Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISA


DI RUANG HEMODIALISA RS BAYUKARTA KARAWANG

OLEH ;
AEP SAEPUDIN

NIM 1490122199

PROGRAM PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG
2022

1
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu gangguan pada ginjal
ditandai dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang
berlangsung lebih dari 3 bulan. CKD ditandai dengan satu atau lebih tanda
kerusakan ginjal diantaranya albuminuria >30mg/24 jam, terdapat
abnormalitas sedimen urin (hematuria, red cell casts, dll), gangguan
elektrolit dan tubular (asidosis tubulus ginjal, diabetes insipidus
nefrogenik, pengeluaran kalium dan magnesium ginjal, sindrom Fanconi,
proteinuria non albumin, cystinuria), kelainan ginjal yang terlihat
berdasarkan histologi maupun pencitraan, riwayat transplantasi ginjal,
serta adanya penurunan GFR <60 mL/min/1.73 m2 (Arianti et al., 2020).
2. Anatomi Fisiologi
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di
belakang peritoneum, dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis
sekitar vertebra T12 hingga L3.Ginjal pada orang dewasa berukuran
panjang 11- 12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, berbentuk seperti biji
kacang dengan lekukan mengahadap ke dalam, dan berukuran kira-kira
sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang
dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih antara 120-150 gram.
Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak yaitu lemak pararenal
dan lemak perirenal yang dipisahkan oleh sebuah fascia yang disebut
fascia gerota.
Dalam potongan frontal ginjal, ditemukan dua lapisan ginjal di distal
sinus renalis, yaitu korteks renalis (bagian luar) yang berwarna coklat
gelap dan medulla renalis (bagian dalam) yang berwarna coklat terang.
Di bagian sinus renalis terdapat bangunan berbentuk corong yang
merupakan kelanjutan dari ureter dan disebut pelvis renalis. Masing-
masing pelvis renalis membentuk dua atau tiga kaliks rmayor dan

2
masing-masing kaliks mayor tersebut akan bercabang lagi menjadi dua
atau tiga kaliks minor.Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri renalis
yang merupakan cabang dari aorta abdominalis di distal arteri
mesenterica superior. Arteri renalis masuk ke dalam hillus renalis
bersama dengan vena, ureter, pembuluh limfe, dan nervus kemudian
bercabang menjadi arteri interlobaris. Memasuki struktur yang lebih
kecil, arteri interlobaris ini berubah menjadi arteri interlobularis lalu
akhirnya menjadi arteriola aferen yang menyusun glomerulus.
Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis yang seratnya
berjalan bersama dengan arteri renalis. Impuls sensorik dari ginjal
berjalan menuju korda spinalis segmen T10-11 dan memberikan sinyal
sesuai dengan level dermatomnya. Oleh karena itu, dapat dimengerti
bahwa nyeri di daerah pinggang (flank) bisa merupakan nyeri alih dari
ginjal.

b. Fisiologi Ginjal
Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi
kehidupan, yakni menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin
dari darah serta mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit
yang kemudian dibuang melalui urine. Pembentukan urin adalah fungsi
ginjal

3
yang paling esensial dalam mempertahankan homeostatis tubuh. Pada
orang dewasa sehat, kurang lebih 1200 ml darah, atau 25% cardiac
output, mengalir ke kedua ginjal. Pada keadaan tertentu, aliran darah
ke ginjal dapat meningkat hingga 30% (pada saat latihan fisik) dan
menurun hingga 12% dari cardiac output.
Proses pembentukan urine yang pertama terjadi adalah filtrasi, yaitu
penyaringan darah yang mengalir melalui arteria aferen menuju kapiler
glomerulus yang dibungkus kapsula bowman untuk menjadi filtrat
glomerulus yang berisi zat-zat ekskresi. Kapiler glomerulus tersusun
atas sel endotel, membrana basalis dan sel epitel. Kapiler glomeruli
berdinding porous (berlubang-lubang), yang memungkinkan terjadinya
filtrasi cairan dalam jumlah besar (± 180 L/hari). Molekul yang
berukuran kecil (air, elektrolit, dan sisa metabolisme tubuh, di
antaranya kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari darah, sedangkan
molekul berukuran lebih besar (protein dan sel darah) tetap tertahan di
dalam darah. Oleh karena itu, komposisi cairan filtrat yang berada di
kapsul Bowman, mirip denganyang ada di dalam plasma, hanya saja
cairan ini tidak mengandung protein dan sel darah.Volume cairan yang
difiltrasi oleh glomerulus setiap satuan waktu disebut sebagai rerata
filtrasi glomerulus atau Glomerular Filtration Rate (GFR). Selanjutnya
cairan filtrat akan direabsorbsi dan beberapa elektrolit akan mengalami
sekresi di tubulus ginjal, yang kemudian menghasilkan urine yang
akan disalurkan melalui duktus koligentes.Proses dari reabsorbsi filtrat
di tubulus proksimal, ansa henle, dan sekresi di tubulus distal terus
berlangsung hingga terbentuk filtrat tubuli yang dialirkan ke kalises
hingga pelvis ginjal.Ginjal merupakan alat tubuh yang strukturnya
amat rumit, berperan penting dalam pengelolaan berbagai faal utama
tubuh. Beberapa fungsi ginjal:
a) Regulasi volume dan osmolalitas cairan tubuh
b) Regulasi keseimbangan elektrolit
c) Regulasi keseimbangan asam basa

4
d) Ekskresi produk metabolit dan substansi asing
e) Fungsi endokrin
 Partisipasi dalam eritropoiesis
 Pengatur tekanan arteri
f) Pengaturan produksi 1,25-dihidroksi vitamin D3
g) Sintesa glukosa
3. Etiologi
Menurut Ariani (2016), penyakit gagal ginjal disebabkan oleh beberapa
penyebab, yaitu:
1) Gangguan ginjal pada penyakit diabetes: Glukosa tinggi dalam darah
menyebabkan ginjal tidak dapat menyaring kotoran dan dapat merusak
penyaringan dalam ginjal.
2) Gangguan ginjal pada penyakit hipertensi: Tekanan darah tinggi dapat
merusak organ tubuh. Hipertensi dapat merusak ginjaldengan menekan
pembuluh darah kecil sehingga dapat menghambat proses penyaringan
dalam ginjal.
3) Gangguan ginjal polisistik: Organ ginjal membesar dari ukuran normal
karena adanya massa kista.
4) Lupus Eritematosus Sistemik: Menyerang sistem kekebalan tubuh dan
menyerang ginjal sebagai jaringan yang asing.
5) Radang ginjal: Batu ginjal dan gangguan prostat memicu gagal.
6) Penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu yang panjang memicu
terjadinya gagal ginjal.

5
4. Patofisiologi

(Sumber: Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016)

6
5. Tanda dan gejala
1) Gangguan kardiovaskular : hipertensi, nyeri dada, sesak nafas akibat
perikarditis, efusi perikardiak dan gagal jantung akibat penimbunan cairan,
gangguan irama jantung dan edema.
2) Gangguan pulmoner : nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum
kental dan riak, suara krekels.
3) Gangguan gastrointestinal : anoreksia, nausea, dan fomitus yang
berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada
saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau amonia.
4) Gangguan muskuloskeletal : restless leg sindrom (pegal pada kaki
sehingga selalu digerakkan), burning feet sindrom ( rasa kesemutan dan
terbakar, terutama di telapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan
hipertropi otot-otot ekstremitas).
5) Gangguan integumen : kulit berwarna pucat akibat anemia dan
kekuningkuningan akibat penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat toksik,
kuku tipis dan rapuh.
6) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa : biasanya
retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipoksemia.
7) Gangguan endokrin : gangguan seksual (libido fertilitas dan ereksi
menurun), gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic
glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin D.
8) Sistem hematologi : anemia disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang
berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.
6. Penatalaksanaan
Menurut Haryanti (2015), penatalaksanaan penyakit ginjal kronik dapat
dilakukan dua tahap yaitu:

7
1) Terapi Konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara
keseimbangan cairan elektrolit. Beberapa tindakan konservatif yang dapat
dilakukan dengan pengaturan diet pada pasien gagal ginjal kronis adalah :
a) Diet rendah protein
Diet rendah protein menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen.8 Pembatasan asupan protein
dalam makanan pasien penyakit ginjal kronik dapat mengurangi gejala
anoreksia, mual, dan muntah. Pembatasan ini juga telah terbukti
menormalkan kembali dan memperlambat terjadinya gagal ginjal
b) Terapi diet rendah kalium
Terapi diet rendah kalium dengan tidak mengkonsumsi obatobatan atau
makanan yang mengandung kalium tinggi. Jumlah yang diperbolehkan
dalam diet adalah 40 hingga 80 mEq/hari. Kebutuhan jumlah kalori untuk
penyakit ginjal kronik harus adekuat dengan tujuan utama yaitu
mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status
nutrisi dan memelihara status gizi. Diet Asupan Energi yang
direkomendasikan untuk penderita gagal ginjal kronis dengan LFG
<25ml/menit dan tidak menjalani dialysis adalah 35 kkal/kg/hari
adalah untuk usia kurang dari 60 tahun dan 30-35 kkal/kg/hari
adalah untuk usia lebih dari 60 tahun.
c) Asupan cairan
Asupan cairan pada penyakit ginjal kronik membutuhkan regulasi
yang hati-hati dalam gagal ginjal lanjut. Asupan yang terlalu bebas
dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem, dan
intoksikasi cairan. Kekurangan cairan juga dapat menyebabkan
dehidrasi, hipotensi, dan memburuknya fungsi ginjal. Aturan
umum untuk asupan cairan adalah keluaran urine dalam 24 jam
ditambah 500 ml yang mencerminkan kehilangan cairan yang tidak
disadari. Pada pasien dialysis cairan yang mencukupi untuk
memungkinkan
8
penambahan berat badan 0,9 hingga 1,3 kg. Sedangkan Kebutuhan
jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari
LFG dan penyakit ginjal dasar.
2) Terapi pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium
5 yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa:
a. Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
CAPD dapat digunakan sebagai terapi alternatif dialisis untuk
penderita ESRD dengan 3-4 kali pertukaran cairan per hari.14
Pertukaran cairan terakhir dilakukan pada jam tidur sehingga cairan
peritoneal dibiarkan semalam.2 Terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien dialisis peritoneal. Indikasi dialisis peritoneal
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila
dilakukan hemodialysis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien
dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual
urin masih cukup dan pasien nefropati diabetik disertai comorbidity
dan co-mortality .
b. Transplantasi ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai
untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan
transplantasi ginjal jauh melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang
ada dan biasanya ginjal yang cocok dengan pasien adalah yang
memiliki kaitan keluarga dengan pasien. Sehingga hal ini
membatasi transplantasi ginjal sebagai pengobatan yang dipilih
oleh pasien. Kebanyakan ginjal diperoleh dari donor hidup karena
ginjal yang berasal dari kadaver tidak sepenuhnya diterima karena
adanya masalah sosial dan masalah budaya. Karena kurangnya
donor hidup sehingga pasien yang ingin melakukan transplantasi
ginjal harus melakukan operasi diluar negeri. Transplantasi ginjal

9
ini juga dapat

10
menimbulkan komplikasi akibat pembedahan atau reaksi penolakan
tubuh.
c. Hemodialisa
Hemodialisa (HD) merupakan salah satu terapi penggantian fungsi
ginjal selain peritoneal dialisis dan transplantasi pada pasien
penyakit ginjal kronik. Hemodialisa merupakan suatu prosedur
mengalirkan darah pasien ke luar tubuh dan beredar dalam sebuah
mesin yang disebut dialiser. Di dalam mesin tersebut terdapat dua
ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran semipermeabel.
Darah dimasukkan ke salah satu ruang, sedangkan ruangan yang
lain diisi oleh cairan pendialisis, dan diantara keduanya akan terjadi
difusi. Darah dikembalikan ke tubuh melalui sebuah pirau vena.
Hemodialisa dilakukan apabila laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah
mencapai < 15 ml/menit dan termasuk dalam stadium lima atau
sudah mengalami penyakit ginjal tahap akhir (PERNEFRI, 2012).
Frekuensi tindakan HD bervariasi tergantung banyaknya fungsi
ginjal yang tersisa. Penderita menjalani terapi HD rata – rata antara
tiga sampai lima jam tiap sekali tindakan dan terapi sebanyak dua
sampai tiga kali dalam seminggu (Tanagho & McAninch, 2008).
Hemodialisa dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus
segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen atau
menyebabkan kematian. Mengambil zat – zat yang bersifat toksik
dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Smeltzer
& Bare, 2008).
7. Data Fokus
a. Anamnesa
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan
membantu dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan
pasien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pasien serta
merumuskan diagnose keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011 : Kinta,
2012).

11
1) Identitas pasien
Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal
suku bangsa,nama orang tua, pekerjaan orang tua.
2) Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur,takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
koma.
3) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau
tidak, apasaja yang dilakukan pasien untuk menaggulangi
penyakitnya.
4) Aktifitas/istirahat :
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisahatau samnolen), kelemahan otot, kehilangan
tonus, penurunan rentang gerak
5) Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada
(angina), hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting
pada kaki, telapak tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir,
pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.
6) Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da
kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
7) Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna
urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
8) Makanan/Cairan

12
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik
tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic,
distensi abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan
turgor kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
9) Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki
gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental,
contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut
tipis, kuku rapuh dan tipis.
10) Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku
berhati- hati/distraksi, gelisah.
11) Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan
banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan
batuk dengan sputum encer (edema paru).
12) Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan
pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal,
petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak
sendi.
13) Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
14) Interaksi social
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

13
15) Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat Diabetes Melitus memiliki resiko tinggi untuk gagal
ginjal, penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria,
malignasi, riawayar terpejan pada toksin, contoh obat, racun
lingkungan, penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang.

14
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Apakah pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya
hematoma atau riwayat operasi.
2) Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus
optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata
(nervus III), gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan
gangguan dalam menggerakkan boal mata kalateral (nervus VI).
3) Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada nervus
olfatorius (nervus I).
4) Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus
vagus adanya kesulitan dalam menelan.
5) Dada
Inspeksi kesimetrisan bentuk, dan kembang kempis dada, palpasi
ada tidaknya nyeri tekan dan massa, perkusi mendengar bunyi hasil
perkusi, auskultasi untuk mengetahui suara nafas, cepat dan dalam.
6) Abdomen
Inspeksi bentuk, ada tidaknya pembesaran, auskultasi bising usus,
perkusi dengar bunyi hasil perkusi, palpasi ada tidaknya nyeri
tekan pasca operasi.
7) Ekstermitas
a) Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
b) Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada
sendi.
c) Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
gravitasi.
d) Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan
tekanan pemeriksaan.

15
e) Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
f) Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosa gagal ginjal kronis (Prabowo, 2014).
a. Biokimiawi Pemeriksaan utama dari analisis fungsi ginjal adalah
ureum dan kreatinin plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk
mengetahui fungsi ginjal adalah dengan analisa creatinine Clearence
(klirens kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi ginjal (renal fuction
test), pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk
mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk
kinerja ginjal.
b. Urinalis Urinalisis dilakukan untuk penyaringan ada atau tidaknya
infeksi pada ginjal atau ada atau tidakanya perdarahan aktif akibat
inflamasi atau peradangan pada jaringan parenkim ginjal.
c. Ultrasonografi Ginjal Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan
memberikan informasi mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal
ginjal. Pada pasien gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya
obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal
pun akan terlihat.
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urine
a) Volume, biasanya berkurang dari 400ml/24jam atau anuria yaitu
tidak adanya produksi urine.
b) Warna, secara abnormal urine keruh kemungkinan disebabkan
oleh pus, bakteri, lemak, fosfat, kecoklatan menunjukkan adanya
darah, hb, mioglobin, dan porfirin.
c) Berat jenis, kurang dari 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat.

16
d) Osmoalitas, kurang dari 350 mOsm/kg menujukan kerusakan
ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1.
e) Klirens kreatinin mengalami penurunan.
f) Natrium, lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
g) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus.
2) Darah
a) BUN / kreatinin, meningkat kadar kreatinin 10 mg/dl diduga
tahap akhir.
b) Hematokrit menurun sehingga terjadi anemia. Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr/dl.
c) Sel darah merah, menurun, defisiensi eritopoeitin. d) Analisin
gas darah, basanya asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2. e)
Natrium serum menurun, kalium meningkat, magnesium
meningkat, kalsium menurun.
3) Pemerksaan EKG Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri,
tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit.

8. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1 DO: Aliran dari ginjal turun Hipervolemia
Nampak bengkak pada
kedua kaki dan tangan RAA turun
DS :
OS mengatakan kaki dan Retensi Na & H20
tangan bengkak
Hipervolemia

17
2 DO: Gastritis Defisit Nutrisi
Nampak mual dan muntah
ketika diisi makanann Mual, muntah
DS :
OS mengatakan merasakan Defisit nutri
mual dan tidak nafsu
makan
3 DO : Gangguan keseimbangan Nausea
Nampak mual ketika di isi asam basa
makanan
Produksi asam lambung
DS :
naik
OS mengatakan merasakan
mual dan tidak nafsu Nausea
makan
4 DO : Sekresi protein terganggu Gangguan
Nampak pucat pada Integritas
kulitnya Sindrom uremia Kulit
DS :
OS mengatakan kulitnya Prospospatermia
nampak gelap dan pucat
Pro rutin

Gangguan Integritas kulit

5 DO: Bendungan atrium naik Gangguan


Nampak sesak, RR : Pertukaran
25x/menit Tekanan vena pulmonalis gas
DS:
OS mengatakan dirinya Kapiler paru naik
sering sesak nafas

18
Edema paru

Gangguan pertukaran gas


6 DO: Suplai nutrisi dalam Intoleransi
Nampak terbaring di darah turun Aktivitas
tempat tidur
Gangguan nutrisi
DS:
OS mengatakan dirinya
Oksihemoglobin turun
mudah Lelah

Suplai O2 turun

Intoleransi aktivitas

7 DO: Retensi Na Resiko


Pasien nampak sesak, nadi Penurunan
cepat Total CES naik Curah
DS: Jantung
OS Mengatakan mudah Tekanan kapiler naik
lelah dan jantungya
berdebar-debar Volume interestial naik

Edema

Preload naik

Resiko penurunan curah


jantung

8 DO: Suplai nutrisi dalam Perfusi


Pasien nampak sesak, nadi darah turun Perifer Tidak
cepat Efektif

19
DS: Gangguan nutrisi
OS Mengatakan mudah
lelah dan jantungya Oksihemoglobin turun
berdebar-debar
Suplai O2 turun

Intoleransi aktivitas

Perfusi perifer tidak


efektif
9 DO: Suplai O2 turun Nyeri Akut
Nampak berhati-hati dan
pelan-pelan ketika mau Metabolisme an aerob
bergerak
DS: Asam laktat naik
OS mengatakan kaki dan
tangannya kram-kram dan Fatique
nyeri
Nyeri

9. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinandiagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal
kronis adalah sebagai berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):
1. Hipervolemia
2. Defisit nutrisi
3. Nausea
4. Gangguan integritas kulit/jaringan
5. Gangguan pertukaran gas
6. Intoleransi aktivitas
7. Resiko penurunan curah jantung
8. Perfusi perifer tidak efektif

20
9. Nyeri akut

10. Rencana Asuhan Keperawatan


Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien,
keluarga, dan orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan
keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami pasien. Tahap
perencanaan ini memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya sebagai
alat komunikasi antar sesama perawat dan tim kesehatan lainnya,
meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi pasien, serta
mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang
ingin dicapai. Unsur terpenting dalam tahap perencanaan ini adalah
membuat orioritas urutan diagnoa keperawatan, merumuskan tujuan,
merumuskan kriteria evaluasi, dan merumuskan intervensi keperawatan
(Asmadi, 2008).

