79.57 81.45 78.99
10oC
75% 82.51 79.59 80.32 80.04 78.97 77.12 78.62 77.63 75.90 75.26
100% 82.09 80.77 81.06 77.23 79.84 79.17 82.02 79.65 78.68 77.92
Lampiran 11 Hasil analisa sidik ragam untuk kadar air daging buah salak pondoh
Lampiran 31 (lanjutan)
Uji lanjut kadar air daging buah salak pondoh pada hari ke-18
0% 79.04 a
50% 78.97 a
10oC
75% 77.12 b
100% 79.17 b
0% -
50% -
26oC
75% 73.67 c
100% 68.51 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
82
Lampiran 11 (Lanjutan)
Total 69201.061 12
Uji Lanjut Kadar Air Daging Buah Salak Pondoh pada hari ke-21
0% 78.43 a
50% 79.09 a
10oC
75% 78.62 a
100% 82.02 b
0% -
50% -
26oC
75% 70.17 c
100% 69.52 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
83
50% 19.78 17.65 18.35 19.75 18.15 18.83 18.28 16.60 17.48 15.93
10oC
75% 20.73 21.15 19.00 20.60 19.75 18.98 16.83 17.05 16.60 18.05
100% 19.68 20.13 21.33 18.45 19.03 18.65 16.38 17.53 20.00 16.45
Uji lanjut Total Padatan Terlaut (TPT) Salak Pondoh hari ke-15
0% 17.58 a
50% 18.15 a
10oC
75% 19.75 b
100% 19.03 b
0% 20.88 c
50% 21.15 c
26oC
75% 19.38 b
100% 21.18 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
85
Lampiran 13 (Lanjutan)
Uji lanjut Total Padatan Terlaut (TPT) Salak Pondoh hari ke-21
0% 17.73 b
50% 18.28 b
10oC
75% 16.83 a
100% 16.38 a
75% 21.90 c
26oC
100% 22.10 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
86
Suhu Konsentrasi 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Aloe vera
50% 2.35 1.6 2.8 3.65 3.0 3.2 2.8 3.25 4.7 4.8
10oC
75% 3.0 2.3 2.8 3.15 2.5 4.0 3.35 4.0 4.5 5.6
100% 2.85 2.35 2.65 3 2.85 4.6 3.5 3.2 3.8 6.1
Suhu Konsentrasi
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Aloe vera
50% 3.2 1.6 3.4 3.3 2.9 3.2 3.1 3.2 3.8 4.8
10oC
75% 3.25 2.8 3.2 3.6 2.2 4.4 3.2 3.7 3.9 5.6
100% 3.6 2.2 2.7 2.9 2.4 4.7 3.6 3.6 3.9 6.0
Total 195.150 16
Lampiran 16 (lanjutan)
Total 185.600 12
0% 4.1 d
50% 2.8 a
10oC
75% 3.3 b
100% 3.5 c
0% -
50% -
26oC
75% 4.5 e
100% 4.9 f
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
90
Total 188.130 16
Corrected Total 11.904 15
a. R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .950)
0% 3.1 c
75% 2.2 a
100% 2.4 a
0% 5.1 f
26oC
50% 3.8 e
75% 3.5 d
100% 3.4 d
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
91
Lampiran 17 (Lanjutan)
0% 4.8 b
50% 3.1 a
10oC
75% 3.2 a
100% 3.6 a
0% -
50% -
26oC
75% 4.1 b
100% 4.6 b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
92