Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teor

2.1.1 Pengertin Formulasi Bahan Alam

Formulasi bahan alam adalah Salah satu kegiatan dalam pembuatan sediaan dimana
menitikberatkan pada kegiatan merancang komposisi bahan baik bahan aktif maupun
bahan tambahan yang diperlukan untuk membuat sediaan tertentu yang meliputi nama
dan takaran bahan, dimana penentuan bahan harus selalu melewati proses studi, Tujuan
formulasi, dengan memperhatikan ketersediaan hayati, adalah untuk menghasilkan
penghantar obat yang dalam setiap unitnya mengandung sejumlah obat (zat aktif) yang
sesuai dengan yang diperlukan, dan dapat melepaskan obatnya untuk menghasilkan onset,
intensitas dan durasi efek obat sesuai yang diharapkan (Agoes, 2017)

Keanekaragaman dan jumlah struktur molekul yang dihasilkan oleh tumbuhan


banyak sekali, demikian juga laju pengetahuan tentang hal tersebut. Masalah utama
dalam penelitian fitokimia adalah menyusun data yang ada mengenai setiap golongan
senyawa khusus. Kandungan kimia tumbuhan dapat digolongkan menurut beberapa cara.
Pengolahan didasarkan pada asal biosintesis, sifat kelarutan dan adanya gugus fungsi
tertentu. Pemanfaatan berbagai bahan alam dari tumbuh-tumbuhan untuk pengobatan
tradisional khususnya di Indonesia, merupakan upaya meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk hidup sehat dan mampu mengatasi masalah kesehatannya sendiri tanpa
bantuan tenaga kesehatan. Upaya pengobatan secara tradisional merupakan suatu
alternatif yang tepat sebagai pendamping pengobatan modern (Siswadi, 2016).

Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada penggunaan
obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang
relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Sari, 2016)

Setiap tanaman akan memproduksi bermacam-macam senyawa kimia untuk tujuan


tertentu. Senyawa kimia yang terdapat pada tanaman adalah metabolit primer dan
metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis
oleh suatu makhluk hidup bukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, akan tetapi untuk
mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi dengan ekosistem. Untuk
mengungkapkan ada apa dibalik khasiat tanaman binahong maka perlu dilakukan
penelitian lebih jauh mengenai kandungan senyawa aktif (Meyer, 2015).

Simplisia adalah bahan alamiah berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman yang telah dikeringkan yang digunakan sebagai obat dan belum mengalami
pengolahan atau mengalami pengolahan secara sederhana serta belum merupakan zat
murni kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan 60 ℃ (Badan POM RI, 2014).

2.2 Uraian Tanaman

2.2.1 Tanaman Paku (Pteridophyta)

A. Klasifikas

Tanaman Paku
(Pteridophyta)
Kingdom : Plantae

Subphylum : Pteridophytina

Infraphylum : Filices

Class : Filicopsida

Ordo : Filicales

Family : Dipteridaceae

Genus : Dipteris

Spesies : Dipteris sp (Akas, 2017)

B. Morfologi

Morfologi tumbuhan paku adalah rimpang yang tegak, menjalar panjang dan
menjalar pendek. Daun dari tumbuhan paku kebanyakan tunggal (monomorfik) dan
jarang yang dimorfi, kebanyakan tumbuhan paku biasanya dicirikan pertumbuhan
pucuknya yang melingkar, daunnya terdapat spora yang menempel secara teratur dalam
barisan dan ada juga yang menggerombol atau menyebar. Berdasarkan poros bujurnya,
embrio paku dapat dibedakan menjadi kutub atas dan kutub bawah. Kutub atas
berkembang membentuk rimpang dan daun, sedangkan kutub bawah membentuk akar
(Yusna M., dkk, 2016)

Tumbuhan paku merupakan tumbuhan yang berpembuluh atau sudah memiliki


jaringan phloem dan xylem yang berarti tumbuhan paku termasuk golongan divisi
Pteridophyta dimana anggotanya telah jelas memiliki kormus. Jenis tumbuhan paku
bersifat kosmopolit yaitu dapat tumbuh dimana-mana mulai dari dataran rendah hingga
dataran tinggi (terrestrial), ada yang hidup di permukaan (hidrofit) bahkan ada yang
hidupnya menumpang tumbuhan lain (epifit) (Prasetyo, 2015).

Reproduksi yang terdapat pada tumbuhan paku ada dua macam, yang pertama secara
vegetatif yaitu stolon yang menghasilkan gemma (tunas). Reproduksi yang kedua secara
generatif dengan melalui pembentukan sel kelamin jantan dan betina oleh anteridium
yang menghasilkan spermatozoid, dan arkegonium yang menghasilkan ovum
(Lovelles, 2010)

Sistem perakaran tumbuhan paku adalah serabut, biasanya terjadi karena akar yang
keluar pertama kali tidak bersifat dominan sehingga akar ain yang keluar dari batang
menyusul dan menjadi akar serabut (Jamsuri, 2017). Pada tumbuhan paku Cyathea
sejumlah akar berada dekat dengan dasar batang, yang berfungsi untuk kestabilan. Fungsi
rambut-rambut akar tumbuhan paku biasanya untuk menyerap air dan garam mineral
yang berada dalam tanah (Yusuf M., 2019).

Batang tumbuhan paku bermacam-macam, ada yang panjang, pendek dan merambat
atau memanjat. Batang tumbuhan paku dikotom atau bercabang-cabang menggarpu,
biasanya cabang-cabang baru tidak tumbuh dari ketiak daun, melainkan tumbuh dari akar
rimpang akan menbentuk tunas baru untuk memperluas wilayahnya, dan setiap batang
memiliki banyak daun (Yusuf M., 2019).
Daun muda pada tumbuhan paku bisanya melingkar dan menggulung, daun
tumbuhan paku biasanya terdiri dari dua bagian yaitu tangkai dan helai daun. Helaian
daun pada umunya majemuk akan tetapi ada yang bentuknya tunggal. Helaian daun ada
dua macam yaitu daun fertil dan infertil. Kebanyak daun fertil pada tumbuhan paku
terdapat spora yang menempel pada sisi bawah daun. Duan memiliki bermacam-macam
bentuk, ukuran dan susunanannya. Jika dilihat dari ukurannya, daun tumbuhan paku
dibedakan menjadi dua, yaitu mikrofil dan makrofil. Mikrofil adalah daun-daun kecil
berupa rambut atau sisik yang tidak bertangkai dan tidak bertulang. Daun
mikrofil belum bisa dibedakan antara epidermis, mesofil dan tulang daun. Pada makrofil,
merupakan daun-daun besar yang sudah dapat dibedakan antara tangkai daun, daging
daun yang terdiri atas jaringan tiang dan bunga karang. Umumnya makrofil memiliki
stomata yang berfungsi sebagai fotosintesis, transpirasi, respirasi dll. Daun ditinjau
berdasarkan fungsinya terdiri dari tropofil dan sporofil, tropofil befungsi untuk proses
fotosintesis, sedangan sporofil daun yang berfungsi sebagai penghasil spora
(Prawirohartono, 2018).
DAPUS BAB II

Jamsuri. (2017). Keanekaragaman Tumbuhan Paku Di Sekitar Curug Cikaracak,. Bogor, Jawa
Barat. Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif.

Yusuf, M. A. M. (2019). Keanekaragaman Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Di. Kawasan Cagar


Alam Gebungan Kabupaten Semarang. Skripsi. Semarang

Agoes Sukirno, 2017 Teknologi Bahan Alam. Bandung: Penerbit ITB

Siswadi dan Teguh Yuwono, 2016. Uji Hasil Tanaman Sawi Pada Berbagai Media Tanam

Secara Hidroponik. Jurnal Innofarm Vol. II, No. 1, 44-50.

Sari, K., 2016, Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Pertimbangan Manfaat Dan
Keamanannya, Majalah Ilmu Kefarmasian.

Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putnam, J.E., Jacobsen, L.B., Nichols, D.E., danMcLaughin, J.L.,
(2015), Brine Shrimp: A Convenient GeneralBioassay for Active Plant Constituent, Planta
Medica. 45:31-34.

BPOM RI, 2014, Persyaratan Mutu Obat Tradisional, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia, Indonesia, p. 1–25.

Akas Pinaringan, S. (2017). Identifikasi Jenis Paku-pakuan. Jurnal Media Konservasi Vol. XII,
No. 1 April 2007: 38 – 48
Yusna, M., Sofiyanti, N., & Fitmawati. (2016). Keanekaragaman Pteridaceae Berdasarkan
Karakter Morfologi dan Fitokimia di Hutan PT. Chevron Pacific Indoneisa (PT. CPI) Rumbai.
Jurnal Riau Biologia. 1(2): halaman 165-172.

Asra, Abuzar dan Achmad Prasetyo (2015). Pengambilan Sampel dalam Penelitian Survei.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Lovelles, A. R. 2010. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. Gramedia

Prawirohartono, S. 2018. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai