net/publication/336209977
CITATIONS READS
0 805
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Anshary Maruzy on 02 October 2019.
Abstrak
Rumput mutiara atau daun mutiara (Oldenlandia corymbosa L.), merupakan salah satu tanaman
obat yang banyak dimanfaatkan secara empiris sebagai ramuan obat penyakit kanker. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) telah melakukan
penelitian Saintifikasi Jamu untuk mengetahui keamanan dan khasiat ramuan yang mengandung
O. corymbosa L. dalam mengobati penyakit kanker. Standardisasi tanaman obat O. corymbosa L.
diperlukan untuk menyediakan bahan baku berkualitas melalui salah satunya mengetahui
autentikasi O. corymbosa L. dengan Mollugo pentaphylla L. berdasarkan karakter makroskopis dan
mikroskopis. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah membandingkan karakter makroskopis
dan mikroskopis antara O. corymbosa L. dengan M. pentaphylla L. Sampel 2 jenis tersebut diamati
dengan terlebih dahulu mencari individu yang sudah berbunga (purposive sampling), kemudian
melakukan pengamatan dan pendeskripsian secara morfologi (vegetatif dan generatif). Selain itu,
dilakukan pengirisan cross section bagian tangkai daun dan ibu tulang daun serta pengirisan secara
longitudinal bagian epidermis bawah dan atas helaian daun serta pengamatan serbuk sari/polen.
Penelitian dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2018. Laboratorium
utama yang digunakan untuk penelitian adalah sistematika tumbuhan, sedangkan laboratorium
pendukung penelitian adalah fitokimia, galenika dan biologi molekuler. Perbedaan secara
makroskopis antara tanaman O. corymbosa L. dengan M. pentaphylla L. dapat ditemukan pada
bentuk helaian dan kelompok daun, panjang dan lebar helaian daun, permukaan, bentuk dan warna
biji serta bentuk buah tanaman segar. Perbedaan warna dan kerapuhan daun, serta warna batang
pada simplisia. Perbedaan rasa dan penampakan pada serbuk. Perbedaan secara mikroskopis antara
tanaman Mollugo pentaphylla dan Oldenlandia corymbosa meliputi tipe stomata dan kalsium
oksalat pada epidermis daun serta tipe berkas pembuluh pada anatomi batang. Trakea, permukaan
biji, tipe stomata, trikoma, papila, jaringan palisade dan fragmen mesofil pada pengamatan fragmen
pengenal serbuk. Bentuk, jumlah dan tipe apertur serta ornamen pada polen.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan yang memiliki beraneka ragam suku serta
budaya, jumlah pulau yang banyak, ekosistem hutan tropis yang sangat luas. Hal tersebut
menjadikan Indonesia merupakan negara yang penduduknya secara tradisional sangat
tergantung dari sumber daya alam yang ada terutama dalam pemanfaatan tumbuhan
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
sebagai sumber pangan, sandang, papan, dan terutama untuk pencegahan serta pengobatan
penyakit (Goltenboth dkk, 2006). Indonesia merupakan negara dengan jumlah sekitar 80%
tumbuhan obat dari jumlah total tumbuhan obat di dunia (Elfahmi dkk, 2014).
Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi
dan termasuk ke dalam wilayah Malesia. Wilayah Malesia (Indonesia, Malaysia, Filipina,
dan New Guinea) memiliki 10 % dari keseluruhan jumlah jenis tumbuhan berbunga di
dunia (Goltenboth dkk, 2006). Indonesia memiliki lebih dari 45.000 jenis tumbuhan tingkat
tinggi termasuk paku-pakuan, atau sekitar 25.000 hingga 30.000 jenis tumbuhan berbunga
di Indonesia (Suhendang, 2002; Elfahmi dkk, 2014). Selain itu, Pulau Jawa memiliki
sekitar 4.600 jenis tumbuhan berbunga (Goltenboth dkk, 2006). Pulau Jawa memiliki
jumlah suku tumbuhan sebanyak 238 suku tumbuhan. Salah satu suku tersebut adalah
Rubiaceae (Backer and Brink, 1963).
Oldenlandia corymbosa L. atau rumput mutiara merupakan tanaman yang termasuk
ke dalam suku Rubiaceae. O. corymbosa terdistribusi di Asia Tenggara dan sebagian
kawasan subtropis (Soerjani dkk, 1987). Secara empiris telah banyak digunakan sebagai
salah satu tanaman untuk bahan obat tradisional dalam kehidupan masyarakat di Indonesia.
Selain itu, telah banyak produk-produk obat yang mengandung bahan dari O. corymbosa
di Indonesia.
Khasiat secara ilmiah dari O. corymbosa telah banyak diteliti pada kultur sel kanker
dan menyimpulkan bahwa O. corymbosa dapat digunakan sebagai anti kanker (Yang dkk,
1997; Lin, Ng and Yang, 2004; Ahmad dkk, 2005; Lajis and Ahmad, 2006; Sadasivan dkk,
2006; Gupta dkk, 2012; Li dkk, 2015; Moniruzzaman dkk, 2015). Selain itu, dalam
Saintifikasi Jamu sedang berproses ke arah klinis bahwa O. corymbosa merupakan salah
satu komponen ramuan anti kanker. Dalam usaha Saintifikasi Jamu dan menjaga kualitas
bahan baku tumbuhan obat yang mengandung O. corymbosa, ada beberapa tahapan yang
harus dilakukan, salah satu yang terpenting adalah autentikasi dari bahan baku tumbuhan
obat, secara makroskopis dan mikroskopis.
Bahan baku dari O. corymbosa berpotensi terjadi pemalsuan atau salah dalam
penggunaan jenis tumbuhan. Potensi pemalsuan dan salah penggunaan tumbuhan obat
dapat terjadi akibat dari persamaan nama daerah dan kemiripan morfologi vegetatif (Upton
dkk, 2011). Mollugo pentaphylla L. merupakan tumbuhan yang sering diidentifikasi
sebagai rumput mutiara atau O. corymbosa di Indonesia. Selain itu, berdasarkan Soerjani,
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
dkk. (1987), nama daerah dari M. pentaphylla adalah daun mutiara dan memiliki morfologi
yang mirip dengan O. corymbosa.
Adulterasi merupakan istilah lain dari pemalsuan yang berarti suatu kegiatan yang
dilakukan untuk melakukan penggantian atau pencampuran bahan baku obat asli baik
sebagian ataupun keseluruhan dengan bahan baku lain yang memiliki kemiripan secara
morfologi namun tidak secara khasiat. Timbulnya kasus adulterasi dilatarbelakangi oleh
keegoisan untuk memperoleh keuntungan yang besar (Prakash dkk, 2013). Salah satu cara
untuk mengetahui ada tidaknya kegiatan adulterasi adalah dengan melakukan autentikasi.
Autentikasi merupakan kegiatan yang dilakukan guna memastikan bahan baku yang
digunakan merupakan asli tanpa adanya kontaminasi dari bahan baku lain yang dapat
menyebabkan inkonsistensi khasiat yang ditimbulkan (Mok and Chau, 2006).
Dampak dari salah penggunaan tanaman obat atau pemalsuan adalah pengaruh
yang berbeda terhadap penyakit yang dituju atau bahkan tidak ada pengaruh, atau dapat
saling melengkapi (Upton dkk, 2011). Dengan demikian, untuk mendapatkan bahan baku
O. corymbosa yang standar, maka perlu salah satu yang terpenting perlu ada data
autentikasi makroskopis dan mikroskopis dari jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai
adulteran dari O. corymbosa, yaitu M. pentaphylla. Tujuan dari penelitian ini adalah
melakukan autentikasi dan membandingkan karakter makroskopis dan mikroskopis dari O.
corymbosa dan M. pentaphylla.
METODE
Pengamatan spesimen O. corymbosa L. dengan M. pentaphylla L. dilakukan secara
purposive sampling dari Kebun Produksi Tanaman Obat B2P2TOOT, Tawangmangu,
Karanganyar, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-
Februari 2018. Data morfologi yang diamati meliputi data kualitatif dan kuantitatif dari
karakter O. corymbosa L. dan M. pentaphylla L. Griff, terdiri dari: (1) bentuk helaian daun,
panjang dan lebar helaian daun, permukaan daun, morfologi bunga, bentuk dan warna biji
serta bentuk buah tanaman segar. Pengambilan data morfologi dilakukan dengan cara
mengamati dan mencatat karakter tersebut ke dalam formulir isian, membuat herbarium,
dan mendokumentasikan hasil pengamatan dengan kamera 8 MP; (2) simplisia untuk
mengetahui perbedaan morfologi dari kedua jenis ketika telah mengalami proses
pengeringan. Proses pengeringan dilakukan menggunakan oven untuk mendapatkan hasil
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
yang maksimal. (3) penampang melintang karakter anatomi daun, yaitu anatomi tangkai
daun, ibu tulang, epidermis atas, dan epidermis bawah. Pengambilan data anatomi
dilakukan dengan cara pembuatan preparat/irisan penampang melintang dan melakukan
pengamatan serta dokumentasi foto dengan menggunakan Nikon Eclipse E200 yang
terkoneksi dengan kamera Nikon Digital Sight DS-Fi2 serta seperangkat PC DELL dengan
prosesor core i3; (4) pengamatan serbuk simplisia secara makroskopis dan mikroskopis.
Pengamatan fragmen serbuk dilakukan secara mikroskopis dengan Nikon Eclipse E200
yang terkoneksi dengan kamera Nikon Digital Sight DS-Fi2 serta seperangkat PC DELL
dengan prosesor core i3. (5) serbuk sari diambil dari bunga segar dan dipreservasi dengan
metode modifikasi dari (Punt, 1962). Serbuk sari diwarnai dengan Safranin 1 % dan
diamati serta difoto dengan Nikon Eclipse E200 yang terkoneksi dengan kamera Nikon
Digital Sight DS-Fi2 serta seperangkat PC DELL dengan prosesor core i3.
Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif kualitatif.
a b
Gambar 1. Penampakan Tanaman Segar (a) Oldenlandia corymbosa (b) Mollugo pentaphylla
dilihat dengan mata telanjang
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
a b
Gambar 2. Mahkota bunga Oldenlandia corymbosa (a) kuncup (b) mekar yang teramati
menggunakan mikroskop stereo Nikon SMZ645
Berdasarkan tabel dan penampakan segar dari bunga kedua tanaman, maka dapat
diketahui bahwa kedua tanaman tersebut memiliki perbedaan secara morfologi. Hasil yang
didapatkan ketika melakukan identifikasi didukung dengan pernyataan dari Depkes (1995)
yang menyatakan bahwa tanaman Oldenlandia corymbosa memiliki daun tunggal yang
berhadapan (opposite), berbentuk lanset (lanceolate) dengan ujung dan pangkal daun
runcing serta tepi daun yang rata. Ukuran panjang daun tanaman ini berkisar antara 1
sampai 3 cm dengan lebar berkisar antara 0,15 sampai 0,5 cm. Memiliki batang berbentuk
persegi empat dengan warna hijau kecoklatan samai hijau keabu-abuan dan memiliki
mahkota bunga berwarna putih atau ungu pucat (Soerjani dkk, 1987).
Hasil identifikasi tanaman M. pentaphylla didukung dengan pernyataan dari
(Soerjani dkk, 1987), yang menyatakan bahwa tanaman ini memiliki batang bersudut
dengan daun yang rata dan kedudukannya sebagian berhadapan. Bagian bawah daun
berbentuk rosette, daun berbentuk lanceolate sampai linear-lanceolate dengan kedua
ujungnya menyempit dan posisi daun pada batang memiliki tangkai daun yang sangat
pendek sampai subsessile. Pada identifkasi kali ini, bagaian bunga dari M. pentaphylla
tidak diidentifikasi, hal ini disebabkan karena tidak ditemukannya bunga pada sampel
segar. Tidak ditemukannya bunga pada sampel segar yang digunakan dapat disebabkan
karena pengambilan sampel tidak tepat berbunga.
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
a b
Gambar 3. Bentuk buah (a) Oldenlandia corymbosa (b) Mollugo pentaphylla yang terihat
menggunakan mikroskop stereo Nikon SMZ645
a b
Gambar 4. Permukaan luar dari biji (a) Oldenlandia corymbosa (b) Mollugo pentaphylla
Berdasarkan gambar 4, dapat terlihat dengan jelas perbedaan morfologi biji dari
kedua tanaman tersebut. Sama seperti buah, morfologi biji dapat teramati dengan jelas
ketika dilihat menggunakan mikroskop stereo dikarenakan ukuran biji yang terlalu kecil
untuk dilihat dengan mata telanjang Hasil identifikasi didapatkan bahwa morfologi biji
tanaman O. corymbosa berbentuk lonjong dengan permukaan berurat jala dan berwarna
coklat, sedangkan morfologi tanaman M. pentaphylla berbentuk seperti ginjal dengan
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
permukaan berbenjol dan berwarna lebih gelap. Hasil identifikasi ini didukung dengan
pernyataan dari Soerjani, dkk. (1987), yang menyatakan bahwa tanaman O. corymbosa
memiliki biji berbentuk lonjong dengan permukaan berurat jala dan berwarna coklat. Hasil
identifikasi morfologi biji tanaman M. pentaphylla didukung dengan pernyataan dari
Sukhorukov & Kushunina (2017) dan Soerjani, dkk. (1987) yang menyatakan bahwa biji
tanaman M. pentaphylla berbentuk reniform (berbentuk seperti ginjal) dengan permukaan
berbenjol dan berwarna coklat gelap.
Pengamatan selanjutnya dilakukan pada simplisia kedua tanaman tersebut.
Simplisia tanaman didapatkan melalui proses pengeringan terlebih dahulu untuk
mengurangi kadar air yang terkandung pada bahan agar tidak ditumbuhi mikroorganisme
dan dapat menghambat kerja enzim pembusukan. Kedua hal tersebut memungkinkan untuk
bahan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dan mempermudah penyimpanan
karena volume yang lebih kecil (Riansyah dkk, 2013).
Proses pengeringan bahan diawali dengan memisahkan antara akar dengan bagian
tumbuhan lain karena yang dipakai hanya herba. Setelah itu, dilakukan penyortiran bagian
bahan yang masih segar untuk dipisahkan dari bagian yang sudah tidak segar, selanjutnya
dipotong-potong dengan panjang kira-kira 10 cm untuk memperkecil ukuran sehingga
penguapan air dapat terjadi secara sempurna. Selanjutnya dilakukan pencucian untuk
menghilangkan kontaminan seperti tanah, kemudian dikeringkan menggunakan oven
untuk mencapai pengeringan maksimal tanpa adanya gangguan lingkungan.
Berdasarkan proses pengeringan yang telah dilakukan, maka simplisia yang
dihasilkan adalah sebagai berikut:
a b
Gambar 5. Simplisia tanaman (a) Mollugo pentaphylla (b) Oldenlandia corymbosa yang
didapatkan dengan cara tanaman segar dikeringkan menggunakan oven.
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
Pada pengamatan simplisia ini, hal-hal yang diamati adalah kondisi daun, batang dan buah.
Berdasarkan gambar 5, dapat diketahui bahwa tanaman M. pentaphylla memiliki daun
berwarna hijau kekuningan atau 7,5 GY 6/6 berdasarkan Colour chart, tidak rapuh,
berkerut dan menggulung dengan batang berwarna hijau kekuningan atau 7,5 GY5/6 - 10
R4/6 berdasarkan Colour chart, bersudut dan rata, memiliki buah berbentuk bulat dan tidak
berkerut. Tanaman O. corymbosa memiliki daun berwarna hijau atau 5 G4/6– 5 G3/4
berdasarkan Colour chart, berkerut dan rapuh dengan batang berwarna hjau kekuningan
atau 7,5 GY5/4 berdasarkan Colour chart, bersudut dan rata serta memiliki buah berbentuk
seperti mangkuk dan tidak berkerut.
Pembuatan serbuk dari simplisia (tanaman yang sudah dikeringkan) dapat
dilakukan dari simplisia utuh maupun yang sudah dikecilkan ukurannya. Penyerbukan ini
dilakukan menggunakan alat yang tidak menyebabkan kerusakan atau kehilangan
kandungan kimia dari bahan, yang kemudian dilakukan pengayakkan. Derajat kehalusan
dari simplisia dapat diatur berdasarkan keinginan dan kebutuhan penggunaan serbuk
simplisia selanjutnya (Depkes RI, 2008). Simplisia yang sudah didapatkan, kemudian
dihaluskan hingga berbentuk serbuk, kemudian dilakukan pengamatan secara morfologi
dan uji organoleptik. Pengamatan morfologi dan uji organoleptik serbuk dari tanaman
diperlukan untuk mengetahui perbedaan kedua tanaman tersebut ketika dijajakan dalam
bentuk serbuk dipasaran. Proses pembuatan serbuk diawali dengan simplisia diblender
sampai halus, kemudian diayak menggunakan mesh 90 yang bertujuan untuk mendapatkan
derajat kehalusan yang sama untuk setiap sampel.
a b
Gambar 6. Hasil serbukan menggunakan grinder dan ayakan 90 mesh tanaman (a) Oldenlandia
corymbosa (b) Mollugo pentaphylla.
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
b
e
c
d
Gambar 7. Penampang melintang daun Oldenlandia corymbosa dengan perbesaran 4 kali (a)
Epidermis atas (b) Jaringan palisade (c) Parenkim (d) Berkas pengangkut (e) Epidermis bawah (f)
Jaringan bunga karang.
b
e c
Gambar 8. Penampang melintang daun Mollugo pentaphylla dengan perbesaran 4 kali (a)
Epidermis bawah (b) Parenkim (c) Berkas pengangkut (d) Jaringan palisade (e) Epidermis atas
(Depkes, 1995), yang menyatakan bahwa penampang melintang melalui tulang daun yang
dapat teramati adalah satu lapis sel epidermis pada permukaan atas, besar dengan beberapa
sel memiliki papil, sedangkan epidermis bawah terdiri dari satu lapis sel dengan ukuran
lebih kecil dan beberapa sel terdapat papil ataupun stomata. Jaringan palisade terdiri dari
selapis sel silindris yang penuh berisi butir klorofil, sedangkan jaringan bunga karang yang
terdiri dari sel kecil dan memiliki banyak ruang antarsel.
Hasil pengamatan pada tanaman M. pentaphylla, komponen yang teramati adalah
epidermis bawah, parenkim berbentuk persegi yang mengelilingi berkas pengangkut,
jaringan palisade dan epidermis atas. Hal ini didukung dengan pernyataan dari Sahu dkk.
(2012), yang menyatakan bahwa komponen yang teramati pada penampang melintang dari
daun M. pentaphylla dengan melewati tulang daun adalah lapisan tunggal epidermis, sel
parenkim berbentuk persegi dan diikuti dengan lapisan sel-sel sklerenkim. Pada bagian
tulang daun terdapat jaringan vaskular yang dikelilingi oleh sel parenkim (Sahu dkk, 2012).
c e
d
Gambar 10. Penampang melintang batang Oldenlandia corymbosa dengan perbesaran 40 kali (a)
Epidermis (b) Korteks (c) Endoderm (d) berkas pengangkut (e) Parenkim
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
Gambar 11. Penampang melintang batang Mollugo pentaphylla dengan perbesaran 4 kali
a
d
Gambar 12. Penampang melintang batang Mollugo pentaphylla dengan perbesaran 40 kali (a)
Parenkim empulur (b) Berkas pengangkut (c) Parenkim korteks (d) Epidermis
Selain preparat daun, untuk mengamati anatomi jaringan pada tanaman juga dapat diamati
dari irisan melintang pada batang. Bagian-bagian yang teramati dari preparat melintang
dari kedua batang tanaman adalah sama, yaitu epidermis, korteks, parenkim dan berkas
pengangkut. Namun, hal yang membedakan dari kedua preparat melintang batang tersebut
adalah tipe berkas pengangkut. Tipe berkas pengangkut yang berbeda ini dapat diketahui
dari perbedaan letak antara xilem dan floem. Tipe berkas pengangkut yang teramati pada
preparat batang tanaman O. corymbosa adalah kolateral tertutup karena memiliki susnan
xilem dan floem yang berdampingan, hal ini didukung dengan pernyataan dari (Depkes,
1995), yang menyatakan bahwa tanaman O. corymbosa memiliki tipe berkas pengangkut
kolateral. Tipe berkas pengangkut yang teramati pada tanaman M. pentaphylla adalah
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
konsentris, yang mana letak salah satu jaringan pengangkut berada ditengah dan jaringan
pengangkut lainnya berada disekelilingnya.
Pengamatan selanjutnya adalah preparat membujur dari epidermis daun atas dan
bawah. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jaringan epidermis kedua
daun dari tanaman, seperti tipe stomata. Pengerjaan tahap ini diawali dengan daun segar
kedua tanaman dipotong secara membujur pada epidermis atas dan bawah, selanjutnya
direndam dengan kloralhidrat selama ± 2 hari. Kloralhidrat berfungsi untuk menghilangkan
kandungan sel seperti amilum dan protein, sehingga akan dapat terlihat jelas di bawah
mikroskop. Setelah itu, jaringan tumbuhan diamati dibawah mikroskop dengan
penambahan gliserin sebagai medium penutup. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan,
maka hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut:
Gambar 13. Penampang membujur daun Oldenlandia corymbosa (a) Epidermis bawah dengan
stomata tipe parasitik (b) Kalsium oksalat berbentuk jarum
b
a
a
b
Gambar 14. Penampang membujur daun Molllugo pentaphylla (a) Epidermis bawah dengan
stomata tipe anomositik (b) Epidermis atas dengan stomata tipe anomositik
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai
berikut:
a b
c d
e f
Gambar 15. Hasil pengamatan fragmen tanaman Mollugo pentaphylla dengan perbesaran 40 kali
(a) Berkas pembuluh dengan penebalan spiral (b) Trakea (c) Epidermis atas dengan stomata tipe
anomositik (d) Permukaaan biji tuberculate (e) Jaringan parenkim (f) Sel penutup.
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
a b
c d
e f
g h
Gambar 16. Hasil pengamatan fragmen tanaman Oldenlandia corymbosa dengan perbesaran 40x
(a) Permukaan biji tipe reticulate (b) Jaringan palisade (c) Epidermis bawah dengan stomata tipe
parasitic (d) Papila (e) Kalisum oksalat bentuk jarum (f-g) Berkas pembuluh dengan penebalan
spiral (h) Fragmen mesofil
Berdasarkan Gambar 15, dapat diketahui bahwa fragmen pengenal dari hasil
pengamatan pada serbuk tanaman Mollugo pentaphylla adalah berkas pembuluh dengan
penebalan spiral, trakea, epidermis atas dengan stomata tipe anomositik, permukaan biji
tuberculate, jaringan parenkim dan sel penutup. Beberapa terdapat kesamaan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh (Sahu dkk, 2012), dinyatakan bahwa fragmen-fragmen
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
pengenal yang dapat ditemukan adalah epidermis dengan dinding bergelombang dan
berwarna coklat, pembuluh xilem, serat sklerenkim dan stomata. Gambar 16, dapat
diketahui bahwa fragmen pengenal dari hasil pengamatan pada serbuk tanaman
Oldenlandia corymbosa adalah permukaan biji tipe reticulate, jaringan palisade, epidermis
bawah dengan stomata tipe parasitik, papilla, kalisum oksalat bentuk jarum, berkas
pembuluh dengan penebalan spiral dan fragmen mesofil. Beberapa hasil pengamatan ini
sesuai dengan pernyataan dari Depkes (1995) yang menyatakan bahwa fragmen pengenal
yang dapat diamati pada Oldenlandia corymbosa anatara lain epidermis bawah dengan
stomata tipe parasitik, berkas pembuluh dengan penebalan tangga dan spiral, fragmen
trakea, fragmen serabut sklerenkim, kristal kalsium oksalat bentuk jarum dan fragmen
parenkim.
Identifikasi mikrskopis sampel polen
Polen merupakan sel mikrospora yang berisi sel vegetatif dan sel generatif
(Erdtman, 1952), yang mana dapat ditemukan dalam antera tepatnya dalam kantong yang
dikenal dengan naman teka (Gifford and Foster, 1974). Polen dapat diamati secara
mikroskopis yang mana akan didapatkan butir polen yang mana bentuknya dapat
dideskripsikan berdasarkan kenampakan dari sisi polar dan ekuator (Nugroho, 2014). Polen
memiliki struktur dinding yang kompleks dan memiliki dua lapisan dasar, yaitu intin dan
eksin. Intin merupakan bagian dalam polen yang berhubungan langsung dengan sitoplasma
dan akan hilang ketika polen mati, sedangkan eksin merupakan bagian luar polen berupa
struktur beraneka ragam dengan sifat tahan terhadap gaya destruktif, tekanan, suhu, kondisi
asam, oksidasi alami dalam lapisan batuan, keadaan anaerob dan oksidasi selama fosilisasi
(Faegri dkk, 2000).
Polen memiliki karakter morfologi yang biasa digunakan untuk melengkapi data
pengelompokan tumbuhan dan menjadi salah satu bukti taksonomi (Singh, 2010). Karakter
yang penting untuk diamati pada morfologi polen adalah jumlah dan tipe apertur, variasi
ukuran dan bentuk serta bentuk ornamen yang ditemukan pada eksin dari polen (Davis and
Heywood, 1973). Salah satu karakter yang harus diamati adalah bentuk polen, yang dapat
diketahui berdasarkan indeks perbandingan antara panjang aksis polar (P) dan diameter
ekuatorial (E) atau biasa disebut indeks P/E. Menurut Nugroho (2014), bentuk polen
berdasarkan indeks P/E adalah sebagai berikut:
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
a b c
Gambar 17. Penampakkan polen tanaman Oldenlandia corymbosa dengan perbesaran 100 kali (a)
Tampak polar (b) Tampak ekuatorial (c) Permukaan polen reticulate
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
a b c
Gambar 18. Penampakkan polen tanaman Mollugo pentaphylla dengan perbesaran 100 kali (a)
Permukaan polen spinulose (b) Tampak polar (c) Tampak ekuatorial
Berdasarkan hasil pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa, nilai indeks P/E yang
didapatkan dari hasil pengamatan polen tanaman O. corymbosa sebesar 0,88 – 1,01µm,
sehingga memiliki bentuk Sub-spheroidal sampai Prolate. Jumlah apertur yang teramati
sebanyak 4 dengan tipe Stephano-colporate dan ornamen yang teramati berbentuk
Reticulate (Gambar 19). Hal ini didukung dengan pernyataan dari (Perveen and Qaiser,
2007), yang menyatakan bahwa kisaran indeks P/E sebesar 0,88-1,35 dengan bentuk sub-
prolate sampai prolate-spheroidal dan memiliki jumlah aperture sebanyak 3-5. Ornamen
atau permukaan dari polen O. corymbosa adalah reticulate atau berurat jala (Zahrina dkk,
2017). Nilai indeks P/E yang didapatkan dari hasil pengamatan polen tanaman M.
pentaphylla sebesar 0,75 – 1,39 µm, sehingga memiliki bentuk Sub-spheroidal, dengan
jumlah apertur yang teramati sebanyak memiliki tipe Tricolpate dan ornamen yang
teramati berbentuk Spinulose (Gambar 18). Hal ini didukung dengan pernyataan dari
(Perveen and Qaiser, 2007), yang menyatakan bahwa bentuk polen tanaman ini adalah
oblate-spheroidal sampai prolate-spheroidal dan juga memiliki tiga colpate yang panjang,
sempit dan memiliki granula, serta ornamen berbentuk Spinulose. Morfologi polen ini
didapatkan dari hasil pengamatan tanaman M. cerviana yang disebutkan memiliki
kemiripan dengan polen tanaman M. pentaphylla (Perveen and Qaiser, 2007), yang mana
diperkuat dengan penelitian yang menyebutkan bahwa mayoritas polen dari famili
Molluginacea memiliki polen yang spinulose (Nowicke and Skvarla, 1977).
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
KESIMPULAN
1. Perbedaan secara makroskopis antara tanaman Mollugo pentaphylla dan Oldenlandia
corymbosa dapat ditemukan pada bentuk helaian dan kelompok daun, panjang dan lebar
helaian daun, permukaan, bentuk dan warna biji serta bentuk buah tanaman segar.
Perbedaan warna dan kerapuhan daun, serta warna batang pada simplisia. Perbedaan rasa
dan penampakan pada serbuk.
2. Perbedaan secara mikroskopis antara tanaman Mollugo pentaphylla dan Oldenlandia
corymbosa meliputi tipe stomata dan kalsium oksalat pada epidermis daun serta tipe berkas
pembuluh pada anatomi batang. Trakea, permukaan biji, tipe stomata, trikoma, papila,
jaringan palisade dan fragmen mesofil pada pengamatan fragmen pengenal serbuk. Bentuk,
jumlah dan tipe apertur serta ornamen pada polen.