Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Sebaran Ikan Demersal
Berdasarkan Analisa Backscattering Volume di Perairan Pulau Gebe, Halmahera Tengah adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
1. Bapak dan Ibu tercinta atas segala kasih sayang, do’a, dukungan, dan
segalanya yang telah diberikan;
2. Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si sebagai Pembimbing Utama dan Dr. Ir.
Sulistiono, M.Sc sebagai Pembimbing Anggota yang telah memberikan
arahan, bimbingan dan dukungan;
3. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc, Asep Mamun S.Pi, Williandi Setiawan
M.Si, dan Sri Ratih Deswati M.Si yang telah memberi masukan dan
dukungan;
4. Keluarga besar ITK 45 atas dukungan moril dan kebersamaanya baik
suka maupun duka.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE 3
Waktu dan Lokasi Penelitian 3
Instrumen Penelitian 3
Metode Perekaman Data Akustik 4
Pengolahan dan Analisa Data Akustik 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Profil Batimetri Perairan Sekitar Pulau Gebe 7
Kemunculan SV Terhadap Rentang Threshold 8
Sebaran SV Secara Horizontal 10
Sebaran Rerata SV Berdasarkan Selang Kelas Kedalaman 10
Sebaran SV Berdasarkan Waktu 12
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 19
RIWAYAT HIDUP 21
DAFTAR TABEL
1 Ikan-ikan utama yang termasuk kelompok ikan demersal 12
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi dan jalur pengambilan data 3
2 Proses echo-integration dalam Echoview 4.8 4
3 Diagram alir pengolahan dan analisa data 6
4 Profil batimetri sekitar Pulau Gebe 7
5 Grafik kemunculan SV terhadap rentang threshold 8
6 Sebaran horizontal SV 9
7 Grafik sebaran vertikal SV 11
8 Grafik sebaran SV terhadap waktu 13
9 Grafik sebaran SV terhadap waktu Hari Pertama 14
10 Grafik sebaran SV terhadap waktu Hari Kedua 15
11 Grafik sebaran SV terhadap waktu Hari Ketiga 16
12 Grafik sebaran SV terhadap waktu Hari Keempat 17
13 Grafik sebaran SV terhadap waktu Hari Kelima 18
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah laut Indonesia sangat luas hingga melebihi dari wilayah daratanya.
Terdapat berbagai sumberdaya baik hayati maupun non-hayati yang melimpah di
dalamnya. Namun, belum semua sumberdaya yang ada di laut Indonesia diketahui
dan dimanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya terbarukan laut
Indonesia yang hingga kini masih menjadi produksi utama adalah sumberdaya
perikanan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia
masih menemui berbagai kendala, karena luasnya laut Indonesia serta persebaran
sumberdaya perikanan yang tidak merata yang mempengaruhi perbedaan
produktifitas di tiap wilayah. Mengatasi hal ini, maka dibutuhkan sistem informasi
yang akurat mengenai sumberdaya perikanan tersebut. Sehingga dapat dikelola
secara optimal, efisien, dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Potensi sumberdaya perikanan berdasarkan ruang terbagi atas demersal
dan pelagis. Berdasarkan asosiasi organisme terhadap lingkunganya, Nybakken
(1992) membagi laut menjadi dua zonasi, yaitu zona bentik (berasosiasi dengan
dasar laut / ikan demersal) dan zona pelagis (berasosiasi dengan kolom air / ikan
pelagis). Ikan demersal itu sendiri jika dilihat dari segi ekologinya merupakan
jenis ikan yang hidup di lapisan dekat dasar dan dasar perairan (Aoyama, 1973
dalam Pujiyati, 2008). Sumberdaya ikan demersal merupakan salah satu potensi
yang dimiliki oleh laut Indonesia dalam sumberdaya perikanan secara umum,
meskipun saat ini produksi ikan pelagis lebih populer dibandingkan dengan ikan
demersal. Sumberdaya pelagis lebih populer untuk dimanfaatkan daripada
demersal karena ikan pelagis memiliki sifat-sifat yang lebih memudahkan
manusia untuk menangkapnya. Ikan pelagis hidupnya cenderung bergerombol dan
berada di kolom perairan sehingga mudah dideteksi dan ditangkap khususnya
untuk tujuan eksplorasi. Sementara itu, ikan demersal berada di dasar perairan
yang membentuk kelompok / gerombolan kecil, serta bahkan beberapa
diantaranya hidup secara soliter sehingga sulit dideteksi. Selain itu beragamnya
bentuk dasar jenis substrat dan kedalaman Laut Indonesia mengakibatkan
kelimpahan ikan demersal di setiap wilayah perairan berbeda. Kurangnya
informasi ini di sisi lain juga dapat mengakibatkan penangkapan berlebih terhadap
beberapa jenis ikan demersal yang dapat berakibat kepunahan di suatu wilayah
perairan, mengingat sifat sebagian besar ikan demersal yang cenderung menetap
dan memiliki daerah ruaya yang sempit serta memiliki kecepatan pertumbuhan
yang rendah. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap (2007) dalam
Saputra et al (2008) menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya demersal di
Samudera Hindia sudah mencapai tangkap jenuh (full exploited).
Perairan Pulau Gebe merupakan perairan yang berada di Laut Halmahera,
dan termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku
Utara. Pulau ini terletak memanjang dari Barat Laut ke Tenggara dengan luasan
sekitar 224 km². Secara geografis, Pulau Gebe letaknya sangat jauh dari Ibukota
Provinsi Maluku Utara, karena pulau ini relatif berada di ujung dan berbatasan
langsung dengan Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. Secara ekologis, Pulau
2
Gebe memiliki ketersediaan sumberdaya pesisir yang cukup besar dan sangat
berpotensi. Gebe memiliki prasarana yang cukup lengkap peninggalan dari PT.
ANTAM yang melakukan kegiatan eksploitasi nikel sejak tahun 1979 hingga
2003 (Samad, 2004).
Metode yang aman serta efisien untuk mendapatkan informasi yang tepat
mengenai ikan demersal adalah metode hidroakustik. Akustik adalah teori tentang
gelombang suara dan perambatannya di dalam suatu medium (dalam hal ini air,
maka disebut dengan hidroakustik). Hidroakustik merupakan teknologi yang
dapat digunakan untuk mendeteksi sumberdaya hayati dan nonhayati secara lebih
akurat, cepat, dalam jangkauan yang luas, tidak mengganggu biota dan tidak
merusak lingkungan (Fauziyah dan Jaya, 2010). Sistem akustik terbagi menjadi
dua, yaitu echosounder yang berupa sistem pancar vertikal dan SONAR (Sound
Navigation and Ranging) yang merupakan sistem pancar horizontal (Burcynsky,
1982). Dalam penerapanya di bidang perikanan, sistem yang digunakan adalah
echosounder. Metode ini dapat dinyatakan untuk menduga keberadaan populasi
ikan (Mitson, 1983). McLennan dan Simmonds (2005) menyatakan data
hidroakustik merupakan data hasil estimasi echo counting dan echo integration
melalui proses pendeteksian bawah air. Berbagai penerapan metode akustik dapat
dilakukan dalam bidang perikanan, seperti studi tingkah laku dan migrasi ikan,
identifikasi ikan, budidaya ikan, acoustic driving and concentrating, biotelemetry
system, dan fish caller (Sachoemar, 1992 dalam Brown, 1998). Dalam McLennan
dan Simmonds (2005) dinyatakan bahwa Kimura (1929) merupakan orang
pertama yang sukses melakukan percobaan deteksi akustik terhadap ikan. Kimura
melakukan percobaanya tersebut pada kolam budidaya ikan dengan menempatkan
sebuah transmitter dan sebuah receiver yang terpisah di dua sudut pada satu sisi
kolam menghadap secara horizontal yang mana letaknya dekat dengan permukaan
kolam. Dalam percobaanya ini Kimura menemukan bahwa ikan terdeteksi oleh
fluktuasi dari transmisi sinyal yang disebabkan oleh pergerakan ikan. Menurut
MacLennan dan Simmonds (1992), tingkat ketelitian sistem hidroakustik sangat
tinggi sehingga sangat tepat digunakan untuk menduga kelimpahan ikan di suatu
perairan. Hingga saat ini telah banyak penelitian hidroakustik yang dilakukan
untuk mendeteksi ikan.
Tujuan Penelitian
METODE
Instrumen Penelitian
ketika dilakukan perekaman data akustik. Data yang diperoleh dari penelitian ini
adalah sebanyak 350.950 ping (jika dibagi menurut satuan ping) dengan SL
(Source Level) sebesar 222,00 dB. Kemudian data tersebut dikelompokkan dalam
7.020 ESDU yang mana dalam satu luasan echo-integration ESDU terdapat 50
ping. Jarak antara tiap satu ESDU dan ESDU sesudahnya adalah 35,89 m.
Wilayah dalam satu ESDU dibatasi oleh grid ping number secara vertical dan dua
line / garis horizontal yang telah ditentukan sebelumnya sebagai pembatas kolom
perairan dekat dengan dasar yang akan diintegrasi. Kedua garis tersebut
merupakan garis yang sama persis dengan garis hasil digitasi dasar perairan, yang
mana mengikuti kontur dasar perairan. Kolom yang akan diintegrasi memiliki
jarak R terhadap dasar perairan, dimana jarak R diperoleh dari:
R = .τ
2 ……………………………………………………… (1)
Dimana:
- R = jarak terdekat antara target dengan transduser (meter);
- C = cepat rambat suara dalam medium air (1541,66 m/s);
- τ = lamanya waktu ketika echo diterima oleh transduser setelah
pulsa dipancarkan (0,0005 s).
Garis pertama terletak 0,39 m di atas dasar perairan yang berfungsi untuk
meminimalisir kemungkinan overlap ikan demersal ketika dilakukan echo-
integration, yaitu keadaan dimana ikan demersal menempel dengan dasar perairan
sehingga sulit untuk dibedakan, sedangkan garis kedua adalah garis yang berada
lima meter di atas garis pertama. Di antara kedua garis ini kemudian membentuk
kolom dasar perairan yang memanjang mengikuti kontur dasar perairan. Rentang
threshold yang digunakan pada saat dilakukan echo-integration yaitu -60,00
hingga -24,00 dB.
Data hasil integrasi kemudian disortir dalam Microsoft Excel 2007 sesuai
dengan rentang threshold pada saat dilakukan integrasi. Penyortiran dilakukan
untuk menyingkirkan data yang memiliki nilai SV di luar dari rentang threshold,
sehingga data yang diperoleh setelah penyortiran menjadi 1.474 ESDU. Besarnya
penurunan jumlah data setelah penyortiran ini disebabkan oleh banyak data yang
memang memiliki nilai SV lebih kecil dari -60,00 dB yaitu batas minimum
rentang threshold. Informasi yang digunakan dari data tersortir tersebut antara lain
adalah waktu (tanggal dan jam), Ping, Sv mean, NASC, rerata kedalaman, dan
titik koordinat. Urutan pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai
Scattering Volume menunjukan nilai pantulan dari target suatu kelompok ikan
yang terdeteksi. Semakin besar nilai SV maka kemungkinan pengelompokan
target semakin besar dan sebaliknya (Mamun, 2009).
Echo-integration (Echoview 4.8)
Dimana:
- n = Selang kelas kedalaman (m);
- ∑ y = Jumlah data.
1000
976
900 KETERANGAN :
A : (-60) hingga (-57)
800 B : >(-57) hingga (-54)
C : >(-54) hingga (-51)
700 D : >(-51) hingga (-48)
Jumlah Kemunculan SV
300
200
100
44 11 6 6 2
0
A B C D E F G
Rentang Threshold
Gerombolan ikan yang berukuran besar banyak terdeteksi pada daerah dekat
pantai bagian selatan Pulau Gebe. Sebaran ikan demersal umumnya menyesuaikan
dengan tipe dasar perairan. Menurut Lowe dan McConnell (1987) bahwa jenis
dasar perairan memiliki peranan penting dalam mengendalikan distribusi ikan
demersal, karena tipe substrat mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup di
dasar perairan seperti invertebrata yang juga penting sebagai makanan ikan.
Longhurst dan Pauly (1987) menjelaskan secara luas bahwa pada perairan Filipina,
Maluku, Maluku, dan Barat Semenanjung Papua persebaran karang merata
sepanjang paparan yang sempit dan substrat berlumpur terisolasi pada daerah
teluk, sedangkan sisanya adalah pasir karbonat dan coralline algae. Secara umum
kondisi substrat pada perairan yang dekat dengan pantai ini adalah lumpur, karang
dan pasir sesuai dengan hasil pengamatan tim Pusat Studi Kewilayahan dan
Lingkungan Bogor tahun 2002 dalam Samad (2004) disebutkan bahwa terdapat
lima zona utama yang membentuk ekosistem pesisir Pulau Gebe yaitu : zona
10
bakau, rataan terumbu (reef flat), tengah terumbu (reef middle), terumbu (reef
margin), dan zona tubir (reef slope). Kemunculan gerombolan ikan besar yang
berada di daerah dekat dengan pantai di selatan Pulau Gebe dipengaruhi oleh jenis
substrat daerah itu sendiri. Menurut Samad (2004) bahwa penutupan hutan
mangrove alami dan karang banyak terdapat di pesisir bagian selatan pulau,
sedangkan pantai bagian utara didominasi oleh pasir putih dan fringing reef,
kerikil dan batu. Hutan mangrove alami dan penutupan karang pada bagian
selatan pesisir Pulau Gebe ini menyebabkan substrat pada daerah ini berupa
lumpur dan karang-pasir. Selain itu, ekosistem terumbu karang juga
memungkinkan sebagai tempat berkumpulnya ikan, karena ekosistem karang
merupakan tempat berasosiasi berbagai organisme sebagai tempat berlindung,
mencari makan (feeding ground), reproduksi (spawning ground), dan pembesaran
(nursery ground).
Gerombolan ikan yang banyak ditemukan di daerah dekat dengan daratan
disebabkan pada daerah ini banyak dipengaruhi oleh daratan, termasuk kesuburan
substrat dasarnya. Kesuburan substrat dasar perairan ini disebabkan oleh masukan
nutrien dari daratan. Nutrien pada substrat dasar berpengaruh terhadap keberadaan
mikrofauna pada substrat tersebut. Mikrofauna berperan sebagai pengurai bahan-
bahan anorganik menjadi bahan-bahan organik yang banyak dimanfaatkan oleh
biota-biota lain (Pujiyati, 2008). Menurut Laevastu dan Hela (1981) mikrofauna
digambarkan sebagai awal terbentuknya mata rantai makanan bagi biota-biota laut
lainya. Adanya masukan zat hara dari daratan maka akan banyak terdapat biota
pengurai yang mana berimbas pada konsumen di atasnya, dalam hal ini ikan
demersal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Budiman, et al (2006) di perairan
Kendal, Jawa Tengah, membuktikan bahwa melimpahnya invertebrata
menyebabkan keseimbangan komunitas organisme demersal menjadi melimpah
juga. Invertebrata merupakan salah satu sumber makanan bagi ikan – ikan demersal.
Secara umum sebaran horizontal nilai SV di atas memberikan informasi bahwa
padabulan Februari ditemukan gerombolan ikan berukaran besar pada daerah
dekat dengan pantai.
rendah (Munawir, 2006). Distribusi dan kelimpahan ikan yang dimaksud adalah
ikan dengan jenis yang sama. Ikan dapat mengetahui perubahan suhu lebih kecil
dari 0,10 ºC, tiap spesies mempunyai toleransi suhu dan cakupan toleransi dapat
mempengaruhi sebaran dan distribusi ikan (Laevastu dan Hayes, 1981). Setiap
spesies ikan demersal memiliki toleransi terhadap lingkungan yang berbeda-beda.
Hari Ke 1
-40 Hari Ke 2
Hari ke 3
-45
Hari Ke 4
Sv mean(dB)
Hari Ke 5
-50
-55
-60
-65
06:00:00 09:00:00 12:00:00 15:00:00 18:00:00 21:00:00
Waktu (WIB)
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP