Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH OBAT TRADISIONAL INDONESIA

Disusun Oleh:
Nama : Irza Rizki Gunawan
NIM : 1702101010117
Ruang : 09
Kelas : 01

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil buminya, salah satunya adalah
tumbuhan, hewan dan mineral. Dari zaman dahulu masyarakat Indonesia menggunakan
tumbuhan sebagai obat penyembuhan penyakit. Mereka percaya pengobatan dengan
menggunakan tumbuhan dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Hal ini merupakan
tradisi dari turun – temurun dan diterapkan dalam kehidupan sehari – hari. Obat – obatan yang
berasal dari tumbuhan, hewan dan mineral dikenal sebagai obat tradisional. Obat tradisional
adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan galenik atau campuran dan bahan – bahan tersebut yang secara tradisional telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Perkembangan obat tradisional dan pengobatan tradisional saat ini berkembang pesat
sekali khususnya obat tradisional yang berasal dari tumbuh – tumbuhan. Hal ini bisa kita lihat
semakin banyaknya bentuk – bentuk sediaan obat tradisional dalam bentuk kemasan yang
sangat menarik konsumen. Perkembangan selanjutnya obat tradisional kebanyakan berupa
campuran yang berasal dari tumbuh – tumbuhan sehingga dikenal dengan obat herbal.

1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui perkembangan obat hewan dari bahan baku alami.
b. Untuk mengetahui standarisasi obat tradisional/alami.
c. Untuk mengetahui pembagian obat tradisional Indonesia.
d. Untuk mengetahui perjalanan obat alami/tradisional ke fitofarmaka.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perkembangan Obat Hewan dari Bahan Baku alami

Di Indonesia, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat – obatan juga telah berlangsung


ribuan tahun yang lalu. Hal ini diuntungkan karena Indonesia merupakan salah satu pusat
keragaman hayati terbesar (Megabiodiversity) di Dunia. Keanekaragaman hayati Indonesia
yang banyak, terbesar ke dua setelah Brazil, di mana terdapat lebih kurang 30.000 jenis
tumbuhan 940-nya telah diketahui khasiatnya dan 180 spesies telah dimanfaatkan sebagai obat
tradisional.

Di wilayah tropis ini ditemukan berbagai jenis tanaman, baik yang sudah dikenal sebagi
tanaman obat selama ratusan tahun, maupun jenis tanaman yang berpotensi sebagai tanaman
obat dan belum dieksplorasi secara ilmiah. Wilayah ini memiliki keragaman yang berbeda,
karena secara geohistoris, wilayah Indonesia terpisah oleh garis imajiner wellace, yang
melintang dari selat Bali di selatan ke arah utara melewati selat Sulawesi.

Bahan – bahan yang digunakan dalam resep tradisional Indonesia umumnya berasal dari
tumbuhan, namun ada juga terdiri dari hewan seperti madu, berangan, biawak, air susu
kambing, telur ayam yang telah dibuahi ataupun belum. Ada juga berasal dari garam, tembaga,
kapur basah, cuka, air yang diperoleh secara ghaib, lilin putih, benda semacam karang.
Kebanyakan obat – obat tersebut ditujukan kepada penyakit luar dan sebagian diminum.

Setiap tumbuhan berinteraksi dengan organisme lain dan mengalami evolusi. Dalam
proses interaksi dan evolusi ini, secara prinsip akan terjadi proses adaptasi untuk
mempertahankan keberadaan atau kelangsungan hidup masing-masing species dari pengaruh
lingkungannya. Dalam proses adaftasi ini masing-masing species secara alamiah dilengkapi
dengan kemampuan untuk melakukan metabolisme sekunder dengan menggunakan metabolit
primer (hasil metabolisme primer) sebagai precursor untuk biosintesis metabolit sekunder
(sebagai hasil darimetabolisme sekunder). Seperti misalnya flavonoid dalam biositesisnya
berasal dari jalur sikimat dan jalur asetat malonat. Metabolit sekunder itu diantaranya adalah
flavonoid, steroid, alkaloid, terpenoid, saponin dan lain-lain. Berdasarkan beberapa penelitian
metabolit sekunder inilah yang aktif sebagai bahan obat.

2.2 Standarisasi Obat Tradisional/Alami

Standardisasi farmasitikal obat tradisional merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam
rangka pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi obat herbal terstandar dan
fitofarmaka. Persyaratan mutu ekstrak/simplisia terdiri atas berbagai parameter standar umum
dan parameter spesifik. Standardisasi menjamin bahwa produk akhir obat tradisional
mempunyai nilai parameter yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu.

Standardisasi farmasitikal terdiri dari standardisasi simplisia, standardisasi metode


pembuatan sediaan termasuk pelarut yang digunakan, dan standardisasi sediaan jadi.
Persyaratan mutu simplisia sejumlah tanaman tertera dalam buku Farmakope Indonesia,
Ekstra Farmakope Indonesia, dan Materia Medika Indonesia. Standardisasi farmasitikal juga
dilanjutkan dengan tahapan pengujian keamanan, pengujian khasiat preklinik (in vitro dan in
vivo) serta pengujian klinik ke manusia menuju obat fitofarmaka yang dapat dipakai
dipelayanan kesehatan.

2.3 Pembagian Obat Tradisional Indonesia

Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan secara berjenjang menjadi 3 kelompok,


yaitu:

a. Jamu

Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk
serbuk seduhan atau cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu
tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu
pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya
cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih. Golongan ini tidak memerlukan
pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah
digunakan secara turun – temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan
tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan

tertentu.

Lain dari fitofarmaka, Jamu bisa diartikan sebagai obat tradisional yang disediakan
secara tradisional, tersedia dalam bentuk seduhan, pil maupun larutan. Pada umumnya, jamu
dibuat berdasarkan resep turun temurund dan tidak melalui proses seperti fitofarmaka. Jamu
harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:

 Aman
 Klaim khasiat berdasarkan data empiris (pengalaman)
 Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati 3 generasi.
Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan disebut jamu jika bertahan
minimal 180 tahun. Inilah yang membedakan dengan fitofarmaka, dimana pembuktian khasiat
tersebut baru sebatas pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah. Jamu dapat dinaikkan
kelasnya menjadi herbal terstandar atau fitofarmaka dengan syarat bentuk sediaannya berupa
ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi.

Pada saat ini kesadaran akan pentingnya “back to nature” memang sering hadir dalam
produk yang kita gunakan sehari-hari. Saat ini contohnya kita bisa melihat banyak masyarakat
yang kembali ke pengobatan herbal. Banyak ramuan – ramuan obat tradisional yang secara
turun-temurun digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan. Sebagian dari mereka
beranggapan bahwa pengobatan herbal tidak memiliki efek samping.

b. Obat Herbal Terstandar (OHT)

Obat Herbal Terstandar (OHT) juga tidak sama dengan fitofarmaka. Obat Herbal
Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang berasal dari ekstrak bahan tumbuhan, hewan
maupun mineral. Perlu dilakukan uji pra-klinik untuk pembuktian ilmiah mengenai standar
kandungan bahan yang berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar
pembuatan obat yang higienis dan uji toksisitas akut maupun kronis seperti halnya
fitofarmaka.Dalam proses pembuatannya, OHT memerlukan peralatan yang lebih kompleks
dan berharga mahal serta memerlukan tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan
pembuatan ekstrak, yang hal tersebut juga diberlakukan sama pada fitofarmaka.

Obat Herbal dapat dikatakan sebagai Obat Herbal Terstandarisasi bila

memenuhi kriteria sebagai berikut :

 Aman
 Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik
 Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
 Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.

Indonesia telah meiliki atau memproduksi sendiri OHT dan telah telah beredar di
masyarakat 17 produk OHT, seperti misalnya : diapet®, lelap®, kiranti®, dll. Sebuah herbal
terstandar dapat dinaikkan kelasnya menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada
manusia.

c. Fitofarmaka

Fitofarmaka merupakan jenis obat tradisionalyang dapat disejajarkan dengan obat


modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar dan khasiatnya telah dibuktikan
melalui uji klinis. Fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan
baku serta produk jadinya telah di standarisir (BPOM. RI., 2004 ). Ketiga golongan atau
kelompok obat tradisional tersebut di atas, fitofarmaka menempati level paling atas dari segi
kualitas dan keamanan. Hal ini disebabkan oleh karena fitofarmaka telah melalui proses
penelitian yang sangat panjang serta uji klinis yang detail, pada manusia sehingga fitofarmaka
termasuk dalam jenis golongan obat herbal yang telah memiliki kesetaraan dengan obat,
karena telah memiliki clinical evidence dan siap di resepkan oleh dokter. Obat Herbal dapat
dikatakan sebagai fitofarmaka apabila obat herbal tersebut telah memenuhi kriteria sebagai
berikut :

 Aman
 Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik dan klinik
 Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
 Telah dilakukan standardisasi bahanbakuyang digunakan dalam produk jadi

Hal yang perlu diperhatikan adalah setelah lolos uji fitofarmaka, produsen dapat mengklaim
produknya sebagai obat. Namun demikian, klaim tidak boleh menyimpang dari materi uji
klinis sebelumnya. Misalnya, ketika uji klinis hanya sebagai antikanker, produsen dilarang
mengklaim produknya sebagai antikanker dan antidiabetes.

2.4 Perjalanan Obat Alami/Tradisional ke Fitofarmaka

Interaksi obat dengan herbal dapat dikarakteristikan sebagai farmakodinamik (PD) atau
farmakokinetik (PK) di alam. Interaksi farmakodinamik dapat terjadi ketika konstituen dari
produk herbal memiliki aktivitas, baik sinergis ataupun antagonis dalam kaitannya dengan
obat konvensional. Sedangkan hasil interaksi farmakokinetik dari perubahan absorbsi,
distribusi, metabolisme dan eliminasi dari obat konvensional dengan produk herbal atau
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Parwata, I. M. O. A. (2016). Obat Tradisional. Diktat, Jurusan kimia. Universitas Udayana, Bali.

Rinidar, Isa, M., Armansyah, T. dan Hasan, M. (2017). Farmakologi Obat Tradisional Hewan
Prospek Wedelia Biflora. Syiah Kuala University Press, Banda Aceh.

Wasito, H. (2008). Meningkatkan peran perguruan tinggi melalui pengembangan obat tradisional.
Mimbar, 24(2): 117 – 127.

Yuslianti, E. R., Bachtiar, B. M., Suniarti, D. F. dan Sutjiatmo, A. B. (2016). Standarisasi


farmasitikal bahan alam menuju fitofarmaka untuk pengembangan obat tradisinal
Indonesia. Dentika Dental Journal, 19(2): 179 – 185.

Anda mungkin juga menyukai