Anda di halaman 1dari 108

KAJIAN PELAPISAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK

MENCEGAH BUSUK BUAH PADA SALAK PONDOH


(Salacca edulis Reinw.)

BAMBANG SUKARNO PUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pelapisan dan Suhu
Penyimpanan untuk Mencegah Busuk Buah pada Salak Pondoh (Salacca Edulis
Reinw.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini

Bogor, Agustus 2011

Bambang Sukarno Putra


ABSTRACT

BAMBANG SUKARNO PUTRA. Study The Coating and Storage Temperature


for Prevention Fruit Rot on Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.) Under
Direction of SUTRISNO and ROKHANI HASBULLAH

Snake fruit or salacca is a kind of perishable fruit. At room temperature, fresh


salacca is only able to be stored less than 12 days. The mechanism of fruit rot
during storage was influenced by mechanical, physiological and microbiological
factors that result browning discoloration on the fruit flesh, wrinkled, dry and
moldy. The aim of this research are: (1) to investigate the kinds of fruit rot on
postharvest of salak pondoh; (2) to study the effect of coating of fruit and storage
temperature on salak pondoh quality, and (3) to correlate the quality change of
salak and mold growth during storage.The result of the research showed, the
fungus occurred in fruit rot were mucor sp, aspergillus sp, fusarium sp and
penicillium sp. Fresh fruit coating using aloevera and temperature treatment
during storage had significant influence on quality changes including weight loss,
flesh and skin water content, total soluble solid, firmness and sensory value. Due
to prevention of fruit rot, Aloe vera coating was able to inhibit mold growth for 27
days during storage.

Keywords : Snake fruit , fruit rot, Aloe vera, temperature treatment

iii
RINGKASAN

BAMBANG SUKARNO PUTRA. Kajian Pelapisan dan Suhu Penyimpanan


untuk Mencegah Busuk Buah Pada Salak Pondoh (Salacca Edulis Reinw).
Dibimbing oleh SUTRISNO dan ROKHANI HASBULLAH.

Buah salak mempunyai sifat mudah rusak (perishable), apalagi didukung


oleh iklim tropis yang panas dan lembab menyebabkan daya simpan buah salak
segar akan sangat berkurang. Umumnya buah salak segar hanya dapat bertahan
disimpan selama ± 12 hari pada suhu kamar. Kerusakan yang terjadi pada buah
salak disebabkan beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor mekanis, fisis,
fisiologis dan mikrobiologis. Salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan
buah segar adalah perlakuan dengan melapisi buah tersebut dengan pelapisan
(coating) dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Tujuan
penelitian ini adalah (1) Mengetahui jenis penyakit pada tahap penanganan pasca
panen buah salak pondoh, (2) Melihat pengaruh pelapisan dan suhu penyimpanan
terhadap mutu salak pondoh, dan (3) Melihat hubungan antara perubahan mutu
salak dengan tingkat pertumbuhan cendawan.
Penelitian terdiri atas dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi : identifikasi pathogen pada busuk buah
pada salak pondoh dimana isolasi dilakukan dengan teknik direct plating. Tahap
selanjutnya melihat pengaruh perlakuan pelapisan terhadap mutu buah salak
pondoh, pada tahap ini diawali dengan pembuatan gel dari pelepah daun Aloe vera
L. selanjutnya dilakukan aplikasi pelapisan (coating) pada buah salak pondoh.
Parameter mutu yang diamati adalah perubahan laju respirasi, susut bobot,
kekerasan, kadar air, total padatan terlarut, uji organoleptik dan uji mikroba.
Pengamatan dilakukan setiap tiga hari penyimpanan sampai dengan 30 hari,
sedangkan untuk mengetahui umur simpan akan dilakukan pengamatan dengan
menggunakan nilai kekerasan sebagai indikator. Rancangan percobaan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan
faktor suhu yang terdiri dari 2 taraf (9 - 12oC dan 26 - 27oC) dan faktor
konsentrasi pelapisan (Coating) yang terdiri 3 taraf (50%, 75% dan 100%) dan
kontrol adalah salak pondoh tanpa perlakuan aloevera dan disimpan pada suhu
ruang (26oC) dilakukan dengan 2 ulangan. Data yang diperoleh akan dianalisis
dengan menggunakan analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95%
menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17, dan
apabila terdapat pengaruh perlakuan akan dilanjutkan dengan menggunakan uji
Duncan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Jenis kapang yang menyebabkan
busuk buah pada salak pondoh adalah Fusarrium sp, Aspergillus sp, Penicillium
sp dan Mucor sp. (2) Kombinasi perlakuan (suhu rendah dan coating dengan Aloe
vera) dapat memperlambat laju respirasi dibandingkan dengan tanpa perlakuan
(Kontrol). Kombinasi perlakuan yang memiliki laju respirasi terendah adalah
konsentrasi 100% dengan suhu penyimpanan 10oC (O2 3.71 ml/kg jam, CO2 3.92
ml/kg jam); dibandingkan dengan kontrol (O2 15.86 ml/kg jam, CO2 18.8 ml/kg
jam) pada hari ke-14. (3) Pada akhir penyimpanan (hari ke-30) dengan suhu
penyimpanan 10oC, konsentrasi Aloe vera yang diaplikasikan berpengaruh
terhadap mutu salak pondoh. Susut bobot terendah pada konsentrasi 75%
(16.81%) dan yang tertinggi pada konsentrasi 50% (22.22%). Kekerasan tertinggi
pada konsentrasi 100% (2.22 kgf) dan terendah pada konsentrasi 75% (1.89 kgf).
Kadar air daging buah tertinggi pada konsentrasi 50% (78.99%) dan terendah
pada konsentrasi 75% (75.26%). Total Padatan Terlarut (TPT) tertinggi pada
konsentrasi 75% (18.05 oBrix) dan terendah pada konsentrasi 50% (15.93 oBrix).
Nilai organoleptik tekstur terendah pada konsentrasi 50% (4.8) dan tertinggi pada
konsentrasi 100% (6.1). Nilai organoleptik rasa terendah pada konsentrasi 50%
(4.8) dan tertinggi pada konsentrasi 100% (6.0). (4) Konsentrasi pelapisan Aloe
vera 75% dan suhu penyimpanan 10oC memiliki pertumbuhan cendawan yang
terendah pada akhir penyimpanan salak pondoh yaitu sebesar 1.3 x 105 koloni/gram
(5) Kombinasi perlakuan terbaik untuk penanganan busuk buah pada salak adalah
pelapisan dengan Aloe vera 50% dan suhu penyimpanan 10oC (parameter mutu
kadar air daging buah yang tinggi dan nilai organoleptik yang tetap disukai)
mampu mempertahankan masa simpan salak pondoh hingga 30 hari.

Kata kunci: salak pondoh, busuk buah, Aloe vera, cendawan

v
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masala; dan Pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.
KAJIAN PELAPISAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK
MENCEGAH BUSUK BUAH PADA SALAK PONDOH
(Salacca edulis Reinw.)

BAMBANG SUKARNO PUTRA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

vii
Judul Tesis : Kajian Pelapisan dan Suhu Penyimpanan untuk
Mencegah Busuk Buah Pada Salak Pondoh (Salacca
Edulis Reinw.)
Nama : Bambang Sukarno Putra
NRP : F153 080 041

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sutrisno, MAgr Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si


Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Teknologi Pascapanen

Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 4 Agustus 2011 Tanggal Lulus: …………………..


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si

ix
PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesainya penyusunan
tesis dengan judul “Kajian Pelapisan dan Suhu Penyimpanan untuk Mencegah
Busuk Buah Pada Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.)”. Penelitian
dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai dengan Mei 2010 di
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir.
Sutrisno, M.Agr dan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si sebagai Pembimbing I dan
Pembimbing II, dan saudara-saudara seperjuangan TPP 2008, serta semua pihak
yang telah membantu atas terselesainya penulisan tesis ini.
Penghargaan yang sangat tinggi penulis ucapkan kepada ayah, ibu, abang
dan adik serta seluruh keluarga yang telah banyak memberikan dukungan moril
dan doa selama penulis bertugas belajar di IPB yang selalu menjadi sumber
inspirasi penulis dalam berkarya
Saran dan kritik sangat diharapkan, semoga hasil penelitian ini bermanfaat.
Amiin.

Bogor, Agustus 2011

Bambang Sukarno Putra


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cot Girek, Aceh Utara pada tanggal 1 Maret 1980.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Soekarno
dan Siti Mulyati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Bayeun Aceh
Timur pada tahun 1992 dan SLTP Bayeun Aceh Timur pada tahun 1995. Penulis
melanjutkan sekolah menengah di SMA Negeri 3 Banda Aceh dan lulus pada
tahun 1998.
Penulis diterima di Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Syiahkuala, Banda Aceh lewat jalur UMPTN pada tahun 1998 dan
lulus sebagai Sarjana Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian pada tahun 2005.
Penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Mayor
Teknologi Pasca Panen, Departemen Teknik Pertanian pada tahun 2008.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Syiahkuala, Banda Aceh sejak tahun 2006 sampai
sekarang.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN ................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Tujuan Penelitian .............................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................4
A. Buah Salak .......................................................................................................4
B. Pascapanen Salak .............................................................................................7
C. Penyakit Pascapanen ........................................................................................9
D. Kerusakan Pascapanen ..................................................................................12
E. Pelapisan (Coating) .......................................................................................17
F. Penyimpanan Suhu Rendah............................................................................19
III. BAHAN DAN METODE ................................................................................21
A. Tempat Dan Waktu Penelitian .......................................................................21
B. Bahan Dan Alat ..............................................................................................21
C. Metode Penelitian ..........................................................................................21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................31


A. Identifikasi Penyakit Pascapanen Salak Pondoh ............................................31
B. Pengaruh Pelapisan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi ........36
C. Pengaruh Pelapisan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah .............41
D. Pengaruh Pelapisan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Pertumbuhan
Cendawan……………………………………………………………….... 54

V. SIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................59


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................60
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Komposisi Kimia Daging Buah Salak (Setiap 100 Gr Daging Buah) ....... 6

Tabel 2 Kelas Mutu Salak Berdasarkan SNI 3167 : 2009 ...................................... 7

Tabel 3 Kandungan Gizi Salak Pondoh Super Dan Hitam ..................................... 7

Tabel 4 Komponen Bioaktif Yang Terkandung Pada Aloe Vera L. ..................... 19

Tabel 5 Deskripsi Mutu Pada Skor Organoleptik ................................................. 29

Tabel 6 Jenis Kapang yang Berkembang Pada Tahapan Pascapanen Salak Pondoh
................................................................................................................. 31

Tabel 7 Analisa Mutu Salak Pondoh Pada Hari Ke-15 Penyimpanan .................. 41

Tabel 8 Pengaruh Pelapisan Aloe Vera Dan Suhu Penyimpanan Terhadap


Pertumbuhan Cendawan ......................................................................... 55
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Buah Salak Pondoh ................................................................................ 4

Gambar 2 Diagram Alir Penelitian Tahap 1 ......................................................... 23

Gambar 3 Diagram Alir Penelitian Tahap 2 ......................................................... 25

Gambar 4 Kapang Mucor Sp ................................................................................. 32

Gambar 5 Kapang Aspergillus Sp ......................................................................... 33

Gambar 6 Kapang Penicillium Sp ......................................................................... 34

Gambar 7 Kapang Fusarium Sp............................................................................ 35

Gambar 8 Grafik Laju Konsumsi O2 Selama Penyimpanan ................................. 37

Gambar 9 Grafik Laju Produksi CO2 Selama Penyimpanan ................................ 39

Gambar 10 Perubahan Susut Bobot Salak Pondoh Selama Penyimpanan .......... 42

Gambar 11 Perubahan Kekerasan Salak Pondoh Selama Penyimpanan .............. 44

Gambar 12 Perubahan Kadar Air Daging Buah Salak Pondoh Selama


Penyimpanan ...................................................................................... 46

Gambar 13 Perubahan Total Padatan Terlarut (TPT) Buah Salak Pondoh Selama
Penyimpanan ...................................................................................... 48

Gambar 14 Nilai Organoleptik Tekstur Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan


............................................................................................................ 50

Gambar 15 Nilai Organoleptik Rasa Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan . 52


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Diagram Alir Pembuatan Gel Aloe Vera ........................................... 67

Lampiran 2 Data Laju Konsumsi O2 .................................................................... 68

Lampiran 3 Analisa sidik ragam untuk laju konsumsi O2 ...................................70

Lampiran 4 Data Laju Produksi CO2 ....................................................................71

Lampiran 5 Analisa sidik ragam untuk laju produksi CO2 ................................... 73

Lampiran 6 Data Susut Bobot .............................................................................. 74

Lampiran 7 Analisa sidik ragam untuk Susut Bobot ........................................... 75

Lampiran 8 Data Kekerasan Salak Pondoh ...........................................................76

Lampiran 9 Hasil analisa sidik ragam untuk kekerasan salak pondoh..................77

Lampiran 10 Data Kadar Air Daging Buah Salak Pondoh ................................... 78

Lampiran 11 Hasil analisa sidik ragam untuk kadar air buah salak pondoh .........80

Lampiran 12 Total Padatan Terlarut (TPT) Salak Pondoh .................................. 82

Lampiran 13 Hasil analisa sidik ragam untuk TPT salak pondoh .......................84

Lampiran 14 Data Organoleptik Tekstur ..............................................................86

Lampiran 15 Data Organoleptik Rasa ...................................................................87

Lampiran 16 Hasil analisa sidik ragam untuk organoleptik tekstur ..................... 89

Lampiran 17 Hasil Analisa sidik ragam untuk organoleptik rasa .........................90

Lampiran 18 Hasil Data Pertumbuhan Cendawan .................................................92


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Buah salak pondoh (Salacca edulis Reinw.) adalah komoditas indegenous


Indonesia dan merupakan salah satu buah unggulan Daerah Istimewa Yogyakarta
dan juga telah dimasukkan sebagai unggulan nasional karena potensinya yang
tinggi untuk dipasarkan dalam negeri, kemungkinan untuk dikembangkan sebagai
komoditas ekspor, potensinya yang baik untuk agribisnis dan agroindustri, telah
memberikan dampak positif terhadap pendapatan petani. Salak pondoh banyak
diusahakan sebagai salah satu komoditi buah-buahan yang sedang dikembangkan,
dimana produksi salak mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2004
produksi salak nasional mencapai 800.975 ton dan meningkat menjadi 805.879
ton pada tahun 2007. Oleh karena itu salak tetap mendapat prioritas
dikembangkan secara agribisnis terutama di daerah sentra produksi (Dirjen
Hortikultura 2010). Namun, peningkatan produksi pada musim-musim tertentu
ternyata menimbulkan permasalahan di bidang pemasaran, hal ini diperparah
dengan sifat fisik buah yang tergolong mudah rusak.
Buah salak mempunyai sifat mudah rusak (perishable) dan berumur
simpan pendek, hal ini didukung oleh iklim tropis yang panas dan lembab
menyebabkan daya simpan buah salak segar akan sangat berkurang. Umumnya
buah salak segar hanya dapat bertahan disimpan selama ± 12 hari pada suhu
kamar. Kadar air yang cukup tinggi yaitu sebesar 78% dan kandungan karbohidrat
sebesar 20.9 % menyebabkan salak lebih mudah busuk jika disimpan pada suhu
ruang (Depkes RI 2000).
Buah salak setelah fase matang mengalami fase penuaan (senescence)
yang disusul dengan kerusakan karena merosotnya ketahanan terhadap mikroba
(kapang) pembusuk. Kerusakan dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis, fisik,
mikrobiologis dan fisiologis. Kerusakan mekanis yang sering terjadi adalah
karena lecet, terkelupas dan memar, sedangkan kerusakan mikrobiologis terjadi
akibat infeksi dan adanya aktivitas mikroorganisme, sedangkan kerusakan
fisiologis disebabkan oleh reaksi metabolisme dalam bahan yang terjadi secara
2

alamiah sehingga mengakibatkan terjadinya pembusukan. Buah salak yang


ditumbuhi kapang diakibatkan oleh luka atau memar pada buah salak, dengan
adanya luka atau memar tersebut maka memudahkan mikroba (kapang) untuk
masuk ke dalam daging buah salak sehingga mengakibatkan buah menjadi busuk.
Penelitian yang telah dilakukan untuk mempertahankan kualitas dan
memperpanjang umur simpan buah salak masih terbatas pada penggunaan bahan
pengemas (Pudja 2009), penyimpanan pada suhu rendah (Mahendra & James
1993), atmosfer terkendali (Prabawati 1998), penyimpanan suhu rendah dan
penggunaan sistem atmosfir termodifikasi (Noorhakim 1992) dan penggunaan zat
kimia (Astuti 2007).
Untuk memenuhi kebutuhan dan peningkatan di sektor produksi perlu
diimbangi dengan kemajuan di sektor pascapanen yaitu penanganan pascapanen.
Hal ini mengingat bahwa buah salak, sebagaimana halnya produk biologis lainnya
bersifat mudah rusak. Pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan selama
penyimpanan akan menyebabkan kualitas buah salak menurun cepat sehingga
umur simpannya menjadi pendek. Salah satu cara untuk memperpanjang umur
simpan buah segar adalah perlakuan dengan melapisi buah tersebut dengan
pelapisan (coating) dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah.
Penentuan perlakuan perlu dilakukan setelah mengetahui jenis kapang yang
menyerang pada buah tersebut sehingga penggunaan coating menjadi tepat
digunakan untuk mempertahankan mutu buah salak pondoh. Menurut Baldwin et
al. (1995), komposisi pelapisan (coating) yang tepat dapat berfungsi sebagai
penahan (barrier) yang baik terhadap oksigen (O2), karbon dioksida (CO2) dan
uap air (H2O), sehingga bila diaplikasikan pada produk buah segar dapat
mempertahankan kesegaran dan mencegah terjadinya kerusakan.
Untuk memperpanjang umur simpan dan mencegah kerusakan tersebut
juga dapat ditempuh dengan cara menghambat pematangan yaitu dengan
menurunkan laju penyerapan oksigen dan pelepasan karbondioksida oleh buah
salak, hal ini dapat dilakukan dengan teknik penyimpanan suhu rendah.
Penyimpanan suhu rendah merupakan salah satu cara untuk menghambat
penurunan mutu buah-buahan, karena akan mengurangi kelayuan akibat
kehilangan air, penurunan laju reaksi kimia (termasuk laju respirasi) dan laju
3

pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan (Watkins 1971). Semakin


rendah suhu yang digunakan, semakin lambat pula reaksi kimia, aktivitas enzim
dan pertumbuhan mikroba. Oleh sebab itu pada penelitian ini dicoba dilakukan
pelapisan kulit buah salak menggunakan pelapisan (coating) dengan berbagai
variasi konsentrasi dan penyimpanan pada suhu rendah untuk mempertahankan
kualitas dan memperpanjang umur simpan buah salak pondoh segar.

B. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian


Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji pelapisan buah dan suhu
penyimpanan untuk mencegah busuk buah pada salak pondoh, dengan tujuan
khususnya yaitu :
1. Mengetahui jenis penyakit pada tahap penanganan pasca panen buah salak
pondoh.
2. Melihat pengaruh pelapisan dan suhu penyimpanan terhadap mutu salak
pondoh.
3. Melihat hubungan antara perubahan mutu salak dengan tingkat pertumbuhan
cendawan.
Sesuai dengan tujuannya, maka dari penelitian ini diharapkan diperoleh
manfaat sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui perlakuan yang digunakan untuk menangani penyakit pada
tahap penanganan pasca panen buah salak pondoh.
2. Dapat mengetahui pengaruh pelapisan dan suhu penyimpanan terhadap mutu
dan tingkat pertumbuhan cendawan pada buah salak pondoh.
3. Dapat diaplikasikan oleh para petani atau para pengusaha industri salak
pondoh.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Buah Salak
Buah salak berasal dari tanaman salak (Salacca edulis Reinw.) yang
tergolong dalam ordo Spadiciflorae, famili Palmae dan genus Salacca, termasuk
tanaman hortikultura asli Indonesia (Setiadiredja 1982). Berikut adalah klasifikasi
ilmiah salak:

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Salacca
Spesies : S. zalacca

Buah salak mempunyai bentuk bulat atau bulat segitiga, terdiri atas kulit,
daging buah dan biji. Kulit salak tersusun atas sisik kulit berwama coklat, coklat
kekuningan atau coklat kehitaman, dengan ujung sisik agak tajam. Daging buah
salak berwama putih kekuningan atau putih kecoklatan, tidak berserat dan terdiri
dari satu, dua atau tiga suku dengan atau tanpa anakan, yang masing-masing
dilapisi kulit ari yang sangat tipis, hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:

Gambar 1 Buah salak pondoh

Menurut Sabari (1983), nama yang diberikan pada jenis-jenis salak yang
ada didasarkan atas beberapa cara, diantaranya dengan nama daerah asalnya,
warna daging buah, warna kulit buah dan rasa daging buahnya. Nama salak
menurut daerah asalnya inilah yang populer di masyarakat dan disebut kultivar
(Suter 1988). Kultivar yang terkenal antara lain adalah salak Bali (Bali), salak
5

Condet (Jakarta), salak Gondanglegi (Malang) dan salak Manonjaya


(Tasikmalaya). Jenis salak yang dinamakan berdasarkan warna kulit buahnya
adalah salak Putih atau salak Gading. Jenis salak yang didasarkan atas rasa daging
buahnya adalah salak Madu atau salak Kopyor dan salak Pondoh (Suter 1988).
Salak pondoh merupakan jenis salak yang paling terkenal di daerah
Sleman, Yogyakarta. Daerah penghasil salak pondoh tersebar pada tiga
kecamatan, yaitu Tempel, Turi dan Pakem, khususnya di desa Soka, Turi dan
Candi. Keunggulan jenis salak ini dibandingkan dengan salak lain adalah buahnya
manis meskipun masih muda dan gurih tanpa rasa sepat (Nuswamarhaeni et al.
1989). Hal ini dipengaruhi oleh komposisi kimianya, yaitu kandungan taninnya
yang relatif kecil 0.08% dan kandungan gulanya yang relatif tinggi 23.30%
dengan kandungan total asam yang kecil 0.32% (Sabari 1986). Sebagai
perbandingan, salak Gula Pasir yang juga ditanam di Daerah Istimewa
Yogyakarta, berasa manis dan juga tidak sepat mempunyai kandungan tanin
0.31%, kandungan gula 15.54% dan total asam 0.37% (Suter 1988), sedangkan
salak Suwaru pada umur petik optimal mempunyai kandungan tanin 0.27 - 0.45%,
kandungan gula 31.14 - 38.10% dan total asam 0.47 - 0.66% (Sulusi et al. 1996).
Komposisi kimia daging buah salak berubah dengan makin meningkatnya
umur buah dan bervariasi menurut varietasnya. Salak pondoh mempunyai
kandungan kimiawi yang relatif konstan pada umur 5 bulan sesudah penyerbukan.
Pada saat ini kadar gulanya mencapai nilai tertinggi, sedangkan kadar asam dan
taninnya adalah terendah. Oleh sebab itu, umur 5 bulan merupakan saat petik yang
baik untuk konsumsi, karena pada saat itu buah rasanya manis dan rasa asamnya
hampir tidak ada.
Buah salak mengandung kadar air yang cukup tinggi yaitu sebesar 78%,
kandungan karbohidrat sebesar 20.9 % dan kandungan kalori 77%. Kandungan ini
dalam jumlah yang cukup baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan dapat
memenuhi kebutuhan kalori bagi tubuh manusia. Kandungan nutrisi buah salak
seperti ditunjukkan pada Tabel 1 berikut :
6

Tabel 1 Komposisi kimia daging buah salak (setiap 100 gr daging buah)
Komponen Kandungan Gizi
Kalori 77.0 kalori
Air 78.0 gram
Protein 0.4 gram
Lemak 0.0 gram
Karbohidrat 20.9 gram
Kalsium 28.9 miligram
Fosfor 18.0 miligram
Besi 4.2 miligram
Vitamin C 2.0 miligram
Vitamin B1 0.04 miligram
Sumber : Depkes RI: 2000

Bila dibandingkan dengan tiga varietas yang lain, yaitu salak Sleman,
salak Bali dan salak Condet, ternyata salak Pondoh mempunyai rasio gula asam
yang tertinggi (72.81), disusul salak Sleman (52.44), salak Bali (41.47) dan yang
terendah salak Condet 38.87 (Sabari 1983). Bentuk penampilan salak Pondoh juga
agak berbeda dibandingkan buah salak yang lain, yaitu mendekati bundar,
ukurannya relatif kecil (30 - 100 gram), teksturnya lebih keras, warna dagingnya
lebih putih tetapi warna kulitnya lebih hitam (Hastuti & Ari 1988).
Pada saat ini dikenal ada 5 macam salak Pondoh, yaitu salak Pondoh
Hitam, salak Pondoh Merah, salak Pondoh Merah Hitam, salak Pondoh Kuning
dan salak Pondoh Merah Kuning (Setiadi 1989). Salak Pondoh Hitam mempunyai
warna kulit paling gelap, bentuk paling bulat, ukuran relatif kecil namun
mempunyai rasa paling manis. Menurut Nuswamarhaeni et al. (1989), salak
Pondoh Hitam mempunyai warna yang tidak menarik tetapi mempunyai rasa
paling enak.

Standar Mutu Salak


Berdasarkan standar mutu salak yang tercantum dalam SNI 3167 : 2009
maka salak dibagi atas 2 (dua) kelas mutu, yaitu kelas A dan kelas B, hal ini dapat
dlihat pada Tabel 2, dimana pemutuan ini berdasarkan tingkat kandungan didalam
buah salak pondoh. Ukuran berat dibagi atas ukuran besar untuk salak yang
berbobot 61 gram atau lebih per buah, ukuran sedang berbobot 33 – 60 gram/
buah, dan ukuran kecil berbobot 32 gram atau kurang per buah.
7

Tabel 2 Kelas mutu salak berdasarkan SNI 3167 : 2009


Tingkat kelas A kelas B
Ketuaan Seragam tua Kurang seragam
Kekerasan Keras Keras
Kerusakan Kerusakan kulit buah Utuh Kurang utuh
Ukuran Seragam Seragam
Busuk (bobot/bobot) 2% 5%
Kotoran Bebas Bebas
Toleransi Mutu 10% 10%
Sumber : SNI 2009
Kandungan gizi jenis salak pondoh super dan salak pondoh hitam
berdasarkan hasil analisis laboratorium dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3 Kandungan gizi salak pondoh super dan hitam


No Jenis Salak Kadar gula Kadar asam Vitamin C
Pondoh total (%) (mg/l00g) mg/100g
1 Hitam 16.44 0.707 8.42
2 Super 15.62 0.781 8.53

Dari tabel diatas terlihat bahwa gula salak pondoh hitam lebih tinggi dari
pada salak pondoh super, namun kadar asam dan vitamin C salak pondoh super
lebih tinggi.

B. Pascapanen Salak
1) Penanganan Panen dan Pasca Panen (Segar) Buah Salak Pondoh
Buah salak dipanen dengan cara memotong tangkai tandan dengan
menggunakan sabit, pisau yang tajam atau gergaji. Buah salak termasuk buah non
klimakterik sehingga hanya dapat dipanen jika benar-benar telah matang di pohon,
yang ditandai dengan sisik yang telah jarang, warna kulit buah merah kehitaman
atau kuning tua, bulu-bulu di kulit telah hilang, bila dipetik mudah terlepas dari
tangkai dan beraroma salak. Panen dilakukan dalam keadaan cuaca kering (tidak
hujan) pada pagi hari (pukul 9–10 pagi) saat buah sudah tidak berembun. Jika
panen dilakukan pada saat terlalu pagi dan buah masih berembun maka buah akan
mudah kotor dan bila luka sangat rentan terserang penyakit. Bila panen dilakukan
pada siang hari, buah akan mengalami penguapan sehingga susut lebih banyak,
sedangkan bila pada sore hari dapat berakibat lamanya waktu menunggu, kecuali
harus bekerja pada malam hari (Sabari 1983).
8

Salak dipanen saat berumur 5–6 bulan setelah berbunga. Untuk salak
pondoh, panen raya terjadi pada periode November – Januari, masa panen sedang
terjadi pada Mei – Juli, masa panen kecil pada periode Februari – April, dan masa
istirahat (kosong) terjadi pada periode Agustus – Oktober. Buah yang masih dapat
dipanen pada masa istirahat disebut buah “slandren” (Arief 2003). Buah salak
pondoh sebenarnya dapat dipanen sebelum berumur 5 bulan (setelah berbunga)
karena rasanya sudah manis dan tidak sepat meski masih muda, namun akan
diperoleh buah berukuran kecil dan beraroma lemah karena komponen penyusun
aroma buah salak belum terbentuk optimal (Suhardjo et al. 1995).

2) Pengumpulan dan Pembersihan


Buah salak yang dipanen dimasukkan ke dalam keranjang bambu atau peti
kayu yang diberi alas daun-daunan. Beberapa petani maju menggunakan peti
plastik jenis HDPE (high density polyethylene) untuk membawa salak dari kebun
ke kios atau toko yang sekaligus sebagai tempat pengumpulan dan pengemasan.
Buah salak diletakkan di tempat yang teduh, seperti di bawah pohon atau
naungan, untuk melindungi dari sengatan matahari yang dapat meningkatkan suhu
buah salak sehingga mempercepat kerusakan (Suhardjo et al. 1995).
Kebersihan salak berpengaruh terhadap masa simpan buah salak. Tandan
salak sering diletakkan dekat dengan permukaan tanah sehingga kotoran dapat
menempel pada buah salak dan menyebabkan binatang-binatang kecil yang
menyukai tempat lembab sering bersembunyi di antara buah dalam tandan.
Pembersihan buah salak dilakukan dengan menyikat buah menggunakan sikat ijuk
atau plastik dengan gerakan searah susunan sisik (Suhardjo et al. 1995) sehingga
buah salak bersih dari kotoran dan sisa-sisa duri, bersamaan dengan pembersihan
dapat dilakukan sortasi dan pemutuan (grading).

3) Sortasi dan Pemutuan


Sortasi bertujuan memilih buah yang baik, tidak cacat, dan dipisahkan dari
buah yang busuk, pecah, tergores atau tertusuk. Selain itu berguna untuk
membersihkan buah salak dari kotoran, sisa–sisa duri, tangkai dan ranting.
Khusus pada salak bali untuk tujuan pasar lokal tidak dilakukan sortasi
(Damayanti 1999). Pemutuan bertujuan menyeragamkan ukuran dan mutu buah
9

sehingga mendapatkan harga jual yang lebih tinggi. Sebelum dikemas dalam
karung anyaman pandan.
Untuk pasar ekspor, persyaratan mutu lebih tinggi dengan mengikuti
standar yang ditetapkan pembeli luar negeri. Pasar Eropa menetapkan persyaratan
keutuhan buah, kesegaran, kehalusan permukaan kulit buah, bebas dari kerusakan
fisik, bahan kima, mikrobiologis ataupun bau asing, derajat ketuaan yang tepat
dan keadaan yang baik sampai tujuan (Suhardjo et al. 1995).

4) Penyimpanan
Penyimpanan yang dilakukan petani atau pedagang hanya bersifat
sementara dan dilakukan di lapangan. Petani dan pedagang belum melakukan
kegiatan penyimpanan yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan buah
salak sebelum dipasarkan. Buah yang telah disortasi dan digolongkan dikemas ke
dalam karung anyaman pandan atau keranjang menunggu dimuat ke sarana
pengangkutan.

C. Penyakit Pascapanen
Penyakit pascapanen selalu menjadi kendala di semua produk hortikultura
karena keberadaan penyakit pascapanen sangat menentukan tujuan akhir produk
yang disimpan atau dijual. Akibat yang ditimbulkan karena adanya penyakit
pascapanen sangat beragam dan menentukan besarnya kehilangan pascapanen,
serta dapat menurunkan pendapatan produsen atau petani. Selain itu, adanya pe-
nyakit pascapanen pada produk setelah dipanen akan berpengaruh terhadap
banyak hal, terutama pada konsumen. Oleh karenanya, perlu diambil tindakan
untuk mengendalikan penyakit pascapanen, yaitu berupa pencegahan terhadap
munculnya penyakit yang dapat dilakukan sejak dini.
Busuk buah merupakan masalah serius didalam penanganan dan proses
pascapanen. Busuk buah dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya lentisel,
kandungan kalsium, susunan dinding sel, ukuran dan kemasakan buah saat
dipanen, senyawa fenol, pengelolaan kebun, dan kondisi ruang simpan. Masing-
masing faktor mempunyai peranan tersendiri di dalam menyebabkan buah busuk.
Kondisi ruang simpan sangat menentukan daya simpan buah dan terhindarnya dari
pembusukan. Kondisi ruang simpan yang baik dan sesuai akan memperkecil
10

tingkat pembusukan buah. Perlakuan pascapanen sangat menentukan daya tahan


buah terhadap patogen. Buah atau sayur yang telah dipanen yang tidak
diperlakukan dengan perlakuan tertentu, akan memperpendek umur optimum
produk tersebut. Maka untuk produk pascapanen dalam skala kecil tidak
memerlukan alur panjang sampai ke konsumen, sehingga petani akan langsung
menjual produknya di pasar lokal (Soesanto 2006).
Berikut ini dikemukakan masing-masing faktor, kaitannya dengan tingkat
keparahan penyakit pascapanen.

1) Mikroba Patogen
Mikroba patogen mudah ditemukan, baik selama buah berada di tanaman
maupun di dalam ruang simpan. Meskipun demikian, hanya beberapa jenis
patogen yang mampu tumbuh dan berkembang, serta menimbulkan kerusakan
pada produk pascapanen. Pertumbuhan mikroba patogen pascapanen sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, khususnya suhu, pH, nutrisi, dan kandungan
air yang harus tersedia. Suhu sangat berperanan dalam pertumbuhan dan
perkembangan jamur patogen pascapanen (Soesanto 2006).
Adanya lapisan air di permukaan buah akan menyebabkan tingginya
kelembapan di sekitar buah dan hal ini mampu menyebabkan konidium atau spora
kapang untuk aktif tumbuh dari periode tak bergerak. Status fisiologi inang
mempengaruhi serangan patogen, terutama dikaitkan dengan kadar air (Soesanto
2006). Selanjutnya, patogen memerlukan nutrisi untuk pertumbuhannya. Nutrisi
tersebut keluar dari sel yang rusak di daerah luka. Sementara, untuk patogen yang
menginfeksi melalui lentisel, kebutuhan nutrisinya dipasok dari nutrisi yang
keluar dari sel di sekeliling lentisel, khususnya setelah rusak, dalam kondisi
anaerob, atau saat penuaan jaringan (Soesanto 2006).
Perkembangan penyakit pascapanen tergantung pada kemampuan patogen
untuk menghasilkan enzim, yang mengakibatkan hilangnya kekompakan jaringan
dan pemisahan sel tunggal. Pektat polisakarida terutama menyusun bahan antarsel
yang menyatukan dinding sel tanaman. Oleh karenanya, sel dari jaringan yang
terurai tersebut meningkat permeabilitasnya dan mati, dan memungkinkan
merembesnya hasil metabolisme inang yang digunakan sebagai substrat untuk
pertumbuhan patogen (Soesanto 2006).
11

2) Interaksi Inang
Setiap jenis buah dan sayur hanya diserang oleh kelompok jamur parasit
dan kemungkinan oleh bakteri, yang unik dan relatif kecil. Kelompok ini
memerlukan persyaratan nutrisi dan kemampuan enzimatis untuk
perkembangannya di dalam jaringan inangnya. Kerentanan buah dan sayur sangat
dipengaruhi oleh pematangan pada saat panen dan seterusnya oleh perubahan
fisiologi yang terjadi. Hasil penelitian Amiarsi et al. (1996) menunjukkan bahwa
kerusakan buah salak meningkat dengan bertambahnya umur simpan. Kerusakan
tersebut sebagai akibat keaktifan mikroba yang dikenal dengan penyakit busuk
lunak karena jamur Thielaviopsis sp. Salak juga menjadi lebih rentan terhadap
Botrytis pada suhu 5°C dan meningkat dengan makin lamanya penyimpanan
(Soesanto 2006).

3) Lingkungan
Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi baik tanaman maupun
patogennya. Penanganan pascapanen terbaik yang perlu dilakukan untuk
memelihara produk buah dan sayur segar adalah 1) mengelola produk dalam
kondisi optimum untuk konsumsi, dan 2) mencegah serangan patogen.
Konsep segitiga penyakit, yang secara umum dikenal di dunia penyakit
tanaman, berlaku juga dalam penyakit pascapanen karena terkait dengan berat
ringannya tingkat keparahan penyakit pascapanen. Faktor penentu tingkat
keparahan penyakit pascapanen tersebut berperan penting dalam menentukan
timbul dan berkembangnya penyakit pascapanen, baik selama di penyimpanan
maupun di pemasaran. Penyakit pascapanen sangat menentukan kelangsungan
produk tanaman setelah dipanen, sehingga perlu diketahui macam faktor yang
berperan dalam menentukan keparahan penyakit pascapanen tersebut (Soesanto
2006).

D. Kerusakan Pascapanen
Buah salak pondoh yang telah dipanen dapat mengalami kerusakan.
Pengertian rusak menurut Suter (1988), yaitu bila buah menunjukkan adanya
penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca
indera, seperti buah sudah layu, ditumbuhi jamur yang tampak secara visual,
12

berbau busuk, buah menjadi lunak dan berair serta tidak layak lagi untuk
dikonsumsi. Kerusakan pada buah salak dapat terjadi mulai pada saat pemanenan,
setelah pemanenan dan pada saat penyimpanannya.

1) Kerusakan Saat Pemanenan


Pemanenan salak dilakukan dengan cara memotong tangkai tandan dengan
menggunakan sabit. Pada saat pemanenan ini dapat terjadi kerusakan luka pada
buah salak. Jenis kerusakan yang terjadi berupa kerusakan mekanis seperti luka
terpotong, kerusakan fisiologis berupa pecah kulit dan kerusakan mikrobiologis
berupa busuk.
Kerusakan mekanis yang terjadi pada saat pemanenan adalah terjadinya
luka terpotong pada kulit buah salak. Akibat luka ini sebagian kulit buah akan
terkelupas dan daging buahnya akan tampak atau dapat pula sebagian daging buah
terpotong oleh sabit. Kerusakan pada saat pemanenan ini sangat jarang terjadi
karena petani melakukan pemanenan secara hati-hati dan petani sudah terbiasa
melakukan pemanenan. Kerusakan pada buah salak dapat pula terjadi sebelum
salak-salak tersebut dipanen, seperti kerusakan fisiologis berupa pecah kulit pada
buah salak. Buah salak yang mengalami pecah kulit juga mengakibatkan daging
buah tampak dari luar. Bagian daging buah yang tampak memiliki warna yang
lebih gelap dibandingkan dengan warna daging buah yang masih tertutup oleh
kulit (Suter 1988).
Kerusakan buah pecah kulit menurut Suter (1988) kemungkinan
disebabkan karena tidak seimbangnya perkembangan daging buah dengan kulit
buahnya. Keadaan ini dapat terjadi akibat penundaan saat pemanenan pada buah
salak sehingga buah salak sudah terlalu tua. Sebelum buah dipanen juga dapat
terjadi kerusakan mikrobiologis akibat serangan jamur. Kerusakan ini dapat
terjadi bila buah salak di pohon menempel pada permukaan tanah atau buah salak
tertutup oleh tanah. Kerusakan ini mengakibatkan buah busuk ketika masih berada
dí pohon karena serangan jamur yang berasal dari tanah. Untuk mencegah
kerusakan mikrobiologis ini petani umumnya selalu mernbersihkan dan menjaga
buah salak di pohon agar tidak tertutup oleh tanah (Soesanto 2006).
13

2) Kerusakan Setelah Pemanenan


Jenis kerusakan yang dapat terjadi setelah pemanenan adalah kerusakan
mekanis berupa luka pada kulit buah dan memar pada daging buah. Kerusakan
mekanis pada buah salak setelah pemanenan dapat terjadi pada saat
penanganannya, yaitu ketika dilakukan pembersihan kotoran pada permukaan
kulit buah salak dan ketika meletakkan salak ke dalam wadah penyimpanan
berupa keranjang dan peti kayu (Wiyana 2006).
Pada kulit buah salak sering terdapat kotoran berupa tanah atau pun
dedaunan yang menempel. Keadaan ini disebabkan karena buah salak tumbuh
didekat permukaan tanah, yaitu sekitar 5 cm bahkan ada pula buah salak yang
letaknya menempel pada permukaan tanah. Ketika dilakukan pembersihan pada
permukaan kulit buah salak dan ketika salak dimasukkan dalam kemasannya
dapat terjadi pelepasan buah dari tandannya secara tidak disengaja. Pelepasan
buah dari tandan ini dapat mengakibatkan terjadinya luka pada bagian pangkal
buah berupa terkelupasnya kulit buah salak, sehingga sebagian daging buah salak
akan tampak (Wiyana 2006).
Selain terjadinya luka pada bagian pangkal buah, juga dapat terjadi
kerusakan berupa memar pada buah salak akibat terjatuhnva buah, benturan antara
buah salak dengan buah salak dan benturan antara buah salak dengan
kemasannya. Kerusakan memar pada buah salak ditandai dengan terbentuknya
bagian yang lunak pada daging buah salak. Apabila kulit buah salak yang memar
dikupas, maka akan tampak daging buah yang berwarna lebih gelap dibandingkan
dengan warna daging buah sekitarnya (Wiyana 2006).

3) Kerusakan Penyimpanan
Jenis kerusakan yang terjadi pada saat penyimpanan berupa kerusakan
fisiologis seperti pencoklatan serta kerusakan mikrobiologis berupa busuk dan
pertumbuhan jamur. Kerusakan penyimpanan salak pondoh tidak terjadi di
kalangan petani, tetapi umumnya terjadi di kalangan pedagang (Winarno &
Wiranatakusumah 1981).
Pelunakan pada daging buah menurut Winarno dan Wiranatakusumah
(1981) dan Wills et al. (1981) disebabkan karena protopektin, yaitu pektin yang
tidak dapat larut dalam air jumlahnya menurun karena diubah menjadi pektin yang
14

dapat larut dalam air, sehingga ketegaran sel berkurang. Protopektin pada buah-
buahan dan sayuran terdapat di dalam lapisan antar sel dan dinding sel pertama
dari buah (Winarno & Wiranatakusumah 1981).
Pada buah yang sudah lunak ada yang terbentuk warna coklat pada daging
buahnya. Pembentukan warna coklat pada daging buah ini dimulai pada bagian
pangkal buah. Hal ini kemungkinan disebabkan terjadinya reaksi browning
enzimatis pada bagian pangkal buah tersebut. Karena adanya rongga udara yang
lebih besar pada bagian pangkal buah dibandingkan dengan bagian buah lainnya,
rongga udara ini dapat mengoksidasi senyawa fenolik pada buah secara enzimatis
membentuk senyawa ortoquinon, yang selanjutnya akan berpolimerisasi
membentuk pigmen coklat atau melanin. Enzim yang mengkatalisa oksidasi ini
umumnya dikenal sebagai fenolase, polifenol oksidase. tirosinase atau
catecholase. Adanya senyawa fenolik, enzim dan oksigen mutlak diperlukan untuk
terjadinya reaksi pencoklatan tersebut dinamakan reaksi browning enzimatis
(Muchtadi 1978).

4) Tanda-Tanda Kerusakan
Kerusakan yang terjadi pada buah salak saat pemanenan. setelah
pemanenan dan selama penyimpanan dapat digunakan sebagai acuan dasar pada
penentuan kerusakan salak selama penyimpanan pada penelitian tahap II.
Kerusakan yang terjadi pada salak saaat pemanenan dan setelah
pemanenan dijadikan dasar untuk memilih salak yang akan disimpan pada
penelitian tahap II. Sehingga salak yang digunakan hanyalah salak yang baik,
yaitu bentuk buah masih utuh. tidak ada cacat pada kulit buah, daging buah masih
keras. beraroma salak dan tidak ditumbuhi jamur.
Sedangkan kerusakan penyimpnanan digunakan sebagai dasar penentuan
umur simpan salak pondoh. Salak dikatakan rusak selama penyimpanan bila telah
terdapat sátu atau lebih dari tanda-tanda salak yang rusak berikut ini, yaitu (1)
terbentuknya warna coklat pada daging buah salak. (2) terbentuknya aroma salak
yang menyimpang atau berbau alkohol, (3) terdapat pertumbuhan jamur pada kulit
buah serta (4) daging buah menjadi lunak dan (5) busuk.
15

5) Mekanisme Terjadinya Busuk Buah Salak Pondoh

Kerusakan buah salak pondoh ternyata disebabkan pertama oleh faktor


mekanis seperti benturan diantara buah salak itu sendiri, buah dengan wadah,
gesekan, tekanan dan buah terjatuh dari tandannya. Bahkan Suter (1988)
menyatakan bahwa kerusakan mekanis buah salak terjadi karena kurang hati-hati
pada saat pemanenan, pengumpulan buah, pengemasan dan pengangkutan. Kedua,
faktor fisiologis seperti respirasi yang secara alami senantiasa berlangsung sejak
tandan buah tersebut dipangkas dari pohonnya sampai saat penyimpanan buah
salak dilakukan. Ketiga, faktor mikrobiologis seperti lingkungan kebun yang tidak
bersih menyebabkan banyak mikrobia khususnya jamur berpeluang untuk
mengkontaminasi buah salak terutama dari bagian pangkal buah setelah buah
salak tersebut terlepas dari bagian tandannya. Selain ketiga faktor diatas,
penyebab kerusakan buah salak adalah faktor biologis seperti serangan serangga
atau hama tikus yang menyukai buah salak masak. Penundaan pemanenan dalam
upaya untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi justru menyebabkan buah salak
kelewat masak dan sebagian kulitnya pecah baik secara melintang atau membujur,
dengan demikian kualitas buah salak menjadi turun.
Berbagai faktor tersebut diatas terbukti sebagai pemicu timbulnya luka,
memar, pecah kulit, berjamur, busuk dengan bau menyengat, terjadi perubahan
warna, buah menjadi layu dan kering seperti yang diungkapkan oleh Ryall dan
Lipton (1983). Luka dan memar dapat memacu timbulnya kerusakan lain seperti
kerusakan fisiologis dan mikrobiologis karena pada bagian yang luka atau memar
akan terjadi perubahan warna daging buah menjadi coklat dan invasi mikrobia
sehingga setelah pencoklatan daging buah berlangsung segera diikuti
pembusukan. Berbagai jenis kerusakan buah salak tersebut ternyata berlangsung
sejak di kebun atau saat panen, di tingkat pedagang pengepul dan selama
penyimpanan 7 hari dalam besek bambu pada suhu 22°C – 26°C.

6) Perubahan Warna Coklat pada Daging Buah


Apabila buah salak yang memar atau luka tersebut lolos dari tahapan
sortasi dan masuk pada tahap penyimpanan, maka daging buah salak akan
berubah warnanya secara cepat dari krem atau kuning susu menjadi coklat.
16

Perubahan warna pada buah salak yang luka terjadi setelah luka berlangsung 1
jam, dan untuk buah salak memar maka pencoklatan daging buah baru
berlangsung secara nyata 1 hari setelah peristiwa memar berlangsung. Perubahan
warna tersebut sebenarnya lebih disebabkan oleh aktivitas enzim polifenol
oksidase yang mengubah senyawa polifenol menjadi melanin yang berwarna
coklat (Eskin et al. 1971). Perubahan warna daging buah salak tersebut diperkuat
oleh Haard (1985) yang menyatakan bahwa jalur asam suksinat dimulai dari
reaksi erithrosa-4-fosfat dengan fosfoenol piruvat melalui beberapa senyawa
antara menjadi asam shikinat, quinat, klorogenat, asam amino aromatik, lignin,
pigmen flavonoid dan substrat fenolase. Enzim fenolase (polifenoloksidase) dapat
mengkatalisis oksidasi senyawa polifenol menjadi quinon dan selanjutnya
mengalami polimerisasi menjadi melanoidin berwarna coklat. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan ternyata penundaan pemanenan terlalu lama dapat
pula menyebabkan warna coklat pada bagian punggung daging buah salak
pondoh.

7) Kisut dan Kering


Proses respirasi dan transpirasi yang berlangsung secara alamiah di dalam
buah setelah panen dapat menyebabkan perubahan sifat fisiko-kimia selama
penyimpanan yang meliputi kenampakan, kadar air, pH, asam organik, vitamin C,
gula reduksi, tannin dan tekstur buah. Perubahan tersebut dapat menurunkan
kualitas buah salak segar dan secara visual salak tampak layu, keriput dan kering.
Hal demikian juga dijumpai pada penelitian yang ditakukan oleh Mahendra et al.
(1993) yang menyatakan bahwa makin cepat aliran udara dan makin rendah
kelembaban maka proses respirasi dan transpirasi berlangsung lebih cepat
sehingga buah cepat menjadi lunak, layu, mengkerut dan pada akhirnya
menyebabkan susut berat.

8) Berjamur dan Busuk


Kerusakan oleh mikrobia menyebabkan buah salak berjamur, busuk, lunak
dan berair disertai bau menyengat, Kontaminasi mikrobia pada buah salak
terutama disebabkan oleh jamur yang menyerang kulit buah, pangkal buah atau
bagian buah yang luka dan memar. Menurut Kusumo et al. (1995) buah salak
17

dapat diserang jamur Ceratocystis paradosa yang berwarna hitam atau Fusarium
sp. yang berwarna putih. Disamping jamur, daging buah salak dapat pula diserang
oleh khamir, dan menurut Pitt dan Hocking (1985), khamir yang biasanya
merusak buah-buahan segar adalah jenis Klockera apiculata atau jenis
Rhodotorula sp, Sementara itu Suter (1988) menduga bahwa khamir yang
menyerang buah salak adalah jenis Candida sp. dan Saccharomyces sp,
Murtiningsih et al. (1996) mengemukakan bahwa buah salak khususnya jenis
Condet, Pondoh dan Suwaru banyak terinfeksi oleh mikrobia patogen
Thielaviopsis sp.

E. Pelapisan (Coating)
Teknik pengawetan buah dan sayuran dengan penggunaan coating
sebenarnya sudah dilakukan sejak abad ke-13 di China dimana buah-buahan pada
zaman itu dicelupkan kedalam cairan lilin panas dengan tujuan fermentasi. Kini,
aplikasi coating digunakan pada buah-buahan dan sayuran untuk mengurangi
terjadinya kehilangan kelembaban, memperbaiki penampilan, berperan sebagai
barrier yang baik (bersifat selective permeable) untuk pertukaran gas dari produk
ke lingkungan atau sebaliknya, serta memiliki fungsi sebagai antifungal dan
antimikroba (Krochta et al. 1994). Selain untuk memperpanjang umur simpan,
film atau selaput banyak digunakan karena tidak membahayakan kesehatan
manusia, dapat dimakan serta mudah diuraikan alam (biodegradable). Beberapa
coating komersial yang tersedia umum berbagai warna dan juga diperkaya dengan
vitamin serta zat-zat gizi lainnya untuk melakukan perbaikan gizi tanpa merusak
keutuhan produk pangan (Rimadianti 2007)
Menurut Donhowe dan Fennema (1994), metode untuk aplikasi coating
pada buah dan sayuran terdiri dari beberapa cara, yakni metode pencelupan
(dipping), pembusaan, penyemprotan (spraying), penuangan (casting), dan
aplikasi penetesan terkontrol. Metode dipping merupakan metode yang paling
banyak digunakan terutama untuk sayuran, buah, daging, dan ikan, dimana
melalui metode ini produk akan dicelupkan kedalam larutan yang digunakan
sebagai bahan coating. Menurut Krochta et al. (1994), secara umum ada tiga
kelompok materi yang biasa digunakan untuk pembuatan film atau coating, yakni
protein, polisakarida, dan lipid (termasuk lilin, emulsifier, serta turunannya).
18

Menurut Andriana (2000) pelapisan menggunakan isolat protein 0.5% dan


asam lemak stearat palmitat 0.5% pada buah salak pondoh terolah minimal
cenderung memperlambat penurunan kadar air sebesar 0.64% pada suhu 5°C,
memperlambat penyusutan bobot sebesar 0.08% pada suhu 5°C, memperlambat
penurunan total gula sebesar 0.35% pada suhu 5oC, dan memperlambat pelunakan
sebesar 4.01% pada suhu 5°C. Suhu penyimpanan yang terbaik untuk salak
pondoh terolah minimal dengan coating adalah pada suhu penyimpanan 5°C
dengan kelembaban 65-70%. Pada kondisi ini umur simpan buah salak dapat
diperpanjang sampai dengan 10 hari penyimpanan dibandingkan dengan suhu
kamar yang tahán hingga 2 hari penyimpanan.
Menurut Wrasiati et al. (2001) Pelapisan lilin pada perrnukaan kulit buah
salak Bali dapat memperpanjang umur simpan buah salak yang semula 7 hari
menjadi 12 hari dan dapat mempertahankan kualitas salak Bali segar karena dapat
menghambat susut bobot, kehilangan air dan pembentukan gula reduksi serta
mempertahankan pH, total asam organik, vitamin C, dan tanin selama
penyimpanan. Pelapisan lilin dengan konsentrasi 10% memberikan hasil terbaik
terhadap kualitas salak Bali dengan tingkat kerusakan kurang dari 20%, dan waktu
penyimpanan paling lama yaitu 12 hari.
Produksi senyawa fenol sangat berkaitan erat dengan perkembangan
pembusukan dan juga bertalian dengan perkembangan ketahanan buah. Senyawa
fenol di dalam buah akan menurun dengan meningkatnya pemasakan buah dan
meningkatnya kerentanan buah. Selain itu, senyawa fenol juga berperan dalam
kenampakan dan tekstur buah busuk. Seperti halnya busuk buah pada salak
pondoh
Menurut Krochta et al. (1994), secara umum ada tiga kelompok materi
yang biasa digunakan untuk pembuatan pelapisan atau coating, yakni protein,
polisakarida, dan lipid (termasuk lilin, ernulsifier, serta turunannya).
Gel Aloe vera berpotensi untuk diaplikasikan dalam teknologi pelapisan
(coating), karena gel tersebut terdiri dari polisakarida yang mengandung banyak
komponen fungsional yang mampu menghambat kerusakan pasca panen produk
pangan segar, seperti acemannan yang memiliki aktivitas antiviral, antidiabetes,
antikanker, dan antimikroba, serta meningkatkan proliferasi sel-sel yang terluka.
19

Selain itu, gel Aloe vera juga mampu menjaga kelembaban dengan cara
mengontrol kehilangan air dan pertukaran komponen-komponen larut air
(Reynolds & Dweck 1999). Struktur gel aloev yang alami sebagai gel sehingga
mudah untuk diaplikasikan sebagai pelapis (coating) dengan harga yang murah.
Fungsionalitas zat terkandung dalam Aloe vera L. ini juga makin diperkuat
dengan adanya penelitian dari Mousa et al. (1999), yang menyatakan bahwa gel
tanaman ini bersifat anti-fungal terhadap Penicillium digitatum, Penicillium
expansum, Botrytis cinerea, Alternaria alternate, Aspergillus niger, C. herbarum,
dan Fusarium monthforme. Komponen bioaktif yang terkandung dalam Aloe vera
L. dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Komponen bioaktif yang terkandung pada Aloe vera L.


Komponen bioaktif Fungsionalitas
Acemannan Anti-inflammatory, wound healing, anti-kanker,
anti-virus, UV sunburn
Glikoprotein Anti-diabetes, anti-kanker
Aloe emodin Anti-kanker, anti-mikroba
Lectin Anti-inflammatory, wound healing, anti-kanker
Barbaloin dan komponen fenolik Anti-mikroba
Alomicin Anti-kanker
Sumber : Reynolds dan Dweck (1999).

F. Penyimpanan Suhu Rendah


Suhu merupakan salah satu faktor yang berperanan penting dalam proses
kerusakan bahan pangan, karena suhu dapat mempengaruhi kelayuan dan laju
kehilangan air, laju respirasi dan kecepatan reaksi biokimia serta laju
pertumbuhan mikroba. Penyimpanan suhu rendah atau penyimpanan dingin pada
umumnya menggunakan suhu di bawah 15°C dan di atas titik beku. Pada suhu
tersebut penurunan mutu buah-buahan akan dapat dihambat, karena terhambatnya
laju kehilangan air, laju respirasi dan reaksi biokimia serta laju pertumbuhan
mikroba pada bahan yang disimpan.
Pada suhu rendah, aktivitas metabolisme pascapanen menjadi berkurang
dan perubahan kimia berlangsung lambat (Borgstorm 1968). Penyimpanan dingin
pada prinsipnya bertujuan menekan laju respirasi dan transpirasi sehingga proses
ini berjalan lambat dan sebagai akibatnya daya simpan bahan pangan
diperpanjang dengan susut bobot minimal dan mutu masih baik (Sudibyo 1979).
Penyimpanan buah salak pondoh pada suhu rendah terbukti dapat memperpanjang
20

masa simpannya. Hastuti dan Ari (1988) melaporkan bahwa penyimpanan salak
pondoh dalam bentuk tandanan pada suhu dingin (10-12°C) dalam kantung plastik
berlubang seluas 0.5% dan 1% dapat memperpanjang masa simpan salak pondoh
masing-masing menjadi 33 hari dan 27 hari.
Metabolisme jaringan yang hidup merupakan fungsi dari suhu di
sekelilingnya (Dwidjoseputro 1992). Suhu yang lebih rendah sangat menghambat
metabolisme, sehingga sangat efektif dalam mengurangi laju respirasi. Muchtadi
(1992) mengemukakan penyimpanan pada suhu rendah diperlukan untuk
komoditas sayuran yang mudah rusak, karena cara ini dapat mengurangi kegiatan
respirasi dan metabolisme, mengurangi laju penuaan akibat adanya pematangan,
pelunakan serta tekstur dan warna dapat mengurangi kerusakan karena aktivitas
mikroba.
Budiastra dan Purwadaria (1993) mengemukakan tujuan penyimpanan
dengan suhu rendah adalah untuk memperpanjang masa kesegaran sayuran dan
buah-buahan guna menjaga kesinambungan pasokan, menciptakan stabilitas harga
dan mempertahankan mutu. Dalam melaksanakan penyimpanan pada suhu dingin
perlu dilakukan pada suhu yang tepat karena ada kemungkinan terjadinya
kerusakan kommoditi akibat suhu dingin (chilling injury).
21

III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan
Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Mikrobiologi di Pusat Antar
Universitas (PAU) Pangan dan Gizi - IPB. Sebelumnya dilakukan penelitian
lapangan pada perkebunan salak di daerah Turi Sleman - Daerah Istimewa
Yogyakarta, untuk menentukan sampel yang akan digunakan yang dapat mewakili
populasi salak pondoh hitam yang ada. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan,
dari Februari 2010 sampai dengan Mei 2010.

B. Bahan dan Alat


Bahan utama yang dipergunakan adalah buah salak kultivar pondoh jenis
hitam yang diperoleh dari perkebunan rakyat di daerah Turi - Sleman,
Yogyakarta, Aloe vera dan gas (O2, CO2, N2). Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain: Gas Analyzer Shimadzu untuk mengukur konsentrasi
gas O2 - CO2, Rheometer untuk mengukur kekerasan, Refraktometer untuk
mengukur total padatan terlarut, wadah berupa stoples untuk penyimpanan salak
pondoh segar, ruang pendingin, mikroskop serta alat penunjang penelitian lainnya.

C. Metode Penelitian
Penelitian terdiri atas dua tahap yaitu tahap identifikasi jenis kapang pada
busuk buah pada salak pondoh dan tahap aplikasi perlakuan pelapisan buah dan
suhu penyimpanan salak pondoh. Sampel salak yang digunakan diambil dari
setiap tahapan pasca panen yang biasa dilakukan oleh petani, yaitu pemanenan
dengan menyertakan tandan, sortasi dan pembersihan, penyimpanan sebelum
ditransportasikan (penyimpanan sela di petani pengumpul sekitar 2 hari) dan
transportasi (1 hari). Pada setiap tahapan pasca penen, diambil sampel salak untuk
kemudian diidentifikasi untuk mengetahui jenis kapang. Hasil identifikasi tersebut
kemudian dikaji upaya penanganannya untuk mencegah kemungkinan
berkembangnya penyakit. Secara garis besar penelitian ini dibagi dalam 2 tahap,
yaitu:
22

Tahap 1 : Identifikasi Penyakit Pascapanen Pada Busuk Buah Pada Salak


Pondoh
Isolasi dan identifikasi kapang. Isolasi dilakukan dengan teknik direct
plating (Fardiaz 1992; Hocking & Pitt 1979), yaitu dengan meletakkan satu
potongan kecil (10 gram) sampel buah salak pondoh di atas permukaan medium
potato dextrosa agar (PDA) yang telah ditambah tetrasiklin (500 mg/l) dalam
cawan petri. Isolat-isolat kapang kemudian ditumbuhkan pada media identifikasi
PDA, kemudian diinkubasi selama tujuh hari pada suhu 30oC. Observasi
dilakukan dengan mengamati koloni berdasarkan bentuk, tekstur dan warna, serta
mengamati struktur reproduksi secara mikroskopis. Hasil pengamatan difoto atau
digambar tangan, lalu diidentifikasi dengan buku-buku identifikasi dari Pitt dan
Hocking (1979) dan Fardiaz (1992). Hasil identifikasi dapat dijadikan sebagai
acuan pengambilan keputusan tindakan aplikasi yang akan dilakukan dalam
penanganan pascapanen salak pondoh segar terhadap pengendalian pertumbuhan
cendawan (Gambar 2)
23

Buah Salak

Sampel Buah Salak Pondoh Pemanenan


(bagian pangkal buah) Pembersihan
Penyimpanan
Transportasi
Dimasukkan dalam Media Agar( PDA)

Isolat Kapang ditumbuhkan

Diinkubasi pada suhu 30oC


(±7 hari)

Pengamatan Jaringan pada Media Agar ( PDA) dan


Pertumbuhan Misellium

Identifikasi

Penentuan Perlakuan Penanganan

Gambar 2 Diagram Alir Penelitian Tahap 1

Penentuan Perlakuan Penanganan


Berdasarkan hasil penelitian komoditi buah salak ini menunjukkan bahwa
perlu adanya senyawa untuk menghambat pertumbuhan kapang Fusarrium sp,
Aspergillus sp, Penicillium sp, dan Mucor sp. Maka Gel Aloe vera berpotensi
untuk diaplikasikan dalam teknologi pelapisan (coating), karena gel tersebut
24

terdiri dari polisakarida yang mengandung banyak komponen fungsional yang


mampu menghambat kerusakan pascapanen buah segar, seperti Aloe emodin dan
komponen fenolik yang memiliki fungsionalitas antimikroba. Maka diharapkan
aplikasi coating Aloe vera pada buah salak pondoh dapat menghambat
pertumbuhan kapang, sehingga dapat menjaga mutu dari buah salak pondoh yang
disimpan.

Tahap 2 : Aplikasi Perlakuan Pelapisan Buah dan Penyimpanan

a. Pembuatan Gel dari Pelepah Daun Aloe vera L.


Pada tahap ini dilakukan pembuatan gel Aloe vera berdasarkan pembuatan
minuman Aloe vera menurut He et al. (2003) dan memodifikasinya dengan
memberikan berbagai perlakuan seperti pencucian dan pemanasan untuk
menghilangkan lendir berwarna kuning yang dapat menurunkan mutu gel, seperti
terjadinya perubahan warna gel menjadi lebih kuning dan timbulnya bau tidak
sedap. Perlakuan pemanasan ini dilakukan dengan suhu 80°C selama 5 menit,
pemansan ini juga berfungsi untuk mengurangi jumlah mikroba awal gel Aloe
vera.

b. Aplikasi Pelapisan (Coating) Buah Salak


Langkah aplikasi pelapis pada buah salak pondoh adalah sebagai berikut :
(1) Salak pondoh yang diperoleh dari petani di daerah Sleman Yogyakarta,
kemudian dilakukan sortasi untuk memilih buah yang sehat dengan tingkat
kematangan dan ukuran yang seragam, buah terpilih dicuci dengan air bersih
kemudian ditiriskan dan dilap dengan tissue. (2) Salak pondoh dicelup dalam gel
Aloe vera selama 60 detik pada konsentrasi sesuai dengan perlakuan. Pencelupan
dilakukan dengan menggunakan kawat kasa yang diberi pegangan dari kayu.

c. Penyimpanan Buah Salak Pondoh


Buah salak pondoh yang sudah dilapisi gel Aloe vera berikut kontrol
diletakkan pada baki plastik bertingkat tiga. Kemudian buah salak pondoh
masing-masing disimpan pada dua ruang penyimpanan yaitu ruang bersuhu dingin
(suhu 9 - 12oC) dan suhu kamar (26 - 27oC). Secara rinci bagan prosedur
penelitian untuk tahap kedua tersebut adalah sebagai berikut: (Gambar 3).
25

Salak

Sortasi danPembersihan

Pembersihan Salak

Coating Pelapis Aloe vera

Konsentrasi 50% Konsentrasi 75% Konsentrasi 100% Kontrol

Penyimpanan

Suhu Ruang (26oC-27oC) Suhu Rendah (9-12oC)

Analisis Laju Respirasi,


Susut Bobot,
Kekerasan,
Kadar Air,
TPT,
Organoleptik
Uji Mikrobiologi

Gambar 3 Diagram Alir Penelitian Tahap 2

D. Pengamatan dan Analisis


Parameter mutu yang diamati adalah perubahan laju respirasi, susut bobot,
kekerasan, kadar air, total padatan terlarut, uji organoleptik dan uji mikroba.
Pengamatan dilakukan setiap tiga hari penyimpanan sampai dengan 30 hari,
sedangkan untuk mengetahui umur simpan akan dilakukan pengamatan dengan
menggunakan nilai kekerasan sebagai indikator. Rancangan percobaan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan
dua faktor, yaitu faktor suhu yang terdiri dari 2 taraf (10°C dan 26°C) dan faktor
konsentrasi pelapisan (coating) yang terdiri 3 taraf (50%, 75% dan 100%),
sebagai kontrol adalah salak pondoh tanpa perlakuan Aloe vera dan disimpan pada
26

suhu ruang (26oC), semua perlakuan dilakukan dengan 2 ulangan. Data yang
diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistical
Product and Service Solution) versi 17, dan untuk melihat pengaruh perlakuan
yang berbeda, dilakukan uji Duncan. Adapun model matematisnya adalah sebagai
berikut:

Yijk    Ai  B j  ( AB ) ij   ijk ............................................................(1)

Keterangan :
Yijk = Respon setiap parameter yang diamati
µ = Nilai rataan umum
Ai = Pengaruh faktor perlakuan pelapisan dengan Aloe vera
Bj = Pengaruh faktor suhu penyimpanan
(AB)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
εijk = Galat percobaan

Parameter Pengamatan

Untuk mengetahui perubahan mutu salak pondoh segar tersebut dilakukan


pengukuran setiap 3 hari selama 30 hari penyimpanan terhadap laju respirasi,
perubahan susut bobot, kekerasan, kadar air, dan organoleptik dengan uji hedonik
serta uji mikroba.

1) Laju Respirasi
Laju respirasi diukur dengan Gas Analyzer Shimadzu dimana alat ini
untuk mengukur konsentrasi gas O2 - CO2. Untuk menghitung laju respirasi
(ml/kg-jam) dipergunakan rumus berikut: (Mannapperuma & Singh 1990, diacu
dalam Rokhani 2007)

Perhitungan Laju Respirasi :

Vdx 1
R1 = ............................................................................................... (2)
Wdt

Vdx 2
R2 = ............................................................................................... (3)
Wdt
27

Dimana :
Rr = Laju respirasi, ml/kg-jam
x = Konsentrasi gas, desimal
t = Waktu,jam
V = Volume bebas “respiration chamber”, ml
W = Berat produk, kg
Subkrip 1,2 = masing-masing menyatakan O2 dan CO2

2) Susut Bobot
Pengukuran susut bobot menggunakan metoda gravimetri yaitu
berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal sampai akhir
penyimpanan. Untuk mengukur susut bobot digunakan rumus sebagai berikut:

W - Wa
Susut Bobot = ×100% …………………………………………….. (4)
W

Dimana :
W = Bobot bahan awal penyimpanan (g)
Wa = Bobot bahan akhir penyimpanan (g) hari ke-n

3) Kekerasan
Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan Rheometer Model
CR-300, dengan beban maksimum 10 kg; kedalaman 10 mm; dan diamater probe
2.5 mm. Pengukuran dilakukan dengan cara menusuk buah salak dengan jarum
yang menempel pada alat tersebut sebanyak 3 kali pada tempat yang berbeda.
Nilai kekerasan salak pondoh akan terlihat pada alat digital (display rheometer).

4) Kadar Air
Pengukuran kadar air yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
metode oven. Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven dan didinginkan
dalam desikator. kemudian ditimbang. Sejumlah sampel ditimbang dalam cawan.
Selanjutnya cawan yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam oven dan
dipasang pada suhu 105°C. Pemanasan dilakukan selama 24 jam, kemudian
didinginkan dengan desikator dan ditimbang kembali. Pekerjaan dihentikan bila
28

sudah didapat berat yang konstan. Menurut Winarno (1993) kadar air dapat
dihitung dengan rumus:

Kehilangan berat (g)


Kadar Air (%berat basah )= ×100%........................................ (5)
Berat sampel (g)

5) Pengukuran Total Padatan Terlarut


Total padatan terlarut ditentukan dengan menggunakan alat Refractometer,
dimana bahan dihaluskan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk atau diblender,
kemudian diambil sarinya sebagai sample pengujian. Selanjutnya sampel
diletakkan di atas obyek gelas yang terdapat pada Refractometer Atago PR-210,
sehingga total padatan terlarut (TPT) dapat dilihat secara langsung pada display
skala pembacaan dalam satuan oBrix.

6) Pengujian Organoleptik
Untuk menentukan umur simpan pada penyimpanan salak segar
terbungkus pelapis edibel dengan suhu perlakuan, dilakukan pengujian
organoleptik skala hedonik (Setyaningsih et al. 2010). Kondisi optimal adalah
perlakuan yang menghasilkan masa simpan terpanjang dimana mutu produk masih
dapat diterima oleh konsumen. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari terhadap
tingkat kesukaan konsumen akan tekstur, rasa dan penerimaan secara keseluruhan
terhadap salak segar dengan coating Aloe vera berbagai konsentrasi dan tanpa
coating Aloe vera yang disimpan pada suhu 10°C dan 26°C (suhu ruang).
Pengujian ini berdasarkan pada pemberian skor menurut panelis terhadap
warna, aroma, kekerasan dan rasa. Pengujian menggunakan minimal 10 orang
panelis. Skor yang diberikan terdiri dari 1 (sangat suka), 2 (suka), 3 (agak suka), 4
(netral), 5 (agak tidak suka), 6 (tidak suka) dan 7 (sangat tidak suka). Batas
penolakan adalah pada skor 4.5.
Diskripsi tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh segar pelapisan
(coating) Aloe vera dan suhu penyimpanan tersebut adalah sebagaimana Tabel 5
berikut:
29

Tabel 5 Deskripsi mutu pada skor organoleptik


Skor Keterangan Diskripsi
1 Sangat suka Warna putih cerah mengkilap, aroma harum segar khas salak,
kekerasan keras renyah garing dan rasa manis pondoh.
2 Suka Warna putih cerah, aroma agak harum segar, kekerasan keras
agak elastis dan rasa manis pondoh.
3 Agak suka Warna agak putih cerah, aroma agak harum segar, kekerasan
keras agak elastis dan rasa agak manis pondoh.
4 Netral Warna putih keburaman sedikit bernoda, aroma sedikit harum,
kekerasan sedikit keras elastis dan rasa manis gula.
5 Agak Tidak Warna agak putih kecoklatan banyak noda, aroma asam jawa,
suka kekerasan lunak elastis dan rasa agak asam.
6 Tidak suka Warna putih kecoklatan banyak noda, aroma asam jawa,
kekerasan lunak elastis dan rasa asam.
7 Sangat Warna coklat banyak noda, aroma alkohol, kekerasan lunak
tidak suka seperti agar-agar dan rasa alkohol.
Sumber : Setyaningsih et al (2010)

7) Uji Pertumbuhan Kapang


Menurut Marzuan (1993) kerusakan yang terjadi pada buah salak saat
pemanenan, setelah pemanenan dan selama penyimpanan dapat digunakan sebagai
acuan dasar pada penentuan kerusakan salak selama penyimpanan pada penelitian
tahap II. Sehingga salak yang digunakan hanyalah salak yang baik, yaitu bentuk
buah masih utuh, tidak ada cacat pada kulit buah, daging buah masih keras,
beraroma salak dan tidak ditumbuhi jamur. Sedangkan kerusakan penyimpnanan
digunakan sebagai dasar penentuan umur simpan salak pondoh. Salak dikatakan
rusak selama penyimpanan bila telah terdapat sátu atau lebih dari tanda-tanda
salak yang rusak berikut ini, yaitu (1) terbentuknya warna coklat pada daging
buah salak, (2) terbentuknya aroma salak yang menyimpang atau berbau alkohol,
(3) terdapat pertumbuhan kapang pada kulit buah, (4) daging buah menjadi lunak,
dan (5) busuk.
Untuk menguji laju pertumbuhan kapang maka sampel di-swab dengan
luas permukaan tertentu, kemudian hasil swab tersebut dimasukkan kedalam
larutan pengencer sebanyak 10 ml. Sebanyak 1 ml sampel yang telah diencerkan
dimasukkan ke dalam masing-masing dua cawan petri (duplo) steril yang
30

selanjutnya dituangkan media PDA steril yang telah didinginkan hingga suhunya
47-50°C dan digoyangkan secara mendatar diatas meja supaya contoh menyebar
rata. Cawan berisi agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik
pada suhu 30°C selama 2 hari. Total Kapang ditetapkan dengan SPC (Standard
Plate Count) yang ditentukan dengan menggunakan rumus :

1
Koloni per gram= Jumlah koloni × 10 × …..............(6)
Berat Buah yang di-Swab (gram)
31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Penyakit Pascapanen Salak Pondoh


Berdasarkan pengamatan identifikasi dapat diketahui bahwa salak pondoh
yang diserang oleh kapang secara cepat menjadi busuk setelah hari ke-7 masa
isolasi. Setelah 7 hari masa isolasi buah salak pondoh tersebut menunjukkan
gejala busuk dan dipisahkan untuk diindentifikasi. Dari tahapan pascapanen salak
pondoh yang telah di isolasi dapat diketahui jenis kapang yang berkembang dan
tumbuh dengan baik seperti dapat dilihat pada Tabel 6, Jenis kapang tersebut
adalah Fusarrium sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, Mucor sp, Jenis kapang
yang paling dominan adalah jenis Mucor sp dan Fusarrium sp.

Tabel 6 Jenis kapang yang berkembang pada tahapan pascapanen salak pondoh
Jenis Kapang
Tahapan
Pascapanen Fusarrium sp Aspergillus sp Penicillium sp Mucor sp

A1
(+) (-) (-) (+)
(Panen tandan)
A2
(Pembersihan/tanpa (+) (-) (-) (+)
tandan)
A3
(+) (+) (+) (+)
(Penyimpanan)
A4
(+) (+) (+) (+)
(transportasi)
(+) menyatakan bahwa adanya cendawan, (-) menyatakan bahwa tidak adanya cendawan

Beberapa jenis kapang yang tumbuh pada buah salak pondoh ini disebabkan
oleh adanya kerusakan pascapanen, dimana kerusakan pascapanen merupakan
penyimpangan yang melewati batas dan tidak dapat diterima secara normal oleh
panca indra, seperti buah sudah layu, ditumbuhi jamur yang tampak secara visual,
berbau busuk, buah menjadi lunak dan berair serta tidak lagi untuk dikunsumsi
(Suter 1988). Hal ini juga terjadi pada penelitian ini, dimana kerusakan pascapanen
terjadi saat pemanenan, pembersihan, penyimpanan dan transportasi. Hasil
penelitian Amiarsi et al. (1996) menunjukkan bahwa kerusakan buah salak
meningkat dengan bertambahnya umur simpan, kerusakan tersebut sebagai akibat
keaktifan mikroba yang dikenal dengan penyakit busuk lunak karena jamur
32

Thielaviopsis sp. Salak juga menjadi lebih rentan terhadap Botrytis pada suhu 5°C
dan meningkat dengan makin lamanya penyimpanan (Soesanto 2006). Hasil
penelitian Noorhakim (1992) menyatakan bahwa kapang yang tumbuh selama
penyimpanan adalah Mucor sp, dan menurut Setiono (1995) menyatakan kapang
yang menyebabkan busuk lunak pada salak pondoh kupas yang tumbuh selama
penyimpanan adalah Penicillium sp dan Aspergillus sp. Menurut Aminah dan
Supraptim (2003) menyatakan dalam penelitiannya bahwa kapang yang menyerang
busuk buah pada salak segar yang terdapat di pasar tradisional dan swalayan adalah
Fusarium sp.
Pada Tabel 6 diatas menunjukkan bahwa kapang dapat menurunkan mutu
atau kualitas dari salak pondoh, sehingga umur simpan menjadi lebih pendek.
Untuk mengetahui kapang yang menyerang melalui bagian lentisel buah salak
pondoh dapat diidentifikasi dengan mengambil contoh kapang dari permukaan
kulit buah salak dan dilihat langsung melalui mikroskop menggunakan metode
"slide culture". Selanjutnya dari kapang yang di potret melalui mikroskop didapat
hasil yang diperoleh dari identifikasi berdasarkan buku-buku identifikasi dari Pitt
dan Hocking (1979) dan Fardiaz (1992) adalah kapang yang tumbuh dipermukaan
salak pondoh diantaranya:

1) Mucor sp kolumela

mycelia
a

spora

Gambar 4 Kapang Mucor sp

Gambar 4 diatas merupakan kapang yang dapat tumbuh dengan baik pada
setiap tahapan pascapanen buah salak pondoh, koloni dari kapang ini tumbuh pada
permukaan salak dimana pada awalnya berwarna putih mengapas dan kemudian
menjadi berwarna hitam kecokelatan. Kapang tersebut memiliki ciri-ciri
diantaranya mycelianya berbentuk non septat, kolumelanya berbentuk bulat (round),
33

sporanya berwarna hitam serta kapang tersebut tidak memiliki stolon dan rhizoid.
Melalui ciri-ciri tersebut, maka dengan mencocokkan gambar atau foto yang
didapat dari contoh kapang pada permukaan kulit salak dengan foto-foto kapang
lainnya yang telah diketahui berdasarkan Pitt dan Hocking (1979) ternyata serupa
dengan gambar Mucor sp. Jadi jelas bahwa kapang yang tumbuh di permukaan
kulit salak pondoh yang menyebabkan kerusakan pada buah salak berasal dari
jenis Mucor sp. Hal ini sesuai dengan pernyataan Noorhakim (1992), yang
menyatakan bahwa jenis kapang yang menyerang buah salak pondoh adalah
Mucor sp.
Adanya kapang ini disebabkan oleh sifat pertumbuhan kapang tersebut
yang dapat tumbuh dengan baik di permukaan tanah, dimana pertumbuhan buah
salak pondoh juga di atas permukaan tanah, sehingga hal ini memungkinkan salak
pondoh yang memang buahnya berada dekat dengan permukaan tanah dapat
dengan mudah diserang oleh Mucor sp. Pernyataan ini sesuai dengan Pelczar
(1976) yang melaporkan bahwa Mucor sp merupakan mikroorganisme yang secara
alami amat banyak terdapat di permukaan tanah dan sangat potensial untuk
merusak hasil-hasil pertanian seperti buah-buahan dan sayuran. Kapang Mucor sp
menyebabkan terjadinya busuk lunak pada bagian buah salak pondoh, sehingga
dapat menurunkan kualitas/mutu salak pondoh yang dipanen.

2) Aspergillus sp
konidia

Gambar 5 Kapang Aspergillus sp

Gambar 5 merupakan kapang yang dapat tumbuh dengan baik pada tahapan
pascapanen penyimpanan, dimana pada bagian buah yang terinfeksi tampak basah
dan mengandung cairan kuning yang selanjutnya berubah menjadi cokelat di
34

bagian pangkal buah salak pondoh yang disimpan. Kapang tersebut memiliki ciri-
ciri spesifik berupa (1) Hifa septat dan miselium bercabang, tidak berwarna, yang
terdapat di bawah permukaan merupakan hifa vegetatif, sedangkan yang muncul
di atas permukaan umumnya merupakan hifa fertil, (2) Koloni kompak, (3)
Konidiofora septat atau nonseptat, muncul dari "foot cell" (yaitu sel miselium
yang membengkak dan berdinding tebal), (4) Konidiofora membengkak menjadi
vesikel pada ujungnya, membawa sterigmata di mana tumbuh konidia, (5)
Sterigmata atau fialidanya sederhana, berwarna, atau tidak berwarna, dan (6)
Konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, cokelat atau hitam.
Berdasarkan ciri-ciri yang terdapat pada Gambar 5, maka kapang yang
tumbuh di dalam ruang penyimpanan tersebut adalah kapang Aspergillus sp,
identifikasi ini sesuai dengan pernyataan Soesanto (2006) yang menyatakan
bahwa Aspergillus sp merupakan kapang yang dijumpai di dalam ruang simpan
dan mempunyai kisaran inang yang luas terutama terhadap produk pascapanen
yang disimpan, hal ini didukung dari hasil penelitian Setiono (1995), dimana
kapang yang menyebabkan busuk lunak pada salak pondoh kupas yang tumbuh
selama penyimpanan adalah Aspergillus sp.

3) Penicillium sp

sterigmata

konidia

Gambar 6 Kapang Penicillium sp

Seperti pada kapang Aspergillus sp, berdasarkan Gambar 6 diatas kapang


tersebut dapat tumbuh dengan baik pada tahapan pascapanen penyimpanan. Bagian
buah yang terinfeksi tampak daerah kecil yang busuk, yang berupa noda lunak
berair. Pada gejala lanjut pada salak pondoh tampak miselium berwarna putih
yang dihasilkan pada permukaan bercak, dan selanjutnya menghasilkan spora
berwarna hijau zaitun.
35

Kapang tersebut memiliki ciri-ciri spesifik berupa (1) Hifa septat,


miselium bercabang, biasanya tidak berwarna, (2) Konidiofora septat dan muncul
di atas permukaan, berasal dari hifa di bawah permukaan, bercabang atau tidak
bercabang, (3) Kepala yang membawa spora berbentuk seperti sapu, dengan
sterigmata atau fialida muncul dalam kelompok, (4) Konidia membentuk rantai
karena muncul satu per satu dari sterigmata, (5) Konidia pada waktu masih muda
berwarna hijau, kemudian berubah menjadi kebiruan atau kecokelatan.
Berdasarkan ciri-ciri yang terdapat pada Gambar 5, maka kapang tersebut
merupakan kapang Penicillium sp yang tumbuh di dalam ruang penyimpanan,
identifikasi ini sesuai dengan pernyataan Soesanto (2006) yang menyatakan
bahwa Penicillium sp merupakan kapang yang dijumpai di dalam ruang simpan
dan mempunyai kisaran inang yang luas terutama terhadap produk pascapanen
yang disimpan, hal ini didukung dari hasil penelitian Setiono (1995), dimana
kapang yang menyebabkan busuk lunak pada salak pondoh kupas yang tumbuh
selama penyimpanan adalah Penicillium sp.
Spora kapang ini menyebabkan busuk lunak (busuk air) pada buah salak
pondoh, hal ini disebabkan oleh bahan penyimpanan atau pengepakan, termasuk
peralatan, ruang simpan, alat transportasi, dan bahkan tempat pemasarannya yang
telah terkontaminasi oleh spora yang berasal dari kapang Penicillium sp, sehingga
pada akhirnya dapat menurunkan mutu dari salak pondoh yang dipanen. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa kapang
Penicillium sp sering menyebabkan busuk lunak (busuk buah) pada tahapan
pascapanen penyimpanan buah-buahan .

4) Fusarium sp
mikrokinidia

Gambar 7 Kapang Fusarium sp


36

Gambar 7 diatas merupakan kapang yang dapat tumbuh dengan baik pada
setiap tahapan pascapanen buah salak pondoh. Kapang ini agak sulit untuk
diidentifikasi karena penampakan pertumbuhannya bervariasi, namun kapang
tersebut memiliki ciri-ciri spesifik diantaranya adalah terbentuknya makrokonidia
yang berbentuk seperti pedang dan terdiri dari beberapa sel serta berwarna,
kadang-kadang juga terbentuk mikro-konidia yang terdiri dari satu sel berbentuk
oval, dan tumbuh secara terpisah atau membentuk rantai.
Berdasarkan ciri-ciri yang terdapat pada Gambar 5, maka kapang tersebut
merupakan kapang Fusarium sp yang tumbuh pada setiap tahapan pascapanen
buah salak pondoh, identifikasi ini sesuai dengan pernyataan Aminah dan
Supraptim (2003) yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa kapang yang
menyerang busuk buah pada salak segar yang terdapat di pasar tradisional dan
swalayan adalah Fusarium sp, dimana salak pondoh sudah terinfeksi kapang
tersebut sejak tahapan pemanenan hingga tahapan transportasi menuju pemasaran.
Seperti pada kapang Mucor sp, kapang Fusarium sp menyebabkan
terjadinya busuk lunak pada bagian buah salak pondoh, sehingga dapat
menurunkan kualitas/mutu salak pondoh yang dipanen. Hal ini disebabkan oleh
sifat pertumbuhan kapang tersebut yang dapat tumbuh dengan baik di permukaan
tanah, dimana pertumbuhan buah salak pondoh juga di atas permukaan tanah,
sehingga hal ini memungkinkan salak pondoh yang memang buahnya berada
dekat dengan permukaan tanah dapat dengan mudah diserang oleh Fusarium sp.
Pernyataan ini sesuai dengan Dina (1996) yang melaporkan bahwa Fusarium sp
merupakan mikroorganisme yang secara alami amat banyak terdapat di permukaan
tanah dan sangat potensial untuk merusak hasil-hasil pertanian seperti buah-
buahan dan kacang-kacangan. Hal ini juga menunjukkan bahwa kapang yang
dominan mempengaruhi mutu atau kualitas buah salak pondoh menjadi rendah
adalah Fusarium sp dan Mucor sp.

B. Pengaruh Pelapisan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi


Berdasarkan hasil identifikasi penyakit pada busuk buah salak pondoh dan
melihat fungsionalitas gel Aloe vera, maka gel Aloe vera berpotensi untuk
diaplikasikan dalam teknologi pelapisan (coating), karena gel tersebut terdiri dari
polisakarida yang mengandung banyak komponen fungsional yang mampu
37

menghambat kerusakan pascapanen produk pangan segar. Selain itu, gel Aloe
vera juga mampu menjaga kelembaban dengan cara mengontrol kehilangan air
dan pertukaran komponen-komponen larut air (Dweck & Reynold 1999).
Secara umum laju respirasi buah salak yang diberi perlakuan pada awal
penyimpanan masih relatif tinggi dibandingkan pada hari-hari penyimpanan
berikutnya (Gambar 8-9). Hal ini disebabkan karena adanya usaha untuk
mempertahankan tetap berfungsinya organ-organ respirasi setelah buah terpisah
dari inangnya. Selain itu laju respirasi yang tinggi pada awal penyimpanan juga
disebabkan oleh suhu awal buah salak yang masih tinggi karena adanya panas
lapang sehingga belum dapat menyesuaikan dengan suhu penyimpanan
(Mahmudah 2008). Muchtadi (1992) menyimpulkan bahwa kecepatan respirasi
merupakan hasil dari pengaruh suhu dimana kecepatan respirasi dari buah-buahan
akan meningkat sampai dua setengah kali untuk kenaikan suhu sebesar 10°C yang
menunjukkan bahwa adanya pengaruh proses biologi maupun kimia. Dari Gambar
8-9 juga dapat dilihat bahwa laju respirasi buah salak yang tinggi lama kelamaan
akan semakin menurun bahkan akan cenderung konstan disebabkan buah salak
telah mencapai suhu yang sesuai dengan suhu penyimpanan.

1) Laju Konsumsi O2

Berdasarkan hasil penelitian pada pengukuran laju konsumsi O2 dengan


berbagai tingkatan suhu menunjukkan bahwa laju konsumsi O2 salak pondoh pada
awalnya terlihat tinggi (Gambar 8).
Laju Konsumsi O2 (ml/kg jam)

30

20

10

0
1 5 9 13 17 21 25 29
Hari ke-
Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 75% Suhu 10°C (A21)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01)
Aloevera 50% Suhu 26°C (A12) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 26°C (A32) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)
Gambar 8 Laju Konsumsi O2 Selama Penyimpanan
38

Dari hasil penelitian secara umum bahwa diperoleh bahwa laju respirasi
buah salak dipengaruhi oleh konsentrasi Aloe vera dan suhu penyimpanan, dimana
semakin tinggi suhu penyimpanan, laju respirasi akan semakin tinggi, demikian
pula dengan penambahan Aloe vera dimana pada suhu rendah (10oC) laju
respirasinya semakin rendah. Pada akhir penyimpanan suhu ruang (hari ke-14)
laju konsmsi O2 tertinggi pada tanpa perlakuan Aloe vera adalah 15.86 ml/kg jam
dan terendah pada perlakuan Aloe vera 50% adalah 13.37 ml/kg jam. Namun jika
dilihat dari kondisi fisik salak pondoh yang kondisi kesegarannya lebih lama
adalah pada konsentrasi 75% yaitu sampai 30 hari. Kemudian pada pengamatan
suhu rendah diakhir penyimpanan (hari ke-30), laju konsumsi O2 tertinggi adalah
pada perlakuan Aloe vera 100% dengan laju konsumsi O2 sebesar 3.71 ml/kg jam
dan yang terendah pada perlakuan 75% yaitu sebesar 3.16 ml/kg jam. Laju
respirasi yang relatif tinggi pada awal penyimpanan disebabkan karena buah salak
masih menyesuaikan dengan suhu penyimpanan sehingga akan berubah menjadi
konstan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santoso dan Purwoko (1995) diacu
dalam Widiastuti (2006) yang menyatakan bahwa buah klimakterik menunjukkan
peningkatan yang besar dalam laju konsumsi O2 bersamaan dengan waktu
pemasakan. Sementara buah non klimakterik tidak menunjukkan perubahan,
dimana umumnya laju kosumsi O2 selama pemasakan akan cenderung rendah dan
konstan. Selanjutnya menurut Phan et al. (1975) menyatakan bahwa suhu lingkungan
sangat berpengaruh terhadap laju respirasi buah. Pada suhu 0-35°C umumnya laju
respirasi meningkat 2-2.5 kali untuk setiap kenaikan suhu 10°C, semakin tinggi
laju respirasi semakin cepat kandungan substrat dalam buah berkurang sehingga
umur simpan menjadi pendek.
Berdasarkan analisa statistik laju konsumsi O2 (Lampiran 3) diketahui
bahwa laju respirasi salak selama penyimpanan dipengaruhi oleh suhu, dimana
pada perlakuan suhu rendah terlihat pengaruhnya dalam penyimpanan. Pada
penyimpanan suhu tinggi (26oC) cepat mengalami kerusakan, namun pada
penyimpanan suhu rendah (10oC) mulai mengalami kerusakan pada akhir
penyimpanan yaitu hari ke-30.
Produk hortikultura seperti salak pondoh setelah dipanen akan tetap
mengalami proses metabolik (respirasi) dan ini akan terus berlanjut sehingga salak
39

pondoh akan mengalami kebusukan yang ditandai dengan menurunnya mutu salak
pondoh (dalam hal ini antara lain perubahan bau pada salak pondoh). Salveit
(1996) diacu dalam Sutrisno (2007) menyebutkan komoditas dengan laju respirasi
tinggi akan memiliki umur simpan lebih pendek dibanding dengan yang memiliki
laju respirasi rendah seperti salak pondoh. Usaha mempertahankan mutu dan
memperpanjang umur simpan adalah dengan menekan laju respirasi serendah
mungkin tanpa mengganggu proses metabolismenya (Kays 1991, diacu dalam
Sutrisno, 2007). Dengan prinsip dasar inilah maka aktivitas metabolisme produk
setelah dipanen dapat dijadikan sebagai indeks yang amat baik untuk mengetahui
perubahan mutu pascapanen dengan perlakuan (treatment) yang baik, antara lain
coating Aloe vera dan suhu penyimpanan yang rendah.

2) Laju Produksi CO2 Buah Salak

Seperti pada laju konsumsi O2, laju produksi CO2 menunjukkan hal yang
demikian yaitu secara umum suhu penyimpanan dan aplikasi Aloe vera
mempengaruhi laju produksi CO2. Dari Gambar 9 terlihat bawah ini menunjukkan
pola laju respirasi salak pondoh pada tingkatan suhu penyimpanan yang berbeda,
khusus untuk suhu 26°C pengukuran sampai hari keempat belas dan untuk suhu
10°C pengukuran sampai hari ketigapuluh.

30
Laju Produksi CO2 (ml/kg jam)

20

10

0
1 5 9 13 17 21 25 29
Hari ke-
Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 75% Suhu 10°C (A21)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01)
Aloevera 50% Suhu 26°C (A12) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 26°C (A32) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)

Gambar 9 Laju Produksi CO2 Selama Penyimpanan


40

Pada akhir penyimpanan suhu ruang (hari ke-14) laju produksi CO2
tertinggi pada perlakuan Aloe vera 100% adalah 20.99 ml/kg jam dan terendah
pada perlakuan Aloe vera 50% adalah 18.18 ml/kg jam. Namun jika dilihat dari
kondisi fisik salak pondoh yang kondisi kesegarannya lebih lama adalah pada
konsentrasi 75% yaitu sampai 30 hari. Kemudian pada pengamatan suhu rendah
diakhir penyimpanan (hari ke-30), laju produksi CO2 tertinggi adalah pada
perlakuan Aloe vera 100% dengan laju produksi CO2 sebesar 3.92 ml/kg jam dan
yang terendah pada perlakuan 75% yaitu sebesar 3.42 ml/kg jam. Menurut Phan et
al. (1975) suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap laju respirasi buah. Pada
suhu 0-35°C umumnya laju respirasi meningkat 2-2.5 kali untuk setiap kenaikan
suhu 10°C. Semakin tinggi laju respirasi semakin cepat kandungan substrat dalam
buah berkurang sehingga umur simpan menjadi pendek. Menurut Winarno dan
Fardiaz (1981) pada suhu dingin aktivitas respirasi menurun dan pertumbuhan
mikroba penyebab kebusukan dapat dihambat.
Selama penyimpanan berlangsung, secara rata-rata laju produksi CO2 pada
suhu ruang (26oC) nilainya diatas 10 ml/kg jam pada semua konsentrasi Aloe
vera. Sementara pada suhu rendah nilainya rata-rata dibawah 10 ml/kg jam. Hal
ini menunjukkan bahwa tingi rendahnya laju produksi CO2 lebih disebabkan oleh
faktor suhu, secara statistikpun menunjukkan hal yang demikian (Lampiran 5).
Dari hasil uji statistik (Lampiran 5), laju respirasi salak pada awal
penyimpanan dipengaruhi oleh suhu selama masa penyimpanan, dimana suhu
ruang (26oC) memiliki laju respirasi yang lebih besar daripada suhu rendah
(10oC), sehingga salak yang disimpan pada suhu rendah memiliki kualitas daya
tahan simpan yang lebih baik daripada suhu ruang, dimana pada suhu rendah
secara visual salak pondoh yang disimpan pada suhu rendah masih terlihat segar
dibandingkan salak pondoh yang disimpan pada suhu ruang. Pada akhir
penyimpanan (hari ke-30) pelapisan dengan Aloe vera menunjukkan bahwa
konsentrasi Aloe vera yang tinggi maupun rendah dapat mempengaruhi proses
respirasi dan transpirasi, dan hal ini menunjukkan pula bahwa konsentrasi pelapisan
Aloe vera yang lebih tinggi dan lebih rendah mampu mencegah laju respirasi yang
besar dari salak yang disimpan dalam suhu rendah.
41

C. Pengaruh Pelapisan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah


Perlakuan pelapisan Aloe vera dan suhu penyimpanan berpengaruh
terhadap perubahan mutu salak pondoh segar dengan melihat beberapa parameter
mutu, diantaranya perubahan susut bobot, kekerasan, kadar air, dan organoleptik.
Secara umum pada hari ke-21 (Tabel 7) perlakuan pelapisan Aloe vera dan suhu
penyimpanan masih dapat dilihat pengaruhnya terhadap beberapa parameter mutu.

Tabel 7 Analisa Mutu Salak Pondoh pada Hari ke-21 Penyimpanan


Perlakuan
Susut KA Orlep Orlep
Kekerasan TPT
Kadar Bobot Daging Tekstur Rasa
Suhu
Aloe vera
0% 13.70 c 2.61 a 78.43 a 17.73 b 4.1 d 4.8 b
50% 11.04 a 2.24 a 79.09 a 18.28 b 2.8 a 3.1 a
10oC
75% 12.13 b 2.37 a 78.62 a 16.83 a 3.3 b 3.2 a
100% 14.07d 2.24 a 82.02 b 16.38 a 3.5 c 3.6 a
75% 39.99 f 0.51 b 70.18 c 21.90 c 4.5 f 4.1 b
26oC
100% 36.25 e 0.52 b 69.52 c 22.10 c 4.9 f 4.6 b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (taraf uji 5%)

Pada Tabel 7 menujukkan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh secara


nyata hanya terhadap parameter kekerasan, namun suhu penyimpanan dan
perlakuan pelapisan Aloe vera berpengaruh secara nyata terhadap parameter susut
bobot, kadar air, total padatan terlarut (TPT) daging buah salak pondoh dan
organoleptik rasa. Data statistik pada tabel diatas menunjukkan secara umum
bahwa perlakuan pelapisan Aloe vera 50% dan suhu penyimpanan 10oC mampu
mempertahankan mutu salak selama penyimpanan. Untuk dapat melihat pengaruh
perlakuan pelapisan Aloe vera dan suhu penyimpanan terhadap masing-masing
parameter dapat dilihat lebih rinci sebagai berikut:

1) Susut Bobot

Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan adanya


penurunan mutu buah, dimana penurunan susut bobot dipengaruhi oleh respirasi
dan transpirasi. Respirasi merupakan proses metabolisme dengan cara
menggunakan O2 dalam pembakaran senyawa yang lebih kompleks (pati, gula,
protein, lemak, dan asam organik) menghasilkan molekul yaang lebih sederhana
yaitu CO2 dan H2O serta menghasilkan energi yang dapat digunakan oleh sel
42

untuk reaksi sintesa (Winarno 1981), sedangkan transpirasi merupakan proses


hilangnya air dalam bentuk uap air melalui proses penguapan. Susut bobot terjadi
karena selama proses penyimpanan menuju pemasakan terjadi perubahan
fisikokimia berupa pelepasan air. Berdasarkan Gambar 10 secara umum nilai
susut bobot salak pondoh selama penyimpanan mengalami peningkatan.

50

40
Susut Bobot (%)

30

20

10

0
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Hari ke-

Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 50% Suhu 26°C (A12)
Aloevera 75% Suhu 10°C (A21) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Aloevera 100% Suhu 26°C (A32)
Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)

Gambar 10 Perubahan Susut Bobot Salak Pondoh Selama Penyimpanan

Gambar 10 menunjukkan bahwa pada pengamatan suhu rendah (10oC)


rata-rata susut bobotnya dibawah 20% sampai akhir penyimpanan (hari ke-30).
Peningkatan susut bobot yang terjadi pada penyimpanan suhu 10°C tidak setajam
pada suhu 26°C. Pada awal penyimpanan persentase susut bobot yang terendah
terjadi pada perlakuan Aloe vera 100% suhu penyimpanan 10oC (A31) dengan
persentase susut bobot 4.51%. Pada penyimpanan hari ke-15 dengan suhu ruang
(26oC) susut bobot tertinggi terjadi pada perlakuan tanpa pelapisan Aloe vera
(28.45%) dan terendah pada pelapisan dengan Aloe vera 100% (24.21%). Pada
penyimpanan suhu rendah (10oC) nilai susut bobot yang paling rendah adalah
pelapisan Aloe vera 50% (10.46%) dan susut bobot tertinggi yaitu tanpa pelapisan
Aloe vera (12.50%). Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan Aloe vera dapat
mengurangi susut bobot salak pondoh, dimana konsentrasi pelapisan Aloe vera
dapat mempengaruhi pengurangan susut bobotnya. Pada akhir penyimpanan (hari
ke-30) dengan suhu penyimpanan 10oC persentase susut bobotnya paling rendah
43

adalah perlakuan pelapisan Aloe vera 75% (A21) yaitu sebesar 16.81% dan yang
tertinggi pelapisan Aloe vera 50% yaitu sebesar 22.22%. Hal ini menunjukkan
bahwa pelapisan yang ditingkatkan dapat mengurangi susut bobot, fenomena ini
disebabkan konsentrasi yang optimum (pelapisan Aloe vera 75%) dapat
mengurangi laju respirasi yang meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Kader (1985) yang menyatakan bahwa laju respirasi menyebabkan kehilangan air
pada bahan. Kehilangan air ini merupakan penyebab langsung kehilangan secara
kuantitatif buah yaitu susut bobot, kerusakan tekstur buah yang menyebabkan
kelunakan pada buah yang menyebabkan terjadinya pengerutan buah, serta
kerusakan kandungan gizi buah.
Dari hasil analisis statistik pada Lampiran 7, menunjukkan bahwa
perlakuan pelapisan dengan Aloe vera tidak berpengaruh secara nyata selama
penyimpanan, namun adanya pengaruh terhadap suhu penyimpanan dimana dari
hasil tersebut memperlihatkan bahwa suhu penyimpanan tinggi (26oC) maka susut
bobot buah salak pondoh juga akan terlihat tinggi dibandingkan suhu
penyimpanan rendah (10oC), susut bobot yang tinggi ini disebabkan karena laju
respirasi yang semakin tinggi.
Menurut Muchtadi (1992) Kehilangan bobot pada buah-buahan yang
disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat adanya proses
penguapan dan kehilangan karbon (CO2) selama respirasi. Air dibebaskan dalam
bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lenti sel, dan
bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis.
Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan susut bobot, akan
tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Kehilangan air dalam
jumlah banyak akan menjadi layu dan keriput.
Selain itu menurut Santoso (2005) susut bobot yang disebabkan oleh
kehilangan air ini dapat dicegah dengan cara pengaturan suhu ruang simpan,
sehingga umur simpan dapat menjadi lebih lama. Hal ini juga didukung oleh
pernyataan Soedibyo (1979) penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan
kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga kedua proses ini akan berjalan
lambat, sehingga akan mengakibatkan ketahanan simpan buah salak akan semakin
44

panjang dengan susut bobot minimal, mutu baik, dan harga jual salak pondoh
tetap tinggi.

2) Kekerasan Buah Salak Pondoh

Kekerasan buah merupakan salah satu ciri menurunnya kualitas buah sehingga
dapat dijadikan sebagai indikator kerusakan pada buah salak pondoh. Selama
penyimpanan nilai kekerasan buah salak turun dari awal hingga akhir pengamatan
untuk semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa daging buah salak dari hari
ke hari selama penyimpanan menjadi lebih lunak (Gambar 11).

4
Nilai Kekerasan kgf

0
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Hari ke-

Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 50% Suhu 26°C (A12)
Aloevera 75% Suhu 10°C (A21) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Aloevera 100% Suhu 26°C (A32)
Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)

Gambar 11 Perubahan Kekerasan Salak Pondoh Selama Penyimpanan

Pada Gambar 11 diatas memperlihatkan bahwa nilai kekerasan pada akhir


penyimpanan suhu ruang (hari ke-15) yang tertinggi adalah pelapisan Aloe vera
100% (2.69 kgf) dan yang terendah pada perlakuan kontrol (tanpa pelapisan Aloe
vera) yaitu 0.47 kgf, hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan Aloe vera
dapat mengurangi susut kekerasan. Selanjutnya pada pengamatan suhu rendah
pada akhir penyimpanan (hari ke-30) nilai kekerasan tertinggi adalah pelapisan
Aloe vera 100% (2.22 kgf) dan yang terendah pada perlakuan 75% (1.89 kgf). Hal
ini menunjukkan bahwa pelapisan Aloe vera secara umum dapat mempertahankan
terjadinya susut kekerasan. Penurunan kekerasan kulit buah salak pondoh ini
45

disebabkan penguapan air yang terjadi pada ruang-ruang antar sel sehingga sel
menjadi mengkerut sehingga ruang antar sel menyatu dan zat pektin menjadi
saling berikatan. Selain adanya penguapan air dari bahan, terjadi pula pengerasan
pada kulit salak pondoh karena pengaruh suhu penyimpanan yang dapat
menyebabkan pengerasan pada kulit buah salak.
Selain adanya penguapan air pada buah salak pondoh, kemungkinan
disebabkan oleh penggunaan suhu rendah, dimana reaksi-reaksi kimia atau reaksi-
reaksi enzimatis dalam buah dapat dicegah atau diperlambat. Hal ini sesuai
dengan Muchtadi (1992) yang menyatakan salah satu reaksi kimia yang dihambat
dalam penyimpanan suhu rendah adalah perubahan komposisi kimia terutama
senyawa pektin dalam daging buah. Senyawa pektin merupakan salah satu
komponen dinding primer maupun lamela tengah pada dinding sel buah. Dalam
proses pematangan buah zat pektin yang tidak larut (protopektin) berubah
menjadi pektin yang larut air, sehingga pektin yang larut air bertambah dan
protopektin tak larut akan berkurang. Keadaan ini menyebabkan ketegaran sel
buah akan menjadi lunak. Dengan perlakuan suhu dingin reaksi perubahan
protopektin menjadi pektin dapat diperlambat sehingga buah tidak cepat lunak.
Lebih lanjut menurut Muchtadi (1992) menyatakan bahwa kandungan zat pektin
didalam buah mempengaruhi kekerasan (tekstur), jika buah dipanaskan atau
disimpan pada suhu yang tinggi, maka zat pektik yang mempunyai sifat tidak larut
dalam air sebagian akan terhidrolisis menjadi pektin, sehingga akibatnya tekstur
buah tersebut menjadi lunak.
Dari analisa statistik kekerasan (Lampiran 9), selama penyimpanan terlihat
adanya pengaruh suhu penyimpanan. Salak pada penyimpanan suhu ruang (26oC)
mempunyai nilai kekerasan lebih kecil sehingga teksturnya lebih lunak dibanding
dengan penyimpanan suhu rendah (10oC). Hal ini berhubungan dengan kandungan
pektin yang terdapat pada daging buah salak pondoh, dimana Mitlitski et al.
(1981) melaporkan bahwa kandungan pektin terlarut jauh lebih tinggi bila suhu
lebih tinggi dan tidak ada CO2. Hal ini juga menurut Kader (1986) menyatakan
bahwa adanya pengaruh lingkungan penyimpanan terhadap tekstur, tetapi
mekanismenya belum diketahui.
46

3) Kadar Air Daging Buah Salak Pondoh

Dari pengamatan yang dilakukan selama penyimpanan pada umumnya


kadar air daging buah salak cenderung menurun secara merata, kecuali untuk salak
yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan dan kenaikan secara tidak
konstan (Gambar 12).
90
Kandungan KA (%)

80

70

60
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Hari ke-
Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 50% Suhu 26°C (A12)
Aloevera 75% Suhu 10°C (A21) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Aloevera 100% Suhu 26°C (A32)
Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)

Gambar 12 Kadar Air Daging Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan

Pada Gambar 12 menunjukkan bahwa kadar air pada daging buah salak
pondoh akhir penyimpanan suhu ruang (hari ke-15) yang terendah adalah
pelapisan Aloe vera 50% (70.92%) dan yang tertinggi pada perlakuan kontrol
(tanpa pelapisan dengan Aloe vera) yaitu 74.33%, hal ini menunjukkan bahwa
dengan penambahan Aloe vera 50% tidak dapat menjaga kadar air daging buah
tetap tinggi, fenomena ini disebabkan penambahan konsentrasi pelapisan Aloe
vera 50% belum dapat menunjukkan fungsinya sebagai penahan (barrier) yang
baik terhadap oksigen (O2), karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O), sehingga
konsentrasi Aloe vera 50% yang diaplikasikan pada salak pondoh belum dapat
mempertahankan kesegaran (kadar air yang tinggi). Selanjutnya pada pengamatan
suhu rendah di akhir penyimpanan (hari ke-30) kadar air daging buah salak
pondoh tertinggi adalah pelapisan dengan Aloe vera 50% (78.99%) dan yang
terendah pada perlakuan 75% (75.26%), hal ini menunjukkan kadar air daging
buah salak pondoh dengan berbagai konsentrasi pelapisan Aloe vera tetap terjaga
47

baik selama penyimpanan, sehingga daging buah salak pondoh masih terlihat
kesegarannya.
Pencelupan dalam Aloe vera 50% dan penyimpanan pada suhu 10°C (A11)
dapat menekan aktivitas metabolisme buah salak pondoh seperti respirasi dan
tanspirasi, selain itu juga dapat menghambat proses pembusukan oleh
mikroorganisme sehingga menekan kehilangan kadar air pada buah. Transpirasi
menyebabkan buah kehilangan air sehingga berpengaruh terhadap kesegaran dan
kerenyahan buah. Semakin kecil transpirasi maka buah akan terlihat semakin
segar dan sebaliknya. Pada suhu tinggi dan RH rendah uap air akan bergerak dari
konsertasi tinggi ke konsentrasi rendah. Perbedaaan kandungan air di dalam buah
dan di lingkungan atau atmosfer penyimpanan menyebabkan uap air akan
bergerak keluar dari jaringan ke atmosfer. Semakin kering udara dalam ruang
penyimpanan semakin cepat kehilangan air dari buah yang disimpan.
Kadar air daging buah berhubungan dengan kesegaran buah salak pondoh.
Berdasarkan analisa visual (Lampiran 10), kesegaran buah salak pondoh
mengalami penurunan selama penyimpanan. Pelapisan dengan Aloe vera 50% dan
suhu penyimpanan 10°C lebih segar dibandingkan kontrol pada suhu
penyimpanan 26°C. Menurut Martoredjo (2009) suhu tinggi dapat menyebabkan
terjadinya penguapan yang lebih cepat sehingga hasil tanaman menjadi cepat layu,
berkerut-kerut dan mengering atau kesegaran buah berkurang. Pencelupan dalam
Aloe vera dan penyimpanan pada suhu dingin dapat menjaga kelembaban daging
buah salak pondoh dan dapat mencegah kehilangan air atau transpirasi.
Berdasarkan uji statistik (Lampiran 11) pada konsentrasi Aloe vera, suhu
dan interaksi antara kedua faktor tersebut menunjukkan adanya pengaruh nyata
terhadap perubahan kadar air daging pada hari ke-15, dan ke-21. Uji lanjut
(Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan Aloe vera 50% dan penyimpanan
pada suhu 10°C (A11) memberikan pengaruh terhadap penurunanan kadar air
daging buah salak yang tidak terlalu tinggi dibandingakan perlakuan lainnya.
Menurut Apandi (1984), penurunan kadar air disebabkan terjadi penguapan air
melalui pori-pori daging buah, baik melalui proses respirasi maupun proses
transpirasi. Selama proses respirasi berlangsung dikeluarkan CO2 dan air sehingga
kandungan air dalam daging buah terus berkurang.
48

4) Total Padatan Terlarut (TPT)

Kandungan TPT salak pondoh selama penyimpanan pada umumnya


mengalami perubahan yang dapat dilihat pada Gambar 13 dibawah ini.
30
Nilai Total Padatan Terlarut (Brix)

25

20

15

10
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Hari ke-

Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 50% Suhu 26°C (A12)
Aloevera 75% Suhu 10°C (A21) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Aloevera 100% Suhu 26°C (A32)
Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)

Gambar 13 Perubahan Total Padatan Terlarut (TPT) Buah Salak Pondoh Selama
Penyimpanan
Pada Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai TPT buah salak pondoh pada
akhir penyimpanan suhu ruang yang tertinggi adalah pelapisan Aloe vera 100%
(21.18 oBrix ) dan yang terendah pada pelapisan Aloe vera 75% (19.38 oBrix), hal
ini menunjukkan bahwa dengan penambahan konsentrasi Aloe vera yang lebih
tinggi dapat meningkatkan nilai TPT buah salak pondoh. Selanjutnya pada
pengamatan suhu rendah pada akhir penyimpanan (hari ke-30) nilai TPT tertinggi
adalah pelapisan Aloe vera 75% (18.05 oBrix) dan yang terendah pada perlakuan
50% (15.93 oBrix), Hal ini disebabkan karena selama penyimpanan buah salak
mengalami pemasakan sehingga terjadi perombakan oksidatif dari bahan-bahan
yang kompleks seperti karbohidrat, protein, lemak dimana juga akan terjadi
hidrolisis pati yang tidak larut dalam air menjadi gula yang larut dalam air seperti
sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Selanjutnya pada proses penuaan yang semakin
berlanjut maka kandungan total padatan terlarut akan semakin menurun. Hal ini
diduga karena hidrolisis pati yang sudah sedikit, sedangkan sintesa asam yang
mendegradasi gula masih berjalan terus sehingga akan menimbulkan rasa manis
pada buah salak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Matto et al. (1984) diacu dalam
Pantastico et al. (1986) yang menyatakan bahwa pemasakan dapat meningkatkan
49

junlah gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik
senyawa-senyawa fenolik yang dapat mengurangi rasa sepat dan masam.
TPT buah salak pondoh akan meningkat dengan cepat ketika buah
mengalami pematangan dan akan terus menurun seiring dengan lama
penyimpanan. Penurunan TPT selama penyimpanan disebabkan kadar gula-gula
sederhana pada daging buah salak yang mengalami perubahan menjadi alkohol,
aldehida. dan asam amino. Semakin lama penyimpanan, komponen gula yang
terurai akan semakin banyak sehingga gula yang rnerupakan komponen utama
bahan total padatan terlarut semakin menurun.
Analisa statistik terhadap TPT (Lampiran 13) untuk semua perlakuan pada
awal penyimpanan tidak mengalami pengaruh yang nyata dari perlakuan Aloe
vera, suhu dan interaksi keduanya. Sedangkan pada penyimpanan hari ke-15 dan
ke-21 adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan Aloe vera, suhu dan interaksi
keduanya terhadap perubahan TPT. Hal ini disebabkan pada penyimpanan suhu
ruang dan suhu rendah peningktan kegiatan respirasi tidak terjadi secara tajam
dimana kegiatan respirasi melibatkan terjadinya pemecahan polimer karbohidrat,
khususnya perubahan pati menjadi gula, sehingga kandungan gula dalam buah
tidak mengalami peningkatan dengan cepat dan sekaligus meningkatkan
kandungan TPT. Hal ini sesuai pernyataan Santoso dan Purwoko (1995), yang
menyatakan bahwa kegiatan respirasi mempengaruhi perubahan rasa dan tekstur
buah, jika terjadi peningkatan laju respirasi maka terjadinya pemecahan polimer
karbohidrat semakin cepat.

5) Uji Organoleptik
Pada umumnya konsumen mengambil keputusan untuk membeli suatu
komoditi yang dalam hal ini adalah buah salak pondoh berdasarkan penilaian
secara visual. Parameter yang digunakan dalam penelitian meliputi: tekstur dan
rasa.

a. Tekstur

Data pengamatan nilai organoleptik tekstur pada buah salak pndoh yang
diberi perlakuan pelapisan Aloe vera dan disimpan pada suhu rendah
memperlihatkan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur buah salak pondoh
50

selama penyimpanan. Gambar 14 menunjukkan perubahan kesukaan terhadap


tekstur buah salak pondoh selama penyimpanan suhu ruang dan penyimpanan
suhu rendah, dimana pada umumnya skor uji organoleptik tekstur salak pondoh
cenderung mengalami peningkatan untuk semua perlakuan selama penyimpanan.

7
Nilai Organoleptik

6
5
4
3
2
1
0
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Hari ke-
Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 50% Suhu 26°C (A12)
Aloevera 75% Suhu 10°C (A21) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Aloevera 100% Suhu 26°C (A32)
Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)

Gambar 14 Hasil Uji Organoleptik Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan

Pada Gambar 14 menunjukkan bahwa nilai organoleptik tekstur buah


salak pondoh pada akhir penyimpanan (hari ke-15) suhu ruang yang terendah
adalah pelapisan Aloe vera dengan 100% (3.8) dan yang tertinggi pada tanpa
pelapisan Aloe vera (4.5), hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan Aloe
vera dapat mempertahankan nilai organoleptik tekstur tetap disukai. Selanjutnya
pada pengamatan suhu rendah pada akhir penyimpanan (hari ke-30) nilai
organoleptik tekstur tertinggi adalah pelapisan Aloe vera 100% (6.1) dan yang
terendah pada perlakuan 50% (4.8), hal ini menunjukkan bahwa pada suhu
penyimpanan 10°C dengan pelapisan Aloe vera atau kontrol (tanpa pelapisan Aloe
vera) skor teksturnya juga terus mengalami peningkatan hingga akhir
penyimpanan, dimana panelis sudah tidak menyukai lagi tekstur daging buahnya.
Nilai organoleptik tekstur salak pondoh pada awal penyimpanan menunjukkan
tingkat kesukaan yang masih diterima panelis, sedangkan nilai organoleptik
tekstur akhir penyimpanan cenderung meningkat (tingkat ketidaksukaan yang
51

tinggi). Gambar 14 menunjukkan salak pondoh pada perlakuan kontrol (tanpa


pelapisan Aloe vera) dan suhu penyimpanan 26°C (A02) memiliki nilai
organoleptik tekstur sebesar 2.3, setelah penyimpanan selama 15 hari nilai
organoleptik menjadi 4.5, hal ini mengakibatkan penolakan panelis (konsumen)
terhadap salak pondoh yang disimpan.
Nilai organoleptik tekstur salak pondoh yang sangat disukai panelis yaitu
perlakuan pelapisan dengan Aloe vera 50% dan penyimpanan pada suhu 10°C
(A11) sebesar 1.6, setelah penyimpanan selama 30 hari nilai organoleptiknya
sebesar 4.8. Pada akhir penyimpanan (30 hari) pencelupan salak pondoh ke dalam
alovera 50% dan suhu penyimpanan 10oC (A11) dapat mempertahankan nilai
organoleptik tekstur yang masih diterima panelis (konsumen) sebesar 4.8. Jika
dibandingkan dengan tekstur menggunakan alat Rheometer, ternyata pada awal
penyimpanan (hari ke-0) buah salak mempunyai nilai kekerasan sebesar 2.4 kgf,
sedangkan skor penerimaan panelis (organoleptik) bernilai 2.10 (suka). Hal ini
menunjukkan nilai kekerasan yang tinggi menunjukkan nilai kesukaan yang tinggi
bagi panelis/konsumen. Maka semakin lama penyimpanan maka nilai kekerasan
cenderung semakin rendah sedangkan skor penolakan panelis menjadi lebih
tinggi, dengan kata lain semakin lama penyimpanan maka tekstur semakin lunak
dan panelis menjadi semakin tidak suka.
Analisa statistik terhadap organoleptik tekstur (Lampiran 16) selama
penyimpanan pengaruh perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap
tekstur daging buah, dimana tekstur daging buah yang disimpan pada suhu 10oC
lebih disukai panelis dari pada suhu ruang. Hal ini mungkin disebabkan proses
pembentukan pektin larut air dari protopektin tak larut air pada jaringan daging
buah dapat dihambat pada suhu dingin sehingga pelunakan daging buah
diperlambat. Semakin lama penyimpanan maka nilai kekerasan cenderung semakin
rendah dengan skor penolakan panelis yang tinggi, atau semakin lama
52

penyimpanan maka tekstur semakin lunak dan panelis menjadi semakin tidak
suka.

b. Rasa

Seperti pada uji organoleptik rasa, umumnya skor uji organoleptik rasa
salak pondoh cenderung mengalami peningkatan untuk semua perlakuan selama
penyimpanan. Data pengamatan berdasarkan Gambar 15 menunjukkan nilai
organoleptik rasa pada buah salak pndoh yang diberi perlakuan pelapisan Aloe
vera dan disimpan pada sahu rendah memperlihatkan tingkat kesukaan panelis
terhadap rasa buah salak pondoh selama penyimpanan.

7
Nilai Organoleptik

6
5
4
3
2
1
0
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Hari ke-
Aloevera 50% Suhu 10°C (A11) Aloevera 50% Suhu 26°C (A12)
Aloevera 75% Suhu 10°C (A21) Aloevera 75% Suhu 26°C (A22)
Aloevera 100% Suhu 10°C (A31) Aloevera 100% Suhu 26°C (A32)
Tanpa Aloevera Suhu 10°C (A01) Tanpa Aloevera Suhu 26°C (A02)

Gambar 15 Hasil Uji Organoleptik Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan

Pada Gambar 15 menunjukkan bahwa nilai organoleptik rasa buah salak


pondoh pada akhir penyimpanan suhu ruang yang terendah adalah pelapisan Aloe
vera dengan 100% (3.4) dan yang tertinggi pada tanpa pelapisan Aloe vera (5.1),
hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan Aloe vera dapat
mempertahankan nilai organoleptik rasa tetap disukai. Selanjutnya pada
pengamatan suhu rendah pada akhir penyimpanan (30 hari) nilai organoleptik rasa
tertinggi adalah pelapisan Aloe vera 100% (6.0) dan yang terendah pada perlakuan
50% (4.8), hal ini menunjukkan bahwa pada suhu penyimpanan 10°C baik dengan
pelapisan dengan Aloe vera atau kontrol (tanpa pelapisan dengan Aloe vera) skor
53

rasanya juga terus mengalami peningkatan hingga akhir penyimpanan, dimana


panelis sudah tidak menyukai lagi rasa daging buahnya. Nilai organoleptik rasa
salak pondoh pada awal penyimpanan menunjukkan tingkat kesukaan yang masih
diterima panelis, sedangkan nilai organoleptik rasa akhir penyimpanan cenderung
meningkat (tingkat ketidaksukaan yang tinggi).
Pada Gambar 15 juga menunjukkan pada penyimpanan suhu 26°C
dengan perlakuan kontrol/tanpa pelapisan Aloe vera (A02) memiliki nilai
organoleptik rasa di awal penyimpanan sebesar 2.3, setelah penyimpanan hari
ke-15 nilai organoleptik rasa menjadi 4.5. Hal ini mengakibatkan penolakan
panelis (konsumen) terhadap salak pondoh yang disimpan. Pada penyimpanan
suhu rendah nilai organoleptik rasa salak pondoh yang disukai panelis yaitu
dengan perlakuan pencelupan dalam Aloe vera 50% (2.4), dan setelah akhir
penyimpanan (hari ke-30) nilai organoleptiknya sebesar 4.8, hal ini
menunjukkan penolakan panelis (konsumen) terhadap salak pondoh yang
disimpan tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan perlakuan pada suhu ruang
(26oC).
Pada suhu penyimpanan rendah (10°C) baik dengan perlakuan pelapisan
Aloe vera atau kontrol (tanpa pelapisan dengan Aloe vera) skor rasanya juga
terus naik hingga akhir penyimpanan, dimana panelis sudah tidak menyukai lagi
rasa daging buahnya. Pada hari ke-27 rasa salak pondoh masih disukai panelis,
dimana perlakuan pelapisan aloevera 75% (A21) pelapisan aloevera 50% (A11)
mempunyai skor 3.9 dan 3.8 (Lampiran 17). Pada hari ke-15 pengaruh pelapisan
Aloe vera dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap rasa daging
buah, dimana rasa daging buah yang disimpan pada suhu 10oC lebih disukai
panelis dari pada suhu ruang, hal ini mungkin disebabkan proses pembentukan
pektin larut air dari protopektin tak larut air pada jaringan daging buah dapat
dihambat pada suhu dingin sehingga pelunakan daging buah diperlambat, sehingga
nilai rasanya masih sangat disukai.
54

Analisa statistik terhadap organoleptik rasa (Lampiran 17) untuk hari


penyimpanan yaitu hari ke-15, dan ke-21 terdapat adanya pengaruh nyata dari
konsentrasi Aloe vera dan interaksi suhu penyimpanan terhadap organoleptik rasa.
Jika dibandingkan nilai organoleptik rasa dengan nilai TPT menggunakan alat
Refraktometer, diawal penyimpanan (hari ke-0) buah salak mempunyai nilai TPT
sebesar 17.92 oBrix sedangkan skor penerimaan panelis bernilai 2.10 (suka). Hal
ini menunjukkan nilai rasa yang tinggi menunjukkan nilai kesukaan yang tinggi
bagi panelis/konsumen. Maka semakin lama penyimpanan maka nilai organoleptik
rasa (penolakan panelis) cenderung menjadi lebih tinggi, dengan kata lain
semakin lama penyimpanan maka rasa manis (oBrix) semakin rendah dan panelis
menjadi semakin tidak suka. Tingginya penilaian panelis terhadap rasa pada buah
salak pondoh yang dilapisi Aloe vera membuktikan bahwa adanya pelapisan
(coating) tidak merubah rasa buah salak pondoh. Rasa merupakan parameter yang
sangat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap bahan atau produk, dimana
rasa buah salak pondoh didominasi oleh perpaduan antara kandungan gula dan
asam. Hal ini sesuai pada data kandungan gizi salak pondoh (Tabel 3) dimana rasa
buah salak pondoh (hitam) dipengaruhi kandungan gula dan kadar asam yang
tinggi (16.44% dan 0.707mg).

D. Pengaruh Pelapisan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Jumlah Cendawan


Pada pelapisan (coating) pada buah-buahan umumnya dimaksudkan untuk
memperpanjang masa simpan, dan penggunaan fungisida akan dapat mencegah
pertumbuhan kapang selama penyimpanan buah. Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, bahwa perlakuan pelapisan Aloe vera ternyata
dapat memperpanjang masa simpan buah salak pondoh sampai 20 hari, bahkan
untuk suhu penyimpanan rendah (10oC) bisa sampai 30 hari. Ini menunjukkan
bahwa Aloe vera efektif dalam memperpanjang masa simpan buah salak pondoh.
Selanjutnya selain dimaksudkan untuk memperpanjang masa simpan,
diharapkan penggunaan Aloe vera juga dapat mengurangi kontaminasi atau
mencegah pertumbuhan kapang yang biasa terjadi pada salak pondoh yang dapat
mengakibatkan busuk buah. Untuk itu, pada kajian berikutnya adalah pengamatan
pertumbuhan kapang selama penyimpanan salak pondoh. Kerusakan buah salak
pondoh ternyata dapat disebabkan oleh faktor mekanis, fisiologis dan
55

mikrobiologis (Suter 1988), sehingga buah salak pondoh dapat ditumbuhi kapang
(cendawan) dan selanjutnya mengakibatkan buah menjadi busuk. Serangan
kapang (cendawan) ini sebagai akibat adanya luka atau memar pada buah salak.
Dengan adanya luka pada kulit atau pada pangkal buah maka terciptalah pintu
gerbang bagi mikroba (kapang/jamur) untuk masuk ke dalam daging buah setelah
dipetik (Rahmad 1990).
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh perlakuan Aloe vera dan suhu
penyimpanan terhadap pertumbuhan cendawan diperoleh hasil sebagai berikut:
(Tabel 8)

Tabel 8 Pengaruh pelapisan Aloe vera dan suhu penyimpanan terhadap jumlah
cendawan

Perlakuan
Jumlah Cendawan (koloni/gram)
Suhu Kadar Aloe vera
Penyimpanan
50% 9.0 x 106 b

10oC 75% 1.3 x 105 a

100% 1.4 x 107 b

Tabel 8 memperlihatkan bahwa pertumbuhan cendawan pada akhir


penyimpanan (hari ke-30) kandungan total cendawan tertinggi terdapat pada
perlakuan pelapisan Aloe vera dengan konsentrasi 100% dan suhu penyimpanan
10oC (A31) yaitu 14 x 106 koloni/gram dan total cendawan terendah terdapat pada
pelapisan Aloe vera 75% dan suhu penyimpanan 10oC (A21) yaitu 1.3 x 105
koloni/gram. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi Aloe vera yang tinggi
(100%) dapat meningkatkan pertumbuhan cendawan, fenomena ini diduga karena
konsentrasi pelapisan Aloe vera 100% memiliki permeabilitas rendah dalam hal
menutupi atau melapisi ujung buah salak sehingga lentisel tidak dapat berdifusi
(pertukaran gas) dengan baik, dan ini sesuai dengan pernyataan Soesanto (2006)
yang menyatakan bahwa lentisel sangat menentukan tingkat kerentanan buah
terhadap serangan kapang pascapanen, dimana lentisel merupakan tempat
pemasukan gas yang diperlukan bagi buah salak dan pembuangan gas serta uap air
sebagai hasil samping metabolisme (respirasi) dari dalam buah salak. Jika lentisel
56

tidak berfungsi dengan baik, maka akan memudahkan mikkroba (kapang) untuk
dapat tumbuh karena kondisi di tempat lentisel menjadi lembab sebagai akibat
tertahannya pertukaran gas, peningkatan akumulasi laju respirasi ini menyebabkan
buah menjadi lembab dan kandungan airnya yang tinggi, sehingga memudahkan
pertumbuhan kapang, hal ini didukung pada data laju respirasi yang tinggi (laju
produksi CO2) yang tinggi (3.92 ml/kg jam) di bandingkan perlakuan pelapisan
Aloe vera 50% dan 75% yang relatif seimbang (3.43 ml/kg jam dan 3.42 ml/kg
jam). Pada konsentrasi pelapisan Aloe vera 75% merupakan konsentrasi yang baik
untuk mempertahankan kualitas atau mutu dari salak pondoh terhadap
pertumbuhan cendawan, hal ini disebabkan oleh konsentrasi pelapisan Aloe vera
75% dapat menyeimbangkan terjadinya pertukaran gas, dimana sifat
permeabilitasnya yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Roosmani (1975)
dalam Utama et al. (2000) yang menyatakan bahwa pelapisan (coating) yang
dilakukan harus optimal karena lapisan yang terlalu tebal dapat mengakibatkan
terjadinya respirasi anerob dan menghasilkan buah yang busuk (akibat serangan
kapang), sedangkan buah jika lapisan coating-nya terlalu tipis maka kurang efektif
mengurangi laju respirasi dan transpirasi. Pada gambar 16 memperlihatakan
pengaruh pelapisan Aloe vera dan suhu penyimpanan terhadap tampilan buah
salak pondoh dalam penyimpanan. Pada penyimpanan suhu ruang perlakuan
pelapisan Aloe vera 50% (A21) dan perlakuan kontrol/tanpa pelapisan Aloe vera
(A02) telah ditumbuhi kapang, sehingga penyimpanannya berakhir pada hari ke-
15. Pada penyimpanan suhu rendah untuk setiap perlakuan pelapisan Aloe vera
masih terlihat segar, hal ini terlihat pada Gambar 16 di bawah ini.

A11 A21 A31 A01

A12 A22 A32 A02

Gambar 16 Tampilan Salak Pondoh Setelah Penyimpanan 15 hari


57

Kapang Fusarrium sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, dan Mucor sp dapat
menghasilkan mikotoksin (racun yang dikeluarkan oleh kapang yang bersifat
mengganggu kesehatan) yang berbahaya bagi manusia, maka diperlukan untuk
mengetahui batas pertumbuhan kapang yang aman pada komoditi pangan maupun
hasil pertanian yang disimpan dapat dikonsumsi oleh manusia. Menurut Makfoeld
1993) untuk hasil pertanian yang dipanen dipermukaan atau di dalam tanah seperti
kacang tanah (termasuk buah salak) memiliki batas pertumbuhan kapang 7.106
koloni/gram. Dari hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan kapang yang tetap
memiliki batas keamanan kesehatan manusia adalah pada pelapisan Aloe vera
75% dan suhu penyimpanan (1.3 x 105 koloni/gram).
Selain terjadinya pertumbuhan cendawan pada permukaan kulit salak
pondoh, perubahan lain yang terjadi adalah adanya noda coklat pada daging buah.
Warna coklat timbul ini diduga karena terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis
akibat terjadinya oksidasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (2002) yang
menyatakan bahwa reaksi pencoklatan terjadi akibat oksigen dapat berhubungan
langsung dengan poliphenol dengan dikatalisa oleh enzim poliphenol oksidase
membentuk senyawa melanin berwarna coklat, karena buah salak yang
mengandung senyawa poliphenol dalam bentuk tanin, maka oksigen dapat
berhubungan dengan poliphenol bila terdapat sel atau jaringan yang terbuka akibat
luka.
Hasil analisis statistik pada hari ke-30 (Lampiran 22) menunjukkan adanya
pengaruh yang nyata antara kombinasi perlakuan dengan tingkat pertumbuhan
cendawan, yang berarti bahwa tingkat pertumbuhan cendawan lebih disebabkan
karena pengaruh konsentrasi pelapisan Aloe vera. Secara nyata pengaruh
konsentrasi pelapisan Aloe vera menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
cendawan yang disimpan, terutama pada penyimpanan suhu dingin (Lampiran
22), dimana pertumbuhan cendawan pada konsentrasi pelapisan Aloe vera 100%
relatif lebih tinggi (14 x 106 koloni/gram) daripada konsentrasi pelapisan Aloe vera
75% (14 x 106 koloni/gram). Selain pernyataan di atas, menurut Dweck dan
Reynold (1999) menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan cendawan yang rendah
disebabkan karena konsentrasi gel Aloe vera yang optimal mampu menjaga
kelembaban dengan cara mengontrol kehilangan air dan pertukaran komponen-
58

komponen larut air. Selanjutnya Reynolds dan Dweck (1999) menyatakan bahwa
fungsionalitas zat terkandung dalam Aloe vera ini mampu menghambat
pertubuhan cendawan, hal ini juga makin diperkuat dengan adanya penelitian dari
Mousa et al. (1999), yang menyatakan bahwa gel tanaman ini bersifat anti-fungal
terhadap Penicillium digitatum, Penicillium expansum, Botrytis cinerea,
Alternaria alternate, Aspergillus niger, dan Fusarium monthform, dan dalam
penelitian ini ternyata bahwa kapang Mucor sp dapat dihambat pertumbuhannya.
59

VI. SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan

1. Jenis kapang yang menyebabkan busuk buah pada salak pondoh adalah
Fusarrium sp, Aspergillus sp, Penicillium sp dan Mucor sp.
2. Penyimpanan pada suhu rendah pada salak yang di coating dengan Aloe vera
dapat memperlambat laju respirasi. Kombinasi perlakuan yang memiliki laju
respirasi terendah adalah konsentrasi 100% dengan suhu penyimpanan 10oC
(O2 3.71 ml/kg jam, CO2 3.92 ml/kg jam).
3. Pada akhir penyimpanan (hari ke-30) dengan suhu penyimpanan 10oC,
konsentrasi Aloe vera yang diaplikasikan berpengaruh terhadap mutu salak
pondoh. Susut bobot terendah pada konsentrasi 75% (16.81%) dan yang
tertinggi pada konsentrasi 50% (22.22%). Kekerasan tertinggi pada
konsentrasi 100% (2.22 kgf) dan terendah pada konsentrasi 75% (1.89 kgf).
Kadar air daging buah tertinggi pada konsentrasi 50% (78.99%) dan terendah
pada konsentrasi 75% (75.26%). Total Padatan Terlarut (TPT) tertinggi pada
konsentrasi 75% (18.05 oBrix) dan terendah pada konsentrasi 50% (15.93
o
Brix). Nilai organoleptik rasa terendah pada konsentrasi 50% (4.8) dan
tertinggi pada konsentrasi 100% (6.1). Nilai organoleptik rasa terendah pada
konsentrasi 50% (4.8) dan tertinggi pada konsentrasi 100% (6.0).
4. Konsentrasi pelapisan Aloe vera 75% dan suhu penyimpanan 10oC memiliki
pertumbuhan cendawan yang terendah pada akhir penyimpanan salak pondoh
yaitu sebesar 1.3 x 105 koloni/gram.
5. Kombinasi perlakuan terbaik untuk penanganan busuk buah pada salak adalah
pelapisan dengan Aloe vera 50% dan suhu penyimpanan 10oC (parameter
mutu kadar air daging, susut bobot, total padatan terlarut dan nilai
organoleptik yang tetap disukai) mampu mempertahankan masa simpan salak
pondoh hingga 27 hari.

B. Saran
Perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk penggunaan bahan pelapisan
(coating) lain yang memiliki sifat anti fungal dan berpotensi untuk
memperpanjang umur simpan salak pondoh.
60

DAFTAR PUSTAKA

Alvares JS, Thorne S. 1981. The Effect of Temperature on the Deterioration of


Stored Agriculturel Produce. Development in Food Preservation-1.
London : App., Sci. Pub.

Amiarsi D, Sitorus E, Sjaifullah. 1996. Pengaruh Teknik Penyimpanan terhadap


Mutu Buah Salak Lumut. Di dalam: /. Hort. 6(4):392-401.

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of the Association of Agricultural


Chemist. Whasington DC.

Apandi M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Bandung: Alumni.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1988.


Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Depdikbud, Bogor: PAU
Pangan dan Gizi. EPB.

Arief PW. 2003. Analisis Prefensi Konsumen Luar Negeri terhadap Atribut Buah
Salak dan Implikasinya terhadap Strategi Pengembangan Pemasaran
Salak Pondoh. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Asrofi Y. 1986. Mempelajari Pola Respirasi dan Pengawetan dengan Cara


Pengeringan dari buah Salak (Salacca edulis. Reinw) [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Astuti S. 2007. Pengaruh Konsentrasi Natrium Bisulfit dan Lama Penyimpanan


Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan organoleptik Buah Salak Pondoh
(Salacca edulis Reinw). Lampung: Universitas Lampung Library.

Baldwin EA, Carriedo MON, Baker RA. 1995. Edible Coating for Lightly
Processed Fruits and Vegetables. J.Horti.Sci. 30(1): 35- 37

DBPTP. 1985. Petunjuk Penanganan Pasca Panen Hasil Hortikultura. Jakarta:


Direktorat Bina Produksi Tanaman Pertanian.

BPS. 1992. Buah- Buahan. Jakarta Biro Pusat Statistik.

Bourne, MC. 1981. Physical Properties and Structure of Horticulture Crops,P.


207-263. In M.Peleg and E.B.Bagley. Physical Properties of Food.
AVIJPub. Co., M.C.Westspot Connecticut.

Burn JK. 1995. Lightly Processed Fruits and Vegetables. Introduction to the
Colloqium. J.Horti. Sci. 30 (1): 14-17
61

Budaraga IK. 1998. Pengkajian Respirasi Buah Tropika Terolah Minimal Selama
Penyimpanan Pada Komposisi Udara Normal [tesis]. Bogor: Program
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Cameron AC, Talasila PC, Joles DW. 1995. Predicting Film Permeabelity Needs
for Modified Atmosphere Packaging of Lightly Processed Fruits and
Vegetables. J.Horti. Sci. 30 (1): 25-34

Daniel R. 1973. Edible Coating and Soluble Packaging. Park Ridge, NJ: Noyes-
Data Corp.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Daftar komposisi bahan makanan. Di dalam:


Palupi, Siti Hamidah, dan Sutriyati Purwanti. Peningkatan produktivitas
hasil olahan salak melalui diversifikasi sekunder untuk mendukung
pengembangan kawasan agropolitan. Inotek, Volume 13, Nomor 1,
Februati 2009

Dina. 1996. Isolasi dan Identifikasi Kapang Fusarium [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Daftar


Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bharata Karya Aksara.

Direktorat Jendral Hortikultura. 2010. www.hortikultura.deptan.go.id. Upaya


Pengembangan Kawasan Buah Unggulan Tropika untuk Ekspor.
[terhubung berkala] http:/www.deptan.go.id.[20 Maret 2010)

Djafar, Titiek F, Mudjisihono ROB. 1998. Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah
Salak Pondoh pada Bebagai Perlakan Penyimpanan Buah Segar.
Yogyakarta: Institut Pertanian Yogyakarta.

Donhowe IG, Fennema O. 1994. Edible Film and Coating: Characteristics,


Formation, Definations, and testing Methods. Di dalam Krotcha, J.M.,
E.A. Baldwin. Dan M.N. Carriedo. (eds) Edible Coating and Film to
Improve Food Quality, Pensylvania: Technomic Publishing Company.
Inc.

Eckert JW. 1978. Pathological Diseases of Fresh Fruits and Vegetables. Pp.161-
209. in: H.O. Hultin and M. Milner (Eds.), Postharvest Biology and
Biotechnology. Food & Nutrition Press, Inc.,

Eskin NAM, Henderson HM, Townsend EJ. 1971. Biochemistry of Food.


Academic Press. Inc. New York 557p.

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Gramedia.


62

Gandjar I, Sjamsuridzal W, Oetari A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta:


Buku Obor.

Gunadnya IBP. 1993. Pengkajian Penyimpanan Salak Segar dalam Kemasan Film
dengan Modified Atmosphere [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.

Hal CW, Hardenberg RE, Pantastico EB. 1975. pengemasanPangan untuk


Konsumen dengan Plastik. Di dalam: Pantastico, E.B. 1986. Fisiologi
Pasca Panen. Yogyakarta: Terjemahan Gajah Mada University Press.

Haard NF. 1985. Characteristic of Edible Plant Tissues. In: Food Chemistry:
Fennema OR. (Ed). Marcel Dekker, Inc. New York.

Hastuti P, Ari M. 1988. Perubahan Sifat Kimia dan Kesenangan Konsumen


Terhadap Salak Pondoh Selama Penyimpanan Pada Suhu Dingin. Di
dalam: Heruwati et al., Presiding Seminar Penelitian Pasca Panen,
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian.

He Qian, et al. 2003. Quality and Safety Assurance in The Processing of Aloe
vera Gel Juice Food Control Journal. Vol 16. Pp 95-104. [21 Mei 2007].

Howard LR, Dewi T. 1995. Sensory, Microbiological and Chemical Quality of


Mini-peeled Carrots as Affected by Edible Coatings Treatment. J.Food.
Sci. 60(1): 142-144.

Kader AA. 1992. Modified Atmosphere during Transport and Storage in : Kader
(ed). Postharvest Tehnology of Horticultural Crops. Cooperative
Extension. USA: Univ. of California- Davis, Davis, Ca.

Kays SJ. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plants Product. Van Nostrant
Reinhold, New York: p. 120-122.

Kusumo S, Bahar FA, Sulihanti S, Krisnawati Y, Suhardjo dan Sudaryono T.


1995. Teknologi Produksi Salak. Penelitian dan Pengembangan
Hortikultuara. Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian.
Departemen Pertanian. Jakarta.

Kwolek WF. dan Bookwalter GN. 1971. Predicting, Storage, Stability Time
Temperature Data. J.Food Technology. 25 (1025): 51-57.

Labuza TP. 1982. Shelf Life Dating of Foods. USA: Food and Nutrition Press,
Inc. Westsport, Conneticut.
63

Mahendra MS, Janes J, Sucipto N. 1993. Strategi Teknologi Pasca Panen dalam
Penanganan Buah-buahan Tropis Kualitas Ekspor. Denpasar: Seminar
Strategi Mekanisasi Pertanian di Indonesia. 25 Agustus 1993.

Makfoeld D. 1993. Mikotoksin Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Metlitskii LV. 1983. Controlled Atmosphere Storage of Fruit. Delhi: Amerine


Pubhlising Co. Itd.

Mousa ASM, Ali MIA, Shalaby NMM, Elgamal MHA. 1999. Antifungal Efects
of different Plant Extracts and Their Mayor Components of Selected
Aloe Species. J. Phytother Res. Vol 13, PP 401-407 [20 Februari 2007].

Muchtadi D. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Petunjuk


Laboratorium. Bogor: PAU. Institut Pertanian Bogor,.

Murtiningsih W, ASB Dondy, Sjaifullah. 2002. Teknik Pengemasan untuk


Mempertahankan Kesegaran dan Kualitas Buah Salak. Di dalam: Ditjen
BPPHP. Jakarta: Jurnal Teknologi Pengolahan Hasil Hortikultura
Departemen Pertanian.

Napitupulu B, Sariman, Murizaf D, Harahap, Zulkarnain, Tampubolon M. 2001.


Karakteristik Teknologi Pasca Panen dan Pengemasan Buah Salak
Sidimpuan. Balai Pengkajian teknologi Pertanian Gedung Johor, Balai
penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Nuswamarhaeni S, Prihatin D, Pohan EP. 1989. Mengenal Buah Unggul


Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.

Noorhakim I. 1992. Pengaruh Suhu dan Penggunaan Sistem Penyimpanan


Atmosfir Termodifikasi Terhadap Mutu Buah Salak (Tandanan) serta
Penggunaan Fungisida sebagai Penghambat Pertumbuhan Kapang
Penyebab Kerusakan Buah [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknolgi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pantastico EB. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Terjemahan Gajah Mada
University Press.

Paramawati R. 1998. Penentuan Komposisi Atmosfir Penyimpanan Suku Salak


Segar Terbungkus Pelapis Edibel [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor.

Park HJ, Shewfelt MS. 1994. Edible Coatings Effect on Storage Life and Quality
of Salak pondohoes. J.Food Sci. 56 (2): 568-570.

Pelczer MJ. 1976. Microbiology. New York: MC Graw-Hill Book Company.


64

Phan CT. 1975. Respirasi dan Puncak Respirasi. Di dalam Pantastico, E.B. 1986.
Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Terjemahan Gajah Mada University
Press.

Pitt and Hocking. 1997. Fungi and Spoilage. London: Academic Press.

Prabawati S, Utami UD, Sjaifullah. 1994. Pengaruh Perlakuan Asam Askorbat


Bisulfit, dan Benzoat terhadap Mutu dan Kerusakan Buah Salak Pondoh
Kupas. J. Hort. 6 (2): 74-84.

Reynolds T, Dweck AC. 1999. Aloe vera Leaf Gel: A review Update: Journal of
Ethnopharmacology Vol 68pp 3-37 [21 Mei 2007].

Rokhani H. 1996. Disain Sistem Pengukuran Laju Transpirasi Buah-


buahan/Sayuran pada Ruang Atmosfer Terkendali [Laporan Penelitian].
Bogor: Jurusan Mekanisasi Petanian FATETA Institut Pertanian Bogor.

Rokhani H. 2002. Studies on The Postharvest Treatments For Export Preparation


of Tropical Fruit: Manggo [disertasi]. Japan: Kagoshima University.

Sabari. 1983. Masalah Pemanenan Buah Salak. Sub Balai Penelitian Tanaman
Pangan, Pasar Minggu, Jakarta.

Sabari S. 1986. Perkembangan Fisik dan Kimiawi Salak Pondoh. Bul. Penel. Hort.
XIII. Hal 54-63.

Salunke DK, Desai BB. 1984. Postharvest Biotecnology of Vegetables. CRC


Press Inc. Boca Raton, Florida. Vol. I: 35-80.

Santoso HB. 1990. Salak Pondoh. Yogyakarta: Kanisius.

Santoso BB. 2005. Pascapanen Hortikultura. Mataram: Program Studi


Hortikultura. Fakultas Pertanian. Universitas Mataram.

Setyadjit dan Sjaifullah. 1993. Penelitian Beberapa aramete Penting dalam


Merancang Penyimpanan Buah Salak Bali dengan Sistem Atmosfer
Termodifikasi. J. Hort. 5(3): 79-85.

Setyaningsih D, Apriantono A, Sari P. 2010. Analisis Sensori untuk Industri


Pangan dan Agronomi. Bogor: IPB Press.

Schlimme DW. 1995. Marketing Lightly Processed fruits and Vegetables. Horti.
Sci. 30(1): 15-17.

Soesanto L. 2006. Penyakit Pascapanen. Yogyakarta: Kanisius.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Biometrik. Cetakan Ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
65

Suhardi, Tranggono, Santoso U. 1997. Perubahan Kimia dan Sensoris Buah salak
Pondoh Selama Penyimpanan dalam Atmosfer Termodifikasi. Agritech
7 (1): 6-9.

Suhardjo, Sjaifullah, Prabawati S, Satuhu S, dan Murtiningsih. 1995. Penanganan


Segar dan Olahan. Di dalam: Kusumo S, Bahar FA, Sulihati S,
Krisnawati Y, Suhardjo, dan Sudaryono T. Editor. Teknologi Produksi
Salak. Pusat penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Bahan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Sulusi, Prabawati, Suyanti, Sjaifullah. 1996. Penentuan Ketuaan Panen untuk


Mendapatkan Buah Salak Suwaru Bermutu Baik. J. Hort. G(3): 309-317.

Suter IK. 1988. Telaah Sifat Buah Salak di Bali sebagai Dasar Pembinaan Mutu
Hasil [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sutrisno, Seesar YA, Sugiyono. 2009. Pengaruh Jenis Kemasan dan Suhu
Penyimpanan terhadap Umur Simpan dan Mutu Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.) pada Simulasi Transportasi. Makalh Seminar
Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA, Mataram 8-9 Agustus 2009.
Pdf [ 5 Oktober 2010].

Utama IMS. 2001. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar. Bali: Jurnal
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali.

Utama IMS dan IBP.Gunadnya. 2000. Pengaruh Ethanol Terhadap Kesepatan


Buah Salak. Bali: Universitas Udayana.

Westport, Murtiningsih. 1994. Inventarisasi Penyakit Pascapanen Buah Salak dan


Cara Pengendaliannya. dalam: /. Hort. 6(l):95-99.

Widyasari RRLEA. 2002. Aplikasi Edibel Film dari Isolat Protein Kedelai dan
Asam Lemak untuk Pengawetan Buah Salak Pondoh (Salacca edulis
Reinw) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Wills, Graham, Glason MC, Hall. 1981. Postharvest an Introduction of Fruits and
Vegetables. London: Granada.

Winarno FG, Wirakartakusumah MA. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: PT.
Sastrahudaya.

Winarno FG. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. Bogor: M-BRIO
Press.

Wiyana LSR. 2007. Perancangan Kemasan Transportasi Buah Salak (Salacca


edulis) Berbahan Baku Pelepah Salak [tesis]. Bogor: Program Pasca
sarjana, Institut Pertanian Bogor.
66

LAMPIRAN
67

Lampiran 1 Diagram alir pembuatan Gel Aloe vera

Daun Aloe vera

Sortasi dan pencucian dengan air mengalir

Perendaman dalam larutan


klorin 200 ppm selama 30 menit

Pembilasan dengan air matang

Trimming dan Filleting

Pembilasan dengan air matang unruk menghilangkan yellow


swap (lendir berwama kuning)

Penghancuran dengan crusher

Gel

Aloe vera

Pemanasan atau Penambahan disertai Pemanasan

Pengemasan dan Penyimpanan


68

Lampiran 2 Data laju konsumsi O2

Perlakuan Laju Konsumsi O2 Hari ke- (ml/kg.jam)

Kadar
Suhu Aloe 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
vera

0(%) 7.46 3.02 3.19 2.28 2.28 2.27 2.34 2.11 2.68 1.88 1.88 2.11 2.62 2.17 2.11

50(%) 8.16 3.37 3.25 2.51 2.00 2.25 2.00 2.05 2.40 1.88 2.28 2.28 2.05 2.34 2.22
10oC
75(%) 7.43 2.97 2.79 2.05 2.05 2.30 2.28 1.94 2.40 2.00 2.05 2.28 2.74 2.28 2.11

100(%) 7.46 3.02 3.19 2.28 2.28 2.27 2.34 2.11 2.68 1.88 1.88 2.11 2.62 2.17 2.11

0(%) 19.03 8.73 12.95 10.10 8.56 8.95 10.15 11.46 13.97 13.18 13.63 13.97 15.46 15.86 -

50(%) 18.74 9.01 12.55 9.07 8.33 8.09 8.16 7.76 10.04 9.81 11.07 11.92 13.80 13.57 -
26oC
75(%) 21.05 9.81 12.89 8.78 9.47 9.88 9.87 10.61 11.98 11.92 13.75 13.35 14.15 14.83 16.08

100(%) 20.71 11.46 14.03 8.78 10.78 10.70 10.61 11.41 12.38 11.75 12.26 12.72 14.32 14.37 -
69

Lampiran 2 (Lanjutan )

Perlakuan Laju Konsumsi O2 Hari ke- (ml/kg.jam)

Kadar
Suhu Aloe 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
vera

50(%) 2.45 2.79 2.22 2.40 2.62 3.08 2.79 2.91 2.45 2.91 2.85 3.72 2.69 3.72 3.31

75(%) 2.34 2.34 2.28 2.11 2.40 2.51 2.51 2.68 2.57 2.91 2.17 3.14 3.70 2.28 3.16
10oC
100(%) 2.40 2.40 2.34 2.22 2.28 2.74 2.85 3.71 3.82 3.94 3.71 3.99 4.16 4.05 3.71

0(%) 2.17 3.14 3.19 2.85 3.37 - - - - - - - - - -

0(%) - - - - - - - - - - - - - - -

50(%) - - - - - - - - - - - - - - -
26oC
75(%) 15.97 16.31 16.43 17.11 17.40 - - - - - - - - - -

100(%) 15.51 15.11 14.77 15.06 15.74 - - - - - - - - - -


70

Lampiran 3 Analisa sidik ragam untuk laju konsumsi O2

a. Pada penyimpanan hari ke-14


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 4.464 3 1.488 .216 .883

SUHU 1149.888 1 1149.888 166.910 .000


ALOEV * SUHU 5.267 3 1.756 .255 .856

Error 55.114 8 6.889

Total 3026.939 16
Corrected Total 1214.734 15

a. R Squared = .955 (Adjusted R Squared = .915)

b. Pada penyimpanan hari ke-18


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 1.936 3 .645 .436 .735
SUHU 347.030 1 347.030 234.456 .000
ALOEV * SUHU 1.288 1 1.288 .870 .387
Error 8.881 6 1.480
Total 1035.360 12
Corrected Total 454.060 11
a. R Squared = ,980 (Adjusted R Squared = ,964)

c. Pada penyimpanan hari ke- 20

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 2.280 3 .760 .305 .821

SUHU 618.393 1 618.393 248.149 .000

ALOEV * SUHU 3.222 3 1.074 .431 .737

Error 19.936 8 2.492

Total 1783.738 16

Corrected Total 643.831 15


a. R Squared = ,969 (Adjusted R Squared = ,942)
71

Lampiran 4 Data laju produksi CO2

Perlakuan Laju Produksi CO2 Hari ke- (ml/kg.jam)

Suhu Kadar
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Aloe
vera

0(%) 8.80 5.33 6.64 4.15 5.48 4.49 2.02 1.93 2.21 2.61 2.10 2.17 2.70 2.13 1.97

50(%) 8.85 5.29 6.00 4.38 3.86 3.46 1.81 1.69 1.88 1.65 1.98 2.13 1.77 2.26 2.30
10oC
75(%) 8.70 4.81 5.64 3.86 4.20 3.23 2.09 1.79 1.95 1.81 1.91 1.93 2.49 2.17 2.17

100(%) 8.52 5.36 6.09 3.97 4.47 3.66 2.13 1.75 2.18 1.71 1.73 1.83 2.33 2.10 2.22

0(%) 20.68 15.10 23.56 17.52 21.95 19.84 12.07 13.38 17.96 16.52 16.43 15.74 17.93 18.80 -

50(%) 19.99 14.83 21.04 15.67 14.90 11.92 8.67 8.17 10.89 10.44 13.12 15.37 17.32 18.18 -
26oC
75(%) 20.39 14.99 20.92 14.56 15.67 11.44 9.98 10.78 13.02 13.68 15.18 15.77 16.16 18.50 21.00

100(%) 23.10 18.25 23.66 18.87 19.53 17.56 11.69 13.57 13.86 13.67 14.33 16.22 18.54 20.99 -
72

Lampiran 4 (Lanjutan)

Perlakuan Laju Produksi CO2 Hari ke- (ml/kg.jam)

Suhu Kadar
Aloe 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
vera

0(%) 1.91 2.83 2.76 2.84 3.15 - - - - - - - - - -

50(%) 2.21 2.67 1.94 2.36 2.52 2.73 2.43 2.22 0.94 2.61 2.46 3.13 2.50 2.68 3.43
10oC
75(%) 2.05 2.34 2.20 2.40 2.48 2.66 2.22 2.09 0.94 2.50 2.08 2.79 3.31 2.51 3.42

100(%) 2.11 2.46 2.28 2.41 2.54 2.92 2.60 3.06 0.94 3.66 3.60 3.71 3.95 3.90 3.92

0(%) - - - - - - - - - - - - - - -

50(%) - - - - - - - - - - - - - - -
o
26 C
75(%) 20.64 20.64 21.27 20.59 21.10 - - - - - - - - - -

100(%) 23.99 22.59 22.93 23.78 23.16 - - - - - - - - - -


Lampiran 5 Analisa sidik ragam untuk laju produksi CO2

a. Pada penyimpanan hari ke-14

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 4.464 3 1.488 .216 .883
SUHU 1149.888 1 1149.888 166.910 .000

ALOEV * SUHU 5.267 3 1.756 .255 .856

Error 55.114 8 6.889

Total 3026.939 16

Corrected Total 1214.734 15

a. R Squared = .955 (Adjusted R Squared = .915)

b. Pada penyimpanan hari ke-17


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 3.195 3 1.065 .187 .901
SUHU 751.169 1 751.169 131.964 .000
ALOEV * SUHU 2.354 1 2.354 .414 .544
Error 34.153 6 5.692
Total 1990.709 12
Corrected Total 1023.383 11
a. R Squared = ,967 (Adjusted R Squared = ,939)

c. Pada penyimpanan hari ke-20


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 3.019 3 1.006 .257 .854

SUHU 773.031 1 773.031 197.777 .000

ALOEV * SUHU 2.122 1 2.122 .543 .489

Error 23.452 6 3.909

Total 2051.712 12

Corrected Total 1042.462 11

a. R Squared = ,978 (Adjusted R Squared = ,959)


74

Lampiran 6 Data susut bobot


Perlakuan Susut Bobot hari ke- (%)
Suhu Konsentrasi
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Aloe vera

0% 6.00 10.21 8.60 13.55 12.50 16.60 13.70 - - -

50% 5.78 7.91 8.13 13.91 10.46 14.97 11.04 14.02 15.50 22.22
10oC
75% 6.29 7.46 12.56 9.84 10.76 15.53 12.13 18.52 15.07 16.81

100% 4.51 7.62 10.16 12.88 10.71 10.66 14.07 15.23 12.84 19.17

0% 8.69 13.05 22.41 23.41 28.45 - - - - -

50% 9.97 15.93 23.58 24.66 27.03 - - - - -


o
26 C
75% 10.96 15.69 20.05 23.16 28.38 35.19 39.99 - - -

100% 10.64 12.98 18.12 23.01 24.21 39.74 36.25 - - -


Lampiran 7 Analisa sidik ragam untuk Susut Bobot

a. Pada penyimpanan hari ke- 15


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 19.711 3 6.570 .900 .482

SUHU 1012.990 1 1012.990 138.807 .000

ALOEV * SUHU 9.145 3 3.048 .418 .745

Error 58.383 8 7.298

Total 6913.909 16

Corrected Total 1100.228 15

a. R Squared = .947 (Adjusted R Squared = .901)

b. Pada penyimpanan hari ke- 18


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 56.566 3 18.855 .694 .581
SUHU 2480.538 1 2480.538 91.260 .000
ALOEV * SUHU 47.991 3 15.997 .589 .639
Error 217.448 8 27.181
Total 14374.924 16
Corrected Total 2802.543 15
a. R Squared = .922 (Adjusted R Squared = .855)

c. Pada penyimpanan hari ke- 21


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 9.751 3 3.250 .175 .910
SUHU 1252.251 1 1252.251 67.283 .000
ALOEV * SUHU 16.160 1 16.160 .868 .387
Error 111.670 6 18.612
Total 7248.068 12

Corrected Total 1856.484 11

a. R Squared = .940 (Adjusted R Squared = .890)


76

Lampiran 8 Data kekerasan salak pondoh


Perlakuan Nilai Kekerasan hari ke- (kgf)
Suhu Konsentrasi
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Aloe vera

0% 2.64 2.19 1.72 2.65 2.49 1.80 2.61 - - -

50% 1.92 2.45 2.39 2.17 2.61 2.05 2.24 2.08 1.92 2.00
10oC
75% 2.14 2.52 2.39 2.63 2.33 2.05 2.37 1.97 2.16 1.89

100% 2.03 2.42 3.07 2.16 2.69 2.54 2.24 2.34 2.30 2.22

0% 2.35 1.82 0.83 0.64 0.47 - - - - -

50% 2.77 1.19 1.07 0.62 0.73 - - - - -


26 oC
75% 2.22 1.32 1.25 0.86 0.56 0.57 0.51 - - -

100% 2.10 1.71 1.15 0.82 0.73 0.40 0.52 - - -


77

Lampiran 9 Hasil analisa sidik ragam untuk kekerasan salak pondoh

a. Pada penyimpanan hari ke- 15


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 20.346 3 6.782 1.095 .405

SUHU 1401.566 1 1401.566 226.386 .000

ALOEV * SUHU 3.191 3 1.064 .172 .912

Error 49.528 8 6.191

Total 5294.799 16

Corrected Total 1474.632 15

a. R Squared = .966 (Adjusted R Squared = .937)


78

Lampiran 9 (Lanjutan)
b. Pada penyimpanan hari ke-18

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 37.116 3 12.372 5.692 .034

SUHU 629.060 1 629.060 289.428 .000

ALOEV * SUHU 20.930 1 20.930 9.630 .021

Error 13.041 6 2.173

Total 3579.681 12

Corrected Total 748.219 11

a. R Squared = ,983 (Adjusted R Squared = ,968)

Uji lanjut kekerasan Buah Salak Pondoh pada hari ke-18

Perlakuan Nilai Kekerasan


(kgf)
Suhu Konsentrasi Aloe vera

0% 1.80 a

50% 2.05 a
10oC
75% 2.05 a

100% 2.54 b

75% 0.57 c
26oC
100% 0.40 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%

c. Pada penyimpanan hari ke-21


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 166.697 3 55.566 1.261 .369
SUHU 613.901 1 613.901 13.934 .010
ALOEV * SUHU .966 1 .966 .022 .887
Error 264.345 6 44.057
Total 3647.302 12
Corrected Total 1007.562 11
a. R Squared = .738 (Adjusted R Squared = .519)
79

Lampiran 10 Data kadar air daging buah salak pondoh

Perlakuan Kadar Air Daging Buah hari ke- (%)


Konsentrasi
Suhu Aloe vera
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

0% 80.02 82.69 77.19 78.95 79.58 79.04 78.43 - - -

50% 80.84 80.16 79.03 77.76 78.70 78.98 79.09 79.57 81.45 78.99
10oC
75% 82.51 79.59 80.32 80.04 78.97 77.12 78.62 77.63 75.90 75.26

100% 82.09 80.77 81.06 77.23 79.84 79.17 82.02 79.65 78.68 77.92

0% 78.39 79.06 76.80 70.44 74.34 - - - - -

50% 81.09 78.89 75.66 73.47 70.92 - - - - -


26 oC
75% 79.40 78.59 75.60 74.37 73.97 73.67 70.18 - - -

100% 79.35 77.62 74.61 69.07 73.66 68.51 69.52 - - -


80

Lampiran 11 Hasil analisa sidik ragam untuk kadar air daging buah salak pondoh

a. Pada penyimpanan hari ke-15

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 9.604 3 3.201 3.659 .063
SUHU 146.410 1 146.410 167.326 .000
ALOEV * SUHU 2.128 3 .709 .811 .523
Error 7.000 8 .875
Total 92575.063 16
Corrected Total 165.143 15
a. R Squared = .958 (Adjusted R Squared = .921)
81

Lampiran 31 (lanjutan)

a. Pada penyimpanan hari ke-18


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 2.266 3 .755 1.511 .305
SUHU 114.156 1 114.156 228.312 .000

ALOEV * SUHU 19.282 1 19.282 38.564 .001


Error 3.000 6 .500
Total 69635.089 12

Corrected Total 174.049 11


a. R Squared = .983 (Adjusted R Squared = .968)

Uji lanjut kadar air daging buah salak pondoh pada hari ke-18

Perlakuan Kadar Air Daging


Buah (%)
Suhu Konsentrasi Aloe vera

0% 79.04 a

50% 78.97 a
10oC
75% 77.12 b

100% 79.17 b

0% -

50% -
26oC
75% 73.67 c

100% 68.51 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
82

Lampiran 11 (Lanjutan)

b. Pada penyimpanan hari ke-21


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 5.662 3 1.887 1.887 .233
SUHU 188.957 1 188.957 188.957 .000
ALOEV * SUHU 10.397 1 10.397 10.397 .018
Error 6.000 6 1.000

Total 69201.061 12

Corrected Total 235.188 11

a. R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .953)

Uji Lanjut Kadar Air Daging Buah Salak Pondoh pada hari ke-21

Perlakuan Kadar Air Daging


Buah (%)
Suhu Konsentrasi Aloe vera

0% 78.43 a

50% 79.09 a
10oC
75% 78.62 a

100% 82.02 b

0% -

50% -
26oC
75% 70.17 c

100% 69.52 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
83

Lampiran 12 Data total padatan terlarut (TPT) salak pondoh

Perlakuan Nilai Total Padatan Terlarut hari ke- (oBrix)


Konsentrasi
Suhu 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Aloe vera

0% 19.95 21.93 20.43 15.48 17.58 17.70 17.73 - - -

50% 19.78 17.65 18.35 19.75 18.15 18.83 18.28 16.60 17.48 15.93
10oC
75% 20.73 21.15 19.00 20.60 19.75 18.98 16.83 17.05 16.60 18.05

100% 19.68 20.13 21.33 18.45 19.03 18.65 16.38 17.53 20.00 16.45

0% 18.00 21.50 20.58 16.88 20.88 - - - - -

50% 20.63 21.45 20.00 18.70 21.15 - - - - -


26 oC
75% 19.13 21.88 22.20 20.23 19.38 22.10 21.9 - - -

100% 20.55 21.38 24.08 20.83 21.18 24.30 22.1 - - -


84

Lampiran 13 Hasil analisa sidik ragam untuk TPT salak pondoh

a. Pada penyimpanan hari ke-15

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 1.559 3 .520 .928 .470
SUHU 16.301 1 16.301 29.102 .001
ALOEV * SUHU 8.352 3 2.784 4.970 .031
Error 4.481 8 .560
Total 6198.832 16
Corrected Total 30.694 15
a. R Squared = .854 (Adjusted R Squared = .726)

Uji lanjut Total Padatan Terlaut (TPT) Salak Pondoh hari ke-15

Perlakuan Total Padatan Terlarut


(oBrix)
Suhu Konsentrasi Aloe vera

0% 17.58 a

50% 18.15 a
10oC
75% 19.75 b

100% 19.03 b

0% 20.88 c

50% 21.15 c
26oC
75% 19.38 b

100% 21.18 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
85

Lampiran 13 (Lanjutan)

b. Pada penyimpanan hari ke-21

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 4.260 3 1.420 15.318 .003
SUHU 58.050 1 58.050 626.161 .000

ALOEV * SUHU .195 1 .195 2.107 .197

Error .556 6 .093


Total 4333.133 12
Corrected Total 63.606 11

a. R Squared = ,991 (Adjusted R Squared = ,984)

Uji lanjut Total Padatan Terlaut (TPT) Salak Pondoh hari ke-21

Perlakuan Total Padatan Terlarut


(oBrix)
Suhu Konsentrasi Aloe vera

0% 17.73 b

50% 18.28 b
10oC
75% 16.83 a

100% 16.38 a

75% 21.90 c
26oC
100% 22.10 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
86

Lampiran 14 Data organoleptik tekstur

Perlakuan Nilai Organoleptik Tekstur Hari ke-

Suhu Konsentrasi 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Aloe vera

0% 2.45 2.55 2.85 4.55 2.75 3.4 4.1 - - -

50% 2.35 1.6 2.8 3.65 3.0 3.2 2.8 3.25 4.7 4.8
10oC
75% 3.0 2.3 2.8 3.15 2.5 4.0 3.35 4.0 4.5 5.6

100% 2.85 2.35 2.65 3 2.85 4.6 3.5 3.2 3.8 6.1

0% 2.3 3.6 3.2 4.75 4.5 - - - - -

50% 3.0 3.3 4.2 5.0 3.95 - - - - -


26 oC
75% 2.5 4.3 3.15 4.45 4.0 4.5 4.5 - - -

100% 2.95 3.1 3.35 3.5 3.8 4.2 4.9 - - -


87

Lampiran 15 Data Organoleptik Rasa

Perlakuan Nilai Organoleptik Rasa Hari ke-

Suhu Konsentrasi
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Aloe vera

0% 3.0 2.7 2.95 4.2 3.1 3.4 4.8 - - -

50% 3.2 1.6 3.4 3.3 2.9 3.2 3.1 3.2 3.8 4.8
10oC
75% 3.25 2.8 3.2 3.6 2.2 4.4 3.2 3.7 3.9 5.6

100% 3.6 2.2 2.7 2.9 2.4 4.7 3.6 3.6 3.9 6.0

0% 2.7 2.6 3.3 3.45 5.1 - - - - -

50% 3.35 3.15 3.75 4.5 3.8 - - - - -


26 oC
75% 3.2 3.15 2.9 3.9 3.6 4.5 4.1 - - -

100% 2.65 2.2 2.85 2.9 3.4 4.3 4.6 - - -


88

Lampiran 16 Hasil analisa sidik ragam untuk organoleptik tekstur

a. Pada penyimpanan hari ke-15

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV .332 3 .111 1.273 .347

SUHU 6.631 1 6.631 76.324 .000

ALOEV * SUHU .487 3 .162 1.868 .213

Error .695 8 .087

Total 195.150 16

Corrected Total 8.144 15

a. R Squared = .915 (Adjusted R Squared = .840)


89

Lampiran 16 (lanjutan)

a. Pada penyimpanan hari ke- 21

Type III Sum


Source of Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 1.979 3 .660 395.750 .000

SUHU 3.251 1 3.251 1950.750 .000

ALOEV * SUHU .031 1 .031 18.750 .005

Error .010 6 .002

Total 185.600 12

Corrected Total 6.187 11

a. R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .997)

Uji Lanjut Organoleptik Tekstur hari ke-21

Perlakuan Nilai Organoleptik Tekstur

Suhu Konsentrasi Aloe vera

0% 4.1 d

50% 2.8 a
10oC
75% 3.3 b

100% 3.5 c

0% -

50% -
26oC
75% 4.5 e

100% 4.9 f
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
90

Lampiran 17 Hasil Analisa sidik ragam untuk organoleptik rasa

a. Pada penyimpanan hari ke-15

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 3.957 3 1.319 33.497 .000
SUHU 6.891 1 6.891 175.000 .000
ALOEV * SUHU .742 3 .247 6.280 .017

Error .315 8 .039

Total 188.130 16
Corrected Total 11.904 15
a. R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .950)

Uji lanjut data organoleptik rasa hari ke-15

Perlakuan Nilai Organoleptik Rasa

Suhu Konsentrasi Aloe vera

0% 3.1 c

10oC 50% 2.9 b

75% 2.2 a

100% 2.4 a

0% 5.1 f
26oC
50% 3.8 e

75% 3.5 d

100% 3.4 d
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
91

Lampiran 17 (Lanjutan)

a. Pada penyimpanan hari ke-21


Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
ALOEV 3.252 3 1.084 19.418 .002

SUHU 1.901 1 1.901 34.052 .001

ALOEV * SUHU .011 1 .011 .201 .669


Error .335 6 .056
Total 183.690 12

Corrected Total 5.049 11


a. R Squared = .934 (Adjusted R Squared = .878)

Uji Lanjut Organoleptik Tekstur hari ke-21

Perlakuan Nilai Organoleptik Rasa

Suhu Konsentrasi Aloe vera

0% 4.8 b

50% 3.1 a
10oC
75% 3.2 a

100% 3.6 a

0% -

50% -
26oC
75% 4.1 b

100% 4.6 b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pata taraf uji 5%
92

Lampiran 18 Hasil data pertumbuhan cendawan

Perlakuan Tingkat Pengenceran Perhitungan Pengenceran Rata-rata Lama


penyimpanan
Suhu Konsentrasi (hari)
Aloe vera 103 104 105 103 104 105
0% TBUD TBUD 297.5 - - 29750000 29.7 x 106 21

50% TBUD TBUD 90.5 - - 9050000 9 x 106 30


10oC
75% 134.5 18.5 1.00 134500 18500 - 1.3 x 105 30

100% TBUD TBUD 143 - - 14300000 14 x 106 30

0% 187 60.5 13.5 187000 605000 - 4.8 x 105 15

50% 213.5 122.5 65 213500 1225000 6500000 3.6 x 106 15


o
26 C
75% 155 59.5 10.5 155000 595000 - 4.5 x 105 21

100% 128 19.5 5.5 128000 - - 1.2 x 105 21

Keterengan : TBUD = Tidak Bisa Untuk Dihitung

Anda mungkin juga menyukai