PENDAHULUAN
Davidson
dan
Marshall
(1986)
melaporkan
bahwa
insidens
penggantungan yang paling tinggi adalah pada kelompok umur 20-39 tahun.1
21
Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
bunuh diri, yaitu sekitar 90% dari kasus, walaupun demikian pemeriksaan yang teliti
tetap harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan lain (pembunuhan atau
3
kecelakaan).4
Dengan demikian, sangatlah perlu untuk mengetahui lebih mendalam
mengenai penggantungan (hanging) mengingat kasus ini merupakan penyebab
kematian akibat asfiksia yang paling sering ditemukan. Selain itu, dalam aspek
medikolegal, sebagai dokter yang memeriksa perlu memastikan apakah kasus
penggantungan tersebut merupakan tindakan bunuh diri, pembunuhan, atau
kecelakaan. Oleh karena itulah, pemahaman yang lebih mendalam mengenai segala
sesuatu yang berkenaan dengan penggantungan sangat diperlukan agar seorang
dokter dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya dalam membuat terang
suatu perkara pidana, khususnya penggantungan.
1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Ujian Kepaniteraaan Klinik di
Departemen Kedokteran Kehakiman RSUD Ulin FK UNLAM, dan juga sebagai
bahan pengayaan materi agar mahasiswa mengetahui dan memahami lebih jauh
tentang hanging (gantung diri).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Penggantungan
Terdapat
beberapa
definisi
tentang
penggantungan,
diantaranya:
Penggantungan atau hanging adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari
leher oleh alat jerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian.
Penggantungan juga didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana leher dijerat
dengan ikatan yang mana daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh
atau kepala.1,8 Dengan demikian berarti alat penjerat bersifat pasif dan berat badan
bersifat aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher.1,4
Hanging sendiri merupakan salah satu tindak kekerasan yang ,yang
kematiannya akibat asfiksia selain strangulasi, sufokasi dan tenggelam. 14 Alat yang
digunakan biasanya berupa tali, ikat pinggang, kain, dll.9
Bunuh Diri
Bunuh diri (suicide) dapat didefinisikan sebagai: perbuatan merusak diri
sendiri yang berhasil. Sedangkan perbuatan merusak diri sendiri yang dilakukan
dengan keinginan destruktif, tetapi tidak nyata atau ragu-ragu (sering disebut
sebagai sikap bunuh diri) merupakan definisi dari percobaan bunuh diri
(parasuicide).1
Internasional:
Hanging yudisial jarang terjadi di seluruh dunia. Sementara itu, hanging dan
strangulasi aksidental/kecelakaan/tidak sengaja mulai banyak ditemukan di pusatpusat urban. Penyebabnya meliputi meningkatnya prevalensi "choking game" dan
autoerotic "breath play".3
Ras:
Tidak ditemukan kecenderungan ras tertentu pada korban penggantungan dan
strangulasi.3
Sex:
Wanita lebih sering menjadi korban serangan strangulasi dibanding pria.
Sebaliknya, strangulasi autoerotic lebih sering pada pria dibanding wanita.
Penggantungan bunuh diri disetujui bersama lebih banyak pada laki-laki, namun
akhir-akhir ini wanita lebih banyak memilih metode ini untuk melakukan bunuh diri
dibanding penggunaan senjata api dan racun.3
Usia:
Balita pada asfiksiasi postural: boks bayi dengan konstruksi yang buruk (Illconstructed cribs) memungkinkan bayi terperangkap di bagian leher dan tercekik
saat mereka menjulurkan kepalanya keluar. Kawat-kawat jendela juga memiliki
andil dalam kematian semacam itu.3
Remaja: bunuh diri akibat depresi dapat memicu gantung diri. Terdapat pula
peningkatan insidensi accidental hanging karena "the choking game", suatu
strangulasi leher yang disengaja dalam rangka menikmati prubahan status mental
dan sensasi fisik.3
6. Kerusakan pada batang otak dan medula spinalis. Hal ini terjadi akibat dislokasi
atau fraktur vertebra servikalis. Misalnya pada korban yang dihukum gantung.
Pada keadaan dimana tali yang menjerat leher cukup panjang, kemudian
korbannya secara tiba-tiba dijatuhkan dari ketinggian 1,52 meter maka akan
mengakibatkan fraktur atau dislokasi vertebra servikalis yang akan menekan
medulla oblongata dan mengakibatkan terhentinya pernafasan. Biasa yang
terkena adalah vertebra servikalis ke-2 dan ke-3.
Kematian segera akibat dari penggantungan dapat muncul akibat dari
beberapa mekanisme. Penekanan pada ganglion saraf arteri karotis oleh tali yang
melingkar pada leher korban dapat menyebabkan carotid body reflex (refleks vagus)
sehingga memicu perlambatan denyut jantung. Perlahan-perlahan terjadi aritmia
jantung sehingga terakhir korban mati dengan cardiac arrest. Namun mekanisme
kematian ini jarang didapatkan karena untuk menimbulkan refleks karotis, tekanan
lansung yang kuat harus diberikan pada area khusus di mana carotid body berada.
Hal ini sukar dipastikan. Sebagai tambahan, refleks karotis juga dapat dimunculkan
biarpun tanpa penggantungan.1
Tekanan pada vena jugularis juga bisa menyebabkan kematian korban
penggantungan dengan mekanisme asfiksia. Kebanyakan kasus penggantungan
bunuh diri mempunyai mekanisme kematian seperti ini. Seperti yang diketahui, vena
jugularis membawa darah dari otak ke jantung untuk sirkulasi. Pada penggantungan
sering terjadi penekanan pada vena jugularis oleh tali yang menggantung korban.
Tekanan ini seolah-olah membuat jalan yang dilewati darah untuk kembali ke
jantung dari otak tersumbat. Obstruksi total maupun parsial secara perlahan-lahan
dapat menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak. Darah tetap mengalir dari
jantung ke otak tetapi darah dari otak tidak bisa mengalir keluar. Akhirnya, terjadilah
penumpukan darah di pembuluh darah otak. Keadaan ini menyebabkan suplai
oksigen ke otak berkurang dan korban seterusnya tidak sadarkan diri. Kemudian,
terjadilah depresi pusat nafas dan korban mati akibat asfiksia. Besarnya tekanan yang
diperlukan untuk terjadinya mekanisme ini idak penting tetapi durasi lamanya
tekanan yang diberikan pada leher oleh tali yang menggantung korban yang
menyebabkan mekanisme tersebut. Ketidaksadaran korban memerlukan waktu yang
lama sebelum terjadinya depresi pusat nafas. Secara keseluruhan, mekanisme ini
tidak menyakitkan sehingga sering disalahgunakan oleh pria untuk memuaskan nafsu
seksual mereka (autoerotic sexual asphyxia). Pada mekanisme ini, korban akan
menunjukkan gejala sianosis. Wajahnya membiru dan sedikit membengkak. Muncul
peteki di wajah dan mata akibat dari pecahnya kapiler darah karena tekanan yang
lama. Didapatkan lidah yang menjulur keluar pada pemeriksan luar.1
Obstruksi arteri karotis terjadi akibat dari penekanan yang lebih besar. Hal ini
karena secara anatomis, arteri karotis berada lebih dalam dari vena jugularis. Oleh
karena itu, obstruksi arteri karotis jarang ditemukan pada kasus bunuh diri dengan
penggantungan. Biasanya korban mati karena tekanan yang lebih besar, misalnya
dicekik atau pada penjeratan. Pada pemeriksaan dalam turut ditemukan jejas pada
jaringan lunak sekitar arteri karotis akibat tekanan yang besar ini. Tekanan ini
menyebabkan aliran darah ke otak tersumbat. Kurangnya suplai darah ke otak
menyebabkan korban tidak sadar diri dan depresi pusat nafas sehingga kematian
terjadi. Pada mekanisme ini, hanya ditemukan wajah yang sianosis tetapi tidak ada
peteki.1
Gambar 1. Kiri: Kongesti yang menyolok pada leher akibat gantung diri. Kanan: Gambaran rontgen
oklusi arteri pada diseksi subintimal arteri carotis.1
10
11
Penggantungan parsial. Istilah ini digunakan jika beban berat badan tubuh tidak
sepenuhnya menjadi kekuatan daya jerat tali, misalnya pada korban yang
tergantung dengan posisi berlutut. Pada kasus tersebut berat badan tubuh tidak
seluruhnya menjadi gaya berat sehingga disebut penggantungan parsial
3.
12
wanita.
Hanging yang Terjadi Akibat Pembunuhan (Homicidal Hanging)
Homicidal hanging relatif jarang dijumpai. Cara ini baru dapat dilakukan bila
korbannya anak-anak atau orang dewasa yang kondisinya lemah, baik lemah oleh
karena menderita penyakit, dibawah pengaruh obat bius, alkohol atau korban
yang sedang tidur. Pembunuhan dengan cara penggantungan sulit untuk
13
14
15
2.
16
Alur jeratan yang simetris / tipikal pada leher korban penggantungan (hanging)
menunjukkan letak simpul jeratan berada dibelakang leher korban. Alur jeratan yang
asimetris / atipikal menunjukkan letak simpul disamping leher.12
Deskripsi leher korban penggantungan (hanging) yang penting kita berikan
antara lain:12
1. Lokasi luka.
2. Jenis luka.
3. Lokasi simpul jeratan (belakang dan samping leher).
4. Jenis simpul jeratan (simpul hidup dan simpul mati).
Lokasi luka pada leher korban penggantungan (hanging) dapat berada di depan,
samping dan belakang leher. Luka yang berada di depan leher kita ukur dari dagu
atau manubrium sterni korban. Luka yang berada di samping leher kita ukur dari
garis batas rambut korban. Luka yang berada di belakang leher kita ukur dari daun
telinga atau bahu korban.12
Jenis luka korban penggantungan (hanging) terdiri atas luka lecet, luka tekan
dan luka memar. Penting juga kita mendeskripsikan mengenai warna, lebar, perabaan
dan keadaan sekitar luka. Anggota gerak korban penggantungan (hanging) dapat kita
temukan adanya lebam mayat pada ujung bawah lengan dan tungkai.12
Penting juga kita ketahui ada tidaknya luka lecet pada anggota gerak tersebut.
Dubur korban penggantungan (hanging) dapat mengeluarkan feses. Alat kelamin
korban dapat mengeluarkan mani, urin, dan darah (sisa haid). Pengeluaran urin pada
korban penggantungan disebabkan kontraksi otot polos pada stadium konvulsi atau
puncak asfiksia. Lebam mayat dapat kita temukan pada genitalia eksterna korban.12
17
Femeriksaan Luar
1) Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan
keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi:
Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil
dimulai pada leher bagian atas di antara kartilago tiroid dengan dagu, lalu
berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga.
Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang.
Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering,
keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas
perkamen, disebut tanda parchmentisasi.
Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah
sekitarnya.
lebih bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher
sebanyak 2 kali.
2) Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung
3) Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang
18
Gambar 4 . Petechie pada mata sebagai tanda asfiksia pd kasus gantung diri. 12
Ada 4 bagian tubuh korban penggantungan (hanging) yang kita perhatikan saat
melakukan pemeriksaan dalam autopsi, yaitu:12
19
1.
2.
3.
4.
Kepala.
Leher.
Dada dan perut.
Darah.
Kepala korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan tanda-tanda
bendungan pembuluh darah otak, kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata.
Kedua kerusakan tersebut biasanya terjadi pada hukuman gantung (judicial
hanging).12
Gambar 5. Hukuman Gantung (Yudisial Hanging) yang pernah terjadi di beberapa negara. Kiri:
eksekusi kriminal perang Jerman, Franz Strasser di Penjara Landsberg pada 2 Januari 1946. Tengah:
Eksekusi publik penduduk Polandia oleh Nazi Jerman di Krakow pada 1942. Kanan: Partisan Soviet
yang digantung oleh tentara Jerman pada Januari 1943.2
20
Femeriksaan Dalam
1) Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan
seperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung
cukup lama.Pada jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.
2) Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa
keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang
disertai dengan tindakan kekerasan.
3) Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun
ruptur. Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah.
4) Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada
penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang
panjang dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra.
Adanya efusi darah di sekitar fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya
ante-mortem.
5) Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi.
6) Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi
pada korban hukuman gantung.
21
Gambar 6. Kiri: Fraktur melintang pada prosesus servikalia ke lima-enam (C5-6) (panah lurus
penuh), fraktur pada tepi depan C6 (panah melengkung) dan perluasan persendian antara tulang C5
dan C6 (panah kosong). Kanan: patah tulang krikoid.1
4.
5.
6.
7.
Penggantungan Post-Mortem
Tanda-tanda post-mortem
menunjukkan
kematian
yang
bukan
disebabkan
penggantungan
Tanda jejas jeratan biasanya
berbentuk lingkaran utuh (continuous), agak
sirkuler dan letaknya pada bagian leher tidak
begitu tinggi
Simpul tali biasanya lebih dari satu,
diikatkan dengan kuat dan diletakkan pada
bagian depan leher
Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan
tidak ada atau tidak jelas. Lebam mayat
terdapat
pada bagian
tubuh
yang
menggantung sesuai dengan posisi mayat
setelah meninggal
Tanda parchmentisasi tidak ada atau
tidak begitu jelas
Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga
dan lain-lain tergantung dari penyebab
kematian
Tanda-tanda pada
wajah dan
mata
tidak terdapat, kecuali jika
penyebab
kematian adalah pencekikan (strangulasi)
atau sufokasi
22
Tabel 2. Perbedaan antara Penggantungan pada Bunuh Diri dan Pembunuhan. 1,12
Penggantungan pada Pembunuhan
No Penggantungan pada Bunuh Diri
1.
Usia. Gantung diri lebih sering terjadi Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
pada remaja dan orang dewasa.Anak- pembunuhan dilakukan oleh musuh atau
anak di bawah usia 10 tahun atau orang lawan dari korban dan tidak bergantung pada
dewasa di atas usia 50 tahun jarang usia
melakukan gantung diri
bentuknya Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran
2 . Tanda jejas jeratan,
miring, berupa lingkaran terputus (non- tidak terputus, mendatar, dan letaknya di
continuous) dan terletak pada bagian bagian tengah leher, karena usaha pelaku
atas leher.
pembunuhan untuk membuat simpul tali
Simpul tali, biasanya hanya satu simpul Simpul tali biasanya lebih dari satu pada
3.
yang letaknya pada bagian samping bagian depan leher dan simpul tali tersebut
leher
terikat kuat
korban
tidak
4 . Riwayat korban. Biasanya korban Sebelumnya
mempunyai riwayat untuk mencoba
mempunyairiwayat untuk bunuh diri
bunuh diri dengan cara lain
Luka-luka pada
tubuh Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
5 . Cedera.
korbanyang
bisa
menyebabkan biasanya mengarah kepada pembunuhan
kematianmendadak tidak ditemukan
pada kasusbunuh diri
6 . Racun. Ditemukannya racun dalam Terdapatnya racun berupa asam opium
lambung
korban,
misalnya hidrosianat atau kalium sianida tidak sesuai
arsen,sublimat korosif dan lain-lain pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini
tidak bertentangan
dengan
kasus perlu waktu dan kemauan dari korban itu
gantung diri.
Rasa nyeri
yang sendiri. Dengan demikian maka kasus
disebabkan racun tersebut mungkin penggantungan tersebut adalah karena
mendorong korban untuk melakukan
bunuh diri
gantung diri
7 . Tangan tidak dalam keadaan terikat Tangan yang dalam keadaan terikat
karena sulit untuk gantung diri mengarahkan
dugaan
pada
kasus
dalamkeadaan tangan terikat
pembunuhan
8.
Kemudahan. Pada kasus bunuh diri Pada kasus pembunuhan mayat ditemukan
mayat biasanya ditemukan tergantung tergantung pada tempat yang sulit dicapai
pada tempat yang mudah dicapai oleh oleh korban dan alat yang digunakan
tempat
tersebut
korban atau di sekitarnya ditemukan untuk mencapai
alat yang digunakan untuk mencapai tidak ditemukan
tempat tersebut
23
9.
10.
Tempat
kejadian. Jika
kejadian
berlangsung di dalam kamar, dimana
pintu, jendela ditemukan dalam keadaan
tertutup dan terkunci dari dalam, maka
kasusnya pasti merupakan bunuh diri
Tanda-tanda
perlawanan,
tidak ditemukan pada kasus gantung
diri
1.
2.
3.
4.
5.
hidup:8
Korbannya diturunkan
Ikatan leher dipotong dan jeratan dilonggarkan
Berikan bantuan pernafasan untuk waktu yang cukup lama
Lidah ditarik keluar, lubang hidung dibersihkan
Berikan oksigen, lebih baik lagi jika disertai CO2 5%
24
4.
5.
6.
7.
8.
Ada 3 bukti yang bisa menunjukkan kepada kita tentang cara kematian korban,
yaitu:12
1. Ada tidaknya alat penumpu korban, misalnya bangku dan sebagainya.
2. Arah serabut tali penggantung.
3. Distribusi lebam mayat.
BAB III
25
PENUTUP
Kesimpulan:
Penggantungan adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan, daya jerat
ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala. Dengan demikian
berarti alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga
terjadikonstriksi pada leher Paling sering diserrtai dengan penyakit depresi.
Mungkin pula terjadi pada alkoholisme, skizofrenia, gangguan kepribadian atau
ketergantungan obat. Sejumlah kecil percobaan bunuh diri dan berhasil tidak
menunjukkan
adanya
bukti
gangguan
psikiatrik.
Biasanya
multifaktorial:
26
27
28
Halaman
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................1
1.2 Tujuan ........................................................................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................3
2.1
Definisi Penggantungan ......................................................................4
2.2
Epidemiologi Penggantungan .............................................................5
2.3
Etiopatogenesis Kasus Gantung Diri ...................................................6
2.4 Mekanisme Kematian Pada Kasus Penggantungan ..................................7
2.5
Pengelompokan dan Posisi Penggantungan .......................................11
2.6
Tipe-tipe Penggantungan .....................................................................12
2.7
Aspek Medikolegal ...................................................................
13
2.8 Gambaran Post-Mortem Korban Penggantungan .....................................15
2.9 Perbedaan antara Penggantungan Ante-Mortem dan Post-Mortem 22 2.10
Keadaan Korban Penggantungan yang Ditemukan dalam Keadaan
Hidup ...................................................................................................24
2.11 Keadaan Tempat Kejadian Pekara ...........................................................24
BAB III. KESIMPULAN.............................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
30
ii
DAFTAR TABEL
iii
31
Halaman
Tabel 1. Perbedaan antara Penggantungan Ante-Mortem dan Post-Mortem............ 22
Tabel 2. Perbedaan antara Penggantungan pada Bunuh Diri dan Pembunuhan... 23
DAFTAR GAMBAR
iv
32
Halaman
Gambar 1. Kiri: Kongesti yang menyolok pada leher akibat gantung diri. Kanan:
Gambaran rontgen oklusi arteri pada diseksi subintimal arteri
carotis ..............................................................................................8
Gambar 2. Kiri: Complete hanging. Kanan: Partial hanging .................................11
Gambar 3. Gambaran post-mortem pada hanging................................................... 19
Gambar 4. Petechie pada mata sebagai tanda asfiksia pada kasus gantung diri. 19
Gambar 5. Hukuman Gantung (Yudisial Hanging) yang pernah terjadi di beberapa
negara. Kiri: eksekusi kriminal perang Jerman, Franz Strasser di
Penjara Landsberg pada 2 Januari 1946. Tengah: Eksekusi publik
penduduk Polandia oleh Nazi Jerman di Krakow pada 1942. Kanan:
Partisan Soviet yang digantung oleh tentara Jerman pada
Januari 1943 ....................................................................................20
Gambar 6. Kiri: Fraktur melintang pada prosesus servikalia ke lima-enam (C5-6)
(panah lurus penuh), fraktur pada tepi depan C6 (panah melengkung)
dan perluasan persendian antara tulang C5 dan C6 (panah kosong).
Kanan: patah tulang krikoid.............................................................. 22
iv