DARIUS RUPA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Darius Rupa
NRP G353120041
RINGKASAN
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI STRUKTUR SEKRETORI DAN ANALISIS HISTOKIMIA
SERTA FITOKIMIA TUMBUHAN OBAT ANTI-INFEKSI DI KAWASAN
TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS JAMBI
DARIUS RUPA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Mohamad Rafi, MSi
Judul Tesis : Identifikasi Struktur Sekretori dan Analisis Histokimia serta
Fitokimia Tumbuhan Obat Anti-Infeksi di Kawasan Taman
Nasional Bukit Duabelas Jambi
Nama : Darius Rupa
NIM : G353120041
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah tumbuhan obat,
dengan judul Identifikasi Struktur Sekretori dan Analisis Histokimia serta
Fitokimia Tumbuhan Obat Anti-Infeksi di Kawasan Taman Nasional Bukit
Duabelas Jambi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Diah Ratnadewi, DEA,
Dr Ir Dorly, MSi dan Dr Dra Yohana C Sulistyaningsih, MSi selaku pembimbing,
serta Bapak Dr Mohamad Rafi, SSi, MSi selaku penguji luar komisi. Di samping
itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Dr Dra Nunik Sri Ariyanti, MSi yang
telah membantu identifikasi tumbuhan. Terima kasih kepada Institut Pertanian
Bogor (IPB) dengan Goettingen University-Jerman melalui pendanaan kerjasama
Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan Goettingen University-Jerman melalui
Collaborative Research Centre (CRC) 990 Start Up Project tahun 2012 dan
terima kasih kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang
telah mendanai penelitian ini melalui Bantuan Operasional Perguruan Tinggi
Negeri (BOPTN) tahun 2013. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, istri, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Darius Rupa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
2 TINJAUAN PUSTAKA 2
Tumbuhan Obat 2
Struktur Sekretori 3
Histokimia 4
Fitokimia 4
3 METODE 5
Waktu dan Tempat Penelitian 5
Penyiapan Bahan Tumbuhan dari Lapang 5
Pembuatan Sediaan Mikroskopis 6
Analisis Histokimia 6
Pengamatan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) 6
Pengamatan Struktur Sekretori 6
Analisis Senyawa Fitokimia 7
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Hasil 7
Pembahasan 22
5 SIMPULAN DAN SARAN 28
Simpulan 28
Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 37
RIWAYAT HIDUP 41
DAFTAR TABEL
1 Tumbuhan obat terpilih dan pemanfaatannya oleh Suku Anak Dalam 7
2 Struktur skretori yang dijumpai pada bagian organ tumbuhan yang
diamati 8
3 Ukuran dan kerapatan trikoma kelenjar pada sisi adaksial dan abaksial
daun 11
4 Ukuran panjang tangkai, panjang kepala, lebar kepala dan kerapatan
trikoma kelenjar pada kulit batang P. canescens dan S. ferrugineus 12
5 Bentuk, ukuran dan kerapatan sel idioblas pada daun H. capitata, C. cf.
geniculata, P. porphyrophyllum dan umbi C. lappacea 13
6 Keberadaan senyawa fitokimia pada struktur sekretori 14
DAFTAR GAMBAR
1 Morfologi tumbuhan obat yang diteliti 8
2 Trikoma kelenjar pada daun H. capitata 9
3 Sel idioblas pada irisan melintang daun H. capitata 9
4 Trikoma kelenjar S. obliqua 10
5 Trikoma kelenjar dan sel idioblas pada daun P. porphyrophyllum 10
6 Trikoma kelenjar pada kulit batang P. canescens 11
7 Struktur sekretori S. ferrugineus menggunakan mikroskop cahaya 12
8 Saluran sekrtori pada batang L. eugenifolius 12
9 Sel idioblas pada irisan melintang umbi C. lappacea 13
10 Rongga sekretori dan sel idioblas pada daun C. cf. geniculata 13
11 Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada daun H. capitata 15
12 Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada daun S. oblique 16
13 Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada daun P. porphyrophyllum 16
14 Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada kulit batang P. canescens 17
15 Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada kulit batang S. ferrugineus. 17
16 Hasil uji histokimia rongga sekretori pada irisan melintang daun C. cf.
geniculata 18
17 Hasil uji histokimia sel idioblas pada daun H. capitata 19
18 Hasil uji histokimia sel idioblas pada umbi C. lappacea 19
19 Hasil uji histokimia sel idioblas pada daun P. porphyrophyllum 20
20 Hasil uji histokimia saluran sekretori pada irisan melintang batang S.
ferrugineus 20
21 Hasil uji histokimia saluran sekretori pada irisan melintang batang L.
eugenifolius 21
DAFTAR LAMPIRAN
golongan amina, alkaloid, kumarin, flavonoid, iridoid, saponin, tanin dan minyak
atsiri yang bersifat obat terhadap pencahar, kardioaktif, diuretik, hipotensi,
hipertensi, antikoagulan, hiperlipidemia, hipolipidemia, obat penenang,
hiperglikemik, hipoglikemik, imunostimulan, alergi dan iritasi (WHO 2009a).
Kajian ilmiah berupa identifikasi struktur sekretori penghasil senyawa metabolit
pada tumbuhan yang digunakan oleh SAD perlu dilakukan. Kajian ilmiah tersebut
memungkinkan untuk pengembangan produksi senyawa fitokimia melalui kultur
jaringan maupun kultur sel. Untuk mengetahui dengan jelas potensi yang
dikandung oleh tumbuhan obat, perlu dilakukan kajian tentang kandungan
senyawa aktif dalam mendukung pengembangan tumbuhan obat sebagai bahan
obat modern. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan letak struktur
sekretori, menentukan kandungan senyawa metabolit dalam struktur sekretori
tersebut dan untuk mengidentifikasi kandungan senyawa metabolit secara
kualitatif pada organ yang digunakan sebagai bahan obat.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan Obat
mengobati penyakit panas, sakit mata, sakit telinga, sakit gigi, sakit uluhati, luka
baru, sakit kulit, keseleo, patah tulang, sakit kepala, diare, dan muntah darah
(Indrawati et al. 2014).
Struktur Sekretori
Histokimia
Fitokimia
Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam suatu jaringan atau sel dari
uji histokimia, dapat diuji lanjut melalui uji fitokimia untuk memastikan
kandungan senyawa metabolit. Fitokimia didefinisikan sebagai studi tentang
komposisi kimia tumbuhan obat atau phyto-medicine. Ekstrak herbal kasar dan
fitokimia sangat dibutuhkan dalam penelitian terapan serta penggunaan secara
komersial. Senyawa fitokimia dapat melalui proses isolasi dan pemurnian dari
ekstrak herbal. Dengan ditemukannya jenis alkaloid berupa opium dan morfina,
para ahli kimia mulai menargetkan obat herbal sebagai senyawa bioaktif yang
disebut fitokimia. Berbagai tumbuhan bahan obat terbukti mengandung senyawa
fitokimia yang mampu menghambat mikroba, misalnya Nervilia aragoana
mengandung asam lemak dan senyawa heterosiklik yang mampu menghambat
pertumbuhan cendawan sehingga bersifat anti-biotik dan antiinflamasi (Thomas et
al. 2013). Cinnamomum zeylanicum mengandung glikosida, fenol, tanin, terpena
and protein yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli,
Salmonella typhi, Salmonella typhimurium, Shigella dysenterae, Shigella flexneri,
Pseudomonas aeruginosa, K. pneumonia dan jenis cendawan seperti Candida
albicans, Candida tropicalis dan Candida krusei (Uma et al. 2009). Fitokimia
teridentifikasi sebanyak 54 jenis dijumpai pada Ocimum forskolei. Berbagai jenis
senyawa tersebut berperan sebagai antioksidan dan antimikroba (Al-Hajj et al.
2014).
5
3 METODE PENELITIAN
Analisis Histokimia
Sampel berupa daun, batang, kulit batang dan umbi disayat melintang
setebal 20-25 m menggunakan mikrotom beku (Yamato RV-240). Hasil sayatan
selanjutnya diuji dengan beberapa macam reagensia. Pengujian terpenoid pada sel
atau jaringan dilakukan dengan pemberian reagen kupri asetat 5% mengikuti
metode Harbone (1987). Adanya senyawa terpenoid ditunjukkan dengan warna
kuning atau kuning kecoklatan. Pengujian alkaloid dilakukan menggunakan
reagen Wagner; hasil positif alkaloid ditunjukkan dengan adanya deposit
berwarna coklat kemerahan atau kuning. Sebagai kontrol negatif, kandungan
alkaloid pada sayatan segar terlebih dahulu dilarutkan dengan 5% larutan asam
tartarat dalam alkohol 95% selama 48 jam pada suhu ruang, sebelum dilakukan
pengujian dengan pereaksi Wagner (Furr dan MahIberg 1981). Kandungan
senyawa lipofil diuji dengan pewarna sudan IV mengikuti metode Boix et al.
(2011). Irisan sampel dibilas menggunakan alkohol 70% selama 1 menit,
kemudian direndam dalam 0,03% larutan pewarna sudan IV, lalu dipanaskan
dalam water bath pada suhu 40oC selama 30 menit, sayatan sampel dibilas dengan
alkohol 70%, kemudian diletakkan di atas gelas objek yang diberi media gliserin
30% dan ditutup dengan gelas penutup. Adanya kandungan senyawa lipofil
ditandai dengan warna merah atau kuning hingga jingga.
Hasil
Kegunaan Tumbuhan
Bahan tumbuhan yang digunakan adalah daun, kulit batang dan umbi dari
delapan jenis tumbuhan terpilih berdasarkan manfaat sebagai obat infeksi (Tabel 1
dan Gambar 1). Proses penyediaan ramuan sebagai bahan obat berbagai macam
seperti direbus, ditumbuk, diperas atau mengambil langsung getah untuk diminum.
Sebagian besar ekstrak tumbuhan terpilih dapat diminum, kecuali Sonerila
obliqua Korth. yang penggunaannya dengan cara mengoleskan daun yang telah
dihancurkan pada luka luar.
Tabel 1 Tumbuhan obat terpilih dan pemanfaatannya oleh Suku Anak Dalam
Nama Famili Bagian yang
No. Nama Ilmiah Kegunaan
Lokal Digunakan
1 Tai babi Hyptis capitata Jacq. Lamiaceae Daun Sakit perut, mual-
mual, demam dan
luka
2 Pirdara Sonerila obliqua Korth. Melastomaceae Daun Luka luar
3 Sirih Piper porphyrophyllum Piperaceae Daun Luka luar, luka
harimau dalam dan pasca
melahirkan
4 Sungkoi Peronema canescens Jack Lamiaceae Kulit batang Luka luar, luka
dalam dan diare
berdarah
5 Akokolot Spatholobus ferrugineus Leguminosae Batang Diare, diare berdarah
(Zoll. & Moritzi.) Benth. dan demam
6 Lekumon Leuconotis eugenifolius Apocynaceae Batang Luka dalam dan
mungson A. DC. demam
7 Rumput Centotheca lappacea (L.) Poaceae Umbi Sakit perut, mual dan
cacing Desv. obat cacing
8 Koneon bisa Cayratia cf. geniculata Vitaceae Daun Luka luar yang
(Blume.) Gagnep. sudah membusuk
Sumber: Hasil wawancara dengan Tumenggung Tarip, identifikasi tumbuhan dari Herbarium
Bogoriense (2013) dan Herbarium KEW, Inggris.
