Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penggantungan (hanging) adalah penyebab kematian akibat asfiksia yang


paling sering ditemukan. Bagaimanapun, penggantungan juga merupakan penyebab
kematian yang paling sering menimbulkan persoalan karena rawan terjadi salah
interpretasi, baik oleh ahli forensik, polisi, dan dokter non-forensik.1-2
Selain itu, penggantungan merupakan metode bunuh diri yang sering
ditemukan di banyak negara. Di Inggris, terdapat lebih dari 2000 kasus bunuh diri
dengan penggantungan dilaporkan setiap tahun. Penggantungan baik akibat bunuh
diri atau pembunuhan lebih sering ditemukan di perkotaan. Di Amerika Serikat, pada
tahun 2001, dilaporkan terdapat 279 kematian yang disebabkan penggantungan yang
tidak disengaja dan strangulasi, dan 131 kematian akibat penggantungan, strangulasi
dan mati lemas.1-2
Pada balita, biasanya terjadi accidental hanging yaitu penggantungan yang
tidak disengaja, misalnya akibat terjerat ayunan. Di India, antara 1997-2000,
dilaporkan kematian akibat penggantungan sebesar 3,4%. Penggantungan akibat
bunuh diri lebih sering ditemukan pada laki-laki (2:1), namun kematian yang
disebabkan oleh kekerasan strangulasi lebih dominan ditemukan pada wanita. 1 Di
Istanbul, turki, 537 dari semua kasus gantung diri adalah laki-laki (70,56%) dan 224
adalah wanita (29,44%).1,3 jika dilihat dari faktor umur, insidens penggantungan
paling sering ditemukan pada dewasa muda. Di India misalnya, kematian akibat
penggantungan paling sering ditemukan pada kelompok umur 21-25 tahun, 4
sedangkan

Davidson

dan

Marshall

(1986)

melaporkan

bahwa

insidens

penggantungan yang paling tinggi adalah pada kelompok umur 20-39 tahun.1

21

Tindakan bunuh diri dengan cara penggantungan sering dilakukan karena


dapat dilakukan dimana dan kapan saja dengan seutas tali, kain, dasi, atau bahan apa
saja yang dapat melilit leher. Demikian pula pada pembunuhan atau hukuman mati
dengan cara penggantungan yang sudah digunakan sejak zaman dahulu. Kasus
gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaannya terletak pada asal tenaga
yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat. Pada penjeratan tenaga tersebut
datang dari luar, sedangkan pada kasus gantung tenaga tersebut berasal dari berat
badan korban sendiri, meskipun tidak seluruh berat badan digunakan.5 Dalam
rutinitas medikolegal, perbedaan keduanya penting karena kasus penggantungan
dianggap bunuh diri sampai dibuktikan sebaliknya, sedangkan kasus penjeratan
dianggap pembunuhan.1
Macam-macam penyebab kematian mendadak tidak wajar dalam 1 tahun di
Departemen Forensik Leeds (1970) menunjukkan bahwa gantung diri sekitar 6 dari
146 kasus kematian mendadak tidak wajar pertahun.6
Di Indonesia, data statistik mengenai frekuensi dan distribusi variasi kasus
kasus gantung diri masih sangat langka. Sehingga penelitian tentang gantung diri di
Indonesia juga masih sangat terbatas jumlahnya. Hariadi dalam penelitiannya
tentang karakteristik gantung diri berdasarkan jenis kelamin dan umur, di RSUP
Dr.Sardjito Yogyakarta menunjukkan bahwa kejadian bunuh diri banyak terjadi pada
laki-laki dibanding perempuan, yaitu sebanyak 37 kasus. Berdasarkan usia, pelaku
gantung diri banyak dilakukan oleh usia 19-45 tahun.7

Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
bunuh diri, yaitu sekitar 90% dari kasus, walaupun demikian pemeriksaan yang teliti
tetap harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan lain (pembunuhan atau
3

kecelakaan).4
Dengan demikian, sangatlah perlu untuk mengetahui lebih mendalam
mengenai penggantungan (hanging) mengingat kasus ini merupakan penyebab
kematian akibat asfiksia yang paling sering ditemukan. Selain itu, dalam aspek
medikolegal, sebagai dokter yang memeriksa perlu memastikan apakah kasus
penggantungan tersebut merupakan tindakan bunuh diri, pembunuhan, atau
kecelakaan. Oleh karena itulah, pemahaman yang lebih mendalam mengenai segala
sesuatu yang berkenaan dengan penggantungan sangat diperlukan agar seorang
dokter dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya dalam membuat terang
suatu perkara pidana, khususnya penggantungan.
1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Ujian Kepaniteraaan Klinik di
Departemen Kedokteran Kehakiman RSUD Ulin FK UNLAM, dan juga sebagai
bahan pengayaan materi agar mahasiswa mengetahui dan memahami lebih jauh
tentang hanging (gantung diri).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Penggantungan
Terdapat

beberapa

definisi

tentang

penggantungan,

diantaranya:

Penggantungan atau hanging adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari
leher oleh alat jerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian.
Penggantungan juga didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana leher dijerat
dengan ikatan yang mana daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh
atau kepala.1,8 Dengan demikian berarti alat penjerat bersifat pasif dan berat badan
bersifat aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher.1,4
Hanging sendiri merupakan salah satu tindak kekerasan yang ,yang
kematiannya akibat asfiksia selain strangulasi, sufokasi dan tenggelam. 14 Alat yang
digunakan biasanya berupa tali, ikat pinggang, kain, dll.9
Bunuh Diri
Bunuh diri (suicide) dapat didefinisikan sebagai: perbuatan merusak diri
sendiri yang berhasil. Sedangkan perbuatan merusak diri sendiri yang dilakukan
dengan keinginan destruktif, tetapi tidak nyata atau ragu-ragu (sering disebut
sebagai sikap bunuh diri) merupakan definisi dari percobaan bunuh diri
(parasuicide).1

2.2 Epidemiologi Penggantungan


Amerika Serikat:
Pada tahun 2005, the National Center for Injury Prevention and Control
melaporkan 13,920 kematian di seluruh Amerika Serikat akibat sufokasi, dengan
angka rata-rata 4,63 per 100.000. Angka ini meliputi pula strangulasi dan hanging
aksidental, strangulasi dan sufokasi aksidental, hanging, strangulasi dan sufokasi
serta ancaman terhadap pernafasan aksidental lainnya.3

Internasional:
Hanging yudisial jarang terjadi di seluruh dunia. Sementara itu, hanging dan
strangulasi aksidental/kecelakaan/tidak sengaja mulai banyak ditemukan di pusatpusat urban. Penyebabnya meliputi meningkatnya prevalensi "choking game" dan
autoerotic "breath play".3

Ras:
Tidak ditemukan kecenderungan ras tertentu pada korban penggantungan dan
strangulasi.3

Sex:
Wanita lebih sering menjadi korban serangan strangulasi dibanding pria.
Sebaliknya, strangulasi autoerotic lebih sering pada pria dibanding wanita.
Penggantungan bunuh diri disetujui bersama lebih banyak pada laki-laki, namun

akhir-akhir ini wanita lebih banyak memilih metode ini untuk melakukan bunuh diri
dibanding penggunaan senjata api dan racun.3

Usia:

Balita pada asfiksiasi postural: boks bayi dengan konstruksi yang buruk (Illconstructed cribs) memungkinkan bayi terperangkap di bagian leher dan tercekik
saat mereka menjulurkan kepalanya keluar. Kawat-kawat jendela juga memiliki
andil dalam kematian semacam itu.3

Remaja: bunuh diri akibat depresi dapat memicu gantung diri. Terdapat pula
peningkatan insidensi accidental hanging karena "the choking game", suatu
strangulasi leher yang disengaja dalam rangka menikmati prubahan status mental
dan sensasi fisik.3

Dewasa muda: penyebab tersering adalah Autoerotic accidents, penyerangan dan


bunuh diri akibat depresi. Para narapidana sering memilih gantung diri sebagai
upaya bunuh diri; karena ini merupakan satu dari sedikit metode yang tersedia
bagi mereka.3

2.3 Etiopatogenesis Kasus Gantung Diri


Paling sering disertai dengan penyakit depresi. Mungkin pula terjadi pada
alkoholisme, skizofrenia, gangguan kepribadian atau ketergantungan obat. Sejumlah
kecil percobaan bunuh diri dan berhasil tidaknya menunjukkan adanya bukti
gangguan psikiatrik. Biasanya multifaktorial: kepribadian, faktor sosial dan penyakit
psikiatrik memainkan peranan yang berbeda-beda. Penyakit fisik merupakan faktor
penting, terutama pada usia lebih tua. Faktor resiko tinggi termasuk umur, golongan

sosioekonomi, profesi (terutama dokter), jenis kelamin pria, penyakit fisik,


kebiasaan minum alkohol dan obat, kehilangan pekerjaan. Lebih sering pada usia
lebih tua, penyakit fisik, terisolasi dan lingkungan sosial, golongan profesional,
eksekutif, setelah suatu peristiwa yang menyedihkan, dan yang menderita konflik
pribadi yang akut. Beberapa usaha bunuh diri dapat dianggap sebagai jeritan untuk
minta tolong yang mungkin tidak berhasil.1

2.4 Mekanisme Kematian Pada Kasus Penggantungan


Mekanisme kematian pada kasus gantung diri, yaitu:4,8-9
1. Asfiksia. Merupakan penyebab kematian yang paling sering. Terjadi akibat
terhambatnya aliran udara pernafasan.
2. Apopleksia (kongesti pada otak). Tekanan pada pembuluh darah vena
menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak dan mengakibatkan
kegagalan sirkulasi.
3. Kombinasi dari asfiksia dan apopleksia.
4. Iskemia serebral. Hal ini akibat penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri
yang memperdarahi otak.
5. Syok Vaso-Vagal (refleks vagal). Perangsangan pada sinus caroticus
menyebabkan henti jantung. Hal ini dapat dijelaskan melalui mekanisme:
a. Inhibisi vagal sering diikuti oleh fibrilasi ventrikel
b. Secara experimental pada binatang yang dibuat dalam keadaan obstruktive
asphyxia, setelah beberapa menit akan diikuti dengan berkurangnya detak
jantung kemudian beberapa saat terjadi takikardi sampai terjadi kematian.

6. Kerusakan pada batang otak dan medula spinalis. Hal ini terjadi akibat dislokasi
atau fraktur vertebra servikalis. Misalnya pada korban yang dihukum gantung.
Pada keadaan dimana tali yang menjerat leher cukup panjang, kemudian
korbannya secara tiba-tiba dijatuhkan dari ketinggian 1,52 meter maka akan
mengakibatkan fraktur atau dislokasi vertebra servikalis yang akan menekan
medulla oblongata dan mengakibatkan terhentinya pernafasan. Biasa yang
terkena adalah vertebra servikalis ke-2 dan ke-3.
Kematian segera akibat dari penggantungan dapat muncul akibat dari
beberapa mekanisme. Penekanan pada ganglion saraf arteri karotis oleh tali yang
melingkar pada leher korban dapat menyebabkan carotid body reflex (refleks vagus)
sehingga memicu perlambatan denyut jantung. Perlahan-perlahan terjadi aritmia
jantung sehingga terakhir korban mati dengan cardiac arrest. Namun mekanisme
kematian ini jarang didapatkan karena untuk menimbulkan refleks karotis, tekanan
lansung yang kuat harus diberikan pada area khusus di mana carotid body berada.
Hal ini sukar dipastikan. Sebagai tambahan, refleks karotis juga dapat dimunculkan
biarpun tanpa penggantungan.1
Tekanan pada vena jugularis juga bisa menyebabkan kematian korban
penggantungan dengan mekanisme asfiksia. Kebanyakan kasus penggantungan
bunuh diri mempunyai mekanisme kematian seperti ini. Seperti yang diketahui, vena
jugularis membawa darah dari otak ke jantung untuk sirkulasi. Pada penggantungan
sering terjadi penekanan pada vena jugularis oleh tali yang menggantung korban.
Tekanan ini seolah-olah membuat jalan yang dilewati darah untuk kembali ke
jantung dari otak tersumbat. Obstruksi total maupun parsial secara perlahan-lahan

dapat menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak. Darah tetap mengalir dari
jantung ke otak tetapi darah dari otak tidak bisa mengalir keluar. Akhirnya, terjadilah
penumpukan darah di pembuluh darah otak. Keadaan ini menyebabkan suplai
oksigen ke otak berkurang dan korban seterusnya tidak sadarkan diri. Kemudian,
terjadilah depresi pusat nafas dan korban mati akibat asfiksia. Besarnya tekanan yang
diperlukan untuk terjadinya mekanisme ini idak penting tetapi durasi lamanya
tekanan yang diberikan pada leher oleh tali yang menggantung korban yang
menyebabkan mekanisme tersebut. Ketidaksadaran korban memerlukan waktu yang
lama sebelum terjadinya depresi pusat nafas. Secara keseluruhan, mekanisme ini
tidak menyakitkan sehingga sering disalahgunakan oleh pria untuk memuaskan nafsu
seksual mereka (autoerotic sexual asphyxia). Pada mekanisme ini, korban akan
menunjukkan gejala sianosis. Wajahnya membiru dan sedikit membengkak. Muncul
peteki di wajah dan mata akibat dari pecahnya kapiler darah karena tekanan yang
lama. Didapatkan lidah yang menjulur keluar pada pemeriksan luar.1
Obstruksi arteri karotis terjadi akibat dari penekanan yang lebih besar. Hal ini
karena secara anatomis, arteri karotis berada lebih dalam dari vena jugularis. Oleh
karena itu, obstruksi arteri karotis jarang ditemukan pada kasus bunuh diri dengan
penggantungan. Biasanya korban mati karena tekanan yang lebih besar, misalnya
dicekik atau pada penjeratan. Pada pemeriksaan dalam turut ditemukan jejas pada
jaringan lunak sekitar arteri karotis akibat tekanan yang besar ini. Tekanan ini
menyebabkan aliran darah ke otak tersumbat. Kurangnya suplai darah ke otak
menyebabkan korban tidak sadar diri dan depresi pusat nafas sehingga kematian
terjadi. Pada mekanisme ini, hanya ditemukan wajah yang sianosis tetapi tidak ada
peteki.1

Gambar 1. Kiri: Kongesti yang menyolok pada leher akibat gantung diri. Kanan: Gambaran rontgen
oklusi arteri pada diseksi subintimal arteri carotis.1

Fraktur vertebra servikal dapat menimbulkan kematian pada penggantungan


dengan mekanisme asfiksia atau dekapitasi. Kejadian ini biasa terjadi pada hukuman
gantung atau korban penggantungan yang dilepaskan dari tempat tinggi. Sering
terjadi fraktur atau cedera pada vertebra servikal 1 dan servikal 2 (aksis dan atlas)
atau lebih dikenali sebagai hangman fracture. Fraktur atau dislokasi vertebra
servikal akan menekan medulla oblongata sehingga terjadi depresi pusat nafas dan
korban meninggal karena henti nafas.10
Gejala:
Pada kebanyakan kasus korbannya meninggal. Gejala yang penting sehubungan
dengan penggantungan adalah:9
1. Kehilangan tenaga dan perasaan subjektif
2. Perasaan melihat kilatan cahaya
3. Kehilangan kesadaran, bisa disertai dengan kejang-kejang
4. Keadaan tersebut disertai dengan berhentinya fungsi jantung dan pernafasan

10

2.5 Pengelompokan dan Posisi Penggantungan


Posisi korban pada kasus gantung diri bisa bermacam-macam, kemungkinan
tersering:1,8
1. Kedua kaki tidak menyentuh lantai (complete hanging)
2. Duduk berlutut, biasanya menggantung pada daun pintu (partial hanging) Untuk
posisi ini ada yang menyebutkan dengan istilah penggantungan parsial. Istilah
ini digunakan jika beban berat badan tubuh tidak sepenuhnya menjadi kekuatan
daya jerat tali. Pada kasus tersebut berat badan tubuh tidak seluruhnya menjadi
gaya berat sehingga disebut penggantungan parsial
3. Berbaring (biasanya di bawah tempat tidur)
Berdasarkan letak jeratan, dikelompokkan atas:1
a. Typical hanging. Yaitu bila titik penggantungan ditemukan di daerah oksipital dan
tekanan pada arteri karotis paling besar.

Gambar 2. Kiri: Complete hanging. Kanan: Partial hanging.12

11

b. Atypical hanging. Jika titik penggantungan terletak di samping, sehingga leher


sangat miring (fleksilateral), yang mengakibatkan hambatan pada arteri karotis
dan arteri vertebralis. Saat arteri terhambat, korban segera tidak sadar.

Pembagian hanging versi lainnya:9


1. Penggantungan lengkap
2.

Penggantungan parsial. Istilah ini digunakan jika beban berat badan tubuh tidak
sepenuhnya menjadi kekuatan daya jerat tali, misalnya pada korban yang
tergantung dengan posisi berlutut. Pada kasus tersebut berat badan tubuh tidak
seluruhnya menjadi gaya berat sehingga disebut penggantungan parsial

3.

Penggantungan atipikal, dimana saat penggantungan korban terjatuh dari anak


tangga yang sedang dinaikinya.

2.6 Tipe-tipe Penggantungan


Hanging yang Terjadi Akibat Bunuh Diri (Suicidal Hanging)
Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus. Walaupun demikian,
pemeriksaan yang teliti harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan lain,
terutama pembunuhan.1

Hanging yang Terjadi Tidak Sengaja/Kecelakaan (Accidental Hanging)


Penggantungan yang tidak sengaja dapat dibagi dalam 2 kelompok:
1.
Terjadi sewaktu bermain atau bekerja
Mati tergantung sewaktu bermain umumnya pada anak-anak dan tidak
membutuhkan penyidikan yang sulit karena biasanya kasusnya sangat jelas,
tersangkut pada batang pohon yang bercabang.

12

Kejadian penggantungan akibat kecelakaan lebih banyak ditemukan


pada anak-anak terutama pada umur antara 6-12 tahun. Tidak ditemukan
alasan untuk bunuh diri karena pada usia itu belum ada tilikan dari anak
untuk bunuh diri. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengawasan dari orang
tua.1,4
2.
Terjadi sewaktu melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang
(Auto-erotic Hanging)
Tali yang dipakai sering kali diikatkan pada banyak tempat, ikatan pada
daerah genital, lengan, tungkai, leher, mulut. Kematian terjadi karena ikatan
terlalu keras. Korban umumnya pria yang tidak jarang memakai pakaian

wanita.
Hanging yang Terjadi Akibat Pembunuhan (Homicidal Hanging)
Homicidal hanging relatif jarang dijumpai. Cara ini baru dapat dilakukan bila
korbannya anak-anak atau orang dewasa yang kondisinya lemah, baik lemah oleh
karena menderita penyakit, dibawah pengaruh obat bius, alkohol atau korban
yang sedang tidur. Pembunuhan dengan cara penggantungan sulit untuk

dilakukan oleh seorang pelaku.1,8


2.7 Aspek Medikolegal
Kepentingan medikolegal dalam kasus penggantungan adalah menentukan:8
1. Apakah kematian disebabkan oleh penggantungan? Pertanyaan ini sering
diajukan kepada dokter pemeriksa dalam persidangan
2. Apakah penggantungan tersebut merupakan bunuh diri, pembunuhan atau
kecelakaan?

13

Beberapa faktor di bawah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan:


a. Penggantungan biasanya merupakan tindakan bunuh diri, kecuali dibuktikan
lain. Usia tidak menjadi masalah untuk melakukan bunuh diri dengan cara
ini. Pernah ada laporan kasus dimana seorang anak 12 tahun melakukan
bunuh diri dengan penggantungan. Kecelakaan yang menyebabkan
penggantungan jarang terjadi kecuali pada anak-anak dibawah usia 12 tahun.
b. Cara terjadinya penggantungan
c. Bukti-bukti tidak langsung di sekitar tempat kejadian
d. Tanda berupa jejas penjeratan
e. Tanda-tanda kekerasan atau perlawanan
Lynching :
Lynching merupakan tindakan hukuman gantung tanpa pengadilan yang hanya
terjadi di Amerika Selatan. Jika seorang negro melakukan pelanggaran berat,
dia dihukum mati dengan cara digantung pada pohon atau tiang lampu,
sehingga bias dipertontonkan sebagai peringatan bagi yang lain.1
Periode Fatal:
Pada pelaksanaan hukuman gantung, kematian terjadi dengan seketika. Pada
kasus gantung diri, kematian tidak langsung terjadi dan sedikit memakan
waktu. Pada penggantungan parsial, kematian mendadak terjadi dalam 5
menit.9
Waktu yang Dibutuhkan untuk Mati pada Kasus Penggantungan
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk seseorang meninggal karena
penggantungan telah menjadi perdebatan para ahli sejak abad ke-18. Anny
Sauvageau, seorang ahli patologi forensik di Kantor Kepala Pemeriksa Medis

14

Alberta di Edmonton Kanada dan teamnya, menganalisis 8 video kejadian


bunuh diri. Rekaman tersebut menunjukkan bahwa korban kehilangan
kesadaran dalam hitungan waktu delapan detik, kemudian kejang dan lemas. 11
Dari hasil penelitian tersebut, walaupun terjadi penyempitan leher, pelaku
bunuh diri ini tetap melakukan proses pernafasan sehingga mendukung teori
penyumbatan pembuluh darah merupakan efek dominan. Kematian tercepat terjadi
setidaknya dalam waktu 62 detik dan paling lambat sekitar 7 menit 31 detik.11
2.8 Gambaran Post-Mortem Korban Penggantungan.1,4,12
Ada beberapa hal yang dapat kita jumpai pada pemeriksaan luar dan dalam
autopsi. Ada 5 bagian tubuh korban yang kita perhatikan saat melakukan
pemeriksaan luar autopsi, yaitu:12
1. Kepala.
2. Leher.
3. Anggota gerak (lengan dan tungkai).
4. Dubur.
5. Alat kelamin.
Ada 4 bagian kepala korban yang kita perhatikan saat melakukan pemeriksaan luar
autopsi, yaitu:12
1. Muka.
2. Mata.
3. Konjungtiva.
4. Lidah.

15

Berdasarkan alat penggantung:12


1. Penampang kecil (tali)
Muka korban penggantungan (hanging) akan mengalami sianosis dan terlihat
pucat karena vena terjepit. Pucat yang tampak pada wajah korban disebabkan
tekanan alat penggantung tidak hanya menyebabkan terjepitnya vena, tetapi

2.

tekanan penggantung juga menyebabkan terjepitnya arteri.


Penampang lebar (sarung, sprei)
Mata korban penggantungan (hanging) melotot akibat terjadinya bendungan
pada kepala korban.wajah korban tampak kongesti. Hal ini disebabkan oleh
terhambatnya vena-vena kepala tetapi arteri kepala tidak terhambat.
Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva korban penggantungan (hanging)
terjadi akibat pecahnya vena dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah
karena asfiksia.12
Lidah korban penggantungan (hanging) bisa terjulur, bisa juga tidak terjulur.
Lidah terjulur apabila letak jeratan gantungan tepat berada pada kartilago tiroidea.
Lidah tidak terjulur apabila letaknya berada diatas kartilago tiroidea.12
Alur jeratan pada leher korban penggantungan (hanging) berbentuk lingkaran (V
shape). Alur jerat berupa luka lecet atau luka memar dengan ciri-ciri sebagai
berikut :Alur jeratan pucat.
1. Tepi alur jerat coklat kemerahan.
2. Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.

16

Alur jeratan yang simetris / tipikal pada leher korban penggantungan (hanging)
menunjukkan letak simpul jeratan berada dibelakang leher korban. Alur jeratan yang
asimetris / atipikal menunjukkan letak simpul disamping leher.12
Deskripsi leher korban penggantungan (hanging) yang penting kita berikan
antara lain:12
1. Lokasi luka.
2. Jenis luka.
3. Lokasi simpul jeratan (belakang dan samping leher).
4. Jenis simpul jeratan (simpul hidup dan simpul mati).
Lokasi luka pada leher korban penggantungan (hanging) dapat berada di depan,
samping dan belakang leher. Luka yang berada di depan leher kita ukur dari dagu
atau manubrium sterni korban. Luka yang berada di samping leher kita ukur dari
garis batas rambut korban. Luka yang berada di belakang leher kita ukur dari daun
telinga atau bahu korban.12
Jenis luka korban penggantungan (hanging) terdiri atas luka lecet, luka tekan
dan luka memar. Penting juga kita mendeskripsikan mengenai warna, lebar, perabaan
dan keadaan sekitar luka. Anggota gerak korban penggantungan (hanging) dapat kita
temukan adanya lebam mayat pada ujung bawah lengan dan tungkai.12
Penting juga kita ketahui ada tidaknya luka lecet pada anggota gerak tersebut.
Dubur korban penggantungan (hanging) dapat mengeluarkan feses. Alat kelamin
korban dapat mengeluarkan mani, urin, dan darah (sisa haid). Pengeluaran urin pada
korban penggantungan disebabkan kontraksi otot polos pada stadium konvulsi atau
puncak asfiksia. Lebam mayat dapat kita temukan pada genitalia eksterna korban.12

17

Femeriksaan Luar
1) Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan
keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi:

Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil

dibandingkan jika menggunakan tali yang besar.

Bentuk jeratannya berjalan miring (oblik) pada bagian depan leher,

dimulai pada leher bagian atas di antara kartilago tiroid dengan dagu, lalu
berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga.
Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang.

Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering,

keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas
perkamen, disebut tanda parchmentisasi.

Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah

telinga, tampak daerah segitiga pada kulit di bawah telinga.

Pinggirannya berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi di

sekitarnya.

Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau

lebih bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher
sebanyak 2 kali.
2) Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung
3) Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang

18

4) Tanda-tanda asfiksia. Mata menonjol keluar, perdarahan berupa petekia tampak


pada wajah dan subkonjungtiva. Lidah menjulur menunjukkan adanya penekanan
pada bagian leher
5) Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat
simpultali. Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante-mortem
6) Lebam mayat paling sering terlihat pada tungkai
7) Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam
8) Urin dan feses bisa keluar

Gambar 3. Gambaran post-mortem pada hanging.1

Gambar 4 . Petechie pada mata sebagai tanda asfiksia pd kasus gantung diri. 12

Ada 4 bagian tubuh korban penggantungan (hanging) yang kita perhatikan saat
melakukan pemeriksaan dalam autopsi, yaitu:12

19

1.
2.
3.
4.

Kepala.
Leher.
Dada dan perut.
Darah.
Kepala korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan tanda-tanda

bendungan pembuluh darah otak, kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata.
Kedua kerusakan tersebut biasanya terjadi pada hukuman gantung (judicial
hanging).12

Gambar 5. Hukuman Gantung (Yudisial Hanging) yang pernah terjadi di beberapa negara. Kiri:
eksekusi kriminal perang Jerman, Franz Strasser di Penjara Landsberg pada 2 Januari 1946. Tengah:
Eksekusi publik penduduk Polandia oleh Nazi Jerman di Krakow pada 1942. Kanan: Partisan Soviet
yang digantung oleh tentara Jerman pada Januari 1943.2

Leher korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya perdarahan


dalam otot atau jaringan, fraktur (os hyoid, kartilago tiroidea, kartilago krikoidea,
dan trakea), dan robekan kecil pada intima pembuluh darah leher (vena jugularis).12
Dada dan perut korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya
perdarahan (pleura, perikard, peritoneum, dan lain-lain) dan bendungan / kongesti
organ.12
Darah dalam jantung korban penggantungan (hanging) warnanya lebih gelap
dan konsistensinya lebih cair.12

20

Femeriksaan Dalam
1) Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan
seperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung
cukup lama.Pada jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.
2) Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa
keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang
disertai dengan tindakan kekerasan.
3) Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun
ruptur. Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah.
4) Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada
penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang
panjang dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra.
Adanya efusi darah di sekitar fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya
ante-mortem.
5) Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi.
6) Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi
pada korban hukuman gantung.

21

Gambar 6. Kiri: Fraktur melintang pada prosesus servikalia ke lima-enam (C5-6) (panah lurus
penuh), fraktur pada tepi depan C6 (panah melengkung) dan perluasan persendian antara tulang C5
dan C6 (panah kosong). Kanan: patah tulang krikoid.1

2.9 Perbedaan antara Penggantungan Ante-Mortem dan Post-Mortem


Tabel 1. Perbedaan antara Penggantungan Ante-Mortem dan Post-Mortem. 1,12
No Penggantungan Ante-Mortem
penggantungan
1 . Tanda-tanda
antemortem bervariasi. Tergantung dari
cara kematian
2 . Tanda jejas jeratan miring, berupa
lingkaran terputus (non-continuous)
dan letaknya pada leher bagian atas
3.

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat


pada sisi leher

4.

Ekimosis tampak jelas pada salah satu


sisi dari jejas penjeratan. Lebam mayat
tampak di atas jejas jerat danpada
tungkai bawah

5.

Pada kulit di tempat jejas penjeratan


teraba
seperti
perabaan
kertas
perkamen, yaitu tanda parchmentisasi
Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan
lain-lain sangat jelas terlihat terutama
jika kematian karena asfiksia
Wajah membengkak
dan
mata
mengalami
kongesti
dan
agak menonjol,
disertai
dengan
gambaran pembuluh dara vena yang jelas
pada bagian kening dan dahi

6.
7.

Penggantungan Post-Mortem
Tanda-tanda post-mortem
menunjukkan
kematian
yang
bukan
disebabkan
penggantungan
Tanda jejas jeratan biasanya
berbentuk lingkaran utuh (continuous), agak
sirkuler dan letaknya pada bagian leher tidak
begitu tinggi
Simpul tali biasanya lebih dari satu,
diikatkan dengan kuat dan diletakkan pada
bagian depan leher
Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan
tidak ada atau tidak jelas. Lebam mayat
terdapat
pada bagian
tubuh
yang
menggantung sesuai dengan posisi mayat
setelah meninggal
Tanda parchmentisasi tidak ada atau
tidak begitu jelas
Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga
dan lain-lain tergantung dari penyebab
kematian
Tanda-tanda pada
wajah dan
mata
tidak terdapat, kecuali jika
penyebab
kematian adalah pencekikan (strangulasi)
atau sufokasi

22

Lidah bisa terjulur atau tidak sama


sekali
dengan
9. Penis. Ereksi penis disertai
keluarnya cairan sperma sering terjadi
pada korban pria. Demikian juga sering
ditemukan keluarnya feses
Air liur. Ditemukan menetes dari sudut
10.
mulut, dengan arah yang vertikal
menuju dada. Hal ini merupakan
pertanda pasti
penggantungan ante_ mortem
8.

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus


kematian akibat pencekikan
Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
tidak ada. Pengeluaran feses juga tidak ada
Air liur tidak ditemukan menetes pada kasus
selain kasus penggantungan

Tabel 2. Perbedaan antara Penggantungan pada Bunuh Diri dan Pembunuhan. 1,12
Penggantungan pada Pembunuhan
No Penggantungan pada Bunuh Diri
1.
Usia. Gantung diri lebih sering terjadi Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
pada remaja dan orang dewasa.Anak- pembunuhan dilakukan oleh musuh atau
anak di bawah usia 10 tahun atau orang lawan dari korban dan tidak bergantung pada
dewasa di atas usia 50 tahun jarang usia
melakukan gantung diri
bentuknya Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran
2 . Tanda jejas jeratan,
miring, berupa lingkaran terputus (non- tidak terputus, mendatar, dan letaknya di
continuous) dan terletak pada bagian bagian tengah leher, karena usaha pelaku
atas leher.
pembunuhan untuk membuat simpul tali
Simpul tali, biasanya hanya satu simpul Simpul tali biasanya lebih dari satu pada
3.
yang letaknya pada bagian samping bagian depan leher dan simpul tali tersebut
leher
terikat kuat
korban
tidak
4 . Riwayat korban. Biasanya korban Sebelumnya
mempunyai riwayat untuk mencoba
mempunyairiwayat untuk bunuh diri
bunuh diri dengan cara lain
Luka-luka pada
tubuh Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
5 . Cedera.
korbanyang
bisa
menyebabkan biasanya mengarah kepada pembunuhan
kematianmendadak tidak ditemukan
pada kasusbunuh diri
6 . Racun. Ditemukannya racun dalam Terdapatnya racun berupa asam opium
lambung
korban,
misalnya hidrosianat atau kalium sianida tidak sesuai
arsen,sublimat korosif dan lain-lain pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini
tidak bertentangan
dengan
kasus perlu waktu dan kemauan dari korban itu
gantung diri.
Rasa nyeri
yang sendiri. Dengan demikian maka kasus
disebabkan racun tersebut mungkin penggantungan tersebut adalah karena
mendorong korban untuk melakukan
bunuh diri
gantung diri
7 . Tangan tidak dalam keadaan terikat Tangan yang dalam keadaan terikat
karena sulit untuk gantung diri mengarahkan
dugaan
pada
kasus
dalamkeadaan tangan terikat
pembunuhan
8.
Kemudahan. Pada kasus bunuh diri Pada kasus pembunuhan mayat ditemukan
mayat biasanya ditemukan tergantung tergantung pada tempat yang sulit dicapai
pada tempat yang mudah dicapai oleh oleh korban dan alat yang digunakan
tempat
tersebut
korban atau di sekitarnya ditemukan untuk mencapai
alat yang digunakan untuk mencapai tidak ditemukan
tempat tersebut

23

9.

10.

Tempat
kejadian. Jika
kejadian
berlangsung di dalam kamar, dimana
pintu, jendela ditemukan dalam keadaan
tertutup dan terkunci dari dalam, maka
kasusnya pasti merupakan bunuh diri
Tanda-tanda
perlawanan,
tidak ditemukan pada kasus gantung
diri

Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada


ruangan ditemukan terkunci dari luar, maka
penggantungan adalah kasus pembunuhan
Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada
kecuali jika
korban sedang
tidur,
tidak sadar atau masih anak-anak

2.10 Keadaan Korban Penggantungan yang Ditemukan dalam Keadaan


Hidup Penatalaksanaan pada kasus penggantungan dengan korban yang masih

1.
2.
3.
4.
5.

hidup:8
Korbannya diturunkan
Ikatan leher dipotong dan jeratan dilonggarkan
Berikan bantuan pernafasan untuk waktu yang cukup lama
Lidah ditarik keluar, lubang hidung dibersihkan
Berikan oksigen, lebih baik lagi jika disertai CO2 5%

6. Pertolongan melalui venaseksi mungkin akan membantu untuk mengatasi


kegagalan jantung
7. Berikan obat-obat yang perlu (misalnya Coramine)
8. Gejala sisa dapat berupa: hemiplegia, amnesia, demensia, bronkhitis, selulitis,
parotitis
2.11 Keadaan Tempat Kejadian Pekara
Ada 8 hal yang perlu kita lakukan pada pemeriksaan tempat kejadian, yaitu:12
1. Memastikan korban apakah masih hidup atau telah mati.
2. Mencari bukti yang menunjukkan cara kematian.
3. Memperhatikan jenis simpul tali gantungan.

24

4.
5.
6.
7.
8.

Mengukur jarak antara ujung kaki korban dengan lantai.


Memperhatikan letak korban di tempat kejadian.
Cara menurunkan korban.
Mengamankan bekas serabut tali.
Memperhatikan bahan penggantung.

Ada 3 bukti yang bisa menunjukkan kepada kita tentang cara kematian korban,
yaitu:12
1. Ada tidaknya alat penumpu korban, misalnya bangku dan sebagainya.
2. Arah serabut tali penggantung.
3. Distribusi lebam mayat.

BAB III

25

PENUTUP

Kesimpulan:

Penggantungan adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan, daya jerat
ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala. Dengan demikian
berarti alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga
terjadikonstriksi pada leher Paling sering diserrtai dengan penyakit depresi.
Mungkin pula terjadi pada alkoholisme, skizofrenia, gangguan kepribadian atau
ketergantungan obat. Sejumlah kecil percobaan bunuh diri dan berhasil tidak
menunjukkan

adanya

bukti

gangguan

psikiatrik.

Biasanya

multifaktorial:

kepribadian, faktor sosial dan penyakit psikiatrik memainkan peranan yang


berbedabeda. Penyakit fisik merupakan faktor penting, terutama pada usia lebih
tua.Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus, walaupun demikian
pemeriksaan yang teliti tetap harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan lain.
Dalam kasus hanging, harus dapat dibedakan penyebab hanging dengan melihat ciri
khasnya, apakah hanging tersebut terjadi pada antemortem atau postmortem,
ataupunakibat pembunuhan atau bunuh diri
DAFTAR PUSTAKA

26

1. Noharakrizo. Makalah Hanging. Online. 2011. Available from URL:


http://www.scribd.com/doc/49388289/Makalah-Hanging
2. Wikipedia.
Hanging. Online.
2011.
Available from URL:
http://en.wikipedia.org/wiki/Hanging
3. Ernoehazy W. Hanging injuries and Strangulation. Online. 2011. Available
from
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/826704overview#showall
4. Idries, AM. Penggantungan dalam Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.
Jakarta: EGC, 1997. h.202-207
5. Ashari I. Penggantungan. Online. 2009. Available from URL:
http://www.irwanashari.com/2009/12/penggantungan.html
6. Anonymous. Kematian Mendadak dalam Scientific Crime Investigation.
Online. 2011. Available from URL: http://www.freewebs.com
7. Hariadi MB. Karakteristik Gantung Diri yang diperiksa di Instalasi
Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 1 November
2006 31 November 2009 (abstrak). Online. 2011. Available from URL:
http://repository.uii.ac.id/710/SK/I/0/00/000/000373/uii-skripsi-karakteristik
%20kasus%20-01711017-M.%20BUDI%20HARIADI-4458622899abstract.pdf
8. Fikasari D. Gantung Diri (Hanging). Online. 2008. Available from URL:
http://sibermedik.files.wordpress.com/2008/11/gantung_diri.pdf
9. Lembayung. Tanatologi: pengertian identifikasi kematian mendadak. Online.
2009.
Available
from
URL:
http://kesehatanforensik001.blogspot.com/2009/05/tanatologi-danidentifikasikematian.html
10. Fikasari D. Gantung Diri (Hanging). Online. 2008. Available from URL:
http://sibermedik.files.wordpress.com/2008/11/gantung_diri_makalah.pdf
11. Nenglya. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk mati gantung diri? Online.
2010. Available from URL: http://gugling.com/2010/08/30/berapa-lamawaktu-yang-di-butuhkan-untuk-mati-gantung-diri/
12. Aflanie I, Abdi M, Setiawan R, Muna, Koas Forensik, Editor. Romans
Forensic 25th Ed. Banjarmasin: Departemen Kedokteran Kehakiman FK
UNLAM-RSUD Ulin, 2011.

27

28

Halaman
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................1
1.2 Tujuan ........................................................................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................3
2.1
Definisi Penggantungan ......................................................................4
2.2
Epidemiologi Penggantungan .............................................................5
2.3
Etiopatogenesis Kasus Gantung Diri ...................................................6
2.4 Mekanisme Kematian Pada Kasus Penggantungan ..................................7
2.5
Pengelompokan dan Posisi Penggantungan .......................................11
2.6
Tipe-tipe Penggantungan .....................................................................12
2.7
Aspek Medikolegal ...................................................................
13
2.8 Gambaran Post-Mortem Korban Penggantungan .....................................15
2.9 Perbedaan antara Penggantungan Ante-Mortem dan Post-Mortem 22 2.10
Keadaan Korban Penggantungan yang Ditemukan dalam Keadaan
Hidup ...................................................................................................24
2.11 Keadaan Tempat Kejadian Pekara ...........................................................24
BAB III. KESIMPULAN.............................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................

30

ii

DAFTAR TABEL

iii

31

Halaman
Tabel 1. Perbedaan antara Penggantungan Ante-Mortem dan Post-Mortem............ 22
Tabel 2. Perbedaan antara Penggantungan pada Bunuh Diri dan Pembunuhan... 23

DAFTAR GAMBAR

iv

32

Halaman
Gambar 1. Kiri: Kongesti yang menyolok pada leher akibat gantung diri. Kanan:
Gambaran rontgen oklusi arteri pada diseksi subintimal arteri
carotis ..............................................................................................8
Gambar 2. Kiri: Complete hanging. Kanan: Partial hanging .................................11
Gambar 3. Gambaran post-mortem pada hanging................................................... 19
Gambar 4. Petechie pada mata sebagai tanda asfiksia pada kasus gantung diri. 19
Gambar 5. Hukuman Gantung (Yudisial Hanging) yang pernah terjadi di beberapa
negara. Kiri: eksekusi kriminal perang Jerman, Franz Strasser di
Penjara Landsberg pada 2 Januari 1946. Tengah: Eksekusi publik
penduduk Polandia oleh Nazi Jerman di Krakow pada 1942. Kanan:
Partisan Soviet yang digantung oleh tentara Jerman pada
Januari 1943 ....................................................................................20
Gambar 6. Kiri: Fraktur melintang pada prosesus servikalia ke lima-enam (C5-6)
(panah lurus penuh), fraktur pada tepi depan C6 (panah melengkung)
dan perluasan persendian antara tulang C5 dan C6 (panah kosong).
Kanan: patah tulang krikoid.............................................................. 22

iv

Anda mungkin juga menyukai