Secara normal, manusia memiliki dua ginjal (ginjal kanan dan kiri) setiap ginjal
memiliki panjang 12 cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5 cm, dan terletak pada
bagian belakang abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada cekungan yang
berjalan disepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak perinefrik adalah lemak yang
melapisi ginjal. Ginjal kanan terletak agak lebih rendah dari pada ginjal kiri karena
adanya hepar pada sisi kanan. Sebuah glandula adrenalis terletak pada bagian atas
setiap ginjal.
1) Dua ginjal
Sepasang organ keunguan-coklat terletak di bawah tulang rusuk ke arah
tengah punggung. Fungsi mereka adalah untuk menghilangkan limbah cair dari
darah dalam bentuk urin, menjaga keseimbangan stabil garam dan zat lain
dalam darah, dan menghasilkan eritropoietin, suatu hormon yang membantu
pembentukan sel darah merah.
Ginjal menghilangkan urea dari darah melalui unit penyaringan kecil
yang disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari sebuah bola yang dibentuk dari
kapiler kecil darah, yang disebut glomerulus, dan tabung kecil yang disebut
tubulus ginjal. Urea, bersama dengan air dan zat limbah lainnya, membentuk
urin saat melewati nefron dan turun ke tubulus ginjal dari ginjal.
2) Dua ureter
Tabung sempit yang membawa urin dari ginjal ke kandung kemih. Otot
di dinding ureter terus mengencangkan dan rileks memaksa urin ke bawah, jauh
dari ginjal. Jika urin tersumbat, atau diperbolehkan untuk berdiri diam, infeksi
ginjal bisa berkembang. Rentang setiap 10 sampai 15 detik, sejumlah kecil urin
dikosongkan ke kandung kemih dari ureter.
3) kandung kemih
Berbentuk segitiga, organ berongga yang terletak di perut bagian bawah.
Kandung kemih merupakan salah satu organ yang berperan dalam sistem
ekskresi yakni sistem pengeluaran yang berupa urin. Makanan dan minuman
yang masuk kedalam tubuh akan di olah kemudian diserap oleh tubuh. Hasil
sari makanan dan makanan yang berupa padatan akan dikeluarkan melalui anus
berupa feses, sedangkan sari makanan dan minuman yang tidak berguna bagi
tubuh akan di keluarkan melalui saluran kencing berupa urin..
4) Dua otot sfingter
Otot melingkar yang membantu menjaga urin dari kebocoran dengan
menutup erat seperti karet gelang di sekitar pembukaan kandung kemih.
5) Saraf di kandung kemih
Mengingatkan seseorang ketika saatnya untuk buang air kecil, atau
mengosongkan kandung kemih.
6) Uretra
Uretra adalah saluran yang menghubungkan kantung kemih ke
lingkungan luar tubuh. Uretra berfungsi sebagai saluran pembuang baik pada
sistem kemih atau ekskresi dan sistem seksual. Pada pria, berfungsi juga dalam
sistem reproduksi sebagai saluran pengeluaran air mani.
b. Fungsi Ginjal
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi Ekskresi
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan
H+ dan membentuk kembali (HCO3)+
Mempertahankan kadar masing-masimg elektrolit plasma dalam renntang
normal.
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama
urea, asam urat dan kreatinin.
Mengekskresikan berbagai senyawa asing, seperti : obat, pestisida, toksin,
& berbagai zat eksogen yang masuk kedalam tubuh.
2. Fungsi Non Ekskresi
Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah
Menghasilkan kalikrein, suatu enzim proteolitik dalam pembentukan kinin,
yang merupakan suatu vasodilator.
Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi
produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Sintesis glukosa dari sumber non-glukosa (glukoneogenesis) saat puasa
berkepanjangan.
Menghancurkan/menginaktivasi berbagai hormon, seperti : Angiotensin II,
glukagon, insulin dan paratiroid.
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin.
2. Pengertian Gagal Ginjal Kronik
PGK adalah bila ginjal mengalami penurunan fungsi laju filtrasi glomerulus
dibawah 60 mL/min/1.73m dengan atau tanpa kerusakan ginjal (NKF DOQI, 2002).
Penyakit Ginjal Kronik menurut Kidney Disease Improving Global Outcomes
(KDIGO) adalah abnormalitas fungsi atau struktur ginjal yang berlangsung lebih dari 3
bulan dengan implikasi pada kesehatan yang ditandai dengan adanya satu atau lebih
tanda kerusakan ginjal.seperti yang terdapat pada Tabel di bawah ini (KDIGO, 2013).
3. Etiologi Gagal Ginjal Kronik
Penyebab PGK menurut National Kidney Foundation / NKF (2010) adalah :
Diabetes militus dan Hipertensi
Diabetes militus menyebabkan kerusakan pada banyak organ dan otot dalam tubuh,
termasuk ginjal dan jantung, serta pembuluh darah, saraf, dan mata karena kadar
gula yang melebihi kadar normal. Hipertensi yang tidak dikontrol dengan baik, bisa
menjadi penyebab serangan jantung, stroke dan PGK.
Glomerulonefritis
Glomerulonefritis menyebabkan peradangan dan kerusakan unit penyaringan
ginjal. Glomerulonefritis dan nefritis interstitial merupakan penyebab ketiga
penyakit gagal ginjal kronis.
Polikistik Ginjal
Polikistik ginjal merupakan penyakit ginjal bawaan sejak lahir yaitu kelainan
pembuluh darah ginjal. Keadaan ini mengakibatkan kista pada ginjal yang akan
merusak jaringan disekitarnya.
Lupus.
Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE),
yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh tubuh atau sistem internal
manusia.
Malformasi pada saluran perkemihan
Adanya sumbatan karena tumor, batu ginjal atau sumbatan karena ada pembesaran
kelenjar prostat pada pria
Infeksi kronik dari traktus urinariusyang berulang.
Etiologi lainnya menurut (price,1995)
( ) ( )
Clearance creatinin ( ml/ menit ) =
Misalnya: jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam adalah 400
ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 ml+500 ml = 900 ml.
3) Anemia
Anemia pada GGK diakibatkan penurunan sekresi eritropoeitin oleh ginjal.
Pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoeitin yaitu rekombinan
eritropoeitin (r-EPO) (Eschbach et al, 1987), selain dengan pemberian
vitamin dan asam folat, besi dan tranfusi darah.
4) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3- plasma turun dibawah
angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian Na
HCO3- (Natrium Bikarbonat) parenteral. Koreksi Ph darah yang berlebihan
dapat mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitor dengan
seksama.
5) Diet rendah Fosfat
Diet rendah Fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat Fosfat di
dalam usus. Gel yang dapat mengikat Fosfat dimakan bersama dengan
makanan.
6) Pengobatan Hiperurisemia
Obat pilihan untu mengobati hiperurisemia pada penyakit ginjal lanjut
adalh pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat dengan
menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan tubuh.
a. Hemodialisa
Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi
ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan
pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi
pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD
kronik/reguler (Daurgirdas et al., 2007).
a) Indikasi
Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):
1. Kegawatan ginjal
a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K
>6,5 mmol/l )
e. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
f. Uremia ( BUN >150 mg/dL)
g. Ensefalopati uremikum
h. Neuropati/miopati uremikum
i. Perikarditis uremikum
j. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
k. Hipertermia
2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran
dialisis.
Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan
seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis.
Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien
yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis
dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di
bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):
a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e. Komplikasi metabolik yang refrakter.
b) Kontra Indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal,
dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra
indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler
pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan
koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah
penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis
hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
c) Komplikasi
1. Komplikasi Akut
Komplikasi Penyebab
Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan,
terapi anti hipertensi, infark jantung,
tamponade, reaksi anafilaksi
Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi
yang tidak adekuat
Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung,
heparin, besi, lateks
Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan
cairan yang terlalu cepat, obat anti
aritmia yang terdialisis
Kram otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan
elektrolit
Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah
Dialysis disequilibirium Perpindahan osmosis antara intrasel
dan ekstrasel menyebabkan sel
menjadi bengkak, edema serebral.
Penurunan konsentrasi urea plasma
yang terlalu cepat
Kontaminasi bakteri/ Demam, mengigil, hipotensi oleh
endotoksin karena kontaminasi dari dialisat
maupun sirkuti air
2. Komplikasi Kronik
Penyakit Jantung
Malnutrisi
Hipertensi
Anemia
Renal osteodystrophy
Neurophaty
Disfungsi reproduksi
Gangguan perdarahan
Infeksi
Amiloidosis
Acquired cystic kidney disease
(Bieber dan Himmelfarb, 2013)
b. Dialisis peritoneal
Peritoneal dialisis merupakan salah satu tipe dialisis, dimana darah dibersihkan
di dalam tubuh. Dokter akan melakukan pembedahan untuk memasang akses
berupa catheter di dalam abdomen penderita. Pada saat tindakan, area abdominal
pasien akan secara perlahan diisi oleh cairan dialisat melalui catheter. Ada dua
macam peritoneal dialysis yaitu continous peritoneal dialysis (CAPD) dan
Continonus Cycling Peritoneal Dialysis (CCPD). Untuk Indonesia CAPD lebih
lazim digunakan daripada CCPD. Pada CAPD penderita melakukan sendiri
tindakan medis tanap bantuan mesin dan biasanya berlangsung 4 kali sehari
masing masing selama 30 menit.
c. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi penggantian ginjal yang melibatkan
pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang
membutuhkan. Transplantasi ginjal menjadi terapi pilihan untuk sebagian
besar pasien dengan gagal ginjal dan penyakit ginjal stadium akhir.
Transplantasi ginjal menjadi pilihan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Ginjal transplan biasanya tidak ditempatkan di tempat asli ginjal yang sudah
rusak, kebanyakan difossa iliaka, sehingga diperlukan pasokan darah yang
berbeda, seperti arteri renalis yang dihubungkan ke arteri iliaka
eksterna dan vena renalis yang dihubungkan ke vena iliaka eksterna.
Terdapat sejumlah komplikasi (penyulit) setelah transplantasi, seperti rejeksi
(penolakan), infeksi,sepsis, gangguan proliferasi limfa pasca-transplantasi,
ketidakseimbangan elektrolit, dsb.
Donor Ginjal
Untuk transplantasi ginjal, ada dua jenis donor yaitu donor yang masih hidup
dan donor yang sudah meninggal. Donor yang masih hidup biasanya berasal
dari anggota keluarga atau teman dekat. Sedangkan ginjal dari donor yang sudah
meninggal berasal dari seseorang yang sudah meninggal namun memiliki ginjal
yang sehat. Untuk ginjal yang berasal dari donor yang sudah meninggal
biasanya akan ada daftar tunggu karena lebih banyak pasien yang membutuhkan
daripada ginjal yang tersedia.
Kecocokan
Meskipun sudah ada ginjal yang berasal dari donor baik yang masih hidup atau
sudah meninggal, namun masih diperlukan kecocokan antara pasien dan donor.
Ginjal donor harus cocok dengan jenis darah dan jaringan tubuh penerima ginjal
(pasien). Beberapa tes dan pemeriksaan kesehatan harus dilakukan baik pada
pasien maupun donor potensial untuk menentukan apakah ginjal akan cocok
atau tidak.
Aru, dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam: FKUI
Baughman, Diane C. (2002). Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Dari Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC
KDIGO. (2013). Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic
Kidney Disease. Kid Int Supplements.
Mahessa, D.R. (2010). Penyakit Ginjal Kronis. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Muttaqin, Arif. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika.
Nursalam, & Fransisca. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Reeves, dkk. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 1. Jakarta : Salemba Medika
Suwitra, K. (2006). In Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo, A.W.,dkk.,Editor. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Departeman Ilmu
Penyakit Dalam FK-UI.
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Wilkinson, Judith M. (2011). Buku saku diagnosa keperawatan: diagnosis NANDA. Jakarta.
EGC