UUnniivveerrssiittaass JJeemmbbeerr
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki
keanekaragaman hayati dan kekayaan alam yang cukup melimpah,
dintaranya berupa tumbuhan atau tanaman yang banyak tumbuh terutama
di daerah-daerah pedesaan antara lain berupa tanaman kelor yang banyak
manfaat dan khasiatnya bagi kesehatan masyarakat. Namun hal ini belum
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena kuranya pengetahuan
terhadap kegunaan dari tanaman kelor tersebut. Manfaat dari tanaman
kelor baik batang, kulit, daun, bunga dan biji dapat digunakan sebagai
obat jantung, anti tumor, anti kolestrol, anti hipertensi, anti oksidan, anti
diabetes, anti jamur dan anti bakteri. Wigunarti, et al. (2019 :
Salah satu masalah dibidang kesehatan yang terus berkembang dari waktu
ke waktu adalah masalah penyakit inpeksi. Salah satu penyakit infeksi
saluran pencernaan yang sering menjangkit masyarakat adalah diare.
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali
atau lebih) dalam satu hari (Kemenkes RI, 2015). Munculnya penyakit
diare adalah salah satu indikator minimnya masyarakat dalam menjaga
kebersihan sanitasi. Infeksi disebabkan karena bakteri patogen yang
masuk kedalam tubuh manusia yang menyerang terhadap sistem
penceraan atau sistem yang lain, sehingga menyebabkan manusia menjadi
sakit.
Tindakan pengendalian infeksi akibat bakteri patogen dilakukan
dengan pemberian antibiotik. Antibiotik adalah suatu bahan kimia yang
dikeluarkan oleh jasad renik maupun hasil sintesis yang mempunyai
struktur yang sama dan mampu memusnahkan jasad renik yang lainnya.
Antibiotik mampu menekan pertumbuhan bakteri gram positif dan gram
negatif. Antibiotik terdapat dua macam yaitu broad spectrum, yaitu
antibiotik yang dapat mematikan Gram positif dan bakteri gram negatif
DDiiggiittaall RReeppoossiittoorryy 6
UUnniivveerrssiittaass JJeemmbbeerr
dan narrow spectrum dimana antibiotik golongan ini hanya aktif terhadap
beberapa jenis bakteri tertentu (Widjajanti, 1989). Menurut Ivanova et al.,
(2015) antibiotik adalah agen yang dapat menghambat dan mencegah
pertumbuhan dan poliferasi oleh bakteri serta efektif membunuh sel
bakteri tertentu dalam tubuh manusia. Namun penggunaan antibiotik yang
tidak tepat dan terus menerus dalam kurun waktu yang lama dapat
menimbulkan resistensi. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mencari
alternatif lain untuk menggantikan penggunaan antibiotik sintetik yaitu
dengan menggunakan zat alami atau bioaktif alami yang memiliki
kemampuan sebagai antibakteri.
Buah kelor berpotensi untuk digunakan sebagai antibakteri alami.
Kandungan senyawa bioaktif diantaranya adalah flavonoid, saponin dan
minyak atsiri dapat berperan sebagai antibakteri. Namun, senyawa
bioaktif ini berada didalam biji yang harus dilakukan ekstraksi terlebih
dahulu untuk mendapatkan komponen senyawa bioaktif yang ada didalam
biji kelor. Ekstrak biji kelor (SCE) mampu menghambat pertumbuhan
bakteri P. aeruginosa dan B. subtillis dikarenakan pada biji kelor
mengandung pterygospermin, moringine, glycosides 4-(α-L-
rhamnosyloxy)-benzylisothiocyanate dan 4-(α-L-rhamnosyloxy)-
phenylacetonitrile. Zat-zat tersebut biasanya digunakan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis, Mycobacterium phei,
Serratia marcescens, E.coli, Pseudomonas aeruginosa, Shigella and
Streptococcus (Jahn, 1986).
B. Pembatasan masalah.
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas dapat dikemukakan
pembatasan Masalah dalam Penelitian adalah
1. Biji kelor
2. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi biji kelor adalah pelarut
metanol
3. Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah eschirichia coli
C. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah ekstrak biji kelor memiliki aktivitas anti bakteri terhadap
bakteri eschechia coli
2. Berapa konsentrasi minimum ekstrak biji kelor yang mampu
menghambat pertumbuhan (KHM = Konsentrasi Hambat Minimum)
bakteri eschechia coli.
3. Berapa konsentrasi minimum ekstrak biji kelor (KBM = Konsentrasi
Bunuh Minimum) bakteri eschechia coli.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui aktivitas anti bakteri dari ekstrak biji kelor
terhadap bakteri eschechia coli
2. Untuk mengetahui konsentrasi minimum ekstrak biji kelor yang
efektif menghambat pertumbuhan (KHM = Konsentarsi Hambat
Minimum) bakteri eschechia coli
3. Untuk mengetahui konsentrasi minimum dari ekstrak bijimkelor yang
efektif membunuh pertumbuhan (KBM = Konsentrasi Bunuh
Minimum) bakteri eschechia coli
DDiiggiittaall RReeppoossiittoorryy 8
UUnniivveerrssiittaass JJeemmbbeerr
E. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkap secara ilmiah
potensi biji kelor sebagai antibakteri dalam menghambat bakteri
eschechia coli, sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam memperkaya wawasan konsep ilmu pengetahuan khususnya
kepada pihak-pihak terkait dengan objek penelitian ini
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi praktis
yang dapat dijadikan dasar pertimbangan oleh pihak-pihak yang
berkompeten dalam memproduksi antibakteri dari bahan alami yang
efektif, efisien dan ekonomis.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
manfaat biji kelor sehingga dapat memberikan nilai ekonomis bagi
masyarakat
DDiiggiittaall RReeppoossiittoorryy 9
UUnniivveerrssiittaass JJeemmbbeerr
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Antioksidan
Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menyerap dan menetralisir
radikal bebas sehingga mampu mencegah munculnya penyakit – penyakit
degeneratif seperti kardiovaskuler, karsinogenesis, dan penyakit lainnya. Sejatinya
antioksidan di dalam tubuh dibutuhkan untuk menetralisir radikal bebas dan
mencegah terjadinya kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel
normal, protein dan lemak. Antioksidan dalam pengertian kimia adalah senyawa
pemberi elektron (electron donors) dan secara biologis merupakan senyawa yang
mampu mengatasi dampak negatif oksida dalam tubuh seperti kerusakan elemen
vital sel tubuh. Jika dibedakan berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi
menjadi tiga golongan :
1. Antioksidan endogen atau enzim antioksidan adalah antioksidan yang
diproduksi di dalam tubuh manusia secara alami, contohnya seperti enzim
Superoksida Dismutase (SOD), Glutation Peroksidase (GPx), dan Katalase
(CAT).
2. Antioksidan sintetis adalah antioksidan yang dibuat menggunakan senyawa
kimia sehingga memiliki fungsi seperti antioksidan umumnya. Antioksidan
golongan ini banyak digunakan pada produk pangan, contohnya seperti
Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), propil galat dan
Tert-Butil Hidroksi Quinon (TBHQ).
UUnniivveerrssiittaass JJeemmbbeerr 10
2.4 Polifenol
Polifenol adalah senyawa yang terdiri dari banyak rangkaian sejumlah
gugus fenol dan disertai dengan adanya satu cicin gugus aromatik. Polifenol
banyak ditemukan pada tumbuhan seperti sayuran, buah – buahan, kacang –
kacangan dan minyak zaitun. Senyawa polifenol dapat dikelompokkan dalam
subkelas yakni flavonol, isoflavon (dalam kedelai), flavanon, antosianidin,
katekin, dan biflavan. Turunan dari katekin seperti epikatekin, epigalo-katekin,
epigalo-katekin galat, dan quercetin umumnya ditemukan dalam teh dan apel
(Pazil, 2009).
Polifenol sering ditemukan dalam bentuk glikosida polar dan mudah larut
dala pelarut polar (Hosttetman et al., 1986). Polifenol memiliki sifat kelarutan
pada suatu pelarut yang berbeda – beda karena dipengaruhi oleh perbedaan jumlah
dan posisi gugus hidroksil. Turunan polifenol sebagai antioksidan dapat berfungsi
untuk menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang
dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari
pembentukan radikal bebas . Menurut Gill (2002) polifenol memiliki kemampuan
menangkap radikal bebas sehingga dapat dijadikan pengganti konsumsi
antioksidan sintetis.
Kandungan polifenol pada tumbuhan dipengaruhi beberapa faktor
lingkungan dan proses pengolahan seperti paparan sinar matahari, curah hujan,
tingkat kematanga, penyimpanan dan metode pengolahan pangan (Watson et al.,
2013). Polifenol akan mengalami degradasi saat kelembaban atau kadar air tinggi
UUnniivveerrssiittaass JJeemmbbeerr 11
2.5 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat yang memiliki efek dan cara kerjanya
bertujuan untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan dan poliferasi bakteri.
Pada kondisi tertentu antibakteri juga dapat secara efektif membunuh sel bakteri
tertentu (Ivanova et al., 2015). Berdasarkan aktivitasnya, antibakteri dibagi
menjadi dua yaitu aktivitas bakterostatik dan aktivitas bakterisidal (Brooks et al.,
2005). Didalam mekanisme kerja antibakteri untuk mencegah atau menghambat
pertumbuhan dan polifersi bakteri, antibakteri memiliki efektivitas yang berbeda –
beda. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas antibakteri yaitu, ukuran
volume populasi bakteri, kadar air, suhu, konsentrasi antibakteri, pH dan
kandungan bahan organik (Ristiati, 2000).
Kerja antibakteri dalam mencegah atau menghambat pertumbuhan
bakteri yaitu dengan merusak salah satu bagian pada struktur sel bakteri. Menurut
Pelczar dan Chan (1998), Kerusakan yang sengaja dilakukan dengan
menggunakan bahan antibakteri antara lain merusak dinding sel, mengubah
permeabilitas sel, mengubah molekul protein dan asam nukleat, menghambat keja
enzim serta menghambat sintesis asam nukleat dan protein. Menurut Agustina
(2017) struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukan
atau mengubahnya setelah dibentuk. Sedangkan permeabilitas sel berkaitan
dengan keluar masuknya bahan-bahan tertentu dalam sel dan memelihara
integritas komponen-komponen seluler, bila membran dirusak akan
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau kematian sel. Pengubahan
protein dan asam nukleat dapat dilakukan dengan mendenatruasinya
menggunakan suhu tinggi dan zat kimia pada konsentrasi pekat dapat
mengakibatkan koagulasi pada komponen sel yang bersifat irreversibel.
UUnniivveerrssiittaass JJeemmbbeerr 12
yaitu difusi cakram, difusi sumuran, dan metode agar plag diffusion (Coyle dan
Marie, 2005). Macam – macam metode difusi sebagai berikut :
a. Metode difusi cakram
Prinsip dari metode difusi cakram adalah bahan atau sample yang
akan dijadikan antimikroba direndam bersamaan dengan kertas cakram.
Kemudian cakram dimasukkan ke dalam media padat yang berisi kultur
bakteri (Filho dan Cordeiro, 2014). Setelah itu diinkubasi pada suhu 37ºC
selama 18 – 24 jam. Selanjutnya agen antibakteri berdifusi ke dalam agar dan
menghambat pertumbuhan bakteri dengan adanya zona jernih disekitar
cakram uji. Efektifitas antibakteri didasarkan pada klasifikasi respond
penghambatan pertumbuhan bakteri menurut Greenwood (1995). Tabel Daya
hambat pertumbuhan bakteri dapt dilihat pada Tabel 2.2.
negatif atau kontrol steril (ekstrak dilarutkan dalam media kosong tanpa
mikroorganisme) (Cos et al., 2006).
Metode dilusi dibagi menjadi dua berdasarkan perbenihan cair yaitu
mikrodilusi dan makrodelusi. Secara prinsip pengerjaanya sama hanya berbeda
dalam volume (Soleha, 2015). Dimana untuk makrodilusi volume yang
digunakan lebih dari 1 mL, sedangkan mikrodilusi volume yang digunakan 0,05
sampai 0,1 mL. antibakteri yang digunakan disediakan pada berbagai macam
pengenceran biasanya dalam satuan µg/mL. Mikrodilusi merupakan teknik yang
lebih menguntungkan dibandingkan makrodilusi karena lebih ekonomis dari segi
bahan yang dipergunakan (Filho dan Cordeiro, 2014).
2.7.3 Bioautografi
Metode bioautografi dilakukan dengan mencelupkan kromatografi tipis
ke dalam suspensi bakteri. Bioautogram diinkubasi pada suhu 25 °C selama 48
jam di bawah kondisi lembab. Untuk visualisasi pertumbuhan bakteri, sering
menggunakan garam tetrazolium. Garam tersebut akan mengalami konversi
warna dengan dehidrogenase dari sel – sel hidup. p-iodonitrotetrazolium violet
adalah reagen deteksi yang paling cocok. Garam – garam ini disemprotkan ke
bioautogram, yang diinkubasi pada suhu 25 °C selama 24 jam atau suhu 37 °C
selama 3-4 hari. Penggunaan Mueller Hinton Broth dengan agar dapat
memberikan media cair yang cukup untuk memungkinkan adheren atau
penempelan untuk plat TLC dan menjaga kelembaban yang sesuai untuk
pertumbuhan bakteri. Bioautografi dapat langsung dimanfaatkan dengan baik
untuk jamur atau bakteri. Metode ini adalah teknik paling mudah untuk
mendeteksi zat antijamur dan memberikan hasil yang konsisten untuk jamur
penghasil spora seperti Aspergillus, Penicillium dan Cladosporium (Balouiri et
al., 2016).