Anda di halaman 1dari 6

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial. (PDPI, 2003).
Penyakit ini merupakan penyakit yang umum, dapat dicegah dan diobati yang
ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan keterbatasan aliran udara yang
disebabkan oleh saluran napas dan / atau kelainan alveolar yang biasanya disebabkan
oleh paparan signifikan terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Keterbatasan
aliran udara kronis yang merupakan karakteristik dari PPOK disebabkan oleh
campuran penyakit saluran udara kecil. Sebagai contoh adalah bronchiolitis obstruktif
dan kerusakan parenkim (emphysema), atau kombinasi dari keduanya. (GOLD, 2019)
Penyakit paru obstruktif kronis atau biasa disingkat PPOK merupakan
penyakit paru yang sifatnya menahun dan merupakan gangguan irreversibel bertahap
atau hanya reversibel sebagian pada ventilasi udara atau udara yang keluar masuk
antara lingkungan dengan tubuh terutama organ-organ respirasi (PDPI, 2003). Pada
umumnya penyakit paru obstruktif kronis dapat disebabkan oleh penyakit pernapasan
lain diantaranya Emfisema dan Bronkitis Kronik.

Emfisema merupakan kondisi dimana alveoli pada paru mengandung udara


berlebih dan terdapat kelainan dinding alveoli paru diakibatkan kebiasaan-kebiasaan
buruk yang memengaruhi saluran pernapasan (Guyton & Hall, 2008). Pada penderita
Emfisema tidak terjadi restriksi pada saluran napas sehingga inspirasi tidal dan
inspirasi maksimal tidak terlalu terpengaruh. Akan tetapi, terjadi obstruksi atau
hambatan pada saluran napas yang menyebabkan kesulitan ekspirasi sehingga volume
residu yang ada di dalam paru akan meningkat dan keefektifan proses ventilasi akan
menurun.

Bronkitis kronik merupakan infeksi bronkus yang mengakibatkan


pembengkakan sehingga terjadi obstruksi. Obstruksi pada bronkiolus dapat
menyebabkan resistensi perifer udara karena penyempitan saluran napas akan
membuat jumlah udara yang bergesekan dengan dinding saluran napas akan semakin
banyak dan akan menimbulkan gaya gesek semakin besar. Akibat resistensi perifer
yang besar, maka tekanan dan energi yang dipakai juga semakin besar.
Secara umum, ada banyak hal yang bisa menyebabkan penyakit paru
obstruktif kronis , yaitu (GOLD, 2019):

1. Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok akan mengakibatkan iritasi pada saluran napas
terutama pada bronkus dan bronkiolus. Selain itu, kandungan nikotin yang ada
dalam rokok akan memengaruhi epitel respirasi pada saluran napas. Epitel
respirasi yang berwujud epitel pseudokompleks kolumner dengan silia akan
terkena dampak langsung dari nikotin yang berakibat kelumpuhan silia
sehingga pengeluaran mukus akan terganggu. Apabila terjadi hipersekresi
mukus akibat nikotin maka akan terjadi obstruksi dan menghambat
pengeluaran udara. (Guyton & Hall, 2008).
Merokok dapat menyebabkan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
karena komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu asap rokok
menyebabkan inflamasi epitel bronkus dan penghancuran radikal oksigen
toksik antielastase yang pada gilirannya mengakibatkan kerusakan alveolus
dan bronkus. Kerusakan mukosa bronkus dan elastin pada dinding bronkus
mengakibatkan obstruksi jalan napas, peningkatan produksi mucus,atau karena
keduanya.Silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi,
terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan. (Gleadle, Jonathan. 2005)
Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif
merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas
saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara
kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian,
apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru
dan saluran udara kolaps. Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi
pada pasien COPD, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen
saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan
parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim).
2. Polusi udara
Polusi udara dapat menyebabkan infeksi pada saluran napas dan
mengakbatkan gangguan proses ventilasi.
3. Pekerjaan eksposur
4. Umur
Semakin tua umur, maka kemampuan untuk ventilasi semakin menurun.
Hal ini akan berakibat pula pada kemampuan ekspirasi juga. Umur yang tua
akan memengaruhi kondisi sel-sel yang ada pada saluran respirasi. Apabila sel
nya mengalami kerusakan karena umur yang udah menua, ada kemungkinan
hal itu akan memengaruhi saluran jalan napas.
5. Jenis kelamin
Perempuan mempunyai risiko terkena PPOK lebih tinggi. Hal ini
berkaitan dengan kapasitas vital yang dimiliki perempuan serta aktivitas
hormonal. Pada laki-laki hormon testosteron lebih dominan daripada esterogen
dan progesteron. Hormon testosteron selain sebagai pemacu atau “trigger”
spermatogenesis, juga berfungsi sebagai peningkatan produksi protein untuk
massa otot. Sehingga pada laki-laki massa otot dada dan pernapasan akan
lebih besar daripada wanita. Selain itu testosteron juga memacu pertumbuhan
sekunder pada pria, yaitu pada dada pria sehingga membuat dada pria menjadi
lebih bidang dan luas. Dada yang bidang dan luas akan memengaruhi
pengembangan maksimal paru sehingga kapasitas vital paru meningkat.
6. Pengembangan paru

Ada berbagai cara untuk penanggulangan PPOK diantaranya dengan


menggunakan Bronchiodilators untuk melebarkan diameter bronkus sehingga
resistensi perifer udara akan menurun (GOLD,2019). Selain menggunakan
Bronchiodilators, dapat pula menggunakan mukolitik apabila terjadi obstruksi
diakibatkan hipermukosa. Mukolitik mempunyai cara kerja berupa menghancurkan
gumpalan mukosa dengan menggunakan enzim. Namun, pemberian obat mukolitik ini
tidak boleh digunakan secara rutin karena akan memberikan efek samping. Selain itu,
adapula terapi oksigen apabila kondisi penderita sudah mencapai hipoksemia. Namun,
perlu diperhatikan bahwa bayi yang baru lahir apabila mengalami kondisi hipoksia
tidak boleh dilakukan terapi oksigen dikarenakan dapat mengakibatkan dampak
negative berupa kebutaan sampai kesulitan bernapas yang dapat berujung pada
kematian.

Untuk mencegah PPOK, dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: Tidak
merokok (PDPI, 2003), melakukan aktivitas fisik (GOLD, 2019), dan lain-lain.

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga


penatalaksanaan PPOK terbagi atas penatalaksanaan pada keadaan stabil dan
penatalaksanaan pada eksaserbasi akut. (PDPI, 2003)
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan
perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau
tujuan pengobatan dari asma. Berhenti merokok dapat disampaikan pada
waktu diagnosis pertama ditegakkan.
2. Obat - obatan
Memberikan obat-obatan seperti bronkodilator, antiinflamasi, antibiotika,
antioksidan, mukolitik, dan antitusif. Bronkodilator dapat diberikan secara
tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan
klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat
berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat
berefek panjang (long acting).
a. Bronkodilator
Bronkodilator adalah obat yang meningkatkan FEV1 dan/atau
mengubah variabel spirometri lainnya. Mereka bertindak dengan
mengubah tonus otot polos jalan napas dan perbaikan aliran ekspirasi
dengan cara memperlebar saluran udara daripada mengubah elastic
recoil paru. Bronkodilator cenderung mengurangi hiperinflasi dinamis
saat istirahat dan selama berolahraga, dan meningkatkan kinerja
olahraga. Tingkat perubahan ini, terutama pada pasien dengan PPOK
parah dan sangat parah, tidak mudah untuk diprediksi dari peningkatan
FEV1 yang diukur saat istirahat. (GOLD, 2019)
b. Antiinflamasi
Antiinflamasi digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk
oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi,
dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi
sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid
positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >
20% dan minimal 250 mg. (PDPI, 2003)
3. Terapi Oksigen
4. Ventilasi Mekanik
5. Nutrisi

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, A.C. & Hall, J.E., 2011, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12,
Jakarta: Elsevier

Gleadle, Jonathan. 2005. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta :


EMS

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global Strategy for The
Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Barcelona: Medical Communications Resources ; 2018. Available from:
http://www.goldcopd.org. [Diakses tanggal 11 April 2019, Pukul 19.00]
Abbas, A. K., Aster, J. C., Kumar, V., & Robbins, S. L.1. 2013. Basic Pathology
Robbins 9th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik),


Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia ; 2003.) Available
from: http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf [Diakses
tanggal 14 April 2019, Pukul 23.00]

___,2003,’Penyakit Paru Obstruktif Kronis’,Persatuan Dokter Paru Indonesia,vol


-, pp. 2,
8-12

___,2004,’COPD’, European Respiratory Society Education, vol. 2

Anda mungkin juga menyukai