Disusun oleh:
Kelompok III
1. Marselinus Ton Plesen Ollap (144011.01.19.241)
2. Reski Maulana (144011.01.19.262)
3. Indra Prasetiyawan (144011.01.19.283)
4. Novalina Sarce Yerisetow (144011.01.19.248)
5. Nurmiyati (144011.01.19.255)
6. Selvi Camila Rumbiak (144011.01.19.270)
7. Vicka Milyan Fonataba (144011.01.19.277)
Penulis menyadari makalah ini masih belum sempurna, baik dari isi maupun
sistematika penulisannya, maka dari itu kelompok III berterima kasih apabila ada kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya Program
Studi Ilmu Keperawatan nantinya.
Cor Pulmonale (CP) adalah suatu keadaan dimana terdapat hipertofi dan atau
dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang
disebabkan oleh penyakit intriksik dari parenkhim paru, dinding thoraks maupun
vaskuler paru. Karena itu untuk mendiagnosa CP maka harus disingkirkan adanya
Stenosis Mitral, Kelainan jantung Bawaan atau Gagal Jantung Kiri yang juga dapat
menyebabkan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. CP dapat bersifat akut akibat
adanya emboli paru yang masif, dapat juga bersifat kronis.
2. Etiologi
- Penyakit fibrokistik,
- Penyakit neuromuscular,
3. Patofisiologi
Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu
akan mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan.
Kondisi ini seringkali menyebabkan terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi
yang menyebabkan penurunanan oksigenasi paru dapat mengakibatkan
hipoksemia ( penurunan PaO2 ) dan hipercapnea ( peningkatan PaCO 2) , yang
nantinya akan mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea
akan menyebabkan vasokonstriksi arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya
penurunan vaskularisasi paru seperti pada emfisema dan emboli paru. Akibatnya
akan terjadi peningkatan ketahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, yang akan
menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan rata-rata pada arteri baru ( arterial
mean preassure) adalah 45mmHg, jika tekanan ini meningkat dapat menimbulkan
pulmonary heart disease. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin akan
diikuti gagal jantung kanan.
4. Pathway
Penyakit paru menahun dengan hipoksia
kelainan dinding dada
Asidosis
Polisitemia
Vasokontriksi arteri pulmonal
Hipertensi pulmonal
Kor pulmonal
Akut Kronis
Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher
distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum
bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema
dependen.
1. Sianosis
2. Kurang tanggap/ bingung
3. Mata menonjol
6. Kompikasi
Pada tingkat hipertensi pulmonal jantung belum terlihat membesar, tetapi hilus dan
arteri pulmonalis utama amat menonjol dan pembuluh darah perifer menjadi
kecil/tidak nyata.
Pada tingkat pulmonary heart disease jantung terlihat membesar karena adanya
dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini kadang-kadang sulit dinyatakan pada
foto dada karena adanya hiperinflasi paru (misalnya pada emfisema). Selain itu
didapatkan juga diafragma yang rendah dan datar serta ruang udara retrosternal yang
lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tidak membuat jantung
menjadi lebih besar dari ukuran normal.
b. Gambaran elektrokardiogram
Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan gambaran sinus takikardia
saja. Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG akan menunjukkan gambaran sebagai
berikut, yaitu:
Pada tingkat pulmonary heart disease dengan hipertrofi ventrikel kanan, EKG
menunjukkan:
1) rS di V5 dan V6
2) Aksis bergeser ke kanan
3) qR di AVR
4) P pulmonal
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya polisitemia (Ht > 50%), tekanan
oksigen (PaO2) darah arteri < 60 mmHg,tekanan karbondioksida (PaO2) >50 mmHg.
8. Penatalaksanaan
Pengobatan Cor Pulmonale pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu Pengobatan
Medik dan Pengobatan Tindakan bedah.
1. Pengobatan Medik
Terapi CP difokuskan kepada penyakit paru sebagai penyakit dasarnya. Yang
terbaik adalah menurunkan beban tekanan pada ventrikel kanan disertai
pengobatan yang spesifik untuk penyakit parunya. Jika tidak terdapat tanda-tanda
gagal jantung kanan, tujuan utama pengobatan CP adalah mencegah terjadinya
gagal jantung kanan. Jika hal tersebut sudah terjadi, maka pengobatan ditujukan
untuk gagal jantungnya, tetapi respons terhadap pengobatan biasanya jelek, kecuali
jika pengobatan yang diberikan dapat mengendalikan hipertensi pulmonalnya.
a. Pengobatan untuk mengendalikan hipertensi pulmonal
Pengobagtan terhadap hipoksia merupakan pengobatan yang utama dalam hal
menurunkan tekanan darah pulmonal. Pengobatan terhadap hipoksia ini dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu :
(1) Pengobatan terhadap penyakit dasarnya
(2) pemberian Oksigen.
Kedua cara ini hasilnya kurang memuaskan karena hipertensi pulmonal biasanya
sudah menetap sebagai akibat terjadinya perubahan struktural pada pembuluh
darah paru.
Pada CP akut, karena hipertensi pulmonalnya sebagai akibat obstruksi pembuluh
darah paru karena adanya emboli parunya. Terapi standar adalah heparin 5000-
10.000 unit bolus iv dilanjutkan 1000 iu/jam sampai aPTT ½ – 2x normal selama
7-10 hari dilanjutkan warfarin 2-3 bulan. Alternatif lain adalah dengan
thrombolysis (mis: streptokinase : 250.000iu dalam infus selama 30 menit,
dilanjutkan 100.000 iu/jam selama 24 - 72 jam, post thrombolysis dilanjutkan
dengan heparin seperti di atas.
Pada penderita CP kronis, sebagian besar mengalami vasokonstriksi pada
pembuluh darah parunya akibat hipoksia. Pada penderita seperti ini harus diberikan
oksigen untuk dapat mencapai tekanan oksigen arterial ≥ 60 mmHg. Untuk
penderita CP dengan PPOM sebagai penyakit dasarnya perlu ditekankan bahwa
dosis oksigen yang diberikan harus rendah (1-2 liter/menit) dan kontinyu. Hal ini
disebabkan karena pada penderita PPOM ventilatory drive nya tergantung dari
hipoksia. Jika diberikan oksigen dosis tinggi maka penderita akan mengalami
Oksigen narkosis sehingga pusat nafas tidak lagi terangsang dan penderita dapat
meninggal karena gagal nafas. Di samping itu harus dihindari bahan-bahan iritant
termasuk asap rokok. Obat-obatan lain yang biasanya diberikan adalah
bronkodilator (aminofilin, β2 agonis), mukolitik dan ekspektoran untuk
memudahkan pengeluaran dahak serta antibiotik jika terjadi eksaserbasi akut dari
bronkitis. Dengan pengobatan di atas beberapa penderita dapat diperbaiki ventilasi
alveolarnya sehingga hipoksianya dan atau asidosis respiratoriknya dapat diatasi.
Koreksi asidosis dan hipoksia pada beberapa kasus dapat menurunkan tekanan
pembuluh darah (arteri) pulmonal. Oksigenasi yang adekuat telah terbukti dapat
menunda terjadinya gagal jantung kanan dan memperpanjang harapan hidup
penderita.
1) Identitas pasien
Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk
orang dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering
didapati dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada
epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal, karena
hipertensi pulmonal merupakan dampak dari beberepa penyakit yang menyerang
paru-paru.
§ Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran
napas atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.
. Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para
pekerja yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.
. Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal
adalah lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang
memenuhi persyaratan rumah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang
baik, hal ini akan semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat
terjadinya kor pulmonal.
2) Riwayat sakit dan kesehatan
. keluhan utama
Pasien dengan cor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada
. Riwayat penyakit saat ini
Pada pasien cor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih,
sesak, nyeri dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat:
v seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak
nafas.
v apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan
apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
v bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
v kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktivitas, seberapa lamanya kelemahan
beraktivitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktivitas.
. Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan cor pulmonal biasanya memiliki riwayat penyakit seperti penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah
klien dengan riwayat hipertensi pulmonal.
Diagnosa keperawatan
1 gangguan pertukaran gas yang b.d.hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan
kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
2 ketidakefektifan pola napas b.d. sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks.
3 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan nafsu makan
(energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih
cepat).
4 intoleransi aktivitas yang b.d. kelemahan fisik dan keletihan.
5 perubahan pola eliminasi urin b.d. oliguria.
Perencanaan keperawatann
1 gangguan pertukaran gas yang b.d. hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan
kebocoran interstisial pulmonal/alveora pada status cedera kapiler paru.
. tujuan : mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh.
. kriteria hasil : klien tidak mengalami sesak napas, tanda-tanda vital dalam batas normal,
tidak ada tanda-tanda sianosis, PaO2 dan PaC02 dalam batas normal, saturasi O2 dalam
rentang normal.
Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat Berguna dalam eveluasi derajat distress
penggunaan otot aksesoris, nafas bibir, pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit
tidakmampuan bicara/berbincang.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan
untuk memilih posisi yang mudah untuk posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
bernapas, dorong nafas perlahan atau nafas bibir menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan
sesuai kebutuhan atau toleransi individu. kerja nafas.
Awasi secara rutin kulit dan warna membrane Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku)
mukosa. atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun
telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah
diindikasikan. sumber utama gangguan pertukaran gas pada
jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila
batuk tidak efektif.
Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan Bunyi nafas mungkin redup karena aliran udara
aliran udara dan/atau bunyi tambahan. atau area konsolidasi. Adanya mengi
mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar
menunjukkan cairan pada
intertisial/dekompensasi jantung.
Palpasi fremitus. Penurunan getaran fibrasi diduga ada
pengumpulan cairan atau udara terjebak.
Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum
adanya perubahan. pada hypoxia, GDA memburuk disertai
bingung/somnolen menunjukkan disfungsi
sessbral yang berhubungan dengan hipoksemia.
Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Berikan Selama distress pernapasan berat/akut/refraktori
lingkungan yang tenang dan kalem. Batasi pasien secara total tak mampu melakukan
aktifitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat aktifitas sehari-hari karena hipoksemia dan
dikursi selama fase akut. Mungkinkan pasien dispnea. Istirahat diselingi aktifitas perawatan
melakukan aktifitas secara bertahap dan masih penting dari program pengobatan.
tingkatkan sesuai toleransi individu. Namun, program latiihan ditujukan untuk
meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa
menyebabkan dispnea berat, dan dapat
meningkatkan rasa sehat.
Awasi tanda vital dan irama jantung Tachycardia, disritmia, dan perubahan tekanan
darah dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistematik pada fungsi jantung.
Kolaborasi Pao2 biasanya meningkat (bronchitis, enfisema)
dan pao2 secara umum menurun, sehingga
Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri
hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau
lebih besar. Catatan: pao2 “normal” atau
meningkat menandakan kegagalan pernapasan
yang akan datang selama asmatik.
Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan Dapat memperbaiki/mencegah memburruknya
indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. hypixia. Catatan: emfisema kronis, mengatur
pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2
dan mungkin dikeluarkan dengan peningkatan
pao2 berlebihan.
Berikan penekanan ssp (misal: ansietas, Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah
sedative, atau narkotik) dengan hati-hati. yang meningkatkan konsumsi
oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea.
Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas.
Bantu instubasi, berikan/pertahankan ventilasi Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang
mekanik, dan pindahkan UPI sesuai instruksi memerlukan penyelamatan hidup.
pasien.
2 ketidakefektifan pola napas b.d. hipoksia.
. tujuan : memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal, pasien mencapai
fungsi paru-paru yang maksimal.
. kriteria hasil : pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif, pasien bebas dari
dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan.
. intervensi dan rasioal :
Tindakan/intervensi Rasional
Berikan posisi fowler atau semi fowler Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan
kerja pernapasan, dan menurunkan resiko
apirasi
ajarkan teknik napas dalam dan atau pernapasan Membantu meningkatkan difusi gas dan
bibir atau pernapasan diafragmaik abdomen bila ekspansi jalan napas kecil, memberikan pasien
diindikasikan beberapa kontrol terhadap pernapasan,
membantu menurunkan ansietas.
Observasi TTV (RR atau frekuensi permenit) Mengetahui keadekuatan frekuensi pernapasan
dan keefektifan jalan napas
3 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan nafsu makan
(energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih
cepat).
. tujuan : nafsu makan membaik
. kriteria hasil : gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi, massa tubuh dan berat badan
klien berada dalam batas normal.
. intervensi dan rasional :
Tindakan/intervensi Rasional
Beri motivasi pada klien untuk mengubah Agar pasien mau memenuhi diet yang
kebiasaan makan. disarankan untuk kebutuhan nutrisi dalam
metabolisme.
Sajikan makanan untuk klien semenarik Mengurangi anorexia pada pasien.
mungkin.
Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, Untuk mengetahui perkembangan asupan gizi
albumin, dan elektrolit. klien melalui sampel darah.
Timbang berat badan pasien pada interval yang Untuk mengetahui perkembangan klien dalam
tepat. mempertahankan berat badan normal.
Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan Untuk bisa lebih tepat memberikan diet kepada
kebutuhan protein untuk klien. pasien sesuai zat gizi dan kalori yang
dibutuhkan.
Pertahankan kebersihan mulut yang baik. menambah nafsu makan dan membersihkan
kuman-kuman yang ada dalam mulut, sehingga
makanan yang klien makan akan terasa lebih
nikmat.
Tindakan/intervensi Rasional
Beri bantuan untuk melaksanakan aktifitas Ajarkan klien bagaimana meningkatkan rasa
sehari-hari kontrol dan mandiri dengan kondisi yang ada
Ajarkan klien bagaimana menghadapi aktifitas Istirahat memungkinkan tubuh memperbaiki
menghindari kelelahan dan berikan periode energi yang digunakan selama aktifitas
istirahat tanpa gangguan diantara aktifitas
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai menu Dengan ahli gizi, perawat dapat menentukan
makanan pasien jenis-jenis makanan yang harus dikonsumsi
untuk memaksimalkan pembentukan energi
dalam tubuh pasien
DAFTAR ISI
https://asuhankeperawatanrahmat.blogspot.com/2015/05/asuhan-keperawatan-
cor-pulmonal.html (30 september 2020)
https://www.jasajurnal.com/diagnosis-dan-tatalaksana-kor-pulmonal/ (30
september 2020)
https://www.scribd.com/doc/120605842/pathway-askep-cor-pulmonal (30
september 2020)