8
A B C D
E F G H
Gambar 1 Morfologi tumbuhan obat yang diteliti. (A) H. capitata Jacq., (B) S. obliqua Korth., (C)
P. porphyrophyllum., (D) P. canescens Jack, (E) S. ferrugineus (Zoll. & Moritzi.)
Benth., (F) L. eugenifolius A. DC., (G) C. lappacea (L.) Desv., (H) C. cf. geniculata
(Blume) Gagnep
Struktur Sekretori
Tabel 2 Struktur sekretori yang dijumpai pada bagian organ tumbuhan yang diamati
Bagian
No. Tumbuhan Struktur Sekretori
pengamatan
1 H. capitata Jacq. Daun Trikoma kelenjar dan sel idioblas
2 S. obliqua Korth. Daun Trikoma kelenjar
3 P. porphyrophyllum Daun Trikoma kelenjar dan sel idioblas tipe I dan II
4 P. canescens Jack Kulit batang Trikoma kelenjar
5 S. ferrugineus (Zoll. & Batang Trikoma kelenjar dan Saluran sekretori
Moritzi.) Benth.
6 L. eugenifolius A. DC. Batang Saluran sekretori
7 C. lappacea (L.) Desv. Umbi Sel idioblas tipe I dan II
8 C. cf. geniculata (Blume) Daun Sel idioblas
Gagnep. Rongga sekretori tipe I dan II
Daun H. capitata memiliki 4 tipe trikoma kelenjar yaitu peltat, kapitat tipe
I, kapitat tipe II dan uniseriat (Gambar 2). Trikoma kelenjar peltat terdiri dari 1
sel basal dan 4 sel kepala. Trikoma kelenjar kapitat tipe I memiliki tangkai yang
pendek terdiri dari 1 sel dan kepala berbentuk elips terdiri dari 2 sel, sedangkan
trikoma kelenjar kapitat tipe II memiliki tangkai yang panjang terdiri dari 7-10 sel
dan kepala berbentuk bulat terdiri dari 1 sel. Trikoma kelenjar tipe uniseriat terdiri
9
dari 4-8 sel dengan ujung yang meruncing. Trikoma kelenjar tersebar pada kedua
permukaan daun, baik di sisi adaksial maupun di sisi abaksial. Secara umum
trikoma kelenjar peltat lebih pendek dibandingkan trikoma lain, namun ukuran
kepala trikoma peltat jauh lebih besar dari kedua tipe trikoma kapitat. Ukuran
trikoma di daun H. capitata pada masing-masing tipe tidak berbeda antara sisi
adaksial maupun sisi abaksial (Tabel 3). Trikoma kelenjar tipe peltat dan kapitat
tersebar secara acak dipermukaan adaksial dan abaksial daun. Trikoma kelenjar
peltat di sisi abaksial tiga kali lebih tinggi dibandingkan pada sisi adaksial daun.
Trikoma kelenjar kapitat tipe I di sisi abaksial satu koma empat puluh enam kali
lebih tinggi dibandingkan pada sisi adaksial daun, sedangkan trikoma kelenjar
kapitat tipe II dan tipe uniseriat di sisi adaksial dan abaksial memiliki sebaran
yang hampir sama.
cII p
u
cI cII
A B C
p
Ep
Pl
s
cI
Bk cI p
D E
Gambar 2 Trikoma kelenjar pada daun H. capitata menggunakan SEM (A,B dan C),
menggunakan mikroskop cahaya pada sisi abaksial (D) dan pada irisan
melintang (E). p: peltat, cI: kapitat tipe I, cII: kapitat tipe II, u: uniseriat, s:
stomata, Ep: jaringan epidermis, Bk: jaringan bunga karang, Pl: jaringan
palisade. Bar: 50m
Sel idioblas pada daun H. capitata berbentuk bulat, tersebar di mesofil daun,
dari jaringan palisade hingga jaringan bunga karang (Gambar 3). Sel idioblas pada
jaringan palisade berukuran lebih besar dari pada sel serupa yang terdapat pada
jaringan bunga karang, namun kerapatan sel idioblas tersebut pada jaringan
palisade lebih rendah dari pada di jaringan bunga karang.
Gambar 3 Sel idioblas pada irisan melintang daun H. capitata. Anak panah: sel
idioblas. Bar: 50m.
10
A B C
A
B C
idII
idI
idI
D E
Tabel 3 Ukuran dan kerapatan trikoma kelenjar pada sisi adaksial dan abaksial daun
P
p
cII cII
cI
A B C
Gambar 6 Trikoma kelenjar pada kulit batang P. canescens menggunakan SEM (A dan
B) dan menggunakan mikroskop cahaya pada irisan melintang (C). p: peltat,
cI: kapitat tipe I, dan cII: kapitat tipe II. Bar: 50 m.
E
A B
Tabel 4 Ukuran panjang tangkai, panjang kepala, lebar kepala dan kerapatan trikoma
kelenjar pada kulit batang P. canescens dan S. ferrugineus
Tumbuhan dan tipe Panjang Panjang Lebar
-2
trikoma kelenjar tangkai (m) kepala (m) kepala (m) Kerapatan (mm )
P. canescens
Peltat - 16.80.2 24.80.3 122.021.8
Kapitat tipe I 7.80.6 15.90.5 18.10.8 104.03.2
Kapitat tipe II 22.40.9 11.50.7 14.90.2 82.66.5
S. ferrugineus
Kapitat 26.41.2 42.72.0 31.51.1 19.41.8
E
K
A B C
Gambar 8 Saluran sekretori pada batang L. eugenifolius (tanda panah). Irisan melintang
(A); Irisan membujur pada korteks (B) dan empulur (C). K: daerah jaringan
korteks, E: daerah jaringan empulur. Anak panah: saluran sekretori Bar: 50
m.
Ep
idI
Hp
idII
Sk
Gambar 9 Sel idioblas pada irisan melintang umbi C. lappacea. IdI: Sel idioblas tipe I,
IdII: Sel idioblas tipe II, Ep: jaringan epidermis dan Hp: jaringan hipodermis.
Bar: 50 m.
