Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN HEMOROID

Disusun Oleh :

Nama : Kari Yani

Nim : 21300043

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG

TAHUN 2021
A. Konsep Teoritis Hemoroid
1. Definisi Hemoroid
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalai
berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan
diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid (Burner dan Surdart,
2012).
Hemoroid merupakan gangguan sirkulasi darah yang berupa pelebaran
pembuluh darah (dilatasi) vena pada anus dan rectal. Pembuluh darah tersebut
sebagai venecsia atau varises didaerah anus atau perianus. Pelebaran
pemburuh darah tersebut terjadi disebabkan karena bendungan darah dalam
susunan pembuluh darah vena dan tidak hanya melibatkan pembuluh darah,
tetapi juga melibatkan jaringan lunak dan otot sekitar anorektal (Smeltzer,
2011).

2. Etiologi Hemoroid
Beberapa penyebab dan munculnya hemoroid menurut (Sjamsuhidayat
dan Jong. 2015) yaitu:
1) Usia, degenerasi dari seluruh jaringan tubuh sehingga otot sfingter menjadi
tipis dan atonis.
2) Kehamilan, janin pada uterus serta perubahan hormonal menyebabkan
pembuluh darah hemorodialis merengang dan dapat diperparah ketika
terjadi tekanan saat persalinan.
3) Konstipasi, dapat terjadi jika feses terlalu kering yang timbul akibat
defekasi terlalu lama dan jumlah H2O yang diserap akan melebihi normal,
sehingga feses tetap menjadi kering dan keras.
4) Pekerjaan, seperti pekerjaan yang mengharuskan berdiri atau duduk terlalu
lama dan mengangkat beban yang berat memiliki faktor predisposisi untuk
terjadi hemoroid.
5) Hereditas, menurunkan kelemahan dinding pembuluh darah.
6) Nutrisi, kurang mengkonsumsi makanan berserat.
7) Obesitas.

3. Manifestasi Klinis Hemoroid


 Hemoroid:
Tanda dan gejala yang muncul dari hemoroid internal maupun eksternal
menurut (Mansjoer, 2015) diantaranya:
1) Hemoroid interna
a. Prolaps dan keluar mucus.
b. Perdarahan rektal.
c. Rasa tidak nyaman.
d. Gatal.
2) Hemoroid eksterna
a. Rasa terbakar.
b. Nyeri (jika mengalami thrombosis).
c. Gatal.
 Post hemoroidektomi:
1) Nyeri pada area luka operasi yang kemungkinan dapat menghambat
konstipasi
2) Kesulitan BAK, karena takut mengenai luka operasi
3) Keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan diri
4) Ketidaktahuan pasien dalam pemulihan pasca operasi

4. Klasifikasi Hemoroid
Menurut Price dan Wilson (2015), hemoroid dibagi menjadi beberapa
klasifikasi diantaranya:
1) Hemoroid internal
Pada hemoroid jenis ini terjadi pembengkakan pleksus hemorodialisis
interna yang kemudian terjadi peningkatan yang berhubungan dalam masa
jaringan yang mendukungnya, lalu terjadi pembengkakan vena. Hemoroid
interna dikelompokkan dalam derajat I, II, III, dan IV sebagai berikut:
a. Derajat I : apabila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps
keluar kanal anus dan hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
b. Derajat II : pemberasan hemoroid yang prolaps dan menghilang atau
masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
c. Derajat III : pemberasan hemoroid yang prolaps dan dapat masuk
kembali ke dalam anus secara spontan
d. Derajat IV : prolaps hemoroid yang permanen, rentan dan cenderung
untuk mengalami trombisis dan infark
2) Hemoroid eksternal
Benjolan pada hemoroid ini terletak dibawah linea pectinea. Hemoroid
eksterna dibagi menjadi:
a. Hemoroid akut : pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
merupakan suatu hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan
gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
b. Hemoroid kronis : hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit
anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah.

5. Patofisiologi Hemoroid
Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah
anus, karena vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan
beban. Namun apabila distensi terus menerus akan terjadi gangguan vena
berupa pelebaran-pelebaran pembuluh darah vena. Distensi tersebut bisa
disebabkan karena adanya sfingter anal akibat konstipasi, kehailan, tumor
rektum, pembesaran prostat. Penyakit hati kronik yang dihubungkan dengan
hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis
superior mengalirkan darah ke dalam sistem portal. Selain itu portal tidak
memiliki katup sehingga mudah terjadi aliran balik. Fibroma uteri juga bisa
menyebabkan tekanan intra abdominal sehingga tekanan vena portal dan vena
sistemik meningkat kemudian ditransmisi daerah anarektal. Aliran balik dan
peningkatan tekanan vena tersebut diatas yang berulang-ulang akan
mendorong vena terpisah dari otot sekitarnya sehingga vena prolap dan
menjadi hemoroid.
Efek degenerasi akibat penuan dapat memperlemah jaringan
penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara
berulang serta mengedan akan meningkatkan terkanan terhadap bantalan
tersebut yang akan mengakibatkan propalsus. Bantalan yang mengalami
prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin
membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat,
berlama-lama ketika BAB, serta kondisi seperti kehamilan yang
meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang timbul dari
pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa local atau inflamasi
yang merusak pembuluh darah dibawahnya (Price dan Wilson, 2015).

6. Komplikasi Hemoroid
Komplikasi hemoroid yang paling sering terjadi menurut (Sjamsuhidayat dan
Jong, 2015) yaitu:
1) Perdarahan, dapat terjadi hingga anemia
2) Thrombosis (pembekuan darah dalam hemoroid)
3) Hemoroidal strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai darah
dihalangi oleh spingter ani.
4) Luka dan infeksi
7. Pemeriksaan Penunjang Hemoroid
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien hemoroid adalah:
1) Anoskopi : untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat
pembesaran hemoroid.
2) Sigmoidoskopi : anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain
sebagai diagnose banding untuk perdarahan rectal dan rasa tidak nyaman
seperti pada fisura anal dan fistula, colitis, polip, rektal, dan kanker.
3) Pemeriksaan barium enema X-Ray : pemeriksaan ini dilakukan pada pasien
dengan umur diatas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan menetap
setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid

B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Hemoroid


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk mengumpulkan
data atau informasi dan menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan
penderita tersebut.
1) Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,
pekerjaan, agama, tanggal MRS, status perkawinan, tanggal pengkajian,
sumber informasi.
2) Pre operasi
Subjektif :
a. Pola makan dan minum : kebiasaan dan keadaan saat ini
b. Riwayat kehamilan : kehamilan dengan frekuensi yang sering akan
menyebabkan hemoroid berkembang cepat
c. Riwayat penyakit hati : pada hipertensi portal, potensi berkembangnya
hemoroid lebih besar.
d. Gejala/ keluhan yang berhubungan
- Perasaan nyeri dan panas pada daerah anus
- Perdarahan dapat bersama feses atau perdarahan spontan (menetas)
- Prolaps (tanyakan pasien sudah berapa lama keluhan ini, faktor-
faktor yang menyebabkannya dan upaya yang dapat menguranginya
serta upaya atau obat-obatan yang sudah digunakan)
- Gatal dan pengeluaran secret melalui anus.
Objektif :
a. Pemeriksaan daerah anus :
- Tampak prolaps hemoroid, atau pada hemoroid ekterna dapat
dilihat dengan jelas. Rasakan konsistensinya, amati warna dan
apakah ada tanda thrombus juga amati apakah ada lesi.
- Pemeriksaan rabaan rectum (rektal toucher)

b. Amati tanda-tanda kemungkinan anemia :


- Warna kulit
- Warna konjungtiva
- Warna pengisian kembali kapiler
- Pemeriksaan Hb
3) Post operasi
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharan kesehatan adalah pengkajian
mengenai keadaan lingkungan yang tenang (nyaman), pengkajian
mengenai pengetahuan tentang perawatan pre operasi. Selain itu juga
penting dilakukan pengkajian mengenai harapan pasien setelah operasi.
b. Pengkajian pola nutrisi metabolic setelah operasi adalah mengenai
kepatuhan pasien dalam menjalani diet setelah operasi.
c. Pengkajian pola eliminasi setelah operasi adalah ada tidaknya
perdarahan. Pengkajian mengenai pola BAB dan BAK. Pemantauan
pasien saat mengedan setelah operasi, juga kebersihan setelah BAB dan
BAK.
d. Pengkajian pola aktivitas dan latihan yang penting adalah mengenai
aktivitas pasien yang dapat menimbulkan nyeri, pengkajian keadaan
kelemahan yang dialami pasien.
e. Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah mengenai gangguan tidur
yang dialami pasien akibat nyeri.
f. Pengkajian pola persepsi kognitif adalah mengenai tindakan yang
dilakukan pasien bila timbul nyeri.
g. Pengkajian pola persepsi dan konsep diri pasien adalah kecemasan
yang dialami pasien setelah operasi.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (terpotong, prosedur operasi) d.d
menegluh nyeri, tampak meringis (D.0077)
2) Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit d.d mengeluh tidak nyaman,
mengeluh sulit tidur (D.0074)
3) Resiko infeksi b.d peningkatan papran organism pathogen lingkungan
(D.0142)

3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI


. Keperawatan
(SDKI)
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238)
agen pencedera asuhan keperawatan Observasi :
fisik (terpotong, selama 1x7 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
prosedur operasi) diharapkan nyeri durasi, frekuensi, kualitas,
d.d menegluh menurun dengan intensitas nyeri
nyeri, tampak kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
meringis (D.0077) 3. Identifikasi respons nyeri non
Tingkat nyeri verbal
(L.08066) 4. Identifikasi faktor yang
- Melaporkan keluhan memperberat dan memperingan
nyeri menurun nyeri
- Tidak tampak 5. Identifikasi pengetahuan dan
ekspresi meringis keyakinan tentang nyeri
- Tidak gelisah 6. Identifikasi pengaruh budaya
- Tidak kesulitan tidur terhadap respon nyeri
- Frekuensi nadi 7. Identifikasi pengaruh nyeri
normal terhadap kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
Kontrol nyeri kompelmenter yang sudah
(L.08063) diberikan
- Melaporkan nyeri 9. Monitor efek samping
terkontrol penggunaan analgesik
- Mampu mengenali 10. Monitor tanda-tanda vital
onset nyeri
- Mampu mengenai Terapeutik :
penyebab nyeri 11. Berikan teknik nonfakmakologis
- Mampu menggunakan untuk mengurangi nyeri
teknik non- 12. kontrol lingkungan yang
fakmakologis memperberat rasa nyeri
- Keluhan nyeri 13. Fasilitasi istirahat dan tidur
berkurang 14. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi :
15. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
16. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
17. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
18. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
19. Anjurkan teknik
nonfakmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
20. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

2. Gangguan rasa Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238)


nyaman b.d gejala asuhan keperawatan Observasi :
penyakit d.d selama 1x7 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
mengeluh tidak diharapkan rasa nyaman durasi, frekuensi, kualitas,
nyaman, mengeluh meningkat dengan intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
sulit tidur (D.0074) kriteria hasil:
3. Identifikasi respons nyeri non
verbal
Status kenyamanan
4. Identifikasi faktor yang
(L.08064)
memperberat dan memperingan
- Keluhan tidak
nyeri
nyaman menurun
5. Identifikasi pengetahuan dan
- Gelisah menurun
keyakinan tentang nyeri
- Gatal menurun
6. Identifikasi pengaruh budaya
- Merintih menurun
terhadap respon nyeri
- Pola tidur membaik
7. Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
kompelmenter yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgesik
10. Monitor tanda-tanda vital

Terapeutik :
11. Berikan teknik nonfakmakologis
untuk mengurangi nyeri
12. kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
13. Fasilitasi istirahat dan tidur
14. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
15. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
16. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
17. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
18. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
19. Anjurkan teknik
nonfakmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
20. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

3. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan Perawatan luka (I.14564)


peningkatan asuhan keperawatan Observasi :
papran organism selama 1x7 jam 1. Monitor karakteristik luka (misl,
pathogen diharapkan infeksi drainase, warna, ukuran, bau)
lingkungan menurun dengan 2. Monitor tanda-tanda infeksi
(D.0142) kriteria hasil:
Terapeutik :
Tingkat infeksi 3. Lepaskan balutan dan plester
(L.14137) secara perlahan
- Tidak ada demam 4. Cukur rambut disekitar daerah
- Tidak ada kemerahan luka, jika perlu
- Tidak ada nyeri 5. Bersihkan dengan cairan NaCl
- Tidak ada bengkak atau pembersih nontosik
- Tidak ada cairan 6. Bersihkan jaringan nekrotik
berbau busuk 7. Berikan salep yang sesuai ke
- Kadar sel darah putih kulit/lesi, jika perlu
dalam batas normal 8. Pasang balutan sesuai jenis luka
9. Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
10. Ganti balutan sesuai dengan
jumlah eksudat dan drainase
11. Jadwalkan perubahan posisi tiap
2 jam
12. Berikan terapi TENS (stimulasi
saraf transkutaneus), jika perlu

Edukasi :
13. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
14. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
15. Ajarkan prosedur perawatan
luka secara mandiri

Kolaborasi :
16. Kolaborasi prosedur
debridement
17. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A. (2015). Kapita Selekta Kedokteran (edisi ke 3). Jakarta: Media
Aesculaplus.
Price, S dan Wilson, L, M. (2015). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC.
Suddart, B. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC.
Syamsuhidayat dan Jong, W. (2015). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai