SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penentuan Bentuk dan
Dimensi Plot Contoh Optimal Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan
pada Ekosistem Hutan Hujan Pegunungan Bawah adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Kata Kunci: Bentuk dan Dimensi Plot, Penduga Kekayaan Spesies, Nonparametrik
SUMMARY
The shape and dimensions of plot observation are the most fundamental in
biodiversity inventory. Determination of the shape and dimensions plot to inventory
plant species diversity based on the composition of plant species in the community
and the spatial distribution of plant species and individual in the community. The
spatial distribution of plants varied for each species and individual. An inventory
of species richness using plot areas data and abundace data in the field cannot be
measure accurately because there is always bias in measuring the number of
species.
The purpose of this study are to determine the most responsive species
estimator and determine the optimal shape and dimension of sample plots to
measure the diversity of plant species in submontane rainforest, cased study in
Gunung Ciremai National Park (TNGC) and Betung Kerihun National Park
(TNBK). This study conducted on August 2015 to March 2016 in TNGC and
TNBK. Inventory study of species richness collected in five different observation
points with a 50 total observation squares and rectangles plot with four different
dimensions samples. The data analysis used are nonparametric species richness
estimator and t-test to analyze the significance of differences of shape and
dimensions plots in both observation locations.
The best species richness estimator is Chao 2 estimator with the highest
accuracy and sensitivity values than all plant species richness estimators. The
optimal plot shape for plants inventory in submontane forests in TNBK and TNGC
is rectangular plot because that plot shape cover more species, has a small variants
between plots, high variants in sample units and cross more environmental
gradients. The most optimal plot dimensions in TNBK are 50x200 m2 because that
dimensions get a larger number of species and can cover all species with different
distribution patterns. While the optimal plot shape for plant inventory in
submontane forests in TNGC is a rectangle with 50x200 m2 and 200x50 m2
dimensions.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PENENTUAN BENTUK DAN DIMENSI PLOT CONTOH OPTIMAL
PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN
PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN PEGUNUNGAN BAWAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:Dr Ir Istomo MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2015-Maret 2016 ini ialah
Inventarisasi tumbuhan, dengan judul Penentuan Bentuk dan Dimensi Plot Contoh
Optimal Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan pada Ekosistem Hutan
Hujan Pegunungan Bawah. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, MScF dan Bapak Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa,
DEA selaku pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis hingga penulisan tesis ini selesai.
2. Dr. Ir. Istomo MSi selaku penguji luar komisi yang telah memberikan
masukan dan saran dalam perbaikan thesis.
3. Prof Dr Ir Yanto Santosa yang telah membiayai seluruh rangkaian
kegiatan penelitian ini.
4. Bapak Muhammad Ridwan dan Ibu Halimatussa’diah, orang tua tercinta
yang tidak henti mendoakan dan mendukung penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Kakak-kakak tersayang Irfan Amrillah, Husnul Khotimah, Khaerunniyah,
Hidayatillah, Siti Munawarah, dan Habibullah atas dukungan, bantuan
dan doanya.
6. Tim Survey Flora dan Fauna Taman Nasional Gunung Ciremai (teman-
teman dari UNIKU, Balai TNGC, dan IPB) yang telah membantu dalam
pengumpulan data vegetasi lapangan di Pulau Jawa.
7. Tim Survey Flora dan Fauna Taman Nasional Betung Kerihun (teman-
teman dari UGM, UNTAN, UNIKU, IPB, dan Balai TNBK) yang telah
membantu dalam pengumpulan data lapangan di Pulau Kalimantan.
8. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga,
sahabat Lab Konservasi Tumbuhan Obat Tropika, sahabat Nepenthes
rafflesiana 47, sahabat Fasttrack 47 (Anggita Puspitasari, Ventie Angelia
Nawangsari, Bangkit Maulana, Dimaz Danang Al-Reza, Dini Ayu
Lestari, Rahmi Nur Khairiah, Rahila Junika), Muhammad Ahda Agung
Arifian, Betti Septiana darsono, Meilati Ligardini Manggala, kak Intan
Purnama Sari, kak Yohana dalimunthe, keluarga besar HIMAKOVA,
sahabat KVT 2013 dan KVT 2014, serta seluruh staf pengajar, tata usaha,
laboran, mamang bibi, juga keluarga besar Departemen Konservasi
Biodiversitas Tropika dan Fakultas Kehutanan IPB atas segala doa, kasih
sayang, dan dukungannya.
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Kerangka Pemikiran 5
Hipotesis Penelitian 6
Manfaat Penelitian 6
Tujuan Penelitian 6
2 METODE 6
Lokasi dan Waktu Penelitian 6
Alat dan Bahan 6
Jenis Data 7
Metode Pengumpulan Data 7
Analisis Data 7
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 12
Keanekaragaman Spesies Vegetasi 15
Penduga Kekayaan Spesies 18
Bentuk Plot 22
Dimensi Plot Optimal 25
4 SIMPULAN DAN SARAN 27
Simpulan 27
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 32
RIWAYAT HIDUP 46
DAFTAR TABEL
1 10 spesies tumbuhan dengan kelimpahan tertinggi di TNGC 16
2 10 spesies tumbuhan dengan kelimpahan tertinggi di TNBK 17
3 Selang kepercayaan 95% hasil pengukuran kekayaan spesies di lapangan
(Sobs) dan hasil penduga kekayaan spesies 19
4 Hasil analisis koefisien determinasi penduga kekayaan spesies 22
5 Hasil uji signifikansi perbedaan nilai tengah jumlah spesies bentuk plot
persegi panjang dan bujur sangkar 23
6 Hasil uji signifikansi perbedaan jumlah spesies berdasarkan dimensi plot
pengamatan di TNGC 26
7 Hasil uji signifikansi perbedaan jumlah spesies berdasarkan bentuk plot
pengamatan di TNBK 26
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian 5
2 Bentuk dan ukuran plot awal pengamatan kajian inventarisasi kekayaan
tumbuhan di hutan pegunungan bawah. 8
3 Peta Ketinggian Tempat Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) 13
4 Peta Ketinggian Tempat Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) 14
5 Famili tumbuhan dengan kelimpahan spesies tertinggi di TNGC 15
6 Famili tumbuhan dengan kelimpahan spesies tertinggi di TNGC 16
7 Hasil analisis bias dan ketepatan penduga kekayaan spesies 20
8 Perbandingan jumlah spesies hasil pengamatan bentuk plot bujur sangkar
dan persegi panjang 23
9 Perbandingan jumlah sesies yang diperoleh pada berbagai dimensi plot
pengamatan di TNGC dan TNBK 25
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabulasi sebaran spesies tumbuhan di TNBK 32
2 Tabulasi sebaran spesies tumbuhan di TNGC 42
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
hayati pada perbedaan ketinggian tempat juga dapat dilihat dari phytostruktur
tumbuhan yang tersebar secara horizontal vertical (tegak lurus) ataupun (sejajar)
mengikuti garis kontur. Perbedaan komposisi komunitas tumbuhan yang berbeda-
beda tersebut haruslah bisa terukur dalam pengukuran keanekaragaman tumbuhan
sehingga perlu dilakukan percobaan berbagai dimensi plot pengamatan.
Bentuk plot yang berbeda dengan luasan yang sama memiliki keliling yang
berbeda (Kusuma 2007) yang disebut dengan edge effect (Krebs 1989). Kusuma
(2007) menyebutkan bahwa keanekaragaman spesies tumbuhan bervariasi menurut
ruang, waktu dan luas area pengamatan. Ulrich dan Buszko (2006) juga menyatakan
bahwa kekayaan spesies bergantung dari luas area sampling yang diamati. Selain
itu Whitmore (1986) menjelaskan bahwa pada hutan hujan tropis terdapat kekayaan
spesies yang sangat tinggi pada plot berukuran kecil apalagi jika luas plot sampling
diperbanyak. Sehingga dimensi, luas dan bentuk plot contoh lebih menjadi hal
penting dalam pengukuran keanekaragaman.
Ukuran keanekaragaman hayati dari hasil inventarisasi dapat dinyatakan
dalam bentuk indeks keanekaragaman hayati atau dengan nilai kekayaan spesies
yang terukur secara langsung. Pengukuran kekayaan spesies merupakan hal yang
paling mendasar dalam melakukan pengukuran keanekaragaman hayati (Ludwig
dan Reynolds 1988, Krebs 1989). Hal ini sesuai dengan pernyataan Colwell dan
Coddington (1994) yang menyatakan bahwa kekayaan spesies merupakan suatu hal
mendasar untuk berbagai bidang dalam ekologi komunitas. Pengukuran kekayaan
spesies pertama kali dilakukan dengan mengukur jumlah spesies dalam individu
(Colwell et al. 2012), tetapi banyak penelitian lain menggunakan pengukuran
kekayaan spesies berdasarkan sampling area atau plot area.
Inventarisasi kekayaan spesies yang dilakukan baik menggunakan data yang
diambil berdasarkan plot area ataupun berdasarkan data jumlah individu dilapangan
tidak dapat diukur secara akurat karena selalu terjadi bias dalam mengukur jumlah
spesies dalam plot (Colwell et al. 2004, Colwell et al. 2012, Gotteli dan Chao 2013).
Efek dari pengukuran yang bias dari pengukuran kekayaan spesies jelas tergambar
dalam kurva akumulasi spesies (Species accumulation curve) yang
menggambarkan hubungan antara jumlah individu sampel atau unit sampel yang
diambil dengan jumlah spesies yang diperoleh dari sampel yang diambil (Gotteli
dan Chao 2013). Bias yang terjadi umumnya disebabkan karena terdapat spesies
langka yang tidak ditemukan dalam plot (underestimate) (Colwell et al. 2004,
Colwell et al. 2012, Gotteli dan Chao 2013) dan kesalahan identifikasi spesies yang
dilakukan oleh pengamat (overestimate dan underestimate). Hal tersebut menjadi
konsen beberapa ekolog dalam menentukan beberapa estimator untuk
mengestimasi kekayaan spesies (Hulbert 1971, Colwell et al. 2004, Colwell et al.
2012, Gotteli dan Chao 2013), akan tetapi belum diketahui estimator terbaik dari
estimator tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan beberapa pertanyaan
penelitian diantaranya:
1. Apakah terdapat perbedaan hasil nilai kekayaan spesies yang diperoleh dari
perbedaan bentuk plot pengamatan di hutan hujan pegunungan bawah?
2. Apakah terdapat perbedaan hasil nilai kekayaan spesies yang diperoleh dari
perbedaan dimensi plot pengamatan di hutan hujan pegunungan bawah?
3. Bagaimana cara menentukan kekayaan spesies sebenarnya yang diperoleh dari
hasil pengambilan contoh di lapangan?
5
Kerangka Pemikiran
Hasil dari perumusan masalah dapat digambarkan dalam suatu kerangka pikir
yang memperlihatkan alur penelitian (Gambar 1). Alur penelitian memperlihatkan
bahwa teori dasar penentuan dimensi plot didasarkan pada phytostruktur dan pola
distribusi spesies dan individu tumbuhan sedangkan teori dasar penentuan luas plot
didasarkan pada komposisi spesies dalam komunitas tumbuhan yang diamati.
Keanekaragaman Hayati
Tumbuhan Hal mendasar untuk berbagai
bidang dalam ekologi
Inventarisasi, pemantauan,
Penyediaan data dasar untuk
dan penghitungan nilai
aksi konservasi
keanekaragaman hayati
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu metode baku dalam
pengukuran dan pemantauan keanekaragaman spesies tumbuhan di Taman
Nasional Gunung Ciremai dan Taman Nasional Betung Kerihun.
Tujuan Penelitian
2 METODE
Alat yang digunakan selama penelitian ini antara lain Global Positioning
System (GPS) Garmin untuk menentukan koordinat wilayah pengamatan. Kamera
sebagai alat dokumentasi. Koran bekas untuk pembuatan spesimen herbarium
berupa daun dan herba tumbuhan bawah atau bagian tumbuhan lainnya yang belum
7
Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian adalah: (1) data primer, yaitu jumlah
spesies dan individu tumbuhan di Taman Nasional Ciremai dan Taman Nasional
Betung Kerihun dan (2) data sekunder, yaitu data kawasan berupa sejarah, topografi
dan perkembangan pengelolaan Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai dan
Taman Nasional Betung Kerihun.
Analisis Data
Kekayaan Spesies
Penentuan penduga kekayaan spesies yang sesuai digunakan perbandingan
antara nilai kekayaan dilapangan dengan nilai kekayaan spesies harapan dari
keseluruhan penduga yang digunakan. Perbandingan dilakukan dengan membuat
hubungan regresi dari masing-masing estimator dengan nilai kekayaan spesies
observasi. Persamaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu (Sugiono 2013)
8
b
c
e
Keterangan: arah panah pada seluruh bentuk plot tegak lurus terhadap garis kontur
Gambar 2 Bentuk dan ukuran plot awal pengamatan kajian inventarisasi kekayaan
tumbuhan di hutan pegunungan bawah. a) Plot persegi panjang dengan
ukuran 250x40 m2. b) Plot persegi panjang dengan ukuran 200x50 m2. c)
Plot persegi panjang dengan ukuran 50x200 m2. d) Plot persegi panjang
dengan ukuran 400x25 m2 plot bujur sangkar dengan ukuran 100x100 m2.
e) Plot bujur sangkar dengan ukuran 100x100 m2.
9
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
Dimana y merupakan kekayaan spesies yang diperoleh dilapangan dan x
merupakan nilai kekayaan spesies harapan yang diduga dengan menggunakan
penduga kekayaan spesies. Penduga tidak bias kekayaan spesies yang paling
sensitif diperoleh dari perbandingan nilai P-value dan koefisien determinasi (R
Square) dari setiap persamaan regresi yang diperoleh. Selain itu, peubah lain yang
digunakan dalam menentukan penduga spesies terbaik adalah nilai bias, ketepatan
serta selang kepercayaan.
Penduga tidak bias kekayaan spesies yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan 7 penduga kekayaan spesies. Keseluruhan penduga kekayaan spesies
yang digunakan merupakan penduga kekayaan nonparametrik. Penduga kekayaan
spesies nonparametrik merupakan penduga paling baik diantara penduga kekayaan
spesies lain (penduga ekstrapolasi asimtotik dan rarefraction) (Colwell dan
Coddington 1994, Gotelli dan Chao 2013). Penduga kekayaan spesies yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain Penduga penduga kekayaan spesies Chao
1, penduga kekayaan spesies Chao 2, penduga kekayaan spesies Jackknife orde 1,
penduga kekayaan spesies Jackknife orde 2, penduga kekayaan spesies Incidence-
based Coverage Estimator (ICE), penduga kekayaan spesies Abundance-based
Coverage Estimator (ACE), dan penduga kekayaan spesies Bootstrap.
Chao (1984) menggunakan f1 (singleton) dan f2 (doubleton) yang merupakan
spesies paling jarang ditemukan pada pengamatan untuk menduga nilai kekayaan
spesies dengan persamaan ŜChao1 (Chao 1984):
𝑓1 2
𝑆𝑜𝑏𝑠 + 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑓2 > 0
Ŝ𝐶ℎ𝑎𝑜1 = 2𝑓2 … … … … … … [1]
𝑓1 (𝑓1 − 1)
𝑆𝑜𝑏𝑠 + 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑓2 = 0
{ 2
Dengan penduga asosiasi variansnya (jika f2>0):
1 𝑓1 2 𝑓1 3 1 𝑓1 4
𝑣â𝑟(Ŝ𝐶ℎ𝑎𝑜1 ) = 𝑓2 [ ( ) + ( ) + ( ) ] … … … … … … [2]
2 𝑓2 𝑓2 4 𝑓2
Keterangan:
ŜChao1 : Penduga kekayaan spesies Chao 1
Sobs : Kekayaa spesies hasil pengamatan
f1 : Spesies unik yang hanya ditemukan berjumlah satu individu (singleton)
f2 : Spesies unik yang hanya ditemukan berjumlah dua individu (doubleton)
vâr(ŜChao1 ) : Varian penduga kekayaan spesies Chao 1
Untuk data insiden Chao (1987) menggunakan ŜChao2 untuk menduga nilai
kekayaan spesies dari frekuensi insiden terendah (Q1 dan Q2) pada plot sampel yang
(𝑅−1)
diamati dan menggunakan faktor koreksi untuk data ukuran sampel dengan 𝑅
(Chao 1987):
𝑅 − 1 𝑄1 2
𝑆𝑜𝑏𝑠 + [( ) ] 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑄2 > 0
𝑅 2𝑄2
Ŝ𝐶ℎ𝑎𝑜2 = … … … [3]
𝑅 − 1 𝑄1 (𝑄1 − 1)
𝑆𝑜𝑏𝑠 + [( ) ] 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑄2 = 0
{ 𝑅 2
Dengan penduga variansnya (jika Q2>0):
10
𝐴 𝑄1 2 2
𝑄1 3 1 2 𝑄1 4
𝑣𝑎̂𝑟(Ŝ𝐶ℎ𝑎𝑜2 ) = 𝑄2 [ ( ) + 𝐴 ( ) + 𝐴 ( ) ] … … … … [4]
2 𝑄2 𝑄2 4 𝑄2
Keterangan:
ŜChao2 : Penduga kekayaan spesies Chao 2
Sobs : Kekayaa spesies hasil pengamatan
Q1 : Spesies unik yang hanya ditemukan pada satu plot pengamatan (singleton)
Q2 : Spesies unik yang hanya ditemukan pada dua plot pengamatan (doubleton)
vâr(ŜChao2 ) : Varian penduga kekayaan spesies Chao 2
R : Jumlah plot pengamatan
(R-1)
A : faktor faktor koreksi untuk data ukuran contoh R .Untuk f2 = 0 pada data
kelimpahanŜChao1dan Q2 = 0 untuk data insidenŜChao2penduga varians untuk
keduanya serupa dengan varians pada persamaan [2] dan persamaan [4]
(Chao dan Sen 2010).
𝑅−1
Ŝ𝑗𝑘1 = 𝑆𝑜𝑏𝑠 + 𝑄1 … … … … [9]
𝑅
Keterangan:
Ŝjk1 : Penduga kekayaan spesies Jackknife orde 1
Sobs : Kekayaa spesies hasil pengamatan
Q1 : Spesies unik yang hanya ditemukan pada satu plot pengamatan (singleton)
R : Jumlah plot pengamatan
Keterangan:
Ŝjk2 : Penduga kekayaan spesies Jackknife orde 2
Sobs : Kekayaa spesies hasil pengamatan
Q1 : Spesies unik yang hanya ditemukan pada satu plot pengamatan (singleton)
Q2 : Spesies unik yang hanya ditemukan pada dua plot pengamatan (doubleton)
R : Jumlah plot pengamatan
Pengujian Hipotesis
Untuk menentukan bentuk dan dimensi plot yang optimal untuk melakukan
inventarisasi kekayaan spesies tumbuhan di hutan pegunungan dilakukan pengujian
hipotesis dengan membandingkan rata-rata jumlah spesies kelima dimensi plot
contoh dan masing - masing luas plot contoh dari dimensi yang terpilih, dengan
persamaan (Walpole 1982, Jhonson dan Bhattacharyya 2010, Kent dan Coker
1992):
𝑥̅ − 𝑦̅
𝑡= … … … … … … [12]
𝑆𝑥 2 𝑆𝑦 2
√ +𝑛
𝑛
𝑥−1 𝑦−1
2
𝑆 2 𝑆2 2
( 𝑛1 + )
1 𝑛2
𝑑𝑓 = 2 2 2 2
… … … … … … [13]
𝑆 𝑆
( 1 ) ( 2 )
𝑛1 𝑛2
+
𝑛1 −1 𝑛2 −1
Secara umum, kondisi umum kedua lokasi penelitian berada pada ketinggian
100 m – 3 078 m dpl diatas permukaan laut dengan kondisi topografi bergelombang,
berbukit dan bergunung. Kondisi iklim pada kedua kawasan menurut klasifikasi
Schmidt dan Fergusson berada pada tipe A, B, dan C dengan curah hujan 2 000 – 5
000 mm per tahun. Kondisi umum dari setiap lokasi penelitian dijelaskan lebih
lanjut pada sub-sub bab berikut
mencapai 3 078 m dpl (Gambar 3). Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson
kawasan TNGC masuk kedalam tipe iklim B dan C dengan curah hujan 2 000 - 4
000 mm per tahun dengan temperatur udara 18-22 oC. Kawasan TNGC kaya dengan
sumber daya air berupa sungai dan mata air dengan total 156 titik mata air, dan 147
mata air diantaranya mengalirkan air sepanjang tahun.
TNGC memiliki tiga tipe ekosistem yang relatif utuh yaitu tipe hutan dataran
rendah, hutan hujan pegunungan bawah, dan hutan pegunungan atas. Kawasan
hutan TNGC memiliki keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang tinggi. Spesies
tumbuhan yang dapat dijumpai di TNGC antara lain pinus (Pinus merkusii),
Saninten (Castanopsis javanica), nangsi (Oreocnide rubescens), mahang
(Macaranga denticulata), pasang (Lithocarpus sundaicus), medang (Elaeocarpus
stipularis), dan beringin (Ficus sp.). Spesies satwaliar yang dapat dijumpai antara
lain macan kumbang (Panthera pardus), kijang (Muntiacus muntjak), landak
(Hystrix brachyura), babi hutan (Sus sp.), kera abu-abu (Macaca fascicularis),
surili (Presbytis comata), elang jawa (Spizaetus bartelsii), dan ular sanca (Phyton
sp.)
Shorea, Vatica. Spesies tumbuhan lain yang dapat dijumpai di kawasan TNBK
yaitu spesies-spesies dari Family Euphorbiaceae, Clusiaceae, dan Burseraceae.
Jenis satwa yang berada didalam kawasan yaitu sebanyak 48 spesies mamalia,
112 spesies ikan, 301 spesies burung, dan 103 spesies herpetofauna. Spesies
mamalia yang dapat dijumpai yaitu (Neofolis nebulosa), Kucing Hutan (Felis
bengalensis), Beruang Madu (Helarctos malayanus), Kijang (Muntiacus muntjak),
Kijang Emas (Muntiacus atherodes), Rusa Sambar (Cervus sp), Kancil (Tragulus
napu), berang-berang (Lutra Sumatrana), orang utan (Pongo pygmaeus),
kelampiau (Hylobates muelleri), Hout (Presbytis frontata), kelasi (Presbytis
rubicunda), beruk (Macaca nemestrina), kera (Macaca fascicularis), dan tarsius
(Tarsius bancanus).
12
10
Jumlah Spesies
8
6
4
2
0
Family
60
50
40
Jumlah Spesies
30
20
10
0
Family
udara yang dapat mempengaruhi komposisi dan struktur spesie tumbuhan di kedua
lokasi.
19
(penduga kekayaan spesies Bootstrap).
20
Walther dan Moore (2005) memperoleh hasil yang sama pada ringkasan
penelitian penduga kekayaan spesies dengan bias terendah yaitu penduga
Bootstrap. Sedangkan hasil penelitian Chiarucci et al. (2003) memperoleh hasil
yang berbeda yaitu bias terkecil dari penduga kekayaan spesies terdapat pada
Jackknife orde 1 pada lokasi Swale dengan ukuran plot yang besar dan pada plot
berukuran kecil bias yang terkecil ditemukan pada penduga Jackknife orde 2. Hal
yang serupa juga dinyatakan Palmer (1990) yang menemukan bahwa Jackknife
orde 1 merupakan penduga spesies yang memiliki bias terkecil. Sedangkan
Chiarucci et al. (2001) dan Palmer (1991) menemukan bias terkecil dihasilkan dari
penduga Jackknife orde 2.
Bias merupakan ukuran kesalahan yang konsisten dalam memperkirakan
sebuah nilai dugaan. Bainbridge (1985) menyatakan bahwa bias merupakan
perbedaan hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya atau nilai refrensi. Penduga
kekayaan spesies yang baik memiliki bias yang mendekati nol atau sama dengan
nol (Krebs 1989).
Nilai bias juga dapat dijadikan acuan sensitivitas dari penduga kekayaan
spesies. Artinya bahwa semakin bias nilai dugaan semakin sensitif penduga
kekayaan spesies tersebut terhadap perubahan peubah yang mempengaruhinya.
Pada Gambar 7 terlihat bahwa penduga Chao2 memiliki nilai bias tertinggi, artinya
bahwa penduga Chao sangat sensitif terhadap perubahan jumlah spesies dan jumlah
spesies unik yang ditemukan di lapangan.
1.2
1
Nilai Bias dan Ketepatan
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Bootstrap Jackknife ACE Chao1 Jackknife ICE Chao2
orde 1 orde 2
Bias Ketepatan
Penduga kekayaan spesies yang baik harus memiliki ketepatan yang tinggi
sehingga bisa mendekati nilai yang sebenarnya. Penduga kekayaan spesies dengan
ketepatan yang paling tinggi yaitu penduga Chao 2 dan penduga ICE, sedangkan
penduga dengan ketepatan yang paling rendah yaitu penduga Bootstrap (Gambar
7). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Chiarucci et al. (2001) yang
menemukan bahwa penduga Chao 2 merupakan penduga kekayaan spesies dengan
ketepatan paling tinggi. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dari
21
Koefisien determinasi
Hubungan penduga kekaayan spesies dan sumber data yang digunakan untuk
menduga kekayaan spesies dijelaskan menggunakan koefisien determinasi (Tabel
4). Koefisien determinasi menjelaskan kemampuan semua peubah bebas (jumlah
spesies pencuplikan serta jumlah spesies unik) dalam menjelaskan varian dari
peubah terikatnya (Matjik 2013). Hasil penelitian memperoleh bahwa seluruh
penduga kekayaan nonparametric dapat dijelaskan oleh kekayaan spesies dan
spesies unik. Secara keseluruahan nilai koefisien determinasi dari penduga
kekayaan spesies yang diperoleh berada diatas 90%. Artinya bahwa semua peubah
bebas yang digunakan untuk menduga kekayaan spesies mampu menjelaskan
varian dari kekayaan spesies dugaan.
Nilai koefisien determinasi terbesar hubungan linier penduga kekayaan
spesies dengan peubah kekayaan spesies ditemukan pada penduga Bootstrap
sebesar 0.9990. Hal ini terjadi karena pada penduga Bootstrap informasi nilai
dugaan kekayaan spesies hanya berdasarkan jumlah spesies pencuplikan,
22
sedangkan informasi dari keberadaan spesies unik tidak dimasukkan dalam peubah
dugaan.
Bentuk Plot
Jumlah spesies yang ditemukan pada plot bujur sangkar lebih rendah
dibandingkan dengan plot persegi panjang pada seluruh luasan plot pengamatan
(Gambar 8). Hal ini menunjukkan bahwa plot persegi panjang menampung jumlah
spesies lebih banyak dibandingkan dengan bentuk bujur sangkar.
Hasil uji signifikansi perbedaan nilai tengah jumlah spesies pada setiap
perbedaan bentuk plot pengamatan baik di TNGC maupun TNBK menunjukkan
bahwa bentuk plot persegi panjang dan bujur sangkar berbeda secara signifikan
(Tabel 5). Perbedaan nilai tengah jumlah spesies yang ditemukan pada plot persegi
panjang lebih tinggi dibandingkan plot bujursangkar sebesar 50 spesies.
Berdasarkan hasil tersebut, bentuk plot optimal untuk inventarisasi tumbuhan
di hutan pegunungan di TNBK maupun di TNGC yaitu bentuk plot persegi panjang.
23
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya pada lokasi lain dengan tipe ekosistem yang berbeda.
400
350
300
Jumlah Speises (S)
250
200
150
100
50
0
0 2 4 6 8 10 12
Luas Plot (Ha)
Gambar 8 Perbandingan jumlah spesies hasil pengamatan bentuk plot bujur sangkar
dan persegi panjang
Tabel 5 Hasil uji signifikansi perbedaan nilai tengah jumlah spesies bentuk plot
persegi panjang dan bujur sangkar
Variabel Plot Persegi Panjang Plot bujur sangkar
Rata-rata 84.55556 31.90909
Varian 248.7778 50.49091
Jumlah Pengamatan 11 11
Perbedaan nilai tengah 52.65
Derajat bebas 11
t Tabel 9.273105
P(T<=t) one-tail 7.82 x10-7
t Critical one-tail 1.795885
P(T<=t) two-tail 1.56 x10-6
t Critical two-tail 2.200985
Untuk daerah tropis, Rugayah et al. (2004) menyatakan bahwa bentuk plot
paling ideal untuk inventarisasi tumbuhan adalah plot persegi panjang, sedangkan
24
400
348
350
Jumlah Spesies (S)
300
250
200
150 124
100
56 41 48
39
50
0
TNBK TNGC
50x200 200x50 25x400 250x40
Gambar 9 Perbandingan jumlah sesies yang diperoleh pada berbagai dimensi plot
pengamatan di TNGC dan TNBK
Tabel 6 Hasil uji signifikansi perbedaan jumlah spesies berdasarkan dimensi plot
pengamatan di TNGC
Variabel Dimensi Plot 200x50 m2 Dimensi Plot 50x200 m2
Rata-rata 11.5 18.5
Varian 60.3 47
Jumlah Pengamatan 6 4
Perbedaan nilai tengah -7
Derajat bebas 8
t Tabel -1.45812
P(T<=t) one-tail 0.09146
t Critical one-tail 1.859548
P(T<=t) two-tail 0.182919
t Critical two-tail 2.306004
Selain itu perbedaan tersebut juga disebabkan oleh perbedaan garis lintang.
Ketinggian tempat dan Garis lintang merupakan faktor utama perbedaan jenis
vegetasi dan ekosistemnya (Odum 1971). Perbedaan vegetasi berdasarkan
ketinggian tempat dan garis lintang di TNBK dapat dijangkau oleh bentuk plot
persegi panjang dengan dimensi 50x200 m2, sedangkan perbedaan vegetasi
berdasarkan garis lintang dan ketinggian tempat di TNGC dapat dijangkau bentuk
plot persegi panjang baik pada dimensi 50x200 m2 maupun 200x50 m2.
Tabel 7 Hasil uji signifikansi perbedaan jumlah spesies berdasarkan bentuk plot
pengamatan di TNBK
Dimensi 200x50 25x400 250x40 50x200
200x50 TS S S
25x400 -1.45 S S
250x40 11.39 12.84 S
50x200 64.31 65.76 52.92
Simpulan
Saran
Goltenboth F, Timotius KH, Milan PP, Margaraf J. 2012. Ekologi Asia Tenggara
Kepulauan Indonesia. Pujiastuti P, Editor. Jakarta (ID): Penerbit Salemba
Teknika. Terjemahan dari: Ecology of Insular Southeast Asia The Indonesian
Archipelago.
Gotelli N, Chao A. 2013. Measuring and Estimating Species Richness, Species
Diversity, and Biotic Similarity from Sampling Data. Encyclopedia of
Biodiversity. 5: 195-211. Waltham (US): Academic Press.
Hamann A, Barbon EB, Curio E, Madulid DA. 1999. A botanical inventory of a
submontane tropical rainforest on Negros Island, Philippines. Biodiversity
and Conservation. 8: 1017–1031
Heltshe JF, Forrester NE. 1983. Estimating Species Richness Using the Jackknife
Procedure. Biometrics 39: 1-11
Hernandez PA, Graham CH, Master LL, Albert DL. 2006. The effect of sample size
and species characteristics on performance of different species distribution
modelling methods. Ecography. 29: 774-785.
Hurlbert SH. 1971. The nonconcept of species diversity:a critique and alternative
parameters. Ecology.52:577–586
Johnson RA, Bhattacharyya GK. 2010. Statistics Principle and Methods, Sixth
edition. New York (US): John Wiley & Sons.inc
Kalkhan MA, Stafford EJ, Stohlgren TJ. 2007. Rapid plant diversity assessment
using a pixel nested plot design: A case study in Beaver Meadows, Rocky
Mountain National Park, Colorado, USA. Diversity and Distributions. 13:
379–388
Kalkhan MA, Stohlgren TJ. 2000. Using multi-scale sampling and spatial cross-
correlation to investigate patterns of plant species richness. Environmental
Monitoring and Assessment. 64: 591–605
Keeley JE, Fotheringham CJ. 2005. Plot shape effects on plant species diversity
measurements. Journal of Vegetation Science. 16: 249-256
Kent M, Coker P. 1992. Vegetation Description and Analysis. London (GB):
Belhaven press.
Kershaw KA. 1957. The Use of Cover and Frequency in the Detection of Pattern in
Plant Communities. Ecology. 38 (2):291-299.
Krebs CJ. 1817. Ecological Methodology. New York (US): Harper & Row
Publisher.
Krebs CJ. 1978. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and
Abundance. Second Edition. Harper International Edition. New York (US):
Harper and row Publishers.
Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology, Second edition. New york (US): Harper
and row Publishers.
Krebs CJ. 2014. Ecological Methodology 3rd ed. (in prep). [Internet]. [diakses pada
tanggal 10 juli 2018]. tersedia pada:
http://www.zoology.ubc.ca/~krebs/books.html
Kusuma S. 2007. Penentuan bentuk dan luas plot contoh optimal pengukuran
keanekaragaman spesies tumbuhan pada ekosistem hutan hujan dataran
rendah: studi kasus di Taman Nasional Kutai. Thesis. Bogor (ID):Institut
Pertanian Bogor.
30
Laurance WF, Ferreira LV, Rankin -de Merona JM, Hutchings RW. 1998.
Influence of plot shape on estimates of tree diversity and community
composition in Central Amazonia. Biotropica. 30 (4): 662 -665.
Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology. A Primer on Methods and
Computing. New York (US): Jhon Wiley and Sons Inc.
Magurran A. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. London (UK):
Croom Helm Limited
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab Jilid 1. Bogor (ID): IPB Press
McIntosh RP. 1967. An index of diversity and the relation of certain concepts to
diversity. Ecology. 4(3): 392-404
Mueller -Dombois D, Ellenberg H. 2016. Ekologi Vegetasi Tujuan dan Metode.
Kartawinata K, Abdulhadi R, Penerjemah. Jakarta (ID): LIPI Press dan
Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Terjemahan dari: Aims and Method of
Vegetation Ecology.
Mueller-Dombois D, Ellenberg H. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology.
New York (US): John Wiley & Sons .Inc
Odum EP. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Samingan T, Penerjemah;
Srigandono, Editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Terjemahan dari: Fundamental Ecology Third Eition.
Palmer MW. 1990. The Estimation of Species Richness by Extrapolation. Ecology.
71(3): 1195-1198.
Palmer MW. 1991. Estimating Species Richness: The Second-Order Jackknife
Reconsidered. Ecology. 72 (4): 1512-1513.
Poole RW. 1974. An Introduction to Quantitative Ecology. London (GB): McGraw-
Hill Kogakusha Ltd.
Potts MD, Kassim AR, Supardi MNN, Tan S, Bossert WH. 2005. Sampling tree
diversity in Malaysian tropical forests: an evaluation of pre-felling inventory.
Forest Ecology and Management. 205: 385-395.
Rivera L, Zimmerman J, Aide T. 2000. Forest recovery in abandoned agricultural
lands in a karst region of the Dominican Republic. Plant Ecology. 148: 115-
125.
Rugayah, Widjaja EA, Praptiwi. 2004. Pedoman Pengumpulan Keanekaragaman
Flora. Bogor (ID): Pusat Penelitian Biologi-LIPI.
Shmida A. 1984. Whittaker's plant diversity sampling method. Israel Journal of
Botany. 33: 41-46.
Smith EP, van Belle G. 1984. Nonparametric estimation of species richness.
Biometrics. 40 : 119-129
Sprent P. 1991. Metode Statistik Nonparametrik Terapan. Osman ER, Penerjemah.
Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Applied Nonparametric Statistical
Methods .
Stohlgren TJ, Falkner MB, Schell LD. 1995. A modified-Whittaker nested
vegetation sampling method. Vegetatio.117 : 113-121.
Stohlgren TJ. 1994. Planning long-term vegetation studies at landscape scales, pp.
209-241. In: Ecological Time Series. New York (US): Powell, T.M. & Steele,
J.H. (Eds) Chapman & Hall.
Sugiono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Bandung (ID): Penerbit Alfabeta.
31
Ulrich W, Buszko J. 2007. Sampling design and the shape of species area curve on
the regional scale. Acta Ecologia. 31: 54-59
van Steenis CGC. 2006. Flora Pegunungan Jawa. Kartawinata JA, penerjemah.
Jakarta (ID): LIPI Press. Terjemahan dari: Mountain Flora of Java.
Walpole RE. 1982. Pengantar Statistika. Edisi ke 3. Sumantri B, Penerjemah.
Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
Walther BA, Moore JL. 2005. The concepts of bias, precision and accuracy, and
their use in testing the performance of species richness estimators, with a
literature review of estimator performance. Ecography. 28: 815-829
Whitmore TC. 1986. Tropical Rain Forest of the Far East. Oxford (GB): Oxford
university press
Whittaker RH. 1977. Evolution of species diversity on land communities.
Evolutionary Biology. 10: 1-67.
32