21
Rencana Asuhan Keperawatan SDKI

No Dx Kep Tujuan Intervensi Rasional


1 Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia
tindakan keperawatan Observasi:
selama 3x8 jam maka 1. Periksa tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui tanda dan gejala
hipervolemia meningkat hipervolemia (edema, dispnea, hipervolemia
dengan kriteria hasil: suara napas tambahan) 2. Untuk mengetahui jumlah intake output
1. Asupan cairan 2. Monitor intake dan output cairan 3. Untuk mengetahui kebutuhan
meningkat 3. Monitor jumlah dan warna urin pengekuaran urin
2. Haluaran urin Terapeutik 4. Untuk mengurangi adanya edema
meningkat 4. Batasi asupan cairan dan garam 5. Untuk mengurangi sesak
3. Edema menurun
5. Tinggikan kepala tempat tidur 6. Agar klien mengerti tentang
Edukasi kebutuhan pengeluaran caira
4. Tekanan darah
6. Jelaskan tujuan dan prosedur 7. Untuk mengeluarkan cairan
membaik
pemantauan cairan 8. Untuk menambah kalium
5. Turgor kulit membaik
Kolaborasi
9. Untuk mempertahankan
7. Kolaborasai pemberian diuretik
fungsi ginjal
8. Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat deuretik
9. Kolaborasi pemberian
continuous renal replecement therapy
(CRRT), jika perlu
2 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
tindakan keperawatan Observasi
selama 3x8 jam 1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk mengetahui status gizi
diharapkan pemenuhan 2. Identifikasi makanan yang disukai 2. Untuk menambah nutrisi dengan
kebutuhan nutrisi pasien 3. Monitor asupan makanan memberikan makanan favorit
tercukupi dengan kriteria 4. Monitor berat badan 3. Untuk memberikan nutrisi yang
hasil: dibutuhkan
1. Intake nutrisi tercukupi
2. Asupan makanan dan Terapeutik 4. Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi
cairan tercukupi 5. Lakukan oral hygiene sebelum yang diperlukan
makan, jika perlu 5. Agar klien bersemangat untuk makan
6. Sajikan makanan secara menarik 6. Agar klien tertarik dengan
dan suhu yang sesuai makanan yang disajikan
7. Berikan makanan tinggi serat 7. Makanan tinggi serat sangat berguna
untuk mencegah konstipasi untuk mencegah knstipasi
Edukasi 8. Posisi duduk berguna untuk
8. Anjurkan posisi duduk, jika mampu memperlancar proses pencernaan makanan
9. Anjurkan diet yang diprogramkan 9. Dengan diet yang dianjurkan maka
Kolaborasi kebutuhan nutrisi terpenuhi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 10. Dengan konsultasi dengan ahli gizi,
menentukan jumlah kalori dan jenis gizi akan terpenuhi dengan baik
nutrisi yang dibutuhkan jika perlu, 11. Dengan pemberian obat sebelum
11. Kolaborasi pemberian makan mampu mengurangi mual
medikasi sebelum makan
3 Nausea Setelah dilakukan Manajemen Mual
tindakankeperawatan Observasi
selama 3x8 jam maka 1. Identifikasi pengalaman mual 1. Untuk mengetahui penyebab mual
nausea membaikdengan 2. Monitor mual (mis. Frekuensi,durasi, 2. Untuk mengetahui
kriteria hasil: dan tingkat keparahan) frekuensi mual
1. Nafsu makan membaik Terapeutik 3. Untuk mengurangi
2. Keluhan mual menurun
3. Kendalikan faktor lingkungan mual
3. Pucat membaik
penyebab (mis. Bau tak sedap,suara, 4. Agar tidak mual
4. Takikardia membaik
dan rangsangan visual yang tidak 5. Dengan istirahat yang
(60-100 kali/menit)
menyenangkan) cukup dapat mengurangi
4. Kurangi atau hilangkan keadaan
mual
penyebab mual (mis.
Kecemasan, ketakutan, 6. Untuk mengurangi
kelelahan) mual secara bertahap
Edukasi 7. Selain medikasi teknik nonfarmakologi
5. Anjurkan istirahat dan tidurcukup dapat mengurangi mual
6. Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika merangsang 8. Dengan menggunakan anti emetik mual
mual berkurang
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengatasi mual(mis.
Relaksasi, terapi musik, akupresur)
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian antiemetik,jika
perlu

4 Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit


tindakankeperawatan Obsevasi
integritas kulit 1. Untuk merencanakan penanganan
selama 3x8 1. Identifikasi penyebab gangguan
integritas kulit (mis. Perubahan selanjutnya
jam diharapkan integritas 2. Merubah posisi dapat mencegah
sirkulasi, perubahan status nutrisi)
kulit dapat terjaga dengan Terapeutik kerusakan integritas kuli
kriteria hasil: 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring 3. Dengan melakukan pemijatan dapat
1. Integritas kulit yang baik 3. Lakukan pemijataan pada area mengurangi kerusakan kulit
bisa dipertahankan tulang, jika perlu 4. Alkohol dapat merusak kulit
2. Perfusi jaringan baik 4. Hindari produk berbahan dasar 5. Dengan air hangat maka kebersihan
alkohol pada kulit kering perineal akan bersih
3. Mampu melindungi kulit
5. Bersihkan perineal dengan air hangat 6. Dengan menggunakan pelembab akan
dan mempertahankan
Edukasi mengurangi kulit kering
kelembaban kulit
6. Anjurkan menggunakan pelembab 7. Terlalu banyak sabun dapat
(mis. Lotion atau serum) merusak kulit
7. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya Anjurkan minum air
yang cukup Anjurkan menghindari
terpaparsuhu ekstrem

5 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi


keperawatan selama 3x8 Observasi
pertukaran gas 1. Untuk memberikan penanganan lebih
jam diharapkan pertukaran 1. Monitor frekuensi, irama,
gas tidak terganggu dengak kedalaman dan upaya napas lanjut
kriteria hasil: 2. Monitor pola napas 2. Dengan mengatur pola nafas mampu
1. Tanda-tanda vital dalam 3. Monitor saturasi oksigen
mengurangi sesak
rentang normal 4. Auskultasi bunyi napas
Terapeutik 3. Dengan mengetahui kadar oksigen dapat
2. Tidak terdapat otot
bantu napas 5. Atur interval pemantauan memberikan penanganan lebih lanjut
3. Memelihara kebersihan respirasi sesuai kondisi pasien 4. Untuk mengetahui adanya bunyi
paru dan bebas dari 6. Bersihkan sekret pada mulut dan nafas tambahan atau tidak
tanda-tanda distress hidung, jika perlu 5. Dengan mengatur interval pernafasan
pernapasan 7. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
maka dapat mengurangi sesak
8. Dokumentasikan hasil
pemantauan 6. Dengan sekret sedikit resiko sesak
Edukasi juga sedikit
9. Jelaskan tujuan dan 7. Oksigen sangat membantu saat klien
prosedur pemantauan sesak
10. Informasikan hasil pemantauan 8. Dokementasi sangat membantu untuk
Kolaborasi mengevaluasi tindakan yang sudah
11. Kolaborasi penentuan dosisoksigen diberikan
9. Agar klien mengetahui tujuan tindakan
10. Untuk mengetahui hasil yang telah
tercapai dan tindakan selanjutnya
11. Untuk memberikan oksigen secara tepat
6 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi
Aktivitas tindakankeperawatan Observasi
1. Monitor kelelahan fisik 1. Untuk mengetahui kelelahan fisik
selama 3x8 jam toleransi
2. Monitor pola dan jam tidur 2. Dengan pola tidur tepat mampu
aktivitas meningkat mengurangi kelelahan
Terapeutik
dengan kriteria hasil: 3. Dengan gerak sedikit-sedikit mampu
3. Lakukan latihan rentang
1. Keluhan lelah menurun mengurangi kelelahan
2. Saturasi oksigen
gerak pasif/aktif
4. Libatkan keluarga dalam 4. Dengan melibatkan keluarga
dalamrentang normal 5. Agar mampu melakukan aktivitas secara
(95%- 100%) melakukan aktifitas, jika
perlu
3. Frekuensi nadi dalam Edukasi bertahap
rentang normal (60- 5. Anjurkan melakukan 6. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan
100kali/menit) aktifitas secara bertahap untuk menambah semangat
4. Dispnea saat 6. Anjurkan keluarga untuk 7. Dengan asupan yang cukup dapat
beraktifitas dan memberikan penguatan memberikan energi yang kuat
setelahberaktifitas positif
menurun (16-20 Kolaborasi
kali/menit) 7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
7 Resiko Setelah dilakukan Perawatan Jantung
asuhan keperawatan Observasi:
penurunan 1. Untuk mengetahui tanda dan gejala
selama 3x8 jam 1. Identifikasi tanda dan gejala primer
curah jantung diharapkan penurunan penurunan curah jantung(mis. penurunan curah jantung
curah jantung Dispnea, kelelahan) 2. Tekanan darah merupakan salah satu
meningkat dengan 2. Monitor tekanan darah indikasi terjadinya penurunan curah
kriteria hasil: 3. Monitor saturasi oksigen jantung
1. Kekuatan nadi Terapeutik: 3. Saturasi oksigen merupakan salah satu
perifermeningkat 4. Posisikan semi-fowler atau indikasi penurunan curah jantung
2. Tekanan darah fowler 4. Posisi semi fowler mampu mengurangi
membaik 100-130/60- 5. Berikan terapi oksigen sesak dan memperlancar pernafasan
90 mmHg Edukasi 5. Oksigen mampu mengurangi sesak
3. Lelah menurun 6. Ajarkan teknik relaksasi nafasdalam untuk mencegah terjadinya curah jantung
4. Dispnea menurun 7. Anjurkan beraktifitas fisik 6. Dengan teknik relaksasi nafas mampu
dengan frekuensi 16-24 sesuai toleransi mengatur pernafasan
x/menit Kolaborasi 7. Agar mampu melakukan aktifitas fisik
8. kolaborasi pemberian sesuai kemmapuan
antiaritmia, jika perlu 8. Untuk mengatur aritmia
8 Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi
tindakanperawatan Observasi
tidak efektif 1. Untuk mengetahui sirkulasi perifer
selama 3x8 jammaka 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
perifer, edema, pengisiankapiler, 2. Warna kulit mampu mendeteksi perfusi
perfusi perifer jaringan perifer
warna, suhu)
meningkat dengan 2. Monitor perubahan kulit
kriteria hasil: 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri 3. Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi
1. denyut nadi atau bengkak 4. Untuk mengetahui gangguan sirkulasi
perifermeningkat 4. Identifikasi faktor 5. Agar tidak terjadi sumbatan
2. Warna kulit risikogangguan sirkulasi 6. Agar perfusi tetap efektif
pucatmenurun Terapeutik 7. Dengan mencegah infeksi
3. Kelemahan 5. Hindari pemasangan infus atau meminimalkan terjadinya perfusi tidak
ototmenurun pengambilan darah di area efektif
4. Pengisian keterbatasan perfusi
kapiler 6. Hindari pengukuran tekanan darah
membaik pada ekstremitas dengan
5. Akral membaik keterbatasan perfusi
6. Turgor kulit membaik 7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
Edukasi
9. Anjurkan berhenti merokok
10.Anjurkan berolahraga rutin
11.Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
12.Anjurkan meminum obat
pengontrol tekanan darah secara
teratur
Kolaborasi
13.Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

9 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


tindakankeperawatan Observasi
selama 3x8 jam maka 1. Identifikasi factor pencetus dan
1. Untuk mengetahui penyebab nyeri
2. Untuk mengetahui kualitas nyeri
tautan nyeri meningkat pereda nyeri
3. Untuk mengetahui lokasi nyeri
dengan kriteria hasil: 2. Monitor kualitas nyeri 4. Untuk mengetahui intensitas nyeri
1. Melaporkan nyeri 3. Monitor lokasi dan penyebaran 5. Untuk mengetahui frekuensi nyeri
terkontrol nyeri 6. Teknik nonfarmakologis mampu
meningkat 4. Monitor intensitas nyeri mengurangi nyeri
2. Kemampuan dengan menggunakan skala 7. Dengan istirahat yang cukup mampu
mengurangi nyeri
mengenalionset nyeri 5. Monitor durasi dan frekuensi
8. Agar mampu menggambarkan nyeri
meningkat nyeri 9. Analgetik yang tepat mampu mengurangi
3. Kemampuan Teraupetik nyeri
menggunakan 6. Ajarkan Teknik 10. Kolaborasi dengan dokter untuk
teknik nonfarmakologis untuk pemberian analgetik yang tepat
nonfarmakologis mengurangi rasa nyeri
meningkat 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Keluhan nyeri Edukasi
8. Anjurkan memonitor nyeri
penggunaan
secara mandiri
analgesikmenurun
9. Anjurkan menggunakan
5. Meringis menurun
6. Frekuensi analgetik secara tepat
Kolaborasi
nadimembaik
10. Kolaborasi pemberian
7. Pola nafas membaik
obat analgetik
8. Tekanan darah
membaik
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: ECG

Black, J & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis


untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria

Desfrimadona, (2016). Kualitas Hidup pada Pasien Gagal ginjal Kronik dengan
Hemodialisa di RSUD Dr. M. Djamil Padang. Diploma Thesis Univesitas
Andalas

KEMENKES (2018). Cegah dan Kendalikan Penyakit Ginjal Dengan CERDIK


dan PATUH. Diakses pada tanggal 07 Desember 2018 dari
www.depkes.go.id

Kinta, (2012). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan


Gagal Ginjal Kronik. Scribd. Diakses pada 30 November 2018

Kozier, Barbara (2010). Fundamentals of Canadian Nursing: Concepts, Process


and Practice, edisi2. Pearson Education Canada

Long, Barbara C. (1996). Perawatan medikal bedah:suatu pendekatan proses


keperawatan. Mosby Company

Muttaqin, Arif, Kumala, Sari. (2011). Askep Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta: Salemba Medika

Nurarif & Kusuma, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Dan NANDA NIC-NOC Jilid 2 Medaction

Nurarif & Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Dan NANDA NIC-NOC Jilid 2 Medaction
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keprawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

Purwaningsih, Wahyu & Karlina, Ina. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Nuha Medika

RISKESDAS (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Diakses pada 2desember
2018. dari http://www.depkes.go.id/resources/download/general-

/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

Smeltzer & Bare. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing volume 1).
Philladelphia: Lippincott Williams 7 Wilkins.

Toto, Abdul.(2015). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Perkemihan. Jakarta :


Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai