Disertasi
YUN ALWI
1031202014
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
EVALUASI RUMPUT GAJAH LIAR (Pennisetum polystachion)
DI TANAH ULTISOL SEBAGAI PAKAN
TERNAK RUMINANSIA
YUN ALWI
1031201014
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui,
Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. A. Rahman Sy., M.Sc. Prof. Dr. Ir. Mardiati Zain, M.S.
Anggota Anggota
Prof. Dr. Ir. Irfan Suliansyah, M.S. Prof. Dr. Ir. Rudi Febriamansyah, M.Sc.
NIP. 196305131987021001 NIP. 196302081987021001
Kupersembahkan karya ini buat istri dan anak-anak tercinta
Yun Alwi
PERNYATAAN
Dengan ini saya, nama : Yun Alwi yang beralamat di Jalan Pakis 3 RT 27
Kelurahan Simpang IV Sipin Kecamatan Telanaipura Kota Jambi (36124),
menyatakan bahwa dalam disertasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dicantumkan
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar kepustakaan.
Yun Alwi
EVALUASI RUMPUT GAJAH LIAR (Pennisetum polystachion) DI TANAH
ULTISOL SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi potensi rumput gajah liar
(Pennisetum polystachion) sebagai pakan ternak ruminansia yang ditanam pada
tanah Ultisol. Penelitian terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian rumah plastik dan
penelitian lapangan.
Penelitian pada rumah plastik dilakukan denga menggunakan adalah
rancangan acak lengkap pola faktorial dengan perlakuan pemupukan NPK (0; 50;
100 dan 150 kg-ha) dan cekaman air (80; 60 dan 40% kapasitas lapang). Parameter
yang diamati adalah pertumbuhan dan kandungan prolin rumput gajah liar. Hasil
penelitian menunjukkan pemupukan NPK signifikan (P<0.05) meningkatkan NPK
tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, luas daun dan bobot kering akar.
Sementara itu bobot segar dan bobot kering tajuk dan rasio akar:tajuk tidak
dipengaruhi (P>0.05) oleh pemupukan NPK. Cekaman air signifikan (P<0.05)
menurunkan bobot segar tajuk dan signifikan meningkatkan (P<0.05) bobot
kering akar dan kandungan prolin. Tidak terdapat interaksi kedua perlakuan
terhadap parameter yang diamati.
Penelitian lapangan dengan perlakuan jarak tanam (30X30; 40X40 dan
60X60 cm) dan interval defoliasi (30; 40 dan 60 hari) dilakukan dengan
menggunakan rancangan petak terbagi. Parameter yang diamati meliputi
pertumbuhan, hasil, komposisi kimia, kandungan ADF dan NDF serta kecernaan
bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) rumput gajah liar. Hasil
penelitian menunjukkan peningkatan jarak tanam dari 30X30 menjadi 60X60 cm
signifikan (P<0.05) meningkatkan tinggi tanaman, bobot segar dan kering tajuk,
bobot kering per plot dan kecernaan bahan organik rumput gajah liar, tetapi tidak
mempengaruhi (P>0.05) jumlah anakan komposisi kimia, ADF, NDF dan KCBO.
Interval defoliasi signifikat (P<0.05) meningkatkan tinggi tanaman, jumlah
anakan, bobot segar dan bobot kering tajuk, kandungan bahan kering, protein
kasar, serat kasar, KCBK dan KCBO. Terdapat interaksi (P<0.05) jarak tanam dan
interval pemotongan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, bobot segar dan
bobot kering tajuk dan KCBK rumput gajah liar.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa :1) rumput gajah liar memberikan
respon pertumbuhan yang baik meskipun pada kondisi yang kurang optimal
(ketersediaan air 40% kapasitas lapang). 2) Pengaturan jarak tanam dan interval
pemotongan mampu meningkatkan pertumbuhan, dan kualitas rumput gajah liar.
3) penanaman rumput gajah liar dengan jarak tanam 40 X 40 cm dengan interval
pemotongan 40 hari memberikan hasil terbaik terutama pada kandungan ADF,
NDF dan kecernaan bahan kering dan bahan organik rumput gajah liar.
Kata kunci: rumput gajah liar, pemupukan, cekaman air, prolin, jarak tanam,
interval pemotongan, pertumbuhan, nulai nutrisi
EVALUATION OF WILD ELEPHANT GRASS (Pennisetum polystachion)
IN ULTISOLS AS FEED RESOURCE OF RUMINANT
Abstract
The objective of this study was to evaluate the potential of wild elephant
grass (pennisetum polystachion) as feed resource for ruminant. Two stages
experiment were done in this research, plastic house experiment and field
experiment.
Plastic house experiment was designed with completely randomized factorial
design replicated three times within polybags. Four levels of NPK fertilizer (0; 50;
100 and 150 kg-ha) and three levels of water stress (80; 60 dan 40% of field
capacity) were applied in this research. Morphological characteristics of
Pennisetum polystachion were observed. NPK fertilizer significant increased
(P<0.05) plant height, number of tiller, number of leaf, leaf area and dry weight of
root. Meanwhile, fresh weight and dry weight of shoot, root to shoot ratio and
proline content of Pennisetum polystachion were not affected (P>0.05) by NPK
fertilizer. Water stress significantly decreased (P<0.05) fresh weight of shoot and
significantly increased (P<0.05) dry weight of root and proline content of
Pennisetum polystachion, but not affected (P>0.05) plant height, number of tiller,
number of leaf, leaf area, dry weight of shoot and root to shoot ratio. There was no
interaction (P>0.05) between NPK fertilizer and water stress on all observed
paramaters.
Plant spacing treatment (30X30; 40X40 and 60X60 cm) and defoliation
interval (30; 40 and 60 days) within Split plot Design was evaluated in the fields
experiment. Observed parameter were; plant height, fresh and dry weight of shoot,
chemical composition, ADF and NDF content and in vitro dry matter digestibility
(IVDMD) and in vitro organic matter digestibility (IVOMD). Increasing plant
spacing from 30 X 30 cm to 60 X 60 cm signifantly (P<0.05) increased plant
height, fresh weight, dry weight per plant, dry weight per plot and IVOMD, but
not affected (P>0.05) number of tiller, chemical composition, ADF, NDF and
IVDMD. Defoliation interval significantly (P<0.05) increased plant height,
number of tiller, fresh weight, dry weight per plant, content of dry matter, crude
protein, fiber IVDMD and IVOMD, but not affected (P>0.05) dry matter per plot,
content of, extract eter, ash and IVDMD. There were significant interaction
(P<0.05) among plant spacing and defoliation interval on plant height, number of
tiller, fresh weight, dry weight and IVDMD of wild elephant grass.
In conclusion that, 1) the wild elephant grass was tolerance to NPK
fertilizer and water stress condition (40% of field capacity) and 2). Plant spacing
anddefoliation management increased the growth and quality of wild elephant
grass. 3) the best result was achieved in 40 X 40 cm plant spacing and 40 days
interval defoliation.
Keyword : wild elephant grass, fertilizer, water stress, proline, plant spacing,
defoliation interval, growth, nutritive value
i
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas taufik dan
hidayahNya penulis telah dapat menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini ditulis
berdasar-kan hasil penelitian yang berjudul "Evaluasi Rumput Gajah Liar
(Pennisetum polystachion) di Tanah Ultisol sebagai Pakan ternak Ruminansia”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih banyak kepada
Bapak Prof. Dr. Ir. Novirman Jamarun, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing
atas saran, arahan dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan disertasi ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Bapak Dr.Ir. A. Rahman,
Sy., M.Sc. dan Ibu Prof. Dr. Ir. Mardiati Zain, M.S. sebagai anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan saran dan kritik, sehingga disertasi ini
terwujud.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Jambi
dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Jambi yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan Pendidikan dan memfasilitasi
pelaksanaan penelitan dan Analisa sampel penelitian. Kepada Direktur Jendral
Pendidikan Tinggi, penulis ucapkan terima kasih atas bantuan dana beasiwa dan
penelitian melalui Program BPP-DN tahun 2010 sampai 2014 dan bantuan
penelitian disertasi doctor tahun 2015. Kepada Bapak Dr. Ir. Depison, M.P. dan
Bapak Dr. Ir. Rifli Rindes, M.P., terima kasih atas bantuan dan dukungan baik
moril maupun materil selama dalam proses Pendidikan sampai selesainya
penulisan disertasi ini.
Terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan oleh orang tua dan
keluarga penulis di Solok. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada istri
tercinta Dr. Arrie Budhiartie, S.H., M.Hum. atas dukungan dan pengorbanan yang
sangat luar biasa yang telah diberikan kepada penulis, dan juga dukungan moril
yang diberikan oleh anak-anak tercinta, Ivania Farraf Nadhira, Fildzah Ailsa
Nabila dan Daffa Khairan Ramadhani. Kalian semua adalah motivasi terbesar bagi
penulis untuk menyelesaikan pendidikan doktor ini.
ii
Penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam
pengembagan ilmu tanaman pakan terutama pengembangan tanaman pakan ternak
pada daerah-darah marginal dan penulis juga berharap hasil penelitian ini
memberikan manfaat yang besar buat pengembangan penyediaan pakan hijauan
dalam rangka meningkatkan produktifitas sektor peternakan.
Yun Alwi
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... iii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. v
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. vii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. viii
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………...... 1
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4. Bobot segar, bobot tajuk, bobot akar dan rasio akar tajuk
rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) yang mendapat
perlakuan perlakuan pemupukan NPK dan cekaman air …… 39
Tabel 11. Bobot segar dan bobot kering rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) pada perlakuan jarak tanam dan interval
pemotongan …………………………………………………. 64
Tabel 15. Kandungan ADF, NDF dan kecernaan rumput gajah liar
(Pennisetum polystachion) pada perlakuan jarak tanam dan
interval pemotongan ……………… ……………………….. 76
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 12. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval bobot
segar rumput gajah liar ………………………………….. 129
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
lahan di wilayah Propinsi Jambi didominasi oleh tanah Ultisol, dengan total luas
tanah mencapai 2.272.725 Ha atau 44.56% dari luas wilayah (Esrita et al., 2011).
Dominasi yang cukup luas merupakan potensi yang besar untuk memanfaatkan
tanah Ultisol dalam pengembangan tanaman pertanian asal dibarengi dengan
pengelolaan tanaman dan tanah yang baik (Syahputra et al., 2015) karena tanah
Ultisol merupakan tanah yang memiliki masalah keasaman tanah, kandungan
bahan organik, nutrisi makro dan memiliki ketersediaan P sangat rendah (Fitriatin
et al., 2014). Selanjutnya Mulyani et al. (2010) menyatakan bahwa kapasitas
tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB) dan C-organik rendah, kandungan
aluminium (kejenuhan Al) tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan besi dan mangan
mendekati batas meracuni tanaman, peka erosi. Tingginya curah hujan di sebagian
wilayah Indonesia menyebabkan tingkat pencucian hara tinggi terutama basa-
basa, sehingga basa-basa dalam tanah akan segera tercuci keluar lingkungan tanah
dan yang tinggal dalam tanah menjadi bereaksi masam dengan kejenuhan basa
rendah.
Tingkat kesuburan dan ketersediaan hara yang rendah menyebabkan tanah
Ultisol memerlukan pengelolaan tanaman dan tanah yang baik sehingga dapat
dikembangkan sebagai lahan pertanian. Pemilihan jenis tanaman yang dapat
tumbuh dan berkembang serta berproduksi pada kondisi tanah masam dan dengan
ketersediaan hara terbatas, merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan
dalam memanfaatkan lahan Ultisol. Pemilihan jenis tanaman pakan yang mampu
tumbuh pada kondisi lingkungan terbatas, seperti tingkat kesuburan tanah yang
rendah, tingkat ketersediaan air yang rendah serta faktor pembatas lainnya,
tentunya harus diikuti dengan perbaikan manajemen pemeliharaan. Dengan upaya
perbaikan manajemen pemeliharaan diharapkan tanaman pakan mampu tumbuh
dan berproduksi dengan baik
Penambahan input pada tanah berupa pengapuran dan pemupukan baik
pupuk organik maupun pupuk anorganik dapat mengurangi tingkat kemasaman
tanah dan meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pemupukan
adalah usaha pemberian pupuk yang bertujuan untuk memelihara dan
memperbaiki kesuburan tanah dengan memberikan unsur hara makro dan miro ke
3
dalam tanah yang secara langsung atau tidak langsung dapat mengembangkan
persediaan bahan makanan bagi tanaman.
Ketersediaan air tanah sangat mempengaruhi ketiga proses penyerapan
unsur hara oleh akar tanaman. Sebagian besar spesies tanaman menyukai kondisi
tanah dengan ketersediaan air yang cukup. Ketersedian air yang terbatas akan
menyebabkan tanaman mengalami stress atau cekaman. Kondisi ini memberikan
dampak terhadap proses fisiologis, kimiawi dan morfologis tanaman. Cekaman air
menghambat pembesaran sel lebih banyak daripada pembelahan sel. Kondisi ini
menghambat pertumbuhan tanaman dengan mempengaruhi berbagai proses
fisiologis dan biokimia, seperti fotosintesis, respirasi, translokasi, penyerapan ion,
karbohidrat, metabolisme nutrisi dan faktor pendukung pertumbuhan tanaman
(Farooq et al., 2009). Selanjutnya, Jaleel et al. (2008) menyatakan cekaman air
yang parah akan menyebabkan gangguan pada proses fotosintesis, metabolisme
tanaman dan pada akhirnya kematian pada tanaman. Dalam kondisi kekeringan
ketersediaan air tersedia untuk tanaman berkurang jauh di bawah kondisi normal.
Penyesuaian osmotik sebagai akumulasi zat terlarut di dalam sel membantu dalam
mempertahankan turgor pada penurunan air potensial. Status air tanaman
mengendalikan proses fisiologis dan kondisi yang menentukan kualitas dan
kuantitas pertumbuhan (Kramer, 1969). Karena air sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman, maka cekaman air tergantung pada tingkat keparahan dan
lamanya, akan mempengaruhi pertumbuhan, hasil panen dan kualitas hasil panen.
Pengelolaan penanaman juga diperlukan dalam pengembangan tanaman
pakan ternak pada lahan dengan tingkat kesuburan yang rendah. Pengelolaan
pemeliharaan dapat meliputi pemilihan bahan tanam, waktu penanaman,
kepadatan populasi tanaman dan pengaturan pemotongan. Kepadatan tanaman
mempengaruhi individu tanaman untuk mendapatkan faktor-faktor pertumbuhan
seperti air, unsur hara dan cahaya matahari. Kepadatan populasi tanaman yang
tinggi menyebabkan rendahnya produksi individu tanaman karena adanya
kompetisi antar tanaman terhadap faktor-aktor pertumbuhan, namun
meningkatkan produksi tanaman per satuan luas. Sebaliknya populasi tanaman
yang lebih padat dengan pengaturan jarak tanam yang renggang mengurangi
terjadinya kompetisi faktor-faktor pertumbuhan sehingga produksi individu
4
tanaman lebih tinggi. Trenton dan Joseph (2005) mengemukakan bahwa pada
populasi padat, kebanyakan tanaman tumbuh lebih kecil, tanaman menjadi rentan
terhadap penyakit dan hama, sementara populasi tanaman di tingkat suboptimal
menghasilkan hasil yang lebih rendah per satuan luas. Plensicar dan Kustori
(2005) melaporkan bahwa hasil biologis maksimum ditemukan pada kepadatan
tanam yang lebih tinggi.
Pengelolaan pemotongan juga menjadi perhatian dalam pengembangan
hijauan pakan ternak. Pengelolaan pemotongan meliputi waktu pemotongan,
frekuensi pemotongan dan ketinggian pemotongan dari permukaan tanah.
Frekuensi pemotongan merupakan salah satu praktek manajemen untuk
mempertahankan kualitas dan menjamin keberlanjutan pertumbuhan kembali
hijauan pakan ternak. Produksi kering hijauan pakan ternak lebih tinggi pada
pemotongan yang lebih lama karena terjadinya akumulasi bahan kering yang lebih
besar pada batang, dibandingkan dengan pemotongan yang singkat. Hal ini akan
menyebabkan rendahnya rasio daun dan batang. Rendahnya rasio daun dan batang
berkaitan dengan kualitas dan kecernaan pakan karena tingginya kandungan serat
kasar dan rendahnya kandungan protein kasar. Sebaliknya pemotongan dengan
waktu yang lebih singkat akan meningkatkan kandungan protein kasar,
menurunkan kandungan serat kasar dan menurunkan produksi kering hijauan
pakan ternak. Clavelo dan Razz (1997) menyatakan total produksi hijauan dan
persistensi rumput-rumputan mengalami penurunan bila terlalu sering dipotong
baik oleh manusia maupun melalui penggembalaan oleh ternak. Selanjutnya
Gittins dan Busso (2010) menyatakan bahwa frekuensi pemotongan yang tinggi
dapat menurunkan konsentrasi atau kandungan total karbohidrat nonstruktural
terlarut pada tajuk dan akar, yang selanjutnya akan menurunkan vigoritas dan
produktivitas hijauan yang dipotong.
Pengaturan jarak penanaman dan umur pemotongan yang tepat sangat
menentukan pertumbuhan hijauan pakan ternak, yang pada akhirnya akan
memberikan pengaruh terhadap nilai nutrisi dan kualitas hijaun pakan. Pengaturan
jarak tanam menentukan kepadatan tanaman per satuan luas area penamanan.
Tanaman yang ditanam dengan jarak yang lebih renggang mengurangi terjadinya
kompetisi dalam memanfaatkan faktor-faktor pertumbuhan dibandingkan dengan
5
tanaman yang ditanam dengan jarak yang rapat. Sementara itu, umur pemotongan
tanaman menentukan kandungan nutrisi dan kualitas hijauan pakan yang secara
umum dipengaruhi oleh kandungan protein kasar. Tanaman yang dipanen dengan
interval yang lebih lama menghasilkan kandungan protein kasar yang rendah,
sebaliknya kandungan serat kasarnya tinggi. Pengaturan lama waktu pemotongan
juga mempengaruhi kemampuan tanaman untuk melakukan prose pertumbuhan
kembali sehingga akan berdampak terhadap hasil dan kualitas hijauan pakan
ternak.
Rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) merupakan salah satu jenis
rumput yang sekarang banyak mendominasi lahan-lahan di Propinsi Jambi. Sama
halnya dengan jenis rumput pakan ternak yang telah dikenal sebelumnya yaitu
rumput benggala (Panicum maximum), rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) juga banyak tumbuh pada pinggiran lahan-lahan perkebunan, pada
lahan-lahan yang tidak terpakai dan pada sisi-sisi jalan. Rumput ini mampu
tumbuh dengan cepat dan dalam waktu singkat mendominasi lahan-lahan
pertanian melalui penyebaran bjinya. Penyebaran biji dimungkinkan terjadi
melalui bantuan angin atau terbawa oleh manusia, ternak atau kendaraan karena
ukuran biji yang kecil dan ringan. Dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa
jenis rumput ini merupakan tanaman pengganggu bagi tanaman pertanian
(tanaman cereal) terutama di wilayah Australia (Miller, 2006). Pennisetum
polystachion juga banyak mendominasi padang rumput dan dijadikan sebagai
pakan ternak di beberapa negara di Afrika dan Amerika Latin karena memiliki
kandungan gizi yang dapat memenuhi kebutuhan ternak (FAO, 2009). Informasi
ini mengindikasikan bahwa rumput gajah liar berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai pakan ternak ruminasia, apalagi rumput ini dapat tumbuh dengan mudah
pada beberapa jenis tanah. Namun sampai saat ini belum banyak informasi yang
diketahui berkaitan dengan sifat morfologis, pengelolaan penanaman dan
pemeliharaan, pertumbuhan, nilai gizi dan kecernaan dari rumput ini, terutama
pada lahan-lahan yang memiliki faktor pembatas seperti tanah .
Berdasarkan pemikiran tersebut tersebut diatas maka perlu dilakukan
evaluasi terhadap potensi rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) yang
ditanam pada tanah sebagai pakan ternak ruminansia meliputi respon
6
pertumbuhan rumput gajah liar terhadap pemupukan NPK dan cekaman air
dengan menurunkan kapasitas lapang tanah. Evaluasi lain juga dilakukan untuk
melihat pengaruh pengaturan jarak tanam dan interval pemotongan terhadap
pertumbuhan, hasil, komposis kimia, kandungan ADF dan NDF serta evaluasi
terhasap kecernaan bahan kering dan bahan organik rumput gajah liar.
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
C. Hipotesis Penelitian
D. Manfaat Penelitian
kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na,
dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi
(Adiningsih dan Mulyadi, 1992).
Pada klasifikasi lama menurut Soepraptohardjo (Soepraptohardjo, 1961)
tanah Ultisol diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kuning (PMK). Warna
tanah pada horizon argilik sangat bervariasi dengan hue dari 10YR hingga 10R,
nilai 3−6 dan kroma 4−8 (Subagyo et al., 2004; Prasetyo et al., 2005). Warna
tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan organik yang
menyebabkan warna gelap atau hitam, kandungan mineral primer fraksi ringan
seperti kuarsa dan plagioklas yang memberikan warna putih keabuan, serta oksida
besi seperti goethit dan hematit yang memberikan warna kecoklatan hingga
merah. Makin coklat warna tanah umumnya makin tinggi kandungan goethit, dan
makin merah warna tanah makin tinggi kandungan hematit (Allen dan Hajek,
1989).
Ciri morfologi yang penting pada Ultisols adalah adanya peningkatan
fraksi liat dalam jumlah tertentu pada horizon seperti yang disyaratkan dalam Soil
Taxonomy. Horizon tanah dengan peningkatan liat tersebut dikenal sebagai
horizon argilik. Horizon tersebut dapat dikenali dari fraksi liat hasil analisis di
laboratorium maupun dari penampang profil tanah. Horizon argilik umumnya
kaya akan Al sehingga peka terhadap perkembangan akar tanaman, yang
menyebabkan akar tanaman tidak dapat menembus horizon ini dan hanya
berkembang di atas horizon argilik (Soekardi et al., 1993).
Ultisols sebagian ditentukan oleh sifat kimianya karena memiliki tingkat
kejenuhan basa dari 35% di bagian bawah lapisan subsoil. Karakteristik yang
menentukan ini disertai dengan sifat aksesori tertentu, termasuk pH rendah,
saturasi Al yang berpotensi tinggi, pelapukan yang cukup besar dan berkaitan
dengan mineralogi kaolinit, dan dalam banyak kasus, kandungan Fe, Al oksida
dan oxy-hidroksida relatif tinggi. Rangkaian properti ini memiliki dampak yang
signifikan terhadap sifat kimia Ultisol dan bagaimana sifat-sifat ini mempengaruhi
penggunaan dan pengelolaan pesanan tanah ini (West et al., 1997). Saturasi Al
tinggi menginduksi keracunan Al yang menyebabkan masalah nyata pada
tanaman yang tumbuh di tanah. Beberapa tanaman, sangat sensitif terhadap
12
toksisitas Al. Namun, jika kapasitas tukar kation dapat ditingkatkan, toksisitas Al
dapat dikurangi. Ada dua pilihan untuk mengurangi toksisitas Al, yaitu
menggunakan banyak bahan organik (pupuk kandan,g, pupuk hijau) atau
menambahkan kapur ke tanah. Pengapuran tanah dengan kapur pertanian yang
menambahkan ion Ca, pada dasarnya meningkatkan pH tanah dan mengurangi
aktivitas Al, oleh karena itu menurunkan kejenuhan Al dan mengurangi toksisitas
Al. Efek keseluruhannya adalah menciptakan lingkungan tanah yang lebih baik
untuk pertumbuhan tanaman (Prasetyo et al., 2001).
Pupuk merupakan suatu bahan organik atau anorganik yang berasal dari
alam atau buatan yang diberikan pada tanaman secara langsung atau tidak
langsung untuk menambah unsur hara esensial tertentu bagi pertumbuhan
tanaman. Menurut Sarief (1985) pupuk adalah setiap bahan yang diberikan ke
dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan maksud menambah unsur
hara yang diperlukan oleh tanaman. Berdasarkan asalnya pupuk dapat dibagi ke
dalam dua kelompok, yaitu pupuk organik dan anorganik (Lingga dan Marsono,
2007). Pupuk organik merupakan hasil peruraian sisa-sisa tumbuhan dan binatang,
misalnya: kompos. Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik yang
mengandung unsur hara tertentu dengan kandungan yang tinggi.
pupuk dapat diklasifikasikan dari berbagai segi yaitu: (1) atas dasar
pembentukan yang terdiri atas pupuk alam dan pupuk buatan, (2) atas dasar
kandungan hara terdiri atas pupuk tunggal dan pupuk majemuk dan (3) atas dasar
susunan kimianya yang mempunyai hubungan dengan perubahan dalam tanah
yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik (Hakim et al., 1986). Pupuk tunggal
adalah pupuk yang mengandung satu jenis unsur hara primer. Pupuk tunggal
diberi nama menurut jenis unsur hara primer yang dikandungnya dan dikenal
sebagai pupuk nitrogen, fosfor, dan kalium. Pupuk majemuk adalah pupuk yang
mengandung dua atau lebih unsur hara primer dan dapat juga mengandung unsur-
unsur hara lainnya baik unsur hara sekunder maupun mikro. Pupuk majemuk
diberi nama menurut jenis unsur hara yang dikandungnya sehingga dikenal pupuk
NP, NK, NPK, PK, NPK dan Mg (Setyamidjaja, 1986). Bagi tanaman, pupuk
digunakan untuk hidup, tumbuh dan berkembang sehingga pemberian pupuk
13
harus tepat karena fungsi pupuk tidak saja mengendalikan tetapi juga
mengimbangi, mendukung, dan mengisi bersama unsur-unsur lain dalam tanah
(Sarief, 1985).
Pemupukan adalah penambahan bahan yang digunakan untuk
memperbaiki kesuburan tanah ke dalam tanah agar tanah menjadi subur (Foth,
1990). Hakim et al. (1986) menyatakan bahwa pemupukan adalah penambahan
pupuk pada tanah agar menjadi subur. Oleh karena itu pemupukan pada umumnya
diartikan sebagai penambahan zat hara ke dalam tanah (Foth, 1990). Metode
tercepat yang dapat dilakukan untuk memperbaiki padang penggembalaan adalah
dengan pemupukan, introduksi varietas unggul atau mengganti rumput-rumput
yang berproduksi rendah dengan spesies dan varietas rumput dan kacang-
kacangan yang lebih baik (McIlroy, 1976). Menurut Jones et al. 1984) pemupukan
di pastura biasanya akan mengakibatkan tiga perubahan penting yaitu: (1)
perubahan produksi hijauan, (2) perubahan komposisi botani, dan (3) perubahan
kandungan nutrisi hijauan. (Humphreys, 1980)), menyatakan bahwa pemupukan
yang lebih besar pada pastura yang baru dikelola mempunyai empat keuntungan
yaitu: (1) memperbaiki pertumbuhan leguminosa yang akan memberikan
sumbangan nitrogen lebih banyak, (2) menekan pertumbuhan gulma, (3)
mempercepat dilakukan penggembalaan, dan (4) menghemat biaya pemupukan
per unit.
Unsur hara N, P, dan K dalam tanah tidak cukup tersedia dan terus
berkurang diambil untuk pertumbuhan tanaman dan terangkut pada waktu panen,
tercuci, menguap dan erosi sehingga diperlukan pemupukan. Unsur N, P, dan K
merupakan unsur hara makro yang mutlak harus ada dalam tanah untuk
pertumbuhan sebuah tanaman (Foth, 1990). Pupuk NPK merupakan pupuk
majemuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara. Pupuk NPK disebut juga
pupuk lengkap, umumnya masing-masing kandungan unsur hara dalam NPK
berkadar rendah. Setyamidjaja (1986) menyatakan bahwa pupuk NPK
mengandung unsur hara Nitrogen 15% dalam bentuk NH3, fosfor 15% dalam
bentuk P2O5, dan kalium 15% dalam bentuk K2O. Sifat Nitrogen (pembawa
nitrogen) terutama dalam bentuk amoniak akan menambah keasaman tanah yang
dapat menunjang pertumbuhan tanaman.
14
Pasokan air dan unsur hara menjadi dua input lingkungan yang
berkontribusi untuk produktivitas sebagian besar tanaman (Lenka et al., 2009).
Beberapa penelitian mengamati manfaat yang signifikan dalam penerapan Pupuk
anorganik (Akinrinde, 2006). Pupuk anorganik berpengaruh besar terhadap
tanaman Pertumbuhan, perkembangan, dan hasil (Young et al., 2010). Selanjutnya
Sajimin et al. (2001) menyatakan bahwa untuk memperoleh produksi yang
tinggi pada lahan yang tingkat kesuburannya rendah dapat dilakukan
dengan penggunaaan pupuk organik. Penyediaan unsur hara terutama
nitrogen (N), pospof (P), dan kalium (K) dalam tanah secara
optimal bagi tanaman dapat meningkatkan produksi tanaman.
Disamping upaya penyediaan unsur hara perlu juga dilakukan
pemilihan jenis hijauan unggul yang cocok dan responsif terhadap
pemupukan. Pemberian pupuk urea pada rumput gajah (Pennisetum purpureum)
dilakukan pada saat tanaman berumur dua minggu dengan dosis 100 kg -ha, diikuti
dengan pemupukan TSP dan KCl masing-masing dengan dosis 50 kg-ha (Lugiyo
dan Sumarto, 2000).
Biomassa tanaman adalah bahan hidup yang dihasilkan tanaman yang
bebas dari pengaruh gravitasi, sehingga bersifat konstan tidak seperti berat yang
tergantung pada tempat penimbangan yang berhubungan dengan gaya gravitasi
(Hidayat, 2002). Biomassa tanaman merupakan ukuran yang paling sering
digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Hal ini
didasarkan atas kenyataan bahwa taksiran biomassa (berat) tanaman relatif mudah
diukur dan merupakan integrasi dari hampir semua peristiwa yang dialami
tanaman sebelumnya. Oleh sebab itu parameter ini merupakan indikator
pertumbuhan yang paling representatif untuk mendapatkan penampilan
keseluruhan pertumbuhan tanaman atau suatu organ tertentu. Pengukuran
biomassa dapat dilakukan melalui penimbangan (Sitompul dan Guritno, 1995).
Air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting
karena membentuk 80-90 persen bobot segar jaringan yang sedang tumbuh aktif.
Noogle dan Fritz (1983) menjelaskan fungsi air bagi tanaman yaitu sebagai : (1)
15
energi, membran stabilisasi (Hoekstra et al., 2001) selain ekspresi gen mediator
dan sinyal molekul (Smeekens, 2000).
BAB III
PENGARUH PEMUPUKAN NPK DAN CEKAMAN AIR TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN PROLIN RUMPUT
GAJAH LIAR (Pennisetum polystachion)
A. Latar Belakang
pada rumput ini menjadi hal yang harus diperhatikan untuk mendapat hasil dan
kualitas yang lebih baik dari rumput ini. Penerapan pemupukan merupakan
tindakan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan produksi
rumput ini. Informasi mengenai pengelolaan rumput gajah liar masih sangat
terbatas. Namun mengingat potensi yang dimiliki oleh rumput ini, perlu dilakukan
penelitian yang mendalam tentang pengelolaan pemeliharaan rumput ini.
Penambahan unsur hara dalam bentuk pupuk baik pupuk organik maupun
anorganik perlu dilakukan untuk mengetahui respon rumput gajah liar terhadap
pemupukan.
Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang setidaknya mengandung
tiga unsur utama nitrogen, fosfor dan kalium dan unsur mikro lainya. Ketiga unsur
utama memiliki peran penting dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Beberapa
penelitian terdahulu telah dilakukan berkaitan pengaruh pemupukan NPK
terhadap pertumbuhan hijauan pakan. Bumane (2010) melaporkan bahwa
pemupukan NPK signifikan (P>0.05) meningkatkan produksi dan kualitas Lolium
perenne L. Hasil penelitian lain pada beberapa kultivar rumput Bermuda
(Cynodon dactylon L.) menunjukkan pengaruh positif pemupukan N terhadap
karakteristik pertumbuhan dan kualitas rumput (Iftikhar et al., 2003).
Berdasarkan potensi yang dimiliki oleh rumput gajah liar, perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui respon pertumbuhan rumput gajah terhadap
pemupukan NPK dalam kondisi mendapat cekaman air.
Bahan yang digunakan dalam penelitian tahap ini adalah media tanam
berupa tanah , pols rumput gajah liar, pupuk majemuk NPK Mutiara (16:16:16),
polybag dengan kapasitas 10 kg dan bahan untuk analisa kandungan prolin.
Peralatan yang digunakan meliputi cangkul, sekop dan ayakan tanah untuk
digunakan dalam penyiapan media tanam. Timbangan untuk menentukan berat
tanah yang digunakan untuk setiap polybag dan untuk mengukut berat hasil
pemanenan pada akhir penelitian. Gelas ukur untuk menentukan jumlah air yang
28
akan diberikan pada setiap perlakuan kapasitas lapang. Peralatan lain yang
digunakan yaitu peralatan untuk pemanenan dan peralatan untuk analisa
kandungan prolin pada daun tanaman
3. Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
dimana :
Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor pemupukan dan taraf
ke-j dari faktor cekaman cekaman air)
µ = Nilai tengah populasi
αi = Pengaruh taraf ke-i dari pemupukan
βj = Pengaruh taraf ke-j dari cekaman air
αβij = Pengaruh interaksi taraf k- i dari pemupukan dan taraf ke j dari
cekaman air
∈ijk = Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ij
29
4. Pelaksanaan Penelitian
Penentuan kapasitas Lapang Tanah. Sebelum pelaksanaan penanaman
dalam polybag, terlebih dahulu ditentukan kapasitas lapang tanah yang digunakan
dalam penelitian tahap ini yang dilakukan dengan menggunakan metode
gravimetri menurut (Somasegaran dan Hoben, 1994).
Bahan Tanam. Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini berupa
pols (sobekan rumpun tanaman). Rumput gajah liar (Pennisetum polystachion)
yang tumbuh liar diambil dengan cara menggali tanaman sampai keakarnya
berikut dengan tanahnya. Rumput yang sudah digali kemudian dipotong bagian
atasnya lebih kurang 10 cm dari pangkal tanaman. Polybag sebanyak 15 buah
disiapkan sebagai media tanam bagi rumput-rumput yang diperoleh dari tanaman
yang tumbuh secara liar. Rumput-rumput ini kemudian ditanam dan dipelihara
selama lebih kurang 1 (satu) bulan untuk mendapatkan bahan tanam berupa pols
yang akan digunakan dalam penelitian.
Persiapan media tanam. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanah yang diperoleh dari kebun percobaan Fakultas Peternakan
Universitas Jambi. Tanah sebagai media tanah terlebih dahulu dibersihkan dari
akar-akar tanaman yang masih tersisa. Tanah yang sudah dibersihkan kemudian
diayak menggunakan ayakan tanah untuk memisahkan bongkahan-bongkahan
besar dan bebatuan yang terdapat pada tanah dan selanjutnya dimasukkan
kedalam polybag ukuran 10 kilogram. Polybag disusun sesuai dengan rancangan
penelitian yang digunakan.
Pemupukan dan penanaman. Pemupukan NPK dengan dosis sesuai
dengan perlakuan dilakukan satu minggu setelah penanaman, dengan terlebih
dahulu memastikan bahwa akar rumput telah mulai mengalami perkembangan.
Hal ini disebabkan karena pupuk NPK merupakan pupuk anorganik yang cepat
terurai dan mudah menguap, terutama karena adanya tindakan penyiraman. Oleh
karena itu, agar pupuk yang diberikan langsung dimanfaatkan oleh akar, maka
akar tanaman harus sudah berkembang.
Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan hanya penyiangan
untuk menghindari pertumbuhan gulma. Pemberian pestisida dan herbisida tidak
30
dilakukan karena tidak terdapat gejala gangguan oleh hama dan penyakit pada
rumput gajah liar.
Pemotongan. Pemotongan rumput dilakukan setelah rumput berumur 60
hari dengan ketinggian pemotongan (intensitas defoliasi) 10 centimeter dari
permukaan tanah dalam polybag.
5. Pengamatan
4. Luas daun (cm2/daun). Luas daun diperoleh dengan mengukur daun dengan
menggunakan software IrfanView. Daun yang telah dipisahkan dari batang
dipotong untuk menyesuaikan dengan perangkat Scanner. Hasil pemindaian
kemudian di olah dengan menggunakan software IrvanView, sehingga
diperoleh ukuran luas daun. Daun yang diambil adalah tiga daun yang terdapat
pada tengah batang.
5. Bobot segar tanaman (gram/polybag). Bobot segar tanaman diperoleh dengan
cara memotong tanaman dengan ketinggian pemotongan (intensitas defoliasi)
10 centimeter dari permukaan tanah. Tanaman yang telah dipotong kemudian
ditimbang untuk medapatkan bobot segar.
6. Bobot kering tajuk tanaman (gram/polybag). Rumput yang telah ditimbang
bobot segarnya kemudian dimasukan kedalam kantong kertas untuk
selanjutnya dilakukan pengeringan dalam oven dengan suhu 70 0C. Sampel
yang telah kering ditimbang untuk mendapatkan bobot kering hijauan.
31
6. Analisis Data
rumput setelah mendapat perlakuan pemupukan dan cekaman air disajikan pada
Gambar 1. dan 2. Karaktertistik pertumbuhan rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) disajikan pada Tabel 1 dan 2.
Tinggi
Jumlah Luas daun
Perlakuan tanaman Jumlah daun
anakan (cm2)
(cm)
Pemupukan NPK (P)
P0 103.67a 14.11a 73.78a 58.30a
P50 110.89ab 17.44b 76.89a 60.84ab
P100 111.67ab 18.22b 84.78ab 64.84b
P150 114.33b 20.89c 91.00b 65.45b
Cekaman Air (W)
W80 110.42 18.67 86.83 63.24
W60 110.83 17.25 79.08 62.59
W40 109.17 17.08 78.92 60.67
PXW ns ns ns ns
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama untuk setiap perlakuan
menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)
Peningkatan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun dan luas daun
rumput gajah liar (Pennisetum polystahion) menunjukkan bahwa rumput ini
memiliki respon yang cukup baik terhadap pemupukan NPK. Pemberian pupuk
NPK dapat meningkatkan ketersediaan dan serapan unsur hara N, P, dan K.
Dengan makin tersedianya unsur hara tersebut dapat memacu pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang selanjutnya dapat memberikan pertumbuhan yang
optimal. Adanya pertumbuhan tanaman yang semakin baik tentunya
menyebabkan kemampuan akar dalam menyerap hara juga semakin besar
akhirnya menyebabkan jumlah hara yang diserap tanaman juga menjadi semakin
besar. Tanaman akan tumbuh dengan subur apabila unsur hara yang
dibutuhkannya tersedia cukup dan unsur hara tersebut tersedia dalam bentuk yang
dapat diserap oleh tanaman.
Nitrogen dan fosfor bersama dengan kalium akan memberikan pengaruh
yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Nitrogen (N) adalah
unsur penting dan memiliki pengaruh besar pada sejumlah respon tanaman
termasuk pigmentasi, pembentukan tunas dan akar, toleransi terhadap dingin dan
kekeringan, akumulasi proses penuaan dan potensi pemulihan pertumbuhan
(Carrow et al., 1987). Selanjutnya Trenholm et al., 1998) melaporkan bahwa N
juga mempengaruhi perkembangan anakan di rumput, namun pemupukan N yang
berlebihan dapat menyebabkan rumput menjadi rentan terhadap tekanan
lingkungan dan biologis seperti kekeringan musim panas, pengeringan pada
musim dingin, dan akibat suhu ekstrem. Hasil penelitian (Zewdu et al., 2003)
menunjukkan jumlah anakan dan panjang ruas rumput gajah meningkat sejalan
dengan peningkatan dosis pupuk nitrogen. Kamel et al. (1983) menemukan
jumlah anakan rumput gajah meningkat karena perlakuan tinggi pemotongan dan
pemupukan nitrogen di Mesir, meskipun aplikasi pemupukan dengan pupuk
kandang tidak mempengaruhi jumlah anakan pada awal pertumbuhan di Taiwan
(Liang, 1982). Nitrogen merupakan bahan penting dalam penyusunan asam-
amino, amida, nukelotida dan nucleoprotein, serta sesensial untuk pembelahan sel,
pembesaran sel. Selanjutnya Fageria (2009) menyatakan peningkatan produksi
tanaman karena aplikasi pemupukan nitrogen berkaitan dengan peningkatan
panikel pada tanaman sereal dan jumlah polong pada tanaman leguminosa.
35
Nitrogen juga berperan dalam meningkatkan bobot biji pada tanaman dan
menurunkan biji-biji yang steril, meningkatkan bahan kering tajuk, yang
berhubungan positif dengan produksi biji pada tanaman sereal dan leguminosa.
Ketersediaan unsur fosfor juga berperan dalam menunjang pertumbuhan
rumput gajah liar dlam penelitian ini. Suplai fosfor yang cukup merupakan faktor
yang esensial untuk perkembangan sel baru tanaman dan berperan dalam transfer
kode genetik dari satu sel ke sel lain bila sel baru dibentuk. Tanaman
membutuhkan fosfor yang cukup mulai dari sejak tahap awal pertumbuhan untuk
mendapatkan pertumbuhan yang optimum. Suplai fosfor yang terbatas membatasi
produksi tanaman dan pemupukan fosfor dilakukan untuk memastikan
ketersediaan fosfor untu mengoptimalkan produksi dan kematangan tanaman
(Grant et al, 2005). Namun kemampuan untuk mengabsorpsi fosfat berbeda antara
spesies tanaman dan dimungkinkan juga berbeda antara kultivar dalam spesies
yang sama (Villiers, 2007). Peningkatan pertumbuhan rumput gajah liar karena
perlakuan pemupukan juga diakibatkan karena ketersedian unsur kalium yang
terdapat dalam pupuk. Ketersediaan kalium yang cukup, berperan dalam proses
metabolisme tanaman dan juga membantu tanaman dalam menyerap unsur
nitrogen dari dalam tanah. Pendapat ini didukung oleh Prajapati dan Modi (2012)
yang menyatakan kalium sangat penting dalam banyak hal terhadap produktivitas
tanaman. Ini tidak hanya melakukan fungsi fisiologis penting, namun
meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen. Seperti kita ketahui, nitrogen
berhubungan langsung dengan hasil panen. Namun, jika kalium adalah nutrisi
pembatas, produksi pakan ternak akan menurun
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil
yang dilaporkan Brima (2007), bahwa pemupukan NPK nyata mempengaruhi
jumlah daun per tanaman pada rumput Rhodes (Chloris gayana L. kunth.). Hasil
ini sejalan dengan penelitian Gajbhiye et al. (2013) yang melaporkan bahwa
peningkatan dosis pupuk NPK pada rumput lemon (Cymbopogon flexuosus)
meningkatkan tinggi tanaman secara signifikan lebih tinggi, jumlah anakan per
rumpun dan jumlah daun per rumpun lebih banyak. Priyadarshani et al. (2013)
juga melaporkan bahwa pemupukan anorganik berupa pupuk NPK dan
pemupukan organik dengan kompos memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah
36
anakan, jumlah daun, bobot kering akar dan tajuk. Jumlah anakan rumput
Themeda triandra Forssk. meningkat sejalan dengan peningkatan dosis
pemupukan nitrogen dan fosfor (du Toit, 2014). Pemupukan NPK juga
dilaporkan sangat nyata mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah
daun rumput gajah (Pennisetum purpureum) (Kusuma, 2014). Sementara
Gunamanta et al. (2014) melaporkan bahwa perlakuan pupuk NPK berpengaruh
nyata (P˂0,05) terhadap jumlah daun, luas daun, jumlah anakan, namun tidak
berpengaruh pada tinggi tanaman dan lingkar rumpun rumput Setaria splendida
Stapf. Namun hasil lain menunjukkan bahwa pemupukan NPK tidak memberikan
pengaruh terhadap tinggi tanaman rumput rhodes (Chloris gayana L. kunth.)
(Brima, 2007). Pemupukan nitrogen juga tidak memberikan pengaruh pada tinggi
tanaman rumput gajah (Pennisetum purpureum), seperti yang dilaporkan (Zewdu
et al., 2003). Pemupukan NPK dengan dosis berbeda (0 kg, 150 kg dan 300
kg/ha) juga dilaporkan tidak mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun dan
jumlah anakan rumput Brachiaria brizantha cv MG 5 (Umami et al., 2015).
Cekaman air tidak mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah
dan luas daun rumput gajah liar (Pennisetum polystachion). Dari data terlihat
bahwa tinggi tanaman berturut-turut menurut perlakuan cekaman air adalah
109,67 cm (W3), 110.42 cm (W1) dan 110.83 (W2). Perlakuan cekaman air juga
menghasilkan jumlah anakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan
lain. Jumlah anakan yang dihasilkan secara berturut-turut adalah 17. 08 anakan
(W3), 17.25 anakan (W2) dan 18.67 anakan (W1). Sementara itu perlakuan
cekaman air secara berturut-turut menghasilkan 86.83 helai (W1), 79.08 helai
(W2) dan 78.92 helai (W3). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perlakuan
cekaman air menunjukkan penurunan luas daun sejalan dengan menurunnya
kapasitas lapang tanah. Luas permukaan daun yang diperoleh berurut-turut adalah
63.24 cm2 (W1), 62.59 (W2 dan 60.67 (W3) cm2.
Meskipun tidak menunjukkan pengaruh dari cekaman air terhadap
parameter diatas, namun terlihat bahwa perbedaan yang dihasilkan pada ketiga
perlakuan cekaman air terhadap parameter yang diamati relatif kecil. Keadaan ini
menunjukkan bahwa rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) mempunyai
respon yang cukup baik terhadap kondisi kekeringan. Pertumbuhan dan
37
Tinggi Jumlah
Jumlah Luas daun
Cekaman air NPK tanaman daun
anakan (cm2)
(cm)
80% KL Tanpa NPK 97.00 14.33 77.67 55.83
NPK 50 g 117.00 18.00 72.00 61.18
NPK 100 g 113.00 19.67 91.67 66.03
NPK 150 g 114.67 22.67 106.00 69.24
60% KL Tanpa NPK 112.33 14.00 78.67 59.07
NPK 50 g 107.00 18.00 77.00 62.44
NPK 100 g 110.00 18.00 77.67 61.95
NPK 150 g 114.00 19.00 83.00 66.89
40% KL Tanpa NPK 101.67 14.00 65.00 60.00
NPK 50 g 108.67 16.33 81.67 58.90
NPK 100 g 112.00 17.00 85.00 63.97
NPK 150 g 114.33 17.08 84.00 59.82
Secara umum, walaupun dalam kondisi mendapat cekaman air, pemupukan NPK
mampu menunjang rumput gajah liar untuk mengoptimalkan pemanfaatan faktor-
faktor pertumbuhan dengan baik. Pendapat ini didukung oleh Patil et al. (2016)
yang menyatakan secara umum peningkatan efisiensi penggunaan air tanaman
pertanian dapat dicapai melalui penerapan jumlah pupuk yang memadai. Stres
kekeringan sangat menghambat pertumbuhan dan perkembangan jagung.
Pertumbuhan dan pengembangan terdiri dari berbagai parameter komponen yang
diestimasi dengan sifat yang berbeda seperti, tinggi tanaman, luas daun, struktur
dan karakter fungsional akar, biomassa tanaman, bobot segar tanaman, bobot
kering tanaman dan diameter batang. Tinggi tanaman, diameter batang, biomassa
tanaman dan luas daun mengurangi stres terhadap kekeringan (Khan et al., 2001;
Zhao et al., 2006). Pertumbuhan daun terdiri dari ukuran daun dan jumlah daun
yang merupakan komponen struktural. fotosintesis, transpirasi dan intersepsi
cahaya adalah sifat fungsional daun. Ukuran daun dan jumlah daun berkurang
pada jagung akibat stres kekeringan. Daun secara alami akan melipat untuk
mengurangi luas daun dan intersepsi cahaya akan berkurang sehingga akan
menurunkan aktivitas fotosintesis. Luas daun dan fotosintesis berbanding lurus
satu sama lain (Stoskopf, 1981).
39
Tabel 4. Bobot segar, bobot tajuk, bobot akar dan rasio akar tajuk rumput
gajah liar (Pennisetum polystachion) yang mendapat perlakuan
pemupukan NPK dan cekaman air
Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian Ningalo et al. (2017),
yang menunjukkan bahwa pemupukan nitrogen meningkatkan bobot kering akar
rumput Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick cv. Tully, namun tidak
berpengaruh terhadap rasio tajuk akar. Demikian juga hasil penelitian (Seseray et
al., 2013) juga tidak menunjukan pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap rasio
tajuk dan akar rumput gajah yang dipanen pada umur 45 hari. Sebaliknya Kumar
dan Nikhil (2016) melaporkan bahwa berat kering akar rumput vetiver (Vetiveria
nass. L) yang diberi perlakuan pupuk alga dan pupuk kandang lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan pupuk lainnya dan menghasilkan ratio panjang
akar : batang yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lain.
Perlakuan cekaman air mempengaruhi (P<0.05) bobot segar rumput dan
bobot kering akar namun tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap bobot kering tajuk
dan rasio akar tajuk rumput. Uji Berganda Jarak Duncan (DMRT) menunjukan
bahwa tanah dengan 40% kapasitas lapang (W3) menghasilkan bobot segar yang
lebih rendah (207.92 g) berbeda nyata (P<0.05) dengan kapasitas lapang 60%
(W2) (244.17 g) dan kapasitas lapang 80% (W1) (256.25 g). Bobot kering akar
rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) juga dipengaruhi (P<0.05) oleh
perlakuan cekaman air. Tanah dengan kapasitas lapang yang lebih rendah (W3)
(40% kapasitas lapang) menghasilkan bobot akar yang lebih tinggi yaitu 11.88 g,
berbeda nyata dengan 60% kapasitas lapang (W2) dan kapasitas lapang 80%
(W3) yaitu 10. 88 g dan 10.35 g. Hasil berbeda diperoleh pada bobot kering tajuk
rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) dan rasio akar tajuk tidak
dipengaruhi (P>0.05) oleh perlakuan cekaman air. Bobot kering tajuk tertinggi
diperoleh pada perlakuan 80% kapasitas lapang (W1) yaitu 67.67 g diikuti 40%
kapasitas lapang (W3) dan 60% kapasitas lang (W1), masing-masing 65.83 g dan
65.58 g. Pada perlakuan cekaman air, kapasitas lapang 40% (W3) menghasilkan
rasio akar tajuk lebih tinggi, yaitu 0.19 dibandingkan dengan kapasitas lapang
60% (W2) dan 80% (W1), masing-masing dengan rasio 0.17 dan 0.16.
Penurunan bobot segar dan bobot kering rumput gajah liar akibat
penurunan kandungan air tanah berkaitan dengan dengan pertumbuhan bagian atas
(tajuk) rumput gajah liar. Perlakuan cekaman air dengan menurunkan kadar air
tanah, menurunkan parameter pertumbuhan seperti tinggi tanaman, jumlah
43
anakan, jumlah daun dan luas daun. Penurunan parameter pertumbuhan tersebut
diakibatkan karena terjadinya penurunan proses fotosintesis tanaman karena
ketersediaan air yang terbatas. Saddam et al. (2014) menyatakan kekeringan atau
cekaman abiotik lainnya menyebabkan reduksi dari hasil dan pertumbuhan
tanaman. Cekaman membatasi proses fotosintesis dan akibatnya, terbatasnya
ketersediaan asimilat dari fotosintesis dan energi untuk tanaman. Di bawah
kondisi defisit air, tanaman sangat membutuhkan air yang tersedia di zona akar,
dan genotipe toleran akan mengekstrak air dari lapisan dalam tanah (Xiong et al,,
2006). Selanjutnya Dhanda et al. (2004) melaporkan bahwa penurunan
ketersediaan air mempengaruhi Produksi tanaman pada tahap pertumbuhan yang
berbeda namun umumnya mengakibatkan penurunan panjang coleoptile,
meningkatkan bobot akar dan meningkatkan rasio akar dan tajuk.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini tidak berbeda dengan beberapa
penelitian sebelumnya. Jupp dan Newman (1987) melaporkan hasil yang sama
terhadap Perrenial Ryegrass (Lolium perenne). Penurunan air potensial pada
Ryegrass tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap bobot segar, kering dan
rasio akar tajuk. Cekaman air karena kondisi kekeringan juga mendapatkan hasil
yang sama dengan penelitian Dong dan Patton (2011) terhadap Western
Wheatgrass (Pascopyrum smithii (Rydb.) A. Löve, Green needlegrass (Nassella
viridula (Trin.) Barkworth), Kentucky bluegrass (Poa pratensis L.) dan smooth
brome (Bromus inermis Leyss.) Sebaliknya hasil lain dari Sinaga (2008)
menunjukan perlakuan penurunan ketersediaan air tanah nyata (P<0.05)
menurunkan bobot kering tajuk, bobot kering akar dan rasio tajuk akar pada
rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan hasil yang sama juga terjadi rumput
raja (Pennisetum purpupoides), rumput Brachiaria decumbens (Nohong, 2015)
dan Panicum maximum (Purbajanti et al., 2012). Hasil lain yang diperoleh Riaz et
al. (2010) pada tiga kultivar Cynodon dactylon (Fine Dacca, Dacca dan Khabbal)
menunjukan penurunan berat tajuk, berat akar, ketebalan daun dan luas daun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi (P>0.05)
antara dosis pemupukan NPK dengan cekaman air terhadap bobot segar, bobot
kering, bobot akar dan rasio akar:tajuk rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion), seperti yang disajikan pada Tabel 5.
44
Tabel 5. Interaksi pemupukan NPK dan cekaman air terhadap bobot tajuk, bobot
akar dan rasio akar tajuk rumput gajah liar (Pennisetum polystachion)
Cekaman Air(W)
W80 18.76a
W60 19.77b
W40 20.10b
PXW ns
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang
berbeda nyata (P<0.05)
Kandungan prolin rumput gajah yang diperoleh dalam penelitian ini tidak
dipengaruhi (P<0.05) oleh perlakuan pemupukan NPK, namun data menunjukkan
bahwa kadar prolin rumput raja mengalami penurunan sejalan dengan
peningkatan dosis pupuk NPK. Terjadinya penurunan kadar prolin karena
peningkatan dosis pupuk pada perlakuan pemupukan menunjukkan pemberian
pupuk membantu mempertahankan kondisi fisiologis rumput gajah liar, sehingga
mampu mempertahankan pertumbuhan secara optimal. Peningkatan tinggi
tanaman, jumlah anakan, jumlah dan luas daun yang diperoleh pada penelitian ini
mengindikasikan bahwa secara morfologis rumput gajah liar memberikan respon
yang positif terhadap peningkatan pemberian pupuk NPK sampai dosisi 150 kg -ha.
Meskipun peranan unsur N, P dan K berkaitan dengan hubungan dan mekanisme
47
fisiologis dari ketersediaan unsur hara terhadap kandungan prolin tanaman belum
secara detail terungkap, namun ketiga unsur tersebut sangat berperan dalam
beberapa proses fisilogis tanaman. Nitrogen merupakan unsur penyusun semua
asam amino dan memiliki peran sentral dalam proses metabolisme seluler (Grusak
et al., 2016). Fosfor adalah elemen dasar yang terlibat dalam transfer energi pada
tanaman. Fosfor juga berperan dalam konversi karbohidrat menjadi hormon,
protein dan energi untuk membentuk daun baru dan buah. Pandey (2015)
menyatakan fosfor berperan dalam proses fotosintesis, merupakan bahan dasar
dari asam nukleat dan fosfolipid. Unsur kalium mempengarui penyerapan air sel
tanaman, berperan sebagai katalis dalam penyerapan unsur besi dan merupakan
unsur esensial dalam pembentukan dan translokasi protein, pati dan gula. Ion
Kalium juga membantu gradien kimiaelektro antara mebran sel dan berperan
dalam transportasi sejumlah senyawa kimia (Grusak et al., 2016).
Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Lalelou dan Fateh (2014) pada
kultivar bread wheat dan durum wheat. Hasil berbeda pada tanaman Rubia
tinctorum L. pemupukan fosfor singnifikan (P<0.05) meningkatkan kadar prolin,
namun sebaliknya pemupukan nitrogen signifikan ((P<0.05) menurunkan kadar
prolin pada daun. Kandungan prolin tanaman German chamomile (Matricaria
chamomilla L.) dipengaruhi oleh pemupukan fosfor dan kalium, namun tidak
dipengaruhi oleh pemupukan N (Salehi et al., 2016). Hasil penelitian pada dua
kultivar gandum (Triticum ssp.) juga menunjukkan adanya perbedaan pemupukan
organik dan pemupukan anorganik terhadap kandungan prolin (Jawad et al.,
2015).
Kandungan prolin rumput gajah liar nyata meningkat (P<0.05) karena
perlakuan cekaman air. Penurunan kadar air sampai 40% kapasitas lapang
menghasilkan kandungan prolin tertinggi, berbeda nyata (P<0.05) dengan 80%
kapasitas lapang namun tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan kandungan prolin
pada 60% kapasitas lapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan
prolin rumput gajah liar mengalami peningkatan akibat penurunan kadar air
sampai 40% kapasitas lapang, namun hasil yang diperoleh sama dengan kadar
prolin pada kondisi 60% kapasitas lapang. Hasil ini mengindikasikan bahwa
rumput gajah liar secara fisiologis mampu mempertahankan kondisi biokimia
48
dalam organ daun sebagai respon terhadap kandungan air tanah yang rendah.
Kandungan prolin rumput gajah liar yang diperoleh dalam penelitian ini lebih
rendah dibandingkan dengan tanaman lain seperti gandum (Jawad et al., 2015),
rumput gajah dan rumput Brachiaria (Nohong, 2015), tall fescue (Festuca
arundinacea (Schreb.) (Man et al., 2011). Perbedaan kandungan prolin
disebabkan setiap spesies yang berbeda memiliki respon yang berbeda terhadap
kondisi kekeringan. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian pengaruh
cekaman air terhadap kandungan prolin rumput gajah (Budiman, 2013), rumput
gajah dan rumput Brachiaria decumbens (Nohong, 2015). Sementara Maralian
dan Ebadi (2010) menunjukkan adanya perbedaan signifikan kandungan prolin
antara fase reproduktif dan fase vegetatif pada tanaman gandum.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi (P>0.05) perlakuan
pemupukan NPK dan cekaman air terhadap kandungan prolin rumput gajah
(Tabel 7.). Pemupukan NPK dengan dosis 150 kg per hektar menghasikan
kandungan prolin terendah untuk semua perlakuan cekaman air. Sementara itu,
kandungan prolin tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa pemupukan pada
kondisi 40% kapasitas lapang.
D. Kesimpulan
BAB IV
PENGARUH JARAK TANAM DAN INTERVAL PEMOTONGAN TERHADAP
PERTUMBUHAN, HASIL DAN KUALITAS RUMPUT GAJAH LIAR
(Pennisetum polystachion)
A. Latar Belakang
Rumput gajah liar atau dikenal juga dengan mission grass (Pennisetum
polystachion) memiliki potensi yang cukup besar sebagai pakan ternak ruminasia
di Propinsi Jambi. Melihat sifat penyebaran yang cepat melalui biji dan sifat
tumbuh yang mudah terutama pada tanah yang miskin unsur hara, rumput ini
diharapkan mampu menjadi solusi dalam memecahkan permasalahan penyediaan
pakan hijauan yang berkualias di Propinsi Jambi. Rumput ini juga memiliki
kandungan gizi yang tidak kalah dengan rumput benggala. Rumput ini juga
diketahui memiliki respon yang baik terhadap kekeringan, meskipun tidak mampu
tumbuh dan berkembang pada kondisi kekeringan yang berkepanjangan. Rumput
gajah liar memiliki kandungan gizi dan kecernaan yang cukup baik dan mampu
memenuhi kebutuhan nutrisi ternak ruminansia. Dougall and Bogdan (1965)
menyatakan rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) memiliki kandungan
kandungan bahan kering 19.7, protein kasar 8.6%, serat kasar 37.7%, ADF dan
NDF masing-masing 43.8 dan 72.7% dan kecernaan bahan organik 59.5%.
Penelitian mengenai rumput gajah liar sebagai pakan ternak masih minim
dilakukan, yang dimungkinkan karena rumput ini sangat cepat mendominasi
lahan-lahan pertanian. Akibatnya spesies ini dianggap sebagai gulma lahan
pertanian dan lebih banyak diupayakan untuk dimusnahkan. Meskipun memiliki
kemampuan tumbuhan yang baik pada lahan marginal dan mampu berkompetisi
dengan spesies lain, namun manajemen pemeliharan yang baik mulai dari
penanaman sampai pemanenan perlu dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan
dan produksi serta kualitas pakan hijauan yang tinggi.
Manajemen pemeliharan yang perlu dilakukan adalah pengaturan
kepadatan tanaman per satuan luas. Manajemen ini dapat dilakukan dengan
pengaturan jarak tanam. Pengaturan jarak tanam memungkinkan tanaman
mempunyai ruang yang cukup untuk mendapatkan faktor pertumbuhan. Jarak
tanam juga menyebabkan perakaran berkembang optimal sehingga mampu
51
menyerap unsur hara dari dalam tanah, sehingga kompetisi antara tanaman dapat
dihindari. Manajemen pemotongan yang meliputi jarak pemotongan (interval
defoliasi) dan tinggi potongan (intensitas defoliasi) juga menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan, produksi dan kualitas pakan hijauan. Interval
pemotongan yang terlalu rapat dapat mengganggu pertumbuhan, selanjutnya
pemotongan yang terlalu lama dapat menurunkan kualitas pakan hijauan.
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh dari pengaturan jarak
tanam dan interval pemotongan terhadap pertumbuhan, komposisi kimia,
kandungan fraksi serat dan kecernaan rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion).
3. Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
dimana :
4. Pelaksanaan Penelitian
5. Pengamatan
Paramater yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok
aspek pengamatan, yaitu aspek-aspek agronomi tanaman dan aspek kualitas
(nutrisi) rumput Pennisetum polystachion, yaitu :
1. Tinggi tanaman (cm). Tinggi tanaman diperoleh dengan mengukur tinggi
tanaman pada setap fase pemotongan (defoliasi). Pengukuran tinggi tanaman
dilakukan dengan mengukur tanaman mulai dari permukaan tanah sampai ke
ujung tertinggi tanaman.
2. Jumlah anakan (anakan/rumpun). Jumlah anakan diperoleh dengan cara
menghitung jumlah anakan yang berasal dari tunas yang muncul dan tumbuh
pada rumpun utama tanaman.
3. Bobot segar tajuk (gram/rumpun). Berat tajuk tanaman diperoleh dengan cara
memotong tanaman dengan ketinggian pemotongan (intensitas defoliasi) 10
cm dari permukaan tanah. Tanaman yang telah dipotong kemudian ditimbang
untuk mendapatkan bobot segar.
4. Bobot kering tajuk (gram/rumpun). Dari bobot segar tanaman yang sudah
dipotong, diambil 1 (satu) kilogram sampel dan dimasukan kedalam kantong
kertas untuk selanjutnya dilakukan pengeringan dalam oven dengan suhu
700C. Sampel yang telah kering ditimbang untuk mendapatkan bobot kering
hijauan.
5. Bobot kering tajuk per plot (gram/plot). Bobot kering tajuk per plot diperoleh
dengan mengalikan bobot kering tanaman per rumpun dengan jumlah
tanaman pada setiap petak percobaan sesuai dengan jarak tanam.
55
6. Analisis Data
Musim kemarau yang panjang dengan curah hujan yang sangat rendah
terutama pada bulan Juni sampai dengan bulan November 2015 dengan curanh
hujan kurang 100 mm, seperti yang disajikan pada Tabel 8. Kondisi ini
menyebabkan ketersediaan air yang sangat rendah selama masa penelitian, yang
berdampak pada pertumbuhan rumput. Suhu maksimum diatas 30 o C dan
terjadinya kabut akibat pembakaran lahan turut memberikan dampak buruk
terhadap tanaman. Kondisi ini mulai terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan
November 2015. Untuk memberikan suplai air yang cukup bagi rumput,
dilakukan penyiraman sebanyak dua kali sehari (pagi dan sore), terutama pada
masa awal pertumbuhan rumput setelah dilakukan pemotongan penyeragaman.
Penampilan pertumbuhan rumput gajah liar pada tahap awal penelitian karena
kondisi kekeringan yang cukup panjang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 4. Tahap awal masa pertumbuhan rumput gajah liar yang mendapat
perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan
Tabel 9. Tinggi tanaman dan jumlah anakan rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) pada perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan
Interval (I)
30 hari (I1) 97.36a 33.46b
40 hari (I2) 138.36b 34.28b
60 hari (I3) 156.16c 30.34a
JXI * *
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama untuk setiap perlakuan
menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)
* Singnifikan pada level 0.05
yang masuk meningkat dan rasio merah-merah muda (R/fR ratio) pada pokok
batang menurun, sehingga menurunkan jumlah anakan (Casal et al., 1986).
Tinggi tanaman yang diperoleh dalam penelitian ini tidak berbeda dengan
yang dilaporkan Olanite et al. (2010), rumput colombus (Sorghum almum stapf)
yang mendapat pemupukan 120 dan 80 kg N/tahun lebih tinggi pada pada jarak
tanam 1.0 X 1.0 m dibandingkan dengan jarak tanam 0.5 X 0.5 m. Namun hasil
berbeda dilaporkan oleh Mounika et al (2015), populasi tanaman yang lebih tinggi
pada jarak tanam 45 X 45 cm pada rumput Bajra Napier grass menunjukkan
tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan jarak tanam 60 X 45 cm dan 60 X
40 cm. Juga dilaporkan ketiga perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh
(P>0.05) terhadap jumlah anakan. Hasil penelitian Patidar dan Rajora, (2009)
terdapat pengaruh jarak tanam rumput Buffel (Cenchrus ciliaris Linn.) terhadap
tinggi tanaman dan jumlah anakan pada tahun ketiga penanaman. Sementara
tahun pertama dan kedua tidak menunjukkan pengaruh. Hasil ini juga didukung
oleh Gajbhiye et al. (2013) juga melaporkan hasil yang sama pada Pennisetum
glaucum. Yasin et al. (2003) melaporkan jarak tanam terendah (45 X 45 cm)
menunjukan tanaman yang lebih tinggi, namun jumah anakan yang dihasilkan
lebih sedikit dibandingkan dengan jarak tanam 120 X 120 cm pada rumput gajah
Mott (Pennisetum pupureum cv mott.). Penelitian lain yang dilaporkan oleh Geren
dan Kavut (2015), terdapat perbedaan signifikan antara kepadatan tanaman dan
rata-rata jumlah anakan per meter persegi pada rumput raja (Pennisetum
purpupoides), dimana kepadatan tanaman terendah (14.286 tanaman -ha atau jarak
tanam 70 X 100 cm) menghasilkan jumlah anakan paling banyak (237 anakan),
sementara kepadatan tanaman tertinggi (57,413 tanaman-ha atau 70 X 25 cm)
menghasikan 199 anakan. Zewdu (2008) melaporkan jarak tanam yang rapat tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anakan rumput gajah pada tahun
pertama, namun mengalami peningkatan jumlah anakan pada tahun kedua.
Memperpanjang interval pemotongan dari 30 hari menjadi 60 hari
signifikan meningkatkan (P<0.05) tinggi tanaman, namun signifikan (P>0.05)
menurunkan jumlah anakan rumput gajah liar (Pennisetum polystachion).
Perlakuan interval pemotongan 60 hari (I3) menghasilkan tanaman rumput gajah
liar (Pennisetum polystachion) yang lebih tinggi (156.16 cm) berbeda nyata
61
Tabel 10. Interaksi jarak tanam dan interval pemotongan terhadap tinggi
tanaman dan jumlah anakan rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion)
Bobot segar tanaman merupakan salah satu aspek dalam mengukur laju
produksi suatu tanaman. Bobot segar suatu tanaman sangat mudah berubah,
tergantung pada kadar air yang dikandungnya. Apabila jaringan tanaman
mengering maka akan kehilangan bobot segarnya. Karena tanaman memiliki
komposisi air yang tinggi, tingkat kandungan air di tanaman akan tergantung pada
jumlah air di lingkungannya. Karena kandungan air di lingkungan terutama tanah
dan udara sulit untuk dikontrol, maka bobot kering sebagai ukuran pertumbuhan
tanaman cenderung lebih membantu. Secara rata-rata, bobot segar dan bobot
kering rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Bobot segar dan bobot kering rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) pada perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan
Bobot Kering
Perlakuan Bobot Segar (g) Bobot Kering (g)
(kg-plot)
Jarak Tanam (J)
30 X 30 cm (J1) 425.53a 81.01a 2.59a
40 X 40 cm (J2) 648.89b 128.93b 4.15b
60 X 60 cm (J3) 795.44c 195.25c 6.11c
Interval (I)
30 hari (I1) 384.60a 80.20a 4.49
40 hari (I2) 556.30b 115.57b 4.19
60 hari (I3) 928.96c 209.43c 4.16
JXI * * ns
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama untuk setiap perlakuan
menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)
bobot kering hijauan per plot yang diperoleh dalam penelitian ini berturut-turut
adalah 6.11 kg (J3), 4.15 kg (J2) dan 2.58 kg (J1).
Peningkatan bobot segar, bobot kering rumput gajah liar per rumpun dan
bobot kering per plot yang diperoleh akibat pengaturan jarak tanam pada
penelitian ini karena tanaman mampu memaksimal pemanfaatan unsur hara dalam
tanah untuk menunjang proses fotosintesis secara optimal. Fotosintat yang
dihasilkan diakumulasikan dalam bentuk pemanjangan tanaman dan
meningkatkan pertumbuhan anakan. Populasi tanaman yang tinggi menyebabkan
modifikasi tertentu dari karakteristik pertumbuhan tanaman, seperti, peningkatan
tinggi tanaman, penurunan ketebalan daun, perubahan orientasi daun dan daun
cenderung menjadi keras, sempit dan cenderung intersep secara vertical untuk
mendapat lebih banya cahaya matahari. Singh dan Singh (2002) menjelaskan
bahwa peningkatan populasi tanaman yang optimal per satuan luas merupakan hal
yang esensial untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Pada kondisi
kelembaban tanah dan kandungan hara yang cukup, populasi yang lebih besar
perlu untuk menggunakan semua faktor-faktor pertumbuhan secara optimal. Hasil
tanaman yang lebih tinggi diperoleh bila ditanam dengan jarak yang lebih lebar.
Produksi per tanaman akan menurun sejalan dengan peningkatan populasi
tanaman per satuan luas. Oleh karena itu, hasil tanaman per satuan luas meningkat
karena penggunaan faktor-faktor pertumbuhan yang lebih efisien
Hasil penelitian berat segar rumput gajah Mott yang ditanam dengan jarak
120 X 120 cm lebih tinggi dibandingkan dengan penanaman dengan jarak tanam
105 X 105 cm dan 45 X 45 cm. Hasil yang sama juga diperoleh pada rumput
gajah (Pennisetum purpureum Schummach.) (Yasin et al., 2003; Wijitphan et al.,
2009) dan pada rumput benggala (Panicum maximum) (Kusumawati et al., 2016).
Hasil yang berbeda pada ryegrass (Lolium multiflorum Lam.) yang
ditumpangsarikan dengan Vicia pannonica Crantz. terjadi penurunan bobot segar
akibat peningkatan jarak tanam seperti yang dilaporkan Kusvuran et al. (2014).
Geren dan Kavut (2015) juga melaporkan terjadi penurunan produksi kering
rumput king grass (Pennisetum hybridum) karena peningkatan jarak tanam dari 70
X 50 cm dan 70 X 100 cm. Nilai rata-rata berat segar tertinggi pada rumput gajah
(Pennisetum purpureum) diperoleh pada jarak tanam 50 X 50 cm, diikuti oleh
66
sel epidermis yang lebih besar dan jumlah sel yang lebih banyak yang matang per
hari. Mekanisme ini mungkin bertanggung jawab atas kenaikan berat kering
tanaman orchardgrass (Singer, 2002) namun tidak pada spesies lainnya, yang
menunjukkan peningkatan linear jumlah anakan dan sedikit atau tidak ada
kenaikan rata-rata berat kering per anakan dengan interval defoliasi (Brink,
Casler, and Jackson, 2014). Hasil ini juga didukung oleh Stür et al. (1994) yang
melaporkan bahwa pertumbuhan dan pemotongan rumput signal (Brachiaria
decumbens) pada awal tahap pertumbuhan biasanya tidak secara positif
mempengaruhi hasil hijauan, namun frekuensi pemotong menghasilkan efek yang
lebih besar pada hasil panen. Pemotongan yang terlalu, terlalu berat dan terlalu
sering tidak hanya mengurangi kinerja vegetatif tanaman, tapi juga menyebabkan
efek negatif pada vigoritas tanaman dan menyebabkan kematian beberapa
tanaman.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini tidak berbeda dengan beberapa
hasil penelitian lainnya. Ullah et al. (2010) melaporkan terdapat peningkatan
produksi rumput gajah dari 0.8 ton per hektar menjadi 2.8 ton per hektar karena
memperpanjang interval pemotongan dari 30 hari menjadi 60 hari. Penelitian pada
rumput signal (Bachiaria decumbens) yang dipotong pada umur 4 minggu
menghasilkan bobot segar yang lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan umur
pemotongan 3 minggu (Shwarpshakka et al., 2016). Waktu pemotongan juga
mempengaruhi bobot segar dan bobot kering Pennisetum americanum, dimana
hasil yang diperoleh meningkat karena penundaan waktu pemanenan dari 40 hari
menjadi 50 hari, namun hasilnya menurun pada pemotongan 60 hari (Ayub et al.,
2009). Peningkatan interval pemotongan dari 5 minggu menjadi 9 minggu secara
signifikan meningkatkan produksi segar rumput gajah Bajra, dimana produksi
maksimum yang diperoleh pada pemotongan pertama dan kedua dengan interval 9
minggu adalah 96.1 dan 102 kuintal per hektar (Verma, 2009).
Hasil berbeda dengan penelitian ini dilaporkan oleh Mukhtar (2006),
produksi bahan kering rumput gajah dan rumput gajah Mott mengalami
penurunan karena peningkatan frekuensi pemotongan dari dua kali menjadi tiga
kali dalam setahun. Selanjutnya penelitian (Assefa, 2013) juga menunjukan
penurunan produksi bahan kering Hyparrhenia rufa (Nees) sejalan dengan
68
peningkatan frekuensi pemotongan dari satu kali menjadi tiga kali pemotongan.
Jumlah anakan Panicum maximum meningkat saat interval pemotongan dikurangi.
Jumlah anakan basal bervariasi dari 48 (14 hari) menjadi 26 (56 hari) yang
mengakibatkan turunnya sekitar 45,8% anakan basal. Namun, anakan terlihat
lebih pendek dan kurang vigor dengan pemotongan yang lebih sering (Clavelo
dan Razz, 1997). Berat kering Meadow fescue, Quackgrass dan Reed Canarygras
menunjukan respon kuadratik terhadap interval defoliasi, meningkat seiring
dengan peningkatan interval pemotongan (Brink et al., 2014).
Interaksi antara jarak tanam dan interval pemotongan hanya terjadi pada
parameter bobot segar per rumpun dan bobot kering per rumpun, sementara tidak
terjadi interaksi antara kedua perlakuan terhadap bobot kering per plot (Tabel 12).
Tabel 12. Interaksi jarak tanam dan interval pemotongan terhadap bobot segar
dan bobot kering rumput gajah liar (Pennisetum polystachion)
segar dan bobot kering tajuk rumput gajah liar mengalami peningkatan dengan
semakin lamanya interval pemotongan pada setiap perlakuan jarak tanam.
Peningkatan ini sejalan dengan pertambahan tinggi tanaman yang diperoleh pada
kombinasi perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan. Meskipun jumlah
anakan yang diperoleh tidak menunjukkan perbedaan, namun ukuran anakan yang
diperoleh yang lebih besar pada jarak tanam yang lebih renggang dan interval
pemotongan yang lebih lama memberikan kontribusi terhadap peningkatan bobot
segar dan bobot kering tajuk rumput gajah liar.
Meskipun tidak menunjukan interaksi antara jarak tanam dan interval
pemotongan, namun bobot kering rumput gajah liar per plot tertinggi diperoleh
pada jarak penanaman 60 X 60 cm yang dipotong pada umur 60 hari (J3I3) yaitu
6.36 kg-plot diikuti pemotongan pada umur 30 hari (J3I1) yaitu 6.54 kg -plot. Hasil
penelitian yang sama dilaporkan oleh Bhatti et al. (1985), terdapat interaksi
antara jarak tanam dan pemotongan terhadap produksi rumput gajah (Pennisetum
purpureum), dimana pemotongan pertama memberikan hasil 20.96 ton-ha, lebih
tinggi dibandingkan dengan pemotongan kedua yang hanya menghasilkan 9.07
ton-ha.
kandungan protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan jarak tanam 30 X
30 cm (J1) dan jarak tanam 60 X 60 cm (J3). Sementara itu, jarak tanam 40 X 40
cm (J2) juga menghasilkan kandungan abu yang lebih rendah dibandingkan
dengan perlakuan jarak tanam 60 X 60 cm (J3) dan jarak tanam 30 X 30 cm (J1).
Tabel 13. Komposisi kimia rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) pada
perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan
Interval
30 hari (I1) 20.09a 8.37a 36.15a 2.57 12.20
40 hari (I2) 20.60ab 10.44b 37.83b 2.57 12.99
60 hari (I3) 22.09b 9.95b 37.97b 2.72 13.19
JXI ns ns ns ns ns
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama untuk setiap perlakuan
menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)
* Berdasarkan bahan segar
biomassa tanaman. Peningkatan kandungan bahan kering rumput gajah liar juga
diakibatkan adanya kontribusi dari pertumbuhan vegetatif terutama tinggi
tanaman yang juga juga mengalami peningkatan signifikan. Tanaman yang lebih
tinggi umumnya memiliki proporsi batang yang lebih tinggi dibandingkan dengan
daun. Proporsi yang lebih tinggi dari batang akan berkontribusi terhadap tingginya
kandungan bahan kering rumput gajah liar. Pengaturan jarak tanam menunjukan
bahwa mampu memaksimal pemanfaatan faktor pertumbuhan seperti unsur hara
terutama unsur nitrogen dan air dalam tanah. Nitrogen merupakan salah satu
faktor pembatas yang mempengaruhi hasil dan komposisi kimia rumput di
pastura. Nitrogen juga merupakan faktor utama yang meningkatkan produksi,
kualitas termasuk kandungan protein serta kecernaan tanaman (Hassan et al.,
2015). Sebaliknya kandungan serat kasar yang diperoleh mengalami penurunan
sejalan dengan peningkatan jarak tanam rumput gajah liar. Peningkatan
kandungan protein tanaman berkorelasi negatif dengan kandungan serat kasar
(Hintz et al., 1985).
Hasil penelitian ini sama dengan hasil yang diperoleh oleh Zewdu (2008)
dan Wijitphan et al. (2009) yang melaporkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan
dari kepadatan tanaman terhadap komposisi kimia rumput gajah (Pennisetum
purpureum Schum.). Selanjutnya juga dilaporkan oleh Mahmood et al. (2013)
peningkatan kepadatan tanaman sorghum kultival Goliath dan Bovidal tidak
mempengaruhi kandungan protein kasar.
Interval pemotongan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan
bahan kering, kandungan protein kasar dan kandungan serat kasar, namun tidak
berpengaruh (P>0.05) terhadap kandungan lemak dan kandungan abu rumput
gajah liar (Pennisetum polystachion). Interval pemotongan 40 hari (I2)
menghasilkan kandungan bahan kering tertinggi (22.09%), berbeda nyata dengan
dengan interval 30 hari (I1), yaitu 20.09%, namun tidak berbeda nyata (P>0.05)
dengan interval 60 hari (I3), yaitu 20.60%. Kandungan protein pada perlakuan
interval pemotongan 40 hari (I2) berbeda nyata (P<0.05) dengan interval
pemotongan 60 hari (I3), namun tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan interval
pemotongan 40 hari (I1). Rataan kandungan protein berdasarkan perlakuan
interval pemotongan adalah 10.44% (I2), 9.95% (I1) dan 8.37% (I2). Perlakuan
72
interval pemotongan 30 hari (I1) menghasilkan kandungan serat kasar yang lebih
rendah (36.15%) dan berbeda nyata (P<0.05) dengan interval pemotongan 40 hari
(I2) dan 60 hari (I3). Akan tetapi, tidak terdapat perbedaan (P>0.05) antara
interval 40 hari (I2) dengan interval 60 hari (I3). Kandungan lemak kasar dan abu
tidak dipengaruhi (P>0.05) oleh perlakuan interval pemotongan.
Terjadi peningkatan bahan kering dan penurunan kandungan protein kasar
terutama pada interval pemotongan 40 hari dan 60 hari disebabkan karena masa
tumbuh rumput gajah liar yang lebih lama dibandingkan dengan interval
pemotongan 30 hari. Umur tanaman yang lebih tua cenderung mengalami
lignifikasi dinding sel. Bila komponen ini terakumulasi dalam tanaman sejalan
dengan peningkatan umur tanaman, konsentrasi protein kasar akan menurun
sehingga akan menurunkan kualitas hijauan pakan (Mengel dan Kirby, 2001). Hal
ini juga didukung oleh pendapat Ullah et al. (2010) yang menyatakan peningkatan
interval pemotongan menurunkan konsentrasi protein kasar karena penuaan
tanaman.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, seperti yang dilaporkan Sarwar et al.
(2006) menunjukkan kandungan bahan kering Panicum antidotale dan Panicum
orientale mengalami peningkatan signifikan dan kandungan protein kasar
mengalami penurunan signifikan pada umur pemotongan 1, 2 dan 4 bulan.
Wangchuk et al. (2015) juga melaporkan kandungan protein kasar pada daun
rumput gajah cultivar CO-3 dan Giant mengalami penurunan secara signifikan
dari 28.2% pada pemotongan 40 hari menjadi 8.8% pada pemotongan 80 hari,
demikian juga dengan kandungan protein kasar hijauan. Abraham (2009; 2010)
melaporkan terjadi penurunan protein kasar rumput Agropyron cristatum (L.)
Gaertn dan Dactylis glomerata L. yang dipanen umur 4, 6 dan 10 minggu.
Sementara itu dilaporkan juga oleh Ullah et al. (2010) terjadi penurunan
kandungan protein dan peningkatan kandungan serat kasar rumput gajah yang
dipotong pada umur 30, 45 dan 60 hari. Hasil penelitian Lounglawan et al. (2014)
menunjukkan, interval pemotongan dari 30 hari menjadi 60 hari menunjukan
adanya peningkatan signifikan terhadap kandungan bahan kering dan kandungan
73
Tabel 14. Interaksi jarak tanam dan interval pemotongan terhadap komposisi
kimia rumput gajah liar (Pennisetum polystachion)
yang sangat berpengaruh terhadap produksi (Nevens dan Rehuel, 2003) dan nilai
nutrisi hijauan (Turner et al., 2006) akibat perubahan morfologis dan fisiologis
tanaman. Peningkatan jumlah pemotongan memberikan pengaruh yang
menguntungkan terhadap kandungan nutrisi pada sebagian besar spesies rumput.
Namun, rumput memiliki respon yang berbeda terhadap frekuensi pemotongan
seperti yang dilaporkan Pontes et al. (2007) pada Dactylis glomerata, Festuca
arundinacea, Holcus lanatus menunjukkan penurunan produksi bahan kering
sebagai akibat dari peningkatan frekuensi pemotongan. Bila tanaman dipotong
pada umur yang lebih tua, proporsi daun dengan kandungan nitrogen yang rendah
dan komponen struktural lainnya melebihi jumlah daun dengan kandungan
nitrogen yang lebih tinggi, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan protein kasar (Overman dan Scholtz, 2003). Rumput
perennial akan mentrasportasikan kelebihan nitrogen dari sistim pertunasan ke
organ penyimpanan sejalan dengan peningkatan umur tanaman, sehingga
pemotongan tanaman secara rutin dengan interval yang sesuai menyebabkan
tanaman memiliki kandungan protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan
dengan interval pemotongan yang lebih lama (Henzell, 1971). Selanjutnya
Donkor et al. (2003) menyatakan, selain faktor genetik dan unsur hara, kualitas
rumput juga tergantung pada frekuensi dan intensitas pemotongan, dimana tinggi
pemotongan 15 cm menghasilkan rumput yang lebih berkualitas. Semakin sering
frekuensi pemotongan semakin tinggi kandungan protein kasar yang dihasilkan.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berbeda dengan hasil yang
diperoleh dalam peneliti sebelumnya yang mengkombinasi beberapa perlakuan
antara lain jarak tanam, interval pemotongan, tinggi pemotongan atau dengan
pemupukan. Hassan et al. (2015) melaporkan ada interaksi antara pemupukan
nitrogen dan interval pemotongan terhadap produksi kering, kandungan protein,
kandungan serat kasar dan abu rumput rumput cenchrus (Cenchrus ciliaris) dan
rumput benggala (Panicum maximum). Hasil penelitian Wijitphan et al. (2009)
menunjukkan adanya pengaruh signifikan interval jarak tanam pada 8 waktu
pemanenan terhadap terhadap produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum
Schum.) Namun penelitian lain menunjukkan tidak ada interaksi antara interval
pemotongan dan tinggi pemotongan dengan produksi bahan kering, protein kasar,
75
serat kasar, lemak kasar dan abu rumput King Napier (Pennisetum Purpureum x
Pennisetum Americanum)(Lounglawan et al., 2014).
Kandungan ADF dan NDF sangat erat kaitannya dengan fraksi serat kasar,
terutama pada tanaman pakan ternak. Kandungan ADF merupakan indikator
kecernaan hijauan, karena kandungan lignin merupakan bagian dari fraksi yang
dapat dicerna. Kandungan NDF berhubungan erat dengan konsumsi pakan, sebab
seluruh komponennya memenuhi ruang rumen dan lambat dicerna, lebih rendah
kandungan NDF lebih banyak pakan dapat dikonsumsi. Kecernaan pakan ternak
dapat diestimasi secara in vitro dengan mengetahui kecenaan bahan kering dan
kecernaan bahan organik pakan. Tabel berikut menyajikan nilai kecernaan bahan
kering dan bahan organik rumput gajah liar yang mendapat perlakuan jarak tanam
dan interval pemotongan yang berbeda.
Kandungan ADF dan NDF rumput gajah liar yang mendapat perlakuan
jarak tanam dan interval pemotongan yang diperoleh dalam penelitian ini
disajikan pada Tabel 12. Perlakuan jarak tanam tidak mempengaruhi (P>0.05)
kandungan Acid Detergent Fiber (ADF) dan kandungan Neutral Detergent Fiber
(NDF) rumput gajah liar (Pennisetum polystachion). Meskipun tidak
menunjukkan pengaruh terhadap kandugan ADF rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion), namun perlakuan jarak tanam 60 X 60 cm (J1) menghasilkan nilai
yang lebih tinggi (55.69% ADF dan 64.89% NDF) dibandingkan dengan jarak
tanam 30 X 30 cm (J1) (52.94% ADF dan 62.05% NDF) dan jarak tanam 40 X 40
cm (J2) (57.64% ADF dan 51.26% NDF). Perlakuan jarak tanam tidak
berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap kecernaan bahan kering (KCBK), namun
berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kecernaan bahan organik (KCBO) rumput
gajah liar (Pennisetum polystachion). Perlakuan jarak tanam 40 X 40 cm (I2)
menunjukkan hasil tertinggi baik terhadap kecernaan bahan kering maupun
kecernaan bahan organik rumput gajah liar (Pennisetum polystachion). Kecernaan
bahan kering untuk perlakuan jarak tanam berturut-turut adalah 54.29% (J2),
52.68% (J3) dan 52.00% (J1). Pada kecernaan bahan organik, perlakuan J2
76
Tabel 15. Kandungan ADF, NDF, dan kecernaan rumput gajah liar
(Pennisetum polystachion) pada perlakuan jarak tanam dan
interval pemotongan
Interval
30 hari (I1) 48.68a 57.42 53.39b 58.64b
40 hari (I2) 52.66a 60.44 56.46c 62.61c
60 hari (I3) 58.54b 66.72 49.14a 54.02a
JXI ns ns * ns
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama untuk setiap perlakuan
menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)
terhadap ADF dan NDF yang terdapat pada daun Dactylis glomerate L dan
kandungan NDF pada batang. Hasil penelitian Murphy (1996) pada beberapa
species rumput perennial juga menunjukan pengaruh yang nyata dari perlakuan
jarak tanam terhadap kandungan ADF dan NDF. Jarak tanam juga dilaporkan
signifikan mempengaruhi kandungan ADF dan NDF rumput gajah hybrid CO-3
(Sinthika et al., 2014)
Meskipun jarak tanam tidak mempengaruhi kecernaan bahan kering
rumput gajah, namun terjadi peningkatan kecernaan pada jarak tanam 40 X 40 cm,
kemudian mengalami penurunan pada jarak tanam 60 X 60 cm. Hasil dengan
pola yang sama juga diperoleh pada perlakuan interval pemotongan, dimana
interval pemotongan 40 hari menghasilkan mecernan yang lebih besar
dibandingkan dengan interval pemotongan 30 dan 60 hari. Tingkat kecernaan
yang rendah diakibatkan kandungan ADF dan NDF rumput gajah yang tinggi
yang diperoleh pada penelitian ini. Nilai kecernaan bahan kering dan bahan
organik yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian Susanti (2007) bahwa kecernaan bahan kering dan bahan organik
rumput gajah yang mendapat perlakuan pemupukan nitrogen dan sulfur adalah
62.59% dan 65.41%. Hasil yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan
kecernaan bahan kering dan bahan organik rumput benggala seperti yang
dilaporkan (Purbajanti et al., 2011), yaitu 4.48 – 43.99% untuk KCBK dan 42.40-
51.02% untuk KCBO sejalan dengan peningkatan populasi tanaman dari 10.000
menjadi 30.000 tanaman per hektar. Adanya perbedaan kecernaan baik bahan
kering maupun bahan organik karena perbedaan spesies rumput yang digunakan.
Tanaman yang berbeda memiliki respon yang berbeda terhadap perlakuan interval
pemotongan yang diberikan seperti yang ditemukan oleh Särkijärvi et al., (2008)
pada rumput Timothy/meadow fescue (TMF) and tall fescue (TF).
Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini berbeda dengan hasil
yang dilaporkan Purbajanti et al. (2011), kepadatan populasi tanaman tidak
menunjukan penurunan yang signifikan (P>0.05) terhadap kecernaan bahan
kering, namun mengalami penurunan yang signifikan (P<0.05) terhadap
kecernaan bahan organik rumput benggala (Panicum maximum). Namun hasil
berbeda dilaporkan oleh Cusicanqui dan Lauer (1999), kecernaan hijauan yang
78
Tamir, 2007). Sama halnya dengan hasil yang diperoleh Ruggia Chiesa et al.
(2008) yang menunjukkan peningkatan umur pemotongan rumput kikuyu
(Pennisetum clandestinum) tidak mempengaruhi kecernaan bahan organik rumput.
Penurunan kecernaan rumput gajah liar berkaitan dengan perkembangan struktur
dan komposisi hijauan pada tanaman yang lebih tua. Hijauan yang berumur tua
memiliki pesentase batang yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun.
Persentasi batang yang tinggi umumnya banyak mengandung serat kasar dengan
proporsi serat yang tidak bisa dicerna lebih besar dan rendah kandungan
karbohidrat non struktural, yang menghasilkan rendahnya kecernaan hijauan
(Van Man dan Wiktorsson, 2003). Pembentukan batang yang lebih banyak
memberikan kontribusi signifikan terhadap akumulasi bahan kering. Pemanjangan
batang mampu menghasilkan daun baru pada bagian atas kanopi yang dapat
menjamin terjadi fotosintesis yang lebih banyak untuk perkembangan tanaman.
Efek negatif dari pembentukan batang ini adalah menurunnya kecernaan tanaman
pakan karena akumulasi bahan kering yang lebih tinggi pada batang dibandingkan
dengan daun (Virkajärvi et al., 2012; Kuoppala et al., 2008).
Okwori dan Magani (2010) melaporkan terjadi penurunan signifikan
kecernaan bahan organik empat spesies rumput (Andropogon gayanus, Panicum
maximum, Cynodon nlemfuensis dan Pennisetum purpureum) dari pemotongan
umur 6 minggu dan pemotongan umur 9 minggu. Hasil penelitian Van Man dan
Wiktorsson (2003) juga melaporkan hasil yang sama terhadap rumput gajah dan
dua kultivar rumput benggala (Panicum maximum cv. 280) dan broad-leaf guinea
grass (Panicum maximum cv. I.429). Chen et al., (2006) melaporkan terjadi
penurunan kecernaan bahan kering (In Vitro True Digestibility/IVTD) rumput
gajah karena memperlambat umur pemotongan. Hasil berbeda pengaruh interval
pemotongan dilaporkan oleh Daur (2016) pemotongan rumput blue panic
(Panicum antidotale retz.) sebelum dan sesudah pembungaan tidak
mempengaruhi kecernaan bahan kering pada kondisi tanah salin.
Interaksi perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan berpengaruh
(P<0.05) terhadap kecernaan bahan kering (KCBK), namun tidak terjadi interaksi
(P>0.05) pada kecernaan bahan organik rumput gajah liar (Tabel 13). Kecernaan
bahan kering tertinggi diperoleh pada jarak tanam 60 X 60 cm interval
81
pemotongan 40 hari (J3I3), yaitu 57.76%, namun tidak berbeda nyata dengan
perlakuan jarak tanam 40 X 40 cm yang dipotong pada umur 30 hari (J2I1), jarak
tanam 40 X 40 cm yang dipotong pada umur 40 hari (J2I2) dan perlakuan jarak
tanam 40 X 40 cm yang dipotong pada umur 30 hari (J1I2), yang masing-masing
nilai kecernaan bahan keringnya berturut-turut adalah 57.38%, 57.13% dan
54.49%. Sementara itu, meskipun tidak menunjukkan perbedaan, namun
perlakuan jarak tanam 40 X 40 cm dengan interval pemotongan 40 hari (J2I2)
memberikan nilai kecernaan bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya.
D. Kesimpulan
A. Kesimpulan
3. Pada kondisi lapangan, penanaman rumput gajah liar dengan jarak tanam 40
X 40 cm dengan interval pemotongan 40 hari memberikan hasil terbaik
terutama pada kandungan ADF, NDF dan kecernaan bahan kering dan bahan
organik rumput gajah liar.
B. Saran
Dari hasil pelaksanaan dua tahap penelitian yang telah dilakukan, dapat
disarankan :
DAFTAR PUSTAKA
Albayrak, S., Türk, M. and Yüksel, O. 2011. Effect of row spacing and seeding
rate on Hungarian Vetch yield and quality. Turkish Journal of Field Crops,
16(1), 54–58.
Ansah, T., Osafo, E. L. K. and Hansen, H. H. 2010. Herbage yield and chemical
composition of four varieties of Napier (Pennisetum purpureum) grass
harvested at three different days after planting. Agric. Biol. J. Am., 1(5), 923–
929. https://doi.org/10.5251/abjna.2010.1.5.923.929
Ayub, M., Nadeem, M. A., Tahir, M., Ibrahim, M. and Aslam, M. N. 2009. Effect
of nitrogen application and harvesting intervals on forage yield and quality of
Pearl Millet (Pennisetum americanum L .). Pak. J. Life Soc. Sci, 7(2), 185–
189.
Bänziger, M., Edmeades, G. O., Beck, D. and Bellon, M. 2000. Breeding for
Drought and Nitrogen Stress Tolerance in Maize; From Theory to Practice.
Mexico, D.F.: CIMMYT.
Bayble, T., Melaku, S., and Prasad, N. K. 2007. Effects of cutting dates on
nutritive value of Napier (Pennisetum purpureum) grass planted sole and in
association with Desmodium (Desmodium intortum) or Lablab (Lablab
purpureus). Livestock Research for Rural Development, Volume 19, Article
#11. Retrieved July 21, 2017. Retrieved from http://www.lrrd.org/lrrd19/
1/bayb19011.htm
Belaygue, C., Wery, J., Cowan, A. and Tardieu, F. 1996. Contribution of leaf
expansion, rate of leaf appearance, and stolon branching to growth of plant
leaf area under water deficit in White Clover. Crop Science, 36, 1240–1246.
https://doi.org/10.2135/cropsci1996.0011183X003600050028x
Bhatti, B. M., Mohammad, D., Sartaj. and Sultani, M.(1985. Effects of different
inter-and intra-row spacing on forage yield and quality in elephant grass.
Pakistan J. Agri. Res, 6(2), 107–112.
Bogdan, A. (1977). Tropical pasture and fodder plants (grasses and legumes).
Longman Inc. New York.
Bolat, I., Dikilitas, M., Ercisli, S., Ikinci, A. and Tonkaz, T. 2014. The effect of
water stress on some morphological, physiological, and biochemical
characteristics and bud success on apple and quince rootstocks. The Scientific
World Journal, 2014. https://doi.org/10.1155/2014/769732
Bos, H. J. 1999. Plant morphology, environment, and leaf area growth in wheat
and maize. Landbouwuniversiteit te Wageningen.
ruminant feeding. FAO animal production and health paper, Rome, Italy.
Brima, F. I. A. 2007. Effect of seed rate and NPK fertilization on growth, yield
and forage quality of Rhodes Grass (Chloris L. kunth.). University of
Khartoum, Sudan.
Brink, G. E., Casler, M. D. and Martin, N. P. (2010). Meadow fescue, tall fescue,
and orchardgrass response to defoliation management. Agronomy Journal,
102(2), 667–674. https://doi.org/10.2134/agronj2009.0376
Brink, G. E., Jackson, R. D. and Alber, N. B. 2013. Residual sward height effects
on growth and nutritive value of grazed temperate perennial grasses. Crop
Science, 53(5), 2264–2274. https://doi.org/10.2135/cropsci2013.01. 0068
Budiman, B. 2013. Pengaruh pemupukan nitroden dan stress air tehadap bukaan
stomata, kandungan klorofil dan akumulasi prolin tanaman rumput gajah
(Pennietum purpureum Schum). JITP, 2(3), 159–166.
Carrow, R. N., Johnson, B. J. and Burns, R. E. 1987. Thatch and quality of Tifway
bermudagrass turf in relation to fertility and cultivation. Agronomy Journal,
v. 79(3), 524-530–1987 v.79 no.3. https://doi.org/10.2134/ agronj1987.
00021962007900030025x
371.
Chen, C.-S., Hwa, Y.S., Wang, S. M. and Chang, Y.-K. 1999. The relationship
between climatic factors and Acid-Detergent Fiber, Neutral-Detergent Fiber
and crude protein contents in digitgrass. Taiwan Livestock Res., 32(3), 155–
265.
Chen, C. S., Wang, S. M. and Hsu, J. T. 2006. Factors affecting in vitro true
digestibility of Napiergrass. Asian-Australasian Journal of Animal Sciences,
19(4), 507–513.
Christianse, S. and Svejcar, T. 1988. Grazing effects on shoot and root dynamics
and above - and below-ground non structural carbohyfrat in Caucasian
blustem. Grass and Forage Science, 43, 111–119.
Ciríaco, E., Silva, D., Rejane, Mansur, J., Nogueira, C., Almeida, M. and
Bandeira De Albuquerque, M. 2011. Drought stress and plant nutrition. Plant
Stress, 5(Special issue 1), 32–41.
Coi, G. J., Jung, E. S., Rim, Y. W., Lim, Y. C., Kim, K. Y., Sung, B. R. and Park,
G. J. 2002. Effects of drill widths and nitrogen application levels in early
spring on the growth characteristics and seed productivity of Italian ryegrass
(Lolium multiflorum Lam.). J. Korean Soc. GRassland Sci., 3, 221–226.
Cox, J. W., Cherney, D. R. and Hanchar, J. J. 1998. Row spacing, hybrid, and
plant density effects on corn silage yield and quality. Journal of Production
Agriculture, 11, 128–134. https://doi.org/10.2134/jpa1998.0128
Crasta, O. R. and Cox, W. J. 1996. Temperature and soil water effects on maize
growth, development yield, and forage quality. Crop Science, 36, 341–348.
https://doi.org/10.2135/cropsci1996.0011183X003600020022x
89
Cuomo, G. J., Blouin, D. C., Corkern, D. L., McCoy, J. E. and Walz, R. 1996.
Plant morphology and forage nutritive value of three Bahiagrasses as
affected by harvest frequency. Agronomy Journal, 88, 85–89.
https://doi.org/10.2134/agronj1996.00021962008800010018x
Daur, I. 2016. Feed value of blue panic (Panicum antidotale retz.) grass at
different growth stages and under varying levels of humic acid in saline
conditions. Turkish Journal of Field Crops, 21(2), 210–217.
https://doi.org/10.17557/tjfc.18296
de Freitas, F. P., da Fonseca, D. M., dos Santos Braz, T. G., Martuscello, J. A. and
Santos, M. E. R. 2012. Forage yield and nutritive value of Tanzania grass
under nitrogen supplies and plant densities. Revista Brasileira de Zootecnia,
41(4), 864–872. https://doi.org/10.1590/S1516-35982012000400006
Dong, X. and Patton, J. 2011. Biomass Allocation in Four Prairie Grasses under
Drought Stress. CGREC Annual Report, 1–4.
Donkor, N. T., Bork, E. W., and Hudson, R. J. 2003. Defoliation regime effects on
accumulated season-long herbage yield and quality in boreal grassland.
Journal of Agronomy and Crop Science, 189(1), 39–46.
https://doi.org/10.1046/j.1439-037X.2003.00007.x
Douglas, M. M., Setterfield, S. A., Rossiter, N., Barratt, J. and Hutley, L. B. 2004.
Effects of mission grass (Pennisetum polystachion (L.) Schult.) invasion on
fuel loads and nitrogen availability in a northern Australia tropical savanna.
90
Earl, H. J. and Davis, R. F. 2003. Effect of drought stress on leaf and whole
canopy radiation use efficiency and yield of maize. Agron. Agron J., 24(1),
688–698.
El-Gengaihi, S. and Abdallah, N. 1978. The effect of date of sowing and plant
spacing on yield of seed and volatile oil of Fennel (Foeniculum vulgare
Mill.). Pharmazie, 33(9), 605–606.
Esrita, Ichwan, B. dan Irianto. 2011. Pertumbuhan dan hasil tomat pada berbagai
bahan organik dan dosis Trichoderma. Jurnal Penelitian Universitas Jambi
Seri Sains, 13(2), 37–42. https://doi.org/ISSN 0852-8349
Fageria, N. K. 2009. The use of nutrients in crop plants. Annals of Botany (Vol.
105). CRC Press, Taylor & Francis Group. https://doi.org/10.1093/
aob/mcp227
Farooq, M., Wahid, A., Fujita, N. K. D. and Basra, S. M. A. 2009. Plant drought
stress : effects, mechanisms and management To cite this version : Review
article. Agronomy for Sustainable Development, Springer Verlag (Germany),
29(1), 185–212. https://doi.org/10.1051/agro:2008021
Fitriatin, B. N., Yuniarti, A., Turmuktini, T. and Ruswandi, F. K. 2014. The effect
of phosphate solubilizing microbe producing growth regulators on soil
phosphate, growth and yield of maize and fertilizer ffficiency on ultisol.
Eurasian J. of Soil Sci. Indonesia, 101–107.
Flagella, Z., Rotunno, T., Tarantino, E., Di Caterina, R. and De Caro, A. 2002.
Changes in seed yield and oil fatty acid composition of high oleic sunflower
(Helianthus annuus L.) hybrids in relation to the sowing date and the water
regime. European Journal of Agronomy, 17(3), 221–230. https://doi.org/10.
1016/S1161-0301(02)00012-6
Foth, H. D. 1990. Fundamentals of Soil Science (8th ed.). John Wiley & Sons.
91
Gajbhiye, B. R., Momin, Y. D. and Puri, A. N. 2013. Effect of FYM and NPK
fertilization on growth and quality parameters of Lemongrass (Cymbopogon
flexuosus). Agriculture Science Research Journal, 3(April), 115–120.
Geren, H., and Kavut, Y. T. 2015. Effect of different plant densities on the yield
and some silage quality characteristics of giant king grass (Pennisetum
hybridum) under mediterranean climatic conditions. Turkish Journal of Field
Crops, 20(1), 85–91.
Grant, C., Bittman, S., Montreal, M., Plenchette, C. and Morel, C. 2005. Soil and
fertilizer phosphorus: Effects on plant P supply and mycorrhizal
development. Canadian Journal of Plant Science, 85(1), 3–14.
https://doi.org/10.4141/P03-182
Graybill, J. S., Cox, W. J. and Otis, D. J. 1991. Yield and quality of forage maize
as influenced by hybrid, planting date, and plant density. Agronomy Journal,
83, 559–564. https://doi.org/10.2134/agronj1991. 00021962008300030008x
Hajibabaee, M., Azizi, F. and Zargari, K. 2012. Effect of drought stress on some
morphological, physiological and agronomic traits in various foliage corn
hybrids. American-Eurasian Journal of Agriculture & Enviromental
Science., 12(7), 890–896. https://doi.org/10.5829/idosi.aejaes.2012.
12.07.1751
Hakim, N., Nyakpa, Y., Lubis, A. M., Rusdi Saul, M., Diha, A., Ban Hong, G.
dan Bailey, H. H. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.
Hassan, A., Zewdu, T., Urge, M. and Fikru, S. 2015. Effect of nitrogen fertilizer
application on nutritive value of Cenchrus ciliaris and Panicum maximum
grown under irrigation at Gode, Somali Region. J. Nutr Food Sci, 11(5), 1–6.
https://doi.org/10.4172/2155-9600.1000S11005
Humphreys, L. R. 1980. A Guide to Better Pastures for The Tropics and Sub-
tropics (4th ed.). Wright Stephenson and Co., Australia.
Iftikhar, A., Aslam Khan, M. and Qasim, M. 2003. Growth and Development of
Different Turfgrasses as Influenced by Nitrogen Application and Leaf
Nitrogen Contents. International Journal of Agriculture & Biology, 5(2),
175–178.
Jaleel, C. A., Maniyannan, P., Sankar, B., Kishorekumar, A. and Gopi, R. 2007.
Water deficit stress mitigation by calcium chloride in Catharanthus roseus:
Effects on oxidative stress, proline metabolism and indole alkaloid
accumulation. Colloids Surf. B. Biointerf, 60, 110–116.
Karagić, D., Mihailović, V., Katić, S., Mikić, A., Milić, D., Vasiljević, S. and
Milošević, B. 2011. Effect of row spacing on seed yield of hairy, common
and Hungarian vetches. Romanian Agricultural Research, (28), 143–150.
Khan, A. ., McNeilly, T. and Azhar, F. 2001. Stress tolerance in crop plants. Int.
J. Agric. Biol, 3, 250–255.
Khan, R. I., Alam, M. R. and Amin, M. R. 1999. Effect of season and fertilizer on
species composition and nutritive value of native grasses. Asian-Australasian
Journal of Animal Sciences, 12(8), 1222–1227. https://doi.org/10.5713/
ajas.1999.1222
Khorshidi, J., Fakhr Tabatabaie, M., Omidbaigi, R. and Sefidkon, F. 2009. The
94
Kitaba, A. and Tamir, B. 2007. Effect of harvesting stage and nutrient levels on
nutritive values of natural pasture in central highlands of Ethiopia.
Agricultura Tropica et Subtropica, 40(November 2001), 7–13. Retrieved
from http://www.projects.its.czu.cz/ats/pdf_files/vol_40_1_pdf/KITABA.pdf
Kumar, D. and Nikhil, K. 2016. Effect of FYM , NPK and Algal fertilizers on the
Growth and Biomass of Vetiver Grass (Vetiveria nass, L). International
Journal of Engineering and Applied Sciences (IJEAS), 3(3), 85–89.
Kuoppala, K., Rinne, M., Nousiainen, J. and Huhtanen, P. 2008. The effect of
cutting time of grass silage in primary growth and regrowth and the
interactions between silage quality and concentrate level on milk production
of dairy cows. Livestock Science, 116(1), 171–182.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/j.livsci.2007.10.002
Kusvuran, A., Kaplan, M. and Nazli, R. I. 2014. Effectc of mixture ratio and row
spacing in Hungarian Vetch (Vicia pannonica Crantz.) and annual Ryegrass
(Lolium multiflorum Lam.) intercropping on yield and quality under semiarid
95
Li, Y. Z., Wang, F. X. and Liu, L. H. 1999. Use and management of soil water
and nitrogen resource. I. Soil water and nitrogen conditions and root
development. Plant Nutr. Fert. Sci., 5, 206–313.
Lugiyo, L. dan Sumarto, S. 2000. Teknik budidaya Rumput Gajah cv. Hawaii
(Pennisetum purpureum). In Temu Teknis non Peneliti (pp. 120–125). Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Lyon, D. J. 2009. How Do Plant Populations Affect Yield? Press Releases from
Panhandle Research and Extension Center, 19, 1–4. Retrieved from
http://digitalcommons.unl.edu/panpressrel%5Cnhttp://digitalcommons.unl.ed
u/panpressrel/19%5Cnhttp://digitalcommons.unl.edu/panpressrel%5Cnhttp://
digitalcommons.unl.edu/panpressrel/19
Mahajan, S. dan Tuteja, N. 2005. Cold, salinity and drought stress. Archives of
Biochemistry and Biophysics, 444, 139–158. https://doi.org/10.1002/
9783527628964.ch7
Mahmood, A., Ullah, H., Shahzad, A. N., Ali, H., Ahmad, S., Zia-Ul-Haq, M.
Hasanuzzaman, M. 2013. Dry matter yield and chemical composition of
sorghum cultivars with varying planting density and sowing date. Sains
Malaysiana, 42(10), 1529–1538.
Man, D., Bao, Y. X., Han, L. B. dan Zhang, X. 2011. Drought tolerance
associated with proline and hormone metabolism in two tall fescue cultivars.
HortScience, 46(7), 1027–1032.
Maralian, H. dan Ebadi, A. 2010. Influence of water deficit stress on wheat grain
yield and proline accumulation rate. African Journal of Agricultural
Research, 5(4), 286–289. Retrieved from http://www.academicjournals.org/
journal/AJAR/article-abstract/ A9B8F3837406
Meier, H., and Reid, J. S. G. 1982. Reserve polysaccharides other than starch in
higher plants. In F. A. Loewus dan W. Tanner (Eds.), Encyclopedia of Plant
Physiology (pp. 418–471). Springer-Verlag, Berlin.
Mengel, K. dan Kirby, E. A. 2001. Principles of Plant Nutrition (5th ed.). Kluwer
Academic Publishiers.
Mulyani, A., Rachman, A. dan Daira, A. 2010. Penyebaran lahan masam, potensi
dan ketersediaannya untuk pengembangan pertanian. Dalam Prosiding
Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Ningalo, R. R., Kaligis, D. A. dan Bawole, N. 2017. Pengaruh defoliasi dan level
pupuknitrogen terhadap performans rumput Brachiaria humidicola (Rendle)
Schweick cv. Tully. Jurnal Zootek, 37(1), 25–32.
Nohong, B. and N. S. 2015. Effect of water stress on growth , yield , proline and
soluble sugars contents of Signal grass and Napier grass species. American-
Eurasian Journal of Sustainable Agriculture, 9(5), 14–21.
Nonami, H. 1998. Plant water relation and control of cell elongation at low water
potentials. Journal of Plant Reseach, 111(373–382).
Osório, J., Osório, M. L., Chaves, M. M. and Pereira, J. S. 1998. Water deficits
are more important in delaying growth than in changing patterns of carbon
allocation in Eucalyptus globulus. Tree Physiology, 18, 363–373.
https://doi.org/10.1093/treephys/18.6.363
Patil, V. C., Al-Gaadi, K. A., Madugundu, R., Tola, E., Marey, S., Mulla, D. and
Upadhyaya, S. (2016). Response of Rhodes grass to variable rate application
of irrigation water and fertilizer nitrogen. Pakistan Journal of Agricultural
Sciences, 53(3), 599–607. https://doi.org/10.21162/PAKJAS/16.3491
Plensicar, M. and Kustori, R. 2005. Corn yield and water use as influenced by
irrigation level, N rate and planting populations. Trans. Kansan Acad.
Science, 53(4), 121–7.
Pontes, L. S., Carrère, P., Andueza, D., Louault, F. and Soussana, J. F. 2007.
Seasonal productivity and nutritive value of temperate grasses found in semi-
natural pastures in Europe: Responses to cutting frequency and N supply.
Grass and Forage Science, 62(4), 485–496. https://doi.org/10.1111/j.1365-
2494.2007.00604.x
Prado, F. E., Boero, C., Gallarodo, M. and Gonzales, J. 2000. Effect of NaCl on
germination, growth and soluble sugar content in Chenopodium quinoa
Willd. seeds. Bot Bull Acad Sin, 41, 27–34.
Riaz, A., Younis, A., Hameed, M. and Kiran, S. 2010. Morphological and
biochemical responses of turf grasses to water deficit conditions. Pakistan
Journal of Botany, 42(5), 3441–3448.
Ruggia Chiesa, A. P., Kozloski, G. V., Bonnecarrère Sanchez, L. M., Lima, L. D.,
Oliveira, L., Härter, C. J. and Cadorin, R. L. 2008. Age of regrowth as a
factor affecting the nutritive value of hay of kikuyu grass (Pennisetum
clandestinum) offered to lambs. Grass and Forage Science, 63(2), 193–201.
100
https://doi.org/10.1111/j.1365-2494.2007.00624.x
Samaras, Y., Bressan, R. A., Csonka, L., Garcia-Rios, M. G., Paino, D. and
Rhodes, D. 1995. Proline accumulation during water deficit. In N. Smirnoff
(Ed.), Environment and plant metabolism. Flexibility and acclimation (pp.
161–187). BIOS Scientific Publishers.
Sanderson, M. A., Voigt, P. and Jones, R. M. 2014. Yield and quality of warm-
season grasses in central Texas. J. Range Management, 52(2), 145–150.
Särkijärvi, S., Sormunen-Cristian, R., Heikkilä, T., Komppa, J., Rinne, M. and
Saastamoinen, M. 2008. Effect of grass species and time of cutting on in vivo
digestibility in horses and sheep. In M. Saastamoinen (Ed.), Nutrition of the
exercising horse : 4th European Workshop on Equine Nutrition (EWEN) (p.
26). MTT Agrifood Research Finland.
Sawwan, J., Shibli, R. a., Swaidat, I. and Tahat, M. 2000. Phosphorus regulates
osmotic potential and growth of African violet under in vitro‐induced water
deficit. Journal of Plant Nutrition, 23(6), 759–771. https://doi.org/10.1080/
01904160009382057
Sinaga, R. 2008. Air pada rumput gajah dan rumput raja akibat penurunan
ketersediaan air. Jurnal Biologi Sumatera, 3(1), 29–35.
Singer, J. W. 2002. Species and Nitrogen Effect on Growth Rate, Tiller Density,
and Botanical Composition in Grass Hay Production. Crop Science, 42, 208–
214. https://doi.org/10.2135/cropsci2002.2080
Sinthika, K., Sinniah, J., Sivaneson, S. and Sarmini, N. 2014. Effects of plant
spacing on yields and nutritive values of hybrid Napier grass CO-3 in dry
zone of Sri Lanka. Retrieved from http://repo.lib.jfn.ac.lk/ujrr/handle/
123456789/693
Sirait, J. 2005. Pertumbuhan dan Serapan Nitrogen Rumput pada Naungan dan
Pemupukan Berbeda. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Retrieved from http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/8951
Smart, A. J., Schacht, W. H. and Moser, L. E. 2001. Predicting leaf/stem ratio and
nutritive value in grazed and nongrazed big bluestem. Agronomy Journal,
93(6), 1243–1249. https://doi.org/10.2134/agronj2001.1243
Stanisavljevi, R., Markovi, J., Dini, B., Lazarevi, D., Milenkovi, J.,and An, B.
2009. Yield and chemical composition of Orchard grass harvest remains-
straw (Dactylis glomerata L.) depending on the vegetation space and
application of mineral fertilizers. Biotechnology in Animal Husbandry, 25(5–
6), 1233–1239.
Stanton, D., Grombacher, A. W., Pinnisch, R., Mason, H. and Spaner, D. 2007.
Hybrid and population density affect yield and quality of silage maize in
central Alberta. Canadian Journal of Plant Science, 87(4), 867–871.
https://doi.org/10.4141/CJPS06024
Sudirman. 2013. Evaluasi Pakan Tropis: Dari Konsep ke Aplikasi (Metode in-
vitro Feses). Pustaka Reka Cipta, Bandung.
Susanti, S. 2007. Produksi dan kecernaan in vitro rumput gajah pada berbagai
imbangan pupuk nitrogen dan sulfur. Buana Sains, 7(2), 151–156.
Syahputra, E., Fauzi, F. dan Razali, R. 2015. Karakteristik sifat kimia sub grup
103
Temu, V., Rude, B. and Baldwin, B. 2014. Nutritive value response of native
warm-season forage grasses to harvest intervals and durations in mixed
stands. Plants, 3(2), 266–283. https://doi.org/10.3390/plants3020266
Tezara, W., Mitchell, V., P., D. S. and Lawlor, D. W. 2002. Effects of water
deficit and its interaction with CO2 supply on the biochemistry and
physiology of photosynthesis in sunflower. J. Exp.Bot., 375(53), 1781–1791.
https://doi.org/10.2135/cropsci1998.0011183X003800010028x
Trenton, F. S. and Joseph, G. L. 2005. Corn stalk response to plant population and
the Bt–European corn borer trait. Agron J., 97, 1129–35.
Troelsen, J. E. 1969. Quality of hay and roughage. In Proc. Can. Forage Crops
Symp. (pp. 1–18).
Ullah, M. A., Anwar, M. and Rana, A. S. 2010. Effect of nitrogen fertilization and
harvesting intervals on the yield and forage quality of elephant grass
(Pennisetum purpureum) under mesic climate of Pothowar plateau. Pak. J.
Agri. Sci, 47(3), 231–234.
Van Man, N. and Wiktorsson, H. 2003. Forage yield , nutritive value , feed intake
and digestibility of three grass species as affected by harvest frequency.
Tropical Grasslands, 37, 101–110.
van Soest, P. J. 1977. Plant Fiber and Its Role in Herbivora Nutrition. The Cornell
Veterinarian, 67(3), 307–326.
Villiers, C. J. De. 2007. The effect of Phosphorus on the growth, plant mineral
content and essential oil composition of Buchu (Agathosma betulina).
Stellenbosch University, South Africa.
Virkajärvi, P., Pakarinen, K., Hyrkäs, M., Seppänen, M. and Bélanger, G. 2012.
Tiller characteristics of timothy and tall fescue in relation to herbage mass
accumulation. Crop Science, 52(2), 970–980. https://doi.org/10.2135/
cropsci2011.01.0039
Wang, X., Zhao, L., Yan, B., Shi, L., Liu, G. and He, Y. 2016. Morphological and
physiological responses of Heteropogon contortus to drought stress in a dry ‐
hot valley. Botanical Studies, 57(17). https://doi.org/10.1186/s40529-016-
0131-0
Wangchuk, K., Rai, K., Nirola, H., Dendup, C. and Mongar, D. 2015. Forage
growth, yield and quality responses of Napier hybrid grass cultivars to three
cutting intervals in the Himalayan foothills. Tropical Grasslands - Forrajes
Tropicales, 3(3), 142. https://doi.org/10.17138/TGFT(3)142-150
Wilman, D. and Asiegbu, J. 1982. The effects of variety, cutting interval and
nitrogen application on the morphology and development of stolons and
106
Yancey, P. H., Clark, M. E., Hand, S. C., Bowlus, R. D. and Somero, G. N. 1982.
Living with water stress: evolution of osmolyte systems. Science, 217(4566),
1214–1222. Retrieved from http://science.sciencemag.org/
content/217/4566/1214.abstract
Zewdu, T., Baars, R. and Yami, A. 2003. Effect of plant height at cutting and
fertilizer on growth of Napier grass (Pennisetum purpureum). Tropical
Science, 43(1), 57–61. https://doi.org/10.1002/ts.90
107
Zhao, T. J., Sun, S., Liu, Y., Liu, J. M., Liu, Q., Yan, Y. Bin and Zhou, H. M.
2006. Regulating the drought-responsive element (DRE)-mediated signaling
pathway by synergic functions of trans-active and trans-inactive DRE
binding factors in Brassica napus. Journal of Biological Chemistry, 281(16),
10752–10759. https://doi.org/10.1074/jbc.M510535200
108
Lampiran 1. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap tinggi
rumput gajah liar
2. Cekaman Air
Dependent Variable: Tinggi_tan
Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Tinggi_tan
Duncana,b
1 2
P0 9 103.6667
P1 9 110.8889 110.8889
P2 9 111.6667 111.6667
P3 9 114.3333
Sig. .055 .398
Cekaman Air
Homogeneous Subsets
Tinggi_tan
Duncana,b
W3 12 109.1667
W1 12 110.4167
W2 12 110.8333
Sig. .636
Lampiran 2. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap jumlah
anakan rumput gajah liar
2. Cekaman Air
Dependent Variable: Anakan
Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Homogeneous Subsets
Anakan
Duncana,b
1 2 3
P0 9 14.1111
P1 9 17.4444
P2 9 18.2222
P3 9 20.8889
Sig. 1.000 .527 1.000
Cekaman Air
Homogeneous Subsets
Anakan
Duncana,b
W3 12 17.0833
W2 12 17.2500
W1 12 18.6667
Sig. .166
Lampiran 3. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap jumlah
daun rumput gajah liar
2. Cekaman Air
Dependent Variable: Jumlah Daun
Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval
1 2
P0 9 73.7778
P1 9 76.8889
P2 9 84.7778 84.7778
P3 9 91.0000
Sig. .073 .276
Cekaman Air
Homogeneous Subsets
Jumlah Daun
Duncana,b
W3 12 78.9167
W2 12 79.0833
W1 12 86.8333
Sig. .134
Lampiran 4. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap luas
daun rumput gajah liar
2. Cekaman Air
Dependent Variable: Luas Daun
Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Dosis NPK
Homogeneous Subsets
Luas Daun
Duncana,b
1 2
P0 9 58.2978
P1 9 60.8411 60.8411
P2 9 64.0733
P3 9 65.4511
Sig. .271 .064
Cekaman Air
Homogeneous Subsets
Luas Daun
Duncana,b
W3 12 60.6708
W2 12 62.5900
W1 12 63.2367
Sig. .227
Lampiran 5. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap bobot
segar rumput gajah liar
Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval
P0 9 220.5556
P1 9 223.8889
P2 9 240.5556
P3 9 259.4444
Sig. .070
117
Cekaman Air
Homogeneous Subsets
Berat Segar
Duncana,b
1 2
W3 12 207.9167
W2 12 244.1667
W1 12 256.2500
Sig. 1.000 .468
Lampiran 6. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap bobt
kering tajuk rumput gajah liar
Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval
P0 9 59.0000
P1 9 68.1111
P3 9 68.5556
P2 9 69.7778
Sig. .151
119
Cekaman Air
Homogeneous Subsets
BK Tajuk
Duncana,b
W2 12 65.5833
W3 12 65.8333
W1 12 67.6667
Sig. .737
Lampiran 7. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap bobt
kering akar rumput gajah liar
2. Cekaman air
Dependent Variable: BK akar
Cekaman air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval
1 2
P0 9 10.2667
P1 9 10.8222 10.8222
P3 9 11.2356 11.2356
P2 9 11.7078
Sig. .062 .087
Cekaman air
Homogeneous Subsets
BK akar
Duncana,b
1 2
W1 12 10.3483
W2 12 10.8775
W3 12 11.7983
Sig. .206 1.000
Lampiran 8. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap rasio
akar tajuk rumput gajah liar
2. Cekaman Air
Dependent Variable: Rasio AkarTajuk
Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Rasio AkarTajuk
Duncana,b
P1 9 .1644
P2 9 .1733
P3 9 .1744
P0 9 .1789
Sig. .482
Cekaman Air
Homogeneous Subsets
Rasio AkarTajuk
Duncana,b
W1 12 .1608
W2 12 .1717
W3 12 .1858
Sig. .151
2. Cekaman Air
Dependent Variable: Kadar Proline
Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Kadar Proline
Duncana,b
1 2
P3 9 17.8526
P2 9 19.3000 19.3000
P1 9 19.6238 19.6238
P0 9 20.5492
Sig. .217 .130
Cekaman Air
Homogeneous Subsets
Kadar Proline
Duncana,b
1 2
W1 12 18.7619
W2 12 19.7794 19.7794
W3 12 20.1028
Sig. .106 .625
a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells
times the variance components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term
cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.
1. Jarak tanam
Dependent Variable: Tinggi tanaman
Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 123.656 .936 121.616 125.695
J2 129.522 .936 127.483 131.562
J3 138.689 .936 136.649 140.728
2. Kelompok
Dependent Variable: Tinggi tanaman
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 130.767 .936 128.727 132.806
Kel 2 131.589 .936 129.549 133.628
Kel 3 129.511 .936 127.472 131.551
4. Interval
Dependent Variable: Tinggi tanaman
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 97.356 .936 95.316 99.395
I2 138.356 .936 136.316 140.395
I3 156.156 .936 154.116 158.195
Tinggi tanaman
Duncana,b
Jarak tanam N Subset
1 2 3
J1 9 123.6556
J2 9 129.5222
J3 9 138.6889
Sig. 1.000 1.000 1.000
Interval
Homogeneous Subsets
Tinggi tanaman
Duncana,b
Interval N Subset
1 2 3
I1 9 97.3556
I2 9 138.3556
I3 9 156.1556
Sig. 1.000 1.000 1.000
a. MS(Kel)
b. MS(JT * Kel)
c. MS(Error)
a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells
times the variance components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term
cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.
1. Jarak tanam
Dependent Variable: Anakan
Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 32.933 .329 32.217 33.650
J2 32.978 .329 32.261 33.694
J3 32.167 .329 31.450 32.883
2. Kelompok
Dependent Variable: Anakan
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 33.456 .329 32.739 34.172
Kel 2 32.200 .329 31.484 32.916
Kel 3 32.422 .329 31.706 33.139
129
4. Interval
Dependent Variable: Anakan
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 33.456 .329 32.739 34.172
I2 34.278 .329 33.561 34.994
I3 30.344 .329 29.628 31.061
Anakan
Duncana,b
Jarak tanam N Subset
1
J3 9 32.1667
J1 9 32.9333
J2 9 32.9778
Sig. .122
Interval
Homogeneous Subsets
Anakan
Duncana,b
Interval N Subset
1 2
I3 9 30.3444
I1 9 33.4556
I2 9 34.2778
Sig. 1.000 .102
Lampiran 10. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval bobot segar
rumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance
a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells times the variance
components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.
1. Kelompok
Dependent Variable: Berat Segar
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 613.127 38.479 529.287 696.966
kel 2 694.953 38.479 611.114 778.793
kel 3 561.780 38.479 477.941 645.619
2. Jarak Tanam
Dependent Variable: Berat Segar
Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 425.533 38.479 341.694 509.373
j2 648.890 38.479 565.051 732.729
j3 795.437 38.479 711.597 879.276
4. Interval
Dependent Variable: Berat Segar
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
i1 384.604 38.479 300.765 468.444
i2 556.296 38.479 472.456 640.135
i3 928.960 38.479 845.121 1012.799
Berat Segar
Duncana,b
Jarak Tanam N Subset
1 2 3
J1 9 425.5333
j2 9 648.8900
j3 9 795.4367
Sig. 1.000 1.000 1.000
Interval
Homogeneous Subsets
Berat Segar
Duncana,b
Interval N Subset
1 2 3
i1 9 384.6044
i2 9 556.2956
i3 9 928.9600
Sig. 1.000 1.000 1.000
Lampiran 11. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap bobot kering tajuk rumput gajah liar
a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells times the variance
components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.
1. Jarak Tanam
Dependent Variable: Prod BK/rumpun
Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 81.011 7.966 63.654 98.368
j2 128.928 7.966 111.571 146.285
j3 195.250 7.966 177.893 212.607
2. Kelompok
Dependent Variable: Prod BK/rumpun
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 131.091 7.966 113.734 148.448
kel 2 150.986 7.966 133.629 168.342
kel 3 123.112 7.966 105.755 140.469
4. Interval
Dependent Variable: Prod BK/rumpun
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
i1 80.197 7.966 62.840 97.554
i2 115.567 7.966 98.210 132.924
i3 209.426 7.966 192.069 226.782
Prod BK/rumpun
Duncana,b
Jarak Tanam N Subset
1 2 3
J1 9 81.0111
j2 9 128.9278
j3 9 195.2500
Sig. 1.000 1.000 1.000
Interval
Homogeneous Subsets
Prod BK/rumpun
Duncana,b
Interval N Subset
1 2 3
i1 9 80.1967
i2 9 115.5667
i3 9 209.4256
Sig. 1.000 1.000 1.000
Lampiran 12. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap bobot terhadap kering per plot rumput gajah liar
a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells times the variance
components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.
1. Jarak Tanam
Dependent Variable: Prod BK perPLOT
Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 2.576 .258 2.014 3.137
j2 4.153 .258 3.592 4.714
j3 6.112 .258 5.551 6.673
2. Kelompok
Dependent Variable: Prod BK perPLOT
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 4.213 .258 3.652 4.774
kel 2 4.790 .258 4.229 5.351
kel 3 3.838 .258 3.277 4.399
4. Interval
Dependent Variable: Prod BK perPLOT
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
i1 4.491 .258 3.930 5.052
i2 4.161 .258 3.600 4.722
i3 4.189 .258 3.628 4.750
Interval
Homogeneous Subsets
Prod BK perPLOT
Duncana,b
Interval N Subset
1
i2 9 4.1611
i3 9 4.1889
i1 9 4.4911
Sig. .406
Lampiran 13. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap kandungan BK rumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance
a. MS(Kelompok)
b. MS(JT * Kelompok)
c. MS(Error)
1. Jarak Tanam
Dependent Variable: BK Real (fresh)
Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 18.649 .558 17.433 19.865
j2 19.931 .558 18.715 21.147
j3 24.199 .558 22.983 25.415
2. Kelompok
Dependent Variable: BK Real (fresh)
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 20.923 .558 19.707 22.140
kel 2 20.947 .558 19.730 22.163
kel 3 20.909 .558 19.693 22.125
4. Interval
Dependent Variable: BK Real (fresh)
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
i1 20.087 .558 18.870 21.303
i2 20.602 .558 19.386 21.818
i3 22.090 .558 20.874 23.306
Interval
Homogeneous Subsets
BK Real (fresh)
Duncana,b
Interval N Subset
1 2
i1 9 20.0867
i2 9 20.6022 20.6022
i3 9 22.0900
Sig. .526 .084
Lampiran 14. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap kandungan PK rumput gajah liar
2. Kelompok
Dependent Variable: Protein Kasar
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 9.153 .324 8.447 9.859
Kel 2 9.725 .324 9.019 10.431
Kel 3 9.872 .324 9.166 10.578
4. Interval
Dependent Variable: Protein Kasar
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 9.947 .324 9.241 10.653
I2 10.439 .324 9.733 11.145
I3 8.365 .324 7.659 9.071
Interval
Homogeneous Subsets
Protein Kasar
Duncana,b
Interval N Subset
1 2
I3 9 8.3654
I1 9 9.9467
I2 9 10.4386
Sig. 1.000 .304
Lampiran 15. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap kandungan SK rumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance
1. Jarak tanam
Dependent Variable: SeratKasar
Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 37.880 .374 37.065 38.694
J2 36.726 .374 35.911 37.540
J3 37.339 .374 36.524 38.153
2. Kelompok
Dependent Variable: SeratKasar
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 37.535 .374 36.721 38.350
Kel 2 37.144 .374 36.329 37.958
Kel 3 37.265 .374 36.451 38.080
4. Interval
Dependent Variable: SeratKasar
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 36.147 .374 35.332 36.961
I2 37.831 .374 37.017 38.646
I3 37.966 .374 37.152 38.781
Interval
Homogeneous Subsets
SeratKasar
Duncana,b
Interval N Subset
1 2
I1 9 36.1465
I2 9 37.8313
I3 9 37.9664
Sig. 1.000 .803
Lampiran 16. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap kandungan LKrumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance
1. Jarak tanam
Dependent Variable: LemakKasar
Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 2.062 .165 1.703 2.421
J2 3.126 .165 2.767 3.486
J3 2.666 .165 2.306 3.025
2. Kelompok
Dependent Variable: LemakKasar
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 2.791 .165 2.432 3.150
Kel 2 2.536 .165 2.177 2.896
Kel 3 2.527 .165 2.167 2.886
4. Interval
Dependent Variable: LemakKasar
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 2.573 .165 2.213 2.932
I2 2.564 .165 2.204 2.923
I3 2.717 .165 2.358 3.077
LemakKasar
Duncana,b
Jarak tanam N Subset
1 2
J1 9 2.0620
J3 9 2.6655
J2 9 3.1263
Sig. 1.000 .072
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .245.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.
Interval
Homogeneous Subsets
LemakKasar
Duncana,b
Interval N Subset
1
I2 9 2.5637
I1 9 2.5727
I3 9 2.7175
Sig. .543
Lampiran 17. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap kandungan abu rumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance
a. MS(Kel)
b. MS(JT * Kel)
c. MS(Error)
a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells
times the variance components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term
cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.
2. Kelompok
Dependent Variable: Kadar Abu
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 12.820 .375 12.003 13.637
Kel 2 12.796 .375 11.978 13.613
Kel 3 12.774 .375 11.956 13.591
4. Interval
Dependent Variable: Kadar Abu
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 13.193 .375 12.376 14.010
I2 12.994 .375 12.176 13.811
I3 12.203 .375 11.385 13.020
Kadar Abu
Duncana,b
Jarak tanam N Subset
1
J2 9 12.6160
J3 9 12.8369
J1 9 12.9361
Sig. .577
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1.266.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.
Interval
Homogeneous Subsets
Kadar Abu
Duncana,b
Interval N Subset
1
I3 9 12.2026
I2 9 12.9936
I1 9 13.1929
Sig. .100
Lampiran 18. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap kandungan ADFrumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance
a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells times the variance
components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.
1. Jarak Tanam
Dependent Variable: Kandungan ADF
Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 52.943 1.638 49.374 56.512
j2 51.259 1.638 47.690 54.828
j3 55.687 1.638 52.118 59.256
2. Kelompok
Dependent Variable: Kandungan ADF
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 50.362 1.638 46.793 53.931
kel 2 55.989 1.638 52.420 59.558
kel 3 53.537 1.638 49.968 57.106
4. Interval
Dependent Variable: Kandungan ADF
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
i1 48.684 1.638 45.115 52.253
i2 52.662 1.638 49.093 56.231
i3 58.542 1.638 54.973 62.111
Kandungan ADF
Duncana,b
Jarak Tanam N Subset
1
j2 9 51.2587
J1 9 52.9428
j3 9 55.6867
Sig. .093
Interval
Homogeneous Subsets
Kandungan ADF
Duncana,b
Interval N Subset
1 2
i1 9 48.6844
i2 9 52.6617
i3 9 58.5422
Sig. .112 1.000
Lampiran 19. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap kandungan NDF rumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance
a. MS(Kelompok)
b. MS(JT * Kelompok)
c. MS(Error)
1. Jarak Tanam
Dependent Variable: Kandungan NDF
Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 62.050 3.040 55.427 68.674
j2 57.635 3.040 51.011 64.259
j3 64.894 3.040 58.270 71.517
2. Kelompok
Dependent Variable: Kandungan NDF
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 57.324 3.040 50.701 63.948
kel 2 63.894 3.040 57.271 70.518
kel 3 63.360 3.040 56.736 69.984
4. Interval
Dependent Variable: Kandungan NDF
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
i1 57.417 3.040 50.793 64.040
i2 60.438 3.040 53.814 67.062
i3 66.724 3.040 60.101 73.348
Kandungan NDF
Duncana,b
Jarak Tanam N Subset
1
j2 9 57.6350
J1 9 62.0502
j3 9 64.8937
Sig. .134
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 83.177.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.
Interval
Homogeneous Subsets
Kandungan NDF
Duncana,b
Interval N Subset
1
i1 9 57.4167
i2 9 60.4378
i3 9 66.7243
Sig. .061
Lampiran 20. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap KCBKrumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance
a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells
times the variance components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term
cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.
1. Jarak tanam
Dependent Variable: KCBK
Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 52.001 .819 50.217 53.786
J2 54.286 .819 52.501 56.071
J3 52.681 .819 50.896 54.465
2. Kelompok
Dependent Variable: KCBK
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 52.623 .819 50.838 54.408
Kel 2 53.720 .819 51.935 55.505
Kel 3 52.625 .819 50.840 54.409
3. Jarak tanam * Kelompok
Dependent Variable: KCBK
Jarak tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 51.081 1.419 47.990 54.172
J1 Kel 2 54.052 1.419 50.960 57.143
Kel 3 50.872 1.419 47.781 53.963
Kel 1 54.968 1.419 51.877 58.059
J2 Kel 2 53.705 1.419 50.614 56.797
Kel 3 54.185 1.419 51.094 57.276
Kel 1 51.821 1.419 48.730 54.912
J3 Kel 2 53.404 1.419 50.312 56.495
Kel 3 52.817 1.419 49.726 55.908
151
4. Interval
Dependent Variable: KCBK
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 53.368 .819 51.583 55.153
I2 56.458 .819 54.673 58.243
I3 49.142 .819 47.357 50.927
KCBK
Duncana,b
Jarak tanam N Subset
1
J1 9 52.0014
J3 9 52.6806
J2 9 54.2861
Sig. .084
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 6.039.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.
Interval
Homogeneous Subsets
KCBK
Duncana,b
Interval N Subset
1 2 3
I3 9 49.1419
I1 9 53.3681
I2 9 56.4581
Sig. 1.000 1.000 1.000
Lampiran 21. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap KCBOrumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance
a. MS(Kel)
b. MS(JT * Kel)
c. MS(Error)
1. Jarak tanam
Dependent Variable: KCBO
Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 57.634 1.190 55.041 60.228
J2 61.227 1.190 58.633 63.820
J3 56.402 1.190 53.808 58.995
2. Kelompok
Dependent Variable: KCBO
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 58.453 1.190 55.860 61.047
Kel 2 58.754 1.190 56.161 61.348
Kel 3 58.055 1.190 55.461 60.648
3. Jarak tanam * Kelompok
Dependent Variable: KCBO
Jarak tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 57.395 2.062 52.903 61.887
J1 Kel 2 58.841 2.062 54.349 63.333
Kel 3 56.667 2.062 52.175 61.159
Kel 1 61.520 2.062 57.028 66.012
J2 Kel 2 60.904 2.062 56.412 65.396
Kel 3 61.256 2.062 56.764 65.748
Kel 1 56.445 2.062 51.953 60.937
J3 Kel 2 56.518 2.062 52.026 61.010
Kel 3 56.242 2.062 51.750 60.734
153
4. Interval
Dependent Variable: KCBO
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 58.635 1.190 56.042 61.228
I2 62.609 1.190 60.015 65.202
I3 54.019 1.190 51.425 56.612
KCBO
Duncana,b
Jarak tanam N Subset
1 2
J3 9 56.4016
J1 9 57.6342 57.6342
J2 9 61.2265
Sig. .478 .054
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 12.751.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.
Interval
Homogeneous Subsets
KCBO
Duncana,b
Interval N Subset
1 2 3
I3 9 54.0187
I1 9 58.6350
I2 9 62.6086
Sig. 1.000 1.000 1.000