Anda di halaman 1dari 170

EVALUASI RUMPUT GAJAH LIAR (Pennisetum polystachion)

DI TANAH ULTISOL SEBAGAI PAKAN


TERNAK RUMINANSIA

Disertasi

YUN ALWI
1031202014

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
EVALUASI RUMPUT GAJAH LIAR (Pennisetum polystachion)
DI TANAH ULTISOL SEBAGAI PAKAN
TERNAK RUMINANSIA

YUN ALWI
1031201014

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Doktor Ilmu Pertanian pada
Program Pascasarjana
Universitas Andalas

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Penelitian : EVALUASI RUMPUT GAJAH LIAR (Pennisetum


polystachion) DI TANAH ULTISOL SEBAGAI
PAKAN TERNAK RUMINANSIA
Nama Mahasiswa : YUN ALWI
Nomor Pokok : 1031201014
Program Studi : ILMU PERTANIAN

Disertasi telah diuji dan dipertahankan di depan sidang panitia ujian


Doktor Ilmu Pertanian pada Program Pascasarjana Universitas Andalas dan
dinyatakan lulus pada tanggal 26 Juli 2017

Disetujui,

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Novirman Jamarun, M.Sc.


Ketua

Dr. Ir. A. Rahman Sy., M.Sc. Prof. Dr. Ir. Mardiati Zain, M.S.
Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur Program Pascasarjana


Universitas Andalas,

Prof. Dr. Ir. Irfan Suliansyah, M.S. Prof. Dr. Ir. Rudi Febriamansyah, M.Sc.
NIP. 196305131987021001 NIP. 196302081987021001
Kupersembahkan karya ini buat istri dan anak-anak tercinta

yang telah menjadi inspirasi

yang sangat luar biasa


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Nopember 1969 di Solok, sebagai anak


ketiga dari ayah Ridwan Mansur dan Ibu Lusi Kamin. Penulis menamatkan SD
pada tahun 1983, SMP tahun 1986 dan SMA pada tahun 1989 di Solok. Penulis
menempuh Pendidikan di Fakultas Peternakan Universitas Jambi pada tahun 1989
dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan (S.Pt.) dalam bidang ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak pada tahun 1995.
Sejak tahun 1995 sampai sekarang penulis ditugaskan sebagai dosen tetap
bidang Hijauan Pakan Ternak di Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Pada
tahun 2001 melalui program Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 Batch III,
penulis memperoleh kesempatan meneruskan pendidikan di Faculty of
Agricultural Science, Georg-August-University Göttingen, Jerman dan
memperoleh gelar M.Sc. in Tropical and International Agriculture pada tahun
2004.

Padang, 7 September 2017

Yun Alwi
PERNYATAAN

Dengan ini saya, nama : Yun Alwi yang beralamat di Jalan Pakis 3 RT 27
Kelurahan Simpang IV Sipin Kecamatan Telanaipura Kota Jambi (36124),
menyatakan bahwa dalam disertasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dicantumkan
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar kepustakaan.

Padang, 7 September 2017


Penulis

Yun Alwi
EVALUASI RUMPUT GAJAH LIAR (Pennisetum polystachion) DI TANAH
ULTISOL SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Oleh : YUN ALWI (1031201014)


(Dibawah bimbingan : Prof. Dr. Ir. Novirman Jamarun, M.Sc., Dr. Ir. A.
Rahman Sy., M.Sc. dan Prof. Dr. Ir, Mardiati Zain, M.Si.)

Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi potensi rumput gajah liar
(Pennisetum polystachion) sebagai pakan ternak ruminansia yang ditanam pada
tanah Ultisol. Penelitian terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian rumah plastik dan
penelitian lapangan.
Penelitian pada rumah plastik dilakukan denga menggunakan adalah
rancangan acak lengkap pola faktorial dengan perlakuan pemupukan NPK (0; 50;
100 dan 150 kg-ha) dan cekaman air (80; 60 dan 40% kapasitas lapang). Parameter
yang diamati adalah pertumbuhan dan kandungan prolin rumput gajah liar. Hasil
penelitian menunjukkan pemupukan NPK signifikan (P<0.05) meningkatkan NPK
tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, luas daun dan bobot kering akar.
Sementara itu bobot segar dan bobot kering tajuk dan rasio akar:tajuk tidak
dipengaruhi (P>0.05) oleh pemupukan NPK. Cekaman air signifikan (P<0.05)
menurunkan bobot segar tajuk dan signifikan meningkatkan (P<0.05) bobot
kering akar dan kandungan prolin. Tidak terdapat interaksi kedua perlakuan
terhadap parameter yang diamati.
Penelitian lapangan dengan perlakuan jarak tanam (30X30; 40X40 dan
60X60 cm) dan interval defoliasi (30; 40 dan 60 hari) dilakukan dengan
menggunakan rancangan petak terbagi. Parameter yang diamati meliputi
pertumbuhan, hasil, komposisi kimia, kandungan ADF dan NDF serta kecernaan
bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) rumput gajah liar. Hasil
penelitian menunjukkan peningkatan jarak tanam dari 30X30 menjadi 60X60 cm
signifikan (P<0.05) meningkatkan tinggi tanaman, bobot segar dan kering tajuk,
bobot kering per plot dan kecernaan bahan organik rumput gajah liar, tetapi tidak
mempengaruhi (P>0.05) jumlah anakan komposisi kimia, ADF, NDF dan KCBO.
Interval defoliasi signifikat (P<0.05) meningkatkan tinggi tanaman, jumlah
anakan, bobot segar dan bobot kering tajuk, kandungan bahan kering, protein
kasar, serat kasar, KCBK dan KCBO. Terdapat interaksi (P<0.05) jarak tanam dan
interval pemotongan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, bobot segar dan
bobot kering tajuk dan KCBK rumput gajah liar.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa :1) rumput gajah liar memberikan
respon pertumbuhan yang baik meskipun pada kondisi yang kurang optimal
(ketersediaan air 40% kapasitas lapang). 2) Pengaturan jarak tanam dan interval
pemotongan mampu meningkatkan pertumbuhan, dan kualitas rumput gajah liar.
3) penanaman rumput gajah liar dengan jarak tanam 40 X 40 cm dengan interval
pemotongan 40 hari memberikan hasil terbaik terutama pada kandungan ADF,
NDF dan kecernaan bahan kering dan bahan organik rumput gajah liar.

Kata kunci: rumput gajah liar, pemupukan, cekaman air, prolin, jarak tanam,
interval pemotongan, pertumbuhan, nulai nutrisi
EVALUATION OF WILD ELEPHANT GRASS (Pennisetum polystachion)
IN ULTISOLS AS FEED RESOURCE OF RUMINANT

By : YUN ALWI (1031201014)


(Supervised by : Prof. Dr. Ir. Novirman Jamarun, M.Sc., Dr. Ir. A. Rahman
Sy., M.Sc. and Prof. Dr. Ir, Mardiati Zain, M.Si.)

Abstract
The objective of this study was to evaluate the potential of wild elephant
grass (pennisetum polystachion) as feed resource for ruminant. Two stages
experiment were done in this research, plastic house experiment and field
experiment.
Plastic house experiment was designed with completely randomized factorial
design replicated three times within polybags. Four levels of NPK fertilizer (0; 50;
100 and 150 kg-ha) and three levels of water stress (80; 60 dan 40% of field
capacity) were applied in this research. Morphological characteristics of
Pennisetum polystachion were observed. NPK fertilizer significant increased
(P<0.05) plant height, number of tiller, number of leaf, leaf area and dry weight of
root. Meanwhile, fresh weight and dry weight of shoot, root to shoot ratio and
proline content of Pennisetum polystachion were not affected (P>0.05) by NPK
fertilizer. Water stress significantly decreased (P<0.05) fresh weight of shoot and
significantly increased (P<0.05) dry weight of root and proline content of
Pennisetum polystachion, but not affected (P>0.05) plant height, number of tiller,
number of leaf, leaf area, dry weight of shoot and root to shoot ratio. There was no
interaction (P>0.05) between NPK fertilizer and water stress on all observed
paramaters.
Plant spacing treatment (30X30; 40X40 and 60X60 cm) and defoliation
interval (30; 40 and 60 days) within Split plot Design was evaluated in the fields
experiment. Observed parameter were; plant height, fresh and dry weight of shoot,
chemical composition, ADF and NDF content and in vitro dry matter digestibility
(IVDMD) and in vitro organic matter digestibility (IVOMD). Increasing plant
spacing from 30 X 30 cm to 60 X 60 cm signifantly (P<0.05) increased plant
height, fresh weight, dry weight per plant, dry weight per plot and IVOMD, but
not affected (P>0.05) number of tiller, chemical composition, ADF, NDF and
IVDMD. Defoliation interval significantly (P<0.05) increased plant height,
number of tiller, fresh weight, dry weight per plant, content of dry matter, crude
protein, fiber IVDMD and IVOMD, but not affected (P>0.05) dry matter per plot,
content of, extract eter, ash and IVDMD. There were significant interaction
(P<0.05) among plant spacing and defoliation interval on plant height, number of
tiller, fresh weight, dry weight and IVDMD of wild elephant grass.
In conclusion that, 1) the wild elephant grass was tolerance to NPK
fertilizer and water stress condition (40% of field capacity) and 2). Plant spacing
anddefoliation management increased the growth and quality of wild elephant
grass. 3) the best result was achieved in 40 X 40 cm plant spacing and 40 days
interval defoliation.

Keyword : wild elephant grass, fertilizer, water stress, proline, plant spacing,
defoliation interval, growth, nutritive value
i

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas taufik dan
hidayahNya penulis telah dapat menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini ditulis
berdasar-kan hasil penelitian yang berjudul "Evaluasi Rumput Gajah Liar
(Pennisetum polystachion) di Tanah Ultisol sebagai Pakan ternak Ruminansia”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih banyak kepada
Bapak Prof. Dr. Ir. Novirman Jamarun, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing
atas saran, arahan dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan disertasi ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Bapak Dr.Ir. A. Rahman,
Sy., M.Sc. dan Ibu Prof. Dr. Ir. Mardiati Zain, M.S. sebagai anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan saran dan kritik, sehingga disertasi ini
terwujud.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Jambi
dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Jambi yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan Pendidikan dan memfasilitasi
pelaksanaan penelitan dan Analisa sampel penelitian. Kepada Direktur Jendral
Pendidikan Tinggi, penulis ucapkan terima kasih atas bantuan dana beasiwa dan
penelitian melalui Program BPP-DN tahun 2010 sampai 2014 dan bantuan
penelitian disertasi doctor tahun 2015. Kepada Bapak Dr. Ir. Depison, M.P. dan
Bapak Dr. Ir. Rifli Rindes, M.P., terima kasih atas bantuan dan dukungan baik
moril maupun materil selama dalam proses Pendidikan sampai selesainya
penulisan disertasi ini.
Terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan oleh orang tua dan
keluarga penulis di Solok. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada istri
tercinta Dr. Arrie Budhiartie, S.H., M.Hum. atas dukungan dan pengorbanan yang
sangat luar biasa yang telah diberikan kepada penulis, dan juga dukungan moril
yang diberikan oleh anak-anak tercinta, Ivania Farraf Nadhira, Fildzah Ailsa
Nabila dan Daffa Khairan Ramadhani. Kalian semua adalah motivasi terbesar bagi
penulis untuk menyelesaikan pendidikan doktor ini.
ii

Penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam
pengembagan ilmu tanaman pakan terutama pengembangan tanaman pakan ternak
pada daerah-darah marginal dan penulis juga berharap hasil penelitian ini
memberikan manfaat yang besar buat pengembangan penyediaan pakan hijauan
dalam rangka meningkatkan produktifitas sektor peternakan.

Padang, 7 September 2017


Penulis

Yun Alwi
iii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... iii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. v
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. vii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. viii
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………...... 1

A. Latar Belakang ………………………………………………………… 1


B. Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 6
C. Hipotesis Penelitian …………………………………………………… 7
D. Manfaat Penelitian …………………………………………………… 7

BAB. TINJAUAN PUSTKAKA ………………………………………... 8


A. Deskripsi Rumput Gajah Liar (Pennisetumm polystachion) ....……….. 8
B. Deskripsi Tanah Ultisol ….……………………………………………. 10
C. Peranan Pupuk Terhadap Pemupukan Tanaman ……………………… 14
D. Respon Tanaman terhadap Cekaman Air ...…………………………… 15
E. Pengaruh Jarak Tanam dan Interval Pemotongan Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Hijauan Pakan ……………………………….. 19
F. Pengaruh Jarak Tanam dan Pemotongan Terhadap Kualitas dan
Kecernaan Hijauan Pakan ……………………………………………... 20

BAB III. PENGARUH PEMUPUKAN DAN CEKAMAN AIR


TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN PROLIN
RUMPUT GAJAH LIAR (Pennisetum polystachion) ………………… 25

A. Latar Belakang ………………………………………………………… 25


B. Materi dan Metoda Penelitian …………………………………………. 26
C. Hasil dan Pembahasan ………………………………………………… 31
D. Kesimpulan ……………………………………………………………. 49

BAB IV. PENGARUH JARAK TANAM DAN INTERVAL


PEMOTONGAN TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN
KUALITAS GAJAH LIAR (Pennisetum polystachion) ………..………. 50

A. Latar Belakang ………………………………………………………… 51


iv

B. Materi dan Metode Penelitian ………………………...……………… 52


C. Hasil dan Pembahasan ………………………………………………… 54
D. Kesimpulan ……………………………………………………………. 83

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 84


A. Kesimpulan …………………………………………………………….. 84
B. Saran …………………………………………………………………… 84

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 85


LAMPIRAN ……………………………………………………………… 108
v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sifat-sifat Kimia Tanah yang digunakan dalam penelitian …. 27

Tabel 2. Karakteristik pertumbuhan rumput gajah liar (Pennisetum


polystachion) yang mendapat ……………………………….. 33

Tabel 3. Interaksi pemupukan NPK dan cekaman air terhadap


karakteristik pertumbuhan rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) ………………………………………………... 38

Tabel 4. Bobot segar, bobot tajuk, bobot akar dan rasio akar tajuk
rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) yang mendapat
perlakuan perlakuan pemupukan NPK dan cekaman air …… 39

Tabel 5. Interaksi pemupukan NPK dan cekaman air terhadap bobot


tajuk, bobot akar dan rasio akar tajuk rumput gajah liar 54
(Pennisetum polystachion)…………………………………..

Tabel 6. Kandungan prolin daun rumput gajah liar (Pennisetum


polystachion) yang mendapat perlakuan pemupukan NPK
dan cekaman air ……………………………………………. 46

Tabel 7. Interaksi Pemupukan NPK dan cekaman air terhadap


kandungan prolin daun rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) ……………………………………………… 48

Tabel 8. Rata-rata suhu, kelembaban dan curah hujan selama


penelitian lapang ……………………………………………. 56

Tabel 9. Tinggi tanaman dan jumlah anakan rumput gajah liar


(Pennisetum polystachion) pada perlakuan jarak tanam dan
interval pemotongan ……………………………………… 58

Tabel 10. Interaksi jarak tanam dan interval pemotongan terhadap


tinggi tanaman dan jumlah anakan rumput gajah liar
(Pennisetum polystachion) …………………………………. 63

Tabel 11. Bobot segar dan bobot kering rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) pada perlakuan jarak tanam dan interval
pemotongan …………………………………………………. 64

Tabel 12. Interaksi jarak tanam dan interval pemotongan terhadap


bobot segar dan bobot kering rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) ……………………………………………… 68
vi

Tabel 13. Komposisi kimia rumput gajah liar (Pennisetum


polystachion) pada perlakuan jarak tanam dan interval
pemotongan ………………………………………………… 70

Tabel 14. Interaksi jarak tanam dan interval pemotongan terhadap


komposisi kimia rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) ……………………………………………….. 73

Tabel 15. Kandungan ADF, NDF dan kecernaan rumput gajah liar
(Pennisetum polystachion) pada perlakuan jarak tanam dan
interval pemotongan ……………… ……………………….. 76

Tabel 16. Interaksi jarak tanam dan interval pemotongan terhadap


kandungan ADF, NDF dan kecernaan rumput gajah liar
(Pennisetum polystachion) …………………………………. 81
vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Penampilan pertumbuhan rumput gajah liar setelah


mendapat perlakuan pemotongan penyeragaman (trimming) 32

Gambar 2. Pertumbuhan rumput gajah liar setelah mendapat perlakuan


pemupukan dan cekaman air ……………… ………………. 32

Gambar 3. Dampak kekeringan terhadap pertumbuhan rumput gajah


liar pada tahap awal penelitian .……………………………. 56

Gambar 4. Tahap awal masa pertumbuhan rumput gajah liar yang


mendapat perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan .. 58
viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap


tinggi rumput gajah liar ………………………………….. 107

Lampiran 2. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap


jumlah anakan rumput gajah liar ………………………… 119

Lampiran 3. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap


jumlah daun rumput gajah liar ………………………….. 111

Lampiran 4. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap


luas daun rumput gajah liar …………………………… 113

Lampiran 5. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap


bobot segar rumput gajah liar …………………………… 115

Lampiran 6. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap


bobt kering tajuk rumput gajah liar …………………… 117

Lampiran 7. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap


bobt kering akar rumput gajah liar ……………………… 119

Lampiran 8. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap


rasio akar tajuk rumput gajah …………………………… 121

Lampiran 9. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap


kandungan prolin rumput gajah liar …………………….. 123

Lampiran 10. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval


pemotongan terhadap tinggi rumput gajah liar …………. 125

Lampiran 11. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval


pemotongan terhadap jumlah anakan rumput gajah liar ... 127

Lampiran 12. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval bobot
segar rumput gajah liar ………………………………….. 129

Lampiran 13. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval


pemotongan terhadap bobot kering tajuk rumput gajah
liar ……………………………………………………… 131

Lampiran 14. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval


pemotongan terhadap bobot terhadap kering rumput
gajah liar per plot ……………………………………….. 133
ix

Lampiran 15. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval


pemotongan terhadap kandungan BK rumput gajah liar… 135

Lampiran 16. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval


pemotongan terhadap kandungan PK rumput gajah liar 137

Lampiran 17. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval


pemotongan terhadap kandungan SK rumput gajah liar .. 139

Lampiran 18. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval


pemotongan terhadap kandungan LK rumput gajah liar 141

Lampiran 19. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval


pemotongan terhadap kandungan abu rumput gajah liar 143

Lampiran 20. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval


pemotongan terhadap kandungan ADF rumput gajah liar . 145

Lampiran 21. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval


pemotongan terhadap kandungan NDF rumput gajah liar . 147

Lampiran 22. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval


pemotongan terhadap KCBK rumput gajah liar ………… 149

Lampiran 23. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval


pemotongan terhadap KCBO rumput gajah liar ………… 151
1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas,


kuantitas maupun kontinuitasnya merupakan faktor yang penting
dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan ternak ruminansia.
Kecukupan pakan harus ditunjang oleh usaha penyediaan pakan secara kontiniu
dan mencukupi kebutuhaan ternak. Hal ini disebabkan hampir 90% pakan
ternak ruminansia berasal dari hijauan dengan konsumsi segar per
hari 10 - 15% dari berat badan, sedangkan sisanya adalah
konsentrat dan pakan tambahan (feed supplement) (Sirait, 2005).
Permasalahan yang sering terjadi dalam peningkatan produksi peternakan adalah
pengadaan bahan makanan, terutama pakan hijauan untuk ternak ruminansia,
sehingga seringkali menjadi faktor penyebab rendahnya produktivitas ternak di
Indonesia. Faktor pembatas dari pemenuhan kebutuhan pakan hijauan yaitu
ketersediaan lahan yang kurang memadai untuk produksi hijauan pakan ternak
ruminansia.
Hilangnya areal padang penggembalaan umum serta berkurangnya lahan
sebagai akibat semakin diintensifkannya usaha tanaman pangan dan peningkatan
kawasan industri maupun pemukiman mengakibatkan luas areal sumber tanaman
pakan ternak semakin berkurang. Sekarang ini, lahan-lahan yang dimanfaatkan
sebagai sumber pakan hijauan merupakan lahan-lahan marginal yang mempunyai
tingkat kesuburan yang rendah. Faktor lain yang menjadi kendala dalam
penyediaan pakan hijauan adalah musim kemarau panjang yang menyebabkan
berkurangnya ketersediaan air tanah. Ketersediaan air tanah yang minim
menyebabkan terjadinya gangguan fisiologis pada tanaman, sehingga tanaman
secara alami akan mengalami penurunan produktivitas. Dengan demikian,
ketersediaan pakan hijauan khususnya pada akhir musim kemarau sampai dengan
awal musim penghujan menjadi permasalahan yang selalu dialami peternak.
Tingkat kesuburan lahan yang rendah juga menjadi salah satu kendala
dalam pengembangan tanaman pakan ternak di Propinsi Jambi. Sebagian besar
2

lahan di wilayah Propinsi Jambi didominasi oleh tanah Ultisol, dengan total luas
tanah mencapai 2.272.725 Ha atau 44.56% dari luas wilayah (Esrita et al., 2011).
Dominasi yang cukup luas merupakan potensi yang besar untuk memanfaatkan
tanah Ultisol dalam pengembangan tanaman pertanian asal dibarengi dengan
pengelolaan tanaman dan tanah yang baik (Syahputra et al., 2015) karena tanah
Ultisol merupakan tanah yang memiliki masalah keasaman tanah, kandungan
bahan organik, nutrisi makro dan memiliki ketersediaan P sangat rendah (Fitriatin
et al., 2014). Selanjutnya Mulyani et al. (2010) menyatakan bahwa kapasitas
tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB) dan C-organik rendah, kandungan
aluminium (kejenuhan Al) tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan besi dan mangan
mendekati batas meracuni tanaman, peka erosi. Tingginya curah hujan di sebagian
wilayah Indonesia menyebabkan tingkat pencucian hara tinggi terutama basa-
basa, sehingga basa-basa dalam tanah akan segera tercuci keluar lingkungan tanah
dan yang tinggal dalam tanah menjadi bereaksi masam dengan kejenuhan basa
rendah.
Tingkat kesuburan dan ketersediaan hara yang rendah menyebabkan tanah
Ultisol memerlukan pengelolaan tanaman dan tanah yang baik sehingga dapat
dikembangkan sebagai lahan pertanian. Pemilihan jenis tanaman yang dapat
tumbuh dan berkembang serta berproduksi pada kondisi tanah masam dan dengan
ketersediaan hara terbatas, merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan
dalam memanfaatkan lahan Ultisol. Pemilihan jenis tanaman pakan yang mampu
tumbuh pada kondisi lingkungan terbatas, seperti tingkat kesuburan tanah yang
rendah, tingkat ketersediaan air yang rendah serta faktor pembatas lainnya,
tentunya harus diikuti dengan perbaikan manajemen pemeliharaan. Dengan upaya
perbaikan manajemen pemeliharaan diharapkan tanaman pakan mampu tumbuh
dan berproduksi dengan baik
Penambahan input pada tanah berupa pengapuran dan pemupukan baik
pupuk organik maupun pupuk anorganik dapat mengurangi tingkat kemasaman
tanah dan meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pemupukan
adalah usaha pemberian pupuk yang bertujuan untuk memelihara dan
memperbaiki kesuburan tanah dengan memberikan unsur hara makro dan miro ke
3

dalam tanah yang secara langsung atau tidak langsung dapat mengembangkan
persediaan bahan makanan bagi tanaman.
Ketersediaan air tanah sangat mempengaruhi ketiga proses penyerapan
unsur hara oleh akar tanaman. Sebagian besar spesies tanaman menyukai kondisi
tanah dengan ketersediaan air yang cukup. Ketersedian air yang terbatas akan
menyebabkan tanaman mengalami stress atau cekaman. Kondisi ini memberikan
dampak terhadap proses fisiologis, kimiawi dan morfologis tanaman. Cekaman air
menghambat pembesaran sel lebih banyak daripada pembelahan sel. Kondisi ini
menghambat pertumbuhan tanaman dengan mempengaruhi berbagai proses
fisiologis dan biokimia, seperti fotosintesis, respirasi, translokasi, penyerapan ion,
karbohidrat, metabolisme nutrisi dan faktor pendukung pertumbuhan tanaman
(Farooq et al., 2009). Selanjutnya, Jaleel et al. (2008) menyatakan cekaman air
yang parah akan menyebabkan gangguan pada proses fotosintesis, metabolisme
tanaman dan pada akhirnya kematian pada tanaman. Dalam kondisi kekeringan
ketersediaan air tersedia untuk tanaman berkurang jauh di bawah kondisi normal.
Penyesuaian osmotik sebagai akumulasi zat terlarut di dalam sel membantu dalam
mempertahankan turgor pada penurunan air potensial. Status air tanaman
mengendalikan proses fisiologis dan kondisi yang menentukan kualitas dan
kuantitas pertumbuhan (Kramer, 1969). Karena air sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman, maka cekaman air tergantung pada tingkat keparahan dan
lamanya, akan mempengaruhi pertumbuhan, hasil panen dan kualitas hasil panen.
Pengelolaan penanaman juga diperlukan dalam pengembangan tanaman
pakan ternak pada lahan dengan tingkat kesuburan yang rendah. Pengelolaan
pemeliharaan dapat meliputi pemilihan bahan tanam, waktu penanaman,
kepadatan populasi tanaman dan pengaturan pemotongan. Kepadatan tanaman
mempengaruhi individu tanaman untuk mendapatkan faktor-faktor pertumbuhan
seperti air, unsur hara dan cahaya matahari. Kepadatan populasi tanaman yang
tinggi menyebabkan rendahnya produksi individu tanaman karena adanya
kompetisi antar tanaman terhadap faktor-aktor pertumbuhan, namun
meningkatkan produksi tanaman per satuan luas. Sebaliknya populasi tanaman
yang lebih padat dengan pengaturan jarak tanam yang renggang mengurangi
terjadinya kompetisi faktor-faktor pertumbuhan sehingga produksi individu
4

tanaman lebih tinggi. Trenton dan Joseph (2005) mengemukakan bahwa pada
populasi padat, kebanyakan tanaman tumbuh lebih kecil, tanaman menjadi rentan
terhadap penyakit dan hama, sementara populasi tanaman di tingkat suboptimal
menghasilkan hasil yang lebih rendah per satuan luas. Plensicar dan Kustori
(2005) melaporkan bahwa hasil biologis maksimum ditemukan pada kepadatan
tanam yang lebih tinggi.
Pengelolaan pemotongan juga menjadi perhatian dalam pengembangan
hijauan pakan ternak. Pengelolaan pemotongan meliputi waktu pemotongan,
frekuensi pemotongan dan ketinggian pemotongan dari permukaan tanah.
Frekuensi pemotongan merupakan salah satu praktek manajemen untuk
mempertahankan kualitas dan menjamin keberlanjutan pertumbuhan kembali
hijauan pakan ternak. Produksi kering hijauan pakan ternak lebih tinggi pada
pemotongan yang lebih lama karena terjadinya akumulasi bahan kering yang lebih
besar pada batang, dibandingkan dengan pemotongan yang singkat. Hal ini akan
menyebabkan rendahnya rasio daun dan batang. Rendahnya rasio daun dan batang
berkaitan dengan kualitas dan kecernaan pakan karena tingginya kandungan serat
kasar dan rendahnya kandungan protein kasar. Sebaliknya pemotongan dengan
waktu yang lebih singkat akan meningkatkan kandungan protein kasar,
menurunkan kandungan serat kasar dan menurunkan produksi kering hijauan
pakan ternak. Clavelo dan Razz (1997) menyatakan total produksi hijauan dan
persistensi rumput-rumputan mengalami penurunan bila terlalu sering dipotong
baik oleh manusia maupun melalui penggembalaan oleh ternak. Selanjutnya
Gittins dan Busso (2010) menyatakan bahwa frekuensi pemotongan yang tinggi
dapat menurunkan konsentrasi atau kandungan total karbohidrat nonstruktural
terlarut pada tajuk dan akar, yang selanjutnya akan menurunkan vigoritas dan
produktivitas hijauan yang dipotong.
Pengaturan jarak penanaman dan umur pemotongan yang tepat sangat
menentukan pertumbuhan hijauan pakan ternak, yang pada akhirnya akan
memberikan pengaruh terhadap nilai nutrisi dan kualitas hijaun pakan. Pengaturan
jarak tanam menentukan kepadatan tanaman per satuan luas area penamanan.
Tanaman yang ditanam dengan jarak yang lebih renggang mengurangi terjadinya
kompetisi dalam memanfaatkan faktor-faktor pertumbuhan dibandingkan dengan
5

tanaman yang ditanam dengan jarak yang rapat. Sementara itu, umur pemotongan
tanaman menentukan kandungan nutrisi dan kualitas hijauan pakan yang secara
umum dipengaruhi oleh kandungan protein kasar. Tanaman yang dipanen dengan
interval yang lebih lama menghasilkan kandungan protein kasar yang rendah,
sebaliknya kandungan serat kasarnya tinggi. Pengaturan lama waktu pemotongan
juga mempengaruhi kemampuan tanaman untuk melakukan prose pertumbuhan
kembali sehingga akan berdampak terhadap hasil dan kualitas hijauan pakan
ternak.
Rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) merupakan salah satu jenis
rumput yang sekarang banyak mendominasi lahan-lahan di Propinsi Jambi. Sama
halnya dengan jenis rumput pakan ternak yang telah dikenal sebelumnya yaitu
rumput benggala (Panicum maximum), rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) juga banyak tumbuh pada pinggiran lahan-lahan perkebunan, pada
lahan-lahan yang tidak terpakai dan pada sisi-sisi jalan. Rumput ini mampu
tumbuh dengan cepat dan dalam waktu singkat mendominasi lahan-lahan
pertanian melalui penyebaran bjinya. Penyebaran biji dimungkinkan terjadi
melalui bantuan angin atau terbawa oleh manusia, ternak atau kendaraan karena
ukuran biji yang kecil dan ringan. Dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa
jenis rumput ini merupakan tanaman pengganggu bagi tanaman pertanian
(tanaman cereal) terutama di wilayah Australia (Miller, 2006). Pennisetum
polystachion juga banyak mendominasi padang rumput dan dijadikan sebagai
pakan ternak di beberapa negara di Afrika dan Amerika Latin karena memiliki
kandungan gizi yang dapat memenuhi kebutuhan ternak (FAO, 2009). Informasi
ini mengindikasikan bahwa rumput gajah liar berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai pakan ternak ruminasia, apalagi rumput ini dapat tumbuh dengan mudah
pada beberapa jenis tanah. Namun sampai saat ini belum banyak informasi yang
diketahui berkaitan dengan sifat morfologis, pengelolaan penanaman dan
pemeliharaan, pertumbuhan, nilai gizi dan kecernaan dari rumput ini, terutama
pada lahan-lahan yang memiliki faktor pembatas seperti tanah .
Berdasarkan pemikiran tersebut tersebut diatas maka perlu dilakukan
evaluasi terhadap potensi rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) yang
ditanam pada tanah sebagai pakan ternak ruminansia meliputi respon
6

pertumbuhan rumput gajah liar terhadap pemupukan NPK dan cekaman air
dengan menurunkan kapasitas lapang tanah. Evaluasi lain juga dilakukan untuk
melihat pengaruh pengaturan jarak tanam dan interval pemotongan terhadap
pertumbuhan, hasil, komposis kimia, kandungan ADF dan NDF serta evaluasi
terhasap kecernaan bahan kering dan bahan organik rumput gajah liar.

B. Perumusan Masalah

Ketersediaan hijauan pakan ternak ruminansia di Indonesia sebagia besar


masih tergantung pada keadaan musim. Produksi yang melimpah pada musim
penghujan menyebabkan banyak hijauan pakan yang tidak termanfaatkan. Saat
musim kemarau, peternak sangat kesulitan mendapatkan hijauan pakan akibat
rendahnya produktivitas tanaman pakan. Pemilihan bibit yang toleran terhadap
kondisi kekeringan, penggunaan pupuk, manajemen pemeliharaan dan
pemotongan perlu dilakukan tetap menjamin ketersediaan hijauan pakan terutama
pada musim kemarau.
Rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) memiliki potensi yang besar
untuk dikembangkan sebagai hijauan pakan ternak ruminansia, karena mampu
tumbuh dan berkembang serta berproduksi pada kondisi kekeringan dan pada
kondisi lingkungan yang kurang optimal. Produktivitas dan kualitas rumput ini
juga tidak kalah dibandingkan dengan jenis rumput lain yang telah lama
dikembangkan di Indonesia. Informasi tentang karakteristik pertumbuhan dan
kualitas rumput ini masih minim. sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
mengevaluasi potensi rumput ini untuk dikembangkan sebagai pakan ternak
ruminansia terutama pada kondisi lingkungan yang kurang optimal terutama pada
tanah Ultisol.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah:


1. Menguji sifat-sifat pertumbuhan rumput gajah liar melalui pemberian pupuk
dan pengaturan pemberian air untuk mendapatkan respon tanaman terhadap
kekeringan.
7

2. Menguji pengaruh pengelolaan penanaman dengan melakukan pengaturan


jarak tanam dan interval pemotongan terhadap pertumbuhan, komposisi
kimia, kandungan ADF, NDF dan kecernaan rumput gajah liar.

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :


1. Pemupukan NPK sampai dosis 150 kg per hektar dapat meningkatkan
pertumbuhan rumput gajah liar.
2. Pembatasan air sampai dengan 40% dari kapasitas lapang dapat meningkatkan
pertumbuhan Rumput gajah liar
3. Terdapat interaksi antara pemupukan NPK dan cekaman air dalam
mempengaruhi pertumbuhan rumput gajah liar
4. Pengaturan jarak tanam sampai 60 X 60 cm dapat meningkatkan pertumbuhan,
produksi dan kualitas rumput gajah liar
5. Interval pemotongan sampai 30 hari dapat meningkatkan pertumbuhan,
produksi dan kualitas rumput gajah liar
6. Ada interaksi antara pengaturan jarak tanam dan interval pemotongan terhadap
pertumbuhan, produksi dan kualitas rumput gajah liar

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :


1. Informasi tentang sifat-sifat tumbuh rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) terutama dosis pupuk yang diberikan dan responnya terhadap
cekaman air, diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pengembangannya
terutama pada lahan-lahan dengan tingkat kesuburan rendah.
2. Memberikan informasi tentang pengelolaan penanaman rumput gajah liar
meliputi pengaturan jarak tanam dan pengaturan pemanenan, sehingga mampu
meningkatkan produktivitas dan kualitas serta kecernaannya.
8

BAB II. TINJAUKAN PUSTAKA

A. Deskripsi Rumput Gajah Liar (Pennisetum polystachion)

Rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) atau dikenal dengan nama


mission grass, thin napier atau pennisetum berbulu (feathery pennisetum) adalah
rumput yang membentuk rumput, berumur panjang dan dapat tumbuh sampai 2
dan 3 meter. Rumput ini menghasilkan malai bunga berwarna kekuningan atau
kecoklatan selama akhir musim panas dan musim gugur dan mati kembali selama
musim kemarau. Rumput ini diyakini berasal dari Afrika tropis dan Afrika
subtropis (Ethiopia, Afrika barat tropis dan selatan ke Mozambik) dan Asia tropis
(India, Semenanjung Malaya, Indo-Cina, Indonesia dan Filipina) (Parsons and
Cuthbertson, 2001; Miller, 2006). Rumput ini juga dikenal dengan nama-nama
lokal, seperti Rumput jurig (Sunda) rumput ekor kucing, rumput berus kuning
(Malaysia) dan yaa khachyon chop (Thailand) (Tjitrosoedirjo, 1990). Pennisetum
polystachion dicirikan dengan rumput yang tegak, berbulu, dan merupakan
rumput perennial berkembang biak dengan biji ataupun dengan sobekan rumpun.
Batang rumput ini berbentuk bulat, beralur dan banyak-bercabang dan ruas yang
dekat kepermukaan tanah biasanya memiliki akar. Daun berbentuk linear sedikit
agak luas, bervariasi dalam ukuran dan biasanya berbulu dengan panjang sekitar
10-20 cm dan lebar 0.5-1.5 cm dan memiliki ujung daun yang kasar untuk
disentuh. Lidah daun (ligule) berwarna putih. Perbungaan (inflorescence) terdiri
dari tangkai bunga yang ramping, berwarna keunguan atau kuning pucat dengan
panjang 5-25 cm dan lebar 2-3 cm tetapi biasanya lebih panjang atau lebih luas.
Spikelet berbentuk langsing dan dikelilingi oleh banyak bulu dengan panjang 1,5-
2,5 cm (Akobundu and Agyakwa, 1998; Lee, 1988).
Rumput ini pertama kali diperkenalkan di Australia pada tahun 1940-an
dan 1950-an, tetapi tidak banyak dikembangkan sampai tahun 1970-an (Miller,
2006). Pennisetum polystachion dikenal juga sebagai gulma yang umum di
pinggir jalan yang juga menyerang tanaman musim panas, padang rumput dan
komunitas tanaman asli di daerah pesisir utara Australia. Spesies ini sering
tumbuh dengan gamba grass (Cenchrus ciliaris). Setelah dikembangkan sebagai
salah satu pakan ternak, rumput ia memiliki keunggulan kompetitif atas rumput
9

berumur pendek dan menggantikan spesies asli. Karena kemampuannya untuk


berkompetisi yang tinggi, rumput ini secara signifikan mendominasi lahan dan
apabila terjadi kebakaran sangat panas yang dapat menyebabkan kematian pohon
dan mengubah komunitas savana alam menjadi padang rumput eksotis (Miller,
2006; Navie and Adkins, 2007). Di Thailand dan Australia Utara, rumput ini telah
lama berkembang, menyebar di sepanjang pinggir jalan menuju habitat pertanian,
kadang-kadang masuk ke taman nasional dan cagar alam, mengurangi
keanekaragaman spesies dan sangat meningkatkan risiko kebakaran yang
merusak. P. polystachion adalah satu dari 89 spesies yang dianggap sebagai
tanaman asing invasif di Taman Nasional Kakadu di Teritorial Utara Australia.
Hal ini dianggap sebagai ancaman serius di dataran tinggi taman nasional
(Douglas et al., 2004). Di Indonesia, Pennisetum polystachion pertama kali
diamati oleh para ilmuwan dari Bogor Balai Penelitian Tanaman Perkebunan di
dalam perkebunan di Subang, Purwakarta dan Pondok Gede, Bogor pada tahun
1972 dan sekarang rumput ini menyebar secara luas di seluruh Indonesia. Rumput
ini ditemukan pada daerah-daerah dengan ketinggian sampai 900 meter diatas
permukaan laut. Pertumbuhan kembali dapat terjadi dari tunas-tunas dorman
terletak area rumpun dan dari buku ruas yang terdapat pada batang. Tunas-tunas
aktif sebagai tempat penyimpanan digunakan untuk mempertahankan diri dari
tindakan pengendalian gulma baik secara biologi maupun kimia dan terhadap
kondisi iklim yang tidak menguntungkan (Tjitrosoedirjo, 1990; Lee, 1988).
Pennisetum polystachion dapat berkembang dengan baik pada pada
kondisi tanah yang sulit. Rumput Ini lebih menyukai curah hujan tinggi, tetapi
mampu mentolerir musim kemarau pendek, beradaptasi dengan baik pada
berbagai macam tanah dari tanah berpasir sampai tanah liat yang sering tergenang
air. Pennisetum polystachion dapat tumbuh di bawah naungan 80 persen dengan
tingkat kesuburan tanah yang rendah (Heuzé dan Tran, 2011) dan relatif tidak
memerlukan pemupukan (Parsons and Cuthbertson, 2001). Rumput ini juga
resistan terhadap kebakaran, dan juga seringkali digunakan sebagai pengendali
erosi terutama pada lahan-lahan miring (Mishra and Sandhya, 1996). Pennisetum
polystachion adalah pakan ternak yang dapat dimanfaatkan sebagai rumput
padangan ataupun dengan sistim “cut and carry” dan dapat juga digunakan
10

sebagai hay ataupun silase. Bogdan (1977) melaporkan bahwa Pennisetum


polystachion memiliki kandungan protein kasar berkisar 4.9 – 6.4 kg per 100 kg.
Kandungan nutrisi dan palatabilitas rumput tinggi sebelum memasuki masa
pembungaan dan akan turun secara dramatis setelah memasuki masa penuaan.
Oleh karena itu, dianjurkan untuk melakukan pencegahan terjadinya pembungaan
dengan melakukan pemotongan dengan interval kurang dari enam minggu.
Rumput ini juga tidak tahan terhadap penggembalaan yang berat dan jika terjadi
overgrazing, maka padang penggembalaan akan diinvasi oleh spesies lain.
Tindakan pembakaran, pemupukan dengan 450 kg per hektar superfosfat tunggal
dan penanaman siratro atau biji guianensis Stylosanthes 5 kg per hektar masing-
masing memberi campuran padang rumput yang baik di Sigatoka, Fiji (Partridge,
1986). Di negara Benin, padang rumput yang ditumbuhi Pennisetum polystachion
dan Andropogon gayanus memiliki daya dukung 0,16 unit ternak per hektar
(Angonyissa and Sinsin, 1998). Di (Fiji Islands, Pennisetum polystachion yang
ditanami bersamaan dengan Macroptilium atropurpureum dan Stylosanthes
guianensis menghasilkan rata-pertambahan bobot badan tahunan 94 kilogram per
unit ternak dan rata-rata 143 kilogram per unit ternak jika dilakukan pemupukan
secara intensif (Partridge, 1986).

B. Deskripsi Tanah Ultisol

Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai


sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan
Indonesia (Subagyo et al., 2004). Sebaran terluas terdapat di Kalimantan
(21.938.000 ha), diikuti di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua
(8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara
(53.000 ha). Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar
hingga bergunung. Ultisols dapat berkembang dari berbagai bahan induk, dari
yang bersifat masam hingga basa. Namun sebagian besar bahan induk tanah ini
adalah batuan sedimen masam. Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan
yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi
liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa
rendah (Prasetyo et al., 2005). Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi
keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin
11

kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na,
dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi
(Adiningsih dan Mulyadi, 1992).
Pada klasifikasi lama menurut Soepraptohardjo (Soepraptohardjo, 1961)
tanah Ultisol diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kuning (PMK). Warna
tanah pada horizon argilik sangat bervariasi dengan hue dari 10YR hingga 10R,
nilai 3−6 dan kroma 4−8 (Subagyo et al., 2004; Prasetyo et al., 2005). Warna
tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan organik yang
menyebabkan warna gelap atau hitam, kandungan mineral primer fraksi ringan
seperti kuarsa dan plagioklas yang memberikan warna putih keabuan, serta oksida
besi seperti goethit dan hematit yang memberikan warna kecoklatan hingga
merah. Makin coklat warna tanah umumnya makin tinggi kandungan goethit, dan
makin merah warna tanah makin tinggi kandungan hematit (Allen dan Hajek,
1989).
Ciri morfologi yang penting pada Ultisols adalah adanya peningkatan
fraksi liat dalam jumlah tertentu pada horizon seperti yang disyaratkan dalam Soil
Taxonomy. Horizon tanah dengan peningkatan liat tersebut dikenal sebagai
horizon argilik. Horizon tersebut dapat dikenali dari fraksi liat hasil analisis di
laboratorium maupun dari penampang profil tanah. Horizon argilik umumnya
kaya akan Al sehingga peka terhadap perkembangan akar tanaman, yang
menyebabkan akar tanaman tidak dapat menembus horizon ini dan hanya
berkembang di atas horizon argilik (Soekardi et al., 1993).
Ultisols sebagian ditentukan oleh sifat kimianya karena memiliki tingkat
kejenuhan basa dari 35% di bagian bawah lapisan subsoil. Karakteristik yang
menentukan ini disertai dengan sifat aksesori tertentu, termasuk pH rendah,
saturasi Al yang berpotensi tinggi, pelapukan yang cukup besar dan berkaitan
dengan mineralogi kaolinit, dan dalam banyak kasus, kandungan Fe, Al oksida
dan oxy-hidroksida relatif tinggi. Rangkaian properti ini memiliki dampak yang
signifikan terhadap sifat kimia Ultisol dan bagaimana sifat-sifat ini mempengaruhi
penggunaan dan pengelolaan pesanan tanah ini (West et al., 1997). Saturasi Al
tinggi menginduksi keracunan Al yang menyebabkan masalah nyata pada
tanaman yang tumbuh di tanah. Beberapa tanaman, sangat sensitif terhadap
12

toksisitas Al. Namun, jika kapasitas tukar kation dapat ditingkatkan, toksisitas Al
dapat dikurangi. Ada dua pilihan untuk mengurangi toksisitas Al, yaitu
menggunakan banyak bahan organik (pupuk kandan,g, pupuk hijau) atau
menambahkan kapur ke tanah. Pengapuran tanah dengan kapur pertanian yang
menambahkan ion Ca, pada dasarnya meningkatkan pH tanah dan mengurangi
aktivitas Al, oleh karena itu menurunkan kejenuhan Al dan mengurangi toksisitas
Al. Efek keseluruhannya adalah menciptakan lingkungan tanah yang lebih baik
untuk pertumbuhan tanaman (Prasetyo et al., 2001).

C. Peranan Pupuk Terhadap Pertumbuhan Tanaman

Pupuk merupakan suatu bahan organik atau anorganik yang berasal dari
alam atau buatan yang diberikan pada tanaman secara langsung atau tidak
langsung untuk menambah unsur hara esensial tertentu bagi pertumbuhan
tanaman. Menurut Sarief (1985) pupuk adalah setiap bahan yang diberikan ke
dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan maksud menambah unsur
hara yang diperlukan oleh tanaman. Berdasarkan asalnya pupuk dapat dibagi ke
dalam dua kelompok, yaitu pupuk organik dan anorganik (Lingga dan Marsono,
2007). Pupuk organik merupakan hasil peruraian sisa-sisa tumbuhan dan binatang,
misalnya: kompos. Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik yang
mengandung unsur hara tertentu dengan kandungan yang tinggi.
pupuk dapat diklasifikasikan dari berbagai segi yaitu: (1) atas dasar
pembentukan yang terdiri atas pupuk alam dan pupuk buatan, (2) atas dasar
kandungan hara terdiri atas pupuk tunggal dan pupuk majemuk dan (3) atas dasar
susunan kimianya yang mempunyai hubungan dengan perubahan dalam tanah
yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik (Hakim et al., 1986). Pupuk tunggal
adalah pupuk yang mengandung satu jenis unsur hara primer. Pupuk tunggal
diberi nama menurut jenis unsur hara primer yang dikandungnya dan dikenal
sebagai pupuk nitrogen, fosfor, dan kalium. Pupuk majemuk adalah pupuk yang
mengandung dua atau lebih unsur hara primer dan dapat juga mengandung unsur-
unsur hara lainnya baik unsur hara sekunder maupun mikro. Pupuk majemuk
diberi nama menurut jenis unsur hara yang dikandungnya sehingga dikenal pupuk
NP, NK, NPK, PK, NPK dan Mg (Setyamidjaja, 1986). Bagi tanaman, pupuk
digunakan untuk hidup, tumbuh dan berkembang sehingga pemberian pupuk
13

harus tepat karena fungsi pupuk tidak saja mengendalikan tetapi juga
mengimbangi, mendukung, dan mengisi bersama unsur-unsur lain dalam tanah
(Sarief, 1985).
Pemupukan adalah penambahan bahan yang digunakan untuk
memperbaiki kesuburan tanah ke dalam tanah agar tanah menjadi subur (Foth,
1990). Hakim et al. (1986) menyatakan bahwa pemupukan adalah penambahan
pupuk pada tanah agar menjadi subur. Oleh karena itu pemupukan pada umumnya
diartikan sebagai penambahan zat hara ke dalam tanah (Foth, 1990). Metode
tercepat yang dapat dilakukan untuk memperbaiki padang penggembalaan adalah
dengan pemupukan, introduksi varietas unggul atau mengganti rumput-rumput
yang berproduksi rendah dengan spesies dan varietas rumput dan kacang-
kacangan yang lebih baik (McIlroy, 1976). Menurut Jones et al. 1984) pemupukan
di pastura biasanya akan mengakibatkan tiga perubahan penting yaitu: (1)
perubahan produksi hijauan, (2) perubahan komposisi botani, dan (3) perubahan
kandungan nutrisi hijauan. (Humphreys, 1980)), menyatakan bahwa pemupukan
yang lebih besar pada pastura yang baru dikelola mempunyai empat keuntungan
yaitu: (1) memperbaiki pertumbuhan leguminosa yang akan memberikan
sumbangan nitrogen lebih banyak, (2) menekan pertumbuhan gulma, (3)
mempercepat dilakukan penggembalaan, dan (4) menghemat biaya pemupukan
per unit.
Unsur hara N, P, dan K dalam tanah tidak cukup tersedia dan terus
berkurang diambil untuk pertumbuhan tanaman dan terangkut pada waktu panen,
tercuci, menguap dan erosi sehingga diperlukan pemupukan. Unsur N, P, dan K
merupakan unsur hara makro yang mutlak harus ada dalam tanah untuk
pertumbuhan sebuah tanaman (Foth, 1990). Pupuk NPK merupakan pupuk
majemuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara. Pupuk NPK disebut juga
pupuk lengkap, umumnya masing-masing kandungan unsur hara dalam NPK
berkadar rendah. Setyamidjaja (1986) menyatakan bahwa pupuk NPK
mengandung unsur hara Nitrogen 15% dalam bentuk NH3, fosfor 15% dalam
bentuk P2O5, dan kalium 15% dalam bentuk K2O. Sifat Nitrogen (pembawa
nitrogen) terutama dalam bentuk amoniak akan menambah keasaman tanah yang
dapat menunjang pertumbuhan tanaman.
14

Pasokan air dan unsur hara menjadi dua input lingkungan yang
berkontribusi untuk produktivitas sebagian besar tanaman (Lenka et al., 2009).
Beberapa penelitian mengamati manfaat yang signifikan dalam penerapan Pupuk
anorganik (Akinrinde, 2006). Pupuk anorganik berpengaruh besar terhadap
tanaman Pertumbuhan, perkembangan, dan hasil (Young et al., 2010). Selanjutnya
Sajimin et al. (2001) menyatakan bahwa untuk memperoleh produksi yang
tinggi pada lahan yang tingkat kesuburannya rendah dapat dilakukan
dengan penggunaaan pupuk organik. Penyediaan unsur hara terutama
nitrogen (N), pospof (P), dan kalium (K) dalam tanah secara
optimal bagi tanaman dapat meningkatkan produksi tanaman.
Disamping upaya penyediaan unsur hara perlu juga dilakukan
pemilihan jenis hijauan unggul yang cocok dan responsif terhadap
pemupukan. Pemberian pupuk urea pada rumput gajah (Pennisetum purpureum)
dilakukan pada saat tanaman berumur dua minggu dengan dosis 100 kg -ha, diikuti
dengan pemupukan TSP dan KCl masing-masing dengan dosis 50 kg-ha (Lugiyo
dan Sumarto, 2000).
Biomassa tanaman adalah bahan hidup yang dihasilkan tanaman yang
bebas dari pengaruh gravitasi, sehingga bersifat konstan tidak seperti berat yang
tergantung pada tempat penimbangan yang berhubungan dengan gaya gravitasi
(Hidayat, 2002). Biomassa tanaman merupakan ukuran yang paling sering
digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Hal ini
didasarkan atas kenyataan bahwa taksiran biomassa (berat) tanaman relatif mudah
diukur dan merupakan integrasi dari hampir semua peristiwa yang dialami
tanaman sebelumnya. Oleh sebab itu parameter ini merupakan indikator
pertumbuhan yang paling representatif untuk mendapatkan penampilan
keseluruhan pertumbuhan tanaman atau suatu organ tertentu. Pengukuran
biomassa dapat dilakukan melalui penimbangan (Sitompul dan Guritno, 1995).

D. Respon Tanaman Terhadap Cekaman Air

Air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting
karena membentuk 80-90 persen bobot segar jaringan yang sedang tumbuh aktif.
Noogle dan Fritz (1983) menjelaskan fungsi air bagi tanaman yaitu sebagai : (1)
15

senyawa utama pembentuk protoplasma, (2) senyawa pelarut bagi masuknya


mineral-mineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut mineral nutrisi
yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain, (3) media terjadinya
reaksi-reaksi metabolik, (4) reaktan pada sejumlah reaksi metabolisme seperti
siklus asam trikarboksilat, (5) penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, (6)
penjaga turgiditas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel,
(7) pengatur mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya
stomata, membuka dan menutupnya bunga serta melipatnya daun-daun tanaman
tertentu, (8) berperan dalam perpanjangan sel, (9) bahan metabolisme dan produk
akhir respirasi, serta (10) digunakan dalam proses respirasi. Kebutuhan air pada
tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis dan umur tanaman,
kadar air tanah dan kondisi cuaca.
Menurut Earl dan Davis (2003), air sebagai komponen essensial tumbuhan
memiliki peranan antara lain: (a) sebagai pelarut, di dalamnya terdapat gas, garam
dan zat terlarut lainnya yang bergerak keluar masuk sel, (b) sebagai pereaksi
dalam fotosintesis dan pada berbagai proses hidrolisis, dan (c) air essensial untuk
menjaga turgiditas di antaranya dalam pembesaran sel dan pembukaan stomata.
Ketersediaan air dalam tanaman diperoleh melalui proses fisiologis dan hilangnya
air dari permukaan bagian tanaman melalui proses evaporasi dan transpirasi.
Setiap gram pembentukan bahan organik penyusun tanaman, rata-rata
membutuhkan 500 g air yang diabsorbsi oleh akar ditranportasikan ke seluruh
bagian tanaman dan selanjutnya air akan hilang ke atmosfir. Setiap tanaman harus
dapat menyeimbangkan antara proses kehilangan air dan proses penyerapannya,
bila proses kehilangan air tidak diimbangi dengan penyerapan melalui akar maka
akan terjadi kekurangan air di dalam sel tanaman yang dapat menyebabkan
berbagai kerusakan pada banyak proses dalam sel tanaman (Taiz dan Zeiger,
2002).
Cekaman kekeringan terjadi ketika ketersediaan air tanah menurun dan
kondisi atmosfir menyebabkan kehilangan air terus menerus melalui transpirasi
atau evaporasi (Jaleel et al., 2007). Lebih lanjut dijelaskan bahwa cekaman
kekeringan ditandai dengan rendahnya kadar air, penyusutan potensial air daun
dan tekanan turgor, penutupan stomata dan berkurangnya pembesaran dan
16

pertumbuhan sel. Reaksi tanaman terhadap cekaman kekeringan berbeda secara


signifikan pada berbagai tingkatan tergantung pada intensitas dan durasi dari
cekaman itu sendiri, dan juga species tanaman dan tingkatan pertumbuhannya
(Chaves dan Oliveira, 2004). Selanjutnya Taiz dan Zeiger (2002) menjelaskan
bahwa ketika jumlah absorbsi air mulai terbatas, maka tanaman memiliki
mekanisme untuk mencegah kehilangan air dengan melakukan penutupan
stomata. Perubahan pada ketahanan mekanisme stomata sangat diperlukan untuk
mengatur kehilangan air oleh tanaman dan untuk mengatur pengambilan
karbondioksida (CO2) yang penting untuk ketersediaan fiksasi CO2.
Cekaman kekeringan dapat terjadi karena beberapa hal yaitu: (1) tingginya
kecepatan evaporasi yang melebihi persediaan air dari tanah ke akar yang akan
mengakibatkan penurunan potensial air, (2) adanya senyawa yang bersifat
osmotik yang dapat menurunkan pengambilan air sehingga terjadi penurunan
potensial osmosis dan tidak cukupnya pengambilan air oleh tanaman yang diserap
dari tanah (Hamim, 2005). Menurut (Jaleel et al., 2007) cekaman kekeringan
dikarakterisasi dengan penurunan kandungan air, turgor, potensial air total,
pelayuan, penutupan stomata dan pengurangan perluasan dan pertumbuhan sel.
Cekaman kekeringan yang parah dapat menyebabkan fotosintesis terhenti,
menghambat metabolisme dan akhirnya mati. Kekeringan selain menurunkan laju
fotosintesis, juga menyebabkan penurunan laju pertumbuhan akibat rendahnya
potensial air dan turgor tumbuhan (Tezara et al., 2002). Mekanisme utama yang
mungkin terjadi pada tanaman saat cekaman kekeringan, yaitu: (a) tumbuhan
berusaha menghindari cekaman, baik dengan cara melakukan perubahan struktur
morfologi dan anatomi, maupun dengan meningkatkan efisiensi penggunaan air
dengan cara mengatur laju transpirasi, dan (b) meningkatkan toleransi terhadap
cekaman kekeringan melalui perubahan kimia sel (Meyer dan Boyer, 1981). Dua
pendekatan utama yang sering digunakan untuk melihat kemampuan tanaman
dalam menghadapi cekaman kekeringan. Pendekatan pertama adalah dengan
melihat kemampuan pengambilan air secara maksimal dengan perluasan dan
kedalaman sistem perakaran. Pendekatan kedua dengan melihat kemampuan
tumbuhan mempertahankan turgor melalui penurunan potensial osmotik (Cortes
dan Sinclair, 1986).
17

Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup


perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan
tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi
tebal, adanya rambut pada daun, peningkatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata,
penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen,
perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi gen
(Serrano dan Pugnaire, 1999). Cekaman kekeringan dapat menghambat
pertumbuhan tanaman, salah satunya dapat dilihat pada perluasan daun.
Penurunan luas daun merupakan respon pertama tanaman terhadap kekeringan.
Keterbatasan air akan menghambat pemanjangan sel yang secara perlahan akan
menghambat pertumbuhan luas daun. Kecilnya luas daun akan menyebabkan
rendahnya transpirasi, sehingga menurunkan suplai air dari akar ke daun. Jika
kondisi ini dibiarkan terus menerus lama kelamaan akan terjadi absisi daun (Taiz
dan Zeiger, 2002).
Respon tanaman secara keseluruhan terhadap cekaman kekeringan adalah:
(a) pengurangan daun, tunas, akar dan perluasan grain kernel; (b) penutupan
stomata; (c) berkurangnya fotosintesis dan respirasi; (d) berkurangnya perubahan
asimilasi terus menerus pada organ pertumbuhan; (e) mempercepat penuaan daun;
(f) menunda silk growth dan peluruhan yang besar; (g) meningkatkan rasio akar
tunas; dan (h) cadangan tunas (yaitu fotoassimilasi) pergerakan kembali dan
subsequent lodging (Bänziger et al., 2000). Selanjutnya (Yancey et al., 1982)
menyatakan ada banyak mekanisme adaptif ditemukan pada tumbuhan sebagai
respon terhadap perubahan lingkungan seperti kekeringan stres. Mekanisme ini
termasuk perubahan biokimia, morfologi dan fisiologis proses yang secara alami
terjadi pada tanaman. Akumulasi zat terlarut kompatibel dianggap sebagai respon
metabolik penting untuk perubahan lingkungan yang menyebabkan penyesuaian
metabolik. Dalam penyesuaian ini beberapa bahan organik seperti gula, poliol,
betains dan prolin menumpuk di tanaman. Zat terlarut kompatibel dibagi menjadi
dua kategori: yang pertama meliputi senyawa mengandung nitrogen kelompok
seperti asam amino seperti prolin terpisah dari senyawa surfaktan, kelompok
kedua mengandung senyawa kelompok hidroksil seperti sukrosa, alkohol
polihidrat dan oligosakarida (McCue dan Hanson, 1990).
18

Penyesuaian osmotik secara signifikan dipengaruhi oleh akumulasi prolin


dan karbohidrat pada akar dan tunas tanaman (Samaras et al., 1995). Akumulasi
prolin merupakan respon tumbuhan tingkat tinggi, alga, hewan dan bakteri
terhadap ketersediaan air yang rendah (Delaauney dan Verma, 1993). Akumulasi
konsentrasi tinggi prolin terjadi dalam sitoplasma sel tanpa menyebabkan
kerusakan struktur sel dan metabolisme (Samaras et al., 1995). Prolin berperan
sebagagi agen pelindung untuk enzim sitoplasma dan struktur selular (Demir,
2000).
Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan melakukan respon fisiologis
seperti akumulasi prolin dalam daun. Akumulasi prolin biasanya lebih ditonjolkan
dibandingkan dengan kadar asam amino lain pada kondisi kekeringan. Selama
awal cekaman kekeringan, kandungan prolin perlahan meningkat, namun akan
mengalami peningkatan secara dramatis setelah kekeringan yang cukup parah
(Girousse et al., 1996; Yang dan Kao, 1999). Selanjutnya (Yoshiba et al., 1997)
melaporkan bahwa akumulasi prolin lebih tinggi pada tanaman yang toleran
terhadap kekeringan dibandingkan tanaman sensitif. Kondisi ini menyiratkan
bahwa prolin mampu mendukung tanaman untuk pulih setelah mengalami
cekaman air dan setelah mendapatkan air dalam jumlah yang cukup (Peng et al.,
1996). Selanjutnya (Hanson dan Hitz, 1982) menyatakan bahwa akumulasi prolin
adalah konsekuensi dari kerusakan sel yang diakibatkan oleh kondisi kekurangan
air. Akumulasi dalam daun sebagai respon terhadap kekeringan hasil dari
peningkatan dramatis dalam biosintesis dan oksidasi lambat dalam mitokondria
(Buitink et al., 1998). Di sisi lain prolin dapat menyebabkan stabilisasi
makromolekul selain menyediakan nitrogen dan suplemen karbon pada kondisi
cekaman air (Smirnoff dan Cumbes, 1989). Beberapa percobaan mengindikasikan
peran detoksifikasi radikal menyangkut prolin (Hare dan Cress, 1997). Akumulasi
karbohidrat terjadi pada kekeringan kondisi stres, misalnya pada rumput dan
sereal dari keluarga gramineae, akumulasi karbohidrat umumnya terjadi selama
tahap reproduksi (Meier dan Reid, 1982). Penyimpanan karbohidrat juga dianggap
sebagai respon terhadap perubahan lingkungan (Prado et al., 2000). Karbohidrat
memainkan peran luar biasa dalam prosedur seperti sintesis senyawa, produksi
19

energi, membran stabilisasi (Hoekstra et al., 2001) selain ekspresi gen mediator
dan sinyal molekul (Smeekens, 2000).

E. Pengaruh Jarak Tanam dan Interval Pemotongan Terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Hijauan pakan

Kepadatan tanaman menentukan jumlah populasi tanaman per satuan


meter persegi, yang pada akhirnya menentukan area yang tersedia untuk masing-
masing individu tanaman. Pada sebagian besar tanaman, kepadatan tanaman
berpengaruh terhadap pertumbuhan, biomasa, hasil dan nilai ekonomi tanaman
(Rafiei, 2009; Karagić et al., 2011; Albayrak et al., 2011). Jumlah populasi
tanaman per satuan luas merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil
maksimal. Produksi maksimal dapat dicapai bila menggunakan jarak tanam yang
sesuai. Semakin tinggi tingkat kerapatan suatu tanaman, akan mengakibatkan
semakin tingginya persaingan antar tanaman dalam hal mendapatkan unsur hara
dan cahaya. Kompetisi tanaman adalah proses yang dapat memberikan efek
negatif terhadap individu tanaman dalam mendapatkan sumberdaya yang tersedia
dilingkungannya karena adanya persaingan dengan tanaman lainnya (Tremmel
dan Bazzaz, 1993). Tanaman berkompetisi dengan tanaman lainnya untuk
mendapatkan air dan unsur hara dalam tanah. Pada tanah dengan tingkat
kesuburan rendah, kompetisi dalam mendapatkan sumber hara dan air dari dalam
tanah, lebih tinggi dibandingkan dengan kompetisi dalam mendapatkan unsur
cahaya (Tillman, 1988; Wilson, 1988). Sebaliknya kompetisi untuk mendapatkan
cahaya lebih terlihat pengaruhnya pada tanaman yang tumbuh pada tanah dengan
tingkat kesuburan tinggi (Wilson dan Tilman, 1993).
Fungsi utama tanaman hijau untuk mendapatkan radiasi matahari yang
cukup di dedaunan adalah untuk menjamin pasokan energi untuk pertumbuhan
dan perkembangannya. Tanaman di padang rumput dengan tingkat
pengggembalaan yang tinggi akan sering defoliasi, sehingga hanya tersisa sedikit
bayangan daun di bagian bawah kanopi karena perenggutan daun secara terus
menerus oleh ternak daun konstan (Hodgson, 1990). Tanaman hijauan harus
memiliki mekanisme adaptasi untuk bertahan akibat adanya defoliasi baik oleh
ternak maupun oleh manusia. Efek langsung dari defoliasi adalah pengurangan
20

luas daun, kuantitas cahaya diterima, cadangan karbohidrat, dan pertumbuhan


akar (Briske dan Richards, 1993). Kemampuan untuk secara cepat membangun
kembali kapasitas fotosintesis kanopi setelah defoliasi merupakan karakteristik
penting dari tanaman toleran terhadap defoliasi tinggi, dan adanya meristem tunas
aktif memungkinkan untuk ekspansi daun secara cepat dari sel-sel yang ada
(Hodgson, 1990).
Defoliasi adalah pemotongan atau pengambilan bagian tanaman yang ada
diatas permukaan tanah, baik oleh manusia ataupun akibat renggutan ternak yang
digembalakan. Pengaturan defoliasi perlu dilakukan untuk menjamin
pertumbuhan kembali (regrowth) yang optimal dan memiliki kandungan gizi yang
baik (McIlroy, 1976). Defoliasi yang baik harus mempertimbangkan ketinggian
pemotongan tanaman dari permukaan tanah (intensitas defoliasi) dan jarak waktu
pemotongan (interval defoliasi) (Kristyowantari, 1992). Menurut (Vicente-
Chandler, 1964) interval pemotongan yang pendek disamping menurunkan
kuantitas juga menurunkan ketegaran tanaman, mengurangi perkembangan akar,
batang dan menghambat perkembangan tunas, sehingga berpengaruh terhadap
produksi hijauan. Pada pemotongan yang lebih lama dapat menghasilkan produksi
bahan segar dan pertumbuhan perakaran yang lebih baik, tetapi menurunkan
kualitas. Umur defoliasi yang lebih lama, memberi kesempatan tanaman untuk
menimbun cadangan makanan dalam bentuk karbohidrat sehingga rumput akan
menjadi lebih tinggi. Untuk memaksimalkan produksi hijauan, praktik
pengelolaan panen yang tepat perlu dilakukan. Pengelolaan panen diarahkan
untuk mengoptimalkan hasil ekonomi hijauan dengan kualitas yang diinginkan.
Pengelolaan pemanenan hijauan mempertimbangkan parameter berikut; Tahap
kematangan pakan saat panen, jumlah stek rata-rata untuk hasil panen maksimum
(interval pemotongan/panen) (Timpong-Jones et al,, 2015).

F. Pengaruh Jarak Tanam dan Pemotongan Terhadap Kualitas dan


Kecernaan Hijuan Pakan

Banyak faktor mempengaruhi tingkat perubahan nutrisi komposisi nutrisi


dan kualitas tanaman dalam perkembangannya dan tingkat kematangan tanaman.
Faktor-faktor ini mungkin termasuk satu atau kombinasi beberapa faktor berikut:
jenis tanaman, iklim, musim, cuaca, jenis tanah dan kesuburan, kelembaban tanah,
21

rasio batang daun, fisiologis dan morfologis karakteristik dan manajemen


pemeliharan lainnya, dan mungkin berbeda dengan antara spesies tanaman
(Kilcher, 1981). Rumput atau tanaman seperti rumput umumnya menunjukkan
persentase penurunan nutrisi yang besar pada tahap perkembangan tanaman.
Dengan demikian tingkat ambang batas untuk kecukupan gizi diperoleh pada
umur tanaman yang lebih muda sehingga dapat mencukupi dan mempertahakan
produksi daging dan susu bagi ternak (Troelsen, 1969). Berbagai percobaan
lapangan dilakukan pada genus Pennisetum menunjukkan bahwa hasil dan
kualitas hijauan tanaman tergantung pada kultivar, kepadatan tanaman, interval
potong dan tujuan pemanenan (Geren dan Kavut, 2015). Kerapatan tanaman
optimal merupakan faktor penting dalam memaksimalkan hasil panen rumput
tinggi seperti Pennisetum atau Miscanthus (Danalatos et al., 2007); Dengan
demikian, kepadatan tanaman optimal atau populasi tanaman untuk situasi tertentu
menghasilkan tanaman dewasa yang cukup padat untuk memanfaatkan sumber
daya secara efisien seperti air, nutrisi, dan sinar matahari, namun tidak terlalu
banyak sehingga beberapa tanaman mati atau tidak produktif (Ansah et al., 2010).
Pada kepadatan populasi ini, produksi dari seluruh faktor pertumbuhan
dioptimalkan, walaupun tanaman individu memberikan hasil yang lebih sedikit
dibanding tanaman yang ditanam dengan kepadatan tanam tertentu akibat
terbatasnya ruang pertumbuhan (Lyon, 2009).
Tanaman yang ditanam dengan kerapatan tinggi atau dalam kondisi
lingkungan yang tidak memadai, memberikan pengaruh yang besar dalam
memaksimalkan produksi biji. Pengaturan kepadatan tanaman mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap produksi dan umur simpan biji Italian ryegrass
(Vučković et al., 2003; Coi et al., 2002), tetapi perbedaan ini cenderung
menghilang sejalan dengan tahap perkembangan tanaman (Venuto et al., 2004).
Dampak merugikan dari peningkatan kerapatan tanaman pada kualitas hijauan
adalah serupa dengan yang dilaporkan oleh peneliti lain (Cusicanqui dan Lauer,
1999). Kepadatan tanaman merupakan efek utama yang berpengaruh secara
signifikan bagi sifat-sifat kualitas tanaman. Pati dan protein kasar (CP) menurun
bila populasi tanaman meningkat. Konsentrasi ADF meningkat secara linear bila
kepadatan populasi tanaman meningkat (Stanton et al., 2007). Lugiyo dan
22

Sumarto (2000) menyarankan penanaman rumput gajah (Pennisetum purpureum)


sebaiknya dilakukan dengan jarak tanam 50 cm antar tanaman dan 100 cm antar
baris, tergantung pada tingkat kesuburan tanah. Hasil penelitian (Graybill et al.,
1991) menunjukan bahwa beberapa sifat kualitas hijauan pakan, termasuk
kandungan ADF dan NDF tidak dipengaruhi oleh kepadatan populasi tanaman.
Sebaliknya Cusicanqui dan Lauer (1999) melaporkan bahwa kepadatan populasi
tanaman berpengaruh terhadap kualitas hijauan pakan, dimana kandungan NDF
meningkat dari 20 menjadi 39 g/kg dan kandungan ADF meningkat dari 19
menjadi 29 g/kg sejalan dengan peningkatan kepadatan populasi tanaman.
Penelitian pada rumput giant king grass yang dilakukan Zewdu (2008)
menunjukkan adanya pengaruh perlakuan kepadatan populasi dengan melakukan
pengaturan jarak tanam terhadap jumlah anakan dan obot kering tajuk, tetapi tidak
memberikan pengaruh terhadap kandungan protein. Peningkatan kepadatan
tanaman meningkatkan konsentrasi serat kasar dan menurunkan kecernaan pakan,
pada akhirnya menurunkan produksi daging per ekor dibandingkan dengan
populasi tanaman yang rendah (Cusicanqui dan Lauer, 1999). Hal ini dapat
mengimbangi potensi keuntungan dari keseluruhan hasil tanaman dengan
meningkatnya kepadatan tanaman (Cox et al., 1998).
Perkembangan morfologi hijauan dapat digunakan untuk menetapkan saat
panen, prediksi kualitas rerumputan dan waktu defoliasi (Turner et al., 2006).
Rasio daun batang merupakan faktor penting untuk menentukan kualitas,
preferensi dan konsumsi hijauan (Smart et al., 2001). Interval pemotongan tidak
hanya meningkatkan produksi tanaman, tetapi juga meningkatkan kandungan
dinding sel dan menurunkan kandungan protein kasar sehingga menurunkan
kualitas pakan (Boschini, 2015). Interval defoliasi juga mempengaruhi produksi
bahan kering, dimana pada rumput bahiagrass jika defoliasi dilakukan pada umur
tanaman 20, 30 dan 40 hari berturut-turut menghasilkan bahan kering 10,6 ; 11,8
dan 12,3 Mg Mg-ha, dengan hasil protein kasar (PK) tertinggi diperoleh pada umur
tanaman 20 hari yaitu sebesar 12.4 g-kg (Cuomo et al., 1996). Sebelumnya Stanley
dan Rhoads (2000) menemukan bahwa rumput paspalum notatum tersebut
menghasil bahan kering tertinggi 18,9 kg-ha pada umur tanaman 8 minggu.
Selanjutnya Ansah et al. (2010) melaporkan komposisi kimia rumput gajah
23

(Pennisetum purpureum) yang dipotong pada tiga interval pemotongan berbeda


(60, 90,120 hari setelah tanam). Kandungan bahan kering, bahan organik, NDF,
ADF, ADL dan hemiselulosa meningkat karena peningkatan pemotongan dari 60
menjadi 120 hari, sementara kandungan protein kasar cenderung menurun. Hasil
yang sama dilaporkan juga oleh Bayble (2007) dan Peiretti (2009) yang
melaporkan pemotongan 60 hari menghasilkan kandungan hemiselulosa dan
protein kasar tertinggi pada rumput gajah. Menurut Gates et al. (2001) dan
(Mislevy et al. (1990), rumput Pensacola bahia memiliki kandungan protein kasar
yang lebih tinggi dibandingkan rumput Tifton 9 pada lima interval pemotongan
yang berbeda. Konsentrasi protein kasar semua kultivar bahiagrass pada 2 - 5
minggu frekuensi merumput lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sapi
laktasi sapi (90 sampai 100 g -kg) dan menyusui sapi (100 sampai 120 g -kg,
(National Research Council, 2000). Namun, ketika frekuensi merumput (grazing
frequency) ditunda sampai 7 minggu, konsentrasi protein semua rumput itu hanya
cukup untuk memenuhi kebutuhan sapi laktasi saja.
Daya cerna pakan ruminansia dapat dievaluasi dengan menggunakan
teknik yang berbeda (Kitessa et al., 1999). Teknik ini dapat diklasifikasikan
sebagai: i) metode biologis, yang melibatkan penggunaan langsung dari hewan,
dengan mencerna feed dalam rumen hewan (in vivo dan in metode in situ), ii)
metode laboratorium, yang tidak memerlukan penggunaan hewan dan
mensimulasikan lingkungan rumen dan proses pencernaan menggunakan cairan
rumen dikumpulkan dari hewan donor (dalam metode in vitro). Metode evaluasi
pakan secara in vitro merupakan cara evaluasi pakan yang menirukan proses
pencernaan bahan pakan rumen ternak (Tilley and Terry, 1963). Metode evaluasi
pakan secara in vitro memiliki keistimewaan, antara lain adalah membutuhkan
sedikit sampel, dapat menguji kecernaan lebih dari satu jenis bahan pakan dalam
waktu relatif singkat, dan tidak membutuhkan banyak ternak. Penetapan
kecernaan in vitro dipandang mempunyai peranan penting sebagai evaluasi awal
penetapan kualitas bahan pakan secara biologis (Sudirman, 2013).
Kualitas dan kecernaan hjauan pakan ternak dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti lingkungan (Crasta and Cox, 1996), morfologi tanaman dan umur
potong tanaman (Twidwell et al., 1988). Penelitian Chen et al. (1999)
24

menunjukkan kandungan ADF dan NDF rumput pangola lebih banyak


dipengaruhi oleh musim dibandingkan dengan letak geografi atau genotif rumput,
dan kandungan protein kasar dipengaruhi oleh musim dan letak geografi. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa kandungan ADF dan protein kasar rumput pangola lebih
berkorelasi dengan temperatur lingkungan dibandingkan dengan interval defoliasi.
25

BAB III
PENGARUH PEMUPUKAN NPK DAN CEKAMAN AIR TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN PROLIN RUMPUT
GAJAH LIAR (Pennisetum polystachion)

A. Latar Belakang

Air sangat penting untuk semua organism hidup tidak terkecuali.


Sebenarnya tanaman, sebagian besar tanaman yang tumbuh secara aktif mungkin
mengandung hampir 90 persen air. Meskipun secara umum dinyatakan bahwa
kurang dari satu persen dari total air yang digunakan oleh tanaman diperlukan
untuk aktivitas metaboliknya, air memainkan peran dalam pertumbuhan dan
perkembangan serta produksi tanaman. Suplai air yang terbatas mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap perkembangan, aktivitas dan durasi penyerapan
berbagai sumber hara oleh tanaman. Kekurangan air tanah menyebabkan
penurunan bahan kering total, produksi daun dan laju ekspansi daun dan akar baik
pada tanaman semak maupun pada tanaman berkayu (Osório et al., 1998) Tingkat
cekaman air yang parah pada tanaman memiliki dampak yang besar pada
fisiologis dan proses biokimia tanaman. Respon tanaman terhadap tekanan air
biasanya dilihat pada parameter fisiologis seperti potensi air, kandungan air
relatif, reaksi stomata, fotosintesis, atau penyesuaian osmotik yang telah terbukti
merupakan indikator kekeringan dalam beberapa penelitian (Bolat et al., 2014).
Rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) sebagai tanaman perennial
memiliki adaptasi yang tinggi terhadap kondisi kekeringan, meskipun tidak
toleran terhadap kekeringan yang panjang. Rumput gajah liar memiliki
kemampuan kompetisi yang tinggi terhadap spesies lain dan dengan kemampuan
kompetitif tersebut rumput ini mampu medominasi lahan dalam waktu yang
singkat. Di Propinsi Jambi, rumput gajah liar mulai tumbuh mendominasi lahan-
lahan pertanian dalam beberapa tahun belakangan. Ukuran biji yang kecil dan
sangat ringan yang terbawa oleh angin atau faktor manusia diperkirakan menjadi
penyebab cepatnya penyebaran rumput ini. Rumput gajah liar memiliki potensi
untuk dijadikan sebagai pakan ternak ruminansia. Sifat tumbuh yang muda dan
kualitas dari rumput ini, menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan
sebagai pakan ternak ruminansia. Penerapan manajemen pemeliharan yang tepat
26

pada rumput ini menjadi hal yang harus diperhatikan untuk mendapat hasil dan
kualitas yang lebih baik dari rumput ini. Penerapan pemupukan merupakan
tindakan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan produksi
rumput ini. Informasi mengenai pengelolaan rumput gajah liar masih sangat
terbatas. Namun mengingat potensi yang dimiliki oleh rumput ini, perlu dilakukan
penelitian yang mendalam tentang pengelolaan pemeliharaan rumput ini.
Penambahan unsur hara dalam bentuk pupuk baik pupuk organik maupun
anorganik perlu dilakukan untuk mengetahui respon rumput gajah liar terhadap
pemupukan.
Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang setidaknya mengandung
tiga unsur utama nitrogen, fosfor dan kalium dan unsur mikro lainya. Ketiga unsur
utama memiliki peran penting dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Beberapa
penelitian terdahulu telah dilakukan berkaitan pengaruh pemupukan NPK
terhadap pertumbuhan hijauan pakan. Bumane (2010) melaporkan bahwa
pemupukan NPK signifikan (P>0.05) meningkatkan produksi dan kualitas Lolium
perenne L. Hasil penelitian lain pada beberapa kultivar rumput Bermuda
(Cynodon dactylon L.) menunjukkan pengaruh positif pemupukan N terhadap
karakteristik pertumbuhan dan kualitas rumput (Iftikhar et al., 2003).
Berdasarkan potensi yang dimiliki oleh rumput gajah liar, perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui respon pertumbuhan rumput gajah terhadap
pemupukan NPK dalam kondisi mendapat cekaman air.

B. Materi dan Metoda Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di rumah plastik yang dimodifikasi yang terletak


di Jalan Pakis 3 RT. 27 Kelurahan Simpang IV Sipin Kecamatan Telanaipura
Jambi. Penelitian rumah kaca ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan
September sampai Desember 2014. Analisa tanah dilakukan di Laboratorium
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Sifat kimia tanah yang digunakan
dalam penelitian disajikan pada Tabel 1. Pengeringan sampel tanaman untuk
menentukan bobot tanaman dan bobot akar dilakukan di Laboratorium Fakultas
27

Peternakan Universitas Jambi. Penentuan kadar prolin dilakukan di Laboratorium


Dasar dan Terpadu Universitas Jambi.

Tabel 1. Sifat-Sifat kimia tanah yang digunakan dalam penelitian

Sifat Kimia Tanah Nilai Harkat


pH H2O 4.4 Masam
pH KCl 4.1 Masam
N - Organik (%) 0.2 rendah
C – Organik (%) 2.7 sedang
P2O5 (mg/100 gr) 19.0 sedang
K2O (mg/100 gr) 61.06 Sangat tinggi
K (me/100 gr) 0.09 Sangat rendah
Na (me/100 gr) 1.30 Sangat tinggi
Ca (me/100 gr) 1.25 Sangat rendah
Mg (me/100 gr) 5.2 tinggi
KTK (me/100 gr) 4.1 Sangat rendah
Al-dd (me/100 gr) 0.5
Sumber : Hasil analisa Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi,
2014.

Tanah Ultisol yang digunakan dalam penelitian bersifat masam dengan


pH masam dengan pH H2O adalah 4,4; tingkat kesuburan tanah rendah yaitu: P-
tersedia dan N-total rendah, C-organik; kandungan basa-basa berkisar sangat
rendah sampai sangat tinggi; dan kapasitas tukar kation rendah yaitu 4.1 me/100-g.
Kondisi tersebut umumnya ditemukan pada yang telah berumur lanjut dengan
bahan induk batuan masam dan terletak pada zone iklim tropis basah dengan
curah hujan yang tinggi, sehingga terjadi pencucian intensif terhadap kation-
kation basa dan menyebabkan kandungan hara menjadi rendah

2. Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan dalam penelitian tahap ini adalah media tanam
berupa tanah , pols rumput gajah liar, pupuk majemuk NPK Mutiara (16:16:16),
polybag dengan kapasitas 10 kg dan bahan untuk analisa kandungan prolin.
Peralatan yang digunakan meliputi cangkul, sekop dan ayakan tanah untuk
digunakan dalam penyiapan media tanam. Timbangan untuk menentukan berat
tanah yang digunakan untuk setiap polybag dan untuk mengukut berat hasil
pemanenan pada akhir penelitian. Gelas ukur untuk menentukan jumlah air yang
28

akan diberikan pada setiap perlakuan kapasitas lapang. Peralatan lain yang
digunakan yaitu peralatan untuk pemanenan dan peralatan untuk analisa
kandungan prolin pada daun tanaman

3. Metode Penelitian
Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola


faktorial, dengan dua faktor perlakuan yaitu :
1. Faktor pemupukan dengan menggunakan pupuk NPK, yang terdiri dari :
P0 : Tanpa pemupukan
P1 : Pupuk NPK dengan dosis setara dengan 50 kg/ha, yaitu 0.25 g/polybag
P2 : Pupuk NPK dengan dosis setara dengan 100 kg/ha, yaitu 0.50 g/polybag
P3 : Pupuk NPK dengan dosis setara dengan 150 kg/ha, yaitu 0.75 g/polybag

2. Faktor cekaman air, yang terdiri dari :


W1 : 80 % kapasitas lapang
W2 : 60% kapasitas lapang
W3 : 40% kapasitas lapang
Kombinasi kedua faktor perlakuan berjumlah dua belas perlakuan. Setiap
kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga jumlah keseluruhan
perlakuan dan ulangan adalah 36 polybag.
Model matematika dari rancangan yang digunakan adalah :

Yijk = µ + αi + βj + αβij + ϵijk ;

dimana :
Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor pemupukan dan taraf
ke-j dari faktor cekaman cekaman air)
µ = Nilai tengah populasi
αi = Pengaruh taraf ke-i dari pemupukan
βj = Pengaruh taraf ke-j dari cekaman air
αβij = Pengaruh interaksi taraf k- i dari pemupukan dan taraf ke j dari
cekaman air
∈ijk = Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ij
29

4. Pelaksanaan Penelitian
Penentuan kapasitas Lapang Tanah. Sebelum pelaksanaan penanaman
dalam polybag, terlebih dahulu ditentukan kapasitas lapang tanah yang digunakan
dalam penelitian tahap ini yang dilakukan dengan menggunakan metode
gravimetri menurut (Somasegaran dan Hoben, 1994).
Bahan Tanam. Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini berupa
pols (sobekan rumpun tanaman). Rumput gajah liar (Pennisetum polystachion)
yang tumbuh liar diambil dengan cara menggali tanaman sampai keakarnya
berikut dengan tanahnya. Rumput yang sudah digali kemudian dipotong bagian
atasnya lebih kurang 10 cm dari pangkal tanaman. Polybag sebanyak 15 buah
disiapkan sebagai media tanam bagi rumput-rumput yang diperoleh dari tanaman
yang tumbuh secara liar. Rumput-rumput ini kemudian ditanam dan dipelihara
selama lebih kurang 1 (satu) bulan untuk mendapatkan bahan tanam berupa pols
yang akan digunakan dalam penelitian.
Persiapan media tanam. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanah yang diperoleh dari kebun percobaan Fakultas Peternakan
Universitas Jambi. Tanah sebagai media tanah terlebih dahulu dibersihkan dari
akar-akar tanaman yang masih tersisa. Tanah yang sudah dibersihkan kemudian
diayak menggunakan ayakan tanah untuk memisahkan bongkahan-bongkahan
besar dan bebatuan yang terdapat pada tanah dan selanjutnya dimasukkan
kedalam polybag ukuran 10 kilogram. Polybag disusun sesuai dengan rancangan
penelitian yang digunakan.
Pemupukan dan penanaman. Pemupukan NPK dengan dosis sesuai
dengan perlakuan dilakukan satu minggu setelah penanaman, dengan terlebih
dahulu memastikan bahwa akar rumput telah mulai mengalami perkembangan.
Hal ini disebabkan karena pupuk NPK merupakan pupuk anorganik yang cepat
terurai dan mudah menguap, terutama karena adanya tindakan penyiraman. Oleh
karena itu, agar pupuk yang diberikan langsung dimanfaatkan oleh akar, maka
akar tanaman harus sudah berkembang.
Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan hanya penyiangan
untuk menghindari pertumbuhan gulma. Pemberian pestisida dan herbisida tidak
30

dilakukan karena tidak terdapat gejala gangguan oleh hama dan penyakit pada
rumput gajah liar.
Pemotongan. Pemotongan rumput dilakukan setelah rumput berumur 60
hari dengan ketinggian pemotongan (intensitas defoliasi) 10 centimeter dari
permukaan tanah dalam polybag.

5. Pengamatan

Paramater yang diamati selama penelitian adalah :


1. Tinggi tanaman (cm). Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur
tanaman mulai dari permukaan tanah sampai ke ujung tertinggi tanaman.
Dalam setiap rumpun
2. Jumlah anakan (anakan/polybag). Jumlah anakan diperoleh dengan cara
menghitung jumlah anakan yang berasal dari tunas yang muncul dan tumbuh
pada rumpun utama tanaman.
3. Jumlah daun (helai/polybag). Jumlah daun diperoleh dengan menghitung
semua daun yang tumbuh pada setiap tanaman yang dilakukan pada akhir
penelitian.

4. Luas daun (cm2/daun). Luas daun diperoleh dengan mengukur daun dengan
menggunakan software IrfanView. Daun yang telah dipisahkan dari batang
dipotong untuk menyesuaikan dengan perangkat Scanner. Hasil pemindaian
kemudian di olah dengan menggunakan software IrvanView, sehingga
diperoleh ukuran luas daun. Daun yang diambil adalah tiga daun yang terdapat
pada tengah batang.
5. Bobot segar tanaman (gram/polybag). Bobot segar tanaman diperoleh dengan
cara memotong tanaman dengan ketinggian pemotongan (intensitas defoliasi)
10 centimeter dari permukaan tanah. Tanaman yang telah dipotong kemudian
ditimbang untuk medapatkan bobot segar.
6. Bobot kering tajuk tanaman (gram/polybag). Rumput yang telah ditimbang
bobot segarnya kemudian dimasukan kedalam kantong kertas untuk
selanjutnya dilakukan pengeringan dalam oven dengan suhu 70 0C. Sampel
yang telah kering ditimbang untuk mendapatkan bobot kering hijauan.
31

7. Bobot kering akar (gram/polybag). Pada akhir penelitian, akar tanaman


dibongkar dan dibersihkan dengan cara menyiram dengan air untuk
menghilangkan sisa-sia tanah yang terdapat pada akar. Akar yang sudah bersih
kemudian dikeringanginkan dan selanjutnya dimasukan kedalam kantong
kertas untuk di keringkan kedalam oven pada suhu 60 – 70 0C. Akar yang telah
dikeringkan dengan oven, ditimbang untuk mendapatkan bobot keringnya.
8. Rasio akar:tajuk tanaman. Pengamatan rasio akar tajuk merupakan
perbandingan antara berat kering akar dan tajuk. Akar (sampai batas leher akar)
dipisahkan dengan organ bagian atas tajuk. Bagian akar dan tajuk dimasukan
ke dalam amplop lalu dimasukan ke dalam oven pada suhu 70 0C selama 2 x 24
jam, kemudian ditimbang berat kering tajuk, dan berat kering akar lalu
dibandingkan. Pengukuran rasio akar dan tajuk dilakukan diakhir pecobaan.
9. Kandungan prolin pada daun (ɥml/gram). Pengukuran kadar prolin dilakukan
pada akhir penelitian dengan menggunakan metode Bates et al. (1973).

6. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan Analysis of Variance (ANOVA) sesuai


dengan rancangan yang digunakan dengan menggunakan aplikasi SPSS ver. 21
dan Uji Berganda Jarak Duncan dilakukan untuk melihat perbedaan antar
perlakuan (Gomez dan Gomez, 1984).

C. Hasil dan Pembahasan

1. Pengaruh Pemupukan NPK dan Cekaman air terhadap Karakteristik


Pertumbuhan Rumput Gajah Liar

Banyak parameter terukur terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan


tanaman secara vegetatif. Pertumbuhan dan pengembangan tanaman yang
sempurna penting untuk pembentukan struktur tanaman normal yang melakukan
semua proses fisiologis dan metabolisme dan memberikan hasil potensial.
Beberapa parameter tanaman yang paling penting untuk dipertimbangkan untuk
pengukuran selama tahap pertumbuhan vegetatif diantaranya adalah tinggi
tanaman, tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun dan luas daun (Bos, 1999;
Noogle dan Fritz, 1983). Penampilan pertumbuhan rumput gajah liar setelah
mendapat perlakuan pemotongan penyeragaman (trimming) dan pertumbuhan
32

rumput setelah mendapat perlakuan pemupukan dan cekaman air disajikan pada
Gambar 1. dan 2. Karaktertistik pertumbuhan rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Gambar 1. Penampilan pertumbuhan rumput gajah liar setelah dilakukan


pemotongan penyeragaman (trimming)

Gambar 2. Pertumbuhan rumput gajah liar setelah mendapat perlakuan


pemupukan dan cekaman air

Analisis ragam menunjukkan perlakuan pemupukan NPK signifikan


meningkatkan (P<0.05) tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun dan luas
daun. Sementara itu, perlakuan cekaman air tidak memberikan pengaruh (P>0.05)
terhadap semua parameter pertumbuhan yang diamati pada tabel diatas. Kedua
perlakuan juga tidak menunjukkan interaksi (P>0.05) terhadap semua parameter
yang diamati.
33

Tabel 2. Karakteristik pertumbuhan rumput gajah liar (Pennisetum


polystachion) yang mendapat perlakuan Pemupukan NPK dan
cekaman air

Tinggi
Jumlah Luas daun
Perlakuan tanaman Jumlah daun
anakan (cm2)
(cm)
Pemupukan NPK (P)
P0 103.67a 14.11a 73.78a 58.30a
P50 110.89ab 17.44b 76.89a 60.84ab
P100 111.67ab 18.22b 84.78ab 64.84b
P150 114.33b 20.89c 91.00b 65.45b
Cekaman Air (W)
W80 110.42 18.67 86.83 63.24
W60 110.83 17.25 79.08 62.59
W40 109.17 17.08 78.92 60.67
PXW ns ns ns ns
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama untuk setiap perlakuan
menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)

Perlakuan pemupukan 150 kg NPK menghasilkan tanaman yang lebih


tinggi (114.33 cm) dan berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan tanpa pupuk
NPK (103.67), namun tidak berbeda (P>0.05) dengan perlakuan pemupukan 50
kg (110.89), dan 100 kg NPK (111.67). Dari hasil penelitian terlihat bahwa
peningkatan dosis pemupukan NPK, meningkatkan tinggi tanaman rumput gajah
liar (Pennisetum polystachion). Jumlah anakan terbanyak diperoleh pada
perlakuan pemupukan 150 kg NPK (20.89 anakan) berbeda nyata (P<0.05)
dengan perlakuan pemupukan 100 kg NPK (18.22 anakan), pemupukan 50 kg
NPK (17.44 anakan) dan tanpa pemupukan 100 kg NPK (14.11 anakan).
Perlakuan pemupukan 150 kg NPK (P3) menghasilkan daun yang lebih banyak
(91.00 helai) berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemupukan (P0) (73.78 helai)
dan pemupukan 50 kg NPK (P1) (76.89 helai), namun tidak berbeda nyata
(P>0.05) dengan perlakuan 100 kg NPK (P2) (84.78 helai). Luas permukaan daun
rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) dipengaruhi oleh perlakuan
pemupukan. Luas daun yang diperoleh pada perlakuan 150 kg NPK (P3) adalah
(65.45 cm2) berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan tanpa pemupukan (P0)
(58.30 cm2), namun tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan pemupukan 50 kg N
(P1) dan pemupukan 100 kg NPK (P2), masing-masing menghasilkan luas 60.84
cm2 dan 60.07 cm2.
34

Peningkatan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun dan luas daun
rumput gajah liar (Pennisetum polystahion) menunjukkan bahwa rumput ini
memiliki respon yang cukup baik terhadap pemupukan NPK. Pemberian pupuk
NPK dapat meningkatkan ketersediaan dan serapan unsur hara N, P, dan K.
Dengan makin tersedianya unsur hara tersebut dapat memacu pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang selanjutnya dapat memberikan pertumbuhan yang
optimal. Adanya pertumbuhan tanaman yang semakin baik tentunya
menyebabkan kemampuan akar dalam menyerap hara juga semakin besar
akhirnya menyebabkan jumlah hara yang diserap tanaman juga menjadi semakin
besar. Tanaman akan tumbuh dengan subur apabila unsur hara yang
dibutuhkannya tersedia cukup dan unsur hara tersebut tersedia dalam bentuk yang
dapat diserap oleh tanaman.
Nitrogen dan fosfor bersama dengan kalium akan memberikan pengaruh
yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Nitrogen (N) adalah
unsur penting dan memiliki pengaruh besar pada sejumlah respon tanaman
termasuk pigmentasi, pembentukan tunas dan akar, toleransi terhadap dingin dan
kekeringan, akumulasi proses penuaan dan potensi pemulihan pertumbuhan
(Carrow et al., 1987). Selanjutnya Trenholm et al., 1998) melaporkan bahwa N
juga mempengaruhi perkembangan anakan di rumput, namun pemupukan N yang
berlebihan dapat menyebabkan rumput menjadi rentan terhadap tekanan
lingkungan dan biologis seperti kekeringan musim panas, pengeringan pada
musim dingin, dan akibat suhu ekstrem. Hasil penelitian (Zewdu et al., 2003)
menunjukkan jumlah anakan dan panjang ruas rumput gajah meningkat sejalan
dengan peningkatan dosis pupuk nitrogen. Kamel et al. (1983) menemukan
jumlah anakan rumput gajah meningkat karena perlakuan tinggi pemotongan dan
pemupukan nitrogen di Mesir, meskipun aplikasi pemupukan dengan pupuk
kandang tidak mempengaruhi jumlah anakan pada awal pertumbuhan di Taiwan
(Liang, 1982). Nitrogen merupakan bahan penting dalam penyusunan asam-
amino, amida, nukelotida dan nucleoprotein, serta sesensial untuk pembelahan sel,
pembesaran sel. Selanjutnya Fageria (2009) menyatakan peningkatan produksi
tanaman karena aplikasi pemupukan nitrogen berkaitan dengan peningkatan
panikel pada tanaman sereal dan jumlah polong pada tanaman leguminosa.
35

Nitrogen juga berperan dalam meningkatkan bobot biji pada tanaman dan
menurunkan biji-biji yang steril, meningkatkan bahan kering tajuk, yang
berhubungan positif dengan produksi biji pada tanaman sereal dan leguminosa.
Ketersediaan unsur fosfor juga berperan dalam menunjang pertumbuhan
rumput gajah liar dlam penelitian ini. Suplai fosfor yang cukup merupakan faktor
yang esensial untuk perkembangan sel baru tanaman dan berperan dalam transfer
kode genetik dari satu sel ke sel lain bila sel baru dibentuk. Tanaman
membutuhkan fosfor yang cukup mulai dari sejak tahap awal pertumbuhan untuk
mendapatkan pertumbuhan yang optimum. Suplai fosfor yang terbatas membatasi
produksi tanaman dan pemupukan fosfor dilakukan untuk memastikan
ketersediaan fosfor untu mengoptimalkan produksi dan kematangan tanaman
(Grant et al, 2005). Namun kemampuan untuk mengabsorpsi fosfat berbeda antara
spesies tanaman dan dimungkinkan juga berbeda antara kultivar dalam spesies
yang sama (Villiers, 2007). Peningkatan pertumbuhan rumput gajah liar karena
perlakuan pemupukan juga diakibatkan karena ketersedian unsur kalium yang
terdapat dalam pupuk. Ketersediaan kalium yang cukup, berperan dalam proses
metabolisme tanaman dan juga membantu tanaman dalam menyerap unsur
nitrogen dari dalam tanah. Pendapat ini didukung oleh Prajapati dan Modi (2012)
yang menyatakan kalium sangat penting dalam banyak hal terhadap produktivitas
tanaman. Ini tidak hanya melakukan fungsi fisiologis penting, namun
meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen. Seperti kita ketahui, nitrogen
berhubungan langsung dengan hasil panen. Namun, jika kalium adalah nutrisi
pembatas, produksi pakan ternak akan menurun
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil
yang dilaporkan Brima (2007), bahwa pemupukan NPK nyata mempengaruhi
jumlah daun per tanaman pada rumput Rhodes (Chloris gayana L. kunth.). Hasil
ini sejalan dengan penelitian Gajbhiye et al. (2013) yang melaporkan bahwa
peningkatan dosis pupuk NPK pada rumput lemon (Cymbopogon flexuosus)
meningkatkan tinggi tanaman secara signifikan lebih tinggi, jumlah anakan per
rumpun dan jumlah daun per rumpun lebih banyak. Priyadarshani et al. (2013)
juga melaporkan bahwa pemupukan anorganik berupa pupuk NPK dan
pemupukan organik dengan kompos memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah
36

anakan, jumlah daun, bobot kering akar dan tajuk. Jumlah anakan rumput
Themeda triandra Forssk. meningkat sejalan dengan peningkatan dosis
pemupukan nitrogen dan fosfor (du Toit, 2014). Pemupukan NPK juga
dilaporkan sangat nyata mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah
daun rumput gajah (Pennisetum purpureum) (Kusuma, 2014). Sementara
Gunamanta et al. (2014) melaporkan bahwa perlakuan pupuk NPK berpengaruh
nyata (P˂0,05) terhadap jumlah daun, luas daun, jumlah anakan, namun tidak
berpengaruh pada tinggi tanaman dan lingkar rumpun rumput Setaria splendida
Stapf. Namun hasil lain menunjukkan bahwa pemupukan NPK tidak memberikan
pengaruh terhadap tinggi tanaman rumput rhodes (Chloris gayana L. kunth.)
(Brima, 2007). Pemupukan nitrogen juga tidak memberikan pengaruh pada tinggi
tanaman rumput gajah (Pennisetum purpureum), seperti yang dilaporkan (Zewdu
et al., 2003). Pemupukan NPK dengan dosis berbeda (0 kg, 150 kg dan 300
kg/ha) juga dilaporkan tidak mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun dan
jumlah anakan rumput Brachiaria brizantha cv MG 5 (Umami et al., 2015).
Cekaman air tidak mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah
dan luas daun rumput gajah liar (Pennisetum polystachion). Dari data terlihat
bahwa tinggi tanaman berturut-turut menurut perlakuan cekaman air adalah
109,67 cm (W3), 110.42 cm (W1) dan 110.83 (W2). Perlakuan cekaman air juga
menghasilkan jumlah anakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan
lain. Jumlah anakan yang dihasilkan secara berturut-turut adalah 17. 08 anakan
(W3), 17.25 anakan (W2) dan 18.67 anakan (W1). Sementara itu perlakuan
cekaman air secara berturut-turut menghasilkan 86.83 helai (W1), 79.08 helai
(W2) dan 78.92 helai (W3). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perlakuan
cekaman air menunjukkan penurunan luas daun sejalan dengan menurunnya
kapasitas lapang tanah. Luas permukaan daun yang diperoleh berurut-turut adalah
63.24 cm2 (W1), 62.59 (W2 dan 60.67 (W3) cm2.
Meskipun tidak menunjukkan pengaruh dari cekaman air terhadap
parameter diatas, namun terlihat bahwa perbedaan yang dihasilkan pada ketiga
perlakuan cekaman air terhadap parameter yang diamati relatif kecil. Keadaan ini
menunjukkan bahwa rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) mempunyai
respon yang cukup baik terhadap kondisi kekeringan. Pertumbuhan dan
37

pembelahan sel-sel tanaman tidak mengalami gangguan karena kondisi


kekeringan. Pertumbuhan digambarkan sebagai peningkatan ukuran tanaman yang
berhubungan langsung dengan peningkatan jumlah sel dan ukuran sel. Jaringan
meristematik terlibat aktif pemanjangan tanaman oleh pembelahan sel aktif.
Pembelahan sel dan ukuran sel berkurang sejalan dengan penurunan air potensi air
dari sel tanaman yang menyebabkan penurunan pertumbuhan tanaman (Nonami,
1998). Pembelahan sel dan pemanjangan sel berkurang karena stres kekeringan
yang berakibat pada pengurangan luas daun. Pengurangan luas daun pada kondisi
kekeringan kondisi stres merupakan strategi adaptif oleh tanaman. Kebutuhan air
tanaman berkurang dengan cara mengurangi daun luas dan kemungkinan
kelangsungan hidup tanaman meningkat pada kondisi ketersediaan air yang
terbatas (Belaygue et al., 1996), namun kandungan klorofil, kandungan kloroplas
dan aktivitas fotosintesis menjadi berkurang yang dapat mengurangi hasil gabah
(Flagella et al., 2002; Göksoy et al., 2004).
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sama dengan yang telah
dilakukan Hajibabaee et al. (2012), dimana cekaman air melalui pembatasan
irigasi pada jagung tidak mempengaruhi jumlah daun tanaman jagung. Namun
beberapa penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda. Beberapa perlakuan
cekaman air memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
rumput Chloris gayana, Paspalum dilatatum, Paspalum notatum (Pebriansyah,
2012), rumput benggala dan rumput gajah (Purbajanti et al., 2012). Cekaman air
juga dilaporkan berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah
daun rumput switchgrass (Panicum virgatum) (Fahej, 2012). Cekaman kekeringan
juga menurunkan tinggi tanaman dan luas daun pada rumput Hidropogon
contortus (Wang et al., 2016).
Tidak terdapat interaksi antara perlakuan pemupukan NPK dan cekaman
air terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah dan luas daun rumput gajah
liar (Pennisetum plystachion), seperti yang disajikan pada Tabel 3. Meskipun
demikian, peningkatan dosis pupuk dan peningkatan cekaman air cenderung
meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah anakan, sementara pada jumlah daun
dan luas daun hasil yang diperoleh menunjukkan data yang inkonsisten.
38

Tabel 3. Interaksi pemupukan NPK dan cekaman air terhadap karakteristik


pertumbuhan rumput gajah liar (Pennisetum polystachion)

Tinggi Jumlah
Jumlah Luas daun
Cekaman air NPK tanaman daun
anakan (cm2)
(cm)
80% KL Tanpa NPK 97.00 14.33 77.67 55.83
NPK 50 g 117.00 18.00 72.00 61.18
NPK 100 g 113.00 19.67 91.67 66.03
NPK 150 g 114.67 22.67 106.00 69.24
60% KL Tanpa NPK 112.33 14.00 78.67 59.07
NPK 50 g 107.00 18.00 77.00 62.44
NPK 100 g 110.00 18.00 77.67 61.95
NPK 150 g 114.00 19.00 83.00 66.89
40% KL Tanpa NPK 101.67 14.00 65.00 60.00
NPK 50 g 108.67 16.33 81.67 58.90
NPK 100 g 112.00 17.00 85.00 63.97
NPK 150 g 114.33 17.08 84.00 59.82

Secara umum, walaupun dalam kondisi mendapat cekaman air, pemupukan NPK
mampu menunjang rumput gajah liar untuk mengoptimalkan pemanfaatan faktor-
faktor pertumbuhan dengan baik. Pendapat ini didukung oleh Patil et al. (2016)
yang menyatakan secara umum peningkatan efisiensi penggunaan air tanaman
pertanian dapat dicapai melalui penerapan jumlah pupuk yang memadai. Stres
kekeringan sangat menghambat pertumbuhan dan perkembangan jagung.
Pertumbuhan dan pengembangan terdiri dari berbagai parameter komponen yang
diestimasi dengan sifat yang berbeda seperti, tinggi tanaman, luas daun, struktur
dan karakter fungsional akar, biomassa tanaman, bobot segar tanaman, bobot
kering tanaman dan diameter batang. Tinggi tanaman, diameter batang, biomassa
tanaman dan luas daun mengurangi stres terhadap kekeringan (Khan et al., 2001;
Zhao et al., 2006). Pertumbuhan daun terdiri dari ukuran daun dan jumlah daun
yang merupakan komponen struktural. fotosintesis, transpirasi dan intersepsi
cahaya adalah sifat fungsional daun. Ukuran daun dan jumlah daun berkurang
pada jagung akibat stres kekeringan. Daun secara alami akan melipat untuk
mengurangi luas daun dan intersepsi cahaya akan berkurang sehingga akan
menurunkan aktivitas fotosintesis. Luas daun dan fotosintesis berbanding lurus
satu sama lain (Stoskopf, 1981).
39

2. Pengaruh Pemupukan NPK dan Cekaman Air terhadap Bobot Tajuk,


Bobot Akar dan Rasio Akar Tajuk Rumput Gajah Liar

Berat tanaman dapat digunakan sebagai indikator perumbuhan, dalam hal


ini dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu berdasarkan berat segar dan
berat kering. Bobot akar merupakan komponen yang dapat diukur dalam sistim
perakaran, yang menentukan kemampuan akara tanaman dalam menyerap unsur
hara dalam tanah. Bobot tajuk, bobot akar dan rasio akar:tajuk rumput gajah liar
disajikan pada Tabel 4.
Perlakuan pemupukan NPK tidak mempengaruhi (P>0.05) bobot segar
tajuk, bobot kering dan rasio akar tajuk rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion), namun ada kecenderungan terjadi peningkatan bobot segar dan
menurunkan rasio akar : tajuk rumput gajah liar. Perlakuan cekaman air nyata
(P<0.05) menurunkan bobot segar dan meningkatkan bobot akar, namun tidak
menunjukan perbedaan (P>0.05) terhadap bobot kering tajuk dan rasio akar tajuk
rumput gajah liar (Pennisetum polystachion). Kedua perlakuan tidak
menunjukkan interaksi terhadap bobot segar, bobot kering, bobot kering akar dan
rasio akar tajuk rumput gajah liar (Pennisetum polystachion).

Tabel 4. Bobot segar, bobot tajuk, bobot akar dan rasio akar tajuk rumput
gajah liar (Pennisetum polystachion) yang mendapat perlakuan
pemupukan NPK dan cekaman air

Bobot Bobot Rasio Akar


Bobot Segar
Perlakuan Kering Tajuk Kering Akar Tajuk
Tajuk (g)
(g) (g)
Pemupukan NPK (P)
P0 220.56 59.00 10.27a 0.18
P50 223.89 68.11 10.82ab 0.16
P100 240.56 69.78 11.71b 0.17
P150 259.44 68.56 11.24ab 0.17

Cekaman Air (W)


W80 256.25b 67.67 10.35a 0.16
W60 244.17b 65.58 10.88a 0.17
W40 207.92a 65.83 11.80b 0.19
PXW ns ns ns ns
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama untuk setiap perlakuan
menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)
40

Meskipun tidak mempengaruhi bobot segar rumput gajah liar (Pennisetum


polystachion), namun peningkatan dosis pupuk cenderung meningkatkan bobot
segar dan bobot kering tajuk rumput gajah liar (Pennisetum polystachion). Bobot
segar rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) yang diperoleh sebagai akibat
perlakuan pemupukan berturut-turut adalah 220.56 g (P0), 223.89 g (P50) 240.56
g (P100) dan 259.44 g (P150). Sementara bobot kering tajuk tertinggi diperoleh
pada perlakuan pemupukan 100 kg NPK (P50), yaitu 69.78 g diikuti perlakuan
pemupukan 150 kg NPK (P150), 50 kg NPK (P100) dan tanpa pemupukan (P0),
masing-masing 68.56 g, 68.11 g dan 59.00 g. Peningkatan bobot segar dan bobot
kering tajuk rumput gajah liar pada penelitian ini diakibatkan karena adanya
peningkatan pada tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun dan luas daun
akibat dari peningkatan dosis pupuk NPK. Hasil penelitian (Nopriani et al., 2014)
menunjukkan, berdasarkan hasil analisis regresi linier, doubling time jumlah
anakan memiliki hubungan yang signifikan terhadap produksi biomassa rumput
Duckweed (Lemna minor).
Hasil penelitian diatas tidak jauh berbeda dengan yang penelitian Brima,
(2007) yang melaporkan bahwa pemupukan NPK tidak berpengaruh nyata
terhadap bobot segar dan bobot kering per rumpun rumput Rhodes (Chloris
gayana L. Kunth). Hasil penelitian Seseray et al. (2013) menunjukkan bahwa
peningkatan dosis pupuk N, P dan K tidak memberikan pengaruh terhadap
produksi bahan segar dan produksi bahan kering rumput gajah (Pennisetum
purpureum). Hasil yang berbeda dilaporkan oleh (de Freitas et al., 2012), produksi
kering total Tanzanian grass atau rumput benggala (Panicum maximum Jacq.)
berhubungan positif terhadap perlakuan pemupukan nitrogen. Tanpa perlakuan
pemupukan, diperoleh 750 g/m2, sedangkan dengan pemupukan 320 kg N/ha,
1.470 g/m2. Pemupukan nitrogen juga dilaporkan meningkatkan produksi
biomassa Setaria sphacelata dan hanya berpengaruh pada pemupukan dosis 120
kg nitrogen terhadap produksi biomassa Pennisetum polystachion (Valentin et al.,
2014). Penelitian lain yang dilakukan Rusdy (2010) juga menunjukkan adanya
peningkatan produksi bahan kering alang-alang (Imperata cylindrica), rumput
bahia (Paspalum notatum) dan rumput benggala (Panicum maximum) sejalan
dengan peningkatan dosis nitrogen. Iftikhar et al. (2003) juga melaporkan
41

pemberian pupuk nitrogen 30 g/m2/bulan menunjukan hasil tertinggi terhadap


bobot segar dan bobot kering dua kultivar Cynodon dactylon (kultivar Dacca dan
Chinese), dibandingkan dengan pemupukan 20, 10 dan 0 g/m2/bulan.
Perlakuan pemupukan NPK signifikan meningkatkan (P<0.05) bobot
kering akar, namun hasil yang diperoleh pada pemupukan 50 kg -ha tidak berbeda
nyata dengan pemupukan 100 dan 150 kg-ha. Pemupukan 150 kg NPK (P150)
menghasilkan bobot akar yang lebih tinggi (11,71 g) dan berbeda nyata (P<0.05)
terhadap perlakuan tanpa pemupukan (P0) yang menghasilkan 10. 27 g bobot
kering akar, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemupukan 50 kg NPK
(P50) dan 100 kg NPK (P2), masing-masing dengan bobot kering akar 10.82 g
dan 11.24 g. Rasio akar tajuk tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan,
namun perlakuan tanpa pemupukan (P0) cenderung menghasilkan rasio akar tajuk
yang lebih tinggi (0.18) dibandingkan dengan pemberian P3 (0.17), P2 (0.17) dan
P1 (0.16).
Peningkatan bobot akar rumput raja dalam penelitian ini disebabkan
adanya tambahan unsur hara makro N, P dan K yang tersedia yang berasal dari
pemupukan NPK dan mampu diserap oleh akar tanaman. Ketiga unsur makro
tersebut berperan dalam mempercepat, memperbanyak memperkuat dan
memanjangkan akar tanaman sehingga akar dapat menyerap unsur hara dalam
tanah. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa penggunaan pupuk
nitrogen secara efektif meningkatkan fotosintesis daun, pengembangan akar yang
dipromosikan, dan perluasan ruang untuk akar untuk mengekstrak air dan nutrisi
di dalam tanah (Li et al., 1999). Hasil penelitian yang sama diperoleh Holechek
(1982), pemupukan nitrogen dan fosfor nyata meningkatkan biomassa, bobot akar
dan rasio akar tajuk pada dua varietas wheatgrass, dan Atrilex canescens. Hal
sebaliknya terjadi pada rasio akar dan tajuk, dimana peningkatan dosis pupuk
NPK menurunkan rasio akar dan tajuk rumput gajah liar. Penurunan ini
disebabkan karena pertumbuhan akar rumput gajah liar yang sempurna dapat
meningkatkan pertumbuhan tajuk tanaman yang dicerminkan dari jumlah anakan,
jumlah daun, luas daun dan tinggi tanaman. Pertumbuhan bagian atas
Pertumbuhan akar berhubungan erat dengan metabolisme fisiologis dan akumulasi
bahan kering pada tunas (Siddique et al., 1990).
42

Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian Ningalo et al. (2017),
yang menunjukkan bahwa pemupukan nitrogen meningkatkan bobot kering akar
rumput Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick cv. Tully, namun tidak
berpengaruh terhadap rasio tajuk akar. Demikian juga hasil penelitian (Seseray et
al., 2013) juga tidak menunjukan pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap rasio
tajuk dan akar rumput gajah yang dipanen pada umur 45 hari. Sebaliknya Kumar
dan Nikhil (2016) melaporkan bahwa berat kering akar rumput vetiver (Vetiveria
nass. L) yang diberi perlakuan pupuk alga dan pupuk kandang lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan pupuk lainnya dan menghasilkan ratio panjang
akar : batang yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lain.
Perlakuan cekaman air mempengaruhi (P<0.05) bobot segar rumput dan
bobot kering akar namun tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap bobot kering tajuk
dan rasio akar tajuk rumput. Uji Berganda Jarak Duncan (DMRT) menunjukan
bahwa tanah dengan 40% kapasitas lapang (W3) menghasilkan bobot segar yang
lebih rendah (207.92 g) berbeda nyata (P<0.05) dengan kapasitas lapang 60%
(W2) (244.17 g) dan kapasitas lapang 80% (W1) (256.25 g). Bobot kering akar
rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) juga dipengaruhi (P<0.05) oleh
perlakuan cekaman air. Tanah dengan kapasitas lapang yang lebih rendah (W3)
(40% kapasitas lapang) menghasilkan bobot akar yang lebih tinggi yaitu 11.88 g,
berbeda nyata dengan 60% kapasitas lapang (W2) dan kapasitas lapang 80%
(W3) yaitu 10. 88 g dan 10.35 g. Hasil berbeda diperoleh pada bobot kering tajuk
rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) dan rasio akar tajuk tidak
dipengaruhi (P>0.05) oleh perlakuan cekaman air. Bobot kering tajuk tertinggi
diperoleh pada perlakuan 80% kapasitas lapang (W1) yaitu 67.67 g diikuti 40%
kapasitas lapang (W3) dan 60% kapasitas lang (W1), masing-masing 65.83 g dan
65.58 g. Pada perlakuan cekaman air, kapasitas lapang 40% (W3) menghasilkan
rasio akar tajuk lebih tinggi, yaitu 0.19 dibandingkan dengan kapasitas lapang
60% (W2) dan 80% (W1), masing-masing dengan rasio 0.17 dan 0.16.
Penurunan bobot segar dan bobot kering rumput gajah liar akibat
penurunan kandungan air tanah berkaitan dengan dengan pertumbuhan bagian atas
(tajuk) rumput gajah liar. Perlakuan cekaman air dengan menurunkan kadar air
tanah, menurunkan parameter pertumbuhan seperti tinggi tanaman, jumlah
43

anakan, jumlah daun dan luas daun. Penurunan parameter pertumbuhan tersebut
diakibatkan karena terjadinya penurunan proses fotosintesis tanaman karena
ketersediaan air yang terbatas. Saddam et al. (2014) menyatakan kekeringan atau
cekaman abiotik lainnya menyebabkan reduksi dari hasil dan pertumbuhan
tanaman. Cekaman membatasi proses fotosintesis dan akibatnya, terbatasnya
ketersediaan asimilat dari fotosintesis dan energi untuk tanaman. Di bawah
kondisi defisit air, tanaman sangat membutuhkan air yang tersedia di zona akar,
dan genotipe toleran akan mengekstrak air dari lapisan dalam tanah (Xiong et al,,
2006). Selanjutnya Dhanda et al. (2004) melaporkan bahwa penurunan
ketersediaan air mempengaruhi Produksi tanaman pada tahap pertumbuhan yang
berbeda namun umumnya mengakibatkan penurunan panjang coleoptile,
meningkatkan bobot akar dan meningkatkan rasio akar dan tajuk.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini tidak berbeda dengan beberapa
penelitian sebelumnya. Jupp dan Newman (1987) melaporkan hasil yang sama
terhadap Perrenial Ryegrass (Lolium perenne). Penurunan air potensial pada
Ryegrass tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap bobot segar, kering dan
rasio akar tajuk. Cekaman air karena kondisi kekeringan juga mendapatkan hasil
yang sama dengan penelitian Dong dan Patton (2011) terhadap Western
Wheatgrass (Pascopyrum smithii (Rydb.) A. Löve, Green needlegrass (Nassella
viridula (Trin.) Barkworth), Kentucky bluegrass (Poa pratensis L.) dan smooth
brome (Bromus inermis Leyss.) Sebaliknya hasil lain dari Sinaga (2008)
menunjukan perlakuan penurunan ketersediaan air tanah nyata (P<0.05)
menurunkan bobot kering tajuk, bobot kering akar dan rasio tajuk akar pada
rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan hasil yang sama juga terjadi rumput
raja (Pennisetum purpupoides), rumput Brachiaria decumbens (Nohong, 2015)
dan Panicum maximum (Purbajanti et al., 2012). Hasil lain yang diperoleh Riaz et
al. (2010) pada tiga kultivar Cynodon dactylon (Fine Dacca, Dacca dan Khabbal)
menunjukan penurunan berat tajuk, berat akar, ketebalan daun dan luas daun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi (P>0.05)
antara dosis pemupukan NPK dengan cekaman air terhadap bobot segar, bobot
kering, bobot akar dan rasio akar:tajuk rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion), seperti yang disajikan pada Tabel 5.
44

Tabel 5. Interaksi pemupukan NPK dan cekaman air terhadap bobot tajuk, bobot
akar dan rasio akar tajuk rumput gajah liar (Pennisetum polystachion)

Bobot BK Tajuk BK Akar Rasio Akar


Cekaman air NPK
Segar (g) (g) (g) Tajuk
80% KL Tanpa NPK 243.33 65.33 9.49 0.15
NPK 50 g 201.67 61.67 9.70 0.17
NPK 100 g 273.33 72.00 11.35 0.16
NPK 150 g 306.67 71.67 10.58 0.17
60% KL Tanpa NPK 226.67 53.67 9.91 0.19
NPK 50 g 256.67 71.33 10.44 0.15
NPK 100 g 243.33 72.00 11.96 0.16
NPK 150 g 250.00 65.33 11.20 0.18
40% KL Tanpa NPK 191.67 58.00 11.40 0.20
NPK 50 g 213.33 71.33 12.39 0.18
NPK 100 g 205.00 65.33 11.81 0.19
NPK 150 g 221.67 68.67 11.93 0.17

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rumput


gajah liar mampu memanfaatkan cahaya matahari dan kelembaban tanah yang
tersedia untuk mengakumulasikan hasil fotosintensis menjadi biomasa. hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa rumput gajah liar mampu memanfaatkan
unsur hara tersedia yang berasal dari pemupukan NPK secara efiesien meskipun
dalam kondisi kekurangan air. Beberapa indikator kekeringan memang mulai
terlihat pada rumput gajah liar yang tumbuh pada kondisi 40% kapasitas lapang
seperti terjadinya pengurangan jumlah daun dan penurunan luas daun. Penurunan
ini merupakan respon umum dari tananam untuk mempertahankan
pertumbuhannya dalam kondisi tercekam yang pada akhirnya akan mempengaruhi
produktivitas tanaman. Kelembaban tanah yang cukup merupakan faktor penting
yang mempengaruhi produksi tanaman, kebutuhan nutrisi dan efektivitas
pemupukan. Hijauan pakan ternak memiliki respon terhadap pemupukan secara
langsung berkaitan dengan kandungan dan distribusi presipitasi musiman dan
ketersediaan air yang tersimpan dalam tanah. Pada area yang lebih kering dan
pada beberapa tanah berpasir, response pemupukan akan mengalami penurunan
karena kerterbatasan ketersediaan air (Malhi dan Gill, 2004). Selanjutnya Taiz dan
Zeiger (2002) menyatakan resistensi tanaman terhadap kekeringan meliputi
karakteristik anatomi, morfologi dan fisiologi yang menghambat dehidrasi atau
membuat tanaman menjadi toleran terhadap dehidrasi. Diantara mekanisme yang
diobservasi pada beberapa spesies antara lain : penurunan luas daun melalui
45

penurunan laju perluasan daun, meningkatkan laju penuaan daun atau


menurunkan jumlah daun dan anakan, memperdalam sistim perakaran, penutupan
stomata, osmoregulasi dengan mengakumulasikan zat terlarut seperti karbohidrat,
asam organik, asam amino dan ion anorganik; deposisi malam atau lilin (wax)
pada lapisan epidermis daun, adaptasi dalam ukuran, anatomi dan pengaturan
daun, perubahan struktur membran sel dan peningkatan aktivitas enzim dan
ekpresi genetik (Mahajan dan Tuteja, 2005).
Cekaman air dan suplai nitrogen dalam tanah akan membatasi
produktivitas tanaman. Status nitrogen dari tanaman mempunyai pengaruh yang
signifikan dengan ketersediaan air, bila nitrogen dan air berinteraksi. Bila
tanaman mengalami kekeringan yang panjang, mobilitas nitrogen terbatas karena
kondisi tanah yang terhidrasi (Ciríaco et al., 2011). Selanjutnya, bila tanaman
mengalami kekeringan, defisiensi nitrogen akan terjadi yang dapat membatasi
pertumbuhan tanaman dan akan terjadi klorosis (penguningan daun) pada tanaman
(Taiz dan Zeiger, 2002). Pada kondisi kekeringan, kandungan air tanah menurun
dan pergerakan air ke akar menjadi terganggu. Air tanah akan hilang melalui
transpirasi tanaman dan bila tanah tidak menjadi sulpali air lagi kana
menyebabkan kehilangan turgor. Sebagai respon terhadap kehilangan air,
transpirasi akan mengalami penurunan. Pada daun, pori-pori pada kompleks
stomatal akan menutup sebagai respon terhadap kekurangan air. Bila turgor
meningkat, sel-sel yang mengelilingi pori-pori stomata akan mengisi stomata
sehingga menurunkan bukaan stomata (Bray, 2007).
Kontribusi unsur kalium yang terdapat pada pupuk NPK juga berperan
dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan rumput gajah liar dalam
penelitian ini. Peranan kalium dalam membuka dan menutup stomata merupakan
respon rumput gajah liar terhadap kondisi air yang terbatas. Bila suplai air
terbatas, sel-sel akan menutup stomata dengan lambat untuk menghindari
kehilangan air yang lebih besar. Akibatnya, tanaman yang mendapatkan suplai
kalium yang tidak cukup lebih rentan terhadap kondisi kekeringan. Kuwahara et
al. (2016) telah membuktikan teori mitigasi pengaruh suplementasi fosfor pada
tanaman dalam kondisi cekaman air, terutama pengaruh perkembangan dan
pertumbuhan akar dan jumlah anakan pada rumput Urochloa brizantha cv. MG-4,
46

Urochloa decumbens cv. Basilisk, Panicum maximum cv. Áries, Panicum


maximum cv. Tanzânia dan Paspalum atratum cv. Pojuc.

3. Kandungan prolin rumput gajah liar

Akumulasi prolin adalah salah satu adaptasi tanaman terhadap kondisi


kekurangan air dan salinitas, sehingga dapat dijadikan parameter untuk
menentukan tanaman mendapat cekaman dari kedua kondisi tersebut (Kumar et
al., 2000). Kandungan prolin rumput gajah liar yang mendapat perlakuan
pemupukan NPK dan cekaman air ada penelitian ini di sajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan prolin daun rumput gajah liar (Pennisetum polystachion)


yang mendapat perlakuan pemupukan NPK dan cekaman air

Perlakuan Kandungan Prolin (µmol-g)


Pemupukan NPK (P)
P0 20.55
P50 19.62
P100 19.30
P150 17.85

Cekaman Air(W)
W80 18.76a
W60 19.77b
W40 20.10b
PXW ns
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang
berbeda nyata (P<0.05)

Kandungan prolin rumput gajah yang diperoleh dalam penelitian ini tidak
dipengaruhi (P<0.05) oleh perlakuan pemupukan NPK, namun data menunjukkan
bahwa kadar prolin rumput raja mengalami penurunan sejalan dengan
peningkatan dosis pupuk NPK. Terjadinya penurunan kadar prolin karena
peningkatan dosis pupuk pada perlakuan pemupukan menunjukkan pemberian
pupuk membantu mempertahankan kondisi fisiologis rumput gajah liar, sehingga
mampu mempertahankan pertumbuhan secara optimal. Peningkatan tinggi
tanaman, jumlah anakan, jumlah dan luas daun yang diperoleh pada penelitian ini
mengindikasikan bahwa secara morfologis rumput gajah liar memberikan respon
yang positif terhadap peningkatan pemberian pupuk NPK sampai dosisi 150 kg -ha.
Meskipun peranan unsur N, P dan K berkaitan dengan hubungan dan mekanisme
47

fisiologis dari ketersediaan unsur hara terhadap kandungan prolin tanaman belum
secara detail terungkap, namun ketiga unsur tersebut sangat berperan dalam
beberapa proses fisilogis tanaman. Nitrogen merupakan unsur penyusun semua
asam amino dan memiliki peran sentral dalam proses metabolisme seluler (Grusak
et al., 2016). Fosfor adalah elemen dasar yang terlibat dalam transfer energi pada
tanaman. Fosfor juga berperan dalam konversi karbohidrat menjadi hormon,
protein dan energi untuk membentuk daun baru dan buah. Pandey (2015)
menyatakan fosfor berperan dalam proses fotosintesis, merupakan bahan dasar
dari asam nukleat dan fosfolipid. Unsur kalium mempengarui penyerapan air sel
tanaman, berperan sebagai katalis dalam penyerapan unsur besi dan merupakan
unsur esensial dalam pembentukan dan translokasi protein, pati dan gula. Ion
Kalium juga membantu gradien kimiaelektro antara mebran sel dan berperan
dalam transportasi sejumlah senyawa kimia (Grusak et al., 2016).
Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Lalelou dan Fateh (2014) pada
kultivar bread wheat dan durum wheat. Hasil berbeda pada tanaman Rubia
tinctorum L. pemupukan fosfor singnifikan (P<0.05) meningkatkan kadar prolin,
namun sebaliknya pemupukan nitrogen signifikan ((P<0.05) menurunkan kadar
prolin pada daun. Kandungan prolin tanaman German chamomile (Matricaria
chamomilla L.) dipengaruhi oleh pemupukan fosfor dan kalium, namun tidak
dipengaruhi oleh pemupukan N (Salehi et al., 2016). Hasil penelitian pada dua
kultivar gandum (Triticum ssp.) juga menunjukkan adanya perbedaan pemupukan
organik dan pemupukan anorganik terhadap kandungan prolin (Jawad et al.,
2015).
Kandungan prolin rumput gajah liar nyata meningkat (P<0.05) karena
perlakuan cekaman air. Penurunan kadar air sampai 40% kapasitas lapang
menghasilkan kandungan prolin tertinggi, berbeda nyata (P<0.05) dengan 80%
kapasitas lapang namun tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan kandungan prolin
pada 60% kapasitas lapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan
prolin rumput gajah liar mengalami peningkatan akibat penurunan kadar air
sampai 40% kapasitas lapang, namun hasil yang diperoleh sama dengan kadar
prolin pada kondisi 60% kapasitas lapang. Hasil ini mengindikasikan bahwa
rumput gajah liar secara fisiologis mampu mempertahankan kondisi biokimia
48

dalam organ daun sebagai respon terhadap kandungan air tanah yang rendah.
Kandungan prolin rumput gajah liar yang diperoleh dalam penelitian ini lebih
rendah dibandingkan dengan tanaman lain seperti gandum (Jawad et al., 2015),
rumput gajah dan rumput Brachiaria (Nohong, 2015), tall fescue (Festuca
arundinacea (Schreb.) (Man et al., 2011). Perbedaan kandungan prolin
disebabkan setiap spesies yang berbeda memiliki respon yang berbeda terhadap
kondisi kekeringan. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian pengaruh
cekaman air terhadap kandungan prolin rumput gajah (Budiman, 2013), rumput
gajah dan rumput Brachiaria decumbens (Nohong, 2015). Sementara Maralian
dan Ebadi (2010) menunjukkan adanya perbedaan signifikan kandungan prolin
antara fase reproduktif dan fase vegetatif pada tanaman gandum.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi (P>0.05) perlakuan
pemupukan NPK dan cekaman air terhadap kandungan prolin rumput gajah
(Tabel 7.). Pemupukan NPK dengan dosis 150 kg per hektar menghasikan
kandungan prolin terendah untuk semua perlakuan cekaman air. Sementara itu,
kandungan prolin tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa pemupukan pada
kondisi 40% kapasitas lapang.

Tabel 7. Interaksi pemupukan NPK dan cekaman air terhadap kandungan


prolin daun rumput gajah liar (Pennisetum polystachion)

Cekaman air NPK Kandungan Prolin (µmol-g)


80% KL Tanpa NPK 20.33
NPK 50 g 18.96
NPK 100 g 18.34
NPK 150 g 14.84
60% KL Tanpa NPK 20.45
NPK 50 g 19.64
NPK 100 g 19.86
NPK 150 g 18.91
40% KL Tanpa NPK 20.87
NPK 50 g 20.28
NPK 100 g 19.70
NPK 150 g 19.85

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan penelitian-


penelitian sebelumnya yang dilakukan pada beberapa jenis tanaman. Hasil
penelitian Jawad et al. (2015) menunjukkan adanya interaksi antara cekaman air,
49

kultivar dan pemupukan terhadap kandungan prolin tanaman gandum. Sementara


Budiman (2013) melaporkan adanya interaksi antara pemupukan nitrogen dan
cekaman air terhadap kandungan prolin rumput gajah.
Tidak terdapatnya interaksi pemupukan dan cekaman air terhadap
kandungan prolin rumput gajah menunjukkankan bahwa pada kondisi kekurangan
air sampai kapasitas lapang40%, akar rumput gajah liar mampu menyerap unsur
hara nitrogen, fosfor dan kalium tersedia baik yang terdapat dalam tanah maupun
yang diberikan dalam perlakuan pemupukan. Ketersediaan dan penyerapan unsur
N, P dan K mampu untuk mempertahankan proses metabolik pada rumput gajah
liar, meskipun dalam kondisi ketersediaan air tanah yang terbatas. Nitrogen
dibutuhkan tanaman untuk sintesis asam amino yang merupakan komponen
penting dari protein. Asam amino juga berperan dala pembentukan protoplasma
dan divisi sel. Jika ketersediaan nitrogen bagi tanaman rendah, tanaman tidak
mampu menghasilkan protein untuk proses metabolik dan mempertahankan level
pertumbuhannya (Barker dan Bryson, 2006). Fosfor (P) adalah salah satu dari
nutrisi mineral penting dan terlibat dalam dalam memperbaiki dampak negatif dari
cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Garg et
al., 2004). Selanjutnya Sawwan et al., 2000) menyatakan bahwa P memperbaiki
efek buruk dari cekaman air dan berperan dalam pengaturan potensi osmotik
dalam tanaman violet african (Saintpaulia).

D. Kesimpulan

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan :


1. Pemupukan NPK sampai dosis 150 kg-ha meningkatkan tinggi tanaman,
jumlah anakan, jumlah daun, luas daun, bobot segar tajuk, bobot kering tajuk,
bobot akar dan rasio akar:tajuk (Pennisetum polystachion),
2. Perlakuan cekaman air menurunkan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah
daun dan luas daun, bobot segar dan bobot kering tajuk, namun meningkatkan
bobot kering akar, rasio akar:tajuk dan kandungan prolin rumput gajah liar
(Pennisetum polystachion)
3. Rumput gajah liar mampu tumbuh dengan baik dengan pemupukan NPK 150
kg-ha pada pada kandungan air 40% kapasitas lapang.
50

BAB IV
PENGARUH JARAK TANAM DAN INTERVAL PEMOTONGAN TERHADAP
PERTUMBUHAN, HASIL DAN KUALITAS RUMPUT GAJAH LIAR
(Pennisetum polystachion)

A. Latar Belakang
Rumput gajah liar atau dikenal juga dengan mission grass (Pennisetum
polystachion) memiliki potensi yang cukup besar sebagai pakan ternak ruminasia
di Propinsi Jambi. Melihat sifat penyebaran yang cepat melalui biji dan sifat
tumbuh yang mudah terutama pada tanah yang miskin unsur hara, rumput ini
diharapkan mampu menjadi solusi dalam memecahkan permasalahan penyediaan
pakan hijauan yang berkualias di Propinsi Jambi. Rumput ini juga memiliki
kandungan gizi yang tidak kalah dengan rumput benggala. Rumput ini juga
diketahui memiliki respon yang baik terhadap kekeringan, meskipun tidak mampu
tumbuh dan berkembang pada kondisi kekeringan yang berkepanjangan. Rumput
gajah liar memiliki kandungan gizi dan kecernaan yang cukup baik dan mampu
memenuhi kebutuhan nutrisi ternak ruminansia. Dougall and Bogdan (1965)
menyatakan rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) memiliki kandungan
kandungan bahan kering 19.7, protein kasar 8.6%, serat kasar 37.7%, ADF dan
NDF masing-masing 43.8 dan 72.7% dan kecernaan bahan organik 59.5%.
Penelitian mengenai rumput gajah liar sebagai pakan ternak masih minim
dilakukan, yang dimungkinkan karena rumput ini sangat cepat mendominasi
lahan-lahan pertanian. Akibatnya spesies ini dianggap sebagai gulma lahan
pertanian dan lebih banyak diupayakan untuk dimusnahkan. Meskipun memiliki
kemampuan tumbuhan yang baik pada lahan marginal dan mampu berkompetisi
dengan spesies lain, namun manajemen pemeliharan yang baik mulai dari
penanaman sampai pemanenan perlu dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan
dan produksi serta kualitas pakan hijauan yang tinggi.
Manajemen pemeliharan yang perlu dilakukan adalah pengaturan
kepadatan tanaman per satuan luas. Manajemen ini dapat dilakukan dengan
pengaturan jarak tanam. Pengaturan jarak tanam memungkinkan tanaman
mempunyai ruang yang cukup untuk mendapatkan faktor pertumbuhan. Jarak
tanam juga menyebabkan perakaran berkembang optimal sehingga mampu
51

menyerap unsur hara dari dalam tanah, sehingga kompetisi antara tanaman dapat
dihindari. Manajemen pemotongan yang meliputi jarak pemotongan (interval
defoliasi) dan tinggi potongan (intensitas defoliasi) juga menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan, produksi dan kualitas pakan hijauan. Interval
pemotongan yang terlalu rapat dapat mengganggu pertumbuhan, selanjutnya
pemotongan yang terlalu lama dapat menurunkan kualitas pakan hijauan.
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh dari pengaturan jarak
tanam dan interval pemotongan terhadap pertumbuhan, komposisi kimia,
kandungan fraksi serat dan kecernaan rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion).

B. Materi dan Metoda Penelitan

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Peternakan


Universitas Jambi mulai dari bulan Mei 2015 sampai dengan bulan Januari 2016.
Analisa proksimat dan analisa van Soest dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi
dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

2. Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan dalam penelitian tahap ini adalah :


1. Bahan tanam berupa pols
2. Pupuk NPK
3. Bahan untuk analisa proksimat dan analisa kecernaan secara in vitro
Peralatan yang digunakan antara lain cangkul, garu, sekop, slang air, water
sprayer untuk penyiapan dan pemeliharaan lahan penelitian. Timbangan untuk
mengukur dosis pupuk yang diberikan dan untuk mengukur bobot akar dan tajuk
tanaman. Sabit dan alat pemotong rumput digunakan dalam proses pemanenan
tanaman. Parang digunakan untuk memotong tanaman menjadi ukuran kecil yang
akan digunakan sebagai sampel dalam analisa lebih lanjut. Peralatan lain yang
digunakan adalah peralatan laboratorium dalam analisa proksimat dan kecernaan
in vitro rumput gajah liar.
52

3. Metode Penelitian

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan petak terbagi


(Split plot Design) dengan dua faktor, dalam pola 3 X 3 dengan kelompok
sebagai ulangan, yaitu :
1. Faktor jarak tanam sebagai petak utama, yang terdiri dari :
T1 : jarak tanam 30 X 30 cm
T2 : jarak tanam 40 X 40 cm
T3: jarak tanam 60 X 60 cm
2. Faktor interval pemotongan sebagai anak petak, yang terdiri dari :
I1 : interval pemotongan 30 hari
I2 : interval pemotongan 40 hari
I3 : interval pemotongan 60 hari

Kombinasi kedua faktor perlakuan berjumlah sembilan perlakuan. Setiap


kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga jumlah keseluruhan
perlakuan dan ulangan adalah dua puluh tujuh satuan percobaan.
Model matematika dari rancangan yang digunakan adalah :

Yijk = µ + Kk + Ai + δik + Bj + ABij + ϵijk ;

dimana :

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke k yang


memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke i dari perlakuan
jarak tanam dan taraf ke j dari perlakuan interval pemotongan)
µ = Nilai tengah populasi
Kk = Pengaruh dari kelompok ke k
Ai = Pengaruh taraf ke-i dari perlakuan jarak tanam
δik = Pengaruh galat yang muncul dari taraf ke-i dari perlakuan jarak
tanam dalam kelompok ke - k
βj = Pengaruh taraf ke j dari interval peotongan
ABij = Pengaruh interaksi taraf ke i dari jarak tanam dan taraf ke j dari
interval pemotongan
∈ijk = Pengaruh galat dari satuan percobaan ke k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ij
53

4. Pelaksanaan Penelitian

Persiapan media tanam. Lahan yang akan digunakan untuk penelitian


lapang dibersihkan dari vegetasi yang tumbuh di areal tersebut. Pembongkaran
dan pembalikan tanah perlu dilakukan untuk mendapatkan kedalaman tanam yang
cukup untuk pertumbuhan tanaman dan sekaligus untuk membongkar akar-akar
tanaman lain yang masih terdapat pada lahan tersebut. Pembalikan tanah dan
penghalusan tanah dari bongkahan-bongkahan menjadi remah dilakukan dengan
menggunakan cangkul dan garu. Akar-akar tanaman yang masih terdapat pada
lahan penelitian dibuang untuk menghindari terjadinya pertumbuhan kembali dari
tanaman tersebut. Lahan yang telah dibersihkan, kemudian dibagi kedalam plot-
plot penelitian dengan membentuk guludan (bedengan) dengan ukuran 3 X 2.5
meter. Jumlah guludan yang digunakan adalah 27 yang terdiri dari 9 baris sebagai
perlakuan dengan 3 ulangan. Jarak antar baris dan antar guludan dengan lebar 50
cm digunakan untuk drainase.
Pemupukan dan penanaman. Pemberian pupuk kandang berupa kotoran
ayam dengan dosis 7.5 kg per plot atau setara dengan 10 ton-ha diilakukan satu
bulan sebelum penanaman rumput untuk memberikan kesempatan terjadinya
inkubasi pupuk. Pemberian pupuk kandang dilakukan bersamaan dengan
pembuatan plot percobaan. Penanaman dilakukan dengan menggunakan bahan
tanam sobekan rumpun (pols) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Satu bahan
tanam pols terdiri dari 3 batang dengan panjang 15 cm dari pangkal batang.
Populasi rumput gajah liar untuk setiap perlakuan jarak tanam adalah 56 tanaman
untuk jarak tanam 30 X 30 cm, 36 rumpun untuk jarak tanaman 40 X 40 cm dan
20 tanaman untuk jarak tanam 60 X 60 cm. rumput yang telah ditanam dipelihara
selama lebih kurang 50 hari. Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman
yang mati dalam masa pemeliharan. Pemotongan penyeragaman (trimming)
setelah tumput berumur 50 hari untuk mendapatkan pertumbuhan yang seragam.
Pemupukan NPK dengan dosis 112.5 g atau setara dengan 150 kg-ha diberikan
untuk setiap plot percobaan. Dosis pupuk ini merupakan dosis pupuk NPK terbaik
pada penelitian tahap I
54

Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman selama penelitian meliputi


penyiraman dan penyiangan. yang diberikan.. Penyiraman rumput dilakukan
setiap hari karena terjadinya kemarau yang panjang pada saat penelitian.
Penyiangan dilakukan secara rutin untuk menghindarinya terjadinya kompetisi
antara rumput dengan gulma.
Pemotongan. Pemotongan dilakukan sesuai dengan perlakuan interval
pemotongan. Pemotongan dilakukan dengan tinggi pemotongan 10 centimeter
dari permukaan tanah.

5. Pengamatan

Paramater yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok
aspek pengamatan, yaitu aspek-aspek agronomi tanaman dan aspek kualitas
(nutrisi) rumput Pennisetum polystachion, yaitu :
1. Tinggi tanaman (cm). Tinggi tanaman diperoleh dengan mengukur tinggi
tanaman pada setap fase pemotongan (defoliasi). Pengukuran tinggi tanaman
dilakukan dengan mengukur tanaman mulai dari permukaan tanah sampai ke
ujung tertinggi tanaman.
2. Jumlah anakan (anakan/rumpun). Jumlah anakan diperoleh dengan cara
menghitung jumlah anakan yang berasal dari tunas yang muncul dan tumbuh
pada rumpun utama tanaman.
3. Bobot segar tajuk (gram/rumpun). Berat tajuk tanaman diperoleh dengan cara
memotong tanaman dengan ketinggian pemotongan (intensitas defoliasi) 10
cm dari permukaan tanah. Tanaman yang telah dipotong kemudian ditimbang
untuk mendapatkan bobot segar.
4. Bobot kering tajuk (gram/rumpun). Dari bobot segar tanaman yang sudah
dipotong, diambil 1 (satu) kilogram sampel dan dimasukan kedalam kantong
kertas untuk selanjutnya dilakukan pengeringan dalam oven dengan suhu
700C. Sampel yang telah kering ditimbang untuk mendapatkan bobot kering
hijauan.
5. Bobot kering tajuk per plot (gram/plot). Bobot kering tajuk per plot diperoleh
dengan mengalikan bobot kering tanaman per rumpun dengan jumlah
tanaman pada setiap petak percobaan sesuai dengan jarak tanam.
55

6. Nilai nutrisi rumput Pennisetum polystachion, yang meliputi ; kandungan


bahan kering (BK), protein kasar (PK), serat kasar (SK) lemak kasar (LK)
dan abu yang diperoleh dengan analisa Weende Proximat (Close dan Menke,
1986).
7. Kandungan serat (ADF dan NDF) yang diperoleh dengan analisa kandungan
serat (van Soest, 1977).
8. Kecenaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO).
Kecernaan bahan kering dan bahan organik diperoleh dengan metode sesuai
petunjuk Tilley dan Terry (1963).

6. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan Analysis of Variance (ANOVA) sesuai


dengan rancangan yang digunakan dengan menggunakan aplikasi SPSS ver. 21
dan apabila terdapat pengaruh yang nyata, dilanjutkan dengan uji jarak berganda
Duncan (Gomez dan Gomez, 1984).

C. Hasil dan Pembahasan

1. Keadaan umum Penelitian

Penelitian lapang ini dilaksanakan pada kondisi musim kemarau yang


cukup panjang. Pada awal penelitian curah hujan masih mencukupi untuk
memenuhi ketersediaan air tanah. Kondisi ini terlihat dari pertumbuhan tanaman
yang bagus dan tidak terlihat tanda-tanda tanaman mengalami kondisi kekurangan
air. Saat rumput berumur 50 hari dan telah dilakukan pemotongan penyeragaman
(trimming), curah hujan mulai mengalami penurunan. Kondisi ini mnyebabkan
rumput mengalami kesulitan untuk melakukan proses pertumbuhan kembali
(regrowth). Temperatur udara yang cukup tinggi ikut berpengaruhi terhadap
pertumbuhan tanaman. Pemeliharaan dilakukan untuk mempertahankan
pertumbuhan tanaman dengan melakukan penyiraman dua kali sehari. Data iklim
yang meliputi suhu, curah hujan dan kelembaban disajikan pada Tabel 5.
56

Tabel 8. Rata-rata suhu, kelembaban dan curah hujan selama penelitian


lapang

Suhu Suhu Curah


Suhu min Kelembaban
Bulan maks rata-rata hujan
(OC) rata-rata (%)
(OC) (OC) (mm)
Mei 2015 24.5 29.8 27.5 85.5 1013,7
Juni 2015 23.9 32.9 27.4 84.0 57.0
Juli 2015 23.5 33.6 27.7 78.0 64.0
Agustus 2015 23.0 33.4 27.7 76.3 40.3
September 2015 23.4 33.0 27.4 77.6 54.0
Oktober 2015 23.0 32.6 27.2 79.4 96.1
November 2015 23.7 32.9 27.0 85.2 87.0
Desember 2015 23.9 31.8 26.9 86.3 620.0
Januari 2016 24.2 31.9 26.6 88.3 458.8
Sumber : Pusat database-BMKG, Stasiun Klimatologi Sei. Duren Muaro Jambi,
Badan Meteorologi dan Geofisika, 2016

Musim kemarau yang panjang dengan curah hujan yang sangat rendah
terutama pada bulan Juni sampai dengan bulan November 2015 dengan curanh
hujan kurang 100 mm, seperti yang disajikan pada Tabel 8. Kondisi ini
menyebabkan ketersediaan air yang sangat rendah selama masa penelitian, yang
berdampak pada pertumbuhan rumput. Suhu maksimum diatas 30 o C dan
terjadinya kabut akibat pembakaran lahan turut memberikan dampak buruk
terhadap tanaman. Kondisi ini mulai terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan
November 2015. Untuk memberikan suplai air yang cukup bagi rumput,
dilakukan penyiraman sebanyak dua kali sehari (pagi dan sore), terutama pada
masa awal pertumbuhan rumput setelah dilakukan pemotongan penyeragaman.
Penampilan pertumbuhan rumput gajah liar pada tahap awal penelitian karena
kondisi kekeringan yang cukup panjang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Dampak kekeringan terhadap pertumbuhan rumput gajah liar pada


tahap awal penelitian
57

2. Pengaruh Jarak Tanam dan Interval Pemotongan terhadap Tinggi


Tanaman dan Jumlah Anakan Rumput Gajah Liar (Pennisetum
polystachion)

Rumput perennial mengalami tahap pertumbuhan yang sangat jelas, yang


masing-masing ditandai oleh karakteristik tertentu yang dapat terlihat dan dapat
diukur baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Dimulai sebagai benih
rumput berjalan melalui perkecambahan, dan kemudian menghasilkan daun
selama keadaan vegetatif. Pertumbuhan dan perkembangan organ-organ berupa
daun, anakan, bunga dan organ-organ lainnya sangat diperanguhi oleh genetik
tanaman tersebut serta pengaruh manajemen dan lingkungan tumbuh. Manajemen
pemeliharan tanaman rumput pakan ternak seperti pengaturan jarak tanam,
pemupukan, pengairan dan pengaturan pemotongan berperan penting dalam
menunjang pertumbuhan perkembangan serta produktivitas tanaman. Pengaturan
penanaman ditujukan untuk memperkecil terjadinya persaingan dalam
mendapatkan faktor-faktor pertumbuhan, sedangkan pengaturan pemotongan
perlu dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang optimal dari
tanaman pakan ternak.
Jarak tanam berkaitan langsung dengan kepadatan tanaman per satuan
luas. Kepadatan tanaman yang tinggi cenderung meningkatkan produksi tanaman
per satuan luas. Namun demikian kepadatan tanam yang tinggi atau jarak tanaman
yang lebih rapat akan berpengaruhi terhadap karakteristik pertumbuhan tanaman
tersebut. Demikian juga halnya dengan pengaturan waktu pemotongan (interval
defoliasi). Penampilan rumput gajah liar pada tahap awal pertumbuhan disajikan
pada Gambar 4. Karakteristik pertumbuhan berupa tinggi tanaman dan jumlah
anakan rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) sebagai respon terhadap
pengaturan jarak tanam dan interval pemotongan dalam penelitian ini disajikan
pada Tabel 9.
Perlakuan jarak tanam signifikan mempengaruhi (P<0.05) tinggi tanaman
rumput gajah liar, namun tidak mempengaruh (P>0.05) jumlah anakan. Interval
pemotongan signifikan mempengaruhi (P<0.05) tinggi tanaman dan jumlah
anakan rumput gajah liar. Interaksi kedua perlakuan mempengaruhi (P<0.05)
tinggi tanaman dan jumlah anakan.
58

Gambar 4. Tahap awal masa pertumbuhan rumput gajah liar yang mendapat
perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan

Tabel 9. Tinggi tanaman dan jumlah anakan rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) pada perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Anakan


Jarak Tanam (J)
30 X 30 cm (J1) 123.66a 32.93
40 X 40 cm (J2) 129.52b 32.98
60 X 60 cm (J3) 138.69c 32.17

Interval (I)
30 hari (I1) 97.36a 33.46b
40 hari (I2) 138.36b 34.28b
60 hari (I3) 156.16c 30.34a
JXI * *
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama untuk setiap perlakuan
menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)
* Singnifikan pada level 0.05

Uji jarak berganda Duncan menunjukkan peningkatan jarak tanam


signifikan meningkatkan tinggi tanaman rumput gajah liar. Penanaman rumput
gajah liar dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rumput gajah liar yang
ditanam dengan jarak yang lebih renggang (60 X 60 cm) menghasilkan tanaman
yang lebih tinggi, bobot segar per rumpun, bobot kering per rumpun dan bobot
kering per plot dibandingkan dengan tanaman yang ditanam lebih rapat (30 X 30
cm). Jumlah anakan, meskipun tidak dipengaruhi oleh jarak tanam mengalami
penurunan pada jarak tanam yang lebih renggang. Hasil ini mengindikasikan
bahwa penanaman dengan jarak tanam yang renggang memberikan kesempatan
pada tananam untuk memaksimalkan penggunaan faktor-faktor pertumbuhan
seperti air dan unsur hara dalam tanah. Hasil penelitian ini juga menunjukkan
59

tanaman mendapatkan faktor pertumbuhan dalam jumlah yang cukup untuk


mendukung proses fotosintesi tanaman. Proses fotosintesis berjalan lebih optimal
dan akumulasi karbohidrat yang terbentuk sebagai proses fotosintesis
dimanfaatkan untuk menunjang pertumbuhan vegetatif berupa pemanjangan
batang. Khorshidi et al. (2009) menyatakan jarak tanam merupakan faktor penting
dalam menentukan lingkungan mikro untuk pertumbuhan tanaman. Optimalisasi
faktor ini akan memberikan hasil tanaman yang lebih karena akan mempengaruhi
absorpsi hara dan mendapatkan cahaya matahari yang optimal. El-Gengaihi dan
Abdallah (1978) juga melaporkan jumlah bakal bunga, produksi biji dan tinggi
tanaman Volatile Oil of Fennel (Foeniculum Vulgare Mill.) meningkat pada jarak
tanam yang lebih renggang.
Meskipun jarak tanam tidak mempengaruhi jumlah anakan rumput gajah
liar, jumlah anakan yang pada dihasilkan pada jarak tanam 40 X 40 cm lebih
banyak dibandingkan anakan pada jarak tanam 30 X 30 cm, kemudian menurun
pada jarak tanam 60 X 60 cm. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa
anakan yang dihasilkan memiliki jumlah yang sedikit namun dengan ukuran yang
lebih besar ukuran yang lebih besar sejalan dengan peningkatan jarak tanam.
Keadaan ini dimungkinkan karena karbohidrat sebagai hasil dari proses
fotosintesis lebih banyak digunakan untuk memperbesar ukuran dan diameter
batang pada anakan dibandingkan untuk pembentukan anakan atau tunas baru.
Hasil yang diperoleh berbeda dengan penelitian Sirait et al. (2015) yang
mendapatkan jumlah anakan yang lebih banyak pada jarak tanam yang lebih
renggang karena tanaman memiliki ruang perakaran yang lebih luas untuk
mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sementara May et al.
(2016) menyatakan jarak tanam yang rapat menyebabkan persaingan unsur hara
dan cahaya matahari, yang akan menstimulasi munculnya anakan baru pada
tanaman sereal. Christianse dan Svejcar (1988) melaporkan kepadatan anakan
rumput Caucasian bluestem [Bothriochloa caucasia (Trin.) C.E. Hubb.] lebih
tinggi pada penggembalaan berat dibandingkan dengan penggembalaan ringan.
Peningkatan kepadatan anakan ini disebabkan karena perbedaan intensitas cahaya
matahari dan kualitas dari pokok rumpun tanaman dan kemampuan dalam
melepaskan apikal dominan. Bila densitas kanopi meningkat, proporsi radiasi
60

yang masuk meningkat dan rasio merah-merah muda (R/fR ratio) pada pokok
batang menurun, sehingga menurunkan jumlah anakan (Casal et al., 1986).
Tinggi tanaman yang diperoleh dalam penelitian ini tidak berbeda dengan
yang dilaporkan Olanite et al. (2010), rumput colombus (Sorghum almum stapf)
yang mendapat pemupukan 120 dan 80 kg N/tahun lebih tinggi pada pada jarak
tanam 1.0 X 1.0 m dibandingkan dengan jarak tanam 0.5 X 0.5 m. Namun hasil
berbeda dilaporkan oleh Mounika et al (2015), populasi tanaman yang lebih tinggi
pada jarak tanam 45 X 45 cm pada rumput Bajra Napier grass menunjukkan
tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan jarak tanam 60 X 45 cm dan 60 X
40 cm. Juga dilaporkan ketiga perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh
(P>0.05) terhadap jumlah anakan. Hasil penelitian Patidar dan Rajora, (2009)
terdapat pengaruh jarak tanam rumput Buffel (Cenchrus ciliaris Linn.) terhadap
tinggi tanaman dan jumlah anakan pada tahun ketiga penanaman. Sementara
tahun pertama dan kedua tidak menunjukkan pengaruh. Hasil ini juga didukung
oleh Gajbhiye et al. (2013) juga melaporkan hasil yang sama pada Pennisetum
glaucum. Yasin et al. (2003) melaporkan jarak tanam terendah (45 X 45 cm)
menunjukan tanaman yang lebih tinggi, namun jumah anakan yang dihasilkan
lebih sedikit dibandingkan dengan jarak tanam 120 X 120 cm pada rumput gajah
Mott (Pennisetum pupureum cv mott.). Penelitian lain yang dilaporkan oleh Geren
dan Kavut (2015), terdapat perbedaan signifikan antara kepadatan tanaman dan
rata-rata jumlah anakan per meter persegi pada rumput raja (Pennisetum
purpupoides), dimana kepadatan tanaman terendah (14.286 tanaman -ha atau jarak
tanam 70 X 100 cm) menghasilkan jumlah anakan paling banyak (237 anakan),
sementara kepadatan tanaman tertinggi (57,413 tanaman-ha atau 70 X 25 cm)
menghasikan 199 anakan. Zewdu (2008) melaporkan jarak tanam yang rapat tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anakan rumput gajah pada tahun
pertama, namun mengalami peningkatan jumlah anakan pada tahun kedua.
Memperpanjang interval pemotongan dari 30 hari menjadi 60 hari
signifikan meningkatkan (P<0.05) tinggi tanaman, namun signifikan (P>0.05)
menurunkan jumlah anakan rumput gajah liar (Pennisetum polystachion).
Perlakuan interval pemotongan 60 hari (I3) menghasilkan tanaman rumput gajah
liar (Pennisetum polystachion) yang lebih tinggi (156.16 cm) berbeda nyata
61

(P<0.05) dengan perlakuan interval pemotongan 40 hari (I2) dan interval


pemotongan 30 hari (I1) yang masing-masing menghasilkan tinggi tanaman
138.36 dan 97.36 cm. peningkatan tinggi tanaman rumput gajah liar pada interval
pemotongan yang lebih lama diakibatkan karena masa pertumbuhan tanaman yag
lebih panjang dibandingkan dengan interval pemotongan yang lebih singkat. Masa
pertumbuhan yang lebih lama menyebabkan cadangan energi sebagai hasil
fotosintesis lebih banyak dan lebih banyak fotosintat yang dihasilkan untuk
menunjakng pertumbuhan terutama memperpanjang ukuran tanaman.
Jumlah anakan rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) tertinggi
diperoleh pada interval pemotongan 40 hari (I2) yaitu 34.28 anakan, berbeda
nyata (P<0.05) dengan interval pemotongan 60 hari (I3) yaitu 30. 34 anakan,
namun tidak berbeda (P>0.05) dengan interval pemotongan 30 hari (I1), yaitu
33.46 anakan. Penurunan jumlah anakan yang diperoleh dalam penelitian karena
sebagian besar tanaman pada pemotongan yang lebih lama akan mengoptimalkan
perkembangan dan telah memasuki tahap awal fase pertumbuhan reproduktif.
Hasil fotosintesis yang dihasilkan lebih banyak disimpan pada yang akan
digunakan untuk menunjang petumbuhan bunga dan biji dan mengurangi
pertumbuhan vegetatif. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Brink et al. (2010;
2013), interval defoliasi yang panjang sampai 65 hari pada beberapa jenis rumput
perennial di daerah beriklim sedang (temperate) menghasilkan lebih sedikit
tanaman yang memiliki lebih banyak anakan per tanaman. Tomlinson dan
O’Connor (2004) mengemukakan bahwa pembentukan anakan dikaitkan dengan
ketersediaan faktor-faktor pertumbuhan. Anakan diproduksi sebagai respons
terhadap peningkatan pasokan karbohidrat akibat fotosintesis daun baru yang
dihasilkan setelah defoliasi. Braga et al. (2009) melaporkan bahwa periode
istirahat yang lama dengan memperpanjang interval defoliasi akan meningkatkan
kemungkinan bagi komunitas tumbuhan untuk mengisi cadangan karbohidrat
yang dibutuhkan untuk mengembalikan kanopi. Namun, jika interval terlalu
panjang, sehingga memungkinkan kanopi mengintersepsi hampir semua cahaya
masuk, yang akan memicu pemanjangan batang, mengubah dinamika akumulasi
hijauan dan seringkali menghasilkan biomassa yang lebih besar pasca defoliasi
atau penggembalaan, terutama pada spesies rumput tropis. Sebaliknya frekuensi
62

pemotongan yang terlalu sering akan menyebakan terjadinya penurunan produksi


baik produksi per tanaman maupun produksi per satuan luas. Torales et al. (2000)
menyatakan penurunan produksi kering pada rumput Australia (Paspalum
dilatatum) sejalan dengan peningkatan frekuensi pemotongan menyebabkan
terjadinya pemotongan berulang-ulang dalam waktu yang singkat. Semakin
sering tanaman dipotong, komponen daun akan melebihi komponen batang
sehingga menurunkan produksi kering tanaman secara keseluruhan.
Terjadinya penurunan jumlah anakan pada interval pemotongan yang lebih
lama, juga disebabkan karena pada interval pemotongan 60 hari rumput gajah liar
telah mengalami proses penuaan dibandingkan dengan interval pemotongan 40
dan 30 hari. Pada interval pemotongan 30 dan 40 hari, anakan tumbuh dari sisa
pemotongan sedangkan pada interval pemotongan 60 hari sebagian besar anakan
berasal dari tunas baru yang muncul dari pokok batang rumput gajah liar. Untuk
menghasilkan anakan baru dibutuhkan energi yang lebih banyak diandingkan
dengan anakan yang muncul dari sisa pemotongan. Terbatasnya energi pada
tanaman menyebabkan jumlah anakan yang terbentuk menjadi berkurang.
Gottlieb (1986) menyatakan pertumbuhan tunas rumput terdiri dari dua proses:
peningkatan jumlah anakan (anakan) dan peningkatan ukuran anakan. Kedua
proses ini secara allometrically terkoordinasi oleh faktor genetik, dan koordinasi
ini berdasarkan jumlah dan ukuran anakan menentukan proses pengembangan
tunas selama pertumbuhan vegetatif di rumput rumput.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sama dengan hasil penelitian
Onyeonagu dan Asiegbu, (2005) yang mendapatkan peningkatan tinggi rumput
dan jumlah anakan Panicum maximum pada defolisasi yang lebih lama (3, 6, 9
dan 12 minggu). Hasil yang sama pada perennial ryegrass (Lolium perenne)
diperoleh tanaman yang lebih tinggi pada pemotongan 8-12 minggu dibandingkan
dengan umur pemotongan 3 minggu (Wilman dan Asiegbu, 1982). Hasil
penelitian Wangchuk et al. (2015) pada kultivar Napiergrass (Pennisetum
purpureum x P. glaucum: Pakchong-1, CO-3 dan Giant Napier), interval
pemotongan 40, 60 dan 80 hari menghasilkan tinggi tanaman masing-masing 151
± 4.5 cm, 218 ± 5.4 cm dan 256 ± 6.4 cm, namun menurunkan jumlah anakan,
masing-masing 63.0 ±. 2.6, 57.0 ± 3.1 dan 43.7 ± 3.7 anakan.
63

Interaksi perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan signifikan


mempengaruhi (P<0.05) tinggi tanaman dan jumlah anakan rumput gajah liar
(Pennisetum polystachion) (Tabel 10).

Tabel 10. Interaksi jarak tanam dan interval pemotongan terhadap tinggi
tanaman dan jumlah anakan rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion)

Jarak Tanam Interval Pemotongan Tinggi Tanaman


Anakan
(cm) (hari) (cm)
30 X 30 30 93.9a 33.9e
40 131.8c 33.4de
60 145.3e 31.5bc
40 X 40 30 94.2a 34.1ef
40 140.2d 35.6f
60 154.0f 29.2a
60 X 60 30 103.9b 32.4cde
40 143.0de 33.8e
60 169.1g 30.3b
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata
(P<0.05)

Perlakuan jarak tanam 60 X 60 cm dan interval pemotongan 60 hari (J3I3)


menghasilkan tanaman tertinggi, yaitu 169.1 cm dan berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya, namun menghasilkan jumlah anakan yang lebih rendah, yaitu
30.3 anakan. Jarak tanam 30 X 30 cm dan interval pemotongan (J1I1)
menghasilkan tanaman terpendek yaitu 939 cm. Jumlah anakan tertinggi diperoleh
pada perlakuan jarak tanam 40 X 40 cm dan interval pemotongan 40 hari (J2I2),
yaitu sebanyak 35.6 anakan.
Hsil penelitian menunjukkan bahwa memperpanjang interval pemotongan
pada setiap perlakuan jarak tanam meningkakan tinggi tanaman rumput gajah liar,
namun jumlah anakan mengalami kecenderungan menurun. Jarak tanam yang
renggang dan interval pemotongan yang lebih lama memberi ruang yang lebih
banyak dan waktu yang lebih lama bagi tanaman untuk dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik dibandingkan dengan jarak tanaman yang lebih rapat
dengan interval pemotongan yang lebih pendek. Secara umum, jarak tanam 60 X
60 cm menghasilkan jumlah anakan lebih sedikit pada setiap interval pemotongan
dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam 40 X 40 cm dan 30 X 30 cm.
64

3. Pengaruh Jarak Tanam dan Interval Pemotongan Terhadap Bobot


Segar dan Bobot Kering Rumput Gajah Liar (Pennisetum polystachion)

Bobot segar tanaman merupakan salah satu aspek dalam mengukur laju
produksi suatu tanaman. Bobot segar suatu tanaman sangat mudah berubah,
tergantung pada kadar air yang dikandungnya. Apabila jaringan tanaman
mengering maka akan kehilangan bobot segarnya. Karena tanaman memiliki
komposisi air yang tinggi, tingkat kandungan air di tanaman akan tergantung pada
jumlah air di lingkungannya. Karena kandungan air di lingkungan terutama tanah
dan udara sulit untuk dikontrol, maka bobot kering sebagai ukuran pertumbuhan
tanaman cenderung lebih membantu. Secara rata-rata, bobot segar dan bobot
kering rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Bobot segar dan bobot kering rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) pada perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan

Bobot Kering
Perlakuan Bobot Segar (g) Bobot Kering (g)
(kg-plot)
Jarak Tanam (J)
30 X 30 cm (J1) 425.53a 81.01a 2.59a
40 X 40 cm (J2) 648.89b 128.93b 4.15b
60 X 60 cm (J3) 795.44c 195.25c 6.11c

Interval (I)
30 hari (I1) 384.60a 80.20a 4.49
40 hari (I2) 556.30b 115.57b 4.19
60 hari (I3) 928.96c 209.43c 4.16
JXI * * ns
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama untuk setiap perlakuan
menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)

Perlakuan jarak tanam berpengaruhi (P<0.05) terhadap bobot segar per


rumpun, bobot kering per rumpun dan bobot kering per plot rumput gajah liar
(Pennisetum polystachion). Perlakuan jarak tanam 60 X 60 cm (J3) menghasilkan
bobot segar tertinggi (795.44 g) berbeda nyata (P<0.05) dengan jarak tanam 40 X
40 cm (J2) dan jarak tanam 30 X 30 cm (J1), yang masing-masing menghasilkan
648.89 g dan 425.53 g. Hasil yang sama juga diperoleh pada bobot kering per
rumpun dan bobot kering hijauan per plot. Bobot kering per rumpun diperoleh
masing-masing adalah 195.25 g (J3), 128.93 (J2) dan 81.01 (J1). Sementara itu,
65

bobot kering hijauan per plot yang diperoleh dalam penelitian ini berturut-turut
adalah 6.11 kg (J3), 4.15 kg (J2) dan 2.58 kg (J1).
Peningkatan bobot segar, bobot kering rumput gajah liar per rumpun dan
bobot kering per plot yang diperoleh akibat pengaturan jarak tanam pada
penelitian ini karena tanaman mampu memaksimal pemanfaatan unsur hara dalam
tanah untuk menunjang proses fotosintesis secara optimal. Fotosintat yang
dihasilkan diakumulasikan dalam bentuk pemanjangan tanaman dan
meningkatkan pertumbuhan anakan. Populasi tanaman yang tinggi menyebabkan
modifikasi tertentu dari karakteristik pertumbuhan tanaman, seperti, peningkatan
tinggi tanaman, penurunan ketebalan daun, perubahan orientasi daun dan daun
cenderung menjadi keras, sempit dan cenderung intersep secara vertical untuk
mendapat lebih banya cahaya matahari. Singh dan Singh (2002) menjelaskan
bahwa peningkatan populasi tanaman yang optimal per satuan luas merupakan hal
yang esensial untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Pada kondisi
kelembaban tanah dan kandungan hara yang cukup, populasi yang lebih besar
perlu untuk menggunakan semua faktor-faktor pertumbuhan secara optimal. Hasil
tanaman yang lebih tinggi diperoleh bila ditanam dengan jarak yang lebih lebar.
Produksi per tanaman akan menurun sejalan dengan peningkatan populasi
tanaman per satuan luas. Oleh karena itu, hasil tanaman per satuan luas meningkat
karena penggunaan faktor-faktor pertumbuhan yang lebih efisien
Hasil penelitian berat segar rumput gajah Mott yang ditanam dengan jarak
120 X 120 cm lebih tinggi dibandingkan dengan penanaman dengan jarak tanam
105 X 105 cm dan 45 X 45 cm. Hasil yang sama juga diperoleh pada rumput
gajah (Pennisetum purpureum Schummach.) (Yasin et al., 2003; Wijitphan et al.,
2009) dan pada rumput benggala (Panicum maximum) (Kusumawati et al., 2016).
Hasil yang berbeda pada ryegrass (Lolium multiflorum Lam.) yang
ditumpangsarikan dengan Vicia pannonica Crantz. terjadi penurunan bobot segar
akibat peningkatan jarak tanam seperti yang dilaporkan Kusvuran et al. (2014).
Geren dan Kavut (2015) juga melaporkan terjadi penurunan produksi kering
rumput king grass (Pennisetum hybridum) karena peningkatan jarak tanam dari 70
X 50 cm dan 70 X 100 cm. Nilai rata-rata berat segar tertinggi pada rumput gajah
(Pennisetum purpureum) diperoleh pada jarak tanam 50 X 50 cm, diikuti oleh
66

jarak tanam 60 X 60 cm, baik pada pemotongan pertama maupun pada


pemotongan kedua (Bhatti et al., 1985).
Interval pemotongan berpengaruh (P<0.05) terhadap bobot segar dan
bobot kering per rumpun, namun tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap bobot
kering hijauan per plot. Interval pemotongan 60 hari (I3) juga menghasilkan bobot
segar rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) tertinggi (928.96 g) berbeda
nyata dengan interval pemotongan 40 hari (I2), yaitu 556.30 g dan interval
pemotongan 30 hari (I1) dengan bobot segar 384.60 g. Sementara itu, interval
pemotongan 60 hari (I3) memberikan bobot kering rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion) tertinggi yaitu 209.43 g, berbeda nyata (P<0.05) dengan interval
pemotongan 40 hari (I2) dan interval pemotongan 30 hari (I1) masing-masing
menghasilkan 115.57 g dan 80.20 g. Meskipun tidak menunjukkan pengaruh
terhadap bobot kering per plot, perlakuan interval pemotongan 30 hari
menghasilkan bobot yang lebih tinggi dari interval pemotongan 60 dan 40 hari,
yaitu 4.49 kg (I1), 4.19 kg (I3) dan 4.16 kg (I2) per plot.
Hasil penelitian menunjukan bahwa interval pemotongan yang lebih lama,
meningkatkan baik bobot segar maupun bobot kering per rumpun pada rumput
gajah liar. Peningkatan ini diakibatkan tanaman memiliki masa yang lebih
panjang untuk melakukan fotosintesis dengan memanfaatkan unsur hara, air dan
cahaya matahari. Peningkatan tinggi tanaman dan ukuran anakan yang dihasilkan
juga memberikan kontribusi yang nyata terhadap peningkatan bobot segar dan
bobot kering. Interval pemotongan yang lebih lama juga membuktikan
kemampuan kompetisi yang lebih baik antar tanaman. Asiegbu dan Onyeonagu
(2008), menyatakan bahwa interval pemotongan yang panjang menghasilkan
kemampuan kompetitif yang lebih baik pada spesies padang rumput yang
diinginkan terhadap spesies gulma dan bahwa ini dapat menjelaskan penutupan
lahan yang lebih baik oleh spesies yang diinginkan dibandingkan dengan gulma.
Bobot kering tanaman per plot mengalami penurunan walaupun tidak nyata
dipengaruhi oleh interval pemotongan. Penurunan ini sebagai akibat penurunan
jumlah anakan yang terbentuk karena interval pemotongan yang lebih lama.
Volenec dan Nelson (1983) menghubungkan respon ini terhadap interval defoliasi
pada tallfescue dengan tingkat pemanjangan daun yang lebih besar akibat panjang
67

sel epidermis yang lebih besar dan jumlah sel yang lebih banyak yang matang per
hari. Mekanisme ini mungkin bertanggung jawab atas kenaikan berat kering
tanaman orchardgrass (Singer, 2002) namun tidak pada spesies lainnya, yang
menunjukkan peningkatan linear jumlah anakan dan sedikit atau tidak ada
kenaikan rata-rata berat kering per anakan dengan interval defoliasi (Brink,
Casler, and Jackson, 2014). Hasil ini juga didukung oleh Stür et al. (1994) yang
melaporkan bahwa pertumbuhan dan pemotongan rumput signal (Brachiaria
decumbens) pada awal tahap pertumbuhan biasanya tidak secara positif
mempengaruhi hasil hijauan, namun frekuensi pemotong menghasilkan efek yang
lebih besar pada hasil panen. Pemotongan yang terlalu, terlalu berat dan terlalu
sering tidak hanya mengurangi kinerja vegetatif tanaman, tapi juga menyebabkan
efek negatif pada vigoritas tanaman dan menyebabkan kematian beberapa
tanaman.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini tidak berbeda dengan beberapa
hasil penelitian lainnya. Ullah et al. (2010) melaporkan terdapat peningkatan
produksi rumput gajah dari 0.8 ton per hektar menjadi 2.8 ton per hektar karena
memperpanjang interval pemotongan dari 30 hari menjadi 60 hari. Penelitian pada
rumput signal (Bachiaria decumbens) yang dipotong pada umur 4 minggu
menghasilkan bobot segar yang lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan umur
pemotongan 3 minggu (Shwarpshakka et al., 2016). Waktu pemotongan juga
mempengaruhi bobot segar dan bobot kering Pennisetum americanum, dimana
hasil yang diperoleh meningkat karena penundaan waktu pemanenan dari 40 hari
menjadi 50 hari, namun hasilnya menurun pada pemotongan 60 hari (Ayub et al.,
2009). Peningkatan interval pemotongan dari 5 minggu menjadi 9 minggu secara
signifikan meningkatkan produksi segar rumput gajah Bajra, dimana produksi
maksimum yang diperoleh pada pemotongan pertama dan kedua dengan interval 9
minggu adalah 96.1 dan 102 kuintal per hektar (Verma, 2009).
Hasil berbeda dengan penelitian ini dilaporkan oleh Mukhtar (2006),
produksi bahan kering rumput gajah dan rumput gajah Mott mengalami
penurunan karena peningkatan frekuensi pemotongan dari dua kali menjadi tiga
kali dalam setahun. Selanjutnya penelitian (Assefa, 2013) juga menunjukan
penurunan produksi bahan kering Hyparrhenia rufa (Nees) sejalan dengan
68

peningkatan frekuensi pemotongan dari satu kali menjadi tiga kali pemotongan.
Jumlah anakan Panicum maximum meningkat saat interval pemotongan dikurangi.
Jumlah anakan basal bervariasi dari 48 (14 hari) menjadi 26 (56 hari) yang
mengakibatkan turunnya sekitar 45,8% anakan basal. Namun, anakan terlihat
lebih pendek dan kurang vigor dengan pemotongan yang lebih sering (Clavelo
dan Razz, 1997). Berat kering Meadow fescue, Quackgrass dan Reed Canarygras
menunjukan respon kuadratik terhadap interval defoliasi, meningkat seiring
dengan peningkatan interval pemotongan (Brink et al., 2014).
Interaksi antara jarak tanam dan interval pemotongan hanya terjadi pada
parameter bobot segar per rumpun dan bobot kering per rumpun, sementara tidak
terjadi interaksi antara kedua perlakuan terhadap bobot kering per plot (Tabel 12).

Tabel 12. Interaksi jarak tanam dan interval pemotongan terhadap bobot segar
dan bobot kering rumput gajah liar (Pennisetum polystachion)

Jarak Tanam Interval Bobot Bobot Kering Bobot Kering (kg-


plot
(cm) (hari) Segar (g) (g) )
30 X 30 30 252.08a 42.79a 2.40
40 436.81abc 82.76ab 2.98
60 587.71c 117.49bc 2.42
40 X 40 30 395.42abc 81.05ab 4.54
40 595.00c 112.86bc 4.06
60 956.30e 192.86d 3.86
60 X 60 30 506.25c 116.75bc 6.54
40 637.08cd 151.08cd 5.44
60 1242.92f 317.25e 6.36
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata
(P<0.05)

Perlakuan jarak tanam 60 X 60 cm dengan interval pemotongan 60 hari


(J3I3) menghasilkan bobot segar per rumpun paling tinggi (1,242.92 g) dan
berbeda nyata (P<0,05) terhadap interaksi perlakuan yang lain. Sementara bobot
segar per rumpun terendah diperoleh pada jarak tanam 30 X 30 cm dan interval
pemotongan 30 hari (J1I1). Namun perlakuan jarak tanam 40 X 40 dan
pemotongan 60 hari (J2I3) menghasilkan bobot kering per rumpun yang lebih
tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sementara bobot kering per
rumpun terendah diperoleh dari perlakuan jarak tanam 30 X 30 dan interval
pemotongan 30 hari (J1I1). Data pada table diatas menunjukkan bahwa bobot
69

segar dan bobot kering tajuk rumput gajah liar mengalami peningkatan dengan
semakin lamanya interval pemotongan pada setiap perlakuan jarak tanam.
Peningkatan ini sejalan dengan pertambahan tinggi tanaman yang diperoleh pada
kombinasi perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan. Meskipun jumlah
anakan yang diperoleh tidak menunjukkan perbedaan, namun ukuran anakan yang
diperoleh yang lebih besar pada jarak tanam yang lebih renggang dan interval
pemotongan yang lebih lama memberikan kontribusi terhadap peningkatan bobot
segar dan bobot kering tajuk rumput gajah liar.
Meskipun tidak menunjukan interaksi antara jarak tanam dan interval
pemotongan, namun bobot kering rumput gajah liar per plot tertinggi diperoleh
pada jarak penanaman 60 X 60 cm yang dipotong pada umur 60 hari (J3I3) yaitu
6.36 kg-plot diikuti pemotongan pada umur 30 hari (J3I1) yaitu 6.54 kg -plot. Hasil
penelitian yang sama dilaporkan oleh Bhatti et al. (1985), terdapat interaksi
antara jarak tanam dan pemotongan terhadap produksi rumput gajah (Pennisetum
purpureum), dimana pemotongan pertama memberikan hasil 20.96 ton-ha, lebih
tinggi dibandingkan dengan pemotongan kedua yang hanya menghasilkan 9.07
ton-ha.

4. Pengaruh Jarak Tanam dan Interval Pemotongan Terhadap Komposisi


Kimia Rumput Gajah Liar

Rataan komposisi kimia berdasarkan analisa proksimat (Pennisetum


polystachion) disajikan pada Tabel 13. Perlakuan jarak tanam signifikan
meningkatkan (P<0.05) kandungan bahan kering (BK) dan kandungan lemak
(LK), namun tidak signifikan (P>0.05) terhadap kandungan protein kasar (PK),
serat kasar (SK) dan kandungan Abu. Perlakuan jarak tanam 60 X 60 cm (J3)
menghasilkan kandungan bahan kering tertinggi, yaitu 24.20% berbeda nyata
(P<0.05) dengan jarak tanam 40 X 40 cm (J2) dan jarak tanam 30 X 30 cm (J1)
yang masing-masing menghasilkan 19.94% dan 18.65% bahan kering. Sementara
itu, kandungan lemak kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan jarak tanam 40 X
40 cm (J2), yaitu 3.13% berbeda nyata (P<0.05) dengan jarak tanam 30 X 30 cm
(J1), yaitu 2.06%, namun tidak berbeda nyata dengan jarak tanam 40 X 40 xm
(J2), yaitu 2.67%. Meskipun tidak terdapat pengaruh jarak tanam, namun dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak tanam 40 X 40 cm (J2) menghasilkan
70

kandungan protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan jarak tanam 30 X
30 cm (J1) dan jarak tanam 60 X 60 cm (J3). Sementara itu, jarak tanam 40 X 40
cm (J2) juga menghasilkan kandungan abu yang lebih rendah dibandingkan
dengan perlakuan jarak tanam 60 X 60 cm (J3) dan jarak tanam 30 X 30 cm (J1).

Tabel 13. Komposisi kimia rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) pada
perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan

Perlakuan BK*(%) PK (%) SK (%) LK (%) Abu (%)


Jarak Tanam
30 X 30 cm (J1) 18.65a 9.08 37.88 2.06a 12.62
40 X 40 cm (J2) 19.93a 10.03 37.34 3.13b 12.84
60 X 60 cm (J3) 24.20b 9.65 36.73 2.67b 12.94

Interval
30 hari (I1) 20.09a 8.37a 36.15a 2.57 12.20
40 hari (I2) 20.60ab 10.44b 37.83b 2.57 12.99
60 hari (I3) 22.09b 9.95b 37.97b 2.72 13.19
JXI ns ns ns ns ns
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama untuk setiap perlakuan
menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)
* Berdasarkan bahan segar

Perlakuan jarak tanam nyata meningkatkan kandungan bahan kering


rumput gajah (Pennisetum polystachion) yang ditanam dengan jarak yang lebih
renggang menghasilkan bahan kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman yang lebih rapat. Kandungan protein kasar dan lemak kasar mengalami
peningkatan dari jarak tanam 30 X 30 cm menjadi jarak tanam 40 X 40 cm,
namun mengalami penurunan pada jarak tanam 60 X 60 cm. sebaliknya
peningkatan jarak tanam menurunkan kandungan seat kasar rumput gajah liar.
Meskipun tidak menunjukkan pengaruh nyata, namun peningkatan jarak tanam
menurunkan kandungan serat kasar.
Peningkatan bahan kering rumput gajah liar akibat peningkatan jarak
tanam menunjukkan bahwa tanaman yang ditanam dengan jarak yang lebih
renggang memperoleh kondisi lingkungan tumbuh yang optimal terutama
lingkungan bagi sistim perakaran. Lingkungan dengan faktor-faktor pertumbuhan
yang cukup akan mengoptimalkan struktur dan fungsi akar dalam menyerap unsur
hara dalam tanah. Intensitas cahaya dan ketersediaan air yang cukup mampu
mendukung proses fotosintesis tanaman yang pada akhirnya akan menghasilkan
71

biomassa tanaman. Peningkatan kandungan bahan kering rumput gajah liar juga
diakibatkan adanya kontribusi dari pertumbuhan vegetatif terutama tinggi
tanaman yang juga juga mengalami peningkatan signifikan. Tanaman yang lebih
tinggi umumnya memiliki proporsi batang yang lebih tinggi dibandingkan dengan
daun. Proporsi yang lebih tinggi dari batang akan berkontribusi terhadap tingginya
kandungan bahan kering rumput gajah liar. Pengaturan jarak tanam menunjukan
bahwa mampu memaksimal pemanfaatan faktor pertumbuhan seperti unsur hara
terutama unsur nitrogen dan air dalam tanah. Nitrogen merupakan salah satu
faktor pembatas yang mempengaruhi hasil dan komposisi kimia rumput di
pastura. Nitrogen juga merupakan faktor utama yang meningkatkan produksi,
kualitas termasuk kandungan protein serta kecernaan tanaman (Hassan et al.,
2015). Sebaliknya kandungan serat kasar yang diperoleh mengalami penurunan
sejalan dengan peningkatan jarak tanam rumput gajah liar. Peningkatan
kandungan protein tanaman berkorelasi negatif dengan kandungan serat kasar
(Hintz et al., 1985).
Hasil penelitian ini sama dengan hasil yang diperoleh oleh Zewdu (2008)
dan Wijitphan et al. (2009) yang melaporkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan
dari kepadatan tanaman terhadap komposisi kimia rumput gajah (Pennisetum
purpureum Schum.). Selanjutnya juga dilaporkan oleh Mahmood et al. (2013)
peningkatan kepadatan tanaman sorghum kultival Goliath dan Bovidal tidak
mempengaruhi kandungan protein kasar.
Interval pemotongan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan
bahan kering, kandungan protein kasar dan kandungan serat kasar, namun tidak
berpengaruh (P>0.05) terhadap kandungan lemak dan kandungan abu rumput
gajah liar (Pennisetum polystachion). Interval pemotongan 40 hari (I2)
menghasilkan kandungan bahan kering tertinggi (22.09%), berbeda nyata dengan
dengan interval 30 hari (I1), yaitu 20.09%, namun tidak berbeda nyata (P>0.05)
dengan interval 60 hari (I3), yaitu 20.60%. Kandungan protein pada perlakuan
interval pemotongan 40 hari (I2) berbeda nyata (P<0.05) dengan interval
pemotongan 60 hari (I3), namun tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan interval
pemotongan 40 hari (I1). Rataan kandungan protein berdasarkan perlakuan
interval pemotongan adalah 10.44% (I2), 9.95% (I1) dan 8.37% (I2). Perlakuan
72

interval pemotongan 30 hari (I1) menghasilkan kandungan serat kasar yang lebih
rendah (36.15%) dan berbeda nyata (P<0.05) dengan interval pemotongan 40 hari
(I2) dan 60 hari (I3). Akan tetapi, tidak terdapat perbedaan (P>0.05) antara
interval 40 hari (I2) dengan interval 60 hari (I3). Kandungan lemak kasar dan abu
tidak dipengaruhi (P>0.05) oleh perlakuan interval pemotongan.
Terjadi peningkatan bahan kering dan penurunan kandungan protein kasar
terutama pada interval pemotongan 40 hari dan 60 hari disebabkan karena masa
tumbuh rumput gajah liar yang lebih lama dibandingkan dengan interval
pemotongan 30 hari. Umur tanaman yang lebih tua cenderung mengalami
lignifikasi dinding sel. Bila komponen ini terakumulasi dalam tanaman sejalan
dengan peningkatan umur tanaman, konsentrasi protein kasar akan menurun
sehingga akan menurunkan kualitas hijauan pakan (Mengel dan Kirby, 2001). Hal
ini juga didukung oleh pendapat Ullah et al. (2010) yang menyatakan peningkatan
interval pemotongan menurunkan konsentrasi protein kasar karena penuaan
tanaman.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, seperti yang dilaporkan Sarwar et al.
(2006) menunjukkan kandungan bahan kering Panicum antidotale dan Panicum
orientale mengalami peningkatan signifikan dan kandungan protein kasar
mengalami penurunan signifikan pada umur pemotongan 1, 2 dan 4 bulan.
Wangchuk et al. (2015) juga melaporkan kandungan protein kasar pada daun
rumput gajah cultivar CO-3 dan Giant mengalami penurunan secara signifikan
dari 28.2% pada pemotongan 40 hari menjadi 8.8% pada pemotongan 80 hari,
demikian juga dengan kandungan protein kasar hijauan. Abraham (2009; 2010)
melaporkan terjadi penurunan protein kasar rumput Agropyron cristatum (L.)
Gaertn dan Dactylis glomerata L. yang dipanen umur 4, 6 dan 10 minggu.
Sementara itu dilaporkan juga oleh Ullah et al. (2010) terjadi penurunan
kandungan protein dan peningkatan kandungan serat kasar rumput gajah yang
dipotong pada umur 30, 45 dan 60 hari. Hasil penelitian Lounglawan et al. (2014)
menunjukkan, interval pemotongan dari 30 hari menjadi 60 hari menunjukan
adanya peningkatan signifikan terhadap kandungan bahan kering dan kandungan
73

serat kasar rumput King Napier (Pennisetum Purpureum x Pennisetum


Americanum), namun kandungan protein kasar dan abu mengalami penurunan.
Interaksi perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan tidak
berpengaruh (P>0.05) terhadap kandungan bahan kering, protein kasar, lemak
kasar dan abu rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) , seperti disajikan pada
Tabel 14 .

Tabel 14. Interaksi jarak tanam dan interval pemotongan terhadap komposisi
kimia rumput gajah liar (Pennisetum polystachion)

Jarak Tanam Interval


BK*(%) PK (%) SK (%) LK (%) Abu (%)
(cm) (hari)
30 X 30 30 17.06 10.33 33.09 2.11 13.09
40 18.87 9.72 35.07 1.92 13.46
60 20.02 9.79 36.29 2.15 12.26
40 X 40 30 20.49 9.75 38.77 2.88 13.07
40 19.12 10.55 39.38 2.33 12.96
60 20.18 11.02 38.34 3.28 11.82
60 X 60 30 22.71 7.16 37.78 2.73 13.41
40 23.81 9.80 36.73 2.54 12.56
60 26.07 8.13 38.39 2.72 12.53
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda
nyata (P<0.05)
* Berdasarkan bahan segar

Tidak terdapatnya interaksi antara kedua perlakuan terhadap komposisi


kimia rumput gajah liar dalam penelitian ini disebabkan karena kondisi
lingkungan penelitian yang kurang mendukung akibat terjadinya musim kemarau
yang panjang. Kondisi ini menyebabkan terjadi proses penuaan yang lebih cepat
dibandingkan yang berakibat pada terjadinya lignifikasi pada dinding sel. Proses
penuaan ini akan menurunkan kandungan protein kasar dan meningkatkan
kandungan serat kasar tanaman. Hasil penelitian Khan et al. (1999) menunjukkan
adanya penurunan kandungan protein kasar Panicum repens (Angta), Fimvristylis
miliacea (Joina), Cyanolis axillaries (Kanainala), Cynodon dactylon (Durba) dan
Cyperus iria (Phulchaise) pada musim kering dibandingkan dengan musim hujan
dan musim semi.
Dalam penelitian ini, pengaruh interval pemotongan lebih dominan
mempengaruhi kandungan protein kasar rumput gajah liar dibandingkan dengan
pengaruh jarak tanam. Frekuensi defoliasi merupakan faktor manajemen utama
74

yang sangat berpengaruh terhadap produksi (Nevens dan Rehuel, 2003) dan nilai
nutrisi hijauan (Turner et al., 2006) akibat perubahan morfologis dan fisiologis
tanaman. Peningkatan jumlah pemotongan memberikan pengaruh yang
menguntungkan terhadap kandungan nutrisi pada sebagian besar spesies rumput.
Namun, rumput memiliki respon yang berbeda terhadap frekuensi pemotongan
seperti yang dilaporkan Pontes et al. (2007) pada Dactylis glomerata, Festuca
arundinacea, Holcus lanatus menunjukkan penurunan produksi bahan kering
sebagai akibat dari peningkatan frekuensi pemotongan. Bila tanaman dipotong
pada umur yang lebih tua, proporsi daun dengan kandungan nitrogen yang rendah
dan komponen struktural lainnya melebihi jumlah daun dengan kandungan
nitrogen yang lebih tinggi, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya
penurunan kandungan protein kasar (Overman dan Scholtz, 2003). Rumput
perennial akan mentrasportasikan kelebihan nitrogen dari sistim pertunasan ke
organ penyimpanan sejalan dengan peningkatan umur tanaman, sehingga
pemotongan tanaman secara rutin dengan interval yang sesuai menyebabkan
tanaman memiliki kandungan protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan
dengan interval pemotongan yang lebih lama (Henzell, 1971). Selanjutnya
Donkor et al. (2003) menyatakan, selain faktor genetik dan unsur hara, kualitas
rumput juga tergantung pada frekuensi dan intensitas pemotongan, dimana tinggi
pemotongan 15 cm menghasilkan rumput yang lebih berkualitas. Semakin sering
frekuensi pemotongan semakin tinggi kandungan protein kasar yang dihasilkan.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berbeda dengan hasil yang
diperoleh dalam peneliti sebelumnya yang mengkombinasi beberapa perlakuan
antara lain jarak tanam, interval pemotongan, tinggi pemotongan atau dengan
pemupukan. Hassan et al. (2015) melaporkan ada interaksi antara pemupukan
nitrogen dan interval pemotongan terhadap produksi kering, kandungan protein,
kandungan serat kasar dan abu rumput rumput cenchrus (Cenchrus ciliaris) dan
rumput benggala (Panicum maximum). Hasil penelitian Wijitphan et al. (2009)
menunjukkan adanya pengaruh signifikan interval jarak tanam pada 8 waktu
pemanenan terhadap terhadap produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum
Schum.) Namun penelitian lain menunjukkan tidak ada interaksi antara interval
pemotongan dan tinggi pemotongan dengan produksi bahan kering, protein kasar,
75

serat kasar, lemak kasar dan abu rumput King Napier (Pennisetum Purpureum x
Pennisetum Americanum)(Lounglawan et al., 2014).

5. Pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan terhadap kandungan


ADF, NDF dan kecernaan rumput gajah liar

Kandungan ADF dan NDF sangat erat kaitannya dengan fraksi serat kasar,
terutama pada tanaman pakan ternak. Kandungan ADF merupakan indikator
kecernaan hijauan, karena kandungan lignin merupakan bagian dari fraksi yang
dapat dicerna. Kandungan NDF berhubungan erat dengan konsumsi pakan, sebab
seluruh komponennya memenuhi ruang rumen dan lambat dicerna, lebih rendah
kandungan NDF lebih banyak pakan dapat dikonsumsi. Kecernaan pakan ternak
dapat diestimasi secara in vitro dengan mengetahui kecenaan bahan kering dan
kecernaan bahan organik pakan. Tabel berikut menyajikan nilai kecernaan bahan
kering dan bahan organik rumput gajah liar yang mendapat perlakuan jarak tanam
dan interval pemotongan yang berbeda.
Kandungan ADF dan NDF rumput gajah liar yang mendapat perlakuan
jarak tanam dan interval pemotongan yang diperoleh dalam penelitian ini
disajikan pada Tabel 12. Perlakuan jarak tanam tidak mempengaruhi (P>0.05)
kandungan Acid Detergent Fiber (ADF) dan kandungan Neutral Detergent Fiber
(NDF) rumput gajah liar (Pennisetum polystachion). Meskipun tidak
menunjukkan pengaruh terhadap kandugan ADF rumput gajah liar (Pennisetum
polystachion), namun perlakuan jarak tanam 60 X 60 cm (J1) menghasilkan nilai
yang lebih tinggi (55.69% ADF dan 64.89% NDF) dibandingkan dengan jarak
tanam 30 X 30 cm (J1) (52.94% ADF dan 62.05% NDF) dan jarak tanam 40 X 40
cm (J2) (57.64% ADF dan 51.26% NDF). Perlakuan jarak tanam tidak
berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap kecernaan bahan kering (KCBK), namun
berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kecernaan bahan organik (KCBO) rumput
gajah liar (Pennisetum polystachion). Perlakuan jarak tanam 40 X 40 cm (I2)
menunjukkan hasil tertinggi baik terhadap kecernaan bahan kering maupun
kecernaan bahan organik rumput gajah liar (Pennisetum polystachion). Kecernaan
bahan kering untuk perlakuan jarak tanam berturut-turut adalah 54.29% (J2),
52.68% (J3) dan 52.00% (J1). Pada kecernaan bahan organik, perlakuan J2
76

(61.23%) berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan J3 (56.40%), namun tidak


berbeda nyata dengan perlakuan J1 (57.63%).

Tabel 15. Kandungan ADF, NDF, dan kecernaan rumput gajah liar
(Pennisetum polystachion) pada perlakuan jarak tanam dan
interval pemotongan

Perlakuan ADF (%) NDF (%) KCBK (%) KCBO (%)


Jarak Tanam
30 X 30 cm (J1) 52.94 62.05 52.00 57.63ab
40 X 40 cm (J2) 51.26 57.64 54.27 61.23b
60 X 60 cm (J3) 55.69 64.89 52.68 56.40a

Interval
30 hari (I1) 48.68a 57.42 53.39b 58.64b
40 hari (I2) 52.66a 60.44 56.46c 62.61c
60 hari (I3) 58.54b 66.72 49.14a 54.02a
JXI ns ns * ns
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama untuk setiap perlakuan
menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)

Hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan


kandungan ADF dan NDF rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) karena
perlakuan jarak tanam. Semakin renggang jarak tanam, semakin tinggi kandungan
ADF dan NDF yang terdapat dalam rumput. Karakteristik pertumbuhan anakan
yang memiliki jumlah dan ukuran yang lebih besar pada jarak yang lebih
renggang. Keadaan dilapangan yang menunjukkan proporsi batang yang lebih
besar dibandingkan dengan proporsi daun menyebabkan akumulasi fraksi serat
yang dapar meningkatkan kandungan ADF dan NDF rumput gajah liar.
Hasil penelitian yang sama pada dua kultivar sorghum (Goliath dan
Bovital) dilaporkan oleh Mahmood et al. (2013), kepadatan tanam 16, 24 dan 32
per meter persegi tidak signifikan (P>0.05) mempengaruhi kandungan ADF pada
tiga waktu penanaman yang berbeda. (Olanite et al., 2010) populasi tanaman
tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap kandungan ADF dan NDF
rumput Columbus (Sorghum almum stapf). Zewdu (2008) juga melaporkan
peningkatan populasi tanaman tidak mempengaruhi kandungan ADF dan NDF
rumput gajah (Pennisetum purpureum). Namun, hasil berbeda dilaporkan oleh
peneliti lain terhadap spesies rumput yang berbeda. Hasil penelitian Stanisavljevi
et al. (2009) menunjukkan pengaruh yang signifikan perlakuan jarak tanam
77

terhadap ADF dan NDF yang terdapat pada daun Dactylis glomerate L dan
kandungan NDF pada batang. Hasil penelitian Murphy (1996) pada beberapa
species rumput perennial juga menunjukan pengaruh yang nyata dari perlakuan
jarak tanam terhadap kandungan ADF dan NDF. Jarak tanam juga dilaporkan
signifikan mempengaruhi kandungan ADF dan NDF rumput gajah hybrid CO-3
(Sinthika et al., 2014)
Meskipun jarak tanam tidak mempengaruhi kecernaan bahan kering
rumput gajah, namun terjadi peningkatan kecernaan pada jarak tanam 40 X 40 cm,
kemudian mengalami penurunan pada jarak tanam 60 X 60 cm. Hasil dengan
pola yang sama juga diperoleh pada perlakuan interval pemotongan, dimana
interval pemotongan 40 hari menghasilkan mecernan yang lebih besar
dibandingkan dengan interval pemotongan 30 dan 60 hari. Tingkat kecernaan
yang rendah diakibatkan kandungan ADF dan NDF rumput gajah yang tinggi
yang diperoleh pada penelitian ini. Nilai kecernaan bahan kering dan bahan
organik yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian Susanti (2007) bahwa kecernaan bahan kering dan bahan organik
rumput gajah yang mendapat perlakuan pemupukan nitrogen dan sulfur adalah
62.59% dan 65.41%. Hasil yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan
kecernaan bahan kering dan bahan organik rumput benggala seperti yang
dilaporkan (Purbajanti et al., 2011), yaitu 4.48 – 43.99% untuk KCBK dan 42.40-
51.02% untuk KCBO sejalan dengan peningkatan populasi tanaman dari 10.000
menjadi 30.000 tanaman per hektar. Adanya perbedaan kecernaan baik bahan
kering maupun bahan organik karena perbedaan spesies rumput yang digunakan.
Tanaman yang berbeda memiliki respon yang berbeda terhadap perlakuan interval
pemotongan yang diberikan seperti yang ditemukan oleh Särkijärvi et al., (2008)
pada rumput Timothy/meadow fescue (TMF) and tall fescue (TF).
Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini berbeda dengan hasil
yang dilaporkan Purbajanti et al. (2011), kepadatan populasi tanaman tidak
menunjukan penurunan yang signifikan (P>0.05) terhadap kecernaan bahan
kering, namun mengalami penurunan yang signifikan (P<0.05) terhadap
kecernaan bahan organik rumput benggala (Panicum maximum). Namun hasil
berbeda dilaporkan oleh Cusicanqui dan Lauer (1999), kecernaan hijauan yang
78

berasal dari tanaman jagung mengalami penurunan 16 sampai dengan 23 g per kg


bila kepadatan tanaman persatuan luas ditingkatkan.
Interval pemotongan signifikan meningkatkan (P<0.05) kandungan ADF
rumput gajah liar (Pennisetum polystachion), namun tidak berpengaruh terhadap
kandungan NDF rumput gajah liar (Pennisetum polystachion). Kandungan ADF
rumput gajah liar (Pennisetum polystachion) pada perlakuan interval pemotongan
60 (I3) hari lebih tinggi (58.54%) dan berbeda nyata (P<0.05) dibandingkan
dengan kandungan ADF pada perlakuan interval pemotongan 40 hari (I2) dan 30
hari (I1), yaitu masing-masing 52.67% dan 48.68%. Perlakuan I1 tidak berbeda
nyata (P>0.05) terhadap perlakuan I2. Meskipun tidak menunjukkan pengaruh
terhadap kandungan NDF rumput gajah liar (Pennisetum polystachion), namun
interval pemotongan 60 hari (I3) menunjukkan kandungan NDF yang lebih tinggi
dibandingkan dengan interval 40 hari (I2) dan interval 30 hari (I1).
Konsentrasi NDF yang lebih tinggi pada interval pemotongan yang lebih
lama biasanya berkaitan dengan pertumbuhan reproduktif dari anakan dan adanya
peningkatan proporsi karbohidrat struktural untuk mendukung pertumbuhan fisik
tanaman. Konsentrasi NDF yang lebih besar pada pada pemotongan yang lebih
lama merupakan respon fenologis terhadap temperature yang tinggi dan panjang
hari yang lebih pendek, yang menyebabkan perkembangan yang lebih cepat akibat
penurunan perkembangan daun. Sanderson et al. (2014) melaporkan konsentrasi
NDF rata-rata 640 g/kg pada pemotongan bulan Mei, naik menjadi 790 g/kg pada
bulan September. Terjadinya perbedaan konsentrasi NDF yang diukur
dipengaruhi oleh perubahan tipe dan proporsi hijauan akibat perubhan defoliasi
dan perubahan cuaca (Temu et al., 2014). Konsentrasi ADF yang lebih tinggi
sebagai akibat dari pengaturan interval pemotongan, karena adanya peningkatan
lignifikasi dinding sell pada tanaman yang lebih tua (Temu et al., 2014).
Kandungan ADF rumput gajah cv. Pioneiro berbeda signifikan akibat perlakuan
pemotongan. Kandungan ADF pada pemotongan pertama lebih tinggi (46.0%)
dibandingkan dengan pemotongan kedua (41.18%) dan pemotongan ketiga
(39.83%) kandungan ADF dan NDF yang tinggi disebabkan Karena proporsi
batang yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun yang menyebabkan
peningkatan kandungan serat (de Freitas et al., 2012). Analisa serat pada hijauan
79

sangat penting dalam memformulasikan pakan ternak ruminansia karea konsumsi


dan kecernaan dan juga kebutuhan berkaitan dengan konsumsi dan efesiensi
bahan kering. Serat kasar tanaman merupakan sumber karbohidrat yang
digunakan sebagai sumber energi oleh mikroorganisma rumen (van Soest, 1994).
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sama dengan hasil yang
dilaporkan oleh Wijitphan et al. (2009), kualitas nutrisi rumput gajah tidak
dipengaruhi oleh jarak tanam, kecuali kandungan NDF. Kandungan protein kasar,
ADF dan NDF adalah 13.2-13.0, 41-43 dan 74.7-75.5%. Meskipun tidak
berpengaruh secara significant, kandungan NDF berkisar 66.9-68.2%. Namun
hasil penelitan Abraham et al. (2009) menunjukan adanya perbedaan yang
signifikan dari perlakuan pemotongan terhadap nlai nutrisi (Protein kasar, NDF
dan ADF) Dactylis glomerate L. kecuali kompoenen ADL, namun tidak terdapat
interaksi antara kultivar dan frekuensi defoliasi. Kitaba dan Tamir (2007)
melaporkan periode pemotongan signifikan (P<0.05) meningkatkan kandungan
ADF dan NDF beberapa rumput padangan di dataran tinggi Ethiopia. Kandungan
NDF dan ADF meningkat dari 47.5 sampai 66.9 % dan 22.4 sampai 42.9% pada
30 dan 120 hari pemotongan. Ansah et al. (2010) juga melaporkan terjadinya
peningkatan ADF, NDF dan ADL sejalan dengan peningkatan umur pada empat
varietas rumput gajah (Pennisetum purpureum).
Perlakuan interval pemotongan berpengaruh (P<0.05) baik terhadap
kecernaan bahan kering (KCBK) maupun kecernaan bahan organik (KCBO)
rumput gajah liar (Pennisetum polystachion). Perlakuan interval pemotongan 40
hari (I2) juga menunjuk kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan
organik (KCBO) tertinggi. Kecernaan bahan kering (KCBK) rumput pada
perlakuan I2 adalah 56.49% berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan I1 dan
perlakuan I3, yang masing-masing 53.37% dan 49.14%. Perlakuan I1 berbeda
nyata (P<0.05) dengan perlakuan I3. Sementara itu kecernaan bahan organik
(KCBO) tertinggi juga diperoleh pada perlakuan I2 (62.61%) berbeda nyata
(P<0.05) dengan perlakuan I1 (58.64%) dan I3 (54.02%). Perlakuan I1 juga
berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan I3.
Pemotongan pada umur 30 hari dan aplikasi pemupukan meningkatkan
kecernaan bahan kering rumput pastura yaitu 67.8% menjadi 79.7% (Kitaba dan
80

Tamir, 2007). Sama halnya dengan hasil yang diperoleh Ruggia Chiesa et al.
(2008) yang menunjukkan peningkatan umur pemotongan rumput kikuyu
(Pennisetum clandestinum) tidak mempengaruhi kecernaan bahan organik rumput.
Penurunan kecernaan rumput gajah liar berkaitan dengan perkembangan struktur
dan komposisi hijauan pada tanaman yang lebih tua. Hijauan yang berumur tua
memiliki pesentase batang yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun.
Persentasi batang yang tinggi umumnya banyak mengandung serat kasar dengan
proporsi serat yang tidak bisa dicerna lebih besar dan rendah kandungan
karbohidrat non struktural, yang menghasilkan rendahnya kecernaan hijauan
(Van Man dan Wiktorsson, 2003). Pembentukan batang yang lebih banyak
memberikan kontribusi signifikan terhadap akumulasi bahan kering. Pemanjangan
batang mampu menghasilkan daun baru pada bagian atas kanopi yang dapat
menjamin terjadi fotosintesis yang lebih banyak untuk perkembangan tanaman.
Efek negatif dari pembentukan batang ini adalah menurunnya kecernaan tanaman
pakan karena akumulasi bahan kering yang lebih tinggi pada batang dibandingkan
dengan daun (Virkajärvi et al., 2012; Kuoppala et al., 2008).
Okwori dan Magani (2010) melaporkan terjadi penurunan signifikan
kecernaan bahan organik empat spesies rumput (Andropogon gayanus, Panicum
maximum, Cynodon nlemfuensis dan Pennisetum purpureum) dari pemotongan
umur 6 minggu dan pemotongan umur 9 minggu. Hasil penelitian Van Man dan
Wiktorsson (2003) juga melaporkan hasil yang sama terhadap rumput gajah dan
dua kultivar rumput benggala (Panicum maximum cv. 280) dan broad-leaf guinea
grass (Panicum maximum cv. I.429). Chen et al., (2006) melaporkan terjadi
penurunan kecernaan bahan kering (In Vitro True Digestibility/IVTD) rumput
gajah karena memperlambat umur pemotongan. Hasil berbeda pengaruh interval
pemotongan dilaporkan oleh Daur (2016) pemotongan rumput blue panic
(Panicum antidotale retz.) sebelum dan sesudah pembungaan tidak
mempengaruhi kecernaan bahan kering pada kondisi tanah salin.
Interaksi perlakuan jarak tanam dan interval pemotongan berpengaruh
(P<0.05) terhadap kecernaan bahan kering (KCBK), namun tidak terjadi interaksi
(P>0.05) pada kecernaan bahan organik rumput gajah liar (Tabel 13). Kecernaan
bahan kering tertinggi diperoleh pada jarak tanam 60 X 60 cm interval
81

pemotongan 40 hari (J3I3), yaitu 57.76%, namun tidak berbeda nyata dengan
perlakuan jarak tanam 40 X 40 cm yang dipotong pada umur 30 hari (J2I1), jarak
tanam 40 X 40 cm yang dipotong pada umur 40 hari (J2I2) dan perlakuan jarak
tanam 40 X 40 cm yang dipotong pada umur 30 hari (J1I2), yang masing-masing
nilai kecernaan bahan keringnya berturut-turut adalah 57.38%, 57.13% dan
54.49%. Sementara itu, meskipun tidak menunjukkan perbedaan, namun
perlakuan jarak tanam 40 X 40 cm dengan interval pemotongan 40 hari (J2I2)
memberikan nilai kecernaan bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya.

Tabel 16. Interaksi jarak tanam dan interval pemotongan terhadap


kandungan ADF, NDF dan kecernaan rumput gajah liar
(Pennisetum polystachion)

Jarak Tanam Interval


ADF (%) NDF (%) KCBK (%) KCBO (%)
(cm) (hari)
30 X 30 30 47.32 60.56 50.75ab 56.86
40 55.37 60.40 54.49bc 60.88
60 56.14 65.20 50.77ab 55.16
40 X 40 30 47.54 50.01 57.38c 64.36
40 49.37 56.87 57.13c 66.31
60 56.86 66.03 48.36a 53.01
60 X 60 30 51.19 61.69 51.98ab 54.68
40 53.24 64.05 57.76c 60.64
60 62.63 68.95 48.30a 53.88
Keterangan : Angka yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda
nyata (P<0.05)
Secara umum, perlakuan jarak tanam 40 X 40 cm dengan interval
pemotongan 30 dan 40 hari (J2I1 dan J2I2) menghasilkan kandungan ADF dan
NDF yang lebih rendah, namun memiliki nilai kecernaan bahan kering dan bahan
organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam yang lain.
Kecernaan bahan organik tertinggi dari rumput gajah liar diperoleh pada jarak
tanam 40 X 40 cm dengan interval pemotongan 40 hari (J2I2). Sementara itu
kecernaan bahan kering tertinggi diperoleh pada jarak tanam 40 X 40 dengan
interval pemotongan 30 hari (J2I1), namun tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan
perlakuan J1I2, J2I2 dan J3I2.
Tidak terjadinya interaksi jarak tanam dan interval pemotongan terhadap
kandungan ADF dan NDF serta kecernaan bahan organik rumput gajah liar pada
penelitian ini diakibatkan pengaruh kondisi lingkungan yang tidak mendukung
82

untuk pertumbuhan tanaman terutama ketersediaan air yang terbatas serta


tingginya suhu pada saat penelitian. Kondisi ini mempengaruhi komposisi kimia
rumput gajah liar yang juga mempengaruhi kandungan ADF dan NDF serta
kecernaan rumput gajah liar. Wilson et al. (1989) menyatakan temperatur
mempengaruhi kecernaan dengan mengubah karakteristik morfologi tanaman
seperti rasio daun terhadap batang, jumlah daun, kandungan dinding sel,
komposisi dinding sel dan struktur dan rasio jaringan. Hasil penelitian
Thorvaldsson et al. (2007) menunjukkan terjadi penurunan kecernaan dan
konsentrasi serat tujuh spesies rumput: Kentucky bluegrass (Poa pratensis L),
timothy (Phleum pratense L), meadow foxtail (L), perennial ryegrass (Lolium
perenne L), red fescue (Festuca rubra L), tufted hair-grass (Deschampsia
caespitosa L (PB)) dan meadow fescue (Festuca pratensisHuds) dalam ruang
pertumbuhan dan percobaan rumah kaca

D. Kesimpulan

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan :


1. Penanaman rumput gajah liar dengan jarak tanam yang lebih renggang (jarak
tanam 60 X 60 cm) meningkatkan tinggi tanaman, bobot segar dan bobot
kering, kandungan bahan kering dan kandungan ADF dan NDF rumput gajah
liar.
2. Memperpanjang interval pemotongan sampai 60 hari meningkatkan tinggi
tanaman, bobot segar, bobot kering per rumpun, kandungan bahan kasar,
ADF dan NDF rumput gajah liar, namun menurunkan jumlah anakan bobot
kering per plot, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik.
3. Interaksi jarak tanam dan interval pemotongan mampu meningkatkan tinggi
tanaman, bobot segar dan bobot kering rumput gajah liar, namun memberikan
hasil yang tidak konsisten terhadap komposisi kimia, kandungan ADF dan
NDF dan kecernaan rumput gajah liar. Namun perlakuan jarak tanam 40 X 40
cm dengan interval pemotongan 40 hari menghasilkan kualitas rumput gajah
liar dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya.
83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari kedua tahap penelitian, dapat disimpulkan :


1. Rumput gajah liar memberikan respon pertumbuhan yang baik meskipun
dalam kondisi lingkungan yang kurang optimum.

2. Pengaturan jarak tanam dan interval pemotongan mampu meningkatkan


pertumbuhan, dan kualitas rumput gajah liar.

3. Pada kondisi lapangan, penanaman rumput gajah liar dengan jarak tanam 40
X 40 cm dengan interval pemotongan 40 hari memberikan hasil terbaik
terutama pada kandungan ADF, NDF dan kecernaan bahan kering dan bahan
organik rumput gajah liar.

B. Saran

Dari hasil pelaksanaan dua tahap penelitian yang telah dilakukan, dapat
disarankan :

1. Perlu dilakukan penelitian tentang pertumbuhan, kandungan nutrisi dan


kecernaan rumput gajah liar yang ditanam pada musim penghujan, sehingga
dapat data lengkap tentang potensi rumput ini sebagai pakan ternak
ruminansia.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang pertumbuhan dan kualitas rumput gajah
liar dengan melakukan penambahan kapur untuk menurunkan tingkat
keasaman tanah Ultisol.
3. Perlu dilakukan pengujian secara biologis (in vivo) untuk mengetahui
pengaruh dari pemberian rumput gajah liar terhadap pertumbuhan dan
produksi ternak rumiansia.
84

4. Perlu dilakukan pengujian secara biologis (in vivo) untuk mengetahui


pengaruh dari pemberian rumput gajah liar terhadap pertumbuhan dan
produksi ternak.
85

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, E. M., Kyriazopoulos, A., Parissi, Z. M., Sklavou, P. and Tsiouvaras,


C. N. 2010. Defoliation frequency effects on winter forage production and
nutritive value of different entries of Agropyron cristatum (L.) Gaertn.
Spanish Journal of Agricultural Research, 8(3), 703–712.

Abraham, E. M., Parissi, Z. M., Sklavou, P., Kyriazopoulos, A. and Tsiouvaras,


C. N. 2009. Defoliation frequency effects on winter forage production and
nutritive value of different entries of Dactylis glomerata L. New Zealand
Journal of Agricultural Research, 52(3), 229–237. https://doi.org/
10.1080/00288230909510508

Adiningsih, S. dan Mulyadi. 1992. Alternatif teknik rehabilitasi dan pemanfaatan


lahan alang-alang. Dalam S. Sukmana, - Suwardjo, J. S. Adiningsih, H.
Subagjo, H. Suhardjo, dan Y. Prawirasumantri (Eds.), Pemanfaatan lahan
alang-alang untuk usaha tani berkelanjutan. Prosiding Seminar Lahan
Alang-alang, Bogor, Desember 1992 (pp. 29–50). Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.

Akinrinde, A. A. 2006. Strategies for improving crops` use efficiencies of


fertilizer nutrients in sustainable Agricultural systems. Pakistan Journal of
Nutrition, 5, 185–193.

Akobundu, I., and Agyakwa, C. W. (998. A Handbook of West African Weeds


(2ed., revised and expanded). International Institue of Tropical Agriculture,
Oyo Road, PMB 5320, Ibadan, Nigeria.

Albayrak, S., Türk, M. and Yüksel, O. 2011. Effect of row spacing and seeding
rate on Hungarian Vetch yield and quality. Turkish Journal of Field Crops,
16(1), 54–58.

Allen, B. L. and Hajek, B. F. 1989. Mineral occurrence in soil environment. In J.


B. Dixon and S. B. Weed (Eds.), Mineral in Soil Environments (2nd ed., pp.
199–278). Soil Sci. Soc. Am. Madison, Wisconsin.

Angonyissa, D. and Sinsin, B. 1998. Productivity and carrying capacity of natural


grassland in Benin. Revue d’Élevage et de Médecine Vétérinaire Des Pays
Tropicaux, 51(3), 239–246.

Ansah, T., Osafo, E. L. K. and Hansen, H. H. 2010. Herbage yield and chemical
composition of four varieties of Napier (Pennisetum purpureum) grass
harvested at three different days after planting. Agric. Biol. J. Am., 1(5), 923–
929. https://doi.org/10.5251/abjna.2010.1.5.923.929

Asiegbu, J. E. and Onyeonagu, C. C. 2008. Effect of cutting frequency and


nitrogen application on herbage yield and nitrogen content of a degraded
Panicum maximum pasture. Nigerian Journal of Animal Production, 35(1),
114–127.
86

Assefa, G. 2013. Effect of plant height at cutting and previous frequency of


defoliations on DM yield and nutritive value of hay made from final
regrowth of Hyparrhenia rufa (Nees) grass. Middle-East Journal of
Scientitific Reserach, 17(8), 1055–1060. https://doi.org/10.5829/
idosi.mejsr.2013.17.08.11920

Ayub, M., Nadeem, M. A., Tahir, M., Ibrahim, M. and Aslam, M. N. 2009. Effect
of nitrogen application and harvesting intervals on forage yield and quality of
Pearl Millet (Pennisetum americanum L .). Pak. J. Life Soc. Sci, 7(2), 185–
189.

Bänziger, M., Edmeades, G. O., Beck, D. and Bellon, M. 2000. Breeding for
Drought and Nitrogen Stress Tolerance in Maize; From Theory to Practice.
Mexico, D.F.: CIMMYT.

Barker, A. V. and Bryson, G. M. 2006. Nitrogen. In A. V. Barker and D. J.


Pilbeam (Eds.), Handbook of plant nutrition. Taylor & Francis.

Bates, L. S., Waldren, R. and Teare, I. . D. 1973. Rapid determination of free


proline for water stress studies. Plant and Soil, 39(1), 205–207.
https://doi.org/10.1007/BF00018060

Bayble, T., Melaku, S., and Prasad, N. K. 2007. Effects of cutting dates on
nutritive value of Napier (Pennisetum purpureum) grass planted sole and in
association with Desmodium (Desmodium intortum) or Lablab (Lablab
purpureus). Livestock Research for Rural Development, Volume 19, Article
#11. Retrieved July 21, 2017. Retrieved from http://www.lrrd.org/lrrd19/
1/bayb19011.htm

Belaygue, C., Wery, J., Cowan, A. and Tardieu, F. 1996. Contribution of leaf
expansion, rate of leaf appearance, and stolon branching to growth of plant
leaf area under water deficit in White Clover. Crop Science, 36, 1240–1246.
https://doi.org/10.2135/cropsci1996.0011183X003600050028x

Bhatti, B. M., Mohammad, D., Sartaj. and Sultani, M.(1985. Effects of different
inter-and intra-row spacing on forage yield and quality in elephant grass.
Pakistan J. Agri. Res, 6(2), 107–112.

Bogdan, A. (1977). Tropical pasture and fodder plants (grasses and legumes).
Longman Inc. New York.

Bolat, I., Dikilitas, M., Ercisli, S., Ikinci, A. and Tonkaz, T. 2014. The effect of
water stress on some morphological, physiological, and biochemical
characteristics and bud success on apple and quince rootstocks. The Scientific
World Journal, 2014. https://doi.org/10.1155/2014/769732

Bos, H. J. 1999. Plant morphology, environment, and leaf area growth in wheat
and maize. Landbouwuniversiteit te Wageningen.

Boschini, C. 2015. Nutritional duality of mulberry cultivated and harvested for


87

ruminant feeding. FAO animal production and health paper, Rome, Italy.

Braga, G. J., Portela, J. N., Pedreira, C. G. S., Leite, V. B. O. and Oliveira, E. A.


2009. Herbage yield in Signalgrass pastures as affected by grazing
management. South African Journal of Animal Sciences, 39(SUPPL. 1), 130–
132. https://doi.org/10.4314/sajas.v39i1.61168

Bray, E. A. 2007. Plant Response to Water-deficit Stress. In Encyclopedia of Life


Sciences (pp. 1–5). Nature Publishing Group. https://doi.org/10.1002/
9780470015902.a0001298.pub2

Brima, F. I. A. 2007. Effect of seed rate and NPK fertilization on growth, yield
and forage quality of Rhodes Grass (Chloris L. kunth.). University of
Khartoum, Sudan.

Brink, G. E., Casler, M. D. and Jackson, R. D. 2014. Response of four temperate


grasses to defoliation height and interval. Communications in Biometry and
Crop Science, 9(1), 15–25.

Brink, G. E., Casler, M. D. and Martin, N. P. (2010). Meadow fescue, tall fescue,
and orchardgrass response to defoliation management. Agronomy Journal,
102(2), 667–674. https://doi.org/10.2134/agronj2009.0376

Brink, G. E., Jackson, R. D. and Alber, N. B. 2013. Residual sward height effects
on growth and nutritive value of grazed temperate perennial grasses. Crop
Science, 53(5), 2264–2274. https://doi.org/10.2135/cropsci2013.01. 0068

Briske, D. D., and Richards, J. H. 1993. Physiology of plants recovering from


defoliation. In Proceedings of the XVII International Grassland Congress
(pp. 85–94).

Budiman, B. 2013. Pengaruh pemupukan nitroden dan stress air tehadap bukaan
stomata, kandungan klorofil dan akumulasi prolin tanaman rumput gajah
(Pennietum purpureum Schum). JITP, 2(3), 159–166.

Buitink, J., Claessens, M. M. A. E., Hemminga, M. A. and Hoekstra, F. A. 1998.


Influence of watercontent and temperature on molecular mobility and
intracellular glasses in seeds and pollen. Plant Physiol, 118(2), 531–541.

Bumane, S. 2010. The influence of NPK fertilization on Lolium perenne L .


forage quality. Agronomy Research, 8(2002), 531–536.

Carrow, R. N., Johnson, B. J. and Burns, R. E. 1987. Thatch and quality of Tifway
bermudagrass turf in relation to fertility and cultivation. Agronomy Journal,
v. 79(3), 524-530–1987 v.79 no.3. https://doi.org/10.2134/ agronj1987.
00021962007900030025x

Casal, J. J., Sanchez, R. A. and Deregibus, V. A. 1986. The Effect of plant-density


on tillering - the Involvement of R/Fr ratio and the proportion of radiation
intercepted per plant. Environmental and Experimental Botany, 26(3), 365–
88

371.

Chaves, M. M. and Oliveira, M. M. 2004. Mechanisms underlying plant resilience


to water deficits: Prospects for water-saving agriculture. Journal of
Experimental Botany, 55(407), 2365–2384. https://doi.org/10.1093/
jxb/erh269

Chen, C.-S., Hwa, Y.S., Wang, S. M. and Chang, Y.-K. 1999. The relationship
between climatic factors and Acid-Detergent Fiber, Neutral-Detergent Fiber
and crude protein contents in digitgrass. Taiwan Livestock Res., 32(3), 155–
265.

Chen, C. S., Wang, S. M. and Hsu, J. T. 2006. Factors affecting in vitro true
digestibility of Napiergrass. Asian-Australasian Journal of Animal Sciences,
19(4), 507–513.

Christianse, S. and Svejcar, T. 1988. Grazing effects on shoot and root dynamics
and above - and below-ground non structural carbohyfrat in Caucasian
blustem. Grass and Forage Science, 43, 111–119.

Ciríaco, E., Silva, D., Rejane, Mansur, J., Nogueira, C., Almeida, M. and
Bandeira De Albuquerque, M. 2011. Drought stress and plant nutrition. Plant
Stress, 5(Special issue 1), 32–41.

Clavelo, T. and Razz, R. 1997. Tiller dynamics of guinea grass (Panicum


maximum) under defoliation. In F. . O’Mara, F. . Wilkins, L. ’t Mannetje, P.
A. . Lovett, D.K. Rogers, and T. . Boland (Eds.), Proceedings XVIII IGC
1997 Winnepeg, Manitoba. Wageningen Academic Publisher, Netherland.

Close, W. H. and Menke, K. H. 1986. Selected Topics in Animal Nutrition. A


Manual Prepared for the 3rd Hoheinheim Course on animal nutrition in the
tropics and semi-tropics (2nd ed.). The Institute of Animal Nutrition,
University of Hoheinheim.

Coi, G. J., Jung, E. S., Rim, Y. W., Lim, Y. C., Kim, K. Y., Sung, B. R. and Park,
G. J. 2002. Effects of drill widths and nitrogen application levels in early
spring on the growth characteristics and seed productivity of Italian ryegrass
(Lolium multiflorum Lam.). J. Korean Soc. GRassland Sci., 3, 221–226.

Cortes, P. M. and Sinclair, T. R. 1986. Water relations of field-grown soybean


under drought. Crop Science, 26. https://doi.org/10.2135/ cropsci1986.
0011183X002600050031x

Cox, J. W., Cherney, D. R. and Hanchar, J. J. 1998. Row spacing, hybrid, and
plant density effects on corn silage yield and quality. Journal of Production
Agriculture, 11, 128–134. https://doi.org/10.2134/jpa1998.0128

Crasta, O. R. and Cox, W. J. 1996. Temperature and soil water effects on maize
growth, development yield, and forage quality. Crop Science, 36, 341–348.
https://doi.org/10.2135/cropsci1996.0011183X003600020022x
89

Cuomo, G. J., Blouin, D. C., Corkern, D. L., McCoy, J. E. and Walz, R. 1996.
Plant morphology and forage nutritive value of three Bahiagrasses as
affected by harvest frequency. Agronomy Journal, 88, 85–89.
https://doi.org/10.2134/agronj1996.00021962008800010018x

Cusicanqui, J. A. and Lauer, J. G. 1999. Plant density and hybrid influence on


corn forage yield and quality. Agronomy Journal, 91(6), 911–915.
https://doi.org/10.2134/agronj1999.916911x

Danalatos, N. G., Archontoulis, S. V. and Mitsios, I. 2007. Potential growth and


biomass productivity of Miscanthus giganteus as affected by plant density
and N-fertilization in central Greece. Biomass and Bioenergy, 31(2–3), 145–
152. https://doi.org/10.1016/j.biombioe.2006.07.004

Daur, I. 2016. Feed value of blue panic (Panicum antidotale retz.) grass at
different growth stages and under varying levels of humic acid in saline
conditions. Turkish Journal of Field Crops, 21(2), 210–217.
https://doi.org/10.17557/tjfc.18296

de Freitas, F. P., da Fonseca, D. M., dos Santos Braz, T. G., Martuscello, J. A. and
Santos, M. E. R. 2012. Forage yield and nutritive value of Tanzania grass
under nitrogen supplies and plant densities. Revista Brasileira de Zootecnia,
41(4), 864–872. https://doi.org/10.1590/S1516-35982012000400006

Delaauney, A. J. and Verma, D. P. S. 1993. Proline biosynthesis and


osmoregulation in plants. The Plant Journal, 4, 215–223.

Demir, Y. 2000. Growth and proline content of germinating wheat genotypes


under ultravioleet light. Turk J Bot, 24, 67–70.

Dhanda, S. S., Sethi, G. S. and Behl, R. K. 2004. Indices of drought tolerance in


wheat genotypes at early stages of plant growth. Journal of Agronomy and
Crop Science, 190(1), 6–12. https://doi.org/10.1111/j.1439-
037X.2004.00592.x

Dong, X. and Patton, J. 2011. Biomass Allocation in Four Prairie Grasses under
Drought Stress. CGREC Annual Report, 1–4.

Donkor, N. T., Bork, E. W., and Hudson, R. J. 2003. Defoliation regime effects on
accumulated season-long herbage yield and quality in boreal grassland.
Journal of Agronomy and Crop Science, 189(1), 39–46.
https://doi.org/10.1046/j.1439-037X.2003.00007.x

Dougall, H. W. and Bogdan, A. V. 1965. The Chemical Composition of the


Grasses of Kenya—III. East African Agricultural and Forestry Journal,
30(4), 314–319. https://doi.org/10.1080/00128325.1965.11662002

Douglas, M. M., Setterfield, S. A., Rossiter, N., Barratt, J. and Hutley, L. B. 2004.
Effects of mission grass (Pennisetum polystachion (L.) Schult.) invasion on
fuel loads and nitrogen availability in a northern Australia tropical savanna.
90

In B. M. Sindel and S. B. Johnson (Eds.), Weed management: balancing


people, planet, profit. 14th Australian Weeds Conference, Wagga Wagga,
New South Wales, Australia, 6-9 September 2004 (pp. 179–181). Weed
Society of New South Wales, Sydney, Australia.

du Toit, J. C. O. 2014. Growth and tiller production of Themeda triandra as


affected by NPK fertilisation. African Journal of Range & Forage Science,
31(3), 229–232. https://doi.org/10.2989/10220119.2014.899272

Earl, H. J. and Davis, R. F. 2003. Effect of drought stress on leaf and whole
canopy radiation use efficiency and yield of maize. Agron. Agron J., 24(1),
688–698.

El-Gengaihi, S. and Abdallah, N. 1978. The effect of date of sowing and plant
spacing on yield of seed and volatile oil of Fennel (Foeniculum vulgare
Mill.). Pharmazie, 33(9), 605–606.

Esrita, Ichwan, B. dan Irianto. 2011. Pertumbuhan dan hasil tomat pada berbagai
bahan organik dan dosis Trichoderma. Jurnal Penelitian Universitas Jambi
Seri Sains, 13(2), 37–42. https://doi.org/ISSN 0852-8349

Fageria, N. K. 2009. The use of nutrients in crop plants. Annals of Botany (Vol.
105). CRC Press, Taylor & Francis Group. https://doi.org/10.1093/
aob/mcp227

Fahej, M. A. S. 2012. Screening Switchgrass (Panicum virgatum L.) for Water


Stress Tolerance. Oklahoma State University.

[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2009.


Pennisetum polystachyon (L.) Schult. Retrieved March 15, 2013, from
http://www.fao.org/ag/ AGP/AGPC/doc/GBASE/data/pf000300.htm

Farooq, M., Wahid, A., Fujita, N. K. D. and Basra, S. M. A. 2009. Plant drought
stress : effects, mechanisms and management To cite this version : Review
article. Agronomy for Sustainable Development, Springer Verlag (Germany),
29(1), 185–212. https://doi.org/10.1051/agro:2008021

Fitriatin, B. N., Yuniarti, A., Turmuktini, T. and Ruswandi, F. K. 2014. The effect
of phosphate solubilizing microbe producing growth regulators on soil
phosphate, growth and yield of maize and fertilizer ffficiency on ultisol.
Eurasian J. of Soil Sci. Indonesia, 101–107.

Flagella, Z., Rotunno, T., Tarantino, E., Di Caterina, R. and De Caro, A. 2002.
Changes in seed yield and oil fatty acid composition of high oleic sunflower
(Helianthus annuus L.) hybrids in relation to the sowing date and the water
regime. European Journal of Agronomy, 17(3), 221–230. https://doi.org/10.
1016/S1161-0301(02)00012-6

Foth, H. D. 1990. Fundamentals of Soil Science (8th ed.). John Wiley & Sons.
91

Gajbhiye, B. R., Momin, Y. D. and Puri, A. N. 2013. Effect of FYM and NPK
fertilization on growth and quality parameters of Lemongrass (Cymbopogon
flexuosus). Agriculture Science Research Journal, 3(April), 115–120.

Garg, B. K., Burman, U. and Kathju, S. 2004. The influence of phosphorus


nutrition on the physiological response of moth bean genotypes to drought.
Journal of Plant Nutrition and Soil Science, 167(4), 503–508.
https://doi.org/10.1002/jpln.200320368

Gates, R. N., Mislevy, P. and Martin, F. G. 2001. Herbage accumulation of three


Bahiagrass populations during the cool season. Agronomy Journal, 93.
https://doi.org/10.2134/agronj2001.931112x

Geren, H., and Kavut, Y. T. 2015. Effect of different plant densities on the yield
and some silage quality characteristics of giant king grass (Pennisetum
hybridum) under mediterranean climatic conditions. Turkish Journal of Field
Crops, 20(1), 85–91.

Girousse, C., Bournoville, R. and Bonnemain, J. L. 1996. Water deficit induced


changes in concentration in proline and some other amino acids in phloem
sap of Alfalfa. Plant Physiol, 111, 109–113.

Gittins, C. and Busso, C. 2010. Defoliation frequency affects


morphophysiological traits in the bunchgrass Poa ligularis. Revista
Internacional de Botanica Experimental, 79, 55–68. Retrieved from
http://www.scielo.org.ar/pdf/phyton/v79n1/v79n1a09.pdf

Göksoy, A. T., Demir, A. O., Turan, Z. M. and Daǧüstü, N. 2004. Responses of


sunflower (Helianthus annuus L.) to full and limited irrigation at different
growth stages. Field Crops Research, 87(2–3), 167–178.
https://doi.org/10.1016/j.fcr.2003.11.004

Gomez, A. A and Gomez, K. A. 1984. Statistical Procedures for Agricultural


Research (2nd ed., Vol. 6). John Wiley & Sons.

Grant, C., Bittman, S., Montreal, M., Plenchette, C. and Morel, C. 2005. Soil and
fertilizer phosphorus: Effects on plant P supply and mycorrhizal
development. Canadian Journal of Plant Science, 85(1), 3–14.
https://doi.org/10.4141/P03-182

Graybill, J. S., Cox, W. J. and Otis, D. J. 1991. Yield and quality of forage maize
as influenced by hybrid, planting date, and plant density. Agronomy Journal,
83, 559–564. https://doi.org/10.2134/agronj1991. 00021962008300030008x

Grusak, M. A., Broadley, M. R. and White, P. J. 2016. Plant Macro- and


Micronutrient Minerals. Ecyclopedia of Life Science (eLS), (2001), 1–6.
https://doi.org/10.1002/9780470015902.a0001306.pub2

Gunamanta, P. G. Winten, K. T. I. dan Sukasana, I. W. 2014. Pengaruh pupuk


NPK dan pupuk kandang sapi terhadap prouktivitas rumput Setaria
92

splendida Stapf. Majalah Ilmiah Universitas Tabanan, 11(8).

Hajibabaee, M., Azizi, F. and Zargari, K. 2012. Effect of drought stress on some
morphological, physiological and agronomic traits in various foliage corn
hybrids. American-Eurasian Journal of Agriculture & Enviromental
Science., 12(7), 890–896. https://doi.org/10.5829/idosi.aejaes.2012.
12.07.1751

Hakim, N., Nyakpa, Y., Lubis, A. M., Rusdi Saul, M., Diha, A., Ban Hong, G.
dan Bailey, H. H. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.

Hamim, H. 2005. Photosynthesis of C3 and C4 species in response to increased


CO2 concentration and drought stress. Hayati : Journal of Biosciences,
12(4), 131–138. https://doi.org/10.1016/S1978-3019(16)30340-0

Hanson, A. P. and Hitz, W. 1982. Metabolic response of mesophytes to plant


water deficits. Annual Review of Plant Physiology and Molecular Biology,
33, 163–203.

Hare, P. D. and Cress, W. A. 1997. Metabolic implications of stress-induced


proline accumulation in plants. Plant Growth Reg., 21, 79–102.

Hassan, A., Zewdu, T., Urge, M. and Fikru, S. 2015. Effect of nitrogen fertilizer
application on nutritive value of Cenchrus ciliaris and Panicum maximum
grown under irrigation at Gode, Somali Region. J. Nutr Food Sci, 11(5), 1–6.
https://doi.org/10.4172/2155-9600.1000S11005

Henzell, E. 1971. Recovery of nitrogen from four fertilizers applied to Rhodes


grass in small plots. Aust. J. Exp. Agr., 11(51), 420–430.

Heuzé, V. and Tran, G. 2011. Mission grass (Pennisetum polystachion). Retrieved


from http://www.feedipedia.org/node/400

Hidayat, I. 2002. Penggunaan bakteri Azospirillum sp. pada tanah podsolik


merah kuning terhadap pertumbuhan, produksi dan kualitas rumput Setaria
splendida stapf. dan Chloris gayana kunth. Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Hintz, H. F., Schryver, H. F. and Williams, J. 1985. Correlation cooficients


between nutrients in forages. Can. J. Anim. Sci., 65, 251–253.

Hodgson, J. 1990. Grazing management: Science into practice. Harlow: Longman


Group UK Ltd.

Hoekstra, F. A., Golovina, E. A. and Buitink, J. 2001. Mechanisms of plant


desiccation tolerance. Trends in Plant Science, 6, 431–438.

Holechek, J. L. 1982. Fertilizer Effects on Above- and Below- ground Biomass of


Four Species. Journal of Range Management, 35(1), 39–42.
93

Humphreys, L. R. 1980. A Guide to Better Pastures for The Tropics and Sub-
tropics (4th ed.). Wright Stephenson and Co., Australia.

Iftikhar, A., Aslam Khan, M. and Qasim, M. 2003. Growth and Development of
Different Turfgrasses as Influenced by Nitrogen Application and Leaf
Nitrogen Contents. International Journal of Agriculture & Biology, 5(2),
175–178.

Jaleel, C. A., Manivannan, P., Lakshmanan, G. M. A., Gomathinayagam, M. and


Panneerselvam, R. 2008. Alterations in morphological parameters and
photosynthetic pigment responses of Catharanthus roseus under soil water
deficits. Colloids and Surfaces B: Biointerfaces, 61(2), 298–303.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/j.colsurfb.2007.09.008

Jaleel, C. A., Maniyannan, P., Sankar, B., Kishorekumar, A. and Gopi, R. 2007.
Water deficit stress mitigation by calcium chloride in Catharanthus roseus:
Effects on oxidative stress, proline metabolism and indole alkaloid
accumulation. Colloids Surf. B. Biointerf, 60, 110–116.

Jawad, M. M., Al-shahwany, A. W. and Khudhair, S. H. 2015. Effect of bio-


chemical fertilizer on proline accumulation, catalase and peroxidase enzymes
activity in leaves of two wheat cultivars (Ipa99 and Rabyaa) under water
deficit stress. Iraqi Journal of Science, 56(2), 1350–1358.

Jones, R. M., Tothill, J. C. and Jones, R. J. 1984. Pastures and pasture


management in the tropics and sub-tropics. Tropical Grassland Society of
Australia.

Jupp, A. P., and Newman, E. I. 1987. Morphological and anatomical effects of


severe drought on the roots of Lolium perenne L. New Phytologist, 105, 393–
402. https://doi.org/10.1111/j.1469-8137.1987.tb00876.x

Kamel, M. S., Abdel-Raouf, M. S., EI-Din, S. A. and Abbas, T. 1983. Effects of


cutting height and frequency and nitrogen application rate on growth and
forage yield of Napier grass, Pennisetum purpureum Schum. Annals of
Agricultural Science, University of Ain Shams (Egypt), 28(607–625).

Karagić, D., Mihailović, V., Katić, S., Mikić, A., Milić, D., Vasiljević, S. and
Milošević, B. 2011. Effect of row spacing on seed yield of hairy, common
and Hungarian vetches. Romanian Agricultural Research, (28), 143–150.

Khan, A. ., McNeilly, T. and Azhar, F. 2001. Stress tolerance in crop plants. Int.
J. Agric. Biol, 3, 250–255.

Khan, R. I., Alam, M. R. and Amin, M. R. 1999. Effect of season and fertilizer on
species composition and nutritive value of native grasses. Asian-Australasian
Journal of Animal Sciences, 12(8), 1222–1227. https://doi.org/10.5713/
ajas.1999.1222

Khorshidi, J., Fakhr Tabatabaie, M., Omidbaigi, R. and Sefidkon, F. 2009. The
94

Effect of Different Densities of Planting on Morphological Characters, Yield,


and Yield Components of Fennel (Foeniculum vulgare Mill cv. Soroksary).
Journal of Agricultural Science, 1(2), 66–73. https://doi.org/10.5539/
jas.v1n2p66

Kilcher, M. 1981. Plant Development, Stage of Maturity and Nutrient


Composition. Journal of Range Management, 34(5), 363–364.

Kitaba, A. and Tamir, B. 2007. Effect of harvesting stage and nutrient levels on
nutritive values of natural pasture in central highlands of Ethiopia.
Agricultura Tropica et Subtropica, 40(November 2001), 7–13. Retrieved
from http://www.projects.its.czu.cz/ats/pdf_files/vol_40_1_pdf/KITABA.pdf

Kitessa, S., Flinn, P. C. and Irish, G. G. 1999. Comparison of methods used to


predict the in vivo digestibility of feeds in ruminants. Australian Journal of
Agricultural Research, 50(5), 825–841. https://doi.org/10.1071/AR98169

Kramer, P. J. 1969. Plant and water relationships. A modern synthesis. McGraw-


Hill, New York.

Kristyowantari, R. 1992. Pengaruh interval dan tinggi pemotongan terhadap


produksi dan beberapa aspek kualitas rumput Raja. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Kumar, D. and Nikhil, K. 2016. Effect of FYM , NPK and Algal fertilizers on the
Growth and Biomass of Vetiver Grass (Vetiveria nass, L). International
Journal of Engineering and Applied Sciences (IJEAS), 3(3), 85–89.

Kumar, G. S., Madhusudhan, K. V., Sreenivasulu, N., and Sudhakar, C. 2000.


Stress responses in two genotypes of mulberry (Morus alba L.) under NaCl
salinity. Indian Journal of Experimental Biology, 38(2), 192–195.

Kuoppala, K., Rinne, M., Nousiainen, J. and Huhtanen, P. 2008. The effect of
cutting time of grass silage in primary growth and regrowth and the
interactions between silage quality and concentrate level on milk production
of dairy cows. Livestock Science, 116(1), 171–182.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/j.livsci.2007.10.002

Kusuma, M. E. (2014). Respon rumput gajah (Pennisetum purpureum) terhadap


pemberian pupuk majemuk. Jurnal Ilmu Hewani Tropika, 3(1), 6–11.

Kusumawati, I. N., Witariadi, N. M., Budiasa, I. K., Suranjaya, I. G. dan Roni, N.


G. K. 2016. Pengaruh jarak tanam dan dosis bio-urin terhadap pertumbuhan
dan hasil rumput Panicum maximum pada pemotongan ketiga. Dalam
Seminar Nasional V HITPI : Intensifikasi sistem produksi hijauan pakan
untuk penguatan ketahanan pangan (pp. 15–20).

Kusvuran, A., Kaplan, M. and Nazli, R. I. 2014. Effectc of mixture ratio and row
spacing in Hungarian Vetch (Vicia pannonica Crantz.) and annual Ryegrass
(Lolium multiflorum Lam.) intercropping on yield and quality under semiarid
95

climate conditon. Turkish Journal of Field Crops, 19(1), 118–128.

Kuwahara, F. A., Souza, G. M., Guidorizi, K. A., Costa, C. and Meirelles, P. R. de


L. 2016. Phosphorus as a mitigator of the effects of water stress on the
growth and photosynthetic capacity of tropical C4 grasses. Acta Scientiarum.
Agronomy, 38(3), 363. https://doi.org/10.4025/actasciagron.v38i3.28454

Lee, S. 1988. Weed to watch: Pennisetum polystachion. MACA Newsletter vol 1


(2): 11-12.

Li, Y. Z., Wang, F. X. and Liu, L. H. 1999. Use and management of soil water
and nitrogen resource. I. Soil water and nitrogen conditions and root
development. Plant Nutr. Fert. Sci., 5, 206–313.

Liang, J. C. 1982. The response of Napier grass (Pennisetum purpureum) to


animal manure and chemical fertiliser. 1. ffects on dry matter yield and
quality. Journal of the Agricultural Association of China (Taiwan), 119(64–
74).

Lingga, P. and Marsono, M. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Lounglawan, P., Lounglawan, W. and Suksombat, W. 2014. Effect of cutting


interval and cutting height on yield and chemical composition of King
Napier Grass (Pennisetum Purpureum x Pennisetum Americanum). APCBEE
Procedia, 8(Caas 2013), 27–31. https://doi.org/10.1016/j.apcbee.2014.01.075

Lugiyo, L. dan Sumarto, S. 2000. Teknik budidaya Rumput Gajah cv. Hawaii
(Pennisetum purpureum). In Temu Teknis non Peneliti (pp. 120–125). Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Lyon, D. J. 2009. How Do Plant Populations Affect Yield? Press Releases from
Panhandle Research and Extension Center, 19, 1–4. Retrieved from
http://digitalcommons.unl.edu/panpressrel%5Cnhttp://digitalcommons.unl.ed
u/panpressrel/19%5Cnhttp://digitalcommons.unl.edu/panpressrel%5Cnhttp://
digitalcommons.unl.edu/panpressrel/19

Mahajan, S. dan Tuteja, N. 2005. Cold, salinity and drought stress. Archives of
Biochemistry and Biophysics, 444, 139–158. https://doi.org/10.1002/
9783527628964.ch7

Mahmood, A., Ullah, H., Shahzad, A. N., Ali, H., Ahmad, S., Zia-Ul-Haq, M.
Hasanuzzaman, M. 2013. Dry matter yield and chemical composition of
sorghum cultivars with varying planting density and sowing date. Sains
Malaysiana, 42(10), 1529–1538.

Malhi, S. dan Gill, K. 2004. Fertilizer management of forage crops in the


Canadian Great Plains. Recent Res Dev Crop 1, 1–50. Retrieved from
http://www1.foragebeef.ca/$foragebeef/frgebeef.nsf/all/frg90/$FILE/fertilliz
ermanagementofforagecropscanadiangreatplains.pdf
96

Man, D., Bao, Y. X., Han, L. B. dan Zhang, X. 2011. Drought tolerance
associated with proline and hormone metabolism in two tall fescue cultivars.
HortScience, 46(7), 1027–1032.

Maralian, H. dan Ebadi, A. 2010. Influence of water deficit stress on wheat grain
yield and proline accumulation rate. African Journal of Agricultural
Research, 5(4), 286–289. Retrieved from http://www.academicjournals.org/
journal/AJAR/article-abstract/ A9B8F3837406

May, A., de Souza, V. F., Gravina, G. D. and Fernandes, P. G. 2016. Plant


population and row spacing on biomass sorghum yield performance. Ciencia
Rural, Santa Maria, 46(3), 434–439. https://doi.org/10.1590/0103-
8478cr20141133

McCue, K. F. dan Hanson, A. D. 1990. Drought and salt tolerance: towards


understanding and application. Trends in Biotechnology, 8, 358–362.

McIlroy, R. J. 1976. Pengantar budidaya padang rumput tropika ; diterjemahkan


Subadio, I., Susetyo, S. dan Soedarmadi, H. Pradnya Paramita, Jakarta.

Meier, H., and Reid, J. S. G. 1982. Reserve polysaccharides other than starch in
higher plants. In F. A. Loewus dan W. Tanner (Eds.), Encyclopedia of Plant
Physiology (pp. 418–471). Springer-Verlag, Berlin.

Mengel, K. dan Kirby, E. A. 2001. Principles of Plant Nutrition (5th ed.). Kluwer
Academic Publishiers.

Meyer, R. F., dan Boyer, J. S. 1981. Osmoregulation, solute distribution, and


growth in soybean seedlings having low water potentials. Planta, 151(5),
482–489. https://doi.org/10.1007/BF00386543

Miller, I. 2006. Management of Mission Grass (Pennisetum polystachion) Agnote.


No: F38. Biosecurity and Product Integrity, Department of Primary Industry,
Fisheries and Mines, Northern Territory Government, Darwin, Northern
Territory.

Mishra, I. N. dan Sandhya, J. 1996. Nutritive profile of some grasses of


Darbhanga. Environment and Ecology, 14(1), 93–95.

Mislevy, P., Burton, G. W. dan Busey, Y. 1990. Bahiagrass Response to Grazing


Frequency. Soil Crop Sci. Soc. Fla., 50, 58–64.

Mounika, B., Chellamuthu, V. and Sridevi, V. 2015. Plant Spacing influence on


the Relative Productivity of Bajra Napier Hybrid Grass. National Academy of
Agricural Science (NAAS), 33(2), 875–878.

Mukhtar, M. 2006. Dry matter roductivity of the dwarf and normal


Elephantgrasses as affected by the planting density and cutting frequency.
Jurnal Ilmu Ternak Dan Veteriner, 11(3), 198–205.
97

Mulyani, A., Rachman, A. dan Daira, A. 2010. Penyebaran lahan masam, potensi
dan ketersediaannya untuk pengembangan pertanian. Dalam Prosiding
Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Murphy, L. 1996. Effects of row spacing on dryland forage grass quality


Abstract : Montana State University.

National Research Council. 2000. Nutrient Requitments of Beef Cattle (Seventh


Re). The National Academy Press.

Navie, S. C. and Adkins, S. W. 2007. Environmental Weeds of Australia. Centre


for Biological Information and Technology, The University of Queensland,
Brisbane, Queensland. Brisbane, Queensland: Centre for Biological
Information and Technology,.

Nevens, F. and Rehuel, D. 2003. Effects of cutting or grazing grass swards on


herbage yield, nitrogen uptake and residual soil nitrate at different levels of
N fertilization. Grass and Forage Science, 58(4), 431–449.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2494.2003.00396.x

Ningalo, R. R., Kaligis, D. A. dan Bawole, N. 2017. Pengaruh defoliasi dan level
pupuknitrogen terhadap performans rumput Brachiaria humidicola (Rendle)
Schweick cv. Tully. Jurnal Zootek, 37(1), 25–32.

Nohong, B. and N. S. 2015. Effect of water stress on growth , yield , proline and
soluble sugars contents of Signal grass and Napier grass species. American-
Eurasian Journal of Sustainable Agriculture, 9(5), 14–21.

Nonami, H. 1998. Plant water relation and control of cell elongation at low water
potentials. Journal of Plant Reseach, 111(373–382).

Noogle, G. R. dan Fritz, G. J. 1983. Introductory Plant Physiology. Prentice-Hall,


Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.

Nopriani, U., Karti, P. dan Prihantoro, I. 2014. Produktivitas Duckweed (Lemna


minor) sebagai hijauan pakan alternatif ternak pada intensitas cahaya yang
berbeda. JITV, 19(4), 272–286.

Okwori, A. I. and Magani, I. E. 2010. Influence of nitrogen sources and cutting


interval on the digestility of four (4) grass species in the southern guinea
savanna of Nigeria. Agriculture and Biology Journal of North America, 1(4),
526–533. Retrieved from http://scihub.org/ABJNA/PDF/2010/4/1-4-526-
533.pdf

Olanite, J. A., Anele, U. Y., Arigbede, O. M., Jolaosho, A. O. and Onifade, O. S.


2010. Effect of plant spacing and nitrogen fertilizer levels on the growth,
dry-matter yield and nutritive quality of Columbus grass (Sorghum almum
stapf) in southwest Nigeria. Grass and Forage Science, 65(4), 369–375.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2494.2010.00755.x
98

Onyeonagu, C. and Asiegbu, J. . 2005. Effects of cutting management and N-


fertilizer application on plant height, tiller production and percentage dry
matter in a run-down Panicum Maximum pasture. Journal of Agriculture,
Food, Environment and Extention, 4(2), 28–33.

Osório, J., Osório, M. L., Chaves, M. M. and Pereira, J. S. 1998. Water deficits
are more important in delaying growth than in changing patterns of carbon
allocation in Eucalyptus globulus. Tree Physiology, 18, 363–373.
https://doi.org/10.1093/treephys/18.6.363

Overman, A. R. and Scholtz, R. V. 2003. Dry matter production and cutting


interval for perennial grasses. Communications in Soil Science and Plant
Analysis, 34(June 2011), 225–229. https://doi.org/10.1081/CSS-120017427

Pandey, R. 2015. Mineral nutrition of plants. In B. Bahadur, M. V. Rajam, L.


Sahijram, and K. V. Krishnamurthy (Eds.), Plant Biology and Biotechnology.
Springer India. https://doi.org/10.1007/978-81-322-2286-6

Parsons, W. T. and Cuthbertson, E. G. 2001. Noxious weeds of Australia.


Collingwood, Victoria: CSIRO Publishing.

Partridge, I. J. 1986. Effect of stocking rate and superphosphate level on an


oversown fire climax grassland of mission grass (Pennisetum polystachyon)
in Fiji. Tropical Grasslands, 20(4), 166–173.

Patidar, M. and Rajora, M. P. 2009. Forage yield and quality of different


genotypes of Buffel grass (Cenchrus ciliaris) at various cutting intervals.
Annals of Arid Zone, 48(1), 51–55.

Patil, V. C., Al-Gaadi, K. A., Madugundu, R., Tola, E., Marey, S., Mulla, D. and
Upadhyaya, S. (2016). Response of Rhodes grass to variable rate application
of irrigation water and fertilizer nitrogen. Pakistan Journal of Agricultural
Sciences, 53(3), 599–607. https://doi.org/10.21162/PAKJAS/16.3491

Pebriansyah, A. 2012. Effect of drought stress and additiom Arbuscula


Mychorizal Fungi (AMF) on growth and productivity of tropical grasses
(Chloris gayana, Paspalum dilatatum, and Paspalum notatum ). Pastura,
2(1), 41–48.

Peiretti, P. G. 2009. Effects of growth stage on chemical composition, organic


matter digestibility, gross energy and fatty acid content of safflower
(Carthamus tinctorius L.). Ivestock Research for Rural Development.
Volume 22, Article #206. Retrieved July 21, 2017, from
http://www.lrrd.org/lrrd21/12/peir21206.htm.

Peng, Z., Lu, Q. and Verma, D. P. S. 1996. Reciprocal regulation of Delta(1)-


pyrroline-5-carboxylate synthetase and proline dehydrogenase genes controls
proline levels during and after osmotic stress in plants. Mol Gen Genet,
253(3), 334–41.
99

Plensicar, M. and Kustori, R. 2005. Corn yield and water use as influenced by
irrigation level, N rate and planting populations. Trans. Kansan Acad.
Science, 53(4), 121–7.

Pontes, L. S., Carrère, P., Andueza, D., Louault, F. and Soussana, J. F. 2007.
Seasonal productivity and nutritive value of temperate grasses found in semi-
natural pastures in Europe: Responses to cutting frequency and N supply.
Grass and Forage Science, 62(4), 485–496. https://doi.org/10.1111/j.1365-
2494.2007.00604.x

Prado, F. E., Boero, C., Gallarodo, M. and Gonzales, J. 2000. Effect of NaCl on
germination, growth and soluble sugar content in Chenopodium quinoa
Willd. seeds. Bot Bull Acad Sin, 41, 27–34.

Prajapati, K. and Modi, H. A. 2012. The importance of potassium in plant growth


- a review. Indian Journal of Plant Sciences, 1(2–3), 177–186.

Prasetyo, B. H., Subardja, D. dan Siswanto, A. B. 200). Karakteristik, potensi, dan


teknologi Pengelolaan tanah ultisol untuk Pengembangan pertanian lahan
Kering di Indonesia. Litbang Pertanian, 23, 1–12.

Prasetyo, B. H., Suharta, N. and Subagyo, H. 200). Chemical and mineralogical


propoerties of ultisols of Sasamba area, East Kalimantan.

Priyadarshani, N. D. N., Amarasinghe, M. K. T. K., Subasinghe, S. and


Kumarasinghe, I. R. P. and H. K. M. 2013. Effect of organic and inorganic
fertilizers on biomass production, oil yield and quality Vetiver (Vetiveria
zizanioides L.). The Journal of Agricultural Sciences, 8(1), 28–35.

Purbajanti, E. D., Anwar, S. and Kusmiyati, F. 2012. Drought stress effect on


morphology characters , water use efficiency , growth and yield of guinea
and napier grasses. International Research Journal of Plant Science, 3(4),
47–53.

Purbajanti, E. D., Soetrisno, R. R., Hanudin, E. dan Budhi, S. P. S. 2011.


Produksi, kualitas, dan kecernaan in vitro tanaman rumput benggala
(Panicum maximum) pada lahan salin. Buletin Peternakan, 35(1), 30–37.

Rafiei, M. 2009. Influence of tillage and plant density on mungbean. American-


Eurasian Journal of Sustainable Agiculture, 3(4), 877–880. Retrieved from
http://www.aensiweb.net/AENSIWEB/aejsa/aejsa/2009/877-880.pdf

Riaz, A., Younis, A., Hameed, M. and Kiran, S. 2010. Morphological and
biochemical responses of turf grasses to water deficit conditions. Pakistan
Journal of Botany, 42(5), 3441–3448.

Ruggia Chiesa, A. P., Kozloski, G. V., Bonnecarrère Sanchez, L. M., Lima, L. D.,
Oliveira, L., Härter, C. J. and Cadorin, R. L. 2008. Age of regrowth as a
factor affecting the nutritive value of hay of kikuyu grass (Pennisetum
clandestinum) offered to lambs. Grass and Forage Science, 63(2), 193–201.
100

https://doi.org/10.1111/j.1365-2494.2007.00624.x

Rusdy, M. 2010. Dry matter production, carbohydrtae reserve content and


nitrogen utilization in some tropical grasses as influenced by nitrogen
fertilization and age of plants. JITP, 1(1), 28–34.

Saddam, S., Bibi, A., Sadaqat, H. A. and Usman, B. F. 2014. Comparison of 10


Sorghum (Sorghum bicolor L) Genotypes under various Water stress
Regimes. The Journal of Animal & Plant Sciences, 24(6), 1811–1820.

Sajimin, Kompiang, I., Supriyati, dan Suratmin, M. 2001. Penggunaan


biofertilizer untuk peningkatan produktivitas hijauan pakan rumput gajah
(Pennisetum purpureum cv. Africa) pada lahan marjinal di Subang Jawa
Barat. Media Peternakan, 24(2), 46–50.

Salehi, A., Tasdighi, H. and Gholamhoseini, M. 2016. Evaluation of proline,


chlorophyll, soluble sugar content and uptake of nutrients in the German
chamomile (Matricaria chamomilla L.) under drought stress and organic
fertilizer treatments. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 6(10),
886–891. https://doi.org/10.1016/j.apjtb.2016.08.009

Samaras, Y., Bressan, R. A., Csonka, L., Garcia-Rios, M. G., Paino, D. and
Rhodes, D. 1995. Proline accumulation during water deficit. In N. Smirnoff
(Ed.), Environment and plant metabolism. Flexibility and acclimation (pp.
161–187). BIOS Scientific Publishers.

Sanderson, M. A., Voigt, P. and Jones, R. M. 2014. Yield and quality of warm-
season grasses in central Texas. J. Range Management, 52(2), 145–150.

Sarief, S. 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. CV. Pustaka


Buana, Bandung.

Särkijärvi, S., Sormunen-Cristian, R., Heikkilä, T., Komppa, J., Rinne, M. and
Saastamoinen, M. 2008. Effect of grass species and time of cutting on in vivo
digestibility in horses and sheep. In M. Saastamoinen (Ed.), Nutrition of the
exercising horse : 4th European Workshop on Equine Nutrition (EWEN) (p.
26). MTT Agrifood Research Finland.

Sarwar, M., Mahr-un-Nisa, Ajmal Khan, M. and Mushtaque, M. 2006. Chemical


composition, herbage yield and nutritive value of Panicum antidotale and
Pennisetum orientale for Nili buffaloes at different clipping intervals. Asian-
Australasian Journal of Animal Sciences, 19(2), 176–180.

Sawwan, J., Shibli, R. a., Swaidat, I. and Tahat, M. 2000. Phosphorus regulates
osmotic potential and growth of African violet under in vitro‐induced water
deficit. Journal of Plant Nutrition, 23(6), 759–771. https://doi.org/10.1080/
01904160009382057

Serrano, L. J. P. and Pugnaire, F. I. 1999. Constraints by Water Stress on Plant


Growth. In M. Pessarakli (Ed.), Handbook of Plant and Crop Stress (pp.
101

271–283). CRC Press.

Seseray, D. Y., Santoso, B. dan Lekitoo, N. 2013. Produksi rumput gajah


(Pennisetum purpureum) yang diberi pupuk N, P dan K dengan dosis 0 , 50
dan 100 % pada devoliasi hari ke-45. Sains Peternakan, 11(1), 49–55.

Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. CV. Simplex, Jakarta.

Shwarpshakka, S. Y., Dalakon, C. and Kapang, H. 2016. Effect of cutting height


and frequency on the forage yield of signal grass (Brachiaria decumbens).
International Journal of Science and Applied Science, 1(1), 47–50.

Siddique, K. H. M., Belford, R. K. and Tennant, D. 1990. Root:shoot ratios of old


and modern, tall and semi-dwarf wheats in a mediterranean environment.
Plant and Soil, 121(1), 89–98. https://doi.org/10.1007/BF00013101

Sinaga, R. 2008. Air pada rumput gajah dan rumput raja akibat penurunan
ketersediaan air. Jurnal Biologi Sumatera, 3(1), 29–35.

Singer, J. W. 2002. Species and Nitrogen Effect on Growth Rate, Tiller Density,
and Botanical Composition in Grass Hay Production. Crop Science, 42, 208–
214. https://doi.org/10.2135/cropsci2002.2080

Singh, N. P. and Singh, R. A. 2002. Scientific Crop Production. X Press Graphics,


Delhi-28.

Sinthika, K., Sinniah, J., Sivaneson, S. and Sarmini, N. 2014. Effects of plant
spacing on yields and nutritive values of hybrid Napier grass CO-3 in dry
zone of Sri Lanka. Retrieved from http://repo.lib.jfn.ac.lk/ujrr/handle/
123456789/693

Sirait, J. 2005. Pertumbuhan dan Serapan Nitrogen Rumput pada Naungan dan
Pemupukan Berbeda. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Retrieved from http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/8951

Sirait, J., Tarigan, A. dan Simanihuruk, K. 2015. Karakteristik morfologi rumput


gajah kerdil (Pennisetum purpureum cv Mott) pada jarak tanam berbeda di
dua agroekosistem di Sumatera Utara. In Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp. 643–649).

Sitompul, S. M. dan Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah


Mada University Press, Yogyakarta.

Smart, A. J., Schacht, W. H. and Moser, L. E. 2001. Predicting leaf/stem ratio and
nutritive value in grazed and nongrazed big bluestem. Agronomy Journal,
93(6), 1243–1249. https://doi.org/10.2134/agronj2001.1243

Smeekens, S. 2000. Sugar-induced signal transduction in plants. Annual Review of


Plant Physiology and Molecular Biology, 51, 49–81.
102

Smirnoff, N. and Cumbes, Q. J. 1989. Hydroxylradical scavenging activity of


compatible solutes. Phytochemistry, 28, 1057–1060.

Soekardi, M., Retno, M. W. dan Hikmatullah, H. 1993. Inventarisasi dan


karakterisasi lahan alang-alang. Dalam S. Sukmana, S. Suwardjo, J. Sri
Adiningsi, H. Subagyo, H. Suhardho, dan Y. Prawirasumantri (Eds.),
Pemanfaatan Lahan Alang- alang untuk Usaha Tani Berkelanjutan.
Prosiding Seminar Lahan Alang-alang (pp. 1–8). Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.

Soepraptohardjo, M. 1961. “Tanah Merah” di Indonesia. Balai Besar


Penjelidikan Pertanian, Bogor, Indonesia.

Somasegaran, P. and Hoben, H. J. (1994). Handbook for rhizobia: Methods in


Legume-Rhizobium Technology. Springer-Verlag.

Stanisavljevi, R., Markovi, J., Dini, B., Lazarevi, D., Milenkovi, J.,and An, B.
2009. Yield and chemical composition of Orchard grass harvest remains-
straw (Dactylis glomerata L.) depending on the vegetation space and
application of mineral fertilizers. Biotechnology in Animal Husbandry, 25(5–
6), 1233–1239.

Stanley, R. L. and Rhoads, F. M. 2000. Bahiagrass production, nutrient uptake,


and soil-test P and K. Proceedings - Soil and Crop Science Society of
Florida, 59, 159–163.

Stanton, D., Grombacher, A. W., Pinnisch, R., Mason, H. and Spaner, D. 2007.
Hybrid and population density affect yield and quality of silage maize in
central Alberta. Canadian Journal of Plant Science, 87(4), 867–871.
https://doi.org/10.4141/CJPS06024

Stoskopf, N. 1981. Undestanding Crop Production. Reston Publishing Company,


Inc. Virgina.

Stür, W. ., Shelton, H. and Gutteridge, R. 1994. Defoliation management of


forage tree legumes. In R. . Gutteridge and H. . Shelton (Eds.), Forage tree
legumes in tropical agriculture (p. 168=167). CAB International, UK.

Subagyo, H., Suharta, N. dan Siswanto, A. B. 2004. Tanah-tanah pertanian di


Indonesia. In A. Adimihardja, L. I. Amen, F. Agus, dan D. Djaenudin (Eds.),
Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya (pp. 21–66). Bogor:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Sudirman. 2013. Evaluasi Pakan Tropis: Dari Konsep ke Aplikasi (Metode in-
vitro Feses). Pustaka Reka Cipta, Bandung.

Susanti, S. 2007. Produksi dan kecernaan in vitro rumput gajah pada berbagai
imbangan pupuk nitrogen dan sulfur. Buana Sains, 7(2), 151–156.

Syahputra, E., Fauzi, F. dan Razali, R. 2015. Karakteristik sifat kimia sub grup
103

tanah ultisol di beberapa wilayah Sumatera Utara. Jurnal Agroekoteknologi,


4(1), 1796–1803.

Taiz, L. and Zeiger, E. 2002. Plant Physiology. Sinauer Associates Inc.,


Publishers Sunderland, Massachusetts U.S.A. https://doi.org/10.1104/
pp.900074

Temu, V., Rude, B. and Baldwin, B. 2014. Nutritive value response of native
warm-season forage grasses to harvest intervals and durations in mixed
stands. Plants, 3(2), 266–283. https://doi.org/10.3390/plants3020266

Tezara, W., Mitchell, V., P., D. S. and Lawlor, D. W. 2002. Effects of water
deficit and its interaction with CO2 supply on the biochemistry and
physiology of photosynthesis in sunflower. J. Exp.Bot., 375(53), 1781–1791.

Thorvaldsson, G., Tremblay, G. F. and Tapani Kunelius, H. 2007. The effects of


growth temperature on digestibility and fibre concentration of seven
temperate grass species. Acta Agriculturae Scandinavica, Section B — Soil &
Plant Science, 57(4), 322–328. https://doi.org/10.1080/09064710600984221

Tilley, J. M. A. and Terry, R. 1963. A two-stage technique for the in vitro


digestion of forage crops. J. Brit. Grassl. Soc, 18(104–111).

Tillman, D. 1988. On the meaning of competition and the mechanisms of


competitive superiority. Functional Ecology, 1, 304–315.

Timpong-Jones, E. C., Adjorlolo, L. K. and Ayizanga, R. A. 2015. The impact of


harvest frequency on herbage yield and quality of cynodon nlemfuensis.
West African Journal of Applied Ecology, 23(2), 7–15.

Tjitrosoedirjo, S. 1990. Pennisetum polystachion (L.) Schult. Weed Info Sheet.


SEAWIC SEAMEO BIOTROP. Bogor, Indonesia.

Tomlinson, K. W. and O’Connor, T. G. 2004. Control of tiller recruitment in


bunchgrasses: Uniting physiology and ecology. Functional Ecology, 18(4),
489–496. https://doi.org/10.1111/j.0269-8463.2004.00873.x

Torales, A. T. A., Acosta, G. L., Deregibus, V. A. and Moauro, P. M. 2000.


Effects of grazing frequency on the production, nutritive value, herbage
utilisation, and structure of a Paspalum dilatatum sward. New Zealand
Journal of Agricultural Research, 43(March), 467–472.
https://doi.org/10.1080/00288233.2000.9513443

Tremmel, D. C. and Bazzaz, F. A. 1993. How Neighbor Canopy Architecture


Affects Target Plant Performance. Ecology, 74(7), 2114–2124.
https://doi.org/10.2307/1940856

Trenholm, L. E., Dudeck, A. E., Sartain, J. B. and Cisar, J. L. 1998. Bermudagrass


growth, total nonstructural carbohydrate concentration, and quality as
influenced by nitrogen and potassium. Crop Science, 38(1), 168–174.
104

https://doi.org/10.2135/cropsci1998.0011183X003800010028x

Trenton, F. S. and Joseph, G. L. 2005. Corn stalk response to plant population and
the Bt–European corn borer trait. Agron J., 97, 1129–35.

Troelsen, J. E. 1969. Quality of hay and roughage. In Proc. Can. Forage Crops
Symp. (pp. 1–18).

Turner, L. R., Donaghy, D. J., Lane, P. A. and Rawnsley, R. P. 2006. Effect of


defoliation interval on water-soluble carbohydrate and nitrogen energy
reserves, regrowth of leaves and roots, and tiller number of cocksfoot
(Dactylis glomerata L.) plants. Australian Journal of Agricultural Research,
57(2), 243–249. https://doi.org/10.1071/AR05130

Twidwell, E. K., Johnson, K. D., Cherney, J. H. and Volenec, J. J. 1988. Forage


quality and digestion kinetics of Switchgrass herbage and morphological
components. Crop Science, 28, 778–782. https://doi.org/10.2135/
cropsci1988.0011183X002800050011x

Ullah, M. A., Anwar, M. and Rana, A. S. 2010. Effect of nitrogen fertilization and
harvesting intervals on the yield and forage quality of elephant grass
(Pennisetum purpureum) under mesic climate of Pothowar plateau. Pak. J.
Agri. Sci, 47(3), 231–234.

Umami N., M. P. Dewi , B. Suhartanto, C. T., Noviandi, B. Suwignyo, N. Suseno,


G. Ishigaki, R. and Akashi. 2015. Growth and productivity of Brachiaria
brizantha cv MG 5 under the effect of different dose of NPK fertilization. In
The 6th ISTAP International Seminar on Tropical Animal Production (pp.
978–979).

Valentin, K. M., Aliou, S. and Augustin, S. B. 2014. Response to fertilizer of


native grasses (Pennisetum polystachion and Setaria sphacelata) and legume
(Tephrosia pedicellata) of savannah in Sudanian Benin. Agriculture,
Forestry and Fisheries, 3(3), 142–146. https://doi.org/10.11648/
j.aff.20140303.11

Van Man, N. and Wiktorsson, H. 2003. Forage yield , nutritive value , feed intake
and digestibility of three grass species as affected by harvest frequency.
Tropical Grasslands, 37, 101–110.

van Soest, P. J. 1977. Plant Fiber and Its Role in Herbivora Nutrition. The Cornell
Veterinarian, 67(3), 307–326.

van Soest, P. J. 1994. Nutritional Ecology of the Ruminant. Cornell University


Press.

Venuto, B. C., Redfearn, D. D., Pitman, W. D. and Alison, M. W. 2004. Impact of


seeding rate on annual ryegrass performance. Grass and Forage Science,
59(1), 8–14. https://doi.org/10.1111/j.1365-2494.2004.00397.x
105

Verma, K. C. 2009. Influence of cutting interval and intercropping on growth,


yield and quality of bajra napier hibryd (Pennisetum purpureum x
Pennisetum americanum). rcharya N.G. Rangan Agricultural University,
Hyderabad.

Vicente-Chandler, J. 1964. The Intensive Management of Tropical Forages in


Puerto Rico. University of Puerto Rico.

Villiers, C. J. De. 2007. The effect of Phosphorus on the growth, plant mineral
content and essential oil composition of Buchu (Agathosma betulina).
Stellenbosch University, South Africa.

Virkajärvi, P., Pakarinen, K., Hyrkäs, M., Seppänen, M. and Bélanger, G. 2012.
Tiller characteristics of timothy and tall fescue in relation to herbage mass
accumulation. Crop Science, 52(2), 970–980. https://doi.org/10.2135/
cropsci2011.01.0039

Volenec, J. J. and Nelson, C. J. 1983. Responses of tall fescue leaf meristems to N


fertilization and harvest frequency. Crop Science, 23(4), 720.
https://doi.org/10.2135/cropsci1983.0011183X002300040028x

Vučković, S., A. Simić, B. Ćupina, I. S. and Stanisavljević, R. 2003. The effect of


vegetation area size on grass seed yield. Journal of Agricultural Sciences,
48(1), 125–134.

Wang, X., Zhao, L., Yan, B., Shi, L., Liu, G. and He, Y. 2016. Morphological and
physiological responses of Heteropogon contortus to drought stress in a dry ‐
hot valley. Botanical Studies, 57(17). https://doi.org/10.1186/s40529-016-
0131-0

Wangchuk, K., Rai, K., Nirola, H., Dendup, C. and Mongar, D. 2015. Forage
growth, yield and quality responses of Napier hybrid grass cultivars to three
cutting intervals in the Himalayan foothills. Tropical Grasslands - Forrajes
Tropicales, 3(3), 142. https://doi.org/10.17138/TGFT(3)142-150

West, L. T., Beinroth, F. H., Sumner, M. E. and Kang, B. T. 1997. Ultisols:


Characteristics and Impacts on Society. In D. Sparks (Ed.), Advances in
Agronomy, Volume 63 (1st ed.). Academic Press.

Wijitphan, S., Lorwilai, P. and Arkaseang, C. 2009. Effect of cutting heights on


productivity and quality of King Grass (Pennisetum purpureum cv. King
Grass) under irrigation. Pakistan Journal of Nutrition, 8(8), 1244–1250.

Wijitphan, S., Porncha, L. and Chutipongi, A. 2009. Effects of plants spacing on


yields and nutritive values of Napier grass (Pennisetum purpureum Schum.)
under intensive management of nitrogen fertilizer and irrigation. Pakistan
Journal of Nutrition, 8(8), 1240–1243.

Wilman, D. and Asiegbu, J. 1982. The effects of variety, cutting interval and
nitrogen application on the morphology and development of stolons and
106

leaves of white clover. Grass and Forage Science, 37, 15–27.


https://doi.org/doi:10.1111/j.1365-2494.1982.tb01572.x

Wilson, J. B. 1988. Shoot competition and root competition. Journal of Applied


Ecology, 25(1), 279–296. https://doi.org/10.2307/2403626

Wilson, J. R., Anderson, K. L. and Hacker, J. B. 1989. Dry matter digestibility in


vitro of leaf and stem of buffel grass (Cenchrus ciliaris) and related species
and its relation to plant morphology and anatomy. Australian Journal of
Agricultural Research, 40(2), 281–291. Retrieved from
https://doi.org/10.1071/AR9890281

Wilson, S. D. and Tilman, D. 1993. Plant competition and resource availability in


response to disturbance and fertilization. Ecology, 74(2), 599–611.
https://doi.org/10.2307/1939319

Xiong, L., Wang, R.-G., Mao, G. and Koczan, J. M. 2006. Identification of


drought tolerance determinants by genetic analysis of root response to
drought stress and abscisic Acid. Plant Physiology, 142(3), 1065–74.
https://doi.org/10.1104/pp.106.084632

Yancey, P. H., Clark, M. E., Hand, S. C., Bowlus, R. D. and Somero, G. N. 1982.
Living with water stress: evolution of osmolyte systems. Science, 217(4566),
1214–1222. Retrieved from http://science.sciencemag.org/
content/217/4566/1214.abstract

Yang, C. W. and Kao, C. 1999. Importance of ornithine-ä-aminotransferase to


proline accumulation caused by water stress in detached rice leaves. Plant
Growth Reg., 27, 189–192.

Yasin, M., Malik, M. A. and Nazir, M. S. 2003. Effects of different spatial


arrangements on forage yield, yield components and quality of Mott
Elephantgrass. Pak. J. Agri. Sci, 2(1), 52–58.

Yoshiba, Y., Kiyosue, T., Nakashima, K. and Yamaguchi-Shinozaki, K.


Shinozaki, K. 1997. Regulation of levels of proline as an osmolyte in plants
under water stress. Plant Cell Physiol., 38, 1095–1102.

Young, J. W. H., Ng, Y. F., Tan, S. N. and Chew, A. Y. L. 2010. Effect of


fertilizer application on photosynthesis and oil yield of Jatropha curcas L.
Photosynthetica, 48(2), 208–218.

Zewdu, T. 2008. Effect of plant density on morphological characteristics, yield


and chemical composition of Napier grass (Pennisetum purpureum
Schumach.). East African Journal of Sciences, 2(1), 55–61.
https://doi.org/10.4314/eajsci.v2i1.40365

Zewdu, T., Baars, R. and Yami, A. 2003. Effect of plant height at cutting and
fertilizer on growth of Napier grass (Pennisetum purpureum). Tropical
Science, 43(1), 57–61. https://doi.org/10.1002/ts.90
107

Zhao, T. J., Sun, S., Liu, Y., Liu, J. M., Liu, Q., Yan, Y. Bin and Zhou, H. M.
2006. Regulating the drought-responsive element (DRE)-mediated signaling
pathway by synergic functions of trans-active and trans-inactive DRE
binding factors in Brassica napus. Journal of Biological Chemistry, 281(16),
10752–10759. https://doi.org/10.1074/jbc.M510535200
108

Lampiran 1. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap tinggi
rumput gajah liar

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Tinggi_tan

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 1118.972a 11 101.725 1.588 .166


Intercept 436700.694 1 436700.694 6817.530 .000
NPK 561.417 3 187.139 2.922 .055
KL 18.056 2 9.028 .141 .869
NPK * KL 539.500 6 89.917 1.404 .254
Error 1537.333 24 64.056
Total 439357.000 36
Corrected Total 2656.306 35

a. R Squared = .421 (Adjusted R Squared = .156)

Estimated Marginal Means


1. Dosis NPK
Dependent Variable: Tinggi_tan

Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 103.667 2.668 98.161 109.173


P1 110.889 2.668 105.383 116.395
P2 111.667 2.668 106.161 117.173
P3 114.333 2.668 108.827 119.839

2. Cekaman Air
Dependent Variable: Tinggi_tan

Cekaman Air Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

W1 110.417 2.310 105.648 115.185


W2 110.833 2.310 106.065 115.602
W3 109.167 2.310 104.398 113.935

3. Cekaman Air * Dosis NPK


Dependent Variable: Tinggi_tan

Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 97.000 4.621 87.463 106.537

P1 117.000 4.621 107.463 126.537


W1
P2 113.000 4.621 103.463 122.537

P3 114.667 4.621 105.130 124.204


P0 112.333 4.621 102.796 121.870
P1 107.000 4.621 97.463 116.537
W2
P2 110.000 4.621 100.463 119.537
P3 114.000 4.621 104.463 123.537
P0 101.667 4.621 92.130 111.204

P1 108.667 4.621 99.130 118.204


W3
P2 112.000 4.621 102.463 121.537

P3 114.333 4.621 104.796 123.870


109

Post Hoc Tests


Dosis NPK
Homogeneous Subsets

Tinggi_tan
Duncana,b

Dosis NPK N Subset

1 2

P0 9 103.6667
P1 9 110.8889 110.8889
P2 9 111.6667 111.6667
P3 9 114.3333
Sig. .055 .398

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 64.056.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Cekaman Air
Homogeneous Subsets

Tinggi_tan
Duncana,b

Cekaman Air N Subset

W3 12 109.1667
W1 12 110.4167
W2 12 110.8333
Sig. .636

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 64.056.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b. Alpha = .05.
110

Lampiran 2. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap jumlah
anakan rumput gajah liar

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Anakan

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 247.333a 11 22.485 3.401 .006


Intercept 11236.000 1 11236.000 1699.563 .000
NPK 210.444 3 70.148 10.611 .000
KL 18.167 2 9.083 1.374 .272
NPK * KL 18.722 6 3.120 .472 .822
Error 158.667 24 6.611
Total 11642.000 36
Corrected Total 406.000 35

a. R Squared = .609 (Adjusted R Squared = .430)

Estimated Marginal Means


1. Dosis NPK
Dependent Variable: Anakan

Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 14.111 .857 12.342 15.880


P1 17.444 .857 15.676 19.213
P2 18.222 .857 16.453 19.991
P3 20.889 .857 19.120 22.658

2. Cekaman Air
Dependent Variable: Anakan

Cekaman Air Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

W1 18.667 .742 17.135 20.199


W2 17.250 .742 15.718 18.782
W3 17.083 .742 15.551 18.615

3. Cekaman Air * Dosis NPK


Dependent Variable: Anakan

Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 14.333 1.484 11.270 17.397

P1 18.000 1.484 14.936 21.064


W1
P2 19.667 1.484 16.603 22.730

P3 22.667 1.484 19.603 25.730


P0 14.000 1.484 10.936 17.064
P1 18.000 1.484 14.936 21.064
W2
P2 18.000 1.484 14.936 21.064
P3 19.000 1.484 15.936 22.064
P0 14.000 1.484 10.936 17.064

P1 16.333 1.484 13.270 19.397


W3
P2 17.000 1.484 13.936 20.064

P3 21.000 1.484 17.936 24.064


111

Post Hoc Tests


Dosis NPK

Homogeneous Subsets
Anakan
Duncana,b

Dosis NPK N Subset

1 2 3

P0 9 14.1111
P1 9 17.4444
P2 9 18.2222
P3 9 20.8889
Sig. 1.000 .527 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 6.611.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Cekaman Air

Homogeneous Subsets

Anakan
Duncana,b

Cekaman Air N Subset

W3 12 17.0833
W2 12 17.2500
W1 12 18.6667
Sig. .166

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 6.611.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b. Alpha = .05.
112

Lampiran 3. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap jumlah
daun rumput gajah liar

Univariate Analysis of Variance


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Jumlah Daun

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 3433.222a 11 312.111 2.225 .049


Intercept 239773.444 1 239773.444 1708.938 .000
NPK 1636.556 3 545.519 3.888 .021
KL 491.056 2 245.528 1.750 .195
NPK * KL 1305.611 6 217.602 1.551 .205
Error 3367.333 24 140.306
Total 246574.000 36
Corrected Total 6800.556 35

a. R Squared = .505 (Adjusted R Squared = .278)

Estimated Marginal Means


1. Dosis NPK
Dependent Variable: Jumlah Daun

Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 73.778 3.948 65.629 81.927


P1 76.889 3.948 68.740 85.038
P2 84.778 3.948 76.629 92.927
P3 91.000 3.948 82.851 99.149

2. Cekaman Air
Dependent Variable: Jumlah Daun

Cekaman Air Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

W1 86.833 3.419 79.776 93.891


W2 79.083 3.419 72.026 86.141
W3 78.917 3.419 71.859 85.974

3. Cekaman Air * Dosis NPK


Dependent Variable: Jumlah Daun

Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 77.667 6.839 63.552 91.781

P1 72.000 6.839 57.886 86.114


W1
P2 91.667 6.839 77.552 105.781

P3 106.000 6.839 91.886 120.114


P0 78.667 6.839 64.552 92.781
P1 77.000 6.839 62.886 91.114
W2
P2 77.667 6.839 63.552 91.781
P3 83.000 6.839 68.886 97.114
P0 65.000 6.839 50.886 79.114

P1 81.667 6.839 67.552 95.781


W3
P2 85.000 6.839 70.886 99.114

P3 84.000 6.839 69.886 98.114


113

Post Hoc Tests


Dosis NPK
Homogeneous Subsets
Jumlah Daun
Duncana,b

Dosis NPK N Subset

1 2

P0 9 73.7778
P1 9 76.8889
P2 9 84.7778 84.7778
P3 9 91.0000
Sig. .073 .276

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 140.306.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Cekaman Air
Homogeneous Subsets

Jumlah Daun
Duncana,b

Cekaman Air N Subset

W3 12 78.9167
W2 12 79.0833
W1 12 86.8333
Sig. .134

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 140.306.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b. Alpha = .05.
114

Lampiran 4. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap luas
daun rumput gajah liar

Univariate Analysis of Variance


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Luas Daun

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 511.035a 11 46.458 2.023 .072


Intercept 139125.270 1 139125.270 6057.814 .000
NPK 280.335 3 93.445 4.069 .018
KL 42.740 2 21.370 .930 .408
NPK * KL 187.960 6 31.327 1.364 .269
Error 551.190 24 22.966
Total 140187.495 36
Corrected Total 1062.225 35

a. R Squared = .481 (Adjusted R Squared = .243)

Estimated Marginal Means


1. Dosis NPK
Dependent Variable: Luas Daun

Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 58.298 1.597 55.001 61.595


P1 60.841 1.597 57.544 64.138
P2 64.073 1.597 60.776 67.370
P3 65.451 1.597 62.154 68.748

2. Cekaman Air
Dependent Variable: Luas Daun

Cekaman Air Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

W1 63.237 1.383 60.381 66.092


W2 62.590 1.383 59.735 65.445
W3 60.671 1.383 57.816 63.526

3. Cekaman Air * Dosis NPK


Dependent Variable: Luas Daun

Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 55.827 2.767 50.116 61.537

P1 61.177 2.767 55.466 66.887


W1
P2 66.303 2.767 60.593 72.014

P3 69.640 2.767 63.930 75.350


P0 59.070 2.767 53.360 64.780
P1 62.443 2.767 56.733 68.154
W2
P2 61.950 2.767 56.240 67.660
P3 66.897 2.767 61.186 72.607
P0 59.997 2.767 54.286 65.707

P1 58.903 2.767 53.193 64.614


W3
P2 63.967 2.767 58.256 69.677

P3 59.817 2.767 54.106 65.527


115

Post Hoc Tests

Dosis NPK
Homogeneous Subsets
Luas Daun
Duncana,b

Dosis NPK N Subset

1 2

P0 9 58.2978
P1 9 60.8411 60.8411
P2 9 64.0733
P3 9 65.4511
Sig. .271 .064

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 22.966.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Cekaman Air
Homogeneous Subsets

Luas Daun
Duncana,b

Cekaman Air N Subset

W3 12 60.6708
W2 12 62.5900
W1 12 63.2367
Sig. .227

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 22.966.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b. Alpha = .05.
116

Lampiran 5. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap bobot
segar rumput gajah liar

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Berat Segar

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 36088.889a 11 3280.808 2.039 .070


Intercept 2006944.444 1 2006944.444 1247.303 .000
NPK 8600.000 3 2866.667 1.782 .178
KL 15184.722 2 7592.361 4.719 .019
NPK * KL 12304.167 6 2050.694 1.274 .306
Error 38616.667 24 1609.028
Total 2081650.000 36
Corrected Total 74705.556 35

a. R Squared = .483 (Adjusted R Squared = .246)

Estimated Marginal Means


1. Grand Mean
Dependent Variable: Berat Segar

Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

236.111 6.685 222.313 249.909

2. Cekaman Air * Dosis NPK


Dependent Variable: Berat Segar

Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 243.333 23.159 195.535 291.131

P1 201.667 23.159 153.869 249.465


W1
P2 273.333 23.159 225.535 321.131

P3 306.667 23.159 258.869 354.465


P0 226.667 23.159 178.869 274.465
P1 256.667 23.159 208.869 304.465
W2
P2 243.333 23.159 195.535 291.131
P3 250.000 23.159 202.202 297.798
P0 191.667 23.159 143.869 239.465

P1 213.333 23.159 165.535 261.131


W3
P2 205.000 23.159 157.202 252.798

P3 221.667 23.159 173.869 269.465

Post Hoc Tests


Dosis NPK
Homogeneous Subsets
Berat Segar
Duncana,b

Dosis NPK N Subset

P0 9 220.5556
P1 9 223.8889
P2 9 240.5556
P3 9 259.4444
Sig. .070
117

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1609.028.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Cekaman Air

Homogeneous Subsets

Berat Segar
Duncana,b

Cekaman Air N Subset

1 2

W3 12 207.9167
W2 12 244.1667
W1 12 256.2500
Sig. 1.000 .468

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1609.028.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b. Alpha = .05.
118

Lampiran 6. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap bobt
kering tajuk rumput gajah liar

Univariate Analysis of Variance


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: BK Tajuk

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 1208.306a 11 109.846 .551 .848


Intercept 158536.694 1 158536.694 795.667 .000
NPK 663.639 3 221.213 1.110 .364
KL 31.056 2 15.528 .078 .925
NPK * KL 513.611 6 85.602 .430 .852
Error 4782.000 24 199.250
Total 164527.000 36
Corrected Total 5990.306 35

a. R Squared = .202 (Adjusted R Squared = -.164)


Estimated Marginal Means
1. Dosis NPK
Dependent Variable: BK Tajuk

Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 59.000 4.705 49.289 68.711


P1 68.111 4.705 58.400 77.822
P2 69.778 4.705 60.067 79.489
P3 68.556 4.705 58.845 78.267

2. Cekaman Air * Dosis NPK


Dependent Variable: BK Tajuk

Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 65.333 8.150 48.513 82.153

P1 61.667 8.150 44.847 78.487


W1
P2 72.000 8.150 55.180 88.820

P3 71.667 8.150 54.847 88.487


P0 53.667 8.150 36.847 70.487
P1 71.333 8.150 54.513 88.153
W2
P2 72.000 8.150 55.180 88.820
P3 65.333 8.150 48.513 82.153
P0 58.000 8.150 41.180 74.820

P1 71.333 8.150 54.513 88.153


W3
P2 65.333 8.150 48.513 82.153

P3 68.667 8.150 51.847 85.487

Post Hoc Tests


Dosis NPK
Homogeneous Subsets
BK Tajuk
Duncana,b

Dosis NPK N Subset

P0 9 59.0000
P1 9 68.1111
P3 9 68.5556
P2 9 69.7778
Sig. .151
119

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 199.250.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Cekaman Air
Homogeneous Subsets

BK Tajuk
Duncana,b

Cekaman Air N Subset

W2 12 65.5833
W3 12 65.8333
W1 12 67.6667
Sig. .737

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 199.250.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b. Alpha = .05.
120

Lampiran 7. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap bobt
kering akar rumput gajah liar

Univariate Analysis of Variance


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: BK akar

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 26.653a 11 2.423 2.433 .033


Intercept 4362.382 1 4362.382 4379.719 .000
NPK 10.130 3 3.377 3.390 .034
KL 12.922 2 6.461 6.487 .006
NPK * KL 3.601 6 .600 .603 .726
Error 23.905 24 .996
Total 4412.941 36
Corrected Total 50.558 35

a. R Squared = .527 (Adjusted R Squared = .310)

Estimated Marginal Means


1. Dosis NPK
Dependent Variable: BK akar

Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 10.267 .333 9.580 10.953


P1 10.822 .333 10.136 11.509
P2 11.708 .333 11.021 12.394
P3 11.236 .333 10.549 11.922

2. Cekaman air
Dependent Variable: BK akar

Cekaman air Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

W1 10.348 .288 9.754 10.943


W2 10.878 .288 10.283 11.472
W3 11.798 .288 11.204 12.393

3. Cekaman air * Dosis NPK


Dependent Variable: BK akar

Cekaman air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 9.490 .576 8.301 10.679

P1 9.970 .576 8.781 11.159


W1
P2 11.353 .576 10.164 12.543

P3 10.580 .576 9.391 11.769


P0 9.910 .576 8.721 11.099
P1 10.443 .576 9.254 11.633
W2
P2 11.957 .576 10.767 13.146
P3 11.200 .576 10.011 12.389
P0 11.400 .576 10.211 12.589

P1 12.053 .576 10.864 13.243


W3
P2 11.813 .576 10.624 13.003

P3 11.927 .576 10.737 13.116


121

Post Hoc Tests


Dosis NPK
Homogeneous Subsets
BK akar
Duncana,b

Dosis NPK N Subset

1 2

P0 9 10.2667
P1 9 10.8222 10.8222
P3 9 11.2356 11.2356
P2 9 11.7078
Sig. .062 .087

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .996.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Cekaman air

Homogeneous Subsets

BK akar
Duncana,b

Cekaman air N Subset

1 2

W1 12 10.3483
W2 12 10.8775
W3 12 11.7983
Sig. .206 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .996.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b. Alpha = .05.
122

Lampiran 8. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap rasio
akar tajuk rumput gajah liar

Univariate Analysis of Variance


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Rasio AkarTajuk

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model .009a 11 .001 .544 .854


Intercept 1.075 1 1.075 704.707 .000
NPK .001 3 .000 .216 .884
KL .004 2 .002 1.237 .308
NPK * KL .004 6 .001 .477 .819
Error .037 24 .002
Total 1.120 36
Corrected Total .046 35

a. R Squared = .200 (Adjusted R Squared = -.167)

Estimated Marginal Means


1. Dosis NPK
Dependent Variable: Rasio AkarTajuk

Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 .179 .013 .152 .206


P1 .164 .013 .138 .191
P2 .173 .013 .146 .200
P3 .174 .013 .148 .201

2. Cekaman Air
Dependent Variable: Rasio AkarTajuk

Cekaman Air Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

W1 .161 .011 .138 .184


W2 .172 .011 .148 .195
W3 .186 .011 .163 .209

3. Cekaman Air * Dosis NPK


Dependent Variable: Rasio AkarTajuk

Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 .147 .023 .100 .193

P1 .167 .023 .120 .213


W1
P2 .163 .023 .117 .210

P3 .167 .023 .120 .213


P0 .190 .023 .143 .237
P1 .150 .023 .103 .197
W2
P2 .163 .023 .117 .210
P3 .183 .023 .137 .230
P0 .200 .023 .153 .247

P1 .177 .023 .130 .223


W3
P2 .193 .023 .147 .240

P3 .173 .023 .127 .220


123

Post Hoc Tests


Dosis NPK
Homogeneous Subsets

Rasio AkarTajuk
Duncana,b

Dosis NPK N Subset

P1 9 .1644
P2 9 .1733
P3 9 .1744
P0 9 .1789
Sig. .482

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .002.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Cekaman Air
Homogeneous Subsets

Rasio AkarTajuk
Duncana,b

Cekaman Air N Subset

W1 12 .1608
W2 12 .1717
W3 12 .1858
Sig. .151

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .002.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b. Alpha = .05.
124

Lampiran 9. Analisis ragam pengaruh NPK dan cekaman air terhadap


kandungan prolin rumput gajah liar

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kadar Proline

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 35.244a 11 3.204 1.251 .309


Intercept 13719.046 1 13719.046 5357.677 .000
NPK 17.477 3 5.826 2.275 .106
KL 13.312 2 6.656 2.599 .095
NPK * KL 4.454 6 .742 .290 .936
Error 61.455 24 2.561
Total 13815.746 36
Corrected Total 96.699 35

a. R Squared = .364 (Adjusted R Squared = .073)

Estimated Marginal Means


1. Dosis NPK
Dependent Variable: Kadar Proline

Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 20.549 .533 19.448 21.650


P1 19.624 .533 18.523 20.725
P2 19.300 .533 18.199 20.401
P3 18.613 .533 17.512 19.713

2. Cekaman Air
Dependent Variable: Kadar Proline

Cekaman Air Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

W1 18.682 .462 17.729 19.635


W2 19.779 .462 18.826 20.733
W3 20.103 .462 19.149 21.056

3. Cekaman Air * Dosis NPK


Dependent Variable: Kadar Proline

Cekaman Air Dosis NPK Mean Std. Error 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

P0 20.326 .924 18.419 22.233

P1 18.958 .924 17.051 20.865


W1
P2 18.343 .924 16.436 20.249

P3 17.101 .924 15.194 19.008


P0 20.450 .924 18.544 22.357
P1 19.635 .924 17.728 21.541
W2
P2 19.855 .924 17.949 21.762
P3 19.177 .924 17.271 21.084
P0 20.871 .924 18.965 22.778

P1 20.279 .924 18.372 22.185


W3
P2 19.702 .924 17.795 21.609

P3 19.559 .924 17.653 21.466


125

Post Hoc Tests


Dosis NPK
Homogeneous Subsets

Kadar Proline
Duncana,b

Dosis NPK N Subset

1 2

P3 9 17.8526
P2 9 19.3000 19.3000
P1 9 19.6238 19.6238
P0 9 20.5492
Sig. .217 .130

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2.561.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Cekaman Air
Homogeneous Subsets

Kadar Proline
Duncana,b

Cekaman Air N Subset

1 2

W1 12 18.7619
W2 12 19.7794 19.7794
W3 12 20.1028
Sig. .106 .625

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2.561.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
b. Alpha = .05.
126

Lampiran 9. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan


terhadap tinggi rumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Tinggi tanaman
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Hypothesis 460678.453 1 460678.453 46748.293 .000
Intercept
Error 19.709 2 9.854a
Hypothesis 1033.340 2 516.670 49.850 .001
JT
Error 41.458 4 10.364b
Hypothesis 19.709 2 9.854 .951 .459
Kel
Error 41.458 4 10.364b
Hypothesis 41.458 4 10.364 1.314 .320
JT * Kel
Error 94.633 12 7.886c
Hypothesis 16365.840 2 8182.920 1037.637 .000
I
Error 94.633 12 7.886c
Hypothesis 236.047 4 59.012 7.483 .003
JT * I
Error 94.633 12 7.886c
a. MS(Kel)
b. MS(JT * Kel)
c. MS(Error)

Expected Mean Squaresa,b


Source Variance Component
Var(Kel) Var(JT * Kel) Var(Error) Quadratic Term
Intercept 9.000 3.000 1.000 Intercept, JT, I, JT * I
JT .000 3.000 1.000 JT, JT * I
Kel 9.000 3.000 1.000
JT * Kel .000 3.000 1.000
I .000 .000 1.000 I, JT * I
JT * I .000 .000 1.000 JT * I
Error .000 .000 1.000

a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells
times the variance components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term
cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.

Estimated Marginal Means

1. Jarak tanam
Dependent Variable: Tinggi tanaman
Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 123.656 .936 121.616 125.695
J2 129.522 .936 127.483 131.562
J3 138.689 .936 136.649 140.728

2. Kelompok
Dependent Variable: Tinggi tanaman
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 130.767 .936 128.727 132.806
Kel 2 131.589 .936 129.549 133.628
Kel 3 129.511 .936 127.472 131.551

3. Jarak tanam * Kelompok


Dependent Variable: Tinggi tanaman
Jarak tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 123.033 1.621 119.501 126.566
J1 Kel 2 125.433 1.621 121.901 128.966
Kel 3 122.500 1.621 118.967 126.033
Kel 1 132.033 1.621 128.501 135.566
J2 Kel 2 128.900 1.621 125.367 132.433
Kel 3 127.633 1.621 124.101 131.166
Kel 1 137.233 1.621 133.701 140.766
J3 Kel 2 140.433 1.621 136.901 143.966
Kel 3 138.400 1.621 134.867 141.933
127

4. Interval
Dependent Variable: Tinggi tanaman
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 97.356 .936 95.316 99.395
I2 138.356 .936 136.316 140.395
I3 156.156 .936 154.116 158.195

5. Interval * Jarak tanam


Dependent Variable: Tinggi tanaman
Interval Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 93.867 1.621 90.334 97.399
I1 J2 94.267 1.621 90.734 97.799
J3 103.933 1.621 100.401 107.466
J1 131.800 1.621 128.267 135.333
I2 J2 140.233 1.621 136.701 143.766
J3 143.033 1.621 139.501 146.566
J1 145.300 1.621 141.767 148.833
I3 J2 154.067 1.621 150.534 157.599
J3 169.100 1.621 165.567 172.633

Post Hoc Tests


Jarak tanam
Homogeneous Subsets

Tinggi tanaman
Duncana,b
Jarak tanam N Subset
1 2 3
J1 9 123.6556
J2 9 129.5222
J3 9 138.6889
Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 7.886.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Interval

Homogeneous Subsets

Tinggi tanaman
Duncana,b
Interval N Subset
1 2 3
I1 9 97.3556
I2 9 138.3556
I3 9 156.1556
Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 7.886.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.
128

Lampiran 9. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan


terhadap jumlah anakanrumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Anakan
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Hypothesis 28857.751 1 28857.751 7142.353 .000
Intercept
Error 8.081 2 4.040a
Hypothesis 3.743 2 1.871 .767 .522
JT
Error 9.761 4 2.440b
Hypothesis 8.081 2 4.040 1.656 .299
Kel
Error 9.761 4 2.440b
Hypothesis 9.761 4 2.440 2.508 .097
JT * Kel
Error 11.678 12 .973c
Hypothesis 77.479 2 38.739 39.808 .000
I
Error 11.678 12 .973c
Hypothesis 18.377 4 4.594 4.721 .016
JT * I
Error 11.678 12 .973c

a. MS(Kel)
b. MS(JT * Kel)
c. MS(Error)

Expected Mean Squaresa,b


Source Variance Component
Var(Kel) Var(JT * Kel) Var(Error) Quadratic Term
Intercept 9.000 3.000 1.000 Intercept, JT, I, JT * I
JT .000 3.000 1.000 JT, JT * I
Kel 9.000 3.000 1.000
JT * Kel .000 3.000 1.000
I .000 .000 1.000 I, JT * I
JT * I .000 .000 1.000 JT * I
Error .000 .000 1.000

a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells
times the variance components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term
cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.

Estimated Marginal Means

1. Jarak tanam
Dependent Variable: Anakan
Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 32.933 .329 32.217 33.650
J2 32.978 .329 32.261 33.694
J3 32.167 .329 31.450 32.883

2. Kelompok
Dependent Variable: Anakan
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 33.456 .329 32.739 34.172
Kel 2 32.200 .329 31.484 32.916
Kel 3 32.422 .329 31.706 33.139
129

3. Jarak tanam * Kelompok


Dependent Variable: Anakan
Jarak tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 33.667 .570 32.426 34.908
J1 Kel 2 32.000 .570 30.759 33.241
Kel 3 33.133 .570 31.892 34.374
Kel 1 34.600 .570 33.359 35.841
J2 Kel 2 32.633 .570 31.392 33.874
Kel 3 31.700 .570 30.459 32.941
Kel 1 32.100 .570 30.859 33.341
J3 Kel 2 31.967 .570 30.726 33.208
Kel 3 32.433 .570 31.192 33.674

4. Interval
Dependent Variable: Anakan
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 33.456 .329 32.739 34.172
I2 34.278 .329 33.561 34.994
I3 30.344 .329 29.628 31.061

5. Interval * Jarak tanam


Dependent Variable: Anakan
Interval Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 33.867 .570 32.626 35.108
I1 J2 34.100 .570 32.859 35.341
J3 32.400 .570 31.159 33.641
J1 33.367 .570 32.126 34.608
I2 J2 35.633 .570 34.392 36.874
J3 33.833 .570 32.592 35.074
J1 31.567 .570 30.326 32.808
I3 J2 29.200 .570 27.959 30.441
J3 30.267 .570 29.026 31.508

Post Hoc Tests


Jarak tanam
Homogeneous Subsets

Anakan
Duncana,b
Jarak tanam N Subset
1
J3 9 32.1667
J1 9 32.9333
J2 9 32.9778
Sig. .122

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .973.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Interval
Homogeneous Subsets

Anakan
Duncana,b
Interval N Subset
1 2
I3 9 30.3444
I1 9 33.4556
I2 9 34.2778
Sig. 1.000 .102

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .973.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.
130

Lampiran 10. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval bobot segar
rumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Berat Segar
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Hypothesis 10489129.259 1 10489129.259 258.348 .004
Intercept
Error 81201.661 2 40600.830a
Hypothesis 624577.806 2 312288.903 5.956 .063
JT
Error 209729.787 4 52432.447b
Hypothesis 81201.661 2 40600.830 .774 .520
Kelompok
Error 209729.787 4 52432.447b
Hypothesis 209729.787 4 52432.447 3.935 .029
JT * Kelompok
Error 159911.878 12 13325.990c
Hypothesis 1394038.790 2 697019.395 52.305 .000
I
Error 159911.878 12 13325.990c
Hypothesis 187098.698 4 46774.675 3.510 .041
JT * I
Error 159911.878 12 13325.990c
a. MS(Kelompok)
b. MS(JT * Kelompok)
c. MS(Error)

Expected Mean Squaresa,b


Source Variance Component
Var(Kelompok) Var(JT * Kelompok) Var(Error) Quadratic Term
Intercept 9.000 3.000 1.000 Intercept, JT, I, JT * I
JT .000 3.000 1.000 JT, JT * I
Kelompok 9.000 3.000 1.000
JT * Kelompok .000 3.000 1.000
I .000 .000 1.000 I, JT * I
JT * I .000 .000 1.000 JT * I
Error .000 .000 1.000

a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells times the variance
components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.

Estimated Marginal Means

1. Kelompok
Dependent Variable: Berat Segar
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 613.127 38.479 529.287 696.966
kel 2 694.953 38.479 611.114 778.793
kel 3 561.780 38.479 477.941 645.619

2. Jarak Tanam
Dependent Variable: Berat Segar
Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 425.533 38.479 341.694 509.373
j2 648.890 38.479 565.051 732.729
j3 795.437 38.479 711.597 879.276

3. Jarak Tanam * Kelompok


Dependent Variable: Berat Segar
Jarak Tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 412.607 66.648 267.392 557.821
J1 kel 2 451.250 66.648 306.036 596.464
kel 3 412.743 66.648 267.529 557.958
kel 1 692.747 66.648 547.532 837.961
j2 kel 2 600.103 66.648 454.889 745.318
kel 3 653.820 66.648 508.606 799.034
kel 1 734.027 66.648 588.812 879.241
j3 kel 2 1033.507 66.648 888.292 1178.721
kel 3 618.777 66.648 473.562 763.991
131

4. Interval
Dependent Variable: Berat Segar
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
i1 384.604 38.479 300.765 468.444
i2 556.296 38.479 472.456 640.135
i3 928.960 38.479 845.121 1012.799

5. Interval * Jarak Tanam


Dependent Variable: Berat Segar
Interval Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 252.083 66.648 106.869 397.298
i1 j2 395.417 66.648 250.202 540.631
j3 506.313 66.648 361.099 651.528
J1 436.807 66.648 291.592 582.021
i2 j2 595.000 66.648 449.786 740.214
j3 637.080 66.648 491.866 782.294
J1 587.710 66.648 442.496 732.924
i3 j2 956.253 66.648 811.039 1101.468
j3 1242.917 66.648 1097.702 1388.131

Post Hoc Tests


Jarak Tanam
Homogeneous Subsets

Berat Segar
Duncana,b
Jarak Tanam N Subset
1 2 3
J1 9 425.5333
j2 9 648.8900
j3 9 795.4367
Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 13325.990.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Interval
Homogeneous Subsets

Berat Segar
Duncana,b
Interval N Subset
1 2 3
i1 9 384.6044
i2 9 556.2956
i3 9 928.9600
Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 13325.990.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.
132

Lampiran 11. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap bobot kering tajuk rumput gajah liar

Univariate Analysis of Variance


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Prod BK/rumpun
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Hypothesis 492534.107 1 492534.107 265.580 .004
Intercept
Error 3709.123 2 1854.561a
Hypothesis 59235.504 2 29617.752 15.873 .013
JT
Error 7463.814 4 1865.953b
Hypothesis 3709.123 2 1854.561 .994 .446
Kelompok
Error 7463.814 4 1865.953b
Hypothesis 7463.814 4 1865.953 3.267 .050
JT * Kelompok
Error 6853.738 12 571.145c
Hypothesis 80281.901 2 40140.950 70.282 .000
I
Error 6853.738 12 571.145c
Hypothesis 17504.375 4 4376.094 7.662 .003
JT * I
Error 6853.738 12 571.145c
a. MS(Kelompok)
b. MS(JT * Kelompok)
c. MS(Error)

Expected Mean Squaresa,b


Source Variance Component
Var(Kelompok) Var(JT * Kelompok) Var(Error) Quadratic Term
Intercept 9.000 3.000 1.000 Intercept, JT, I, JT * I
JT .000 3.000 1.000 JT, JT * I
Kelompok 9.000 3.000 1.000
JT * Kelompok .000 3.000 1.000
I .000 .000 1.000 I, JT * I
JT * I .000 .000 1.000 JT * I
Error .000 .000 1.000

a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells times the variance
components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.

Estimated Marginal Means

1. Jarak Tanam
Dependent Variable: Prod BK/rumpun
Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 81.011 7.966 63.654 98.368
j2 128.928 7.966 111.571 146.285
j3 195.250 7.966 177.893 212.607

2. Kelompok
Dependent Variable: Prod BK/rumpun
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 131.091 7.966 113.734 148.448
kel 2 150.986 7.966 133.629 168.342
kel 3 123.112 7.966 105.755 140.469

3. Jarak Tanam * Kelompok


Dependent Variable: Prod BK/rumpun
Jarak Tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 80.770 13.798 50.707 110.833
J1 kel 2 87.217 13.798 57.154 117.280
kel 3 75.047 13.798 44.984 105.110
kel 1 132.033 13.798 101.970 162.096
j2 kel 2 122.700 13.798 92.637 152.763
kel 3 132.050 13.798 101.987 162.113
kel 1 180.470 13.798 150.407 210.533
j3 kel 2 243.040 13.798 212.977 273.103
kel 3 162.240 13.798 132.177 192.303
133

4. Interval
Dependent Variable: Prod BK/rumpun
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
i1 80.197 7.966 62.840 97.554
i2 115.567 7.966 98.210 132.924
i3 209.426 7.966 192.069 226.782

5. Interval * Jarak Tanam


Dependent Variable: Prod BK/rumpun
Interval Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 42.787 13.798 12.724 72.850
i1 j2 81.053 13.798 50.990 111.116
j3 116.750 13.798 86.687 146.813
J1 82.763 13.798 52.700 112.826
i2 j2 112.860 13.798 82.797 142.923
j3 151.077 13.798 121.014 181.140
J1 117.483 13.798 87.420 147.546
i3 j2 192.870 13.798 162.807 222.933
j3 317.923 13.798 287.860 347.986

Post Hoc Tests


Jarak Tanam
Homogeneous Subsets

Prod BK/rumpun
Duncana,b
Jarak Tanam N Subset
1 2 3
J1 9 81.0111
j2 9 128.9278
j3 9 195.2500
Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 571.145.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Interval
Homogeneous Subsets

Prod BK/rumpun
Duncana,b
Interval N Subset
1 2 3
i1 9 80.1967
i2 9 115.5667
i3 9 209.4256
Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 571.145.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.
134

Lampiran 12. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap bobot terhadap kering per plot rumput gajah liar

Univariate Analysis of Variance


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Prod BK perPLOT
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Hypothesis 494.682 1 494.682 238.923 .004
Intercept
Error 4.141 2 2.070a
Hypothesis 56.504 2 28.252 14.614 .014
JT
Error 7.733 4 1.933b
Hypothesis 4.141 2 2.070 1.071 .424
Kelompok
Error 7.733 4 1.933b
Hypothesis 7.733 4 1.933 3.239 .051
JT * Kelompok
Error 7.162 12 .597c
Hypothesis .603 2 .302 .505 .616
I
Error 7.162 12 .597c
Hypothesis 2.953 4 .738 1.237 .347
JT * I
Error 7.162 12 .597c
a. MS(Kelompok)
b. MS(JT * Kelompok)
c. MS(Error)

Expected Mean Squaresa,b


Source Variance Component
Var(Kelompok) Var(JT * Kelompok) Var(Error) Quadratic Term
Intercept 9.000 3.000 1.000 Intercept, JT, I, JT * I
JT .000 3.000 1.000 JT, JT * I
Kelompok 9.000 3.000 1.000
JT * Kelompok .000 3.000 1.000
I .000 .000 1.000 I, JT * I
JT * I .000 .000 1.000 JT * I
Error .000 .000 1.000

a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells times the variance
components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.

Estimated Marginal Means

1. Jarak Tanam
Dependent Variable: Prod BK perPLOT
Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 2.576 .258 2.014 3.137
j2 4.153 .258 3.592 4.714
j3 6.112 .258 5.551 6.673

2. Kelompok
Dependent Variable: Prod BK perPLOT
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 4.213 .258 3.652 4.774
kel 2 4.790 .258 4.229 5.351
kel 3 3.838 .258 3.277 4.399

3. Jarak Tanam * Kelompok


Dependent Variable: Prod BK perPLOT
Jarak Tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 2.550 .446 1.578 3.522
J1 kel 2 2.750 .446 1.778 3.722
kel 3 2.427 .446 1.455 3.398
kel 1 4.300 .446 3.328 5.272
j2 kel 2 3.987 .446 3.015 4.958
kel 3 4.173 .446 3.202 5.145
kel 1 5.790 .446 4.818 6.762
j3 kel 2 7.633 .446 6.662 8.605
kel 3 4.913 .446 3.942 5.885
135

4. Interval
Dependent Variable: Prod BK perPLOT
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
i1 4.491 .258 3.930 5.052
i2 4.161 .258 3.600 4.722
i3 4.189 .258 3.628 4.750

5. Interval * Jarak Tanam


Dependent Variable: Prod BK perPLOT
Interval Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 2.397 .446 1.425 3.368
i1 j2 4.540 .446 3.568 5.512
j3 6.537 .446 5.565 7.508
J1 2.980 .446 2.008 3.952
i2 j2 4.063 .446 3.092 5.035
j3 5.440 .446 4.468 6.412
J1 2.350 .446 1.378 3.322
i3 j2 3.857 .446 2.885 4.828
j3 6.360 .446 5.388 7.332

Post Hoc Tests


Jarak Tanam
Homogeneous Subsets
Prod BK perPLOT
Duncana,b
Jarak Tanam N Subset
1 2 3
J1 9 2.5756
j2 9 4.1533
j3 9 6.1122
Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .597.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Interval
Homogeneous Subsets

Prod BK perPLOT
Duncana,b
Interval N Subset
1
i2 9 4.1611
i3 9 4.1889
i1 9 4.4911
Sig. .406

Means for groups in homogeneous subsets


are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) =
.597.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size =
9.000.
b. Alpha = .05.
136

Lampiran 13. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap kandungan BK rumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: BK Real (fresh)
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Hypothesis 11823.567 1 11823.567 3615360.137 .000
Intercept
Error .007 2 .003a
Hypothesis 151.982 2 75.991 31.896 .003
JT
Error 9.530 4 2.382b
Hypothesis .007 2 .003 .001 .999
Kelompok
Error 9.530 4 2.382b
Hypothesis 9.530 4 2.382 .850 .521
JT * Kelompok
Error 33.653 12 2.804c
Hypothesis 19.478 2 9.739 3.473 .065
I
Error 33.653 12 2.804c
Hypothesis 14.572 4 3.643 1.299 .325
JT * I
Error 33.653 12 2.804c

a. MS(Kelompok)
b. MS(JT * Kelompok)
c. MS(Error)

Expected Mean Squaresa,b


Source Variance Component
Var(Kelompok) Var(JT * Kelompok) Var(Error) Quadratic Term
Intercept 9.000 3.000 1.000 Intercept, JT, I, JT * I
JT .000 3.000 1.000 JT, JT * I
Kelompok 9.000 3.000 1.000
JT * Kelompok .000 3.000 1.000
I .000 .000 1.000 I, JT * I
JT * I .000 .000 1.000 JT * I
Error .000 .000 1.000
a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells times the variance
components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.

Estimated Marginal Means

1. Jarak Tanam
Dependent Variable: BK Real (fresh)
Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 18.649 .558 17.433 19.865
j2 19.931 .558 18.715 21.147
j3 24.199 .558 22.983 25.415

2. Kelompok
Dependent Variable: BK Real (fresh)
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 20.923 .558 19.707 22.140
kel 2 20.947 .558 19.730 22.163
kel 3 20.909 .558 19.693 22.125

3. Jarak Tanam * Kelompok


Dependent Variable: BK Real (fresh)
Jarak Tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 19.213 .967 17.107 21.320
J1 kel 2 18.947 .967 16.840 21.053
kel 3 17.787 .967 15.680 19.893
kel 1 19.333 .967 17.227 21.440
j2 kel 2 20.520 .967 18.413 22.627
kel 3 19.940 .967 17.833 22.047
kel 1 24.223 .967 22.117 26.330
j3 kel 2 23.373 .967 21.267 25.480
kel 3 25.000 .967 22.893 27.107
137

4. Interval
Dependent Variable: BK Real (fresh)
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
i1 20.087 .558 18.870 21.303
i2 20.602 .558 19.386 21.818
i3 22.090 .558 20.874 23.306

5. Interval * Jarak Tanam


Dependent Variable: BK Real (fresh)
Interval Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 17.060 .967 14.953 19.167
i1 j2 20.490 .967 18.383 22.597
j3 22.710 .967 20.603 24.817
J1 18.870 .967 16.763 20.977
i2 j2 19.123 .967 17.017 21.230
j3 23.813 .967 21.707 25.920
J1 20.017 .967 17.910 22.123
i3 j2 20.180 .967 18.073 22.287
j3 26.073 .967 23.967 28.180

Post Hoc Tests


Jarak Tanam
Homogeneous Subsets
BK Real (fresh)
Duncana,b
Jarak Tanam N Subset
1 2
J1 9 18.6489
j2 9 19.9311
j3 9 24.1989
Sig. .130 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2.804.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Interval
Homogeneous Subsets

BK Real (fresh)
Duncana,b
Interval N Subset
1 2
i1 9 20.0867
i2 9 20.6022 20.6022
i3 9 22.0900
Sig. .526 .084

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2.804.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.
138

Lampiran 14. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap kandungan PK rumput gajah liar

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Protein Kasar
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Hypothesis 2479.810 1 2479.810 1910.541 .001
Intercept
Error 2.596 2 1.298a
Hypothesis 4.074 2 2.037 2.271 .219
JT
Error 3.588 4 .897b
Hypothesis 2.596 2 1.298 1.447 .337
Kel
Error 3.588 4 .897b
Hypothesis 3.588 4 .897 .949 .469
JT * Kel
Error 11.342 12 .945c
Hypothesis 21.123 2 10.561 11.174 .002
I
Error 11.342 12 .945c
Hypothesis 9.791 4 2.448 2.590 .090
JT * I
Error 11.342 12 .945c
a. MS(Kel)
b. MS(JT * Kel)
c. MS(Error)

Expected Mean Squaresa,b


Source Variance Component
Var(Kel) Var(JT * Kel) Var(Error) Quadratic Term
Intercept 9.000 3.000 1.000 Intercept, JT, I, JT * I
JT .000 3.000 1.000 JT, JT * I
Kel 9.000 3.000 1.000
JT * Kel .000 3.000 1.000
I .000 .000 1.000 I, JT * I
JT * I .000 .000 1.000 JT * I
Error .000 .000 1.000
a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells
times the variance components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term
cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.

Estimated Marginal Means


1. Jarak tanam
Dependent Variable: Protein Kasar
Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 9.080 .324 8.374 9.786
J2 10.025 .324 9.319 10.731
J3 9.646 .324 8.940 10.352

2. Kelompok
Dependent Variable: Protein Kasar
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 9.153 .324 8.447 9.859
Kel 2 9.725 .324 9.019 10.431
Kel 3 9.872 .324 9.166 10.578

3. Jarak tanam * Kelompok


Dependent Variable: Protein Kasar
Jarak tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 8.699 .561 7.476 9.922
J1 Kel 2 9.803 .561 8.580 11.026
Kel 3 8.737 .561 7.514 9.960
Kel 1 9.407 .561 8.184 10.630
J2 Kel 2 9.918 .561 8.695 11.141
Kel 3 10.750 .561 9.527 11.973
Kel 1 9.354 .561 8.131 10.577
J3 Kel 2 9.454 .561 8.231 10.677
Kel 3 10.130 .561 8.907 11.353
139

4. Interval
Dependent Variable: Protein Kasar
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 9.947 .324 9.241 10.653
I2 10.439 .324 9.733 11.145
I3 8.365 .324 7.659 9.071

5. Interval * Jarak tanam


Dependent Variable: Protein Kasar
Interval Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 10.330 .561 9.107 11.553
I1 J2 9.720 .561 8.498 10.943
J3 9.790 .561 8.567 11.013
J1 9.746 .561 8.523 10.969
I2 J2 10.551 .561 9.328 11.774
J3 11.019 .561 9.796 12.242
J1 7.164 .561 5.941 8.387
I3 J2 9.804 .561 8.581 11.027
J3 8.128 .561 6.905 9.351

Post Hoc Tests


Jarak tanam
Homogeneous Subsets
Protein Kasar
Duncana,b
Jarak tanam N Subset
1
J1 9 9.0797
J3 9 9.6459
J2 9 10.0251
Sig. .072

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .945.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Interval
Homogeneous Subsets

Protein Kasar
Duncana,b
Interval N Subset
1 2
I3 9 8.3654
I1 9 9.9467
I2 9 10.4386
Sig. 1.000 .304

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .945.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.
140

Lampiran 15. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap kandungan SK rumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: SeratKasar
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Hypothesis 37594.519 1 37594.519 103920.758 .000
Intercept
Error .724 2 .362a
Hypothesis 5.999 2 3.000 2.027 .247
JT
Error 5.919 4 1.480b
Hypothesis .724 2 .362 .244 .794
Kel
Error 5.919 4 1.480b
Hypothesis 5.919 4 1.480 1.177 .369
JT * Kel
Error 15.091 12 1.258c
Hypothesis 18.506 2 9.253 7.358 .008
I
Error 15.091 12 1.258c
Hypothesis 4.989 4 1.247 .992 .449
JT * I
Error 15.091 12 1.258c
a. MS(Kel)
b. MS(JT * Kel)
c. MS(Error)

Expected Mean Squaresa,b


Source Variance Component
Var(Kel) Var(JT * Kel) Var(Error) Quadratic Term
Intercept 9.000 3.000 1.000 Intercept, JT, I, JT * I
JT .000 3.000 1.000 JT, JT * I
Kel 9.000 3.000 1.000
JT * Kel .000 3.000 1.000
I .000 .000 1.000 I, JT * I
JT * I .000 .000 1.000 JT * I
Error .000 .000 1.000
a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells
times the variance components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term
cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.

Estimated Marginal Means

1. Jarak tanam
Dependent Variable: SeratKasar
Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 37.880 .374 37.065 38.694
J2 36.726 .374 35.911 37.540
J3 37.339 .374 36.524 38.153

2. Kelompok
Dependent Variable: SeratKasar
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 37.535 .374 36.721 38.350
Kel 2 37.144 .374 36.329 37.958
Kel 3 37.265 .374 36.451 38.080

3. Jarak tanam * Kelompok


Dependent Variable: SeratKasar
Jarak tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 38.833 .647 37.423 40.244
J1 Kel 2 37.379 .647 35.969 38.790
Kel 3 37.426 .647 36.016 38.837
Kel 1 37.064 .647 35.654 38.475
J2 Kel 2 36.359 .647 34.949 37.770
Kel 3 36.754 .647 35.343 38.164
Kel 1 36.708 .647 35.298 38.119
J3 Kel 2 37.692 .647 36.282 39.103
Kel 3 37.616 .647 36.205 39.027
141

4. Interval
Dependent Variable: SeratKasar
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 36.147 .374 35.332 36.961
I2 37.831 .374 37.017 38.646
I3 37.966 .374 37.152 38.781

5. Interval * Jarak tanam


Dependent Variable: SeratKasar
Interval Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 37.088 .647 35.677 38.498
I1 J2 35.066 .647 33.655 36.476
J3 36.286 .647 34.876 37.697
J1 38.771 .647 37.360 40.181
I2 J2 37.379 .647 35.969 38.790
J3 37.344 .647 35.933 38.755
J1 37.781 .647 36.370 39.192
I3 J2 37.732 .647 36.321 39.143
J3 38.386 .647 36.976 39.797

Post Hoc Tests


Jarak tanam
Homogeneous Subsets
SeratKasar
Duncana,b
Jarak tanam N Subset
1
J2 9 36.7258
J3 9 37.3388
J1 9 37.8796
Sig. .059
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1.258.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Interval

Homogeneous Subsets

SeratKasar
Duncana,b
Interval N Subset
1 2
I1 9 36.1465
I2 9 37.8313
I3 9 37.9664
Sig. 1.000 .803

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1.258.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.
142

Lampiran 16. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap kandungan LKrumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: LemakKasar
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Hypothesis 185.049 1 185.049 915.760 .001
Intercept
Error .404 2 .202a
Hypothesis 5.128 2 2.564 6.862 .051
JT
Error 1.495 4 .374b
Hypothesis .404 2 .202 .541 .620
Kel
Error 1.495 4 .374b
Hypothesis 1.495 4 .374 1.526 .256
JT * Kel
Error 2.938 12 .245c
Hypothesis .134 2 .067 .274 .765
I
Error 2.938 12 .245c
Hypothesis .302 4 .076 .308 .867
JT * I
Error 2.938 12 .245c
a. MS(Kel)
b. MS(JT * Kel)
c. MS(Error)

Expected Mean Squaresa,b


Source Variance Component
Var(Kel) Var(JT * Kel) Var(Error) Quadratic Term
Intercept 9.000 3.000 1.000 Intercept, JT, I, JT * I
JT .000 3.000 1.000 JT, JT * I
Kel 9.000 3.000 1.000
JT * Kel .000 3.000 1.000
I .000 .000 1.000 I, JT * I
JT * I .000 .000 1.000 JT * I
Error .000 .000 1.000
a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells
times the variance components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term
cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.

Estimated Marginal Means

1. Jarak tanam
Dependent Variable: LemakKasar
Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 2.062 .165 1.703 2.421
J2 3.126 .165 2.767 3.486
J3 2.666 .165 2.306 3.025

2. Kelompok
Dependent Variable: LemakKasar
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 2.791 .165 2.432 3.150
Kel 2 2.536 .165 2.177 2.896
Kel 3 2.527 .165 2.167 2.886

3. Jarak tanam * Kelompok


Dependent Variable: LemakKasar
Jarak tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 2.198 .286 1.576 2.820
J1 Kel 2 1.771 .286 1.148 2.393
Kel 3 2.218 .286 1.595 2.840
Kel 1 3.409 .286 2.786 4.031
J2 Kel 2 3.384 .286 2.762 4.007
Kel 3 2.586 .286 1.963 3.208
Kel 1 2.766 .286 2.143 3.388
J3 Kel 2 2.454 .286 1.832 3.077
Kel 3 2.776 .286 2.154 3.399
143

4. Interval
Dependent Variable: LemakKasar
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 2.573 .165 2.213 2.932
I2 2.564 .165 2.204 2.923
I3 2.717 .165 2.358 3.077

5. Interval * Jarak tanam


Dependent Variable: LemakKasar
Interval Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 2.110 .286 1.488 2.733
I1 J2 2.879 .286 2.256 3.501
J3 2.729 .286 2.107 3.352
J1 1.923 .286 1.300 2.545
I2 J2 3.224 .286 2.602 3.846
J3 2.544 .286 1.922 3.167
J1 2.153 .286 1.531 2.775
I3 J2 3.276 .286 2.654 3.899
J3 2.723 .286 2.101 3.346

Post Hoc Tests


Jarak tanam
Homogeneous Subsets

LemakKasar
Duncana,b
Jarak tanam N Subset
1 2
J1 9 2.0620
J3 9 2.6655
J2 9 3.1263
Sig. 1.000 .072
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .245.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Interval
Homogeneous Subsets

LemakKasar
Duncana,b
Interval N Subset
1
I2 9 2.5637
I1 9 2.5727
I3 9 2.7175
Sig. .543

Means for groups in homogeneous subsets


are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) =
.245.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size =
9.000.
b. Alpha = .05.
144

Lampiran 17. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap kandungan abu rumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kadar Abu
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Hypothesis 4421.156 1 4421.156 913378.920 .000
Intercept
Error .010 2 .005a
Hypothesis .483 2 .242 .098 .909
JT
Error 9.847 4 2.462b
Hypothesis .010 2 .005 .002 .998
Kel
Error 9.847 4 2.462b
Hypothesis 9.847 4 2.462 1.944 .168
JT * Kel
Error 15.198 12 1.266c
Hypothesis 4.938 2 2.469 1.950 .185
I
Error 15.198 12 1.266c
Hypothesis 1.731 4 .433 .342 .845
JT * I
Error 15.198 12 1.266c

a. MS(Kel)
b. MS(JT * Kel)
c. MS(Error)

Expected Mean Squaresa,b


Source Variance Component
Var(Kel) Var(JT * Kel) Var(Error) Quadratic Term
Intercept 9.000 3.000 1.000 Intercept, JT, I, JT * I
JT .000 3.000 1.000 JT, JT * I
Kel 9.000 3.000 1.000
JT * Kel .000 3.000 1.000
I .000 .000 1.000 I, JT * I
JT * I .000 .000 1.000 JT * I
Error .000 .000 1.000

a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells
times the variance components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term
cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.

Estimated Marginal Means


1. Jarak tanam
Dependent Variable: Kadar Abu
Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 12.936 .375 12.119 13.753
J2 12.616 .375 11.799 13.433
J3 12.837 .375 12.020 13.654

2. Kelompok
Dependent Variable: Kadar Abu
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 12.820 .375 12.003 13.637
Kel 2 12.796 .375 11.978 13.613
Kel 3 12.774 .375 11.956 13.591

3. Jarak tanam * Kelompok


Dependent Variable: Kadar Abu
Jarak tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 14.068 .650 12.652 15.483
J1 Kel 2 12.723 .650 11.307 14.138
Kel 3 12.018 .650 10.602 13.434
Kel 1 12.104 .650 10.688 13.520
J2 Kel 2 12.506 .650 11.091 13.922
Kel 3 13.238 .650 11.822 14.653
Kel 1 12.288 .650 10.873 13.704
J3 Kel 2 13.158 .650 11.742 14.574
Kel 3 13.065 .650 11.649 14.480
145

4. Interval
Dependent Variable: Kadar Abu
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 13.193 .375 12.376 14.010
I2 12.994 .375 12.176 13.811
I3 12.203 .375 11.385 13.020

5. Interval * Jarak tanam


Dependent Variable: Kadar Abu
Interval Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 13.089 .650 11.674 14.505
I1 J2 13.074 .650 11.659 14.490
J3 13.415 .650 11.999 14.831
J1 13.460 .650 12.044 14.875
I2 J2 12.957 .650 11.542 14.373
J3 12.564 .650 11.148 13.980
J1 12.260 .650 10.844 13.675
I3 J2 11.816 .650 10.401 13.232
J3 12.532 .650 11.116 13.948

Post Hoc Tests


Jarak tanam
Homogeneous Subsets

Kadar Abu
Duncana,b
Jarak tanam N Subset
1
J2 9 12.6160
J3 9 12.8369
J1 9 12.9361
Sig. .577
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1.266.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Interval
Homogeneous Subsets
Kadar Abu
Duncana,b
Interval N Subset
1
I3 9 12.2026
I2 9 12.9936
I1 9 13.1929
Sig. .100

Means for groups in homogeneous subsets


are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) =
1.266.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size =
9.000.
b. Alpha = .05.
146

Lampiran 18. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap kandungan ADFrumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kandungan ADF
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Hypothesis 76692.709 1 76692.709 1070.398 .001
Intercept
Error 143.298 2 71.649a
Hypothesis 89.914 2 44.957 2.429 .204
JT
Error 74.047 4 18.512b
Hypothesis 143.298 2 71.649 3.870 .116
Kelompok
Error 74.047 4 18.512b
Hypothesis 74.047 4 18.512 .767 .567
JT * Kelompok
Error 289.769 12 24.147c
Hypothesis 442.727 2 221.364 9.167 .004
I
Error 289.769 12 24.147c
Hypothesis 69.767 4 17.442 .722 .593
JT * I
Error 289.769 12 24.147c
a. MS(Kelompok)
b. MS(JT * Kelompok)
c. MS(Error)

Expected Mean Squaresa,b


Source Variance Component
Var(Kelompok) Var(JT * Kelompok) Var(Error) Quadratic Term
Intercept 9.000 3.000 1.000 Intercept, JT, I, JT * I
JT .000 3.000 1.000 JT, JT * I
Kelompok 9.000 3.000 1.000
JT * Kelompok .000 3.000 1.000
I .000 .000 1.000 I, JT * I
JT * I .000 .000 1.000 JT * I
Error .000 .000 1.000

a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells times the variance
components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.

Estimated Marginal Means

1. Jarak Tanam
Dependent Variable: Kandungan ADF
Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 52.943 1.638 49.374 56.512
j2 51.259 1.638 47.690 54.828
j3 55.687 1.638 52.118 59.256

2. Kelompok
Dependent Variable: Kandungan ADF
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 50.362 1.638 46.793 53.931
kel 2 55.989 1.638 52.420 59.558
kel 3 53.537 1.638 49.968 57.106

3. Jarak Tanam * Kelompok


Dependent Variable: Kandungan ADF
Jarak Tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 48.474 2.837 42.293 54.656
J1 kel 2 55.194 2.837 49.012 61.375
kel 3 55.160 2.837 48.979 61.342
kel 1 46.908 2.837 40.726 53.089
j2 kel 2 54.851 2.837 48.669 61.032
kel 3 52.018 2.837 45.836 58.199
kel 1 55.704 2.837 49.522 61.885
j3 kel 2 57.923 2.837 51.742 64.105
kel 3 53.433 2.837 47.252 59.615
147

4. Interval
Dependent Variable: Kandungan ADF
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
i1 48.684 1.638 45.115 52.253
i2 52.662 1.638 49.093 56.231
i3 58.542 1.638 54.973 62.111

5. Interval * Jarak Tanam


Dependent Variable: Kandungan ADF
Interval Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 47.321 2.837 41.140 53.503
i1 j2 47.543 2.837 41.361 53.724
j3 51.189 2.837 45.007 57.370
J1 55.369 2.837 49.188 61.551
i2 j2 49.374 2.837 43.192 55.555
j3 53.242 2.837 47.061 59.424
J1 56.138 2.837 49.956 62.319
i3 j2 56.860 2.837 50.678 63.041
j3 62.629 2.837 56.448 68.811

Post Hoc Tests


Jarak Tanam
Homogeneous Subsets

Kandungan ADF
Duncana,b
Jarak Tanam N Subset
1
j2 9 51.2587
J1 9 52.9428
j3 9 55.6867
Sig. .093

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 24.147.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Interval
Homogeneous Subsets

Kandungan ADF
Duncana,b
Interval N Subset
1 2
i1 9 48.6844
i2 9 52.6617
i3 9 58.5422
Sig. .112 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 24.147.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.
148

Lampiran 19. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap kandungan NDF rumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kandungan NDF
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Hypothesis 102208.062 1 102208.062 853.037 .001
Intercept
Error 239.633 2 119.817a
Hypothesis 240.806 2 120.403 6.214 .059
JT
Error 77.509 4 19.377b
Hypothesis 239.633 2 119.817 6.183 .060
Kelompok
Error 77.509 4 19.377b
Hypothesis 77.509 4 19.377 .233 .914
JT * Kelompok
Error 998.127 12 83.177c
Hypothesis 405.830 2 202.915 2.440 .129
I
Error 998.127 12 83.177c
Hypothesis 108.664 4 27.166 .327 .855
JT * I
Error 998.127 12 83.177c

a. MS(Kelompok)
b. MS(JT * Kelompok)
c. MS(Error)

Expected Mean Squaresa,b


Source Variance Component
Var(Kelompok) Var(JT * Kelompok) Var(Error) Quadratic Term
Intercept 9.000 3.000 1.000 Intercept, JT, I, JT * I
JT .000 3.000 1.000 JT, JT * I
Kelompok 9.000 3.000 1.000
JT * Kelompok .000 3.000 1.000
I .000 .000 1.000 I, JT * I
JT * I .000 .000 1.000 JT * I
Error .000 .000 1.000
a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells times the variance
components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.

Estimated Marginal Means

1. Jarak Tanam
Dependent Variable: Kandungan NDF
Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 62.050 3.040 55.427 68.674
j2 57.635 3.040 51.011 64.259
j3 64.894 3.040 58.270 71.517

2. Kelompok
Dependent Variable: Kandungan NDF
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 57.324 3.040 50.701 63.948
kel 2 63.894 3.040 57.271 70.518
kel 3 63.360 3.040 56.736 69.984

3. Jarak Tanam * Kelompok


Dependent Variable: Kandungan NDF
Jarak Tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kel 1 58.962 5.266 47.489 70.435
J1 kel 2 63.267 5.266 51.794 74.739
kel 3 63.922 5.266 52.449 75.394
kel 1 50.423 5.266 38.950 61.896
j2 kel 2 62.797 5.266 51.324 74.269
kel 3 59.685 5.266 48.213 71.158
kel 1 62.588 5.266 51.116 74.061
j3 kel 2 65.620 5.266 54.147 77.092
kel 3 66.473 5.266 55.001 77.946
149

4. Interval
Dependent Variable: Kandungan NDF
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
i1 57.417 3.040 50.793 64.040
i2 60.438 3.040 53.814 67.062
i3 66.724 3.040 60.101 73.348

5. Interval * Jarak Tanam


Dependent Variable: Kandungan NDF
Interval Jarak Tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 60.556 5.266 49.083 72.028
i1 j2 50.008 5.266 38.536 61.481
j3 61.686 5.266 50.213 73.159
J1 60.398 5.266 48.926 71.871
i2 j2 56.869 5.266 45.396 68.341
j3 64.046 5.266 52.574 75.519
J1 65.197 5.266 53.724 76.669
i3 j2 66.028 5.266 54.555 77.500
j3 68.949 5.266 57.476 80.421

Post Hoc Tests


Jarak Tanam
Homogeneous Subsets

Kandungan NDF
Duncana,b
Jarak Tanam N Subset
1
j2 9 57.6350
J1 9 62.0502
j3 9 64.8937
Sig. .134
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 83.177.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Interval
Homogeneous Subsets

Kandungan NDF
Duncana,b
Interval N Subset
1
i1 9 57.4167
i2 9 60.4378
i3 9 66.7243
Sig. .061

Means for groups in homogeneous subsets


are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) =
83.177.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size =
9.000.
b. Alpha = .05.
150

Lampiran 20. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap KCBKrumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: KCBK
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Hypothesis 75812.634 1 75812.634 21028.119 .000
Intercept
Error 7.211 2 3.605a
Hypothesis 24.776 2 12.388 2.746 .178
JT
Error 18.046 4 4.512b
Hypothesis 7.211 2 3.605 .799 .511
Kel
Error 18.046 4 4.512b
Hypothesis 18.046 4 4.512 .747 .578
JT * Kel
Error 72.465 12 6.039c
Hypothesis 242.808 2 121.404 20.104 .000
I
Error 72.465 12 6.039c
Hypothesis 79.702 4 19.926 3.300 .048
JT * I
Error 72.465 12 6.039c
a. MS(Kel)
b. MS(JT * Kel)
c. MS(Error)

Expected Mean Squaresa,b


Source Variance Component
Var(Kel) Var(JT * Kel) Var(Error) Quadratic Term
Intercept 9.000 3.000 1.000 Intercept, JT, I, JT * I
JT .000 3.000 1.000 JT, JT * I
Kel 9.000 3.000 1.000
JT * Kel .000 3.000 1.000
I .000 .000 1.000 I, JT * I
JT * I .000 .000 1.000 JT * I
Error .000 .000 1.000

a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells
times the variance components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term
cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.

Estimated Marginal Means

1. Jarak tanam
Dependent Variable: KCBK
Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 52.001 .819 50.217 53.786
J2 54.286 .819 52.501 56.071
J3 52.681 .819 50.896 54.465

2. Kelompok
Dependent Variable: KCBK
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 52.623 .819 50.838 54.408
Kel 2 53.720 .819 51.935 55.505
Kel 3 52.625 .819 50.840 54.409
3. Jarak tanam * Kelompok
Dependent Variable: KCBK
Jarak tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 51.081 1.419 47.990 54.172
J1 Kel 2 54.052 1.419 50.960 57.143
Kel 3 50.872 1.419 47.781 53.963
Kel 1 54.968 1.419 51.877 58.059
J2 Kel 2 53.705 1.419 50.614 56.797
Kel 3 54.185 1.419 51.094 57.276
Kel 1 51.821 1.419 48.730 54.912
J3 Kel 2 53.404 1.419 50.312 56.495
Kel 3 52.817 1.419 49.726 55.908
151

4. Interval
Dependent Variable: KCBK
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 53.368 .819 51.583 55.153
I2 56.458 .819 54.673 58.243
I3 49.142 .819 47.357 50.927

5. Interval * Jarak tanam


Dependent Variable: KCBK
Interval Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 50.749 1.419 47.658 53.840
I1 J2 57.376 1.419 54.285 60.468
J3 51.979 1.419 48.887 55.070
J1 54.489 1.419 51.398 57.581
I2 J2 57.126 1.419 54.035 60.217
J3 57.759 1.419 54.668 60.850
J1 50.766 1.419 47.674 53.857
I3 J2 48.356 1.419 45.265 51.447
J3 48.304 1.419 45.213 51.395

Post Hoc Tests


Jarak tanam
Homogeneous Subsets

KCBK
Duncana,b
Jarak tanam N Subset
1
J1 9 52.0014
J3 9 52.6806
J2 9 54.2861
Sig. .084
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 6.039.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Interval
Homogeneous Subsets

KCBK
Duncana,b
Interval N Subset
1 2 3
I3 9 49.1419
I1 9 53.3681
I2 9 56.4581
Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 6.039.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.
152

Lampiran 21. Analisis ragam pengaruh jarak tanam dan interval pemotongan
terhadap KCBOrumput gajah liar
Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: KCBO
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Hypothesis 92150.633 1 92150.633 83176.597 .000
Intercept
Error 2.216 2 1.108a
Hypothesis 113.111 2 56.556 38.794 .002
JT
Error 5.831 4 1.458b
Hypothesis 2.216 2 1.108 .760 .525
Kel
Error 5.831 4 1.458b
Hypothesis 5.831 4 1.458 .114 .975
JT * Kel
Error 153.017 12 12.751c
Hypothesis 332.663 2 166.331 13.044 .001
I
Error 153.017 12 12.751c
Hypothesis 110.154 4 27.539 2.160 .136
JT * I
Error 153.017 12 12.751c

a. MS(Kel)
b. MS(JT * Kel)
c. MS(Error)

Expected Mean Squaresa,b


Source Variance Component
Var(Kel) Var(JT * Kel) Var(Error) Quadratic Term
Intercept 9.000 3.000 1.000 Intercept, JT, I, JT * I
JT .000 3.000 1.000 JT, JT * I
Kel 9.000 3.000 1.000
JT * Kel .000 3.000 1.000
I .000 .000 1.000 I, JT * I
JT * I .000 .000 1.000 JT * I
Error .000 .000 1.000
a. For each source, the expected mean square equals the sum of the coefficients in the cells
times the variance components, plus a quadratic term involving effects in the Quadratic Term
cell.
b. Expected Mean Squares are based on the Type III Sums of Squares.

Estimated Marginal Means

1. Jarak tanam
Dependent Variable: KCBO
Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 57.634 1.190 55.041 60.228
J2 61.227 1.190 58.633 63.820
J3 56.402 1.190 53.808 58.995

2. Kelompok
Dependent Variable: KCBO
Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 58.453 1.190 55.860 61.047
Kel 2 58.754 1.190 56.161 61.348
Kel 3 58.055 1.190 55.461 60.648
3. Jarak tanam * Kelompok
Dependent Variable: KCBO
Jarak tanam Kelompok Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kel 1 57.395 2.062 52.903 61.887
J1 Kel 2 58.841 2.062 54.349 63.333
Kel 3 56.667 2.062 52.175 61.159
Kel 1 61.520 2.062 57.028 66.012
J2 Kel 2 60.904 2.062 56.412 65.396
Kel 3 61.256 2.062 56.764 65.748
Kel 1 56.445 2.062 51.953 60.937
J3 Kel 2 56.518 2.062 52.026 61.010
Kel 3 56.242 2.062 51.750 60.734
153

4. Interval
Dependent Variable: KCBO
Interval Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
I1 58.635 1.190 56.042 61.228
I2 62.609 1.190 60.015 65.202
I3 54.019 1.190 51.425 56.612

5. Interval * Jarak tanam


Dependent Variable: KCBO
Interval Jarak tanam Mean Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
J1 56.864 2.062 52.372 61.356
I1 J2 64.357 2.062 59.865 68.849
J3 54.685 2.062 50.193 59.177
J1 60.877 2.062 56.385 65.369
I2 J2 66.312 2.062 61.820 70.804
J3 60.637 2.062 56.145 65.129
J1 55.162 2.062 50.670 59.654
I3 J2 53.011 2.062 48.519 57.503
J3 53.883 2.062 49.391 58.375

Post Hoc Tests


Jarak tanam
Homogeneous Subsets

KCBO
Duncana,b
Jarak tanam N Subset
1 2
J3 9 56.4016
J1 9 57.6342 57.6342
J2 9 61.2265
Sig. .478 .054
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 12.751.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Interval
Homogeneous Subsets
KCBO
Duncana,b
Interval N Subset
1 2 3
I3 9 54.0187
I1 9 58.6350
I2 9 62.6086
Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 12.751.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = .05.

Anda mungkin juga menyukai