Anda di halaman 1dari 10

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah salah satu tanaman holtikultura

yang berasal dari famili Solanaceae. Kentang dapat dijadikan sebagai makanan

pokok pengganti beras, gandum, dan jagung karena kandungan nutrisi utamanya

adalah karbohidrat. Namun di Indonesia, kentang tidak dijadikan makanan pokok,

melainkan digunakan sebagai sayuran dan produk olahan. Kentang banyak disukai

di kalangan masyarakat, terutama sebagai produk olahan. Sehingga kebutuhan

kentang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan

industri yang menggunakan bahan baku kentang.

Selama penyimpanan, selain upaya meminimalkan cahaya, teknik

pengemasan dengan plastik juga mampu mengurangi kerusakan fisiologis. Di

dalam kantong plastik dapat timbul udara termodifikasi yang menguntungkan,

yaitu penyusutan oksigen dan peningkatan CO2 dalam kemasan yang mampu

menghambat proses respirasi. Oleh karena itu penting untuk mengetahui

karakteristik dari bahan hasil pertanian, selain itu juga penting untuk perancangan

desain mesin, struktur, proses dan kontrol untuk pengolahan bahan baku pertanian

sendiri.

Kerusakan fisik kentang banyak berhubungan dengan suhu dan

pencahayaan. Haddadin et al (2001) mendapati adanya peningkatan kandungan

solanine pada umbi kentang varietas Sponta dan Braga ketika disimpan pada
2

kondisi pencahayaan yang tidak terkendali. Peningkatan kadar α-solanine dan α-

chaconine juga dijumpai Artur et al. (2015) pada umbi kentang yang terdedah

cahaya selama penyimpanannya. Penyimpanan umbi kentang yang banyak

dilakukan petani di Indonesia adalah memasukkan umbi kentang ke dalam gudang

atau ruang penyimpanan tanpa pengaturan cahaya yang terdedah pada umbi

kentang yang bersangkutan, sehingga risiko kerusakan mutu menjadi lebih cepat,

akibatnya umbi bertunas dan mudah terkena serangan hama dan penyakit.

Kerusakan kimia terjadi akibat penurunan komposisi kimiawi, sedangkan

kerusakan mikrobiologis akibat serangan hama dan penyakit yang biasanya terjadi

setelah kerusakan fisik dan kimia pada umbi kentang yang bersangkutan. Oleh

karena itu, teknologi untuk menghambat kerusakan tersebut perlu diupayakan

untuk menjamin mutu kentang segar tetap prima sampai di tangan konsumen

meski disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama. Beberapa teknologi untuk

menghambat kerusakan umbi kentang tersebut antara lain dengan membatasi

lingkungan penyimpanan kentang menyangkut pengaturan suhu, kelembaban,

intensitas penyinaran, dan iradiasi. Penanganan segar kentang di Indonesia belum

banyak menerapkan teknologi yang memadai dalam rangkaian tataniaganya,

sehingga tingkat kerusakan masih lebih dari 20%. Teknologi penanganan segar di

tingkat petani yang mudah dan murah masih mengandalkan cara-cara

konvensional (tradisional).

B. Tujuan

Maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui

karakteristik fisik, kimia, dan biologis Umbi Kentang (Solanum tuberosum L.).
3

II. ISI

A. Karakteristik Biologi dan Fisiologi

1. Sifat Fisiologi

Pada kentang penurunan pati setelah panen berlangsung lambat. Pada suhu

4,4°C proses hidrolisa pati akan terangsang dan penurunan pati berlangsung lebih

cepat. Kentang yang telah dipanen bila disimpan pada suhu rendah akan

mengalami kenaikan gula pereduksi sehingga rasanya akan manis. Umumnya

kentang tidak memiliki rasa manis. Oleh karena itu kentang yang rasanya manis

merupakan penyimpangan. Gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) pada kentang

akan menyebabkan terjadinya reduction browning. Maka dari itu untuk

memperoleh hasil yang baik, kentang yang disimpan di ruang pendingin harus

dibiarkan dulu pada suhu kamar beberapa waktu lamanya sebelum diolah, agar

kandungan gula pereduksinya menurun.

Laju respirasi kentang tidak menurun secara konsisten dengan penurunan

suhu selama penyimpanan. Laju respirasi menurun ketika suhu mencapai 3°C dan

jika suhu terus menurun hingga 0°C maka respirasi meningkat. Hal tersebut

disebabkan oleh perubahan konsentrasi gula pada suhu 0°C yang meningkatkan

respirasi. Sehingga kentang termasuk klasifikasi Non-Klimaterik.

2. Sifat Biologi (Mikrobiologi)

Sifat mikrobiologi bisa terdiri dari bermacam-macam mikroba seperti

kapang, bakteri, dan khamir yang mempunyai daya perusak terhadap bahan hasil

pertanian. Cara perusakannya yaitu dengan menghidrolisa atau mendegradasi


4

makromolekul-makromolekul yang menyusun bahan tersebut menjadi fraksi-

fraksi yang lebih kecil sehingga komposisi bahan pangan akan berubah. Kentang

memiliki sifat mudah rusak. Sifat mudah rusak ini dipengaruhi oleh kadar air

dalam kentang yang tinggi sekitar 80% dari kandungan kentang itu sendiri. Kadar

air tinggi ini menyebabkan mikroba bisa berkembangbiak di dalam kentang.

Komponen yang dimiliki kentang salah satunya berupa karbohidrat. Mikroba akan

menghidrolisis karbohidrat menjadi gula sederhana atau pemecahan lebih lanjut

dari gula menjadi asam-asam yang mempunyai atom karbon yang rendah. Dengan

terpecahnya karbohidrat (pati), maka kentang yang secara normal mempunyai

tekstur yang keras akan mengalami pelunakan sehingga kentang tersebut berarti

sudah mengalami kerusakan dan pembusukan. (Muchtadi dkk.,2010).

B. Karakteristik Fisik dan Termik

Kentang merupakan tanaman umbi-umbian dan tergolong tanaman

setahun. Bentuk umbi kentang bulat dan lonjong. Warna kulit kentang kuning dan

merah keunguan. Warna umbi kentang kuning, putih dan merah. Tekstur kentang

padat dan keras. Mutu kentang berdasarkan bobot yaitu: Super/A :301 g, Besar/B

:100 – 300 g, Sedang/C : 50 – 100 g, Kecil/D :50 g.

Thermal conductivity (TC) kentang dihitung dari penetrasi panas ke dalam

sampel silinder antara 50 dan 100 °C. TC berkisar antara 0,545 hingga 0,957

W/m°C untuk kentang (cv Kennebec) gravitasi spesifik 1070 kg/m3 dan

kelembaban 80%. Nilai eksperimental setuju dengan nilai yang dilaporkan. TC, k,

bervariasi dengan suhu dalam bentuk polinomial kuadrat, dan hubungan empiris

diperkirakan. Model yang didasarkan pada konsep resistensi termal secara paralel
5

dibandingkan dengan hasil eksperimen. Ini digunakan dalam model perpindahan

panas yang disimulasikan menggoreng kentang. Kurva suhu-waktu yang diukur

dan disimulasikan menunjukkan persetujuan yang baik.

C. Karakteristik Hidratasi

Menurut Teori, semakin lama penyimpanan umbi kentang pada suhu

dingin dengan kelembaban yang berkisar antara 95%-100%, maka semakin tinggi

kadar air dalam umbi kentang tersebut karena kelembaban udara yang tinggi yang

dapat menghambat air hasil respirasi dan transpirasi umbi kentang menguap ke

udara dalam ruang pendingin. Air dalam umbi cenderung untuk bergerak ke

daerah yang kelembaban udaranya lebih kecil seperti udara di suhu kamar. Oleh

karena itu penurunan kadar air umbi kentang yang disimpan pada suhu kamar

lebih cepat jika dibandingkan dengan penurunan kadar air umbi kentang yang

disimpan pada suhu dingin. Hasil penelitian BALITSA menyebutkan bahwa

varietas kentang yang sesuai untuk olahan adalah yang memiliki kandungan air ±

75%. Kadar air tinggi ini menyebabkan mikroba bisa berkembangbiak di dalam

kentang.

Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan

makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan Aw, yaitu jumlah

air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya

(Winarno, 1997).

D. Karakteristik Kimia dan Nutrisi

Kentang merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang bergizi. Zat gizi

yang terdapat pada kentang antara lain karbohidrat, mineral (besi, fosfor,
6

magnesium, kalium, natrium, dan kalsium), protein serta vitamin terutama vitamin

C dan B1. Selain itu kentang juga mengandung lemak dalam jumlah yang relatif

kecil, yaitu 1,0 – 1,5%. Komposisi kimia kentang sangat bervariasi tergantung

varietas, tipe, cara budidaya, cara pemanenan, tingkat kemasakan dan kondisi

penyimpanan. Komposisi kimia kentang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Kentang dalam 100 Gram Bahan

Komponen Jumlah
Energi (Kal) 83,00
Protein (g) 2,00
Lemak (g) 0,10
Karbohidrat (g) 19,10
Mineral
Kalsium (mg) 11,00
Fosfor (mg) 56,00
Besi (mg) 0,70
Serat (g) 0,30
Zat besi (mg) 0,70
Vitamin
Vitamin B1 (mg) 0,09
Vitamin B2 (mg) 0,03
Vitamin C (mg) 16,00
Niasin (mg) 1,40
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1997).

Senyawa antioksidan yang terdapat pada kentang yaitu antosianin, asam

klorogenat, dan asam askorbat. Antosianin merupakan senyawa organik yang

memberikan pigmen pada berbagai tumbuhan. Pigmen berwarna kuat yang larut
7

dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak,

merah, ungu dan biru pada bunga, daun, dan buah. Antosianin bermanfaat untuk

melindungi sel dari sinar ultra violet dan juga sebagi antioksidan yang mampu

menghambat oksidasi dari toksin.

Pada kulit kentang terdapat asam klorogenat yaitu polifenol yang memiliki

aktivitas antioksidan mencegah terjadinya radikal bebas yang dapat merusak sel-

sel dan akan mengarahkan pada sejumlah penyakit, contohnya penyakit kanker.

Sedangkan asam askorbat yang lebih dikenal dengan vitamin C merupakan

senyawa antioksidan yang berperan dalam membangun struktur erat kolagen

dalam persendian dan juga berperan sebagai zat anti infeksi dan anti radang.

Selain itu, dalam kentang juga terdapat alkaloid dan flavonoid. Flavonoid

yang terdapat pada kentang adalah kuersetin yang merupakan salah satu zat aktif

kelas flavonoid yang secara biologis amat kuat. Kuersetin dapat melindungi tubuh

dari beberapa jenis penyakit degeneratif dengan cara mencegah terjadinya

peroksidasi lemak.
8

III. PENUTUP

A. Rangkuman

Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah salah satu tanaman holtikultura

yang berasal dari famili Solanaceae. Sebagai bahan makanan, kentang banyak

mengandung karbohidrat, mineral, vitamin B, vitamin C dan sedikit vitamin A.

Komposisi gizi kentang dipengaruhi oleh keadaan tanah, umur panen, umur dan

suhu penyimpanan. Kerusakan kentang banyak diakibatkan penyimpanan yang

tidak tepat. Ini karena kentang setelah dipanen masih mengalami proses hidup. Di

dalam sel enzim-enzim masih dapat bekerja melancarkan dan mengatur berbagai

proses biokimia seperti respirasi. Selama penyimpanan, kentang akan terus

mengalami proses metabolisme, salah satunya adalah proses respirasi. Kentang

merupakan jenis umbi-umbian yang memiliki mata tunas bersisik yang dapat

menjadi tanaman baru. Cara dan waktu penyimpanan yang tidak tepat dapat

merangsang tumbuhnya tunas. Cahaya berperan sangat penting dalam proses

fisiologi pertunasan. Kentang memiliki sifat mudah rusak. Sifat mudah rusak ini

dipengaruhi oleh kadar air. Kandungan air dalam umbi kentang merupakan

indikasi dari tingkat kesegaran sehingga sangat berpengaruh terhadap mutu

terutama mutu fisik.


9

DAFTAR PUSTAKA

Beukema, H.P., and D.E. van der Zaag. (1979) Potato improvement.
International Agriculture Centre, Wageningen.

Brennan, J. G. dkk, (1969), Food Engineering Operations, Applied Science


Publisher Limited, London.

Burton, W.G. (1981). Challenges for stress physiology in potato. Am. Potato J.
58 : 3-14.

Califano Alisia N., Calvelo Alfredo, (1991).Thermal Conductivity of Potato


beetween 50 and 100oC.

Departemen Kesehatan RI. 1997. Pedoman Gizi Pada Bahan Pangan. Direktorat
Jenderal Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta.

Effendi, S.M., (2002). Teknologi Pengawetan Pangan, Lemlit Unpas, Bandung.

Ewing, E.E., and R.E. Keller. (1982). Limiting factors to the extension of potato
into non-traditional climates. p. 37-40. Proc. Int. Congr. Research for the
Potato in the Year 2000. International Potato Centre.

ExelI, R.B., (1980). A Simple Solar Rice Dryer: Basic Design Theory, da1am
Sunworl, Vol. 4 (6), New York: Pergamon Press.ha1aman

Fellow, P., 1990, Food Processing Technology Principles and Practice, Ellis
Horwood, New York.

Hawkes, J.G. (1990). The potato, evolution, biodiversity, and genetic resources.
Balhaven Press, London.

James, M. G., D. S. Robertson, A. M. Myers, (2010) Characterization of the


Maize Gene sugary1, a Determinant of Starch Composition in Kernels. The
Plant Cell 7 (4): 417-429

Iin, (2010), Pengeringan, www.mycampus.com. Diakses 28 November 2010.


10

Muchtadi, Tien dkk. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta, Bandung.

Permadi, A.H. (1989), Asal-usul dan penyebaran kentang, Balai Penelitian


Hortikultura, Lembang.

Sunarjono, H. (1975) , Budidaya kentang, N.V. Soeroengan, Jakarta.

Supriyono, (2003), Mengukur Faktor-faktor Dalam Pengeringan, Bagian


Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan
Nasional. Diakses 28 November 2008.

Wirakartakusumah, Aman. dkk, 1992, Peralatan Dan Unit Proses Industri


Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Anda mungkin juga menyukai