Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN COR PULMONALE

Disusun oleh:
Kelompok III
1. Marselinus Ton Plesen Ollap (144011.01.19.241)
2. Reski Maulana (144011.01.19.262)
3. Indra Prasetiyawan (144011.01.19.283)
4. Novalina Sarce Yerisetow (144011.01.19.248)
5. Nurmiyati (144011.01.19.255)
6. Selvi Camila Rumbiak (144011.01.19.270)
7. Vicka Milyan Fonataba (144011.01.19.277)

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN MARTHEN INDEY
JAYAPURA
2020
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, dimana atas rahmat dan
karuniaNya kami dapat menyusun makalah yang mengangkat tentang ASUHAN KEPERAWATAN
COR PULMONALE Dalam proses penyusunan makalah ini, tentu saja kelompok III mengalami
banyak permasalahan. Namun berkat arahan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, kelompok III
mengucapkan terima kasih kepada Koordinator Mata Perkuliahan Keperawatan Medikal
Bedah I, yaitu bapak Rudini, S.Kep.Ns.,M.Kep  yang telah membimbing kami dalam proses
penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih belum sempurna, baik dari isi maupun
sistematika penulisannya, maka dari itu kelompok III berterima kasih apabila ada kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya Program
Studi Ilmu Keperawatan nantinya.

Jayapura, 30 September 2020


DAFTAR ISI
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian …………………………………………………….
2. Etiologi ……………………………………………………….
3. Patofisiologi ………………………………………………….
4. Pathway ………………………………………………………
5. Manifestasi klinis …………………………………………….
6. Komplikasi …………………………………………………..
7. Pemeriksaan Penunjang ……………………………………...
8. Penatalaksanaan ……………………………………………..

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian ……………………………………………………
2. Diagnosa Keperawatan ………………………………………
3. Rencana Keperawatan ……………………………………….
4. Implementasi ………………………………………………...
5. Evaluasi ……………………………………………………....
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian Cur Pulmonale

Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi


dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau
kelainan pada kontrol pernafasan. Tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung
kanan yang terjadi akibat kelainan jantung kiri atau penyakit jantung bawaan.

Cor Pulmonale (CP) adalah suatu keadaan dimana terdapat hipertofi dan atau
dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang
disebabkan oleh penyakit intriksik dari parenkhim paru, dinding thoraks maupun
vaskuler paru. Karena itu untuk mendiagnosa CP maka harus disingkirkan adanya
Stenosis Mitral, Kelainan jantung Bawaan atau Gagal Jantung Kiri yang juga dapat
menyebabkan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. CP dapat bersifat akut akibat
adanya emboli paru yang masif, dapat juga bersifat kronis.

Pulmonary heart disease dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab


pulmonary heart disease akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan
pulmonary heart disease kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK). Pada pulmonary heart disease kronik umumnya terjadi hipertrofi
ventrikel kanan, sedangkan pada pulmonary heart disease akut terjadi dilatasi
ventrikel kanan.
  
       Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena
banyak usaha pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen
darah arteri mendekati normal sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi
Pulmonal. Pada umumnya, makin berat gangguan keseimbangan ventilasi perfusi,
akan semakin mudah terjadi ganguan analisis gas darah sehingga akan semakin
besar terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Penyakit yang
hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran
gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi
Pulmonal dan pulmonary heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus
paru secara luas akan menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi
paru sehingga menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi
alveoli sekunder akibat sleep apnea syndrome tidak jarang disertai dengan
Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease Kronik.

2. Etiologi

Penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain :

1) Penyakit paru menahun dengan hipoksia :

- Penyakit paru obstrutif kronik,


- Fibrosis paru,

- Penyakit fibrokistik,

- Cryptogenic fibrosing alveolitis,

- Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia

2) Kelainan dinding dada :

- Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura,

- Penyakit neuromuscular,

3) Gangguan mekanisme control pernafasan :

- Obesitas, hipoventilasi idopatik,

- Penyakit serebro vascular.

4) Obstruksi saluran nafas atas pada anak :

- Hipertrofi tonsil dan adenoid.

5) Kelainan primer pembuluh darah :

- Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis pembuluh


darah paru

3. Patofisiologi

Beratnya pembesaran ventrikel kanan pada pulmonary heart disease


berbanding lurus dengan fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika
resistensi vaskuler paru meningkat dan relative tetap, seperti pada penyakit
vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah jantung sebagaimana terjadi pada
pengerahan tenaga fisik, maka dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis
secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara kronik meningkat jika volume
paru membesar, seperti pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi kapiler alveolar.

Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu
akan mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan.
Kondisi ini seringkali menyebabkan terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi
yang menyebabkan penurunanan oksigenasi paru dapat mengakibatkan
hipoksemia ( penurunan PaO2 ) dan hipercapnea ( peningkatan PaCO 2) , yang
nantinya akan mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea
akan menyebabkan vasokonstriksi arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya
penurunan vaskularisasi paru seperti pada emfisema dan emboli paru. Akibatnya
akan terjadi peningkatan ketahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, yang akan
menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan rata-rata pada arteri baru ( arterial
mean preassure) adalah 45mmHg, jika tekanan ini meningkat dapat menimbulkan
pulmonary heart disease. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin akan
diikuti gagal jantung kanan.
4. Pathway
Penyakit paru menahun dengan hipoksia
kelainan dinding dada

Ganggusn mekanisme control pemanasan

Obstuksi saluran nafas atas pada anak

Perubahan anatomi pembulu darah Perubahan fungsional paru


paru

Hipoksia dan hiperkapnea


Pengurangan jaringan vascular paru

Asidosis
Polisitemia
Vasokontriksi arteri pulmonal

Peningkatan resistensi veskular paru

Hipertensi pulmonal

Hipertensi ventrikel kanan

Kor pulmonal
Akut Kronis

Waktu bagi ventrikel kanan untuk


Pengurangan jaringan vascular paru
berkompensasi

Tekanan artri pulmonalis naik


tiba-tiba (>40-45mmHg)

Curah jantung menurun

Gagal jantung kanan


5. Manifestasi klinis

Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antarasatu penderita yang satu


dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary
heart disease.

1. Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat,


kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
2. Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif
(banyak sputum).
3. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering
pingsan jika beraktifitas (exertional syncope).
4. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada
perut dan kaki serta cepat lelah.

Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan


dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga,
wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah
menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih berat. Edema
dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.

Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher
distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum
bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema
dependen.

Gejala- gejala tambahan ialah:

1. Sianosis
2. Kurang tanggap/ bingung
3. Mata menonjol

6. Kompikasi

Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya: 


a.       Sinkope
b.      Gagal jantung kanan
c.       Edema perifer
d.      Kematian
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis

Pada tingkat hipertensi pulmonal jantung belum terlihat membesar, tetapi hilus dan
arteri pulmonalis utama amat menonjol dan pembuluh darah perifer menjadi
kecil/tidak nyata.

Pada tingkat pulmonary heart disease jantung terlihat membesar karena adanya
dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini kadang-kadang sulit dinyatakan pada
foto dada karena adanya hiperinflasi paru (misalnya pada emfisema). Selain itu
didapatkan juga diafragma yang rendah dan datar serta ruang udara retrosternal yang
lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tidak membuat jantung
menjadi lebih besar dari ukuran normal.

b. Gambaran elektrokardiogram

Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan gambaran sinus takikardia
saja. Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG akan menunjukkan gambaran sebagai
berikut, yaitu:

1. Gelombang P mukai tinggi pada lead II


2. Depresi segmen S-T di II, III, Avf
3. Gelombang T terbalik atau mendatar di V1-3
4. Kadang-kadang teadapat RBBB incomplete atau complete

Pada tingkat pulmonary heart disease dengan hipertrofi ventrikel kanan, EKG
menunjukkan:

1. Aksis bergeser ke kanan(RAD) lebih dari +90


2. Gelombang P yang tinggi (P pulmonal) di II, III,Avf
3. Rotasi kea rah jarum jam (clockwise rotation)
4. Rasio R/S di V1 lebih dari 1
5. Rasio R/S di V6 lebih dari 1
6. Gelombang S ang dalam di V5 dan V6 (S persissten di prekordial kiri)
7. RBBB incomplete atau incomplete

Pada cor-pulmonal akut (emboli paru masif),EKG menunjukkan adanya Right


Ventrikular Strain yaitu adanya depresai segmen S-T dan gelombang T yang terbalik
pada sandapan perikordial kanan. Kadang-kadang kriteria hipertrofi ventrikel kanan
yang klasik sulit didapat. Padmavati dalam penelitiannya menyatakan criteria yang
lain untuk kor-pulmonal dalam kombinasi EKG sebagai berikut:

1) rS di V5 dan V6
2) Aksis bergeser ke kanan
3) qR di AVR
4) P pulmonal

c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya polisitemia (Ht > 50%), tekanan
oksigen (PaO2) darah arteri < 60 mmHg,tekanan karbondioksida (PaO2) >50 mmHg.

8. Penatalaksanaan

Pengobatan Cor Pulmonale pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu Pengobatan
Medik dan Pengobatan Tindakan bedah.
1.  Pengobatan Medik
Terapi CP difokuskan kepada penyakit paru sebagai penyakit dasarnya. Yang
terbaik adalah menurunkan beban tekanan pada ventrikel kanan disertai
pengobatan yang spesifik untuk penyakit parunya. Jika tidak terdapat tanda-tanda
gagal jantung kanan, tujuan utama pengobatan CP adalah mencegah terjadinya
gagal jantung kanan. Jika hal tersebut sudah terjadi, maka pengobatan ditujukan
untuk gagal jantungnya, tetapi respons terhadap pengobatan biasanya jelek, kecuali
jika pengobatan yang diberikan dapat mengendalikan hipertensi pulmonalnya.
a.       Pengobatan untuk mengendalikan hipertensi pulmonal
Pengobagtan terhadap hipoksia merupakan pengobatan yang utama dalam hal
menurunkan tekanan darah pulmonal. Pengobatan terhadap hipoksia ini dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu :
(1) Pengobatan terhadap penyakit dasarnya
(2) pemberian Oksigen.
Kedua cara ini hasilnya kurang memuaskan karena hipertensi pulmonal biasanya
sudah menetap sebagai akibat terjadinya perubahan struktural pada pembuluh
darah paru.
Pada CP akut, karena hipertensi pulmonalnya sebagai akibat obstruksi pembuluh
darah paru karena adanya emboli parunya. Terapi standar adalah heparin 5000-
10.000 unit bolus iv dilanjutkan 1000 iu/jam sampai aPTT ½ – 2x normal selama
7-10 hari dilanjutkan warfarin 2-3 bulan. Alternatif lain adalah dengan
thrombolysis (mis: streptokinase : 250.000iu dalam infus selama 30 menit,
dilanjutkan 100.000 iu/jam selama 24 - 72 jam, post thrombolysis dilanjutkan
dengan heparin seperti di atas.
Pada penderita CP kronis, sebagian besar mengalami vasokonstriksi pada
pembuluh darah parunya akibat hipoksia. Pada penderita seperti ini harus diberikan
oksigen untuk dapat mencapai tekanan oksigen arterial ≥ 60 mmHg. Untuk
penderita CP dengan PPOM sebagai penyakit dasarnya perlu ditekankan bahwa
dosis oksigen yang diberikan harus rendah (1-2 liter/menit) dan kontinyu. Hal ini
disebabkan karena pada penderita PPOM ventilatory drive nya tergantung dari
hipoksia. Jika diberikan oksigen dosis tinggi maka penderita akan mengalami
Oksigen narkosis sehingga pusat nafas tidak lagi terangsang dan penderita dapat
meninggal karena gagal nafas. Di samping itu harus dihindari bahan-bahan iritant
termasuk asap rokok. Obat-obatan lain yang biasanya diberikan adalah
bronkodilator (aminofilin, β2 agonis), mukolitik dan ekspektoran untuk
memudahkan pengeluaran dahak serta antibiotik jika terjadi eksaserbasi akut dari
bronkitis. Dengan pengobatan di atas beberapa penderita dapat diperbaiki ventilasi
alveolarnya sehingga hipoksianya dan atau asidosis respiratoriknya dapat diatasi.
Koreksi asidosis dan hipoksia pada beberapa kasus dapat menurunkan tekanan
pembuluh darah (arteri) pulmonal. Oksigenasi yang adekuat telah terbukti dapat
menunda terjadinya gagal jantung kanan dan memperpanjang harapan hidup
penderita.

b.      Pengobatan gagal jantung


Pada CP yang disertai gagal jantung kanan (Cor Pulmonale Chronicum
Decompensata = CPCD) pengobatan penyakit paru yang mendasari dan
penanganan hipoksia tetap menjadi terapi utama. Diuretik dan flebotomi
merupakan terapi yang cukup baik pada CPCD. Vasodilator pulmoner memberikan
hasil yang cukup baik pada beberapa penderita hipertensi pulmonal primer, tetapi
hasilnya tidak meyakinkan pada penderita CPCD dengan PPOM sebagai penyakit
dasarnya. Pemberian digitalis untuk penderita gagal jantung kiri. Disamping itu
kemungkinan terjadinya intoksikasi digitalis lebih besar pada penderita CPCD
karena adanya hipoksia dan asidosis respiratorik. Karena itu pemberian digitalis
harus sangat hati-hati pada penderita CPCD. Pemberian digitalis dapat
dipertimbangkan jika terdapat juga gagal jantung kiri atau adanya aritmia terutama
Atrial Fibrilasi walaupun harus tetap hati-hati. Diuretik efektif untuk pengobatan
CPCD, terutama pada penderita dengan PPOM sebagai penyakit dasarnya. Efek
diuretik harus dimonitor secara ketat dengan pemeriksaan analisa gas darah.
Pemberian diuretik yang berlebihan dapat menimbulkan metabolik alkalosis yang
pada akhirnya dapat menekan pusat pernafasan dan berakibat fatal pada penderita.
Flebotomi dapat dipertimbangkan jika PCV > 55-60%. Pengambilan darah 200-
300 cc secara hati-hati dapat menurunkan tekanan arteri pulmonal dan mungkin
dapat memperbaiki fungsi ventrikel kanan.

2. Pengobatan Tindakan Bedah


Pada beberapa kasus CP tindakan bedah mempunyai peran dalam pengobatan.
Pulmonal Embolectomy sangat bermanfaat pada penderita emboli paru.
Adenoidectomi pada anak dengan obstruksi jalan nafas kronis,
uvulopalatopharyngeoplasty pada penderita sleep apnea dapat mengobati CP
akibat hipoventilasi yang kronis. Transplantasi jantung-paru dilakukan pada
penderita CPCD tahap akhir (end stage).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

B. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
 Anamnesa,meliputi:
Informasi yang didapat pada anamnesis dapat berbeda antara satu penderita
dengan penderita lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan CP. CP
akut akibat emboli paru keluhannya adalah sesak tiba-tiba pada saat istrahat,
kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.

Pada penderita CP dengan PPOM sebagai penyakit dasarnya maka keluhannya


adalah sesak nafas disertai batuk yang produktif (banyak sputum). Pada penderita
CP dengan Hipertensi Pulmonal Primer, keluhannya berupa sesak nafas dan sering
pingsan jika beraktivitas (exertional syncope). Dalam hal mengevaluasi keluhan
sesak nafas, haruslah disingkirkan adanya kelainan pada jantung kiri sebagai
kelainan jantung kiri (misalnya: Stenosis mitral, payah jantung kiri) menimbulkan
keluhan orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea. Jika terjadi gagal jantung
kanan maka keluhan bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah sering terjadi.

1)        Identitas pasien

      Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk
orang dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering
didapati dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada
epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal, karena
hipertensi pulmonal merupakan dampak dari beberepa penyakit yang menyerang
paru-paru.

§  Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran
napas atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.

 .  Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para
pekerja yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.
  .    Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal
adalah lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang
memenuhi persyaratan rumah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang
baik, hal ini akan semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat
terjadinya kor pulmonal.
2) Riwayat sakit dan kesehatan
. keluhan utama
Pasien dengan cor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada
. Riwayat penyakit saat ini
Pada pasien cor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih,
sesak, nyeri dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat:
v seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak
nafas.
v apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan
apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
v bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
v kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktivitas, seberapa lamanya kelemahan
beraktivitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktivitas.
. Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan cor pulmonal biasanya memiliki riwayat penyakit seperti penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah
klien dengan riwayat hipertensi pulmonal.

3) Pemeriksaan fisik : Review of system (ROS)


a B1 (BREATH)
. pola napas : irama tidak teratur
. jenis : dispnoe
. suara napas : wheezing
. sesak napas : (+)
b B2 (BLOOD)
. irama jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-)
. nyeri dada : (+)
. bunyi jantung : murmur
. CRT : tidak terkaji
. akral : dingin basah
c B3 (BRAIN)
. penglihatan (mata) :
Ø pupil : tidak terkaji
Ø sclera/konjungtiva : tidak terkaji
. gangguan pendengaran/telinga : tidak terkaji
. penciuman(hidung) : tidak terkaji
. pusing
. gangguan kesadaran
d B4 (BLADDER)
. urin :
Ø jumlah : kurang dari 1-2cc/kg BB/jam
Ø warna : kuning pekat
Ø bau : khas
. oliguria
e B5 (BOWEL)
. nafsu makan : menurun
. mulut dan tenggorokan : tidak terkaji
. abdomen : asites
. peristaltic : tidak terkaji
f B6 (BONE)
. kemampuan pergerakan sendi : terbatas
. kekuatab otot : lemah
. turgor : jelek
. oedema
4) psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, kecemasan
terhadap penyakit.

Diagnosa keperawatan
1 gangguan pertukaran gas yang b.d.hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan
kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
2 ketidakefektifan pola napas b.d. sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks.
3 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan nafsu makan
(energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih
cepat).
4 intoleransi aktivitas yang b.d. kelemahan fisik dan keletihan.
5 perubahan pola eliminasi urin b.d. oliguria.

Perencanaan keperawatann
1 gangguan pertukaran gas yang b.d. hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan
kebocoran interstisial pulmonal/alveora pada status cedera kapiler paru.
. tujuan : mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh.
. kriteria hasil : klien tidak mengalami sesak napas, tanda-tanda vital dalam batas normal,
tidak ada tanda-tanda sianosis, PaO2 dan PaC02 dalam batas normal, saturasi O2 dalam
rentang normal.

. intervensi dan rasional

Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat Berguna dalam eveluasi derajat distress
penggunaan otot aksesoris, nafas bibir, pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit
tidakmampuan bicara/berbincang.

Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan
untuk memilih posisi yang mudah untuk posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
bernapas, dorong nafas perlahan atau nafas bibir menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan
sesuai kebutuhan atau toleransi individu. kerja nafas.
Awasi secara rutin kulit dan warna membrane Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku)
mukosa. atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun
telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah
diindikasikan. sumber utama gangguan pertukaran gas pada
jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila
batuk tidak efektif.
Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan Bunyi nafas mungkin redup karena aliran udara
aliran udara dan/atau bunyi tambahan. atau area konsolidasi. Adanya mengi
mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar
menunjukkan cairan pada
intertisial/dekompensasi jantung.
Palpasi fremitus. Penurunan getaran fibrasi diduga ada
pengumpulan cairan atau udara terjebak.
Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum
adanya perubahan. pada hypoxia, GDA memburuk disertai
bingung/somnolen menunjukkan disfungsi
sessbral yang berhubungan dengan hipoksemia.
Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Berikan Selama distress pernapasan berat/akut/refraktori
lingkungan yang tenang dan kalem. Batasi pasien secara total tak mampu melakukan
aktifitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat aktifitas sehari-hari karena hipoksemia dan
dikursi selama fase akut. Mungkinkan pasien dispnea. Istirahat diselingi aktifitas perawatan
melakukan aktifitas secara bertahap dan masih penting dari program pengobatan.
tingkatkan sesuai toleransi individu. Namun, program latiihan ditujukan untuk
meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa
menyebabkan dispnea berat, dan dapat
meningkatkan rasa sehat.
Awasi tanda vital dan irama jantung Tachycardia, disritmia, dan perubahan tekanan
darah dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistematik pada fungsi jantung.
Kolaborasi Pao2 biasanya meningkat (bronchitis, enfisema)
dan pao2 secara umum menurun, sehingga
Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri
hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau
lebih besar. Catatan: pao2 “normal” atau
meningkat menandakan kegagalan pernapasan
yang akan datang selama asmatik.
Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan Dapat memperbaiki/mencegah memburruknya
indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. hypixia. Catatan: emfisema kronis, mengatur
pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2
dan mungkin dikeluarkan dengan peningkatan
pao2 berlebihan.
Berikan penekanan ssp (misal: ansietas, Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah
sedative, atau narkotik) dengan hati-hati. yang meningkatkan konsumsi
oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea.
Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas.
Bantu instubasi, berikan/pertahankan ventilasi Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang
mekanik, dan pindahkan UPI sesuai instruksi memerlukan penyelamatan hidup.
pasien.
2 ketidakefektifan pola napas b.d. hipoksia.
. tujuan : memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal, pasien mencapai
fungsi paru-paru yang maksimal.
. kriteria hasil : pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif, pasien bebas dari
dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan.
. intervensi dan rasioal :

Tindakan/intervensi Rasional
Berikan posisi fowler atau semi fowler Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan
kerja pernapasan, dan menurunkan resiko
apirasi
ajarkan teknik napas dalam dan atau pernapasan Membantu meningkatkan difusi gas dan
bibir atau pernapasan diafragmaik abdomen bila ekspansi jalan napas kecil, memberikan pasien
diindikasikan beberapa kontrol terhadap pernapasan,
membantu menurunkan ansietas.
Observasi TTV (RR atau frekuensi permenit) Mengetahui keadekuatan frekuensi pernapasan
dan keefektifan jalan napas

3 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan nafsu makan
(energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih
cepat).
. tujuan : nafsu makan membaik
. kriteria hasil : gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi, massa tubuh dan berat badan
klien berada dalam batas normal.
. intervensi dan rasional :

Tindakan/intervensi Rasional
Beri motivasi pada klien untuk mengubah Agar pasien mau memenuhi diet yang
kebiasaan makan. disarankan untuk kebutuhan nutrisi dalam
metabolisme.
Sajikan makanan untuk klien semenarik Mengurangi anorexia pada pasien.
mungkin.
Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, Untuk mengetahui perkembangan asupan gizi
albumin, dan elektrolit. klien melalui sampel darah.
Timbang berat badan pasien pada interval yang Untuk mengetahui perkembangan klien dalam
tepat. mempertahankan berat badan normal.
Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan Untuk bisa lebih tepat memberikan diet kepada
kebutuhan protein untuk klien. pasien sesuai zat gizi dan kalori yang
dibutuhkan.
Pertahankan kebersihan mulut yang baik. menambah nafsu makan dan membersihkan
kuman-kuman yang ada dalam mulut, sehingga
makanan yang klien makan akan terasa lebih
nikmat.

4 intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan demand oksigen


. tujuan : keseimbangan antara suplai dan demand oksigen.
. kriteria hasil : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya
tahan, menunjukkan penghematan energi.
. intervensi dan rasional :

Tindakan/intervensi Rasional
Beri bantuan untuk melaksanakan aktifitas Ajarkan klien bagaimana meningkatkan rasa
sehari-hari kontrol dan mandiri dengan kondisi yang ada
Ajarkan klien bagaimana menghadapi aktifitas Istirahat memungkinkan tubuh memperbaiki
menghindari kelelahan dan berikan periode energi yang digunakan selama aktifitas
istirahat tanpa gangguan diantara aktifitas
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai menu Dengan ahli gizi, perawat dapat menentukan
makanan pasien jenis-jenis makanan yang harus dikonsumsi
untuk memaksimalkan pembentukan energi
dalam tubuh pasien

5 perubahan pola eliminasi urin b.d. penurunan curah jantung.


. tujuan : mengembalikan pola eliminasi urin normal.
. kriteria hasil : klien menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal, klien
menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang eliminasi urin.
. intervensi dan rasional :
Tindakan/intervensi Rasional
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah Pengeluaran urine mungkin sedikit dan
dan warna saat dimana diuresis terjadi. pekat karena penurunan perfusi ginjal.
Posisi terlentang membantu diuresis
sehingga pengeluaran urine dapat
ditingkatkan selama tirah baring.
Pantau/hitung keseimbangan intake dan Terapi diuretic dapat disebabkan oleh
output selama 24 jam. kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovelemia) meskipun edema/asites
masih ada.
Pertahankan duduk atau tirah baring Posisi tersebut meningkatkan filtrasi
dengan posisi semifowler selama fase ginjal dan menurunkan produk ADH
akut. sehingga meningkatkan dieresis.
Pantau TD dan CVP (bila ada). Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya
peningkatan kongesti paru, gagal
jantung.
Kaji bisisng usus, catat keluhan Kongesti visceral (terjadi pada GJK
anoreksia, mual, distensi abdomen dan lanjut dapat mengganggu fungsi
konstipasi. gaster/intestinal.
Konsul dengan ahli diet. Perlu memberikan diet yang dapat
diterima klien yang memenuhi
kebutuhan kalori dalam pembatasan
natrium.

DAFTAR ISI
https://asuhankeperawatanrahmat.blogspot.com/2015/05/asuhan-keperawatan-
cor-pulmonal.html (30 september 2020)
https://www.jasajurnal.com/diagnosis-dan-tatalaksana-kor-pulmonal/ (30
september 2020)
https://www.scribd.com/doc/120605842/pathway-askep-cor-pulmonal (30
september 2020)

Anda mungkin juga menyukai