PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolute atau relative dari kerja dan atau
sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada penderita diabetes melitus (DM)
yaitu polidipsia, polifagia, poliuria dan penurunan berat badan tanpa diketahui
penyebabnya serta kesemutan.
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi
DM di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian
urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka kejadian diabetes melitus di
dunia adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian diabetes mellitus
tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus. Hasil
Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukkan prevalensi DM di
Indonesia membesar sampai 57%. Tingginya prevalensi DM tipe 2 disebabkan
oleh factor risiko yang tidak dapat diubah misalnya kebiasaan merokok, tingkat
pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, berat badan dan usia.
Diabetes melitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Penyakit yang akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan mata, katarak,
penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan
membusuk/gangrene, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan
sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang sudah parah menjalani amputasi
anggota tubuh karena terjadi pembusukan. Untuk menurunkan kejadian dan
keparahan dari DM tipe 2 maka dilakukan pencegahan seperti modifikasi gaya
hidup dan pengobatan seperti obat oral hiperglikemik dan insulin.
1.2.Tujuan Penulisan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) ilmu penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Solok.
2.1. Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia akibat terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemik kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health
Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan
sesuatuyang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat
tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik
dan kimiawi akibat dari sejumlah factor dimana dapat defisiensi insulin absolute
atau relative dan gangguan fungsi insulin.
Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta
pankreas, maka diabetes melitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent
diabetes melitus.
Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di
tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).
2.4. Patogenesis
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya
kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi
melalui 3 jalan, yaitu:
a. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll)
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
2.5. Patofisologi
Mekanisme utama patofisiologi DM tipe 2 adalah terjadinya resistensi
insulin dan insufisiensi sekresi insulin. Resistensi insulin berhubungan erat
denngan kondisi obesitas, dimana obesitas akan menyebabkan peningkatan kadar
sitokin proinflamasi sistemik, menyebabkan sel-sel tidak peka terhadap insulin.
Mekanisme persisnya yang menyebabkan sitokin proinflamasi dapat
menyebabkan penurunan kepekaan sel terhadap insulin masih belum dapat
diketahui pasti.
Ginjal tidak dapat menyekrsikan glukosa hingga pada kadar yang normal,
sehingga walaupun sudah terjadi glikosuria dan poliuria, kadar glukosa darah
tetap tinggi. Kadar glukosa darah yang tinggi ini akan menyebabkan gangguan
metabolic dan penumpukan “produk glukosa” sistemik, yang terutama akan
menumpuk pada pembuluh darah dan neuron. Apabila keadaan hiperglikemia
tetap dibiarkan kronis, maka komplikasi metabolic akut, vascular, dan neurologis
DM akan terjadi.
2.7. Diagnosis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti dibawah ini:
- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
2.8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkakan kualitas hidup
penyandang diabetes.
Tujuan Penatalaksanaan:
- Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
- Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.
- Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Pilar penatalaksanaan DM
- Edukasi
- Terapi gizi medis
- Latihan jasmani
- Intervensi farmakologis
A. Edukasi
DM tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motovasi. Berbagai promosi perilaku sehat
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus.
b) Lemak
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energy
- Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori
- Lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh
- Anjuran konsumsi kolestrol <200 mg/hari
c) Protein
- Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energy
- Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang,cumi,dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan,
tahu dan tempe
- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai
biologic tinggi
d) Natrium
- Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama denga asupan
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7
gram (1 sendok teh) garam dapur
- Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg
- Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoate dan natrium nitrit
e) Serat
- Dianjurkan mengkonsumsi serat dari kacang-kacangan, buah, sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral,
serat dan bahan lainnya
- Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari
Perhitungan jumah kalori ditentukan oleh status gizi yang dipakai indeks massa
tubuh (IMT) atau rumus broca
a. Penentuan status gizi berdasarkan IMT
IMT= BB/(TB)2 , dimana satuan BB dalam kg dan TB dalam meter
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT
- BB kurang <18,5
- BB normal 18,5-22,9
- BB lebih ≥ 23,0
dengan resiko 23-24,5
obes I 25-29,9
obes II ≥30
C. Latihan jasmani
Prinsip latihan jasmani pada penderita Dm yaitu
- Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan
teratur 3-5 kali per minggu
- Intensitas : ringan dan sedang
- Durasi : 30-60 menit
- Jenis : latihan jasmani endurans (aerobic) untuk meningkatkan
kemampuan kerdiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang
dan bersepeda.
D. Terapi farmakologis
1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan kerjanya OHO dibagi menjadi 5 golongan:
- pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid
-peninkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
-penghambat glukoneogenesis (metformin)
-penghambat absopsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
-DPP-IV inhibitor
Glinid
Merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu repaglinid (derivate asam benzoate) dan
neteglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsobsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan dieksresikan secara cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hipoglikemia post prandial.
c. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis) di
sampng juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada
penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien dengan
kecendrungan hiposemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis,
renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.
Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara
titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau
efek samping obat tersebut.
e. DPP-IV inhibitor
Glucagon like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang
dihasilkan oleh sel L dimukosa usus. Peptide ini disekresi oleh sel mukosa
usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1
merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai
penghambat sekresi glucagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1
diubah oleh enzim DPP-4 menjadi metabolit GLP-1 yang tidak aktif.
Pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 atau memberikan
hormone asli atau analognya dapat meningkatkan konsentrasi GLP-1.
2. Suntikan
Jenisnya berupa insulin dan agonis GLP-1.
Insulin diperlukan pada keadaan:
- penurunan BB yang cepat
- hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- ketoasidosis diabetic
- hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- hiperglikemia dengan asidosis laktat
- gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
- kehamilan dengan DM/ diabetes mellitus gestational yang tidak
terkendali dengan perencanaan makanan
- kontraindikasi atau alergi terhadap OHO
b. Komplikasi Kronis
- Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum
berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah pada
sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung
kongetif, dan stroke.
- Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada
penderita DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati,
dan amputasi
2.10. Pencegahan
Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu:
a. Pencegahan Premordial
Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada
masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari
kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan
dengan multimitra. Pencegahan premodial pada penyakit DM misalnya adalah
menciptakan prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan
kebarat-baratan adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola hidup santai
atau kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan.
b. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM,
tetapi berpotensi untuk menderita DM diantaranya :
a. Kelompok usia tua (>45tahun)
b. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman atau IMT>27 (kglm2))
c. Tekanan darah tinggi (>140i90mmHg)
d. Riwayat keiuarga DM
e. Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.
f. Dislipidemia (HvL<35mg/dl dan atau Trigliserida>250mg/dl).
g. Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT)
Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut. Oleh
karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah
ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis
makanan yang sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk:, dan risiko merokok
bagi kesehatan.
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal
penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan
sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama
pengelolaan DM meliputi: penyuluhan, perencanaan makanan, latihan jasmani
dan obat berkhasiat hipoglikemik.
d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan
merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat
diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama disiplin
ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan lain-lain.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama: muntah sejak 8 jam yang lalu
b. Keluhan Penyakit Sekarang:
- Muntah sejak 8 jam yang lalu, frekuensi lebih dari 15 kali, berisi apa
yang dimakan/diminum, jumlah lebih kurang ½ gelas. Muntah terjadi
secara tiba-tiba tanpa pencetus, sore kemarin pasien makan mie instan
saja tanpa makan nasi siangnya.
- Badan terasa letih dan lesu sejak 1 minggu yang lalu dan pasien
mengurangi aktifitasnya
- Sakit perut sejak 1 hari yang lalu, sakit disertai rasa mendesak sampai
ke ulu hati
- Sakit kepala sejak 1 hari yang lalu
- Demam sejak 2 hari yang lalu dan berkeringat dingin
- Sering merasa haus dan rasa ingin minum
- BAK frekuensi sering dalam jumlah banyak dan warna yang normal
- Berat badan terasa menurun
- Kesemutan pada ujung-ujung jari kaki dan tangan
- Pandangan sedikit kabur
- Terdapat luka yang sulit sembuh pada kedua lutut dan sekitar daerah
payudara kiri, luka sudah mulai mengering
- Bengkak pada lutut kiri sejak 1 hari yang lalu, berwarna merah, terasa
hangat dan sakit jika digerakkan
- Pruritus vulvae tidak ada, keputihan tidak ada
- Batuk dan pilek tidak ada
- Sesak nafas tidak ada
- Nyeri dada dan jantung berdebar-debar tidak ada
- Pembengkakan pada tungkai tidak ada
Jantung
I: iktus kordis tidak terlihat
P: iktus kordis kuat angkat
P: Batas kanan linea sternalis dextra RIC IV
Batas kiri linea midclavicularis sinistra RIC VI
Batas atas linea sternalis sinistra RIC II
Batas pinggang linea parasternalis sinistra RIC III
A: bunyi jantung I dan II murni regular, bising (-), suara tambahan (-)
- Abdomen
I: sikatrik (-), distensi (-)
P: nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), tidak ada pembesaran hepar
dan lien, bimanual (-/-), ballottement (-/-), nyeri ketok CVA (-/-)
P: timpani
A: bising usus normal, 6x/menit
- Anggota gerak
- Terdapat luka yang sulit sembuh pada kedua lutut
- Oedema pada lutut kiri
- Regio cruris dextra post amputasi
- Oedema tungkai (-), pitting oedema (-), akral hangat, sianosis (-),
- Pulsasi arteri
Dextra
A. dorsalis pedis : tidak dapat dinilai
A. tibialis posterior : tidak dapat dinilai
A. poplitea : teraba
Sinistra
A.dorsalis pedis : teraba
A. tibialis posterior : teraba
A. poplitea : teraba
- Pemeriksaan Refleks
Refleks fisiologis : +/+
Reflek patologis : -/-
Reflek sensitivitas rasa raba halus dan kasar : +/+
3.7. Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi
- Edukasi
- Terapi gizi medis
Penentuan status gizi berdasarkan IMT
IMT= BB/(TB)2 , dimana satuan BB dalam kg dan TB dalam meter
IMT= 60/(1,65) 2 = 60/2,72= 22 BB normal (IMT 18,5-22,9)
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT
- BB kurang <18,5
- BB normal 18,5-22,9
- BB lebih ≥ 23,0
dengan resiko 23-24,5
obes I 25-29,9
obes II ≥30
- Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan jalan santai.
Untuk menentukan intensitas latihan digunakan Maximum Heart Rate
(MHR)= 220 – umur. Setelah MHR didapatkan, dapat ditentukan Target
Heart Rate (THR). Pada pasien Ny. R berusia 50 tahun disasarkan sebesar
75%, maka THR=75% x (220-50)=120. Dengan demikian Ny.R dalam
melakukan latihan jasmani, sasaran denyut nadinya sekitar 120/menit.
b. Farmakologi
IVFD RL 8 jam/kolf
Ranitidine injeksi 2x1 ampul
Domperidon injeksi 3x1 ampul
Ceftriaxon injeksi 2x1
Ciprofloxacine infuse 2x100
Regular insulin 3x5 unit
Nucral syrup 3x1
Paracetamol tablet 3x1
Anjuran
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan rontgen thorak
Pemeriksaan GDP dan GD 2 jam PP
Follow Up
Kamis, 30 Juli 2015
S: Mual (+) muntah (-)
Nafsu makan menurun
Badan terasa lemas, nyeri pada perut
Oedema pada lutut kiri, sakit jika digerakkan
BAB tidak ada, BAK lancar
O: Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis kooperatif
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 82x permenit
Nafas : 20x permenit
Suhu : 36,6 0C
Pemeriksaan Labor : GDP 179 mg%
GD 2 Jam PP 256 mg%
A: Diabetes melitus tipe II tidak terkontrol, normo weight post
op amputasi regio cruris dextra
P: Bed rest
IVFD RL 12 jam/kolf
Ranitidine injeksi 2x1 ampul
Ondansentron injeksi 3x1 ampul
Ceftriaxon injeksi 2x1
Ciprofloxacine infuse 2x100
Regular insulin 3x5 unit IV
Nucral syrup 3x1
Paracetamol tablet 3x1
Anjuran : cek ulang GDP dan GD 2jam PP
Jumat, 31 Juli 2015
S: Mual (-) muntah (-)
Nafsu makan mulai membaik
Badan terasa lemas, nyeri perut (-)
Oedema pada lutut kiri, sakit jika digerakkan (-)
BAB tidak ada, BAK lancar
O: Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis kooperatif
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 73x permenit
Nafas : 20x permenit
Suhu : 36,7 0C
A: Diabetes melitus tipe II tidak terkontrol, normo weight post
op amputasi regio cruris dextra
P: bed rest
IVFD RL 12 jam/kolf
Ceftriaxon injeksi 2x1
Ciprofloxacine infuse 2x100
Regular insulin 3x5 unit IV
Paracetamol tablet 3x1
Anjuran : cek ulang GDP dan GD 2jam PP