Tabel 5 Bentuk, ukuran dan kerapatan sel idioblas pada daun H. capitata, C. cf. geniculata,
P. porphyrophyllum dan umbi C. lappacea
Tumbuhan dan Struktur sekretori Bentuk Diameter (m) Kerapatan (mm-2)
H. capitata
Sel idioblas di palisade Bulat 5.90.4 261.215.4
Sel idioblas di bunga karang Bulat 4.20.3 271.733.2
C. cf. geniculata
Sel idioblas Bulat 18.580.8 125.3711.3
P. porphyrophyllum
Sel idioblas tipe I Bulat 27.21.4 92.15.4
Sel idioblas tipe II Bulat 311.4 18.41.9
C. lappacea
Sel idioblas tipe I Bulat 7.750.4 56.925.4
Sel idioblas tipe II Bulat 26.411.9 19.361.3
Ea
r Pl
r
RkII
RkII RkI
Bk
RkI Eb
Id
A B C
Gambar 10 Rongga sekretori dan sel idioblas pada daun C. cf. geniculata. Rongga
sekretori pada irisan paradermal (A), pada irisan melintang (B), dan sel
idioblas pada irisan melintang (C). RkI: rongga sekretori tipe I, RkII: rongga
sekretori tipe II, Ea: epidermis atas, Eb: Epidermis bawah, Bk: jaringan
bunga karang, Pl: jaringan palisade, r: kristal rafid, Id: sel idioblas. Bar: 50
m.
14
A F K P
B G L Q
C H M R
D I N S
E J O T
Gambar 11 Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada daun H. capitata (A,B,C
dan D) menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (F,G,H
dan I) menggunakan pewarna sudan IV untuk senyawa lipofil; (K,L,M
dan N) menggunakan reagen Wagner untuk alkaloid; (P,Q,R dan S)
reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid; (E,J,O dan T)
menggunakan air sebagai kontrol;. Bar: 50 m.
A B C
D E
B
Gambar 12 Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada daun S. oblique. (A)
menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (B) reagen
Wagner untuk alkaloid; (C) menggunakan reagen asam tartarat
sebagai kontrol negatif alkaloid; (D) menggunakan pewarna sudan IV
untuk senyawa lipofil dan (E) air sebagai kontrol. Bar: 50 m.
A B C
D E
A D G J
B E H K
J
C F I L
M N O
Gambar 14 Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada kulit batang P. canescens (A,B
dan C) menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (D,E dan F)
menggunakan pewarna sudan IV untuk senyawa lipofil; (G,H dan I)
menggunakan reagen Wagner untuk alkaloid; (J,K dan L) reagen asam tartarat
sebagai kontrol negatif alkaloid; (M,N dan O) menggunakan air sebagai kontrol.
Bar: 50 m.
A B C
D E
Gambar 15 Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada kulit batang S. ferrugineus. (A)
menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (B) menggunakan
reagen Wagner untuk alkaloid; (C) menggunakan reagen asam tartarat
sebagai kontrol negatif alkaloid; (D) menggunakan pewarna sudan IV untuk
senyawa lipofil dan (E) menggunakan air sebagai kontrol. Bar: 50 m.
18
A C E G
B D F H
I J
Gambar 16 Hasil uji histokimia rongga sekretori pada irisan melintang daun C. cf.
geniculata. (A dan B) menggunakan reagen kupri asetat untuk uji
terpenoid; (C dan D) menggunakan pewarna sudan IV untuk senyawa
lipofil, (E dan F) menggunakan reagen Wagner untuk alkaloid; (G
dan H) menggunakan reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif
alkaloid dan (I dan J) menggunakan air sebagai kontrol. Bar: 50 m.
A B C
D E
Gambar 17 Hasil uji histokimia sel idioblas pada daun H. capitata. (A)
menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (B)
menggunakan reagen Wagner untuk alkaloid; (C) menggunakan
reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid; (D)
menggunakan pewarna sudan IV untuk senyawa lipofil dan (E)
menggunakan air sebagai kontrol. Anak panah: sel idioblas. Bar: 50
m.
A B C
D E
Gambar 18 Hasil uji histokimia sel idioblas pada umbi C. lappacea. (A)
menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (B)
menggunakan reagen Wagner untuk alkaloid; (C) menggunakan
reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid; (D)
menggunakan pewarna sudan IV untuk senyawa lipofil dan (E)
menggunakan air sebagai kontrol. Anak panah: sel idioblas. Bar: 50
m.
20
A B C
D E
Gambar 19 Hasil uji histokimia sel idioblas pada daun P. porphyrophyllum. (A)
menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (B)
menggunakan reagen Wagner untuk alkaloid; (C) menggunakan
reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid; (D)
menggunakan pewarna sudan IV untuk uji senyawa lipofil; (E)
menggunakan air sebagai kontrol. Anak panah: sel idioblas. Bar: 50
m.
A B C D
E F G H
Gambar 20 Hasil uji histokimia saluran sekretori pada irisan melintang batang S.
ferrugineus. (A-D) saluran sekretori di jaringan korteks; (E-H) saluran
sekretori di jaringan empulur. (A dan E) menggunakan reagen kupri
asetat untuk uji terpenoid; (B dan F) menggunakan reagen Wagner
untuk uji alkaloid; (C dan G) menggunakan reagen asam tartarat
sebagai kontrol negatif alkaloid; (D dan H) menggunakan pewarna
sudan IV untuk senyawa lipofil. Anak panah: saluran sekretori. Bar:
50 m.
21
A B C D E
F G H I J
Gambar 21 Hasil uji histokimia saluran sekretori pada irisan melintang batang L.
eugenifolius A. DC. (A-E) saluran sekretori di jaringan korteks; (F-J)
saluran sekretori di jaringan empulur. (A dan F) menggunakan reagen
kupri asetat untuk uji terpenoid; (B dan G) menggunakan reagen
Wagner untuk uji alkaloid; (C dan H) menggunakan reagen asam
tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid; (D dan I) menggunakan
pewarna sudan IV untuk senyawa lipofil dan (E dan J) menggunakan
air sebagai kontrol. Anak panah: saluran sekretori. Bar: 50 m.
Pembahasan
pada Dieffenbachia seguine (Araceae) (Cote 2009) dan Vitis vinifera ssp. Vinifera
(Vitaceae) (Najmaddin et al. 2013)
Ukuran rongga sekretori pada C. cf. geniculata bervariasi, antara 90 sampai
130 m. Menurut Gang dan Hai (1999) tiap tumbuhan memiliki variasi ukuran
rongga sekretori, misalnya pada berbagai tumbuhan dalam famili Lauraceae dari
yang terkecil yaitu 30 sampai 40 m pada Cryptocarya maclurei, C. chingii dan C.
Concina, 50-60 m pada Machilus pomifera hingga yang terbesar yaitu 70-110
m pada Beilschmiedia fordii.
Rongga sekretori yang dijumpai pada C. cf. geniculata tersebar pada
jaringan palisade hingga bunga karang. Sebaran demikian merupakan umum
dijumpai pada berbagai tumbuhan misalnya Machilus yunnanensis, Syndiclis
anlungensis, Beilschmiedia intermedia, Cinnamomum pauciflorum (Lauraceae)
(Gang dan Hai 1999), dan Eucalyptus polybractea (Myrtaceae) (Goodger et al.
2010), namun pada beberapa spesies rongga sekretori hanya berada di jaringan
palisade misalnya pada Nothaphoebe cavaleriei, Phoebe hunanensis, P. Bournei,
Cinnamomum camphora dan Litsea euosma (Lauraceae) (Gang dan Hai 1999).
Daun pada ketiga jenis tumbuhan yang diamati yaitu H. capitata, C. cf.
geniculata dan P. porphyrophyllum memiliki sel idioblas berbentuk bulat yang
tersebar di mesofil daun. Sebaran sel idioblas serupa dijumpai pada Ambrosia
psilostachya, Erigeron annuus (Asteraceae) (Lersten et al. 2006), dan Teucrium
polium L. (Lamiaceae) (Bosabalidis 2014). Sel idioblas pada daun tidak selalu
berada di seluruh mesofil daun, namun ada pula yang hanya terdapat di jaringan
palisade antara lain pada Litsea euosma, L. praecox dan Actinodaphne
trichocarpa atau hanya di jaringan bunga karang, misalnya pada daun Phoebe
forrestii (Lauraceae) (Gang dan Hai 1999). Selain di daun, sel idioblas juga
terdapat pada organ lain seperti pada kulit batang Datura stramonium L.
(Solanaceae) (Iranbakhsh et al. 2006) dan akar Cissus verticillata (Vitaceae)
(Oliveira et al. 2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan kerapatan sel idioblas
bervariasi antar tumbuhan yang diamati. Ukuran sel idioblas pada P.
porphyrophyllum sekitar tujuh kali lebih besar (311.4 m) daripada sel idioblas
pada H. capitata (4.20.3 m), namun kerapatan sel idioblas pada H. capitata
sekitar empat belas kali lebih besar (271.733.2 mm-2) dibandingkan P.
porphyrophyllum (18.41.9 mm-2). Variasi ukuran dan kerapatan sel idioblas juga
dijumpai pada beberapa spesies dari genus Machilus dan Persea. Ukuran sel
idioblas di palisade dan bunga karang dari Machilus leptophylla 30-40 m dengan
kerapatan 3 mm-2, M. yunnanensis 25-50 m dengan kerapatan 60 mm-2, M.
Salicoides 30-40 m dengan kerapatan 24 mm-2 dan P. americana berukuran 35-
45 m dengan kerapatan 89 mm-2 (Gang dan Hai 1999). Dari data di atas dijumpai
bahwa ukuran sel idioblas di palisade dan bunga karang pada H. capitata jauh
lebih kecil, namun kerapatannya jauh lebih tinggi. Ukuran sel idioblas yang
dijumpai terkait dengan kerapatan sel tersebut.
Struktur sekretori berupa saluran sekretori dijumpai pada korteks hingga
empulur batang L. eugenifolius A. DC (Apocynaceae). Saluran tersebut
mensekresikan getah berwarna putih. Saluran serupa juga terdapat pada batang
Euphorbia caducifolia (Vasconcelos et al. 2014), Cochlospermum regium
(Rajeswari et al. 2014), dan tangkai daun Ipomoea asarifolia (Martins et al. 2012).
24
Hasil uji histokimia pada trikoma kelenjar yang dijumpai pada kelima
tumbuhan yaitu H. capitata, P. porphyrophyllum, S. oblique, P. canescens dan S.
ferrugineus umumnya mengandung senyawa lipofil, terpenoid dan alkaloid.
Kombinasi kandungan senyawa yang berbeda dijumpai pada trikoma kelenjar
tumbuhan lain seperti Pogostemon cablin yang mengandung lipid, flavonoid dan
terpen (Guo et al. 2013); polisakarida, protein dan flavonoid pada daun Leonotis
leonurus (Ascenso dan Pais 1998). Trikoma kelenjar dengan tipe berbeda dapat
memproduksi senyawa yang berbeda misalnya minyak atsiri berupa monoterpena
seperti linalool dan linalil asetat diproduksi oleh trikoma kelenjar kapitat pada
daun Salvia sclarea L., sedangkan trikoma tipe peltat memproduksi senyawa
seskuiterpena (Schmiderer et al. 2008), akan tetapi ada pula tipe trikoma kelenjar
yang dapat memproduksi kedua senyawa kelompok terpenoid yaitu monoterpena
dan seskuiterpena, misalnya trikoma kelenjar kapitat tipe VI pada tanaman tomat
(Schilmiller et al. 2009). Jing et al. (2014). melaporkan bahwa sel trikoma
kelenjar peltat dan kapitat pada T. quinquecostatus mensekresikan senyawa yang
sama yaitu alkaloid. Pada penelitian lain, Gang et al. (2001) melaporkan bahwa
trikoma kelenjar peltat pada O. basilicum merupakan tempat sintesis dan akumulasi
senyawa fenilpropena.
Rongga sekretori pada C. cf. geniculata mengandung senyawa lipofil dan
terpenoid. Senyawa metabolit didominasi oleh terpenoid. Hal tersebut diduga
terkait dengan struktur sekretori berupa rongga sekretori yang memproduksi
senyawa terpenoid pada tumbuhan tersebut. Pada Cayratia pedata yang berasal
dari genus yang sama, terdapat kombinasi senyawa flavonoid, alkaloid, tanin,
karbohidrat dan terpena (Rajmohanan et al. 2014). Katerina dan Tomas (2000)
melaporkan bahwa rongga sekretori dikelilingi sel epitel yang menghasilkan
minyak atsiri, antara lain pada buah dan daun dari genus Citrus seperti
C.ourantifolia. C. aurantium. C. bergamia, C. sinensis, C. limom dan Eucalyptus
spp. Yamasaki dan Akimitsu (2007) dan Uji et al. (2015) melaporkan bahwa
rongga sekretori berperan dalam sintesis senyawa metabolit seperti monoterpena
dan seskuiterpena pada daun C. jambhiri Lush. C. cf. geniculata merupakan
tumbuhan dalam famili Vitaceae. Berbagai tanaman pada famili Vitaceae yang
mengandung senyawa metabolit, seperti ekstrak daun Vitis vinifera mengandung
Senyawa fenolat, flavonoid, saponin, dan tanin (Singh et al. 2009) dan ekstrak
daun Parthenocissus tricuspidata mengandung senyawa flavonoid dan fenolat
(Kundakovi et al. 2008).
Pada penelitian ini, daun H. capitata memiliki sel idioblas yang
mengandung senyawa lipofil. Lersten et al. (2006) melaporkan bahwa sel idioblas
yang dijumpai pada daun Erigeron annuus mengandung metabolit berupa minyak
esensial. Pada penelitian lain, Lino et al. (2007) menemukan sel idioblas yang
mengandung kombinasi senyawa fenolat dan minyak esensial pada daun C.
verticillata. Selain itu, sel idioblas dapat mensekresikan metabolit sekunder yang
lain seperti senyawa alkaloid pada Peganum harmala L. (Khafagi 2007), sel
idioblas pada korteks batang Cochlospermum regium mengandung senyawa tanin
(Vasconcelos et al. 2014), lipid, polisakarida, senyawa fenolat dan alkaloid pada
daun Cissampelos sympodialis Eichl (Cavalcanti et al. 2014).
Saluran sekretori di bagian korteks dan empulur batang S. ferrugineus
mengandung senyawa alkaloid dan terpenoid, namun senyawa serupa tidak
dijumpai pada saluran sekretori pada batang L. eugenifolius. Senyawa yang
25
Simpulan
1. Delapan tumbuhan yang diteliti memiliki struktur sekretori pada organ yang
digunakan sebagai bahan obat. Trikoma kelenjar merupakan struktur sekretori
yang paling umum dijumpai pada bagian organ yang diamati. Struktur
sekretori berupa trikoma kelenjar dijumpai pada daun H. capitata, S. obliqua,
P. porphyrophyllum, kulit batang P. canescens, dan S. ferrugineus. Rongga
sekretori terdapat pada daun C. cf. geniculata. Sel idioblas dijumpai pada
daun P. porphyrophyllum, C. cf. geniculata, C. lappacea, H. capitata dan
umbi C. lappacea. Saluran sekretori dijumpai di batang L. eugenifolius dan S.
ferrugineus.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad F, Emrizal, Sirat HM, Jamaludin F, Mustapha NM, Ali RM, Arbain D,
Aboul-Enein HY. 2014. Antimicrobial and anti-inammatory activities of
Piper porphyrophyllum (Fam. Piperaceae). ARABJC. 7:10311033.
Andreazza NL, de Loureno CC, Stefanello MA, Atvars TDZ, Salvador MJ.
2015. Photodynamic antimicrobial effects of bis-indole alkaloid indigo from
Indigofera truxillensis Kunth (Leguminosae). Laser Med Sci. 30(4):1315-
1324. doi: 10.1007/s10103-015-1735-4.
Al-Hajj NQM, Al-Zaemy A, Wang H, Ma C, Lou Z, Thabit R. 2014. GC-MS
Analysis of Chemical Compounds from Some Yemeni Medicinal Plants.
IJPRR 3(5):46-51.
Ali SM, Khan AA, Ahmed I, Musaddiq M, Ahmed KS, Polasa H, Rao LV,
Habibullah CM, Sechi LA, Ahmed N. 2005. Antimicrobial activities of
eugenol and cinnamaldehyde against the human gastric pathogen
Helicobacter pylori. Ann Clin Microbiol Antimicrob. 4:2024. doi:10.1186/
1476-0711-4-20.
Altieri C, Cardillo D, Bevilacqua A, Sinigaglia M. 2007. Inhibition of Aspergillus
spp. and Penicillium spp. by fatty acids and their monoglycerides. J Food
Prot. 70(5):1206-1212.
Asaolu MF, Oyeyemi OA, Olanlokun JO. 2009. Chemical compositions,
phytochemical constituents and in vitro biological activity of various
extracts of Cymbopogon citratus. PJN. 8(12): 1920-1922.
Ascenso L, Pais MS. 1998. The leaf capitate trichomes of Leonotis leonurus:
histochemistry, ultrastructure and secretion. Ann Bot 81 (2): 263-271. doi:
10.1006/anbo.1997.0550.
Baghel AS, Mishra CK, Rani A, Sasmal D, Nema RK. 2010. Antibacterial activity
of Plumeria rubra Linn. plant extract. J Chem Pharm Res. 2(6):435-440.
Bhagya B, Ramakrishna A, Sridhar KR. 2013. Traditional seasonal health food
practices in southwest India: nutritional and medicinal perspectives.
NUJHS. 3: 30-34.
Boix YF, Victrio CP, Defaveri ACA, Arruda RDCDO, Sato A, Lage CLS. 2011.
Glandular trichomes of Rosmarinus officinalis L.: Anatomical and
phytochemical analyses of leaf volatiles. Plant Biosyst 145:848-856. doi:
10.1080/11263504.2011.584075.
Boix YF, Arruda RO, Defaveri ACA, Sato A, Lage CLS, Victo rio CP. 2013.
Callus in Rosmarinus officinalis L.(Lamiaceae): A morphoanatomical,
histochemical and volatile analysis. Plant Biosystems. 147(3):751-
757.doi:10.1080/11263504.2012.751067.
Bone K, Mills S. 2013. Principles and Practice of Phytotherapy: Modern Herbal
Medicine. New York (USA). Elsevier.
Bosabalidis AM. 2014. Idioblastic mucilage cells in Teucrium polium leaf.
anatomy and histochemistry. Mod Phytomorphol. 5:4952.
Chanda I, Sarma U, Basu SK, Lahkar M, Dutta SK. 2011. A Protease isolated
from the latex of Plumeria rubra Linn (Apocynaceae) 2: Anti-inflammatory
and wound-healing activities. Trop J Pharm Res. 10(6). 755-760.
doi.org/10.4314/tjpr.v10i6.8.
30
Guo J, Yuan Y, Liu Z, Zhu J. 2013. Development and structure of internal glands
and external glandular trichomes in Pogostemon cablin. Plos One. 8(10):1-
12.
Hamzari. 2008. Identifikasi tanaman obat-obatan yang dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar hutan tabo-tabo. J Hut Masy. 3:111-234.
Harborne JB. 1994. The Flavonoids: Advance in Research Since 1986. New York
(US): Chapman and Hall, 676 hlm.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I, Penerjemah; Niksolihin S, editor.
Bandung (ID): Penerbit Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari:
Phytochemical methods. Ed ke-2.
Haryanti L, Pudjiadi AH, Ifran EKB, Thayeb A, Amir I, Hegar B. 2013. Prevalens
dan faktor risiko infeksi luka operasi pasca-bedah. Sari Pediatr. 15:207-212.
Huang SS, Kirchoff BK, Liao JP. 2008. The capitate and peltate glandular
trichomes of Lavandula pinnata L. (Lamiaceae): Histochemistry,
ultrastructure, and secretion. J Torrey Bot Soc. 135(2):155-167.doi:10.3159/
07-RA-045.1.
Husni MA, Murniana M, Helwati H, Nuraini N. 2013. Antimicrobial activity of n-
hexane extracts of red Frangipani (Plumeria rocea). J Nat. 13(1):28-33.
Hyldgaard M, Mygind T, Rikke, LM. 2012. Essential oils in food preservation:
Mode of action, synergies, and interactions with food matrix components.
Front Microbiol. 3:124.
Iijima Y, Rikanati RD, Fridman E, Gang DR, Bar E, Lewinsohn E, Pichersky E.
2004. The biochemical and molecular basis for the divergent patterns in the
biosynthesis of terpenes and phenylpropenes in the peltate glands of three
cultivars of basil. Plant Physiol 136: 37243736.
Indrawati, Sabilu Y, Ompo A. 2014. Pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan
obat tradisional masyarakat suku Moronene di desa Rau-rau Sulawesi
Tenggara. Bio Wallacea. 1(1): 39-48.
Iranbakhsh A, Oshaghi MA, Majd M. 2006. Distribution atropine and scopolamine
in different organs and stages of development in Datura stramonium L.
(Solanaceae). Structure and ultrastructure of biosynthesizing cells. Acta Bio
Cracov Series Bot. 48(1): 1318.
Jia P, Liu, H, Gao T, Xin H. 2013. Glandular trichomes and essential oil of
Thymus quinquecostatus. Sci World J. 2013:1-8. doi.org/10.1155/2013/3879
52.
Jing H, Liu J, Liu H, Xin H. 2014. Histochemical investigation and kinds of
alkaloids in leaves of different developmental stages in Thymus
quinquecostatus. Sci World J. 2014:1-6.doi.org/10.1155/2014/839548.
Jeong MR, Park PB, Kim DH, Jang YS, Jeong HS, Choi SH. 2009. Essential oil
prepared from Cymbopogon citrates exerted an antimicrobial activity
against plant pathogenic and medical microorganisms. Mycobiol. 37(1), 48-
52.
Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique. New York (US): McGraw-Hill. 523
hlm.
Jones ACC, Farthing MJG. 2004. Management of infectious diarrhoea. Gut.
53:296305.
33
Joshua AA, Usunomena U, Amenze O, Lanre AB. Amenze O, Gabriel OA. 2012.
Comparative studies on the chemical composition and antimicrobial
activities of the ethanolic extracts of Lemon Grass leaves and stems. Asian J
Med Sci. 4(4): 145-148.
Kankeaw U, Masong E. 2015. The antioxidant activity from hydroquinone
derivatives by the synthesis of Cinnamomium verum J. Presl Barks
extracted. IJCEA. 6:91-94. doi.org/10.7763/ijcea.2015.v6.458.
Kashiwada Y, Wang HK, Nagao T, Kitanaka S, Yasuda I, Fujioka T, Yamagishi
T, Cosentino LM, Kozuka M, Okabe H, Ikeshiro Y, Hu CQ, Yeh E, Lee
KH. 1998. Anti-AIDS agents. 30. Anti-HIV activity of oleanolic acid,
pomolic acid, and structurally related triterpenoids. J Nat Prod 61:1090-
1095. doi.org/10.1021/np9800710.
Katerina P, Tomas G. 2000. Secretory Structures of Aromatic and Medicinal
Plants: A Review and Atlas of Micrographs. Powys (GB): Microscopix Pr.
Kaya A, Satil F, Dirmenci T, Selvi S. 2013.Trichome micromorphology in
Turkish species of Ziziphora (Lamiaceae). Nordic J Bot. 31(3): 270277.
doi: 10.1111/j.1756-1051.2012.01532.x.
Khafagi IK. 2007. Generation of alkaloid-containing idioblast during cellular
morphogenesis of Peganum harmala L. cell suspension cultures. Am J Plant
Physiol. 2(1):17-26.
Kiernan JA. 2008. Histological and Histochemical Methods: Theory and Practice.
Bloxham (UK): Scion.
Kumar A, Shukla R, Singh P, Dubey NK. 2009. Biodeterioration of some herbal
raw materials by storage cendawan and aflatoxin and assessment of
Cymbopogon flexuosus essential oil and its components as antifungal. Int
Biodeter Biodegr. 63:712716.
Kundakovi T, Stanojkovi T, Milenkovi M, Grubin J, Jurani Z, Stevanovi B,
Kovaevi N. 2008. Cytotoxic, antioxidant, and antimicrobial activities of
Ampelopsis brevipedunculata and Parthenocissus tricuspidata
(Vitaceae). Arch Bio Sci. 60(4): 641-647. doi:10.2298/ABS0804641K.
Lavis LD. 2011. Histochemistry: live and in color. J Histochem Cytochem. 59(2):
139145. doi: 10.1369/0022155410395760.
Lersten NR, Czlapinski AR, Curtis JD, Freckmann R, Horner HT. 2006. Oil
bodies in leaf mesophyll cell of angiosperms: Overview and a selected
survey. Am. J. Bot. 93(12): 17311739.
Lino CDS, Sales TDP, Alexandre FSO, Queiroz MGRD, Gomes PB, Silveira ER,
Ferreira JM, Sousa FCFD, Brito SMDRC, Amaral JFD et al. 2007. Anti-
diabetic activity of a fraction from Cissus verticillata and tyramine, its main
bioactive constituent, in alloxan induced diabetic rats. Am J Pharm Toxic.
2(4):178-188.
Liu M, Liu J. 2012. Structure and histochemistry of the glandular trichomes on the
leaves of Isodon rubescens (Lamiaceae). Afr Biotechnol. 11(7): 4069-4078.
Marin M, Ascensao L, Lakui B. 2012. Trichomes of Satureja horvatii ili
(Lamiaceae): Micromorphology and histochemistry. Arch Biol Sci. 64(3):99
5-1000. doi:10.2298/ABS1203995M.
Martins FM, Lima JF, Mascarenhas AAS, Macedo TP. 2012. Secretory structures
of Ipomoea asarifolia: anatomy and histochemistry. Braz J Pharm. 22(1):
13-20.
34
Moeloek FA. 2006. Herbal and traditional medicine: national perspectives and
policies in Indonesia. J Bahan Alam Indones. 5:293-297.
Nahak G, Sahu RK. 2011. Phytochemical evaluation and antioxidant activity of
Piper cubeba and Piper nigrum. JAPS. 01(08):153-157.
Naidoo Y, Kasim N, Heneidak S, Nicholas A, Naidoo G. 2013. Foliar secretory
trichomes of Ocimum obovatum (Lamiaceae): micromorphological structure
and histochemistry. Plant Syst Evol. 299(5):873-885.
Najmaddin C, Hussin K, Maideen H. 2013. Comparative study on the anatomy
and palynology of the three variety of Vitis vinifera varity (family Vitaceae).
Afr J Biotechnol. 10(74):16849-16853.
Natarajan D, Srinivasan R, Shivakumar M S. 2014. Antimicrobial and GC-MS
analysis of Memecylon edule leaf extracts. IJCPR. 5(1): 1-13.
Noori M. 2002. Characterization of the Iranian species of sophora and
Ammodendron (Leguminosae; Sophoreae) [Thesis]. London (GB).
University of London.
Nyarko HD, Barku VY, Batama J. 2012. Antimicrobial examinations of
Cymbopogon citratus and Adiatum capillus-veneris used in Ghanajan
folkloric medicine. Int J Life Sci Pharma Res. 2(2): 115-121.
Ogunkule ATJ, Oladele FA. 2000. Diagnostic value of trichome in some Nigerian
species of Ocium, Hyptis Jazq. and Tinnea Kotschy and Peys. (Lamiaceae).
J Appl Sci. 3:1163-1180.
Oladimeji HO, Nia R, Offorah E. 2007. Anti-oxidant and anti-inflammatory
activity of Centrosema pulmieri Benth (Leguminosea-papilionaceae). J
Pharm Toxic. 2(6): 580-585.
Oliveira ABD, Mendona MSD, Azevedo AA, Meira RMSA. 2012. Anatomy and
histochemistry of the vegetative organs of Cissus verticillata- a native
medicinal plant of the Brazilian Amazon. Rev Bras Farmacogn. 22(6):
doi.org/10.1590/s0102-695x2012005000092.
Pandya DJ, Motwani SM, Pandey EP, Sonchhatra NP, Desai TR, Patel VL. 2012.
Pharmacognostic and phytochemical study of aerial parts of Carissa
carandas. Int J Bio & Pharm Res. 3(1): 75-81.
Qasim M, Gulzar S, Shnwari ZK, Aziz I, Khan MA, 2010. Traditional
ethnobotanical uses of halophytes from hub, Balochistan. Pak J Bot. 42(3):
1543-1551.
Peixoto JA, Andrade e Silva ML, Crotti AE, Cassio Sola Veneziani R, Gimenez
VM, Januario AH, Groppo M, Magalhes LG, dos Santos FF, Albuquerque
S et al. 2011. Antileishmanial activity of the hydroalcoholic extract of
Miconia langsdorffii, isolated compounds, and semi-synthetic derivatives.
Molecules. 16(2): 1825-1833. doi:10.3390/molecules16021825.
Ragasa CY, Tsai PW, Shen CC. 2009. Antimicrobial terpenoids from Erigeron
sumatrensis. NRCP Res J. 10:27-32.
Rahayu M, Sunarti S, Sulistiarini D, Prawiroatmodjo S. 2006. Pemanfaatan
tumbuhan obat secara tradisional oleh masyarakat lokal di pulau Wawonii,
Sulawesi Tenggara. Biodiversitas. 7:245-250.
Rajeswari B, Kumar SP, Rao AP, Khan PSSV. 2014. A distribution and
ultrastructure of laticifers in the phylloclade of Euphorbia caducifolia
Haines, a potential hydrocarbon yielding CAM plant. AJPS. 5(1):1-10.
35
RIWAYAT HIDUP