Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolute atau relative dari kerja dan atau
sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada penderita diabetes melitus (DM)
yaitu polidipsia, polifagia, poliuria dan penurunan berat badan tanpa diketahui
penyebabnya serta kesemutan.
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi
DM di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian
urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka kejadian diabetes melitus di
dunia adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian diabetes mellitus
tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus. Hasil
Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukkan prevalensi DM di
Indonesia membesar sampai 57%. Tingginya prevalensi DM tipe 2 disebabkan
oleh factor risiko yang tidak dapat diubah misalnya kebiasaan merokok, tingkat
pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, berat badan dan usia.

Diabetes melitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Penyakit yang akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan mata, katarak,
penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan
membusuk/gangrene, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan
sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang sudah parah menjalani amputasi
anggota tubuh karena terjadi pembusukan. Untuk menurunkan kejadian dan
keparahan dari DM tipe 2 maka dilakukan pencegahan seperti modifikasi gaya
hidup dan pengobatan seperti obat oral hiperglikemik dan insulin.
1.2.Tujuan Penulisan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) ilmu penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Solok.

1.3. Manfaat Penulisan


a. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan acuan dalam memahami dan mempelajari mengenai diabetes
mellitus tipe II
b. Bagi masyarakat
Dapat menambah pengetahuan mengenai penyakit ini beserta pencegahan
dan pengobatannya. Dengan demikian penderita dapat mengetahui
bagaimana tindakan selanjutnya apabila mengalami gejala-gejala yang
mengarah pada penyakit tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia akibat terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemik kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health
Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan
sesuatuyang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat
tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik
dan kimiawi akibat dari sejumlah factor dimana dapat defisiensi insulin absolute
atau relative dan gangguan fungsi insulin.
Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta
pankreas, maka diabetes melitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent
diabetes melitus.
Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di
tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).

2.2. Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus


1. DM tipe I (destruksi sel β, umumnya diikuti defisiensi insulin absolute)
- Melalui proses imunologik
- Idiopatik
2. DM tipe II (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan
defesiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin
bersama resistensi insulin)
3. DM tipe lain
a. Defek genetic fungsi sel β
b. Defek genetic kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pancreas: pancreatitis, tumor pancreas, dll
d. Endokrinopati: akromegali, hipertiroidisme, dll
e. Induksi obat atau zat kimia: asam nikotinat, glukokortikoid, dll
f. Infeksi: rubella congenital, dll
g. Penyebab imunologi yang jarang
h. Sindrom genetic lain: sindrom turner, dll
4. DM gestational

2.3. Prevalensi DM tipe II


Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita
lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar
pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai
57%, pada tahun 2012 angka kejadian diabetes melitus didunia adalah sebanyak
371 juta jiwa, dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari
populasi dunia yang menderita diabetes melitus dan hanya 5% dari jumlah
tersebut menderita diabetes melitus tipe 1.

2.4. Patogenesis
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya
kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi
melalui 3 jalan, yaitu:
a. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll)
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
2.5. Patofisologi
Mekanisme utama patofisiologi DM tipe 2 adalah terjadinya resistensi
insulin dan insufisiensi sekresi insulin. Resistensi insulin berhubungan erat
denngan kondisi obesitas, dimana obesitas akan menyebabkan peningkatan kadar
sitokin proinflamasi sistemik, menyebabkan sel-sel tidak peka terhadap insulin.
Mekanisme persisnya yang menyebabkan sitokin proinflamasi dapat
menyebabkan penurunan kepekaan sel terhadap insulin masih belum dapat
diketahui pasti.

Karena resistensi insulin, makan sel beta pankrean akan meningkatkan


produksi insulin untuk menyesuaikan keadaan glukosa darah dan kebutuhan
relative sel akan insulin dimana kepekaannya telah berkurang. Oleh karena itu,
pada keadaan prediabetik, akan ditemukan keadaan hiperinsulinemia dengan
kadar glukosa darah yang masih normal. Namun kemampuan pancreas untuk
mempertahankan sekresi insulin yang tinggi tersebut terbatas, dan semakin lama
resistensi insulin yang semakin meningkat akan meningkatkan stress sel beta
prankreas memproduksi insulin, sehingga pelan-pelan sel-sel beta akan
mengalami kemunduran produksi insulin, dan terjadilah keadaan insufisiensi
sekresi insulin.

Saat insulin dan insufisiensi sekresi insulin terjadi, maka terjadilah


keadaan diabetes. Gula darah akan meningkat dan mekanisme lain untuk
mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap dalam kadar normal diambil alih
oleh ginjal. Ginjal akan mengekspresikan glukosa, sehingga akan timbul
glikosuria.

Kadar glukosa yang tinggi di urin akan menyebabkan peningkatan tekanan


osmotic urin. Hal ini akan menyebabkan plasma darah yang melewati ginjal akan
ditarik ke nefron sehingga kadar air yang dieksresikan ginjal bertambah,
menyebabkan poliuria. poliuria kemudian menyebabkan kadar cairan tubuh
berkurang, sehingga mekanisme fisiologi akan dehidrasi bekerja, menyebabkan
rasa haus dan polidipsi. Glikosuria menyebabkan sumber energi tubuh (glukosa)
terbuang, ditambah dengan ketidakmampuan relative sel-sel tubuh mengkonsumsi
glukosa karena resistensi insulin dan insufisiensi sekresi insulin, menyebabkan
rasa lapar, polifagia, mudah lelah, dan penurunan berat badan yang tidak jelas
penyebabnya.

Ginjal tidak dapat menyekrsikan glukosa hingga pada kadar yang normal,
sehingga walaupun sudah terjadi glikosuria dan poliuria, kadar glukosa darah
tetap tinggi. Kadar glukosa darah yang tinggi ini akan menyebabkan gangguan
metabolic dan penumpukan “produk glukosa” sistemik, yang terutama akan
menumpuk pada pembuluh darah dan neuron. Apabila keadaan hiperglikemia
tetap dibiarkan kronis, maka komplikasi metabolic akut, vascular, dan neurologis
DM akan terjadi.

2.6. Faktor resiko


Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2,
berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah,
faktor risiko yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut American Diabetes
Association (ADA) bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat
diubah meliputi riwayat keluarga dengan DM (first degree relative), umur ≥45
tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram
atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan berat
badan rendah (<2,5 kg). Faktor risiko yang dapat diubah meliputi obesitas
berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm
pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak
sehat.
1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada
derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah menjadi 200mg%.
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak
tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam
tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Melitus
Seorang yang menderita Diabetes Melitus diduga mempunyai gen diabetes.
Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang
bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita DM.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida >250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin
dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena DM adalah >45 tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi >4000
gram
7. Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental. Penyakit
ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis
dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika
orang tua atau saudara kandung mengalami penyakit ini.
8. Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan
frekuensi DM tipe 2. Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan
dari lingkungan tradisional kelingkungan kebarat- baratan yang meliputi
perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam
peningkatan DM tipe 2. Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah
terutama pada penderita DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah
dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah
apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari.

2.7. Diagnosis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti dibawah ini:
- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:


1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥200 mg/dL. Meskipun TTGO dengan
beban 75 g glukosa lebih sensitive dan spesifik dibanding dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan
dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan
khusus.

Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau


tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang
mempunyai risiko DM, namun tidak menujukan adanya gejala DM. Pemeriksaan
penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT,
sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT
juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju
DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM
dan penyakit kardiovaskuler dikemudian hari.
Tabel . Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM
Bukan Belum DM
DM pasti DM
Kadar glukosa darah Plasma vena <100 100-199 ≥200
sewaktu (mg/dL) Darah kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar glukosa darah Plasma vena <100 100-125 ≥126
puasa (mg/dL) Darah kapiler <90 90-99 ≥100

Bagan: langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa

2.8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkakan kualitas hidup
penyandang diabetes.
Tujuan Penatalaksanaan:
- Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
- Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.
- Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,


tekanan darah, berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

Pilar penatalaksanaan DM
- Edukasi
- Terapi gizi medis
- Latihan jasmani
- Intervensi farmakologis

A. Edukasi
DM tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motovasi. Berbagai promosi perilaku sehat
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus.

B. Terapi Nutrisi Medis


Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan
keluarganya)

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:


a) Karbohidrat
- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi
- Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
- Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi
- Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain
- Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energy
- Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian
- Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau
makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari

b) Lemak
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energy
- Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori
- Lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh
- Anjuran konsumsi kolestrol <200 mg/hari

c) Protein
- Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energy
- Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang,cumi,dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan,
tahu dan tempe
- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai
biologic tinggi

d) Natrium
- Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama denga asupan
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7
gram (1 sendok teh) garam dapur
- Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg
- Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoate dan natrium nitrit

e) Serat
- Dianjurkan mengkonsumsi serat dari kacang-kacangan, buah, sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral,
serat dan bahan lainnya
- Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari

Perhitungan jumah kalori ditentukan oleh status gizi yang dipakai indeks massa
tubuh (IMT) atau rumus broca
a. Penentuan status gizi berdasarkan IMT
IMT= BB/(TB)2 , dimana satuan BB dalam kg dan TB dalam meter
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT
- BB kurang <18,5
- BB normal 18,5-22,9
- BB lebih ≥ 23,0
dengan resiko 23-24,5
obes I 25-29,9
obes II ≥30

b. Penentuan status gizi berdasarkan rumus Broca


Berat Badan Ideal = (TBcm-100)-10%
Untuk laki-laki <160 cm dan wanita <150 cm, perhitungan BB ideal tidak
dikurangi 10%. Penentuan status gizi di hitung dari:
Status Gizi = (BB aktual : BB ideal) x 100%
BB kurang: BB<90% BBI
BB normal: BB 90-110% BBI
BB lebih: BB 110-120% BBI
Gemuk : BB >120%

Penentuan kebutuhan kalori perhari:


- Kebutuhan kalori basal = BB ideal x 30 kalori (laki-laki)
= BB ideal x 25 kalori (wanita)
- Koreksi atau penyesuaian
Umur diatas 40 tahun  -5%
Aktivitas ringan +10%
Aktivitas sedang  +20%
Aktivitas berat  +30%
BB gemuk  -20%
BB lebih  -10%
BB kurang  +20%
Stress metabolik  +10%
Kehamilan trimester I,II +300 kalori
Kehamilan trimester III, menyusui  +500 kalori

C. Latihan jasmani
Prinsip latihan jasmani pada penderita Dm yaitu
- Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan
teratur 3-5 kali per minggu
- Intensitas : ringan dan sedang
- Durasi : 30-60 menit
- Jenis : latihan jasmani endurans (aerobic) untuk meningkatkan
kemampuan kerdiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang
dan bersepeda.
D. Terapi farmakologis
1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan kerjanya OHO dibagi menjadi 5 golongan:
- pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid
-peninkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
-penghambat glukoneogenesis (metformin)
-penghambat absopsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
-DPP-IV inhibitor

a. Pemicu sekresi insulin


Sulfonilurea
obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pancreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan
berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada
pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia
berkeanjangan pada berbagai keadaan seperti orang tua, gangguan faal
ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak
dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

Glinid
Merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu repaglinid (derivate asam benzoate) dan
neteglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsobsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan dieksresikan secara cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hipoglikemia post prandial.

b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin


Tiazolidindion
Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer. Obat ini kontraindikasi pada pasien dengan gagal
jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edem/retensi cairan dan juga
pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion
perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

c. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis) di
sampng juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada
penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien dengan
kecendrungan hiposemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis,
renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.
Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara
titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau
efek samping obat tersebut.

d. Penghambat glukosidase alfa (acarbose)


Bekerja dengan mengurangi absopsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping
yang paling sering ditemukan ialah kembung

e. DPP-IV inhibitor
Glucagon like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang
dihasilkan oleh sel L dimukosa usus. Peptide ini disekresi oleh sel mukosa
usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1
merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai
penghambat sekresi glucagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1
diubah oleh enzim DPP-4 menjadi metabolit GLP-1 yang tidak aktif.
Pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 atau memberikan
hormone asli atau analognya dapat meningkatkan konsentrasi GLP-1.
2. Suntikan
Jenisnya berupa insulin dan agonis GLP-1.
Insulin diperlukan pada keadaan:
- penurunan BB yang cepat
- hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- ketoasidosis diabetic
- hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- hiperglikemia dengan asidosis laktat
- gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
- kehamilan dengan DM/ diabetes mellitus gestational yang tidak
terkendali dengan perencanaan makanan
- kontraindikasi atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin, dibagi menjadi 4 jenis:


- insulin kerja cepat
- insulin kerja pendek
- insulin kerja menengah
- insulin kerja panjang
- insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah

Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–


sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara
oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta
mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan
lemak dari glukosa.

2.9. Komplikasi Diabetes Melitus


Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi akut
dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu:
a. Komplikasi akut
- Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal (<
50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang
dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak
berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.

- Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat


secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang
berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik
(KHNK) dan kemolakto asidosis.

b. Komplikasi Kronis
- Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum
berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah pada
sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung
kongetif, dan stroke.
- Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada
penderita DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati,
dan amputasi

2.10. Pencegahan
Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu:
a. Pencegahan Premordial
Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada
masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari
kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan
dengan multimitra. Pencegahan premodial pada penyakit DM misalnya adalah
menciptakan prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan
kebarat-baratan adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola hidup santai
atau kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan.
b. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM,
tetapi berpotensi untuk menderita DM diantaranya :
a. Kelompok usia tua (>45tahun)
b. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman atau IMT>27 (kglm2))
c. Tekanan darah tinggi (>140i90mmHg)
d. Riwayat keiuarga DM
e. Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.
f. Dislipidemia (HvL<35mg/dl dan atau Trigliserida>250mg/dl).
g. Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT)
Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut. Oleh
karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah
ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis
makanan yang sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk:, dan risiko merokok
bagi kesehatan.

c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal
penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan
sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama
pengelolaan DM meliputi: penyuluhan, perencanaan makanan, latihan jasmani
dan obat berkhasiat hipoglikemik.

d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan
merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat
diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama disiplin
ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan lain-lain.
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


a. Nama : Ny. R
b. Umur : 50 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
e. Alamat : Koto baru
f. Tanggal/jam masuk: 27-07-2015/ 16.00 WIB
g. Ruangan : Siti Nurbaya 5

3.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama: muntah sejak 8 jam yang lalu
b. Keluhan Penyakit Sekarang:
- Muntah sejak 8 jam yang lalu, frekuensi lebih dari 15 kali, berisi apa
yang dimakan/diminum, jumlah lebih kurang ½ gelas. Muntah terjadi
secara tiba-tiba tanpa pencetus, sore kemarin pasien makan mie instan
saja tanpa makan nasi siangnya.
- Badan terasa letih dan lesu sejak 1 minggu yang lalu dan pasien
mengurangi aktifitasnya
- Sakit perut sejak 1 hari yang lalu, sakit disertai rasa mendesak sampai
ke ulu hati
- Sakit kepala sejak 1 hari yang lalu
- Demam sejak 2 hari yang lalu dan berkeringat dingin
- Sering merasa haus dan rasa ingin minum
- BAK frekuensi sering dalam jumlah banyak dan warna yang normal
- Berat badan terasa menurun
- Kesemutan pada ujung-ujung jari kaki dan tangan
- Pandangan sedikit kabur
- Terdapat luka yang sulit sembuh pada kedua lutut dan sekitar daerah
payudara kiri, luka sudah mulai mengering
- Bengkak pada lutut kiri sejak 1 hari yang lalu, berwarna merah, terasa
hangat dan sakit jika digerakkan
- Pruritus vulvae tidak ada, keputihan tidak ada
- Batuk dan pilek tidak ada
- Sesak nafas tidak ada
- Nyeri dada dan jantung berdebar-debar tidak ada
- Pembengkakan pada tungkai tidak ada

c. Riwayat Penyakit Dahulu


- Pernah mengalami keluhan yang sama 2 bulan yang lalu dan dirawat di
rumah sakit
- Riwayat DM sejak 7 tahun yang lalu, dengan pemeriksaan gula darah
sewaktu tertinggi >300 mg/dL. Pernah makan obat glucodex 80 mg
tetapi tidak teratur, satu tahun terakhir ditambah metformin 500 mg.
- Riwayat post operasi amputasi di region cruris dextra. Awalnya
terdapat luka pada tumit yang sulit sembuh akibat tertusuk paku.
Setelah dua bulan kemudian luka semakin menyebar hingga ke atas.
Pernah transfusi darah hingga 20 kantong untuk operasi
- Riwayat maag ada
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat radang sendi disangkal
- Riwayat TB disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat hepatitis disangkal
- Riwayat alergi obat disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada anggota keluarga yang mendeita penyakit yang sama.
Riwayar keturunan DM, hipertensi, asma dan TB disangkal.
e. Riwayat Psikososial dan Kebiasaan
- Perkerjaan ibu rumah tangga dengan 4 orang anak
- Status sosial ekonomi sedang
- Kebiasaan minum teh manis 1 gelas besar per hari, sejak pasien tahu
bahwa dia menderita DM agak dikurangi
- Kebiasaan makan makanan berminyak, bersantan, manis dan ngemil
- Kebiasaan minum kopi, merokok dan minum alkohol tidak ada

3.3. Pemeriksaan Fisik


a. Vital sign
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis kooperatif
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 80x permenit
Nafas : 20x permenit
Suhu : 36,6 0C
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 165 cm

b. Pemeriksaan fisik khusus


- Kulit : normal, tidak kering, tidak ada sianosis dan ikterik
- Kepala : bentuk bulat, normocephal, rambut hitam sedikit beruban,
tidak mudah dicabut
- Mata : pupil isokor, palpebra edema (-/-), konjungtiva anemis
(-/-), sclera ikterik (-/-)
- Telinga : normotia, nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik (-), nyeri ketok
proc. Mastoideus (-)
- Hidung : normonasi, deviasi septum (-), secret (-)
- Mulut : bentuk normal, mukosa bibir basah, gusi tidak berdarah,
tidak ada sianosis, lidah tidak kotor
- Leher : JVP 5-2 cmH20, tidak ada pembesaran KGB dan tiroid,
deviasi trakea (-)
- Thoraks
Paru
I: bentuk dada normal simetris kiri dan kanan (statis dan dinamis)
P: tidak ada nyeri tekan, fremitus taktil normal kanan dan kiri sama
P: sonor dikedua lapang paru
A: suara nafas vesicular, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung
I: iktus kordis tidak terlihat
P: iktus kordis kuat angkat
P: Batas kanan linea sternalis dextra RIC IV
Batas kiri linea midclavicularis sinistra RIC VI
Batas atas linea sternalis sinistra RIC II
Batas pinggang linea parasternalis sinistra RIC III
A: bunyi jantung I dan II murni regular, bising (-), suara tambahan (-)

- Abdomen
I: sikatrik (-), distensi (-)
P: nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), tidak ada pembesaran hepar
dan lien, bimanual (-/-), ballottement (-/-), nyeri ketok CVA (-/-)
P: timpani
A: bising usus normal, 6x/menit

- Anggota gerak
- Terdapat luka yang sulit sembuh pada kedua lutut
- Oedema pada lutut kiri
- Regio cruris dextra post amputasi
- Oedema tungkai (-), pitting oedema (-), akral hangat, sianosis (-),
- Pulsasi arteri
Dextra
A. dorsalis pedis : tidak dapat dinilai
A. tibialis posterior : tidak dapat dinilai
A. poplitea : teraba
Sinistra
A.dorsalis pedis : teraba
A. tibialis posterior : teraba
A. poplitea : teraba

- Pemeriksaan Refleks
Refleks fisiologis : +/+
Reflek patologis : -/-
Reflek sensitivitas rasa raba halus dan kasar : +/+

3.4. Pemeriksaan Laboratorium


Hemoglobin : 12,2 gr/dL N: 11,5 – 16,5 gr/dL
Hematokrit : 34,7 % (↓) N: 37-45 %
Leukosit : 24.800/uL (↑↑) N: 4.000-11.000/uL
Trombosit : 183.000/uL N:150-400 x 103/uL
Gula darah sewaktu (GDR) : 310 mg/dL(↑↑) N: <180 mg/dL

3.5. Diagnosis Kerja


Diagnosis primer : Diabetes melitus tipe II tidak terkontrol, normo
weight dengan post op amputasi regio cruris dextra
Diagnosis sekunder : sepsis
gastritis

3.6. Diagnosis Banding DM


- Hiperglikemia reaktif

3.7. Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi
- Edukasi
- Terapi gizi medis
Penentuan status gizi berdasarkan IMT
IMT= BB/(TB)2 , dimana satuan BB dalam kg dan TB dalam meter
IMT= 60/(1,65) 2 = 60/2,72= 22  BB normal (IMT 18,5-22,9)
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT
- BB kurang <18,5
- BB normal 18,5-22,9
- BB lebih ≥ 23,0
dengan resiko 23-24,5
obes I 25-29,9
obes II ≥30

Penentuan status gizi berdasarkan rumus Broca


Berat Badan Ideal = (TBcm-100)-10%
= (165-100)-10%
= 65-6,5 = 58,5 kg
Status Gizi = (BB aktual : BB ideal) x 100%
= (60:58,5) x 100%
= 102 %
Jumlah kebutuhan kalori perhari:
- Kebutuhan kalori basal = BB ideal x 25 kalori
= 58,5 x 25 kalori = 1462,5 kalori
- Koreksi: umur diatas 40 tahun  -5% x 1462,5 = -73 kalori
Aktivitas sedang  +20% x 1462,5 = 293 kalori
Stress metabolik  +10 % x 1462,5 = 146 kalori
= (1462,5 – 73 + 293 + 146) kalori
= 1828,5 kalori = 1829 kalori
Jadi total kebutuhan kalori perhari Ny. R 1829 kalori
Untuk mempermudah perhitungan dalam konsultasi gizi digenapkan
menjadi 1800 kalori
Distribusi makanan
1. Karbohidrat 60% = 60% x 1800 kalori = 1080 kalori dari karbohidrat
yang setara dengan 270 gram karbohidrat (1080 kalori : 4 kalori/gram
karbohidrat)
2. Protein 20% = 20% x 1800 kalori = 360 kalori dari protein yang setara
dengan 90 gram protein (360 kalori : 4 kalori/gram protein)
3. Lemak 20% = 20% x 1800 kalori = 360 kalori dari lemak yang setara
dengan 40 gram lemak (360 kalori : 9 kalori/gram lemak)
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%),
makam siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%)
diantara makan besar.

- Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan jalan santai.
Untuk menentukan intensitas latihan digunakan Maximum Heart Rate
(MHR)= 220 – umur. Setelah MHR didapatkan, dapat ditentukan Target
Heart Rate (THR). Pada pasien Ny. R berusia 50 tahun disasarkan sebesar
75%, maka THR=75% x (220-50)=120. Dengan demikian Ny.R dalam
melakukan latihan jasmani, sasaran denyut nadinya sekitar 120/menit.

b. Farmakologi
IVFD RL 8 jam/kolf
Ranitidine injeksi 2x1 ampul
Domperidon injeksi 3x1 ampul
Ceftriaxon injeksi 2x1
Ciprofloxacine infuse 2x100
Regular insulin 3x5 unit
Nucral syrup 3x1
Paracetamol tablet 3x1

Anjuran
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan rontgen thorak
Pemeriksaan GDP dan GD 2 jam PP
Follow Up
Kamis, 30 Juli 2015
S: Mual (+) muntah (-)
Nafsu makan menurun
Badan terasa lemas, nyeri pada perut
Oedema pada lutut kiri, sakit jika digerakkan
BAB tidak ada, BAK lancar
O: Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis kooperatif
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 82x permenit
Nafas : 20x permenit
Suhu : 36,6 0C
Pemeriksaan Labor : GDP 179 mg%
GD 2 Jam PP 256 mg%
A: Diabetes melitus tipe II tidak terkontrol, normo weight post
op amputasi regio cruris dextra
P: Bed rest
IVFD RL 12 jam/kolf
Ranitidine injeksi 2x1 ampul
Ondansentron injeksi 3x1 ampul
Ceftriaxon injeksi 2x1
Ciprofloxacine infuse 2x100
Regular insulin 3x5 unit IV
Nucral syrup 3x1
Paracetamol tablet 3x1
Anjuran : cek ulang GDP dan GD 2jam PP
Jumat, 31 Juli 2015
S: Mual (-) muntah (-)
Nafsu makan mulai membaik
Badan terasa lemas, nyeri perut (-)
Oedema pada lutut kiri, sakit jika digerakkan (-)
BAB tidak ada, BAK lancar
O: Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis kooperatif
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 73x permenit
Nafas : 20x permenit
Suhu : 36,7 0C
A: Diabetes melitus tipe II tidak terkontrol, normo weight post
op amputasi regio cruris dextra
P: bed rest
IVFD RL 12 jam/kolf
Ceftriaxon injeksi 2x1
Ciprofloxacine infuse 2x100
Regular insulin 3x5 unit IV
Paracetamol tablet 3x1
Anjuran : cek ulang GDP dan GD 2jam PP

Sabtu, 01 Agustus 2015


S: Oedema pada lutut kiri, sakit jika digerakkan (-)
O: Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis kooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 78x permenit
Nafas : 21x permenit
Suhu : 36,6 0C
A: Diabetes melitus tipe II tidak terkontrol, normo weight post
op amputasi regio cruris dextra
P: bed rest
IVFD RL 12 jam/kolf
Ceftriaxon injeksi 2x1
Regular insulin 3x5 unit IV
Anjuran : cek ulang GDP dan GD 2jam PP
cek ulang darah rutin
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Ny.R usia 50 tahun datang ke bangsal interne wanita dengan keluhan


muntah sejak 8 jam yang lalu. Muntah frekuensi lebih dari 15 kali, berisi apa yang
dimakan/diminum, jumlah lebih kurang ½ gelas. Badan terasa letih dan lesu, sakit
perut, sakit kepala, demam, sering merasa haus dan rasa ingin minum. BAK
frekuensi sering, berat badan terasa menurun, kesemutan pada ujung-ujung jari
kaki dan tangan, pandangan sedikit kabur, terdapat luka yang sulit sembuh pada
kedua lutut dan sekitar daerah payudara kiri, luka sudah mulai mengering. Lutut
kiri bengkak, merah, terasa hangat dan sakit jika digerakkan. Pasien punya
pernah mengalami keluhan yang sama 2 bulan yang lalu, riwayat DM dengan post
operasi amputasi dan riwayat maag ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang dengan kesadaran compos mentis kooperatif, status gizi normal, tekanan
darah 110/60 mmHg, nadi 80x permenit, nafas 20x permenit, suhu 36,6 0C, berat
badan 60 kg dan tinggi badan 165 cm. Tidak ada kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan kulit, kepala, mata, telinga, hidung, mulut, leher dan thorak.
Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan epigastrium. Pada pemeriksaan
ektremitas didapatkan edema pada lutut kiri dan sakit jika digerakkan.. Terdapat
bekas luka yang sulit sembuh pada kedua lutut, pulsasi arteri pada ekstremitas di
A. Poplitea, A. Dorsalis pedis dan A. Tibialis posterior ada.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin: 12,2 gr/dL,
hematokrit: 34,7% (↓), leukosit: 24.800/uL (↑↑), trombosit:183.000/uL, gula darah
sewaktu (GDR): 310 mg% (↑↑). Menurut teori dari pemeriksaan klinis dan hasil
pemeriksaan labor yang dilakukan Ny. R menderita diabetes mellitus tipe II.
Untuk penatalaksaan pada pasien diberikan terapi nonfarmakologis dan
farmakologis. Terapi nonfarmakologis berupa edukasi, terapi nutrisi medis dengan
jumlah total kebutuhan kalori perhari yaitu 1800 kalori dan latihan jasmani sesuai
kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.dengan sasaran denyut nadinya sekitar
120/menit. Sedangkan untuk terapi non farmakologi dapat diberikan IVFD RL 8
jam/kolf, ranitidine injeksi 2x1 ampul, domperidon injeksi 3x1 ampul, ceftriaxon
injeksi 2x1, ciprofloxacine infuse 2x100, regular insulin 3x5 unit, nucral syrup
3x1 dan paracetamol tablet 3x1. Dengan anjuran melakukan pemeriksaan EKG,
pemeriksaan rontgen thorak dan pemeriksaan GDP dan GD 2 jam PP.
DAFTAR PUSTAKA

1. Noor, Restyana. Diabetes Melitus Tipe 2, jurnal J MAJORITY, Volume 4


Nomor 5, Februari 2015
2. Ozougwu Jc, dkk. 2013. The pathogenesis dan pathophysiology of type 1
and type 2 diabetes mellitus. Journal of physiology and pathophysiology
4(4):46-57.
3. Rudianto, Ahmad, dkk, 2011. Kosensus pengendalian dan pencegahan
diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (PERKENI)
4. Sudoyo, Aru W, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Interna Publising.
5. Suyono S. 2007. Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Jakarta:
Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai