Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hemoroid

1. Definisi

Hemoroid adalah suatu pelebaran dari vena-vena didalam pleksus

Hemoroidalis (Muttaqin, 2011). Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah

vena hemoroidalis dengan penonjolan membran mukosa yang melapisi daerah

anus dan rectum (Nugroho, 2011).

Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena

hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena

hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur

berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot disekitar anorektal (Felix,

2006).

2. Klasifikasi

Penyakit hemoroid dibagi menjadi 2, yang pertama adalah hemoroid

interna yaitu hemoroid yang berasal dari bagian atas sfingter anal serta di

tandai dengan perdarahan, dan yang kedua adalah hemoroid eksterna yaitu

hemoroid yang cukup besar, sehingga varises muncul keluar anus dan di sertai

nyeri (Broker, 2009).

1) Hemoroid Internal

Hemoroid internal adalah pembengkakan terjadi dalam rektum sehingga

tidak bisa dilihat atau diraba. Pembengkakan jenis ini tidak menimbulkan

rasa sakit karena hanya ada sedikit syaraf di daerah rektum. Tanda yang

7
dapat diketahui adalah pendarahan saat buang air besar. Masalahnya jadi

tidak sederhana lagi, bila ambeien internal ini membesar dan keluar ke

bibir anus yang menyebabkan kesakitan. Ambeien yang terlihat berwarna

pink ini setelah sembuh dapat masuk sendiri, tetapi bisa juga didorong

masuk. Jitowiyono & Kristiyanasari (2012) menjelaskan hemoroid interna

dibagi menjadi 4 derajat yaitu :

a. Derajat I

a) Terdapat perdarahan merah segar pada rectum pasca defekasi

b) Tanpa disertai rasa nyeri

c) Tidak terdapat prolaps

d) Pada pemeriksaan anoskopi terlihat permulaan dari benjolan

hemoroid yang menonjol ke dalam lumen

b. Derajat II

a) Terdapat perdarahan/tanpa perdarahan sesudah defekasi

b) Terjadi prolaps hemoroid yang dapat masuk sendiri (reposisi

spontan)

c. Derajat III

a) Terdapat perdarahan/tanpa perdarahan  sesudah defekasi

b) Terjadi prolaps hemoroid yang tidak dapat masuk sendiri jadi harus

didorong dengan jari (reposisi manual)

d. Derajat IV

a) Terdapat perdarahan sesudah defekasi

b) Terjadi prolaps hemoroid yang tidak dapat didorong masuk

(meskipun sudah direposisi akan keluar lagi).

8
2) Hemoroid Eksternal

Hemoroid eksternal diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut

berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya

merupakan hematoma, bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena ujung-

ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri (Jitowiyono &

Kristiyanasari, 2012).

3. Etiologi

 Menurut Vill Alba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat

ini belum diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa faktor pendukung

yang terlibat diantaranya adalah : penuaan, kehamilan, hereditas, konstipasi

atau diare kronik, penggunaan toilet yang berlama – lama, posisi tubuh misal

duduk dalam waktu yang lama.

Menurut Muttaqin (2011), kondisi hemoroid biasanya tidak

berhubungan dengan kondisi medis atau penyalit, namun ada beberapa

predisposisi penting yang dapat meningkatkan risiko hemoroid seperti berikut:

perubahan hormon (kehamilan), mengejan secara berlebihan hingga

menyebabkan kram, berdiri terlalu lama, banyak duduk, sering mengangkat

beban berat, sembelit diare menahun (obstipasi), makanan yang dapat memicu

pelebaran pembuluh vena (cabe, rempah-rempah) dan keturunan penderita

wasir (genetik).

4. Patofisiologi

Menurut Nugroho (2011) hemoroid dapat disebabkan oleh tekanan

abdominal yang mampu menekan vena hemoroidalis sehingga

9
menyebabkan dilatasi pada vena. dilatasi tersebut dapat dibagi menjadi 2,

yaitu :

1) Interna (dilatasi sebelum spinter)

a) Bila membesar baru nyeri.

b) Bila vena pecah, BAB berdarah.

2) Eksterna (dilatasi sesudah spingter)

a) Nyeri.

b) Bila vena pecah, BAB berdarah.

Hemoroid dapat terjadi pada individu yang sehat. Hemoroid

umumnya menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran,

peradangan, atau prollaps. Diet rendah serat menyebabkan bentuk feses

menjadi kecil yang bisa mengakibatkan kondisi mengejan selama BAB.

Peningkatan tekanan ini menyebabkan pembengkakan dari hemoroid,

kemungkinan gangguan oleh venous return (Muttaqin, 2011).

5. Manifestasi Klinis

Menurut Vill Alba & Abbas (2007) gejala klinis hemoroid dapat

dibagi berdasarkan jenis hemoroid yaitu :

a. Hemoroid internal

1) Prolaps dan keluarnya mukus

2) Rasa tak nyaman

3) Perdarahan

4) Gatal.

b. Hemoroid eksternal

1) Rasa terbakar.

10
2) Nyeri (jika mengalami trombosis).

3) Gatal.

Sedangkan tanda dan gejala menurut Lumenta (2006) pasien

hemoroid dapat mengeluh hal-hal seperti berikut :

a) Perdarahan

Keluhan yang sering dan timul pertama kali yakni : darah segar

menetes setelah buang air besar (BAB), biasanya tanpa disertai nyeri

dan gatal di anus. Pendarahan dapat juga timbul di luar waktu BAB,

misalnya pada orang tua. Perdarahan ini berwarna merah segar.

b) Benjolan

Benjolan terjadi pada anus yang dapat menciut/ tereduksi spontan atau

manual merupakan karakteristik hemoroid.

c) Nyeri dan rasa tidak nyaman

Dirasakan bila timbul komplikasi trombosis (sumbatan komponen

darah di bawah anus), benjolan keluar anus, dan polip rectum.

d) Basah, gatal dan hygiene yang kurang di anus

Akibat pengeluaran cairan dari selaput lendir anus disertai perdarahan

merupakan tanda hemoroid interna, yang sering mengotori pakaian

dalam bahkan dapat menyebabkan pembengkakan kulit.

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan medis dan

penatalaksanaan bedah (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012).

11
a. Penatalaksanaan Medis

Ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai III atau semua derajat

dengan kontraindikasi operasi atau klien yang menolak operasi.

1) Non Farmakologis

Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan

dan minum, perbaikan pola defekasi. Perbaikan defekasi disebut

Bowel Management Program (BMP) yang terdiri atas diet,

cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku

defekasi.

2) Farmakologis

Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat

macam, yaitu obat yang memperbaiki defekasi (obat pencahar

atau laxant), obat simtomatik, obat penghentian pendarahan, dan

obat penyembuh dan pencegahan derajat.

b. Penatalaksaan Bedah

Ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna atau semua

derajat hemoroid yang tidak berespon terhadap pengobatan medis dapat

dilakukan penatalaksanaan bedah antara lain dengan prosedur ligasi karet,

hemoroidektomi kriosirurgi, laser Neodymium-doped Yttrium Aluminum

Garnet (Nd : YAG), dan hemoroidektomi (Jitowiyono & Kristiyanasari,

2012)

12
B. Hemoroidektomi

1. Definisi

Hemoroidektomi merupakan terapi bedah yang dipilih untuk

penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada penderita hemoroid

derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan pada penderita

dengan pendarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara

terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang

mengalami trombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan

tindakan hemoroidektokmi (Sjamsuhidajat, 2010).

Prinsip yang harus diperhatikan pada hemoroidektomi adalah

eksisi hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi

sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan

tidak menganggu sfingter anus (Sjamsuhidajat, 2010).

Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simtomatis dapat

dibuat menjadi asimtomatis. Pendekatan konservatif hendaknya

diusahakan terlebih dahulu pada semua kasus. Hemoroidektomi pada

umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah terapi penderita harus

diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan-makanan yang berserat

agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid (Sjamsuhidajat,

2010).

2. Hemoroidektomi Kriosirurgi

Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat

hemoroid dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu

tertentu sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini relatif kurang

13
menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena

dapat menyebabkan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan

luka yang ditimbulkan lama sembuhnya (Smeltzer & Bare, 2002).

Metode pengobatan hemoroid tidak efektif untuk vena trombosis

luas, yang harus diatasi dengan bedah lebih luas. Hemoroidektomi atau

eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang

terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya

didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat dengan klem dan kauter

atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif

selesai, selang kecil dimasukan melalui sfingter untuk memungkinkan

keluarnya flatus dan darah, penempatan Gelfoam atau kassa Oxygel dapat

diberikan di atas luka anal (Smeltzer & Bare, 2002).

14
C. Nyeri

1. Definisi

Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang

tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau

potensial, yang dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan (Potter

& Perry, 2010).

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan

bersifat sangat subjektif karena pada perasaan nyeri berbeda-beda pada

setiap orang dalam hal skala atau tingkatnya, dan orang tersebutlah yang

dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat,

2012).

2. Klasifikasi Nyeri

Nyeri dikategorikan dengan durasi atau lamanya nyeri berlangsung

(akut dan kronis) atau dengan kondisi patologis (contoh: kanker atau

neuropatik). Dalam kasus hemoroid nyeri klien tergolong dalam nyeri akut.

Maka penulis akan lebih membahas mengenai nyeri akut.

Nyeri akut adalah pengalaman sensori yang tidak menyenangkan yang

muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, awitan yang tiba-tiba

dari intensitas sering hingga berat. Nyeri akut mengindikasikan bahwa

kerusakan atau cidera telah terjadi. Nyeri akut biasanya menurun sejalan

dengan terjadinya penyembuhan, nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam

bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Cedera atau penyakit yang

menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau dapat memerlukan

pengobatan (Brunner & Suddarth, 2013).

15
Nyeri akut dapat mengancam proses pemulihan seseorang yang

berakibat pada bertambahnya waktu rawat, peningkatan resiko komplikasi

karena immobilisasi, dan tertundanya proses rehabilitasi. Kemajuan secara

fisik atau psikologis menjadi tertunda bersamaan dengan menetapnya nyeri

tersebut, dikarenakan klien memfokuskan seluruh energinya terhadap proses

penyembuhan nyeri. Upaya yang bertujuan untuk mengajarkan dan

memotivasi klien terhadap perawatan diri klien terkadang menjadi

terhambat, sampai nyeri dapat tertangani dengan baik. Proses penyembuhan

nyeri secara menyeluruh tidak selalu dapat dicapai, tetapi mengurangi rasa

nyeri sampai dengan tingkat yang dapat ditoleransi mungkin dilakukan. Oleh

karena itu, tujuan utama perawat adalah untuk memberikan pertolongan

terhadap nyeri yang memungkinkan klien dapat berpartisipasi dalam proses

pemulihannya (Potter & Perry, 2010).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Nyeri

a. Faktor Fisiologis

Faktor-faktor fisiologis yang dapat mempengaruhi nyeri antara lain

(Potter & Perry, 2010) :

1) Usia

Perbedaan usia mempengaruhi bagaimana seserang dalam

mengungkapan responnya terhadap nyeri, pada anak yang belum

dapat mengucapkan kata-kata akan mengalami kesulitan

untuk mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri

kepada orangtua dan petugas kesehatan.

Pada lansia yang mengalami nyeri, perlu dilakukan pengkajian,

16
diagnosis, dan penatalaksanaan secara agresif. Herr dan Mobily

(1991 dalam Muttaqin, 2008) mencatat bahwa klien lansia tidak

melaporkan nyeri karena klien lansia yakin bahwa nyeri

merupakan sesuatu yang harus mereka terima.

2) Kelemahan (fatigue)

Kelemahan meningkatkan persepsi seseorang terhadap nyeri dan

menurunkan kemampuan untuk mengatasi masalah. Apabila

kelemahan terjadi di sepanjang waktu istirahat, maka persepsi

terhadap nyeri akan lebih besar.

3) Gen

Informasi genetik yang diturunkan oleh orang tua

memungkinkan adanya peningkatan atau penurunan sensitivitas

seseorang terhadap nyeri.

4) Fungsi Neurologis

Beberapa agen farmakologis seperti analgesik, sedatif, dan

anestesi dapat mempengaruhi persepsi dan respons terhadap nyeri.

b. Faktor Sosial

1) Perhatian

Perhatian merupakan salah satu konsep intervensi yang

diaplikasikan perawat dalam penanganan nyeri dengan

memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien terhadap stimulus

lain, kesadaran mereka akan adanya nyeri menjadi menurun.

2) Pengalaman Sebelumnya

17
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman

nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan

menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang.

Apabila individu sejak lama mengalami serangkaian episode nyeri

tidak pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat, maka

ansietas dan rasa takut dapat muncul.

3) Keluarga dan Dukungan Sosial

Kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap

mereka kepada klien juga merupakan faktor yang

mempengaruhi respon nyeri. Meski nyeri masih terasa, tetapi

kehadiran keluarga atau teman terkadang dapat membuat

pengalaman nyeri yang menyebabkan stress dapat berkurang.

c. Faktor Spritiual

Pemberian intervensi yang direncanakan untuk mengobati

kedua aspek tersebut adalah hal penting dalam manajemen nyeri.

Pertimbangankan akan adanya permintaan untuk konsultasi

keagamaan dari klien untuk lebih menenangkan diri (Potter &

Perry, 2010).

d. Faktor Psikologis

1) Kecemasan

Kecemasan terkadang meningkatkan persepsi terhadap nyeri, tetapi

nyeri juga menyebabkan perasaan cemas. (Smeltzer & Bare, 2013).

2) Gaya Koping

18
Gaya koping mempengaruhi kemampuan individu untuk mengatasi

nyeri. Seseorang dapat mengontrol nyeri yang dirasakan diantaranya

seperti komunikasi dengan keluarga yang mendukung, latian fisik atau

berdoa (Potter & Perry, 2010).

e. Faktor Budaya

Faktor budaya yang mempengaruhi nyeri (Potter & Perry, 2010):

1) Arti Nyeri

Sesuatu yang diartikan seseorang sebagai nyeri akan mempengaruhi

pengalaman nyeri dan bagaimana seseorang beradaptasi dan merespon

terhadap kondisi tersebut.

2) Budaya dan Nyeri

Budaya mempengaruhi ekspresi nyeri, beberapa budaya mempercaya

bahwa menunjukan rasa sakit adlah suatu hal yang wajar. Sementara

budaya yang lain cenderung untuk lebih introvet.

4. Karakteristik Nyeri

Karakteristik nyeri dapat diukur berdasarkan lokasi nyeri, durasi

nyeri (menit, jam, hari atau bulan), periode (terus menerus, hilang timbul,

periode bertambah atau berkurangnya intensitas) dan kualitas (nyeri seperti

ditusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau superfisial atau bahkan seperti di

gencet). Karakteristik dapat juga dilihat nyeri berdasarkan metode PQRST,

yaitu P Provocate, Q Quality, R Region, S Severe, T Time (Judha, Sudarti,

& Fauziah, 2012).

a. P : Provocat, tanyakan apa yang membuat nyeri atau rasa tidak nyaman

memburuk, apakah nyerinya menetap?

19
P : Paliative, mengkaji tentang penyebab terjadinya nyeri, dalam hal ini

perlu berbagai pertimbangkan bagian-bagian tubuh mana yang

mengalami cidera dan menghubungkan antara nyeri yang di derita

dengan faktor psikologisnya.

b. Q : Quality, bagaimana rasa nyerinya, seberapa sering terjadinya, kualitas

nyeri merupakan sesuatu yang subjektif.

Q : Quantity, klien mendeskripsikan nyeri dengan nyeri seperti ditusuk,

terbakar, sakit nyeri dalam atau bahkan nyeri seperti digencet.

c. R : Region, mengkaji lokasi nyeri, dalam mengkaji region perawat

meminta klien untuk menunjukan bagian/ daerah yang dirasakan tidak

nyaman. Perawat meminta klien untuk menunjukan daerah yang nyerinya

minimal sampai ke arah nyeri yang sangat.

R : Radiation,apakah nyeri yang dirasakan menyebar ke bagian yang

lain.

d. S : Severe, tingkat keparahan merupakan hal yang paling subjektif yang

dirasakan oleh klien, kualitas nyeri harus bisa digambarkan dengan

menggunakan skala yang bersifat kuantitas.

e. T : Timing, perlu ditanyakan kapan mulai muncul adanya nyeri, berapa

lama menderita, seberapa sering kambuh dan lain-lain (Judha, Sudarti, &

Fauziah, 2012).

5. Penilaian Nyeri

Dalam mengetahui level nyeri yang dirasakan klien, dalam hal ini

perawat perlu melakukan penilaian nyeri menggunakan skala atau

pengukuran nyeri. Salah satu karakteristik nyeri yang subjektif dan paling

20
berguna dalam pelaporan nyeri adalah kehebatan nyeri itu sendiri dan

intensitas nyeri. Variasi skala nyeri telah tersedia bagi klien untuk

mengkomunikasikan intensitas nyerinya. Tanyakan pada klien tentang:

intensitas, lokasi, lama nyeri, variasi dan kualitas (Judha, Sudarti, & Fauziah,

2012).

a. Skala Deskripsi Intensitas Nyeri Sederhana

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan

sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang

tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang gairs. Pendeskripsi ini

dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tak tertahankan”.

Perawat menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan

tidak menyakitkan (Potter & Perry, 2006).

Gambar 2.1 Verbal Descriptor Scale

b. Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10 (Numeric Rating Scale)

NRS adalah skala sederhana yang digunakan secara linier dan umumnya

digunakan untuk mengukur intensitas nyeri dalam praktek klinis. NRS khas

menggunakan skala 11 point dimana titik akhirnya mewakili nyeri yang

paling ekstrim. NRS ditandai dengan garis angka nol sampai sepuluh

dengan interval yang sama dimana 0 menunjukkan tidak ada nyeri, 5

menunjukkan nyeri sedang, dan 10 menunjukkan nyeri berat. Apabila

21
digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10

cm (AHCPR, 1992 dalam Potter & Perry , 2006).

Gambar 2.2. Numeric Rating Scale

c. Skala Analog Visual (Visual Analog Scale )

VAS adalah alat pengukuran intensitas nyeri efisien yang telah digunakan

secara luas dalam penelitian dan pengaturan klinis. Umumnya VAS

merupakan alat dengan garis 10 cm, orientasi biasanya disajikan secara

horizontal, tapi mungkin bisa disajikan secara vertikal, pada akhir poin

dengan kata tidak nyeri sampai pada nyeri paling hebat yang tidak

terbayangkan. Skala ini dapat merupakan pengukur nyeri yang lebih

sensitif karena klien dapat mengidentifikasikan setiap titik pada rangkaian

daripada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (McGuire, 1984 dalam

Potter & Perry, 2006).

Gambar 2.3 . Visual Analog Scale

d. Skala Wajah ( Wong-Baker Faces Pain Rating Scale)

Skala nyeri yang satu ini tergolong mudah untuk dilakukan karena hanya

dengan melihat ekspresi wajah pasien pada saat bertatap muka tanpa kita

22
menanyakan keluhannya. Berikut skala nyeri yang kita nilai berdasarkan

ekspresi wajah.

Gambar 2.4. Wong-Baker Faces Scale

23
6. Alur Terapi Nyeri Post Op

Intervensi agen anestesi/


analgesik yang digunakan
saat operasi

Tidak ada nyeri/ Nyeri bermakna tidak


nyeri tidak dijelaskan oleh trauma bedah
memerlukan Nyeri bermakna
intervensi konsisten dengan trauma

Evaluasi bedah
Mulai pemberian agen
analgesik pascaoperasi/
Kaji ulang sesuaikan dosis/ interval
pemberian agens
analgesik praoperasi
tangani

Kaji apakah intervensi


berhasil
menghilangkan nyeri?

Efek samping tidak


dapat diterima/
analgetik yang tidak Optimalkan intervensi dosis
adekuat

Respon yang
Ubah obat, interval memuaskan
dosis, modalitas,
tambahan adjuvan/
tangani efek samping
Perencanaan pulang

Gambar 2.5. Bagan Alur Terapi Nyeri Post Operasi

Sumber: (Potter & Perry, 2006)

24
7. Penatalaksanaan Nyeri

Penatalaksanaan nyeri terdiri dari penatalaksanaan farmakologis

dan non-farmakologis (Smeltzer & Bare, 2013).

a. Penatalaksanaan Nyeri Farmakologis

Beberapa agen farmakologis digunakan untuk menangani nyeri.

Metode yang paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri adalah

analgesik. Ada tiga jenis analgesik, yakni: non-narkotik dan obat

antiinflamasi nonsteroid (NSAID), analgesik narkotik atau opiat, dan obat

tambahan (adjuvant) atau koanalgesik (Potter & Perry, 2006).

NSAID non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan

dan nyeri sedang, seperti nyeri yang terkait dengan arthritis rheumatoid,

prosedur, pengobatan gigi, dan prosedur bedah minor, episiotomi, dan

masalah pada punggung bagian bawah. Satu pengecualian, yaitu

Ketorolac (Toradol), merupakan agen analgesik pertama yang dapat

diinjeksikan yang kemanjurannya dapat dibandingkan dengan morphin

(Muttaqin, 2008).

Mekanisme kerja NSAID belum diketahui secara pasti, namun

demikian NSAID diyakini bekerja menghambat sintesis prostaglandin dan

menghambat respons selular selama inflamasi. Kebanyakan NSAID

bekerja pada reseptor saraf perifer untuk mengurangi transmisi dan

resepsi stimulus nyeri. Tidak seperti opiat, NSAID tidak menyebabkan

sedasi atau depresi pernafasan, juga tidak mengganggu fungsi berkemih

atau defekasi (Muttaqin, 2008).

25
Analgesik opiat atau narkotik umumnya diresepkan untuk nyeri

yang sedang sampai berat, nyeri pascaoperasi dan nyeri maligna. Ini

bekerja pada sistem saraf pusat untuk menghasilkan kombinasi efek yang

mendepresi dan menstimulasi. Adjuvan, seperti sedatif, anticemas, dan

relaksan otot meningkatkan kontrol nyeri atau menghilangkan gejala

lain yang terkait dengan nyeri, seperti depresi dan mual (Brunner &

Suddarth, 2013).

b. Penatalaksanaan Nyeri Non-farmakologis.

Ada sejumlah terapi nonfarmakologis yang mengurangi resepsi

dan persepsi nyeri dan dapat digunakan pada keadaan perawatan akut

dan perawatan tersier sama seperti di rumah sakit. Dengan cara yang

sama, terapi-terapi ini digunakan dalam kombinasi dengan tindakan

farmakologis. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti

obat-obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan untuk mempersingkat

episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa menit atau detik. Dalam

hal lain, terutama saat nyeri hebat yang berlangsung selama berjam-jam

dan berhari-hari, mengkombinasikan teknik nonfarmakologis dengan

obat-obatan mungkin cara yang paling efektif untuk mengurangi nyeri.

(Smeltzer & Bare, 2013)

1) Distraksi

merupakan teknik memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain

pada nyeri dan merupakan mekanisme yang bertanggung jawab

terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Distraksi dapat menurunkan

persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang

26
mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang di tranmisikan ke otak

(Smeltzer & Bare, 2013).

2) Teknik Relaksasi

merupakan suatu teknik yang berkaitan dengan tingkah laku manusia

dan efektif dalam mengatasi nyeri akut terutama rasa nyeri akibat

prosedur diagnostik dan pembedahan. Biasanya membutuhkan waktu

5-10 menit pelatihan sebelum pasien dapat meminimalkan nyeri

secara efektif. Dimana tujuan pokok dari relaksasi adalah

membantu pasien menjadi rileks dan memperbaiki berbagai aspek

kesehatan fisik. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk

melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri dan

yang meningkatkan nyeri (Smeltzer & Bare, 2013).

27
8. Pathway Nyeri Akut post operasi

Konstipasi menahun, keturunan, usia lanjut, aktivitas berat

Hemoroid

Stadium III, IV Kronis

Hemoroidektomi

Eksisi prolaps anus

Port de entry Perdarahan Trauma Jaringan

Anemia
bakteri/ kuman diskontinuitas
jaringan
mudah masuk
Struktur peka
Resiko Kekurangan Nyeri terstimulasi
Risiko Infeksi Volume Cairan

Konstipasi Gangguan fungsi bowel


Pelepasan mediator kimia
(bradikinin, histamin, serotinin, prostaglandin)

Merangsang ujung saraf perifer

Menghantarkan rangsang ke subtansi gelatinosa

NYERI AKUT Korteks cerebri


(nyeri dipersepsikan)

Gambar 2.6 Pathways Hemoroidektomi


Sumber: (Smeltzer & Bare, 2002; Potter & Perry, 2010).

28
D. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik dan evaluasi diagnostik. Pada

pengkajian anamnesis didapatkan sesuai dengan kondisi klinik

perkembangan penyakit (Muttaqin, 2008).

1) Biodata Klien : Identitas klien nama, umur, jenis kelamin, status

perkawinan, agama, suku atau bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat

dan nomor registrasi. Keluarga terdekat atau penanggung jawab yang

dapat dihubungi.

2) Pengkajian riwayat penyakit dahulu : perawat menanyakan apakah ada

faktor presdisposisi yang berhubungan dengan hemoroid, seperti

adanya hemoroid sebelumnya, riwayat peradangan pada usus, dan

riwayat diet rendah serat.

3) Pengkajian riwayat keperawatan sekarang : selain mengeluh nyeri

pada area operasi, keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh

rasa mual, muntah, lemas, dan pusing. Pengkajian ini dilakukan untuk

mendukung keluhan utama, perawat harus menanyakan berapa lama

keluhan tersebut muncul. Selain itu juga tanyakan sejak kapan gejala

tersebut muncul, tindakan apa yang sudah dilakukan dan hasil yang

didapatkan dari tindakan yang dilakukan (Muttaqin, 2008).

4) Pengkajian Riwayat Keperawatan Keluarga : Secara patologi hemoroid

dapat diturunkan, perawat perlu mengkaji apakah penyakit ini pernah

dialami oleh anggota keluarga yang lainnya sebagai faktor predisposisi

(Muttaqin, 2008).

29
b. Pengkajian Nyeri Post Operasi

1) Keluhan utama : yang sering didapatkan adalah nyeri, nyeri akut pasca

pembedahan hemoroidektomi. Pengkajian tersebut dengan cara

mengkaji perasaan klien, mengkaji respon fisiologis klien terhadap

nyeri dan lokasi nyeri, mengkaji status nyeri dengan mengkaji nyeri

secara lengkap yaitu dengan cara PQRST :

1. P Provokating atau faktor yang memicu timbulnya nyeri.

2. Q Quality atau kualitas nyeri.

3. R Region/Radiation daerah nyeri dan menyebar/ tidak.

4. S Severity atau tingkat keparahan intensitas nyeri.

5. T Timing atau lamanya waktu serangan atau frekuensi nyeri.

2) Observasi respon perilaku dan fisiologis

a) Respon nonverbal

a. Ekspresi wajah, misalnya: menutup mata rapat-rapat,

menggigit bibir bawah, dan wajah dapat mengindikasikan

nyeri.

b. Vokalisasi : menangis, erangan, berteriak.

c. Imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan

tanpa tujuan. Misalnya: menendang-nendang, membolak-

balikan tubuh diatas kasur.

30
b) Respon fisiologi

Respon fisiologi dapat meliputi peningkatan tekanan darah, nadi,

dan pernapasan serta dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem

saraf simpatis.

c. Diagnosa Keperawatan

Menurut Mutaqqin (2011) masalah keperawatan yang muncul pada klien

post operasi hemoroidektomi yaitu : nyeri akut, konstipasi, resiko infeksi,

dan resiko kekurangan volume cairan. Dengan batasan karakteristik

ekspresi wajah nyeri, perubahan posisi untuk menghindari nyeri. Namun

pada klien dengan post hemoroidektomi masalah keperawatan dengan

nyeri akut menjadi prioritas utama, maka diagnosa keperawatan yang

ditegakkan yaitu :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi

pembedahan).

d. Perencanaan

Tabel 2.1 Perencanaan Keperawatan


Nyeri akut b.d agen injuri NOC NIC
fisik (insisi pembedahan) a. Pain Level Pain Management
b. Pain Control 1. Lakukan pengkajian
c. Comfort Level nyeri secara
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil :
komprehensif termasuk
1. Mengekspresikan 1. Mampu mengontrol
lokasi, karakteristik,
perilaku (gelisah, nyeri (tahu penyebab
durasi, frekuensi,
merengek, menangis). nyeri, mampu
kualitas, dan faktor
2. Sikap melindungi area menggunakan teknik
presipitasi.
nyeri. nonfarmakologi untuk
2. Gunakan teknik
3. Perubahan posisi untuk mengurangi nyeri,
komunikasi terapeutik
menghindari nyeri. mencari bantuan).

31
4. Melaporkan nyeri secara 2. Melaporkan bahwa untuk mengetahui
verbal. nyeri berkurang dengan pengalaman nyeri pasien.
manajemen nyeri. 3. Obeservasi reaksi
3. Mampu mengenali nonverbal dari
nyeri (skala, intensitas, ketidaknyamanan.
frekuensi dan tanda 4. Kaji tipe dan sumber
nyeri). nyeri untuk menentukan
4. Menyatakan rasa intervensi.
nyaman setelah nyeri 5. Ajarkan teknik relaksasi
berkurang. pernapasan saat nyeri
muncul.
6. Manajemen lingkungkan,
lingkungan tenang,
batasi pengunjung dan
istirahatkan pasien.
7. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi &
nonfarmakologi).
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
10. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri.
11. Kolaborasi dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil.
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,

32
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi.
3. Cek riwayat alergi
4. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri.
5. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal.
6. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengoabatan nyeri secara
teratur.
7. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali.
8. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat.
9. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala.

Sumber: Nurarif, A H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan


medikal bedah. NANDA NIC-NOC Jilid 2.

e. Implementasi

33
Implementasi merupakan kategori dari perilaku

keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai

tujuan dan hasil yang diperlukan untuk mencapi tujuan dan hasil

yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan

diselesaikan (Potter & Perry, 2006). Perawat memberikan dan

memonitor intervensi yang dianjurkan oleh pemberi layanan

kesehatan primer untuk mengurangi nyeri. Terdapat berbagai

tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi nyeri.

Implementasi lebih ditujukan pada upaya perawatan dalam

meningkatkan kenyamanan, upaya pemberian informasi yang

akurat, upaya mempertahankan kesejahteraan, upaya tindakan

peredaan nyeri nonfarmakologis, dan pemberian terapi nyeri

farmakologis (Andarmoyo, 2013).

f. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses

keperawatan. Semua tahap keperawatan harus dievaluasi, dengan

melibatkan klien, perawatan, anggota tim kesehatan lainnya dan

bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanan tercapai

atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang dalam perencanaan

tercapai atau tidak atau untuk melakukan pengkajian ulang jika

tindakan belum berhasil (Potter & Perry,2006).

Evaluasi yang diharapkan dalam kasus ini adalah klien

mampu melaporkan pengontrolan nyeri berkurang, lama nyeri

sebentar/sedikit, dapat menunjukan ekspresi wajah nyeri sedikit,

34
tidak ada ekspresi meringis, merintih, nafsu makan bertambah, dan

nadi dalam rentang normal (Moorhead, Johnson, Mass, dan

Swanson, 2013).

35

Anda mungkin juga menyukai