Anda di halaman 1dari 148

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : OKSIGENASI

Disusun Oleh :

YOGI ANDRIANSYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES RAJAWALI BANDUNG
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : OKSIGENASI

A. KONSEP DASAR TEORI


1. Definisi
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O²).
Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar
manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel
tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas
berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak
mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak
yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal.
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang di
gunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Dalam
keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap
hari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam
mempertahakan kelangsungan metabolisme sel. Sehingga di
perlukan fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti
gabungan aktifitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai
O² ke seluruh tubuh dan pembuangan CO² (hasil pembakaran sel).
Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan dalam
mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah
untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah
sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada
miokardium.
2. Anatomi Dan Fisiologi Oksigen
Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring,
laring, trakea, karina, bronchus principalis, bronchus lobaris,
bronchus segmentalis, bronchiolus terminalis, bronchiolus
respiratoryus, saccus alveolus, ductus alveolus dan alveoli. Terdapat
Lobus, dextra ada 3 lobus yaitu lobus superior, lobus media dan
lobus inferior. Sinistra ada 2 lobus yaitu lobus superior dan lobus
inferior. Pulmo dextra terdapat fissura horizontal yang membagi
lobus superior dan lobus media, sedangkan fissura oblique membagi
lobus media dengan lobus inferior. Pulmo sinistra terdapat fissura
oblique yang membagi lobus superior dan lobus inferior.
Pembungkus paru (pleura) terbagi menjadi 2 yaitu parietalis (luar)
dan Visceralis (dalam), diantara 2 lapisan tersebut terdapat rongga
pleura (cavum pleura).
Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian:
a. Menghirup udara (inpirasi)
Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk
melalui saluran pernapasan sampai keparu-paru. Proses
inspirasi : volume rongga dada naik/lebih besar, tekanan rongga
dada turun/lebih kecil.
b. Menghembuskan udara (ekspirasi)
Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah
suatu gerakan pasif yaitu terjadi relaxasi otot-otot pernapasan.
Proses ekspirasi : volume rongga dada turun/lebih kecil, tekanan
rongga dada naik/lebih besar.
Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga
tahapan, yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.
a. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke
dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi
oleh beberapa faktor:
1. Adanya kosentrasi oksigen di atmosfer. Semakin tingginya
suatu tempat, maka tekanan udaranya semakin rendah.
2. Adanya kondisi jalan nafas yang baik.
3. Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru untuk
mengembang di sebut dengan compliance. Sedangkan recoil
adalah kemampuan untuk mengeluarkan CO² atau
kontraksinya paru-paru.
b. Difusi
Difusi gas merupakan pertukaran antara O² dari alveoli ke kapiler
paru-paru dan CO² dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Luasnya permukaan paru-paru.
2. Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel
alveoli dan interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses
difusi apabila terjadi proses penebalan.
3. Pebedaan tekanan dan konsentrasi O². Hal ini dapat terjadi
sebagaimana O² dari alveoli masuk kedalam darah secara
berdifusi karena tekanan O² dalam rongga alveoli lebih tinggi
dari pada tekanan O² dalam darah vena vulmonalis.
4. Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan mengikat
HB.
c. Transportasi gas
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O² kapiler ke
jaringan tubuh dan CO² jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi gas
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi.
2. Kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah
dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit
dan kadar Hb.
3. Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami
gangguan oksigenasi menurut NANDA (2013), yaitu hiperventilasi,
hipoventilasi, deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,cemas,
penurunan energy,/kelelahan, kerusakan neuromuscular, kerusakan
muskoloskeletal, kerusakan kognitif / persepsi, obesitas, posisi
tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan dan adanya
perubahan membrane kapiler-alveoli.

a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Fisiologi
a) Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada
anemia.
b) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada
obstruksi saluran napas bagian atas.
c) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun
mengakibatkan transport O2 terganggu.
d) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,
demam, ibu hamil, luka, dan lain-lain.
e) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada
seperti pada kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang
abnormal, penyalit kronik seperti TBC paru.
2) Faktor Perkembangan
a) Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan
surfaktan.
b) Bayi dan toddler adanya risiko infeksi saluran pernapasan
akut.
c) Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran
pernapasan dan merokok.
d) Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat,
kurang aktivitas, stress yang mengakibatkan penyakit
jantung dan paru-paru.
e) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang
mengakibatkan kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas
menurun, ekspansi paru menurun.
3) Faktor Perilaku
a) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan
penurunan ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia
sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi
lemak menimbulkan arterioklerosis.
b) Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c) Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh
darah perifer dan koroner.
d) Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan
intake nutrisi/Fe menurun mengakibatkan penurunan
hemoglobin, alcohol, menyebabkan depresi pusat
pernapasan.
e) Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat
4) Faktor Lingkungan
a) Tempat kerja
b) Suhu lingkungan
c) Ketinggian tempat dan permukaan laut.
4. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan
trasportasi. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen
yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru), apabila pada proses
ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik
dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda
asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan
menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan
pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi
seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan
kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas
(Brunner & Suddarth, 2002).
5. Tanda dan Gejala
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda
gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan
otot nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas faring (nafas
cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas
pendek, nafas dengan mulut, ekspirasi memanjang, peningkatan
diameter anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan
kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang
tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2013).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu
takikardi, hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia,
kebingungan, sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-
hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun,
abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2013).
6. Pemeriksaan Fisik
a. Mata
1) Konjungtiva pucat (karena anemia)
2) Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)
3) Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak
atau endokarditis)
b. Kulit
1) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran
darah perifer)
2) Penurunan turgor (dehidrasi)
3) Edema.
4) Edema periorbital.
c. Jari dan kuku
1) Sianosis
2) Clubbing finger.
d. Mulut dan bibir
1) Membrane mukosa sianosis
2) Bernapas dengan mengerutkan mulut.
e. Hidung
Pernapasan dengan cuping hidung.
f. Vena leher
Adanya distensi / bendungan.
g. Dada
1) Retraksi otot Bantu pernapasan (karena peningkatan
aktivitas pernapasan, dispnea, obstruksi jalan pernapasan)
2) Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.
3) Tactil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara
melewati saluran/rongga pernapasan
4) Suara napas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
5) Suara napas tidak normal (creklerlr/rales, ronkhi,
wheezing, friction rub/pleural friction)
6) Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan, dullness)
h. Pola pernapasan
1) Pernapasan normal (eupnea)
2) Pernapasan cepat (tacypnea)
3) Pernapasan lambat (bradypnea)
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui
adanya gangguan oksigenasi yaitu:
a. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran
gas secara efisien.
b. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane
kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
c. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
d. Pemeriksaan sinar X dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-
proses abnormal.
e. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel
sputum/benda asing yang menghambat jalan nafas.

f. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
g. Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung
dan kontraksi paru.
h. CT-SCAN
Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal.
8. Masalah Kebutuhan Oksigen
a. Hipoksia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan
oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen.
b. Perubahan Pola Nafas
1) Takipnea, merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari
24x/ menit karena paru-paru terjadi emboli.
2) Bradipnea, merupakan pola nafas yang lambat abnormal, ±
10x/ menit.
3) Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasi
metabolisme yang terlalu tinggi dengan pernafasan lebih cepat
dan dalam sehingga terjadi jumlah peningkatan O2 dalam
paru-paru.
4) Kussmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal.
5) Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan
CO2 dengan cukup, serta tidak cukupnya jumlah udara yang
memasuki alveoli dalam penggunaan O2.
6) Dispnea, merupakan sesak dan berat saat pernafasan.
7) Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi
duduk atau berdiri.
8) Stridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena
penyempitan pada saluran nafas

c. Obstruksi Jalan Nafas


Merupakan suatu kondisi pada individu dengan pernafasan yang
mengalami ancaman, terkait dengan ketidakmampuan batuk
secara efektif. Hal ini dapat disebabkan oleh sekret yang kental
atau berlebihan akibat infeksi, imobilisasi, serta batuk tidak efektif
karena penyakit persarafan.
d. Pertukaran Gas
Merupakan kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas
baik O2 maupun CO2 antara alveoli paru-paru dan sistem
vaskular.
9. Penatalaksanaan
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
1) Pembersihan jalan nafas
2) Latihan batuk efektif
3) Suctioning
4) Jalan nafas buatan
b. Pola Nafas Tidak Efektif
1) Atur posisi pasien ( semi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Teknik bernafas dan relaksasi
c. Gangguan Pertukaran Gas
1) Atur posisi pasien ( posisi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Suctionin
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
1) Data Subjektif
a) Pasien mengeluh sesak saat bernafas
b) Pasien mengeluh batuk tertahan
c) Pasien tidak mampu mengeluarkan sekresi jalan nafas
d) Pasien merasa ada suara nafas tambahan
2) Data Objektif
a) Pasien tampak tersengal-sengal dan pernafasan dangkal
b) Terdapat bunyi nafas tambahan
c) Pasien tampak bernafas dengan mulut
d) Penggunaan otot bantu pernafasan dan nafas cuping hidung
e) Pasien tampak susah untuk batuk
b. Pola nafas tidak efektif
1) Data Subjektif
a) Pasien mengatakan nafasnya tersengal-sengal dan dangkal
b) Pasien mengatakan berat saat bernafas
2) Data Objektif
a) Irama nafas pasien tidak teratur
b) Orthopnea
c) Pernafasan disritmik
d) Letargi
c. Gangguan pernafasan gas
1) Data Subjektif
a) Pasien mengeluh pusing dan nyeri kepala
b) Pasien mengeluh susah tidur
c) Pasien merasa lelah
d) Pasien merasa gelisah
2) Data Objektif
a) Pasien tampak pucat
b) Pasien tampak gelisah
c) Perubahan pada nadi
d) Pasien tampak lelah
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan:
1) Sekresi kental/belebihan sekunder akibat infeksi, fibrosis
kistik atau influenza.
2) Imobilitas statis sekresi dan batuk tidak efektif
3) Sumbatan jalan nafas karena benda asing
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan:
1) Lemahnya otot pernafasan
2) Penurunan ekspansi paru
c. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan:
1) Perubahan suplai oksigen
2) Adanya penumpukan cairan dalam paru
3) Edema paru

3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Ketidakefektif Tupan : 1. Auskultasi 1. Pernafasan
an bersihan Setelah dilakukan dada untuk rochi, wheezing
jalan nafas tindakan karakter bunyi menunjukkan
b/d keperawatan nafas dan tertahannya
peningkatan selama ….x24 jam adanya secret. secret obstruksi
sputum jalan nafas bersih. jalan nafas
ditandai 2. Membantu
dengan batuk Tupen : 2. Berikan air mengencerkan
produktif. Setelah dilakukan minum hangat secret
asuhan 3. Memudahkan
keperawatan 3. Beri posisi pasien untuk
selama ….x24 jam, yang nyaman bernafas
jalan nafas bersih seperti posisi
kriteria : semi fowler 4. Pakaian yang
- Bu 4. Sarankan ketat
nyi nafas keluarga agar menyulitkan
vasikuler tidak pasien untuk
- Fre memakaikan bernafas
kuensi nafas 16 pakaian ketat
sampai dengan kepada pasien
20 kali permenit. 5. Kolaborasi 5. Kelembapan
- Sat penggunaan mempermudah
urasi oksigen nebulizer pengeluaran dan
diatas 90% mencegah
- Ca pembentukan
pilarry Refil Time mucus tebal
<3 detik pada bronkus
- Tid dan membantu
ak ada pernafasan
penggunaan otot
bantu nafas
- Ma
mpu melakukan
perbaikan
bersihan jalan
nafas

2 Ketidakefektif Tupan : 1. Kaji frekuensi 1. Mengetahui


an pola nafas Setelah dilakukan pernafasan frekuensi
b/d posisi tindakan pasien. pernafasan
tubuh keperawatan paasien
ditandai selama ….x24 jam 2. Tinggikan 2. Duduk tinggi
dengan pola napas efektif. kepala dan memungkinkan
bradipnea bantu ekpansi paru dan
Tupen : mengubah memudahkan
Setelah dilakukan posisi. pernafasan
asuhan 3. Ajarkan teknik 3. Edukasi
keperawatan bernafas dan kesehatan dapat
selama ….x24 jam, relaksasi yang memberikan
demam teratasi benar. pengetahuan
dengan kriteria : pada pasien
- Me tentang teknik
nunjukkkan pola bernafas
nafas efektif 4. Kolaborasikan 4. Pengobatan
dengan frekuensi dalam mempercepat
nafas 16-20 pemberian penyembuhan
kali/menit dan obat. dan memperbaiki
irama teratur pola nafas
- 2.
Mampu
menunjukkan
perilaku
peningkatan
fungsi paru R ;
17-22x/menit

3 Gangguan Tupan : 1. Auskultasi 1. Weezing atau


pertukaran Setelah dilakukan dada untuk mengiindikasi
gas b/d tindakan karakter bunyi akumulasi
berkurangnya keperawatan nafas dan sekret/ketidakma
keefektifan selama ….x24 jam adanya secret. mpuan
permukaan pertukaran gas membersihkan
paru dapat jalan napas
dipertahankan sehingga otot
secara efektif. aksesori
Tupen : digunakan dan
Setelah dilakukan kerja pernapasan
asuhan meningkat.
keperawatan 2. Memudahkan
selama ….x24 jam, 2. Beri posisi pasien untuk
pertukaran gas yang nyaman bernafas
dapat seperti posisi
dipertahankan semi fowler 3. Mengurangi
secara efektif 3. Anjurkan untuk konsumsi
dengan kriteria : bedrest, batasi oksigen pada
- Me dan bantu periode respirasi.
nunjukkan aktivitas sesuai 4. Edukasi
perbaikan kebutuhan kesehatan dapat
ventilasi dan 4. Ajarkan teknik memberikan
oksigenasi bernafas dan pengetahuan
jaringan relaksasi yang pada pasien
- Tid benar. tentang teknik
ak ada sianosis bernafas.
5. Memaksimalkan
sediaan oksigen
5. Kolaborasikan khususnya
terapi oksigen ventilasi
menurun
DAFTAR PUSTAKA
Brunner &Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Mubarak, Wahit Iqbal & Cahyani, Nurul. 2007. Kebutuhan Dasar. Jakarta :
EGC
Nanda International (2013). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi.
Jakarta:EGC
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC
Tarwonto dan Wartonah.2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Asuhan
Keperaweatan. Jakarta: Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
: CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Disusun Oleh :

YOGI ANDRIANSYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES RAJAWALI BANDUNG
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

A. KONSEP DASAR TEORI


1. DEFINISI
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga
kondisi tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam
tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis.
Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan
perpindahan berbagai cairan tubuh.
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat
tertentu (zat terlarut).Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan
partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam
larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan,
minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian
tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang
normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang
lainnya; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang
lainnya.
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan
intraseluler dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan
yang berda di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan akstraseluler
adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu :
cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler.
Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler,
cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan
cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

a. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan cairan dan


elektrolit.
1) Ginjal.
Merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam
mengatur kebutuhan cairan dan elektrolit. Terlihat pada fungsi
ginjal, yaitu sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam
dalam darah, pengatur keseimbangan asam-basa darah dan
ekskresi bahan buangan atau kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali
oleh kemampuan bagian ginjal, seperti glomerulus dalam
menyaring cairan. Rata-rata setiap satu liter darah mengandung
500 cc plasma yang mengalir melalui glomerulus, 10% nya
disaring keluar. Cairan yang tersaring (filtrate glomerulus),
kemudian mengalir melalui tubuli renalis yang sel-selnya
menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang
diproduksi ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron
dengan rata-rata 1 ml/kg/bb/jam.
2) Kulit.
Merupakan bagian penting pengaturan cairan yang terkait
dengan proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat
pengatur panas yang disarafi oleh vasomotorik dengan
kemampuan mengendalikan arteriol kutan dengan cara
vasodilatasi dan vasokontriksi. Proses pelepasan panas dapat
dilakukan dengan cara penguapan. Jumlah keringat yang
dikeluarkan tergantung banyaknya darah yang mengalir melalui
pembuluh darah dalam kulit. Proses pelepasan panas lainnya
dapat dilakukan melalui cara pemancaran panas ke udara sekitar,
konduksi (pengalihan panas ke benda yang disentuh), dan
konveksi (pengaliran udara panas ke permukaan yang lebih
dingin).
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di
bawah pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat suhu
dapat diturunkan dengan jumlah air yang dapat dilepaskan,
kurang lebih setengah liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat
yang dihasilkan dapat diperoleh melalui aktivitas otot, suhu
lingkungan dan kondisi suhu tubuh yang panas.
3) Paru.
Organ paru berperan mengeluarkan cairan dengan
menghasilkan insensible water loss kurang lebih 400 ml/hari.
Proses pengeluaran cairan terkait dengan respons akibat
perubahan upaya kemampuan bernapas.
4) Gastrointestinal.
Merupakan organ saluran pencernaan yang berperan
dalam mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan
pengeluaran air. Dalam kondisi normal, cairan hilang dalam
system ini sekitar 100-200 ml/hari. Pengaturan keseimbangan
cairan dapat melalui system endokrin, seperti: system hormonal
contohnya:
a) ADH
Memiliki peran meningkatkan reabsorpsi air sehingga
dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh.
Hormone ini dibentuk oleh hipotalamus di hipofisis posterior,
yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan
menurunkan cairan ekstrasel.
b) Aldosteron.
Berfungsi sebagai absorpsi natrium yang disekresi oleh
kelenjar adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran
aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi
kalium, natrium dan system angiotensin rennin.
c) Prostaglandin.
Merupakan asam lemak yang terdapat pada jaringan
yang berfunsi merespons radang, mengendalikan tekanan
darah dan konsentrasi uterus, serta mengatur pergerakan
gastrointestul. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam
mengatur sirkulasi ginjal.
d) Glukokortikoid.
Berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan
air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga
terjadi retensi natrium.
e) Mekanisme rasa haus.
Diatur dalam rangka memenuhi kebutuhan cairan
dengan cara merangsang pelepasan rennin yang dapat
menimbulkan produksi angiostensin II sehingga merangsang
hipotalamus untuk rasa haus.
b. Persentasi Cairan Tubuh
Persentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan
individu dan tergantung beberapa hal antara lain Umur, Kondisi lemak
tubuh dan Jenis Kelamin. Persentas total cairan tubuh berdasarkan
usia dapat dilihat pada tabel berikut :

No Usia Presentase
.

1. Bayi (baru lahir) 75 %

2. Dewasa :

- Pria (20-40 tahun) 60 %

- Wanita (20-40 tahun) 50 %

3. Usia Lanjut 45-50 %

Pada orang dewasa kira-kira 40 % baerat badannya atau 2/3


dari TBW-nya berada di dalam sel (cairan intraseluler/ICF), sisanya
atau 1/3 dari TBW atau 20% dari berat badannya berada di luar sel
(ekstraseluler) yaig terbagi dalam 15% cairan interstitial, 5 % cairan
intavaskuler dan 1-2 % transeluler.
c. Elektrolit Utama Tubuh Manusia

Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit
dan nonelektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai
dalam larutan dan tidak bermuatan listrik, seperti : protein, urea,
glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam-asam organik.
Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+),
Kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), Klorida (Cl-), bikarbonat
(HCO3-), fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-).
Konsenterasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu
bagian dengan bagian yang lainnya, tetapi meskipun konsenterasi ion
pada tiap-tiap bagian berbeda, hukum netralitas listrik menyatakan
bahwa jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan jumlah
muatan-muatan positif.

Komposisi dari elektrolit-elektrolit tubuh baik pada intarseluler


maupun pada plasma terinci dalam tabel di bawah ini :

Ekstraselular Intraselular
No. Elektrolit
Plasma Intersisial
1. Natrium 144,0 137,0 10
2. Kalium 5,0 4,7 141
3. Kalsium 2,5 2,4 0
4. Magnesium 1,5 1,4 31
5. Klorida 107,0 112,7 4
6. Bikarbonat 27,0 28,3 10
7. Fosfat 2,0 2,0 11
8. Sulfat 0,5 0,5 1
9. Protein 1,2 0,2 4

d. Perpindahan Cairan dan Elektrolit Tubuh


Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase
yaitu :
1) Fase I : Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem
sirkulasi, dan nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan
tractus gastrointestinal.
2) Fase II : Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari
darah kapiler dan sel
3) Fase III : Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah
dari cairan interstitial masuk ke dalam sel. Pembuluh darah kapiler
dan membran sel yang merupakan membrane semipermiabel
mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam
cairan tubuh ikut berpindah. Metode perpindahan dari cairan dan
elektrolit tubuh dengan cara :
a) Difusi
b) Filtrasi
c) Osmosis
d) Aktiv Transport
Diffusi dan osmosis adalah mekanisme transportasi pasif.
Hampir semua zat berpindah dengan mekanisme transportasi
pasif. Diffusi sederhana adalah perpindahan partikel-partikel
dalam segala arah melalui larutan atau gas. Beberapa faktor yang
mempengaruhi mudah tidaknya difusi zat terlarut
menembus membran kapiler dan sel yaitu :
e) Permebelitas membran kapiler dan sel
f) Konsenterasi
g) Potensial listrik
h) Perbedaan tekanan
Osmosis adalah proses difusi dari air yang disebabkan
oleh perbedaan konsentrasi. Difusi air terjadi pada daerah dengan
konsenterasi zat terlarut yang rendah ke daerah dengan
konsenterasi zat terlarut yang tinggi.
Perpindahan zat terlarut melalui sebuah membrane sel
yang melawan perbedaan konsentrasi dan atau muatan listrik
disebut transportasi aktif. Transportasi aktif berbeda dengan
transportasi pasif karena memerlukan energi dalam bentuk
adenosin trifosfat (ATP). Salah satu contonya adalah transportasi
pompa kalium dan natrium.
Natrium tidak berperan penting dalam perpindahan air di
dalam bagian plasma dan bagian cairan interstisial karena
konsentrasi natrium hampir sama pada kedua bagian itu.
Distribusi air dalam kedua bagian itu diatur oleh tekanan
hidrostatik yang dihasilkan oleh darah kapiler, terutama akibat oleh
pemompaan oleh jantung dan tekanan osmotik koloid yang
terutama disebabkan oleh albumin serum. Proses perpindahan
cairan dari kapiler ke ruang interstisial disebut ultrafilterisasi.
Contoh lain proses filterisasi adalah pada glomerolus ginjal.
Meskipun keadaan di atas merupakan proses pertukaran
dan pergantian yang terus menerus namun komposisi dan volume
cairan relatif stabil, suatu keadaan yang disebut keseimbangan
dinamis atau homeostatis.
e. Regulating Body Fluid Volumes

Di dalam tubuh seorang yang sehat volume cairan tubuh dan


komponen kimia dari cairan tubuh selalu berada dalam kondisi dan
batas yang nyaman. Dalam kondisi normal intake cairan sesuai
dengan kehilangan cairan tubuh yang terjadi. Kondisi sakit dapat
menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh. Dalam rangka mempertahankan fungsi tubuh maka tubuh akan
kehilanagn caiaran antara lain melalui proses penguapan ekspirasi,
penguapan kulit, ginjal (urine), ekresi pada proses metabolisme.

1) Intake Cairan :

Selama aktifitas dan temperatur yang sedang seorang


dewasa minum kira-lira 1500 ml per hari, sedangkan kebutuhan
cairan tubuh kira-kira 2500 ml per hari sehingga kekurangan
sekitar 1000 ml per hari diperoleh dari makanan, dan oksidasi
selama proses metabolisme.Berikut adalah kebutuhan intake
cairan yang diperlukan berdasarkan umur dan berat badan,
perhatikan tabel di bawah ini:

KEBUTUHAN CAIRAN
BERAT BADAN
NO UMUR
(KG)
(mL/24 Jam)

1 3 hari 3,0 250 - 300

2 1 tahun 9,5 1150 - 1300

3 2 tahun 11,8 1350 - 1500

4 6 tahun 20,0 1800 - 2000


5 10 tahun 28,7 2000 - 2500

6 14 tahun 45,0 2200 - 2700

7 18 tahun 54,0 2200 - 2700

Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme


haus. Pusat haus dikendalikan berada di otak Sedangakan
rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi intraseluler,
sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan
darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume darah.
Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan
sensasi haus walupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus
akan segera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh
tractus gastrointestinal.

2) Output Cairan :

Kehilangan caiaran tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :

a) Urine :

Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui


tractus urinarius merupakan proses output cairan tubuh yang
utama. Dalam kondisi normal output urine sekitar 1400-1500
ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam. Pada orang
dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine
bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat
meningkat maka produksi urine akan menurun sebagai upaya
tetap mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.

b) IWL (Insesible Water Loss) :

IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, Melalui kulit


dengan mekanisme difusi. Pada orang dewasa normal
kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah berkisar
300-400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh
meningkat maka IWL dapat meningkat.

c) Keringat :

Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi


tubuh yang panas, respon ini berasal dari anterior
hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum
tulang belakang yang dirangsang oleh susunan syaraf simpatis
pada kulit.

d) Feces :

Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200


mL per hari, yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di
dalam mukosa usus besar (kolon).

3. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh antara lain :
a. Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena
usia akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme,
dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami
gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia
lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan
gangguan fungsi ginjal atau jantung.
b. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan
kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan
tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang
beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai
dengan 5 L per hari.
c. Diet
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit.
Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar
protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan
protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam
proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan
edema.
d. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah,
dan pemecahan glykogen otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan
natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat
meningkatkan volume darah.
e. Kondisi Sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh Misalnya :

 Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air


melalui IWL

 Penyakit ginjal dan kardiovaskuler

 Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami


gangguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan
kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.

f. Tindakan Medis
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube dan lain-
lain
g. Pengobatan
Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat
berpengaruh pada kondisi cairan dan elektrolit tubuh
h. Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi
mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh,
dikarenakan kehilangan darah selama pembedahan.
Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Tubuh

Tiga kategori umum yang menjelaskan abnormalitas cairan tibuh adalah :


• Volume

• Osmolalitas

• Komposisi

Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan


ekstraseluler (ECF)dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya
natrium dan air dalam jumlahyang relatif sama, sehingga berakibat pada
kekurangan atau kelebihan volumeekstraseluler (ECF).
Ketidakseimbangan osmotik terutama mempengaruhi cairan intraseluler
(ICF) dan menyangkut bertambahnya atau kehilangan natrium dan air
dalam jumlah yang relatif tidak seimbang. Gangguan osmotik umumnya
berkaitan dengan hiponatremia dan hipernatremia sehingga nilai natrium
serum penting untuk mengenali keadaan ini.

Kadar dari kebanyakan ion di dalam ruang ekstraseluler dapat


berubah tanpadisertai perubahan yang jelas dari jumlah total dari partikel-
partikel yang aktifsecara osmotik sehingga mengakibatkan perubahan
komposisional.

1. Ketidakseimbangan Volume:

1. Kurangan Volume Cairan Ekstraseluler (ECF)

Kekurangan volume ECF atau hipovolemia didefinisikan sebagai


kehilangan cairan tubuh isotonik, yang disertai kehilangan natrium
dan air dalam jumlah yang relatif sama. Kekurangan volume
isotonik sering kali diistilahkan dehidrasi yang seharusnya dipakai
untuk kondisi kehilangan air murni yang relative mengakibatkan
hipernatremia.

2. Kelebihan Volume ECF

Kelebihan cairan ekstraseluler dapat terjadi bila natrium dan air


kedua-duanya tertahan dengan proporsi yang kira- kira
sama.Dengan terkumpulnya cairan isotonik yang berlebihan pada
ECF (hipervolumia) maka cairan akan berpindah ke kompartement
cairan interstitial sehingga mnyebabkan edema. Edema adalah
penunpukan cairan interstisial yang berlebihan. Edema dapat
terlokalisir atau generalisata.

2. Ketidakseimbangan Osmolalitas dan perubahan komposisional

Ketidakseimbangan osmolalitas melibatkan kadar zat terlarut


dalam cairan- cairan tubuh. Karena natrium merupakan zat terlarut
utama yang aktif secara osmotik dalam ECF maka kebanyakan kasus
hipoosmolalitas (overhidrasi) adalah hiponatremia yaitu rendahnya
kadar natrium di dalam plasma dan hipernatremia yaitu tingginya
kadar natrium di dalam plasma.

 Hipokalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum kurang


dari 3,5
mEq/L.

 Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum lebih


dari atau sama dengan 5,5 mEq/L.

 Hiperkalemia akut adalah keadaan gawat medik yang perlu


segera dikenali, dan ditangani untuk menghindari disritmia dan
gagal jantung yang fatal.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Fokus
a. Riwayat keperawatan
1) Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral,
parenteral)
2) Tanda umum masalah elektrolit
3) Tanda kekurangan dan kelebihan cairan
4) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis
cairan dan elektrolit
5) Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat
mengganggu minus status cairan
6) Status perkembangan seperti usia atau status sosial
7) Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang
mengganggu pengobatan
b. Pengukuran klinik
1) Berat badan
Kehilangan/bertambahnya berat badan menunjukkan
adanya masalah keseimbangan cairan.
a) ± 2% : Ringan
b) ± 5% : Sedang
c) ± 10% : Berat
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu
yang sama.
2) Keadaan Umum
Pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi,
pernafasan, dan tingkat kesadaran.
3) Pengukuran pemasukan cairan
a) Cairan oral : NGT dan oral
b) Cairan parenteral termasuk obat-obatan IV
c) Makanan yang cenderung mengandung air
d) Irigasi kateter atau NGT
4) Pengukuran pengeluaran cairan
a) Urine : volume, kejernihan/kepekatan
b) Feses: jumlah dan konsentrasi
c) Muntah
d) Tube drainase
e) IWL
5) Ukur keseimbangan cairan dengan akurat : normalnya
sekitar ± 200cc.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit
difokuskan pada:
1) Integumen : keadaan turgor kulit, edema, kelelahan,
kelemahan otot, tetani, dan sensasi rasa.
2) Kardiovaskuler : detensi vena jugularis, tekanan darah,
hemoglobin, dan bunyi jantung.
3) Mata : cekung, air mata kering
4) Neurologi : reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkat
kesadaran.
5) Gastrointestinal : keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah,
muntah-muntah, dan bising usus.

d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap : pemeriksaan ini meliputi
jumlah sel darah, hemoglobin (Hb), dan hematokrit (Ht).
a) Ht naik : adanya dehidrasi berat dan gejala syok
b) Ht turun : adanya pendarahan akut, masif, dan reaksi
hemolitik
c) Hb naik : adanya hemokonsentrasi
d) Hb turun : adanya pendarahan hebat, reaksi hemolitik
2) Pemeriksaan elektrolit serum : pemeriksaan ini dilakukan
untuk mengetahui kadar natrium, kalium, klorida, ion
bikarbonat.
3) pH dan berat jenis urin : berat jenis menunjukkan
kemampuan ginjal untuk mengatur konsentrasi urine,
normalnya pH urine adalah 4,5-8 dan berat jenisnya 1,003-
1,030.
4) Analisa gas darah : biasanya yang biasa diperiksa adalah
pH, PO, HCO, PCO, dan saturasi O2.
a) PCO2 normal : 35-40 mmHg
b) PO2 normal : 80-100 Hg
c) HCO3 normal : 25-29 mEq/l
d) Saturasi O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah
dengan jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah,
normalnya di arteri (95%-98%) dan vena (60%-85%)
(Tarwoto & Wartonah, 2010)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Aktual/resiko defisit volume cairan
Definisi: Kondisi dimana pasien mengalami resiko kekurangan
cairan pada ekstraseluler dan vaskuler.
Kemungkinan berhubungan dengan:
1) Kehilangan cairan secara berlebihan
2) Berkeringat secara berlebihan
3) Menurunnya intake oral
4) Penggunaan deuretik
5) Pendarahan
Kemungkinan data yang ditemukan:
1) Hipotensi
2) Takhikardia
3) Pucat
4) Kelemahan
5) Konsentrasi urin pekat
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:
1) Penyakit Addison
2) Koma
3) Ketoasidosis pada diabetik
4) Pendarahan gastrointestinal
5) Muntah, diare
6) Intake cairan tidak adekuat
7) AIDS
8) Pendarahan
9) Ulcer kolon
(Tarwoto & Wartonah, 2010)
b. Volume cairan berlebih
Definisi: Kondisi dimana terjadi peningkatan retensi dan edema,
Kemungkinan berhubungan dengan:
1) Retensi garam dan air
2) Efek dari pengobatan
3) Malnutrisi
Kemungkinan data yang ditemukan:
1) Orthopnea
2) Oliguria
3) Edema
4) Distensi vena jugularis
5) Hipertermi
6) Distres pernapasan
7) Anasarka
8) Edema paru
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:
1) Obesitas
2) Hipothiroidism
3) Pengobatan dengan kortikosteroid
4) Imobilisasi yang lama
5) Cushings syndrome
6) Gagal ginjal
7) Sirosis hepatis
8) Kanker
9) Tosemia
(Tarwoto & Wartonah, 2010)

3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
N
Keperawata
o Tujuan Intervensi Rasional
n
1 Aktual/resiko Tupan : 1. Ukur dan catat 1. Menentukan
defisit volume Setelah dilakukan setiap 4 jam: kehilangan dan
cairan tindakan kebutuhan
a) Intake dan
keperawatan selama output cairan cairan
….x24 jam b) Warna
kekurangan volume muntahan,
cairan teratasi. urine, dan
feses
Tupen : c) Monitor turgor
Setelah dilakukan kulit
asuhan keperawatan d) Tanda vital
selama 3x24 jam, e) Monitor IV
kekurangan volume infus
cairan teratasi f) CVP
dengan kriteria : g) Elektrolit,
- Mem BUN,
pertahankan hematokrit,
keseimbangan hemoglobin
cairan. h) Status mental
- Men i) Berat badan
unjukkan adanya 1. Berikan 2. Memenuhi
keseimbangan makanan dan kebutuhan
cairan seperti cairan makan dan
output urine minum
adekuat, tekanan
2. Berikan 3. Menunjukkan
darah stabil,
pengobatan pergerakan
membran mukosa
seperti usus dan
mulut lembap, antidiare dan muntah
turgor kulit baik. antimuntah
- Seca 3. Berikan 4. Meningkatkan
ra verbal pasien dukungan konsumsi
mengatakan verbal dalam yang lebih
penyebab pemberian
kekurangan cairan cairan
dapat teratasi. 4. Lakukan 5. Meningkatkan
kebersihan nafsu makan
mulut sebelum
makan
5. Ubah posisi 6. Meningkatkan
pasien setiap 4 sirkulasi
jam
6. Berikan 7. Meningkatkan
pendidikan informasi dan
kesehatan kerja sama
tentang:
a) Tanda dan
gejala
dehidrasi
b) Intake dan
output
cairan
c) Terapi
2 Volume Tupan : 1. Ukur dan 1. Dasar
cairan Setelah dilakukan monitor: pengkajian
berlebih tindakan a. Intake dan kardiovaskuler
keperawatan selama output dan respons
….x24 jam cairan, terhadap
keseimbangan berat penyakit
volume cairan dapat badan,
tercapai. tensi, CVP
distensi
Tupen : vena,
Setelah dilakukan jugularis,
asuhan keperawatan dan bunyi
selama 3x24 jam, paru
keseimbangan 2. Monitor rontgen 2. Mengetahui
volume cairan dapat paru adanya
tercapai dengan edema paru
kriteria :
3. Kolaborasi 3. Kerja sama
- Mem
dengan dokter disiplin ilmu
pertahankan
dalam dalam
keseimbangan
pemberian perawatan
intake dan
cairan, obat,
outpun cairan
dan efek
- Men
pengobatan
urunkan 4. Hati-hati dalam 4. Mengurangi
kelebihan cairan pemberian kelebihan
cairan cairan

5. Pada pasien 5. Mengurangi


yang bedrest: edema
a) Ubah
posisi
setiap 2
jam
b) Latihan
pasif dan
aktif
6. Pada kulit yang 6. Mencega
edema berikan h
losion, hindari kerusakan
penekanan kulit
yang terus-
menerus
DAFTAR PUSTAKA
Kozier, dkk. 2010. Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses,
dan praktik Volume 2, Edisi 7. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses
Keperawatan Edisi 4. Salemba Medika: Jakarta
Wilkinson, J. M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Kriteria
Hasil (NOC ) dan Intervensi (NIC). EGC: Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : ELIMINASI

Disusun Oleh :

YOGI ANDRIANSYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES RAJAWALI BANDUNG
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN ELIMINASI
Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Eliminasi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak
diperlukan oleh tubuh. Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : eliminasi
urine dan eliminasi fekal.
Eliminasi urine
Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan.
Dimana sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemoh, dan uretra.
Proses pembentukan urine di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu : filtrasi ,
reabsorpsi dan sekresi .Proses filtrasi berlangsung di glomelurus. Proses ini
terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen. Proses
reabsorpsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida, fosfat, dan beberapa ion karbonat. Proses sekresi ini sisa reabsorpsi
diteruskan keluar.
Eliminasi fekal
Eliminasi fekal sangat erat kaitannya dengan saluran pencernaan. Saluran
pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan proses penernaan
(pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair
dari mulut sampai anus. Organ utama yang berperan dalam eliminasi fekal
adla usus besar. Usus besar memiliki beberapa fungsi utama yaitu
mengabsorpsi cairan dan elektrolit, proteksi atau perlindungan dengan
mensekresikan mukus yang akan melindungi dinding usus dari trauma oleh
feses dan aktivitas bakteri, mengantarkan sisa makanan sampai ke anus
dengan berkontraksi.
Proses eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan intestin. Pusat
refleks ini terdapat pada medula dan spinal cord. Refleks defekasi timbul
karena adanya feses dalam rektum

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi


a. Eliminasi Urine
1. Diet dan intake

2
Jumlah dan tipe makanana mempengaruhi output urine, seperti
protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar.
2. Respon keinginan awal untuk berkemih
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan yang
mengabaikan respon awal untuk berkemih dan hanya pada akhir
keinginan berkemih menjadi lebih kuat. Akibatnya urine banyak
tertahan dalam kandung kemih. Masyarakat ini mempunyai kapasitas
kamdung kemih yang lebih dari normal.
3. Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal
eliminasi urine. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat
mempengaruhi frekuensi eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat
mempengaruhi tingkah laku.
4. Stress psikologi
Meningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan frekuensi
keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitif untuk
keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang
diproduksi.
5. Tingkat aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik
untuk tonus spingter internal dan eksternal.
6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan
mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung
kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya
7. Kondisi patologis
Saat seseorang dalam keadaan sakit,produksi urinnya sedikit
hal ini disebabkan oleh keinginan untuk minum sedikit.

b. Eliminasi Fekal
1. Tingkat perkembangan
Pada bayi sistem pencernaannya belum sempurna. Sedangkan
pada lansia proses mekaniknya berkurang karena berkurangnya
kemampuan fisiologis sejumlah organ.
2. Diet
Ini bergantung pada kualitas, frekuensi, dan jumlah makanan
yang dikonsumsi. Sebagai contoh, makanan berserat akan
mempercepat produksi feses. Secara fisiologis, banyaknya makanan
yang masuk kedalam tubuh juga berpengaruh terhadap keinginan
defekasi.
3. Asupan Cairan
Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses lebih
keras. Ini karena jumlah absorpsi cairan dikolon meningkat.
4. Tonos Otot
Tonus otot terutama abdomen yang ditunjang dengan aktivitas
yang cukup akan membantu defekasi. Gerakan peristaltik akan
memudahkan materi feses bergerak disepanjang kolon.
5. Faktor psikologis
Perasaan cemas atau takut akan mempengaruhi peristaltik atau
motilitas usus sehingga dapat menyebabkan diare.
6. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek konstipasi.
Laksatif dan katartik dapat melunakkan feses dan meningkatkan
peristaltik. Akan tetapi, jika digunakan dalam waktu lama, kedua obat
tersebut dapat menurunkan tonus usus sehingga usus menjadi kurang
responsif terhadap stimulus laksatif. Obat-obat lain yang dapat
mengganggu pola defekasi antara lain: analgesik narkotik,opiat, dan
anti kolinergik.
7. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menyebabkan diare atau
konstipasi.
8. Gaya hidup
Aktivitas harian yang biasa dilakukan, bowel training pada saat
kanak-kanak, atau kebiasaan menahan buang air besar.
9. Aktivitas fisik
Orang yang banyakn bergerak akan mempengaruhi mortilitas
usus.
10. Posisi selama defekasi
Posisi jongkok merupakan posisi paling sesuai untuk defekasi.
Posisi tersebut memungkinkan individu mengerahkan tekanan yang
terabdomen dan mengerutkan otot pahanya sehingga memudahkan
proses defekasi.
11. Kehamilan
Konstipasi adalah masalah umum ditemui pada trimester akhir
kehamilan . seiring bertambahnya usia kehamilan , ukuran janin dapat
menyebabkan obstruksi yang akan menghambat pengeluaran feses.
Akibatnya, ibu hamil sering kali mengalami hemoroid permanen
karena seringnya mengedan saat defekasi .

3. KLASIFIKASI
Eleminasi urine
1. Retensi urine
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih
akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih .
2. Dysuria
Adanya rasa setidaksakit atau kesulitan dalam berkemih .
3. Polyuria
Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal , seperti 2500
ml / hari , tanpa adanya intake cairan .
4. Inkontinensi urine
Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot spingter eksternal
untuk mengontrol keluarnya urine dari kantong kemih .
5. Urinari suppresi
Adalah berhenti mendadak produksi urine
Eleminasi fekal
1. Konstipasi
Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi , yang diikuti oleh
pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering .

2. Impaksi
3. Diare Imfaksi feses merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi . Imfaksi

adalah kumpulan feses yang mengeras , mengendap di dalam rektum ,


yang tidak dapat dikeluarkan.

Diare adalah peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran


feses yang cair dan tidak berbentuk . Diare adalah gejala gangguan yang
mempengaruhi proses pencernaan , absorpsi , dan sekresi di dalam
saluran GI .
4. Inkontinensia
Inkontinensia feses adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses
dan gas dari anus .
5. Flatulen
Flatulen adalah penyebab umum abdomen menjadi penuh , terasa nyeri ,
dan kram.
6. Hemoroid
Hemoroid adalah vena – vena yang berdilatasi , membengkak dilapisan
rektum .
4. GEJALA KLINIS
Eleminasi urine
Retensi urine
- Ketidaknyamanan daerah pubis
- Distensi kandung kemih
- Ketidaksanggupan untuk berkemih
- Sering berkemih dalam kandung kemih yang sedikit ( 25 – 50 ml )
Eleminasi Fekal
Diare
- Nyeri atau kejang abdomen
- Kadang disertai darah atau mukus
- Kadang vomitus atau nausea
- Bila berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya kelemahan dan
kurus

5. PEMERIKSAAN FISIK
Eleminasi urine
1. Abdomen, kaji dengan cermat adanya pembesaran , distensi kandung
kemih , pembesaran ginjal , nyeri tekan pada kandung kemih .
2. Genitalia. Kaji kebersihan daerah genetalia . Amati adanya bengkak ,
rabas , atau radang pada meatus uretra .
3. Urine, kaji karakteristik urine klien bandingkan dengan karakteristik urine
normal.
Eleminasi fekal
1. Abdomen, pemeriksaan dilakukan pada posisi terlentang , hanya pada
bagian yang tampak saja
- Inspeksi. Amati abdomen untuk melihat bentuknya , simetrisitas ,
adanya distensi atau gerak peristaltik .
- Auskultasi , dengarkan bising usus , lalu perhatikan intensitas ,
frekuensi dan kualitasnya.
- Perkusi , lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui
adanya distensi berupa cairan , massa , atau udara . mulailah pada
bagian kanan atas dan seterusnya .
- Palpasi , lakukan palpasi untuk mengetahui konstitensi abdomen
serta adanya nyeri tekan atau massa di permukaan abdomen .
2. Rektum dan anus , pemeriksaan dilakukan pada posisi litotomi atau sims.
3. Feses , amati feses klien dan catat konstitensi, bentuk , bau , warna , dan
jumlahnya .

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Eleminasi urine
1. Pengkajian
Riwayat keperawatan
Tanyakan pada klien secara cermat dan menyeluruh tentang hal – hal
sbb :
a. Pola perkemihan
Pertanyaan terkait pola berkemih sifatnya individual . Ini bergantung
pada individu apakah pola berkemihnya termasuk dalam kategori
normal atau apakah ia merasa ada perubahan pada pola
berkemihnya .
b. Frekuensi berkemih
- 5 kali / hari , tergantung kebiasaan seseorang.
- 70% miksi pada siang hari, sedangkan sisanya dilakukan pada
malam hari, menjelang dan sesudah bangun tidur.
- Berkemih dilakukan saat bangun tidur dan sebelum tidur.
c. Volume berkemih
Kaji perubahan volume berkemih untuk mengetahui adanya
ketidakseimbangan cairan dengan membandingkannya dengan
volume berkemih normal.
d. Asupan dan haluaran cairan
- Catat haluaran urine selama 24 jam
- Kaji kebiasaan minum klien setiap hari
- Catat asupan cairan peroral, lewat makanan, lewat cairan infus,
atau NGT jika ada.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi urine yang berhubungan dengan kelemahan otot detrusor.
3. Rencana Tindakan dan Rasionalisasi
Intervensi Rasional
1. Minta klien untuk berusaha 1. Melatih mengosongkan kandung
berkemih pada waktu yang kemih secara teratur dapat
terjadwal secara teratur. mengurangi terjainay pengeluaran
air kemih dalam bentuk tetesan.
2. Instruksikan klien untuk melakukan 2. Latihan dasar panggul membantu
latihan dasar panggul di luar waktu memperkuat otot-otot panggul pada
berkemihnya. Minta klien saat saraf panggul utuh.
melakukan latihan ini setiap kali
berkemih.
3. Minta klien menggunakan 3. Metode Crede membantu
kompresi kandung kemih(metoda menstimulasi mikturisi dan
Crede) selama berkemih mengosongkan kandung kemih.

Eliminasi Fekal
1. Pengkajian
Riwayat Keperawatan
Tanyakan pada klien tentang hal-hal sebagai berikut:
a. Pola defekasi
- Frekuensi (berapa kali perhari/minggu?)
- Apakah frekuensi tersebut pernah berubah?
- Apa penyebabnya?
b. Perilaku defekasi
- Apakah klien menggunakan laksatif?
- Bagaimana cara klien mempertahankan pola defekasi?
c. Deskripsi feses
- Warna?
- Tekstur?
- Bau?
d. Diet
- Makanan apa yang mempengaruhi perubahan pola defekasi
klien?
- Makanan apa yang biasa klien makan?
- Makanan apa yang klien hindari atau pantang?
- Apakah klien makan secara teratur?
e. Cairan. Jumlah dan jenis minuman yang dikonsumsi setiap hari
f. Aktivitas
- Kegiatan sehari-hari(misal olahraga)
- Kegiatan spesifik yang dilakukan klien( misal penggunaan
laksatif, enema atau kebiasaan mengonsumsi sesuatu sebelum
defekasi)
g. Penggunaan medikasi. Apakah klien bergantung pada obat-obatan
yang dapat mempengaruhi pola defikasinya.
h. Stress
- Apakah klien mengalami stres yang berkepanjangan?
- Koping apa yang klien gunakan dalam menghadapi stress?
- Bagaimana respon klien terhadap stres? Positif atau negatif?
i. Pembedahan atau penyakit menetap
- Apakah klien pernah mengalami tindakan bedah yang dapat
Mengganggu pola defekasi?
- Apakah klien pernah menderita penyakit yang mempengaruhi
sistem gastrointestinalnya?

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko devisit volume cairan yang berhubungan dengan diare yang
lama.
3. Rencana Tindakan
Kriteria evaluasi :
1. Berkemih dengan jumlah yang cuk
2. Tidak teraba distensi kandung kemih
Intervensi Rasional
1. Dorong pasien 1. Meminimal
utnuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba- kan retensi urin distensi berlebihan
tiba dirasakan. pada kandung kemih.
2. Tekanan
2. Tanyakan pasien tentang inkontinensia
ureteral tinggi menghambat
stres.
pengosongan kandung kemih.
3. Observasi aliran urin, perhatikan 3. Berguna
ukuran dan ketakutan. untuk mengevaluasi obsrtuksi dan
4. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap pilihan intervensi.
berkemih. 4. Retensi
urin meningkatkan tekanan dalam
5. Perkusi/palpasi area suprapubik
saluran perkemihan atas.
5. Distensi
kandung kemih dapat dirasakan
diarea suprapubik.
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : ISTIRAHAT TIDUR

Disusun Oleh :

YOGI ANDRIANSYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES RAJAWALI BANDUNG
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : ISTIRAHAT TIDUR
A. Pengertian Istirahat Tidur
Menurut Potter & Perry (2005), tidur merupakan proses fisiologis yang
bersiklus bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Tidur
adalah keadaan gangguan kesadaran yang dapat bangun dikarakterisasikan
dengan minimnya aktivitas (Keperawatan Dasar, 2011:203). Tidur adalah suatu
keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang
merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan
fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda (Tarwoto, 2006). Sedangkan
Istirahat adalah relaksasi seluruh tubuh atau mungkin hanya melibatkan
istirahat untuk bagian tubuh tertentu (Keperawatan, Dasar, 2011:203). Istirahat
adalah suatu keadaan di mana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat
badan menjadi lebih segar (Tarwoto, 2006).
Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau
berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola
istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya
hidup yang diinginkannya (Lynda Juall, 2012:522). Gangguan pola tidur adalah
gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal (NANDA
NIC-NOC,2013:603).
Insomnia adalah gangguan pada kuantitas dan kualitas tidur yang
menghambat fungsi. Deprivasi tidur adalah periode panjang tanpa tidur (“tidur
ayam” yang periodic dan alami secara terus-menerus). Kesiapan meningkatkan
tidur adalah pola “tidur ayam” yang periodic dan alami, yang memberi istirahat
adekuat, mempertahankan gaya hidup yang diinginkan dan dapat ditingkatkan
(NANDA, 2012).
1. Fisiologi Tidur
Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus
tidur/terjaga umumnya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam siklus
siang/malam. Selain siklus tidur/terjaga, tidur terjadi dalam tahapan yang
berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima tahapan tidur. Tahap 1
hingga tahap 4 mengacu pada tidur dengan gerakan mata tidak cepat
(NREM- Non Rapid Eye Movement) dan berkisar dari kedaan tidur sangat
ringan di tahap 1 hingga keadaan tidur nyenyak di tahap 3 dan 4. Selama
tidur NREM, seseorang biasanya mengalami penurunan suhu, denyut,
tekanan darah, pernapasan, dan ketegangan otot. Penurunan tuntutan
fungsi tubuh dianggap melakukan tindakan responsif, baik secara fisiologi
maupun psikologi. Tahap 5 disebut tidur dengan gerak mata cepat (REM-
Rapid Eye Movement). Tahap tidur REM dikarakterisasikan dengan

2
meningkatnya level aktivitas dibandingkan pada tahap NREM. Manfaat tidur
REM berkaitan dengan perbaikan dalam proses mental dan kesehatan
emosi.
a. Non Rapid Eye Movement (NREM)
Terjadi kurang lebih 90 menit pertama setelah tertidur. Terbagi
menjadi empat tahapan yaitu:
1) Tahap I
Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur.
Berlangsung beberapa menit saja, dan gelombang otak menjadi
lambat. Tahap I ini ditandai dengan :
a) Mata menjadi kabur dan rileks.
b) Seluruh otot menjadi lemas.
c) Kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan.
d) Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun.
e) EEG: penurunan Voltasi gelombang-gelombang Alfa.
f) Dapat terbangun dengan mudah.
g) Bila terbangun terasa sedang bermimpi.
2) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus
menurun. Berlangsung 10-20 menit, semakin rileks, mudah terjaga,
dan gelombang otak menjadi lebih lambat. Tahap II ini ditandai
dengan :
a) Kedua Bola mata berhenti bergerak.
b) Suhu tubuh menurun.
c) Tonus otot perlahan-lahan berkurang.
d) Tanda-tanda vital turun dengan jelas.
e) EEG: Timbul gelombang beta Frekuensi 15-18 siklus / detik yang
disebut gelombang tidur.

3) Tahap III
Merupakan awal tahap tidur nyenyak. Tahap ini berlangsung
15-30 menit. Tahap III ini ditandai dengan:
a) Relaksasi otot menyeluruh.
b) Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur.
c) EEG: perubahan gelombang Beta menjadi 1-2 siklus / detik.
d) Sulit dibangunkan dan digerakkan.
4) Tahap IV
Tahap Tidur Nyenyak, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tahap
ini ditandai dengan :
a) Jarang bergerak dan sangat sulit dibangunkan.
b) Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada jam
bangun pagi.
c) Tonus Otot menurun (relaksasi total).
d) Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30 %.
e) EEG: hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan
frekwensi 1-2 siklus/detik.
f) Gerak bola mata mulai meningkat.
g) Terjadi mimpi dan terkadang tidur sambil berjalan serta enuresis
(mengompol).
b. Rapid Eye Movement (REM)
Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang dewasa REM
terjadi 20-25 % dari tidurnya.
1) Tahap REM ditandai dengan:
a) Bola mata bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari tahap-
tahap sebelumnya.
b) Mimpi yang berwarna dan nyata muncul.
c) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur dimulai.
d) Terjadi kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.
e) Ditandai oleh respons otonom yaitu denyut jantung dan
pernapasan yang berfluktuasi, serta peningkatan tekanan darah
yang berfluktuasi.
f) Metabolisme meningkat.
g) Lebih sulit dibangunkan.
h) Sekresi ambung meningkat.
i) Durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-rata
20 menit.
2) Karakteristik tidur REM
a) Mata : Cepat tertutup dan terbuka.
b) Otot-otot : Kejang otot kecil, otot besar immobilisasi.
c) Pernapasan : tidur teratur, kadang dengan apnea.
d) Nadi : Cepat dan ireguler.
e) Tekanan darah : Meningkat atau fluktuasi.
f) Sekresi gaster : Meningkat.
g) Metabolisme : Meningkat, temperatur tubuh naik.
h) Gelombang otak : EEG aktif.
i) Siklus tidur : Sulit dibangunkan.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur
a. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih
banyak dari normal. Namun demikian keadaan sakit menjadikan
pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien
dengan gangguan pernapasan seperti asma, bronkhitis, penyakit
kardiovaskuler, dan penyakit persarafan.
b. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan
nyaman, kemungkinan terjadi perubahan suasana seperti gaduh
maka akan menghambat tidurnya.
c. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan
keinginan untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
d. Kelelahan
Dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.
e. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf
simpatis sehingga mengganggu tidurnya.
f. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan
minum alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan cepat marah.

g. Obat-obatan
Beberapa obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara
lain Diuretik (menyebabkan insomnia), Anti depresan (supresi REM),
Kaffein (Meningkatkan saraf simpatis), Beta Bloker (Menimbulkan
insomnia), dan Narkotika (Mensupresi REM).
3. Gangguan Tidur
Ganguan tidur adalah suatu kondisi yang jika tidak diobati, umunya
menyebabkan tidur terganggu yang menghasilkan salah satu dari tiga
masalah insomnia yaitu : gerakan abnormal atau sensasi saat tidur atau
ketika terbangun di malam hari, atau kantuk yang berlebihan di siang hari
( Maslow, 2005).
a. Insomnia
Insomnia adalah gejala yang dialami klien ketika mereka
mengalami kesulitan tidur kronis, sering terbangun dari tidur, dan atau
tidur pendek atau tidur non retoratif (Edinger dan Sarana, 2005).
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara kualitas
maupun kuantitas. Umumnya ditemui pada individu dewasa.
Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena faktor mental
seperti perasaan gundah dan gelisah. Ada tiga jenis insomnia yaitu
Initial insomnia adalah kesulitan untuk memulai tidur, Intermitten
insomnia adalah kesulitan untuk tetap tertidur karena seringnya
terjaga, terminal insomnia adalah bangun terlalu dini dan sulit untuk
tidur kembali.
b. Parasomnia
Adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat
seseorang tidur, dan bisanya terjadi pada anak-anak daripada orang
dewasa. Misalnya tidur berjalan, mengigau, teror malam, mimpi buruk,
nokturnal, enuresis (mengompol), badan goyang, dan bruksisme (gigi
bergemeretak).
c. Hipersomnia
Adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berlebihan
terutama pada siang hari.
d. Narkolepsi
Gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara
tiba-tiba pada siang hari. Seseorang dengan narkolepsi sering
mengalami mimpi seperti nyata yang terjadi ketika seseorang tertidur.
Mimpi-mimpi ini sulit dibedakan dari kenyataan. Kelumpuhan tidur,
perasaan tidak mampu bergerak, atau berbicara sesaat sebelum
bagun atau tidur adalah gejala lainnya (Guilleminaultt dan Fromberz,
2005).
e. Apnea saat Tidur dan Mendengkur
Merupakan gangguan yang ditandai oleh kurangnya aliran udara
melalui hidung dan mulut untuk periode 10 detik atau lebih pada saat
tidur. Ada tiga jenis tidur apnea yaitu : apnea sentral, obstruktif, dan
campuran. Bentuk yang paling umum adalah apnea obstruktif atau
Obstruktif Sleep Apnea (OSA). OSA mempengaruhi 10-15% dari
dewasa menengah (Groth, 2005), Namun sering terjadi juga pada
wanita menopause, serta wanita muda dan anak-anak (Mendez, dan
Olson, 2006). OSA terjadi ketika otot atau struktur dari rongga mulut
atau tenggorakan mengalami relaksasi saat tidur. Saluran napas
tersumbat sebagian atau seluruhnya, mengurangi aliran udara hidung
(hiponea) atau menghentikannya (apnea) selama 30 detik
(Guilleminault dan Bassiri, 2005). Seseorang masih mencoba untuk
bernapas karena dada dan perut terus bergerak, sehingga sering
menghasilkan dengkuran keras dan suara mendengus atau
mendengkur. Ketika pernapasan menjadi sebagian atau seluruhnya
berkurang, setiap gerakan diafragma berturut-turut menjadi kuat
sampai penyumbatan terbuka. Mendengkur bukan dianggap sebagai
gangguan tidur, namun bila disertai apnea maka bisa menjadi
masalah.
f. Mengigau
Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum
tidur REM.
B. Tanda dan Gejala
1. Dewasa
a. Data Mayor : Kesulitan untuk tertidur atau tetap tidur
b. Data Minor
1) Keletihan saat bangun atau letih sepanjang hari
2) Perubahan mood
3) Agitasi
4) Mengantuk sepanjang hari
2. Anak
a. Gangguan pada anak sering kali dihubungkan dengan ketakutan,
enuresis, atau respons tidak konsisten dari orang tua terhadap
permintaan anak untuk mengubah peraturan dalam tidur seperti
permintaan untuk tidur larut malam.
b. Keengganan untuk istirahat, keinginan untuk tidur bersama orang tua.
c. Sering bangun saat malam hari.
C. Pohon Masalah

Obat & Stress / Latihan


Gaya Lingkungan
Substansi emosiona kelelahan
Menguba tidak
Rutinitas Kecemas Menguran
h pola Sulit tidur
& bekerja Tegang / gi
Nutrisi &
Kesulitan frustasi kenyaman
Gangguan
menyesuai Sering
pencernaan Motivasi
Gangguan kan terbangu
perubahan Gangguan
Keinginan
Penyakit proses
menanti
Gangguan
Lemah &

Butuh lebih Tidak dapat tidur Perbaikan Tidak dapat


banyak dengan kualitas pola tidur tidur dalam
periode
Akibat Kesiapan
Akibat factor Deprivasi
factor meningkat
eksternal tidur
Gangguan kan tidur
D. Pemeriksaan Diagnostik Insomni
pola tidur
Menurut Remelda
(2008) untuk mendiagnosis seseorang mengalami
gangguan atau tidak dapat dilakukan pemeriksaan melalui penilaian terhadap :
1. Pola tidur penderita
2. Pemakaian obat-obatan, alkohol atau obat terlarang
3. Tingkatan stres psikis
4. Riwayat medis
5. Aktivitas fisik.
Tidur dapat diukur secara objektif dengan menggunakan alat yang disebut
polisomnografi. Alat ini dapat merekam elektroensefalogram (EEG),
elektromiogram (EMG), dan elektro-okulogram (EOG) sekaligus. Dengan alat
ini kita dapat mengkaji aktivitas klien selama tidur. Aktivitas yang klien lakukan
tanpa sadar tersebut bisa jadi merupakan penyebab seringnya klien terjaga di
malam hari. The Multiple Sleep Latency Test (MSLT) memberikan informasi
yang objektif tentang kantuk dan aspek-aspek tertentu dari struktur tidur dan
mengukur gerakan mata menggunakan EOG, perubahan tonus otot
menggunakan EMG, dan aktivitas listrik otak menggunakan EEG. Klien dapat
memekai Actigraph pada pergelangan tangan untuk mengukur pola tidur
selama jangka waktu tertentu. Data Actigraphy memberika informasi waktu
tidur, efisiensi tidur, jumlah durasi waktu jaga, serta tingkat aktivitas dan
istirahat (Buysse, 2005).
E. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Non Farmakologi
Merupakan pilihan utama sebelum menggunakan obat-obatan karena
penggunaan obat-obatan dapat memberikan efek ketergantungan. Ada
pun cara yang dapat dilakukan antara lain :
a. Terapi relaksasi
Terapi ini ditujukan untuk mengurangi ketegangan atau stress yang
dapat mengganggu tidur. Bisa dilakukan dengan tidak membawa
pekerjaan kantor ke rumah, teknik pengaturan pernapasan,
aromaterapi, peningkatan spiritual dan pengendalian emosi.
b. Terapi tidur yang bersih
Terapi ini ditujukan untuk menciptakan suasana tidur bersih dan
nyaman. Dimulai dari kebersihan penderita diikuti kebersihan tempat
tidur dan suasana kamar yang dibuat nyaman untuk tidur.
c. Terapi pengaturan tidur
Terapi ini ditujukan untuk mengatur waktu tidur perderita mengikuti
irama sirkardian tidur normal penderita. Jadi penderita harus disiplin
menjalankan waktu-waktu tidurnya.
d. Terapi psikologi/psikiatri
Terapi ini ditujukan untuk mengatasi gangguan jiwa atau stress
berat yang menyebabkan penderita sulit tidur. Terapi ini dilakukan oleh
tenaga ahli atau dokter psikiatri.
e. CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
CBT digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif si penderita
dalam memandang dirinya, lingkungannya, masa depannya, dan untuk
meningkatkan rasa percaya dirinya sehingga si penderita merasa
berdaya atau merasa bahwa dirinya masih berharga.
f. Sleep Restriction Therapy
Sleep restriction therapy digunakan untuk memperbaiki efisiensi
tidur si penderita gangguan tidur.
g. Stimulus Control Therapy
Stimulus control therapy berguna untuk mempertahankan waktu
bangun pagi si penderita secara reguler dengan memperhatikan waktu
tidur malam dan melarang si penderita untuk tidur pada siang hari
meski hanya sesaat.
h. Cognitive Therapy
Cognitive Therapy berguna untuk mengidentifikasi sikap dan
kepercayaan si penderita yang salah mengenai tidur.
i. Imagery Training
Imagery Training berguna untuk mengganti pikiran-pikiran si
penderita yang tidak menyenangkan menjadi pikiran-pikiran yang
menyenangkan.
j. Mengubah gaya hidup
Bisa dilakukan dengan berolah raga secara teratur, menghindari rokok
dan alkohol, mengontrol berat badan dan meluangkan waktu untuk
berekreasi ke tempat-tempat terbuka seperti pantai dan gunung.
2. Terapi Farmakologi
Mengingat banyaknya efek samping yang ditimbulkan dari obat-
obatan seperti ketergantungan, maka terapi ini hanya boleh dilakukan oleh
dokter yang kompeten di bidangnya. Obat-obatan untuk penanganan
gangguan tidur antara lain:
a. Golongan obat hipnotik
b. Golongan obat antidepresan
c. Terapi hormone melatonin dan agonis melatonin.
d. Golongan obat antihistamin.
Menurut Remelda (2008) untuk tindakan medis pada pasien
gangguan tidur yaitu dengan cara pemberian obat golongan hipnotik-sedatif
misalnya: Benzodiazepin (Diazepam, Lorazepam, Triazolam,
Klordiazepoksid) tetapi efek samping dari obat tersebut mengakibatkan
Inkoordinsi motorik, gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan
koordinasi berpikir, mulut kering, dsb.
F. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Umum
Mengkaji identitas pasien dan identitas penanggung jawab pasien
dengan format nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pekerjaan, suku
bangsa, alamat, pendidikan, diagnose medis, sumber biaya, hubungan
antara pasien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Perawat memfokuskan pada hal-hal yang
menyebabkan klien meminta bantuan pelayanan seperti :
1) Apa yang dirasakan klien
2) Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-
tiba atau perlahan dan sejak kapan dirasakan
3) Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
4) Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sangat mengganggu
klien.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kondisi yang pernah dialami oleh klien diluar gangguan yang
dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah
berlangsung lama bila dihubungkan dengan usia dan kemungkinan
penyebabnya, namun karena tidak mengganggu aktivitas klien, kondisi
ini tidak dikeluhkan.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kondisi kesehatan keluarga klien untuk menilai ada
tidaknya hubungan dengan penyakit yang sedang dialami oleh klien.
Meliputi pengkajian apakah pasien mengalami alergi atau penyakit
keturunan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Meliputi pengkajian apakah gangguan yang dirasakan pertama
kali atau sudah sering mengalami gangguan pola tidur.
3. Kebutuhan Biopsikososial Spiritual
a. Bernapas
b. Nutrisi
c. Eliminasi
d. Aktivitas
e. Istirahat tidur
f. Berpakaian
g. Pengaturan suhu tubuh
h. Personal Hygiene
i. Rasa Aman Nyaman
j. Komunikasi
k. Spiritual
l. Rekreasi
m. Bekerja
n. Pengetahuan atau belajar
4. Data Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum Pasien
Meliputi kesadaran, postur tubuh, kebersihan diri, turgor kulit,
warna kulit.
b. Gejala Kardial
Meliputi suhu, tensi, nadi, dan napas.
c. Keadaan fisik
Meliputi pengkajian dari head to toe meliputi kepala, mata, hidung,
mulut, telinga, leher, thoraks, abdomen, dan ekstermitas.
Secara umum, teknik pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dalam
memperoleh berbagai penyimpangan fungsi adalah : Inspeksi, Palpasi,
Auskultasi dan Perkusi.

5. Data Pemeriksaan Penunjang


Meliputi data laboratorium dan cek laboratorium yang telah
dilakukan pasien baik selama perawatan ataupun baru masuk rumah sakit.
6. Pengkajian Psikososial
Mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman dan handai
taulan serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat dan sakit.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Insomnia
2. Deprivasi tidur
3. Kesiapan meningkatkan tidur
4. Gangguan pola tidur
H. Rencana Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil
No Diagnosa Intervensi (NIC) Rasional
(NOC)
1 Insomnia Setelah dilakukan asuhan 1. Peningkatan Koping : Mengurangi tekanan
keperawatan selama... x Membantu pasien pada diri pasien.
24 jam diharapkan pasien untuk beradaptasi
tidak mengalami insomnia dengan persepsi,
dengan kriteria hasil : stressor, perubahan
1. Jumlah jam tidur atau ancaman yang
Kenyamanan
(sedikitnya 5 jam mengganggu
membuat pasien
per pemenuhan tuntutan
relaksasi dan
24 jam untuk orang dan peran hidup.
2. Manajemen membantu pasien
dewasa.
2. Pola, kualitas dan Lingkungan santai.
rutinitas tidur. Kenyamanan:
3. Perasaan segar
Memanipulasi
setelah tidur.
lingkungan sekitar
4. Terbangun di waktu Agar pasien mampu
pasien untuk
yang sesuai. membangun pola
meningkatkan
tidur yang sesuai
kenyamanan yang
optimal.
3. Peningkatan Tidur :
Memfasilitasi siklus
tidur-terjaga yang
teratur.
2 Deprivasi Setelah dilakukan 1. Manajemen Energi : 1. Menghilangkan
Tidur asuhan keperawatan Mengatur penggunaan pencetus
selama ...X24 jam energi untuk deprivasi tidur.
diharapkan pasien mengatasi atau
tidak mengalami mencegah keletihan
deprivasi tidur dengan dan mengoptimalkan
2. Mengurangi
kriteria hasil : fungsi.
gangguan tidur.
2. Manajemen Medikasi :
1. Menunjukkan Tidur,
Memfasilitasi
yang
penggunaan obat
dibuktikan oleh
resep dan obat bebas 3. Membuat pasien
indikator berikut
yang aman dan lebih santai.
(gangguan
efektif.
ekstrem, berat,
3. Manajemen Alam
sedang, ringan,
Perasaan:
atau tidak
Menciptakan
mengalami
keamanan ,
gangguan )
kestabilan, pemulihan,
- Perasaan
dan pemeliharaan
segar setelah
Agar pasien mampu
tidur pasien yang
membangun pola
- Pola dan mengalami disfungsi
tidur yang sesuai
kualitas tidur alam perasaan baik
- Rutinitas tidur
depresi maupun
- Jumlah waktu
peningkatan alam
tidur yang
perasaan.
terobservasi
4. Peningkatan Tidur :
- Terjaga pada
Memfasilitasi siklus
waktu yang
tidur-bangun yang
tepat.
2. Melaporkan teratur.
penurunan gejala
Deprivasi tidur
(misalnya, konfusi,
ansietas,
mengantuk pada
siang hari,
gangguan
perseptual, dan
kelelahan).
3. Mengidentifikasika
n dan melakukan
tindakan yang
dapat
meningkatkan
tidur atau istirahat.
4. Mengidentifikasika
n faktor yang
dapat
menimbulkan
Deprivasi tidur
(misalnya, nyeri,
ketidakadekuatan
aktivitas pada
siang hari)
3 Kesiapan Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Energi : 1. Membantu pola
Meningkat keperawatan selama...x Mengatur penggunaan tidur yang
kan Tidur 24 jam diharapkan pasien energy untuk adekuat pada
dapat meningkatkan tidur mengatasi atau pasien.
dengan kriteria hasil mencegah keletihan

Pasien akan : dan mengoptimalkan


2. Kenyamanan
1. Mengidentifikasi fungsi
2. Manajemen membuat pasien
tindakan yang akan
Lingkungan relaksasi dan
meningkatkan
Kenyamanan: membantu pasien
istirahat atau tidur
Memanipulasi santai.
2. Mendemonstrasikan
lingkungan sekitar
kesejahteraan fisik
pasien untuk
dan psikologis 3. Agar pasien
3. Mencapai tidur yang meningkatkan
mampu
adekuat tanpa kenyamanan optimal
3. Peningkatan Tidur membangun pola
menggunakan obat :
Memfasilitasi siklus tidur yang sesuai
tidur-bangun yang
teratur
4 Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Determinasi efek-efek 1. Mengetahui
Pola Tidur keperawatan selama... x medikasi terhadap pengaruh obat
24 jam diharapkan px pola tidur. dengan pola tidur
tidak terganggu saat tidur pasien.
2. Jelaskan pentingnya
2. Memberikan
dengan kriteria hasil :
tidur yang adekuat.
informasi kepada
1. Jumlah jam tidur
pasien dan
dalam batas normal 6-
3. Fasilitas untuk
keluarga pasien.
8 jam/hari.
mempertahankan 3. Meningkatkan
2. Pola tidur, kualitas
aktivitas sebelum tidur tidur.
dalam batas normal.
3. Perasaan segar (membaca).
4. Ciptakan lingkungan
sesudah tidur atau 4. Agar periode tidur
yang nyaman.
istirahat. tidak terganggu
4. Mampu
5. Kolaborasi pemberian dan rileks.
mengidentifikasi hal- 5. Mengurangi
obat tidur.
hal yang 6. Diskusikan dengan gangguan tidur.
6. Meningkatkan
meningkatkan tidur. pasien dan keluarga
pola tidur yang
tentang teknik tidur
baik secara
pasien.
7. Instruksikan untuk mandiri.
7. Mengetahui
memonitor tidur
perkembangan
pasien.
8. Monitor waktu makan pola tidur pasien.
8. Mengetahui
dan minum dengan
pengaruhwaktu
waktu tidur.
makan dan
minum terhadap
9. Monitor/catat
pola tidur pasien.
kebutuhan tidur pasien
9. Mengetahui
setiap hari dan jam.
perkembangan
pola tidur pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet,Lynda Juall.2012.Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi
13.Jakarta:EGC
Huda,Amin.,Kusuma,Hardhi.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.Yogyakarta: MediAction
NANDA International. 2012.Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014.Jakarta: EGC
Potter, Patricia A., Perry, Anne G.2009.Fundamental Keperawatan, Edisi 7
Buku 3.Jakarta: Salemba Medika
Potter, Perry.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, Proses, dan
Praktik, Edisi 4.Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah.2006.Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:Medika
Salemba.
Vaughans, Bennita W. 2011. Keperawatan Dasar. Yogyakarta : Rapha
Publishing.
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : MOBILISASI

Disusun Oleh :

YOGI ANDRIANSYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES RAJAWALI BANDUNG
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR : MOBILISASI
A. Pengertian
1. Mobilisasi merupakan gerak yang beraturan, terorganisasi dan teratur.
2. Mobilisasi adalah suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna
mempertahankan kesehatannya.
3. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas.
(Musrifatul Uliyah dan A. Aziz A. H., 2008; 10)
4. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan
mobilisasi yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak
dengan bebas. (Perry dan Potter, 1994)
5. Sebagai suatu keadaan dimana ketika seseorang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerak fisik. (America Nursing Diagnosis
Association) (Nanda)

B. Tujuan Mobilisasi
1. Untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Untuk mencegah terjadinya trauma
3. Untuk mempertahankan tingkat kesehatan
4. Untuk mempertahankan interaksi social dan peran sehari – hari
5. Untuk mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

C. Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal


Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata Skeletal
yang berarti tulang.
1. Otot ( Muskulus / Muscle )
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah
energi kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi
untuk menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan
lingkungan.
Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga
mampu menggerakan tulang. Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan
yaitu untuk berkontraksi.
a. Fungsi Sistem Otot
1) Pergerakan
2) Penopang tubuh dan mempertahankan postur
3) Produksi panas
b. Jenis-Jenis Otot
1) Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:
 Otot Rangka (Otot Lurik)
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar atas
perintah dari otak), dan melekat pada rangka, misalnya yang

2
terdapat pada otot paha, otot betis, otot dada. Kontraksinya
sangat cepat dan kuat.
 Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja
secara tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding
berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding
tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi,
urinarius, dan sistem sirkulasi darah. Kontraksinya kuat dan
lamban.
 Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai
struktur yang sama dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat
pada jantung. Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti,
tapi otot jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali
berdenyut.
2) Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi :
 Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya
bertolak belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan.
 Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya
saling mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah.
Contohnya pronator teres dan pronator kuadrus.

c. Mekanisme Kontraksi Otot


Dari hasil penelitian dan pengamatan dengan mikroskop elektron
dan difraksi sinar X, Hansen dan Huxly (1995) mengemukakan teori
kontraksi otot yang disebut model Sliding Filamens. Model ini
menyatakan bahwa kontraksi terjadi berdasarkan adanya dua set
filamen didalam sel otot kontraktil yang berupa filamen aktin dan miosin.
Ketika otot berkontraksi, aktin dan miosin bertautan dan saling
menggelincir satu sama lain, sehingga sarkomer pun juga memendek.
Dalam otot terdapat zat yang sangat peka terhadap rangsang
disebut asetilkolin. Otot yang terangsang menyebabkan asetilkolin
terurai membentuk miogen yang merangsang pembentukan aktomiosin.
Hal ini menyebabkan otot berkontraksi sehingga otot yang melekat
pada tulang bergerak.
2. Rangka (skeletal)
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan
tulang rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan
memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.
Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot.
Akan tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak
akan terjadi tanpa tulang.
a. Fungsi Rangka
1) Penyangga; berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-ligamen,
otot, jaringan lunak dan organ.
2) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
3) Produksi sel darah (red marrow)
4) Pelindung; membentuk rongga melindungi organ yang halus dan
lunak.
5) Penggerak; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
bergerak karena adanya persendian.
b. Jenis Tulang
1) Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:
 Tulang Rawan (kartilago)
a) Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada ujung
tulang pipa.
b) Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari cawan-
cawan (tl. Panggul) dan rongga glenoid dari skapula.
c) Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga,
epiglotis dan faring.
 Tulang Sejati (osteon)
Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai sistem
rangka. Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa
(periosteum). Lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi
rongga sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.
2) Berdasarkan matriksnya, yaitu:
 Tulang kompak, yaitu tulang dengan matriks yang padat dan
rapat.
 Tulang Spons, yaitu tulang dengan matriksnya berongga.
3) Berdasarkan bentuknya, yaitu:
 Ossa longa (tulang pipa/panjang), yaitu tulang yang ukuran
panjangnya terbesar. Contohnya os humerus dan os femur.
 Ossa brevia (tulang pendek), yaitu tulang yang ukurannya
pendek. Contohnya tulang yang terdapat pada pangkal kaki,
pangkal lengan, dan ruas-ruas tulang belakang.
 Ossa plana (tulang pipih), yaitu tulang yang ukurannya lebar.
Contohnya os scapula (tengkorak), tulang belikat, tulang rusuk.
 Ossa irregular (tulang tak beraturan), yaitu tulang dengan bentuk
yang tak tentu. Contohnya os vertebrae (tulang belakang).
 Ossa pneumatica (tulang berongga udara). Contohnya os
maxilla.

c. Organisasi Sistem Rangka


Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang yang membentuk suatu
kerangka tubuh. Rangka digolongkan kedalam tiga bagian sebagai
berikut.
1) Rangka Aksial
Rangka Aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang
tubuh dan melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan dada.
 Tengkorak (cranium), yaitu tulang yang tersusun dari 22 tulang;
8 tulang kranial dan 14 tulang fasial.
 Tulang Pendengaran (Auditory) terdiri dari 6 buah
 Tulang Hioid, yaitu tulang yang berbentuk huruf U, terdapat
diantara laring dan mandibula, berfungsi sebagai pelekatan
beberapa otot mulut dan lidah 1 buah
 Tulang Belakang (vertebra), berfungsi menyangga berat tubuh
dan memungkinkan manusia melakukan berbagai macam posisi
dan gerakan, misalnya berdiri, duduk, atau berlari. Tulang
belakang berjumlah 26 buah
 Tulang Iga/Rusuk (costae), yaitu tulang yang bersama-sama
dengan tulang dada membentuk perisai pelindung bagi organ-
organ penting yang terdapat di dada, seperti paru-paru dan
jantung. Tulang rusuk juga berhubungan dengan tulang
belakang, berjumlah 12 ruas
2) Rangka Apendikular
Rangka apendikuler merupakan rangka yang tersusun dari tulang-
tulang bahu, tulang panggul, dan tulang anggota gerak atas dan
bawah terdiri atas 126 tulang.
Secara umum rangka apendikular menyusun alat gerak, tangan dan
kaki. Tulang rangka apendikular dibagi kedalam 2 bagian yaitu
ekstrimitas atas dan ekstrimitas bawah.

D. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan
penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat
seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga
menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat
menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di
rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan Roosheroe, 2007).
Penyebab secara umum:
1. Kelainan postur
2. Gangguan perkembangan otot
3. Kerusakan system saraf pusat
4. Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan otot

E. Patofisiologi
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Tujuan mobilisasi
adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-
hari dan aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma),
mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan
non verbal. Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami
atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Mobilisasi dan immobilisasi
berada pada suatu rentang. Immobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang
bertujuan mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi
nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan. Individu normal yang mengalami
tirah baring akan kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse).
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf.
Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua
tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan
tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau
gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.
Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun
pemakaian energy meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan
energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan
darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang
sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus
otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan
gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional
tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi
menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe
tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang. Ligamen adalah ikatan jaringan
fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu
sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Tendon adalah jaringan
ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan
tulang. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak
mempunyai vaskuler, terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring,
hidung, dan telinga.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian
tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan
posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak
kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau
berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus.
Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai
memutuskan untuk mengubah posisi.

F.Manifestasi Klinis
1. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:
a. muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot,
atropi dan abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme
kalsium
b. kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung, dan pembentukan thrombus
c. pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea
setelah beraktifitas
d. metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit;
ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti
konstipasi)
e. eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran
perkemihan dan batu ginjal
f. integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia
jaringan
g. neurosensori: sensori deprivation
2. Respon psikososial dari antara lain meningkatkan respon emosional,
intelektual, sensori, dan sosiokultural. Perubahan emosional yang paling
umum adalah depresi, perubahan perilaku, perubahan dalam siklus tidur-
bangun, dan gangguan koping.
3. Keterbatasan rentan pergerakan sendi
4. Pergerakan tidak terkoordinasi
5. Penurunan waktu reaksi ( lambat )

G. Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi


1. Gaya hidup
Gaya hidup seseorang tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan
kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan
mobilisasi dengan cara yang sehat
2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.
Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit
tertentu.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan
aktifitas
4. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang
lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit salam masa
pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan
dengan anak yang sering sakit.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang
abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan
bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi
abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi
biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan
ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau
adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah
satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi
neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal
(mis.cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan
bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau
lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi
dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian
kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
 Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang
lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,
dan peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan

 Rentang gerak (range of motion-ROM)


1) Fleksi merupakan gerak menekuk atau membengkokkan,
sedangkan Ekstensi merupakan gerak meluruskan
2) Adduksi merupakan mendekati tubuh, sedangkan Abduksi
merupakan gerak menjauhi tubuh
3) Supinasi merupakan gerak menengahkan tangan,
sedangkan Pronasi merupakan gerak menelungkupkan tangan
4) Inversi merupakan gerak memiringkan ( membuka )
telapak kaki kea rah dalam tubuh, sedangkan Eversi merupakan
gerak memiringkan (membuka) telapak kearah luar

 Derajat kekuatan otot


SKAL PERSENTASE KARAKTERISTIK
A KEKUATAN
NORMAL (%)
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak
atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi
lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin
dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan mobilitas dan imobilitas
adalah sebagai berikut:
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti
adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan
imobilitas, daerah terganggunya, dan lama terjadinya gangguan
mobilitas.
b. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pengkajian Riwayat penyakit yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan imobilitas misal adanya riwayat penyakit
sistem neurologis, riwayat penyakit sistem kardiovaskuler,riwayat
penyakit pernafasan dan juga riwayat penyakit muskuloskeletal.
c. Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan
kiri, kaki kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan,
kekuatan, atau spastis.
d. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan
untuk menilai kemampuan gerak untuk posisi miring, duduk, berdiri,
bangun, dan berpindah tanpa bantuan.
e. Kemampuan Rentang gerak
Pengkajian rentang gerak yang dilakukan pada daerah seperti
bahu,siku,lengan,panggul,dan kaki.
f. Perubahan Intoleransi Aktifitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan
sistem pernapasan, antara lain suara napas,analisis gas
darah,gerakan didnding thorak,adanya mukus,batuk yang produktif
diikuti panas,dan nyeri saat respirasi.Sedangkan pengkajian
berhubungan dengan sistem kardiovaskuler yaitu tanda
vital,gangguan sirkulasi perifer,adanya trombus,serta erubahan tanda
vital setelah melakukan aktifitas.
g. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan
secara bilateral atau tidak.
h. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya
gangguan mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku,
peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme koping.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensori
presepsi
2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Perencanaan
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Gangguan Tupan : Exercise therapy : 1. Pernafasan
mobilitas fisik Setelah dilakukan ambulation rochi, wheezing
berhubungan tindakan 1. monitoring vital menunjukkan
dengan keperawatan sign sebelum tertahannya
kerusakan selama ….x24 jam dan sesudah secret obstruksi
sensori mobilitas fisik latihan dan lihat jalan nafas
presepsi terpenuhi. respon pasien 2.
saat latihan
Tupen : 2. konsultasikan
Setelah dilakukan dengan terapi
asuhan fisik tentang
keperawatan rencana
selama ….x24 jam, ambulansi
mobilitas fisik sesuai dengan
terpenuhi dengan kebutuhan
kriteria : 3. bantu klien
- klie untuk
n meningkat menggunakan
dalam aktivitas tongkat saat
fisik berjalan dan
- me cegah terhadap
ngerti tujuan dari cedera
peningkatan 4. ajarkan pasien
mobilitas atau tenaga
- me kesehatan lain
mverbalisasikan tentang tehnik
perasaan dalam ambulansi
meningkatkan 5. kaji
kekuatan dan kemampuan
kemampuan pasien dalam
dalam berpindah pemenuhan
- me kebutuhan
mperagakan ADLs secara
penggunaan alat mandiri sesuai
bantu untuk kemampuan
mobilisasi 6. dampingi dan
(walker) bantu pasien
saat mobilisasi
dan bantu
penuhi
kebutuhan
ADLs klien
7. berikan alat
bantu jika klien
membutuhkan
8. ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan
2. Intoleransi Tupan : 1. observasi 1. menunjukkan
aktivitas Setelah dilakukan kehilangan / perubahan
berhubungan tindakan gangguan neurology karena
dengan keperawatan keseimbangan defisiensi vitamin
kelemahan selama ….x24 jam gaya jalan dan B12
umum aktivitas terpenuhi. kelemahan otot mempengaruhi
keamanan
Tupen : pasien/ resiko
Setelah dilakukan cidera
asuhan 2. observasi TTV 2. manifestasi
keperawatan sebelum dan kardio pulmonal
selama ….x24 jam, sesudah dr upaya jantung
aktivitas terpenuhi aktivitas dan paru untuk
dengan kriteria : membawa
- klie jumlah oksigen
n meningkat adekuat ke
dalam aktivitas jaringan.
fisik 3. berikan 3. meningkatkan
- akr lingkungan istirahat untuk
al hangat tenang batasi menurunkan
- scl pengunjung kebutuhan
era normal dan kurangi oksigen tubuh
- con suara bising, dan menurunkan
jungtiva normal pertahankan regangan
- tur tirah baring bila jantung dan
gor kulit elastis di indikasikan paru.
4. anjurkan klien 4. meningkatkan
istirahat bila aktivitas secara
terjadi bertahap sampai
kelelahan dan normal dan
kelemahan,anj memperbaiki
urkan pasien tonus otot.
melakukan
aktivitas
semampunya
5. tim medis 5. mengganti cairan
dalam dan elektrolit
pemberian secara adekuat.
terapi infuse
dan
memberikan
transfuse
darah.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundal Mental Keperawatan Konsep, Proses
Dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : THERMOREGULASI

Disusun Oleh :
ILHAM ROHMAT FEBRIAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES RAJAWALI BANDUNG
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
TERMOREGULASI
A. Pengertian
Suhu tubuh hampir seluruhnya diatur oleh mekanisme persarafan, dan
hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang
terletak pada hipotalamus. Mekanisme pengaturan suhu tubuh di
hipotalamus disebut termostat hipotalamus. Sedangkan pada dengan alat
tubuh yang belum sempurna berfungsi seperti bayi matur memiliki masalah
dalam pengaturan suhu tubuh
Pengatur panas atau temperatur regulasi terpelihara karena adanya
keseimbangan antara panas yang hilang melalui lingkungan, dan produksi
panas. Kedua proses ini aktifitasnya diatur oleh susunan saraf pusat yaitu
hipotalamus.
Dengan prinsip adanya keseimbangan panas tersebut bayi akan
berusaha menstabilkan suhu tubuhnya terhadap faktor-faktor penyebab
hilangnya panas karena lingkungan. Pada saat kelahiran, bayi mengalami
perubahan dari lingkungan intra uterin yang hangat ke lingkungan ekstra
uterin yang relatif lebih dingin. Hal tersebut menyebabkan penurunan suhu
tubuh 2-3ºC, terutama hilangnya panas karena evaporasi atau penguapan
cairan ketuban pada kulit bayi yang tidak segera dikeringkan. Pada BBLR
mengalami kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan oleh
penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya jaringan lemak di bawah
kulit. Kondisi tersebut akan memacu tubuh menjadi dingin yang akan
menyebabkan respon metabolisme dan produksi panas. (ilmu kebidanan,
2002)
Pengaturan panas pada bayi berhubungan dengan metabolisme dan
penggunaan oksigen. Dalam lingkungan tertentu pada batas suhu maksimal,
penggunaan oksigen dan metabolisme minimal, karena itu suhu tubuh harus
dipertahankan untuk keseimbangan panas. Lingkungan bayi baru lahir harus
dipertahankan pada suhu yang tidak menyebabkan peningkatan laju
metabolik yang terlalu besar untuk mempertahankan suhu tubuh bayi
tersebut. Bayi yang prematur dapat menghamburkan oksigen dan kalori
yang sangat berharga hanya untuk melaksanakan fungsi ini.
Jika suhu lingkungan turun dibawah suhu yang rendah, bayi akan
merespon dengan meningkatkan oksigen dan memperbesar metabolisme
sehingga akan meningkatkan produksi panas. Bila bayi berada ditempat

2
terbuka dengan lingkungan yang dingin dapat menyebabkan habisnya
cadangan glikogen dan menyebabkan asidosis.
1. Produksi panas atau Thermogenesis
Ditempat yang terbuka dan lingkungan yang dingin bayi baru
memerlukan penambahan panas. Bayi mempunyai mekanisme fisiologi
untuk meningkatkan produksi panas dipengaruhi oleh karena :
Meningkatnya Metabolisme Rate, Aktifitas otot dan Thermogenesis
Kimiawi :
a. Basal Metabolisme Rate
Basal metabolisme rate adalah jumlah energi yang digunakan
tubuh selama istirahat mutlak dan keadaan sadar. Pada bayi baru
lahir, gerakan tubuh, menggigil merupakan mekanisme penting untuk
memproduksi panas. Gerakan menggigil terjadi ketika reseptor kulit
menurun pada suhu lingkungan yang dingin, dan kondisi tersebut
akan diteruskan kesusunan saraf pusat yang akan menstimuli sistem
saraf simpatis untuk menggunakan cadangan lemak coklat, yang
merupakan sumber panas yang utama untuk mengatasi stres dingin.
Pelepasan norephineprin oleh kelenjar adrenal dan saraf lokal
berakhir pada lemak coklat yang menyebabkan trigliserid dapat
dimetabolisme menjadi gliserol dan fatty acid (asam lemak).
Oksidasi asam lemak ini meningkatkan produksi panas. Jika suplai
lemak coklat habis maka respon metabolisme terhadap keadaan
dingin akan berkurang.
Oksidasi asam lemak pada bayi tergantung dari tersedianya
oksigen, glukosa, Adenosin Tri Phospat (ATP) dan kemampuan bayi
untuk mengubah menjadi panas.Kemampuan bayi untuk
menghasilkan panas dapat berubah pada keadaan patologis seperti
hipoksia, asidosis, dan hipoglikemi.
b. Aktifitas otot
Menggigil adalah bentuk dari aktifitas otot yang disebabkan
karena suhu yang dingin. Produksi panas terjadi melalui peningkatan
metabolisme rate dan aktifitas otot. Jika bayi tidak menggigil berarti
metabolisme rate pada bayi sudah cukup.
c. Thermogenesis Kimiawi
Disebabkan karena pelepasan norephineprin dan ephineprin
oleh rangsang saraf simpatis.
d. Aliran Darah ke Kulit
Kecepatan aliran darah yang tinggi menyebabkan konduksi
panas yang disalurkan dari inti tubuh ke kulit sangat efisien. Efek
aliran darah kulit pada konduksi panas dari inti tubuh permukaan
kulit menggambarkan peningkatan konduksi panas hampir delapan
kali lipat. Oleh karena itu “Kulit merupakan sistem pengatur radiator
panas yang efektif “, dan aliran darah ke kulit adalah mekanisme
penyebaran panas yang paling efektif dari inti tubuh ke kulit. Dengan
meletakan bayi telungkup didada ibu akan terjadi kontak kulit
langsung ibu dan bayi sehingga bayi akan memperoleh kehangatan
karena ibu merupakan sumber panas yang baik bagi bayi.
B. Etiologi
1. Hilangnya Panas dari Tubuh Bayi
Hilangnya panas pada bayi merupakan keadaan yang merugikan, karena
itu suhu tubuh normal pada bayi harus dipelihara. Menurut buku Maternal
and Neonatal Nursing, 1994, hilangnya panas pada bayi baru lahir melalui
empat cara yaitu :
a. Radiasi
Radiasi yaitu : transfer panas dari bayi kepermukaan yang lebih
dingin, dan obyek yang tidak berhubungan langsung dengan bayi. Hal
tersebut dapat diartikan, panas tubuh bayi memancar ke lingkungan
sekitar bayi yang lebih dingin.
Contoh : udara dingin pada dinding luar dan jendeladan penyekat
tempat tidur bayi yang dingin
b. Evaporasi
Evaporasi yaitu : hilangnya panas ketika air dari kulit bayi menguap.
Kondisi tersebut disebabkan karena adanya cairan ketuban yang
membasahi kulit bayi menguap.
Contoh : Bayi lahir tidak langsung dikeringkan dari cairan ketuban,
Selimut atau popok basah bersentuhan dengan kulit bayi.
c. Konduksi
Konduksi yaitu : transfer panas yang terjadi ketika bayi kontak
langsung dengan permukaan obyek yang dingin. Pernyataan tersebut
dapat dijelaskan bahwa pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi
langsung kontak dengan permukaan yang lebih dingin.
Contoh : Tangan perawat yang dingin, tempat tidur, selimut, stetoskop
yang dingin
d. Konveksi
Konveksi yaitu : Hilangnya panas pada bayi yang terjadi karena aliran
udara yang dingin menyentuk kulit bayi. Hal tersebut terjadi karena
aliran udara sekliling bayi yang dingin.
Contoh : Bayi diletakan didekat pintu atau jendela yang terbuka, aliran
udara dari pipa AC.
Bayi baru lahir mudah sekali terkena hipotermi. Hal ini
disebabkan oleh karena :
a. Pusat pengaturan suhu tubuh pada bayi belum berfungsi dengan
sempurna
b. Permukaan tubuh bayi relatif lebih luas
c. Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas
d. Bayi belum mampu mengatur posisi tubuh dan pakaiannya agar
tidak kedinginan
e. Lemak subcutan sedikit dan Epidermis tipis
f. Pembuluh darah mudah dipengaruhi suhu lingkungan
g. Kelenturan tubuh bayi menurun
h. Jaringan adiposa sedikit
2. Pnyebab peningkatan suhu tubuh.
Hipertermi dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan toksik
yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu . zat yang dapat
menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu
sehingga menyebabkan demam disebut pirogen . zat pirogen ini dapat
berupa protein , pecahan protein , dan zat lain . terutama toksin
polisakarida , yang dilepas oleh bakteri toksik / pirogen yang dihasilkan
dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama
keadaan sakit .

C. Klasifikasi
1. Penilaian Hipotermi Bayi Baru Lahir
a. Gejala Hipotermi Bayi Baru Lahir
- Bayi tidak mau minum atau menetek
- Bayi tampak lesu atau mengantuk saja
- Tubuh bayi teraba dingin
- Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun dan kulit
tubuh bayi mengeras(Skleremia)
b. Tanda-Tanda Hipotermi Sedang (Stress Dingin)
- Aktifitas berkurang, letargis
- Tangisan lemah
- Kulit berwarna tidak rata
- Kemampuan menghiisap lemah
- Kaki teraba dingin
c. Tanda-Tanda Hipotermi Berat (Cedera Dingin)
- Sama dengan hipotermi sedang
- Bibir dan kuku kebiruan
- Pernafasan lambat
- Pernafasan tidak teratur
- Bunyi jantung lambat
- Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemi dan asidosis metabolik
d. Tanda-Tanda Stadium Lanjut Hipotermi
- Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
- Bagian tubuh lainnya pucat
- Kulit memgeras dan timbul kemerahan pada punggung, kaki dan
tangan (Sklerema).
2. Fase – fase terjadinya hipertermi
a. Fase I : awal
- Peningkatan denyut jantung .
- Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan .
- Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat .
- Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi .
- Merasakan sensasi dingin .
- Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi .
- Rambut kulit berdiri .
- Pengeluaran keringat berlebih .
- Peningkatan suhu tubuh .
b. Fase II : proses demam
- Proses menggigil lenyap .
- Kulit terasa hangat / panas .
- Merasa tidak panas / dingin .
- Peningkatan nadi & laju pernapasan .
- Peningkatan rasa haus .
- Dehidrasi ringan sampai berat .
- Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf .
- Lesi mulut herpetik .
- Kehilangan nafsu makan .
- Kelemahan , keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat
katabolisme protein .
c. Fase III : pemulihan
- Kulit tampak merah dan hangat .
- Berkeringat .
- Menggigil ringan .
- Kemungkinan mengalami dehidrasi .
D. Patofisiologi
Respon Bayi terhadap Hipotermi : Pada saat suhu kulit mulai turun,
thermoreseptor menyebarkan impuls kesusunan saraf pusat, distimuli sistem
saraf simpatis, norephineprin dilepaskan oleh kelenjar adrenal dan saraf
setempat yang berakhir dengan lemak coklat dimetabolisme untuk
memproduksi panas.
E. Pengkajian keperawatan
Pengkajian
Adalah pengkajian dasar proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan tentang penderita agar dapat mengidentifikasi kebutuhan
serta masalahnya .
1. Riwayat Keperawatan
a. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
b. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA,
pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria,
morbilivarisela dan campak.
c. Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh
d. Adanya riwayat trauma kepala
2. Pengkajian fisik
a. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba
hangat
b. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat
badan
c. Adanya kelemahan dan keletihan
d. Adanya kejang
e. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan
kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun
panas
c. Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai
anaknya pada waktu sakit.
4. Pengetahuan keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
F. Diagnosa Keperawatan
Hipertermia b.d. penyakit/ trauma
G. Rencana tindakan keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Hipertermia b.d. penyakit/ trauma.
NOC : Thermoregulation
Kriteria hasil:
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang norma
Skala : 1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC : Fever Treatment
1. Monitor suhu sesering mungkin.
2. Monitor tekanan darah, nadi, dan RR.
3. Monitor intake dan output.
4. Berikan antipiretik.
5. Kolaborasi pemberian cairan intravena.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, aziz alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :
Salemba.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC.
Sataf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2000. Buku Kuliah Dua
Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Percetakan Info Medika Jakarta
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. (2002). Ilmu Kebidanan, jakarta :
JNPKKR-POGI.
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : INTEGRITAS KULIT

Disusun Oleh :
ILHAM ROHMAT FEBRIAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES RAJAWALI BANDUNG
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : INTEGRITAS KULIT

I. Konsep Teori
A. Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan
membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5
m2 dengan berat kira-kira 15% BB. Kulit merupakan organ yang esensial
dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga
sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim,
umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh ( Atmadja; 3: 1987).
Menurut Evelin Pearce (1999, hal 239-241), Kulit dibagi menjadi
dua lapisan yaitu Epidermis dan Dermis.
1. Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah
lapisan sel yang tersusun atas dua lapisan tampak : selapis lapisan
tanduk dan selapis zona germinalis. Lapisan tanduk terletak paling luar
dan tersusun atas tiga lapisan sel yang membentuk epidermis yaitu :
a. Stratum Korneum : Selnya tipis, datar, seperti sisik dan terus
menerus dilepaskan
b. Stratum Lusidum : Selnya mempunyai batas tegas tetapi tidak
ada intinya.
c. Statum granulosum : Selapis sel yang jelas tampak berisi inti dan
juga granulosum.
d. Zona Germinalis : Terletak dibawah lapisan tanduk dan terdiri
atas dua lapis sel epitel yang berbentuk tegas
yaitu :
1) Sel berduri : Sel dengan fibril halus yang menyambung sel
satu dengan yang lainnya.
2) Sel basal : Sel ini terus memproduksi sel epidermis
baru.
2. Dermis adalah lapisan kulit yang tersusun atas jaringan fibrus dan
jaringan ikat yang elastik. Lapisan kulit yang lebih tebal berisi ikatan
kolagen dan serat elastis menyokong epidermis. Ujung akhir saraf
sensoris, yaitu puting peraba, terletak di dalam dermis.
Pelengkap Kulit : rambut, kuku, dan kelenjar sebaseus.

2
Kulit mempunyai fungsi ( Wikipedia, 2010 ) yaitu :
1. Perlindungan
Lapisan epidermis atau lapisan terkematu merupakan lapisan
perlindungan daripada kemasukan bakteria, ini merupakan
perlindungan tahap pertama. Lapisan berkematu yang senantiasa
gugur, menyebabkan bakteria sukar membiak dan bertapak tetap
pada kulit.
2. Mencegah Dehidrasi
Lapisan berkematu mencegah kehilangan air kepersekitaran.
Lapisan ini amat berkesan untuk mencegah kehilangan air.
3. Rangsangan luar
Lapisan kulit atau lapisan dermis yang mempunyai banyak
reseptor, membolehkan kulit peka terhadap perubahan
persekitaran. Reseptor-reseptor ini boleh mengesan pelbagai
rangsang seperti tekanan, suhu, sentuhan dan sebagainya.
4. Menyimpan lemak
Lapisan paling bawah kulit merupakan lapisan lemak subkulitan.
Lapisan ini merupakan lapisan yang kaya dengan lemak. Lapisan
lemak ini juga merupakan penebat haba.
5. Sintesis vitamin D
Apabila lapisan kulit ini terdedah kepada sinaran ultraungu,
sinaran ultraungu ini akan diserap oleh kulit dan bertindak ke atas
prekursor, seterusnya menukarkannya kepada vitamin D.
6. Menghasilkan bau dan penyamaran
Bau berguna untuk tujuan pertahanan terutama bagi haiwan
yang diburu oleh pemangsa. Bau juga bertujuan untuk membeza
antara haiwan-haiwan lain. Pigmen dalam kulit sesetengah haiwan,
mampu meniru atau mengikut perubahan warna persekitaran.
7. Pengaturan suhu
Ini adalah proses homeostasis.
B. Jenis dan Tipe Luka
1. Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul,
perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan
(R. Sjamsuhidajat dan Wim De Jong, 2004).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ.
b. Respon stress simpatis.
c. Pendarahan dan pembekuan darah.
d. Kontaminasi bakteri.
e. Kematian sel.

2. Jenis- jenis Luka


A. Menurut Aziz Alimul (2008 ) berdasarkan sifat kejadian, Luka dibagi
menjadi dua, yaitu :
a. Intendonal Traumas ( luka disengaja)
Luka terjadi karena proses terapi seperti operasi atau radiasi.
b. Luka terjadi karena kesalahan seperti fraktur karena kecelakaan
lalu lintas( luka tidak disengaja)
Luka tidak disengaja dapat berupa :
1. Luka tertutup : Jika kulit tidak robek atau disebut juga dengan
luka memar yang terjadi.
2. Luka terbuka : Jika kulit atau jaringan dibawahnya robek dan
kelihatan seperti luka abrasio (Luka akibat
gesekan), Luka Puncture (Luka akibat tusukan),
hautration ( Luka akibat alat perawatan luka).
B. Menurut tingkat kontaminasi terhadap luka.
Menurut Delaune dan Ladner (2002) menurut kontaminasi terhadap
luka, luka dibagi menjadi :
1. Luka bersih ( clean wounds), yaitu luka takterinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan dan infeksi pada system
pernapasan, pencernaan, genital dan urinary tidak terjadi.
2. Luka bersih terkontaminasi ( clean contamined wounds)
merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi,
pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontol,
kontaminasi tidak selalu terjad.
3. Luka terkontaminasi ( contamined wounds), termasuk luka
terbuka. fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan
kerusakan besar dengan teknik aseptic atau kontaminasi dari
saluran cerna.
4. Luka kotor atau infeksi (dirty or infected wounds) yaitu terdapatnya
mikor organisme pada luka.
C. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka.
Menurut R.Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (2004) berdasarkan
kedalaman dan luasnya, luka dibagi menjadi :
1. Stadium I : Luka superficial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan
epidermis kulit.
2. Stadium II : Luka partial thickness, yaitu hilangnya lapisan kulit
pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis.
3. Stadium III : Luka full thickness, yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan
yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak
melewati jaringan yang mendasarinya.
4. Stadium IV: Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dam tulang dengan adanya destruksi/
kerusakan yang luas.
D. Menurut DeLauner dan Ladner (2002), berdasarkan waktu
penyembuhan luka, luka dibagi menjadi:
1. Luka akut : Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan
konsep penyembuhan yang telah disepakati.
2.Luka Kronis : Luka yamg mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dam
endogen.
E. Menurut Aziz Alimul (2008) berdasarkan penyebabnya, luka dibagai
menjadi dua yaitu :
1. Luka Mekanik yaitu terdiri atas :
a. Vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam. Pinggir
luka kelihatan rapi.
b. Vulnus contusum, luka memar dikarenakan cedera pada
jaringan bawah kulit akibat benturan benda tumpul.
c. Vulnus kaceratum, luka robek akibat terkena mesin atau
benda lainnya yang menyebabkan robeknya jaringan rusak
yang dalam.
d. Vulnus punctum, luka tusuk yang kecil di bagian luar ( bagian
mulut luka), akan tetapi besar di bagian dalamnya.
e. Vulnus seloferadum, luka tembak akibat tembakan peluru.
Bagian tepi luka tampak kehitam-hitaman.
f. Vulnus morcum, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada
bagian luka.
g. Vulnus abrasion, luka terkikis yang terjadi pada bagian luka
dan tidak sampai ke pembuluh darah.
2. Luka nonmekanik terdiri atas luka akibat zat kimia, termik, radiasi,
atau sengatan listrik.

3. Proses Penyembuhan Luka


Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan
“proses peradangan” dengan ditandai bengkak, kemerahan, nyeri, panas
dan kerusakan fungsional.
Proses penyembuhan mencakup beberapa fase , Menurut
(R.Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2004 hlm: 66-67 ) fase-fase tersebut
adalah :
a. Fase inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai
kira-kira hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan
menyebabkan pendarahan dan tubuh akan berusaha
menghentikannya dengan vasokon-striksi, pengerutan pembuluh
ujung yang putus (retraksi), dan reaksi hemotasis. Hemotasis terjadi
karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket
dan bersama jala fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang
keluar dari pembuluh darah
Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin
histamin yang meningkat permeabilitas kapiler sehingga terjadi
eksudasi, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang
menyebabkan udem dan pembekakan. Tanda dan gejala klinis reaksi
radang menjadi jelas yang berupa warna kemerahan karena kapiler
melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan
(tumor).
Aktivitas selular yang terjadi adalah pergerakan leukosit
menembus dinding pembuluh darah (diapetesiso) menuju
penyembuhan luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan
enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka.
Limfosot dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan
dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis)
b. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karen ayang
menonjol adalah proses prolifirasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari
akhir fase inflamsi kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal
dari sel mesenkim yang belum diferensiasi, menghasilkan
ukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan
dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini, serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali
untuk penyesuain diri dengan tegangan pada luka yang cenderung
mebgerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast,
menyebabkan tarikan pada tepi luka mencapai 25% jaringan normal.
Nantinya, dalam proses penyudahan, kekuatan serat kolagen
bertambah karena ikatan intramolekul.
Pada fase fiblroflasi ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast,
dan kolagen., membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan
permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi.
Epitel tepi yang terdiri dari atas sel basal terlepas dari dasar dan
perpindah mengisi parmukaan luaka. Tempatnya kemudian diisi oleh
sel baru yang yang terbentuk dari sel proses mitosis. Proses migrasi
hanya terjadi kearah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru
berhenti setelah epitel saling menyentuhdan menutup semua
permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibro
flasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan
mulailah proses pamatangan dalam fase penyudahan.
c. Fase penyudahan
Fase Penyudahan ini terjadi proses pematangan yang terdiri
atas penyerapan kembali jaringan berlebih, pengerutan sesuai
dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perumpamaan kembali jaringan
yang baru dibentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan
dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh
berusaha menormalkan kembali semua yang abnormal karena proses
penyembuhan. Udem dan sel radang diserap dan sisanya mengerut
sesuai dengan regangan yang ada. Selama ini dihasilkan jaringan
parut yang pucat tipis dan lemas, serta mudah digerakkan dari dasar.
Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini
permukaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80 %
kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah
penyembuhan. Permukaan luka tulang (patah tulang) memerlukan
waktu satu tahun atau lebih untuk membentuk jaringa yang normal
secara histologi secara bentuk.

4. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka.


Menurut Aziz Alimul (2008) Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh
faktor, yaitu :
a. Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan
peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
b. Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat
perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab
itu, orang yang mengalami kekurangan kadar haemoglobin dalam
darah akan mengalami proses penyembuhan lebih lama.
c. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan
pertumbuhan atau kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya,
proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga
dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
d. Penyakit lain, memengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya
penyakit seperti diabetes melitus dapat memperlambat proses
penyembuhan luka.
e. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaiakn sel,
terutama karena terdapat kandungan zat gizi di dalamnya. Sebagai
contoh, vitamin A diperlukan untuk membantu proses epitelisasi atau
penutupan luka dan sintesis kolagen ; vitamin B kompleks sebagai
kofaktor pada sistem enzim yang mengatur metabolisme protein,
karbonhidrat dan lemak ; vitamin C dapat berfungsi sebagai fibroglas,
mencegah timbulnya infeksi dan membentuk kapiler-kapiler darah,
Vitamin K membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat
pembekuan darah.
f. Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stres, memengaruhi proses
penyembuhan luka. Orang yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi
obat-obatan, merokok, atau stress, akan mengalami proses
penyembuhan luka yang lebih lama.

5. Masalah yang Terjadi Pada Luka


Menurut Aziz Alimul (2008) beberapa masalah yang dapat terjadi dalam
proses penyembuhan luka adalah :
a. Pendarahan, ditandai dengan adanya pendarahan disertai perubahan
tanda vital seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan pernapasan,
penurunan tekanan darah, melemahnya kondisi tubuh, kehausan,
serta keadaan kulit yang dingin dan lembab.
b. Infeksi, terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan,
demem atau panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan di sekitar
luka meneras, serta adanya kenaikan leukosit.
c. Dehiscene, merupakan pecahnya luka sebagian atau seluruhnya yang
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, sepertikegemukan,
kekurangan nutrisi, terjadi trauma, dan lain-lain. Sering ditandai
dengan kenaikan suhu tubuh ( demam ), takikardia,dan rasa nyeri
pada daerah luka.
d. Eviceration, yaitu menonjolnya organ tubuh bagian dalam ke arah luar
melalui luka. Hal ini dapat terjadi luka tidak segera menyatu dengan
baik atau akibat proses penyembuhan yang lambat.
II. RENCANA KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Dalam memberi asuhan keperawatan kepada pasien yang mengalami
luka, perawat harus siap dihadapkan dengan kondisi luka dengan
berbagai keadaan dan variasinya. Luka dapat terjadi sejak pasien belum
masuk kerumah sakit atau justru pasien sudah berada di rumah sakit.
Apapun kondisi, penyebab dan variasi luka yang ada, perawat harus
melakukan pendekatan dalam melakukan pengkajian sampai evaluasi
penyembuhan luka sistematik. Perawat harus juga mampu menunjukkan
kepekaan terhadap respon nyeri dan tingkat toleransi pasien selama
pengkajian. Standart Precautions harus ditaati selama melakukan
pengkajian luka.
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan perlu dikaji untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka, misalnya penyakit kardiovaskuler, diabetes, gagal
ginjal, immunosuppresi, gastrointestinal, trauma infeksi,dsb.
Selain itu pengkajian mengenai kronologi terjadinya luka
misalnya sejak kapan, bagaimana kejadiannya, ukuran awal
kejadiannya dan berbagai gejala yang dirasakan. Pengkajian riwayat
luka juga mencakup faktor-faktor yang dapat memperberat atau
mempercepat proses luka serta mendokumentasikannya secara
lengkap.
a. Kronis : -Lama luka
-Bagaimana pengobatannya
-Penyakit yang menyertai
b. Akut : -Lama luka
-Adanya benda asing yang masuk
2. Data Objektif
A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tidak hanya dilakukan terhadap lukanya saja
tetapi juga terhadap kondisi fisik secara umum. ( Stotts dan
Cavanaugh, 1991 ), berarti kaji juga tanta-tanda vital pasien
karena menurut (Aziz Alimul, 2008) adanya pendarahan disertai

10
perubahan tanda vital seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan
pernapasan, penurunan tekanan darah.
Mengidentifikasikan keadaan fisik luka dalam tiga kategori
utama, yaitu :
a. Vasculer ulcers, yaitu dengan mengevaluasi kulit, kuku,
rambut, warna, capillary refill, temperatur, nadi, edema
extremitas dan hemosiderin.
b. Arterial ulcers, ditandai dengan adanya kelemahan atau
hilangnya denyut nadi, kulit, dan hilangnya rambut pada
ekstremitas.
c. Neuropathic ulcers dengan menggunakan Wagner scale
seperti pada pengkajian luka tekan ( pressure ulcer ).
Mengenai pengkajian luka meliputi cara mengkaji,
mendokumentasikan lokasi dan gambaran luka serta area
disekitar luka.
a. Lokasi
Pengkajian diawali dengan mengamati lokasi misalkan
terdapat sepuluh jahitan diarea keadran kanan bawah.
b. Ukuran
Ukuran luka mengacu pada panjang sejajar dari kepala ke
kaki dan lebar sejajar dengan potongan horizontal badan.
c. Gambaran umum luka
Pengkajian dan dokumentasi gambaran luka meliputi warna,
bau, cairan yang keluar, dari luka serta gambaran area
sekitarnya. Lakukan inspeksi dan palpasi khususnya daerah
sekitar luka.
1. Inspeksi : -Penampilan luka, kaji tanda penyembuhan luka
-Adanya perdarahan
-Pinggiran luka terikat/melekat bersama
-Adanya gejala inflamasi ( rubor, kolor, dolor,
tumor, functiolesa)
-Kedalaman luka
-Luas luka
-Tempat luka
-Produksi cairan
-Bau dan warna cairan
2. Palpasi : -Kedalaman luka
-Nyeri
-Pembengkakan
d. Nyeri
Pengkajian dan dokumentasi nyeri daerah luka meliputi
intensitas nyeri dan perubahan intensitas nyeri dikaitkan
dengan perubahan yang ada pada luka. Luka incisi post
operasi biasanya masih dirasakan sampai hari ke tiga.
e. Data Laboratorium
Pemeriksaan kultur drainase luka dikerjakan untuk
menentukan apakah luka mengalami infeksi atau tidak serta
untuk mengetahui organisme penyebab infeksinya. Infeksi
dapat diketahui dari adanya peningkatan jumlah leukosit.
Penurunan leukosit mengindikasikan resiko terhadap infeksi.
Pemeriksaan albumin dilakukan untuk menentukan
perkembangan penyembuhan luka.
Pemeriksaan laboraturium :
1. Hb
2. Produksi cairan luka
3. Leukosit
4. Koagulasi
5. Protein dan glukosa

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan pada pasien yang mengalami luka difokuskan
pada upaya pencegahan terjadinya komplikasi dan peningkatan proses
penyembuhan.
Berikut ini contoh diagnosis keperawatan menurut NANDA :
No S P E
1 -Melaporkan rasa sakit Nyeri akut( pasopersi -gg/ luka pada kulit/
( skala nyeri) intervensi bedah) jaringan/integritas otot
-Perubahan tonus otot. dan trauma
Wajah menunjukan musculosketal
rasa sakit -Adanya
-Pemfokuskan diri selang/saluran
-Distraktif/perilaku
protektif
2 Resiko tinggi terhadap -Kulit yang rusak.
infeksi Trauma jaringan
_ -Prosedur invasive,zat
pathogen/kontaminan

3 -gg. Pada permukaan/ Kerusakan Integritas -Intrupsi mekanis pada


lapisan kulit, jaringan kulit /jaringan kulit/jaringan
4 Resiko tinggi terhadap -Kelemahan
kerusakan integritas kulit umum,penurunan
mobilitas, perubahan
massa kulit dan otot
_ yang dihubungkan
dengan umur, deficit
sensori-motor.
-Perubahan
sirkulasi/edema/nutrisi
sedikit
-inkontinensia
-masalah perawatan
diri
5 -Takut penolakan/ Gangguan Harga Diri -Faktor biofisikal:
reaksi orang lain dan Perubahan Kehilangan bagian
-Perasaan negative Penampilan Peran tubuh/ Amputasi
oleh tubuh
-Fokus pada fungsi/
penampilan masa lalu
-Perasaan tidak
berdaya/ putus asa
-Fokus pada
kehilangan bagian
tubuh, tidak
melihat/menyentuh
tubuh

6 Pertanyaan/ Kurang pengetahuan -Kurangnya


permintaan informasi tentang kondisi/ situasi. pemajanan/mengingat
-Pernyataan kesalahan Prognosis, kebutuhan , kesalahan
konsep pengobatan (pasca interpretasi informasi
-Instruksi lanjutan yang operasi-intervensi -Tidak mengenal
tidak akurat/ bedah) sumber informasi
perkembangan -Keterbatasan kognitif
komplikasi yang tidak
dapat dicegah

C. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN KRITERIA HASIL


Ketika merumuskan kriteria hasil, maka kita perlu mendasarkan pada
kondisi kebutuhan pasien yang bersifat individual. Perubahan pelayanan
kesehatan telah memungkinan pemulangan pasien lebih awal sehingga
pasien harus mampu menindak lanjuti tindakan perawatannya dirumah.
Secara umum tujuan perawatan pasien yang mengalami luka difokuskan
pada upaya peningkatan proses penyembuhan luka, pencegahan infeksi
dan pendidikan pada pasien tentang upaya-upaya tersebut.
1. a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan nyeri
berkurang
b. Kriteria hasil dagnosa 1 :
1. Pasien mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol,
berkurang atau hilang.
2. Tampak santai.
3. Dapat beristirahat/tidur dan beraktifitas sesuai kemampuan.
c. Intervensi Diagnosa 1
Mandiri
Intervensi Rasionalisasi
Relaksasi, misal : napas dalam, Lepaskan tegangan emosional dan
bimbingan imajinasi, visualisasi otot. tingkatkan kontrol perasaan bisa
meningkatkan kemampuan koping.
Beri perawatan oral reguler Mengurangi ketidaknyamanan
membran mukosa yang kering akibat
anestesi
Observasi efek analgesik Respirasi mungkin menurun dan
menimbulkan efek sinergistik

Kolaborasi
Intervensi Rasionalisasi
Analgesik IM Segera mencapai pusat rasa sakit,
efektif dengan dosis kecil. IM butuh
waktu lama dan tergantung tingkat
absorpsi.
Analgesik dikontrol pasien (ADP ) Sangat efektif untuk pascaopersi, dosis
kecil, instruksi harus detil dan dipantau
ketat
Anestesi local, misal : blok epidural Mungkin diinjeksikan ke lokasi opersi
yang tetap terlindung pada
pascaoperasi yang segera untuk
mencegah rasa sakit

2. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan tidak


terjadi infeksi pada luka.
b. Kriteria hasil diagnosa 2
1. Menunjukkan penyembuhan luka
2. Bebas dari sekresi purulen/drainase
3. Bebas dari eritema dan afrebis
c. Intervensi Diagnosa 2
Mandiri
Intervensi Resionalisasi
Berikan isolasi/pantau pengunjung Isolasi luka/linen dan cuci tangan
sesuai indikasi dibutuhkan untuk mengalirkan luka,
pembatasan pengunjung mengurangi
resiko infeksi
Cuci tangan sebelum dan sesudah Mengurangi kontiminasi silang
aktifitas walaupun menggunakan sarung
tangan steril
Batasi penggunaan alat invasive jika Mengurangi jumlah tempat kembang
mungkin mikroorganisme
Inspeksi luka/sisi alat invasive setiap Mencatat tanda inflamasi/infeksi,
hari, beri perhatian utama pada jalur dapat memberikan gejala masukan
hiparalimintasi porta, tipe infeksi, identifikasi awal,
catatan: NGT dengan nutrien tinggi
mendukung pertumbuhan bakteri
Gunakan teknik steril pada penggantian Mencegah masuknya bakteri,
balutan/penhisapan/beriakn lokasi nosokomial
perawatan, misal jalur invasive, kateter
urinaris
Gunakan sarung tangan/pakaian steril Mencegah penyebaran infeksi silang
pada merawat luka yang terbuka,
antisipasi dari kontak langsung dengan
sekresi/ekresi
Buang balutan/bahan kotor dalam Mengurangi kontaminasi/area kotor
kantung ganda membatasi penyebaran infeksi
Pantau kecenderungan suhu Demam (38,50C-400C) adalah efek
pelepasan pirogen. Hipotermia
(<360C) merefleksikan
syok/penurunan perfusi jaringan
Amati adanya mengigil dan diaforesis Mengigil mendahului memuncaknya
suhu pada adanya infeksi umum
Memantau kegagalan dan Menunjukkan tepat atau tidaknya
penyimpangan selama terapi terapi yang diberikan

Kolaborasi
Intervensi Rasionalisasi
Dapatkan spesimen darah cairan luka Identifikasi terhadap portal entri dan
mikroorganisme, penting dalam
pengobatan
Berikan obat antiinfeksi sesuai Dapat membasmi bakteri/memberi
pentujuk imun sementara untuk mengulangi
infeksi
Bantu dengan/siapkan insisi dan Memberikan kemudahan untuk
drainase luka, irigasi, penggunaan memindahkan material purulen/jaringan
sabun hangat/lembab sesuai indikasi nekrotik

3. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam integritas kulit


membaik.
b. Kriteria hasil diagnosa 3:
1. Mencapai penyembuhan luka
2. Tidak terjadi komplikasi
c. Intervensi Diagnosa 3
Mandiri
Intervensi Rasionalisasi
Periksa tegangan balutan, beri Dapat mengganggu/membendung
perekat pada pusat insisi menuju ke sirkulasi pada luka bagian distal dari
tepi luar dari balutan luka, hindari dari extreitas
menutup seluruh extremitas
Periksa luka secara teratur, catat Pengenalan akan adanya kegagalan
karateristik cairan dan integritas proses penyembuhan luka dan
komplikasi untuk mencegah kondisi
yang, lebih buruk
Kaji jumlah dan karateritik cairan luka Menurunnya cairan erarti terjadi evolusi
penyembuhan, menigkatnya cairan dan
adanya eksudat menunjukkan komplikasi
Berikan kantong penampung cairan Menurunkan resiko infeksi dan
pada drain/insisi yang mengalami kecelakaan secara kimiawi pada jaringan
pengeluaran cairan dan kulit
Tinggikan daerah yang dioperasi Meningkatkan pengembalian aliran vena
sesuai kebutuhan dan menurunkan pembentukan vena.
Catatan: meninggikan daerah yang
insufiensi pada vena menyebabkan
kerusakan
Tekanan areal atau daerah insisi Meminimalkan resiko ruptur/dehinsens
abdominal saat batak/bersin dengan
bantal
Ingatkan pasien untuk tidak Mencegah kontaminasi luka
menyentuh daerah luka
Biarkan terjadi kontak udara dan luka Membantu mengeringkan luka,
atau dengan kain kasa tipis/batalan pemberian cahaya mungkin perlu untuk
telfa mencegah iritasi jika luka bergesekan
dengan linen
Bersihkan luka dengan hydrogen Menurunkan kontaminasi dan
peroksida/air mengalir dan sabun membersihkan kulit
lunak setelah insisi tertutup

Kolaborasi
Intervensi Rasionalisme
Gunakan korset pada daerah luka jika Memberi pergencangan tambahan
perlu pada insisi beresiko tinggi (pada pasien
obesitas)
Berikan es pada daerah luka jika perlu Mencegah edema
Irigrasi luka, dendan debrideman Membuang jaringan mati/eksidat
sesuai kebutuhan

4. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan pasien tidak


mengalami dikubitus
b. Kriteria hasil diagnosa 4 :
1. Mempertahankan kondisi kulit
2. Mencegah kerusakan kulit
3. Kesembuhan meningkat
c. Intervensi Diagnosa 4
Mandiri
Intervensi Rasinalisai
Antisipasi pada pasien yang memiliki Pasien kurus, kegemukan, lansia atau
resiko kerusakan kulit kelemahan beresiko mengalami
kerusakan kulit
Kaji status nutrisi dan lakukan Keseimbangan nutrisi penting jika
perbaikan terjadi kekeringan kulit
Ubah posisi sering (10 menit setiap Meningkatkan sirkulasi, tonus otot,
jam) di tempat tidur atau kursi dengan gerakan tulamg dan sendi
rentang gerak
Masase lembut pada oenonjolan tulang Meningkatkan sirkululasi jaringan,
dengan krim/losion meningkatkan tonus vaskuler dan
mengurangi edema
Pertahankan sprei dan selimut kering, Menghindari friski/abrasi kulit
bersih bebas dari kerutan dan benda
lain yang mengiritasi
Gunakan pelindung lutut, bantalan Mengurangi resiko abrasi kulit dan
busa, kulit domba saat ditempat tidur penekanan kulit
maupun kursi
Awasi pemejanan berlebih, suhu tinggi Mencegah trauma jaringan
dan rendah
Periksa permukaan kulit/lekukan Kerusakan mudah terjadi pada daerah
terutama yang menggunakan pembalut nekrotik dan resiko terinfeksi
Rawat derah kemerahan/iritasi ketika Perawatan rutin penting untuk
kerusakan kulit terjadi mencegah dekubitus
Observasi adanya dikubitus, obat Intervensi dini dapat mencegah
sesuai protocol kerusakan lebih parah
Kolaborasi
Intervensi Rasionalisasi
Beri tempat tidur air, bantalan kursi, Proteksi dan meningkatkan sirkulasi
matras yang dapat diubah dengan mengurangi tekanan
tekanannya
Pantau Hb/Ht dan gula darah Anemia, gula darah tinggi adalah factor
yang mempengaruhi kerusakan hati
Beri tamban zat besi dan vitamain C Membantu penyembuhan/regenerasi
selular

5. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan harga diri


pasien membaik.
b. Kriteria hasil diagnosa 5:
1. Mulai menunjukkan adaptasi dan menerima kenyataan diri saat ini.
2. Mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang
akurat tanpa perasaan harga diri negatif.
3. Membuat rencana nyata untuk adaptasi peran baru/ perubahan
peran
c. Diagnosa 5
Mandiri
Intervesi Rasionalisasi
Kaji/ Pertimbangkan persiapan pasien Pasien yang menganggap amputasi
dan pandangan terhadap amputasi. sebagai rekontruksi akan menerima
lebih cepat.
Dorong ekspresi ketakutan, perasaan Ekspresi emosi membantu pasien mulai
negatif, dan kehilangan bagian tubuh. kenyataan dan realita hidup dengan
cacat fisik.
Beri penguatan informasi pasca Memberi kesempatan untuk
operasi termasuk tipe/ lokasi amputasi, menanyakan dan mengasimilasi
tipe prostase bila tepat, harapan informasi dan mulai menerima
tindakan pasca operasi, kontrol nyeri perubahan gambaran diri dan fungsi,
dan rehabilitasi. yang dapat membantu penyembuhan.
Diskusikan persepsi pasien tentang Membantu mengartikan dan
perubahannya dengan pola/ peran memecahkan masalah sehubungan
fungsi yang biasanya. pola hidupnya dulu.
Dorong partisipasi dalam aktivitas Meningkatkan kemandirian dan
sehari-hari. meningkatkan harga diri.
Perhatikan perilaku, menarik diri, Mengidentifikasi tahap berduka untuk
pernyataan negatif terhadap diri, terus acuan untuk intervensi lanjutan.
melihat perubahan nyata.

Kolaborasi
Intervensi Rasionalisasi
Diskusikan adanya berbagai sumber, Untuk membantu adaptasi lebih lanjut,
contoh : konseling psikiantrik, terapi pengoptimalan, dan rehabilitasi.
kejuruan.

6. a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan


pengetahuan tentang kebutuhan pasien pasca
operasi dapat terpenuhi.
b. Kriteria hasil diagnose 6:
1. Menuturkan pemahaman kondisi, efek prosedur dan pengobatan.
2. Dengan tepat menunjukkan prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan tindakan.
3. Memulai perubahan gaya yang diperlukan dan ikut serta dalam
program perawatan.
c. Intervensi Diagnosa 6
Mandiri
Intervensi Rasionalisasi
Tinjau ulang pembedahan/ prosedur Agar pasien dapat membuat pilihan.
yang dilakukan dan harapan masa
datang.
Tinjau ulang dan minta pasien/ orang Meningkatkan kompetensi diri dan
terdekat untuk menunjukkan perawatan meningkatkan kemandirian.
luka/ balutan jika diindikasikan.
Tinjau ulang penghindaran faktor-faktor Mengurangi potensial infeksi.
resiko, missal : pemajanan pada
lingkungan dan orang lain.
Diskusikan terapi obat, meliputi resep Mengurangi resiko reaksi merugikan.
dan analgesik yang dijual bebas.
Rekomendasikan rencana/ latihan Mengembalikan fungsi normal dan
progresif. meningkatkan perasaan sehat.
Jadwalkan periode istirahat adekuat. Mencegah kepenatandan

20
mengumpulkan energi untuk
kesembuhan.
Beri pengertian diet nutrisi dan cairan Untuk regenerasi/ penyembuhan
adekuat. jaringan, mengurangi perfusi jaringan,
dan meningkatkan fungsi organ.
Tekankan pentingnya kunjungan Untuk memantau perkembangan
lanjutan. penyembuhan dan evaluasi keefektifan
regimen.
Libatkan orang terdekat dalam Memberi sumber info tambahan.
pengajaran, menyediakan intruksi
tertulis/ materi pengajaran.
Identifikasi sumber info lain, seperti Mendukung penyembuhan pasien,
layanan perawatan dirumah, kunjungan memberi evaluasi tambahan pada
perawat, terapi diluar, nomor telepon kebutuhan kebutuhan yang sedang
untuk saling berhubungan dan berjalan/ perhatian baru.
bertanya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Kulit, http://id.wikipedia.org/wiki/, diakses 11 Mei 2010


Delaune dan Ladner, 2002, Dasar-Dasar Keperawatan/ Fundamental Of Nursing
Standards an Practice, Edisi 2, Thomson Learning.
Doenges, Marilynn E.1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Hidayat, Aziz. Alimul, 2008, Pengantar KDM, Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika
Pearce, Evelin, 1999, Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis, Jakarta : PT
Gramedia
Scotts dan Cavanaugh, 1991, Assesing the patient wint a wound, Vol 17 hal: 27-
36, NA. Scootts, CE Cavanaugh.
Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta:
EGC
Tjokronegoro, Arjatmo, 1987, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta : FKUI
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : KEBUTUHAN SIRKULASI

Disusun Oleh :
ILHAM ROHMAT FEBRIAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES RAJAWALI BANDUNG
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : KEBUTUHAN SIRKULASI

I. Konsep Kebutuhan Sirkulasi


A. Definisi/deskripsi sirkulasi
Tubuh manusia terdiri dari beberapa organ tubuh yang tersusun
secara terstruktur dan sangat sistemik. Tiap organ dalam tubuh manusia
memiliki fungsi dan tugas tersendiri. Namun, organ-organ tersebut tidak
akan bisa melakukan tugasnya bila asupan oksigen, nutrisi serta zat-zat
yang dibutuhkannya tidak sampai pada organ yang membutuhkannya
tersebut. Oleh karena itulah dikenal istilah sirkulasi dalam tubuh yang
mengindikasikan adanya sistem transportasi zat-zat dan nutrisi yang
dibutuhkan tubuh menuju tempa-tempat atau organ-organ yang
membutuhkannya.
Sistem sirkulasi adalah sistem transport yang mensuplai zat-zat
yang di absorbsi dari saluran pencernaan dan oksigen ke jaringan,
mengembalikan CO ke paru-paru dan produk-produk metabolisme
lainnya ke ginjal, berfungsi dalam pengaturan temperatur tubuh dan
mendistribusikan hormon-hormon dan zat-zat lain yang mengatur fungsi
sel.
Sirkulasi dalam tubuh manusia terbagi dalam dua jenis yang
sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru-paru. Kedua sistem sirkulasi tersebut
saling bekerja sama untuk mendistribusikan zat-zat yang penting
dibutuhkan oleh tubuh, antara lain oksigen dan berbagai nutrisi lainnya
(Sloane, 2007).
Sirkulasi sistemik adalah bagian dari sistem kardiovaskuler yang
membawa darah beroksigen dari jantung, untuk tubuh, dan kembali
terdeoksigenasi darah kembali ke jantung. Istilah ini kontras dengan
sirkulasi paru-paru. Sirkulasi sistemik yang biasanya juga disebut sebagai
sirkulasi utama adalah proses dimana darah, yaitu sebagai pembawa
hormon dan zat-zat yang diperlukan tubuh ini dipompakan melalui sistem
tertutup pembuluh-pembuluh darah oleh jantung. Dari ventrikel kiri, darah
dipompakan melalui arteri-arteri dan anteriol ke arterile ke kapiler-kapiler,
dimana darah berada dalam keadaan seimbang dengan cairan interstitial.
Kapiler-kapiler mengalirkan darah melalui venula ke dalam vena dan
kembali ke atrium kanan (Ganong, 1998).
B. Fisiologi sistem/Fungsi normal sistem sirkulasi sistemik
1. Bagian-bagian yang berperan
a. Arteri berfungsi mentranspor darah di bawah tekanan tinggi ke
jaringan. Untuk ini arteri mempunyai dinding yang tebal dan kuat
karena darah mengalir dengan cepat pada arteri.
b. Arteriola adalah cabang kecil dari sistem arteri yang berfungsi
sebagai kendali dimana darah dikeluarkan ke dalam kapiler.
Arteriola mempunyai dinding otot yang kuat yang mampu menutup
arteriola dan melakukan dilatasi beberapa kali lipat dan mengubah
aliran darah ke kapiler sebagai respon terhadap kebutuhan
jaringan.
c. Kapiler berfungsi untuk pertukaran cairan zat makanan elektrolit,
hormone dan bahan lainnya antara darah dan cairan interstitial.
Untuk ini dinding kapiler bersifat sangat tipis dan permeabel molekul
kecil.
d. Venula berfungsi mengumpulkan darah dari kapiler secara bertahap
dan bergabung menjadi vena yang semakin besar.
e. Vena adalah saluran penampung dan pengangkut darah dari
jaringan kembali ke jantung. Karena tekanan pada sistem vena
sangat rendah maka dinding vena sangat tipis, tetapi dinding vena
mempunyai otot untuk berkontraksi sehingga berfungsi sebagai
penampung darah ekstra yang dapat dikendalikan berdasarkan
kebutuhan tubuh.
2. Mekanisme
Dalam sirkulasi sistemik, arteri membawa oksigen darah ke
jaringan. Ketika darah beredar melalui tubuh, oksigen berdifusi dari
darah ke dalam sel sekitar kapiler, dan karbon dioksida berdifusi ke
dalam darah dari sel-sel kapiler. Vena membawa darah
terdeoksigenasi kembali ke jantung. Oksigen darah memasuki sirkulasi
sistemik ketika meninggalkan ventrikel kiri, melalui katup aorta
semilunar. Bagian pertama dari sirkulasi sistemik adalah arteri aorta,
arteri besar dan berdinding tebal.

Darah berpindah dari arteri ke arteriol dan akhirnya ke kapiler


yang paling tipis dan paling banyak dari pembuluh darah. Kapiler ini
membantu untuk bergabung dengan jaringan arteriol untuk transportasi
nutrisi ke sel, yang menyerap oksigen dan nutrisi di dalam darah
(Sherwood, 2001).
Darah terdeoksigenasi kemudian dikumpulkan oleh venula,
mengalir pertama ke dalam pembuluh, dan kemudian ke vena cava
inferior dan superior, yang kembali ke jantung kanan, menyelesaikan
siklus sistemik. Darah kemudian kembali melalui sirkulasi paru-paru
sebelum kembali lagi ke sirkulasi sistemik (Ganong, 1998).
3. Proses sirkulasi sistemik
Peran sirkulasi sistemik sangat kompleks bagi tubuh manusia.
Selain sistem transport, pekerjaan utama dari sistem sirkulasi adalah
mengambil nutrisi dan oksigen ke seluruh bagian tubuh. Hal ini dapat
dilakukan dengan bantuan darah dan jantung yang memompa darah.
Darah beredar melalui pembuluh darah, yang terdiri dari arteri dan
vena. Membawa oksigen darah arteri dan vena membawa darah
terdeoksigenasi (Guyton, 1991).
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi sirkulasi
sistemik
1. Beban awal
Otot jantung direnggangkan sebelum ventrikel kiri berkontraksi
dan berhubungan dengan panjang otot jantung. Peningkatan beban
awal menyebabkan kontraksi ventrikel lebih kuat dan meningkatkan
volume curah jantung.
2. Kontraktilitas (kemampuan)
Bila saraf simpatis yang menuju ke atas atau ke kiri akan
meningkatkan kontraktilitas. Frekuensi dan irama jantung juga akan
mempengaruhi kontraktillitas.
3. Beban akhir
Resistensi (tahanan) harus diatasi sewaktu darah dikeluarkan
dari ventrikel. Beban akhir suatu beban ventrikel kiri diperlukan untuk
membuka katup semilunaris aorta dan mendorong darah selama
kontraksi. Peningkatan kerja juga meningkatkan kebutuhan oksigen.

4. Frekuensi jantung
Dengan meningkatnya frekuensi jantung akan memperberat
pekerjaan jantung.
D. Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada sistem
sirkulasi
1. Arteriosklerosis yaitu pengerasan pembuluh nadi karena endapan
lemak berbentuk plak (kerak) yaitu jaringan ikat berserat dan sel-sel
otot polos yang di infiltrasi oleh lipid (lemak).
2. Emboli yaitu tersumbatnya pembuluh darah karena benda yang
bergerak.
3. Anemia atau biasa disebut penyakit kurang darah yaitu rendahnya
kadar haemoglobin dalam darah atau berkurangnya jumlah eritrosit
dalam darah.
4. Varises yaitu pelebaran pembuluh darah.
5. Thrombus yaitu tersumbatnya pembuluh darah karena benda yang
tidak bergerak.
6. Hemofili yaitu kelainan darah yang menyebabkan darah sukar
membeku (diturunkan secara hereditas).
7. Leukemia (kanker darah) yaitu peningkatan jumlah eritrosit secara
tidak terkendali.
8. Erithroblastosis fetalis yaitu rusaknya eritrosit bayi/janin akibat
aglutinasi dari antibodi yang berasal dari ibu.
9. Thalasemia yaitu anemia yang diakibatkan oleh rusaknya gen
pembentuk haemoglobin yang bersifat menurun.
10. Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi akibat arteriosklerosis.
11. Hemoroid (ambeien) pelebaran pembuluh darah di sekitar dubur.

II. Rencana Asuhan Klien dengan Gangguan Sirkulasi Sistemik :


A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan melalui
kegiatan pengumpulan data atau perolehan data yang akurat dapat pasien
guna mengetahui berbagai permasalahan yang ada (Hidayat, 2009 : h 85).
Identitas klien (nama, umur, asal, jenis kelamin, dll). Identitas keluarga atau
penanggungjawab.

1. Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan dahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
2. Pemeriksaan fisik: data focus
a. Aktivitas istirahat
Gejala : Kelelahan umum, kelemahan, letih, nafas pendek, gaya
hidup
Tanda :
- Frekuensi jantung meningkat
- Perubahan trauma jantung (takipnea)
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi ateros klerosis, penyakit jantung
koroner / katup dan penyakit screbiovakuolar, episode palpitasi,
perpirasi.
Tanda :
- Kenaikan tekanan darah (pengukuran serial dan kenaikan
TD diperlukan untuk menaikkan diagnosis.
- Hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen
otak).
- Nada denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis.
- Denyut apical : Pm, kemungkinan bergeser dan sangat kuat.
- Frekuensi/irama : Tarikardia berbagai distrimia.
- Bunyi, jantung terdengar S2 pada dasar S3 (CHF dini)
S4 (pengerasan vertikel kiri / hipertrofi vertical kiri).
c. Integritas ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi eufuria
atau jarah kronis (dapat mengidentifikasi kerusakan serebral ) faktor-
faktor inulhfel, hubungan keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan.
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontiniu
perhatian, tangisan yang meledak, gerak tangan empeti otot muka
tegang (khususnya sekitar mata) gerakkan fisik cepat, pernafasan
mengelam peningkatan pola bicara.

d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal sakit ini atau yang lalu
e. Makanan/Cairan
Gejala : Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolestrol, mual, muntah, perubahan
berat badan (meningkatkan/menurun) riwayat pengguna diuretik.
Tanda :
- Berat badan normal atau obesitas
- Adanya edema (mungkin umum atau tertentu)
- Kongestiva
- Glikosuria (hampir 10% hipertensi adalah diabetik).
f. Neurosensori
Gejala :
- Keluhan pening/pusing
- Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
- Episode kebas dan kelemahan pada satu sisi tubuh
- Gangguan penglihatan
- Episode epistaksis
Tanda : - Status mental perubahan keterjagaan orientasi, pola isi
bicara, efek, proses fikir atau memori.
g. Nyeri/Ketidak nyamanan
Gejala :
- Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung)
- Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi
- Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi
sebelumnya
- Nyeri abdomen / massa
h. Pernapasan
Gejala :
- Dispenea yang berkaitan dengan aktivitas kerja
- Riwayat merokok, batuk dengan / tanpa seputum
Tanda:
- Distres respirasi
- Bunyi nafas tambahan
- Sianosis
i. Keamanan
Gejala :
- Gangguan koordinas / cara berjalan
- Hipotesia pastural
Tanda :
- Frekuensi jantung meningkat
- Perubahan trauma jantung (takipnea)
j. Pembelajaran/Penyebab
Gejala : Faktor resiko keluarga : hipertensi, aterosporosis,
penyakit jantung, DM
3. Pemeriksaan penunjang
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b. Pemeriksaan retina
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ
seperti ginjal dan jantung
d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urine.
g. Foto dada dan CT scan

B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload, vasokontriksi,
hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
2. Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.

C. Perencanaan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan curah jantung NOC : NIC :
b/d gangguan irama jantung,  Cardiac Pump  Evaluasi adanya nyeri da d
stroke volume, pre load dan effectiveness  Catat adanya disritmia jan
afterload, kontraktilitas  Circulation Status  Catat adanya tanda dan g
jantung.  Vital Sign Status penurunan cardiac putput
 Tissue perfusion:  Monitor status pernafasan
DO/DS: perifer menandakan gagal jantung
 Aritmia, takikardia, Setelah dilakukan asuhan  Monitor balance cairan
bradikardia selama … x 24 jam  Monitor respon pasien ter
 Palpitasi, oedem penurunan kardiak output efek pengobatan antiaritmia
 Kelelahan klien teratasi dengan kriteria  Atur periode latihan dan is
 Peningkatan/penurun hasil: untuk menghindari kelelahan
an JVP  Tanda Vital  Monitor toleransi aktivitas
 Distensi vena dalam rentang normal  Monitor adanya dyspneu,
jugularis (Tekanan darah, Nadi, tekipneu dan ortopneu
 Kulit dingin dan respirasi)  Anjurkan untuk menurunk
lembab  Dapat stress
 Penurunan denyut mentoleransi aktivitas,  Monitor TD, nadi, suhu, d a
nadi perifer tidak ada kelelahan  Monitor VS saat pasien
 Oliguria, kaplari refill  Tidak ada berbaring, duduk, atau berdiri
lambat edema paru, perifer, dan  Auskultasi TD pada kedua
 Nafas pendek/ sesak tidak ada asites dan bandingkan
nafas  Tidak ada  Monitor TD, nadi, RR, seb
 Perubahan warna penurunan kesadaran selama, dan setelah aktivitas
kulit  AGD dalam  Monitor jumlah, bunyi dan
 Batuk, bunyi jantung batas normal jantung
S3/S4  Tidak ada  Monitor frekuensi dan ira m
 Kecemasan distensi vena leher pernapasan
 Warna kulit  Monitor pola pernapasan
normal abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing tr
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistol
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien tuju
pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk
mengurangi stress
 Kelola pemberian obat ant
aritmia, inotropik, nitrogliserin
vasodilator untuk mempertah
kontraktilitas jantung
 Kelola pemberian antikoag
untuk mencegah trombus per
 Minimalkan stress lingkun

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs  Observasi adanya
 Tirah Baring atau  Toleransi aktivitas pembatasan klien dalam
imobilisasi  Konservasi eneergi melakukan aktivitas
 Kelemahan Kaji adanya faktor y
Setelah dilakukan tindakan 
menyeluruh menyebabkan kelelahan
keperawatan selama 2 x 24
 Ketidakseimbang Monitor nutrisi dan
jam Pasien bertoleransi 
an antara suplei oksigen sumber energi yang adek
terhadap aktivitas dengan
dengan kebutuhan gaya Monitor pasien aka
Kriteria Hasil :  n
hidup yang dipertahankan. adanya kelelahan fisik da
 Berpartisipasi dalam
emosi secara berlebihan
aktivitas fisik tanpa disertai
DS: Monitor respon
 Melaporkan secara peningkatan tekanan darah,  kardivaskuler terhadap
verbal adanya kelelahan nadi dan RR aktivitas (takikardi, disritm
atau kelemahan.  Mampu melakukan sesak nafas, diaporesis,
aktivitas sehari hari (ADLs)
 Adanya dyspneu atau secara mandiri pucat, perubahan
ketidaknyamanan saat  Keseimbangan aktivitas hemodinamik)
beraktivitas. dan istirahat  Monitor pola tidur d
lamanya tidur/istirahat pa
DO :  Kolaborasikan deng
 Respon abnormal dari Tenaga Rehabilitasi Medi
tekanan darah atau nadi dalam merencanakan pro
terhadap aktifitas terapi yang tepat.
 Perubahan ECG :  Bantu klien untuk
aritmia, iskemia mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memili h
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampu
fisik, psikologi dan sosial
 Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber ya n
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
 Bantu untuk
mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi rod a
krek
 Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
 Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
 Bantu pasien/keluar
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguata
positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk
mengembangkan motivas
dan penguatan
 Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual

DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W.F. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran
Guyton, A.C. (1991). Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Alih Bahasa Adji
Dharmadan P. Lukmanto. Jakarta: EGC
Hidayat, A. A. (2009). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika
Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi Kedua.
Penerbit: ECG
Sloane, E. (2007). Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : NUTRISI

Disusun Oleh :
ILHAM ROHMAT FEBRIAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES RAJAWALI BANDUNG
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA : NUTRISI
A. PENGERTIAN
Tubuh memerlukan energi dan fungsi-fungsi organ tubuh, pergerakan
tubuh, mempertahankan, fungsi enzim, pertumbuhan dan pergantian sel yang
rusak. Metabolisme merupakan semua proses biokimia pada sel tubuh.
Proses metabolisme dapat berupa anabolisme (membangun) dan
katabolisme (pemecahan).
Masalah nutrisi erat kaitannya dengan intake makanan dan
metabolisme tubuh serta faktor-faktor yang memengaruhinya.Secara umum
faktor yang memengaruhi kebutuhan nutrisi adalah faktor fisiologis untuk
kebutuhan metabolisme basal, faktor patofisiologi seperti adanya penyakit
tertentu yang mengganggu pencernaan atau meningkatkan kebutuhan nutrisi,
faktor sosioekonomi seperti adanya kemampuan individu dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi.
Nutrisi adalah zat-zat gisi dan zat lain yang berhubungan dengan
kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia
untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan
menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuhnya
serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang
makanan, zat-zat gizi dan zat lain yang terkandung, aksi, reaksi, dan
keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit (Tarwoto,
Wartonah, 2006 :26).
Menurut Alimul (2015), nutrisi merupakan proses pemasukan dan
pengolahan zat makanan oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan energi
dan digunakan dalam aktivitas tubuh. Fungsi utama nutrisi adalah untuk
memberi energi bagi aktivitas tubuh,membentuk struktur kerangka dan
jaringan tubuh, serta mengatur berbagai proses kimia di dalam tubuh
(Mubarak, 2008:27).
Nutrisi juga dapat dikatakan sebagai elemen yang dibutuhkan untuk
proses dan fungsi tubuh. Kebutuhan energi didapatkan dari berbagai nutrisi,
seperti: karbohidrat, protein, lemak, air, vitamin, dan mineral (Potter and
Perry, 2010 :275).

 Elemen Nutrisi
Menurut Tarwoto, Wartonah (2006), Elemen nutrient/zat gizi terdiri atas:

2
1. Karbohidrat.
2. Protein.
3. Lemak.
4. Vitamin.
5. Mineral.
6. Air.
Karbohidrat, lemak, dan protein disebut energi nutrient karena
merupakan sumber energi dari makanan; sedangkan vitamin, mineral, dan air
merupakan substansi penting untuk membangun, mempertahankan, dan
mengatur metabolisme jaringan tubuh.Fungsi zat gizi adalah:
1. Sebagai penghasil energi bagi fungsi organ, gerakan, dan kerja
fisik.
2. Sebagai bahan dasar untuk pembentukan dan perbaikian jaringan.
3. Sebagai pelindung dan pengatur.
1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama. Hampir 80%
energi dihasilkan dari karbohidrat. Setiap 1 gram karbohidrat
mengahasilkan 4 kilokalori (kkal). Karbohidrat yang disimpan dalam hati
dan otot berbentuk glikogen dengan jumlah yang sangat sedikit.
Glikogen adalah sintesis dari glukosa. Pemecahan energi selama masa
istirahat/puasa. Kelebihan energi karbohidrat berbentuk asam lemak.
a. Jenis karbohidrat
Berdasarkan susunan kimianya karbohidrat digolongkan
menjadi tiga jenis yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida.
1) Monosakarida
Monosakarida merupakan jenis karbohidrat yang paling
sederhana dan merupakan molekul yang paling kecil. Dalam
bentuk ini molekul dapat langsung diserap oleh pembuluh
darah. Jenis dari monosakarida adalah glukosal dektrosa yang
banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran, fruktosa
banyak terdapat pada buah, sayuran, madu, dan galaktosa
yang berasal dari pecahan disakarida.

2) Disakarida
Jenis disakarida adalah sukrosa, maltose, dan laktosa.
Sukrosa dan maltose banyak pada makanan nabati,
sedangkan laktosa yaitu merupakan jenis gula dalam air susu
baik susu ibu maupun susu hewan.
3) Polisakarida
Merupakan gabungan dari beberapa molekul monosakarida.
Jenis polisakarida adalah zat pati, glikogen, dan selulosa.
b. Fungsi karbohidrat
1) Sumber energi yang murah.
2) Sumber energi utama bagi otak dan saraf.
3) Membuat cadangan tenaga tubuh.
4) Pengaturan metabolisme lemak.
5) Untuk efesiensi penggunaan protein.
6) Memberikan rasa kenyang.
c. Sumber karbohidrat
Sumber karbohidrat umumnya adalah makanan pokok,
umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti beras, jagung,
kacang, sagu, singkong, dan lain-lain. Sedangkan pada karbohidrat
hewani berbentuk glikogen.
d. Metabolisme karbohidrat
Proses dari makanan sampai dapat digunakan oleh tubuh
melalui pencernaan, absorpsi, dan metabolisme.
e. Metabolisme karbohidrat
Proses dari makanan sampai dapat digunakan oleh tubuh
melalui pencernaan, absorpsi, dan metabolisme.Pencernaan adalah
memecahkan makanan menjadi bagian yang lebih kecil dan dapat
diabsorpsi melalui cairan tubuh. Mekanisme pencernaan bisa secara
mekanik maupun secara kimia. Pencernaan secara mekanik
melibatkan fungsi saraf dan otot untuk memindahkan makanan dalam
saluran pencernaan melalui kontraksi otot, pencernaan secara kimia
melalui tipe sekresi yang diproduksi pada saluran pencernaan. Ada 4
tipe produk sekresi yang dapat membantu pencernaan yaitu enzym
yang spesifik, Hcl, mucus, air, dan elektrolit.
Zat gizi diabsorpsi oleh usus kecil dan bagian proksimal usus
besar metabolisme karbohidrat mengandung tiga proses :
1) Perubahan dari katabolisme glikogen menjadi glukosa, kabon
dioksida, dan air disebut Glikogenolisis.
2) Perubahan dari anabolisme glukosa menjadi glikogen disebut
Glikogenesis.
3) Perubahan dari asam amino dan gliserol menjadi glukosa disebut
Glukoneogenesis.
f. Masalah-masalah yang terkait dengan karbohidrat
Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP) atau Protein Energi
Malnutrisi (PEM) dan penyakit kegemukan karena ketidakseimbangan
antara asupan dengan energi yang dibutuhkan. Penyakit akibat
gangguan metabolisme karbohidrat tampak pada Diabetes Mellitus.
2. Protein
Protein berfungsi sebagai pertumbuhan, mempertahankan dan
mengganti jaringan tubuh. Setiap 1gram protein menghasilan 4 kkal.
Bentuk sederhana dari protein adalah asam amino. Asam amino disimpan
dalam jaringan dalam bentuk hormone dan enzim. Asam amino esensial
tidak dapat disintesis dalam tubuh tetapi harus didapat dari makanan.
Jenis asam amino esensial diantaranya lisin, triptofan, fenilalanin,
leusin.Berdasarkan susunan kimianya, protein dapat dibagi menjadi tiga
golongan yaitu:
a) Protein sederhana
Jenis protein ini tidak berkaitan dengan zat lain, misalnya abumin dan
globulin.
b) Protein bersenyawa
Protein ini dapat membentuk ikatan dengan zat lain seperti glikogen
membentuk glikoprotein, dengan hemoglobin membentuk
kromoprotein.
c) Turunan atau devirat dari protein
Termasuk dalam turunan protein adalam albuminosa, pepton, dan
gelatin.

a. Fungsi Protein
1) Untuk keseimbangan cairan yaitu dengan meningkatkan tekanan
osmotik koloid, keseimbangan asam.
2) Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan.
3) Pengaturan metabolisme dalam bentuk enzim dan homon.
4) Sumber energi di samping karbohidrat dan lemak.
5) Dalam bentuk kromosom, protein berperan sebagai tempat
menyimpan dan meneruskan sifat-sifat keturunan dalam bentuk
genes.
b. Sumber Protein
1) Protein hewani yaitu protein yang berasal dari hewan seperti susu,
daging, telur, hati, udang, ikan, kerang, ayam, dan sebagainya.
2) Protein nabati yaitu protein yang berasal dari tumbuhan seperti
jagung, kedelai, kacang hijau, terigu, dan sebagainya.
c. Metabolisme Protein
Jika makanan yang sudah berada dalam lambung, maka akan
dikeluarkan enzim protease yaitu pepsin. Pepsin mengubah protein
menjadi albuminosa dan pepton. Albuminosa dan pepton di dalam
usus halus diubah menjadi asam-asam amino dengan bantuan enzim
tripsin dari pankreas dan selanjutnya diserap atau berdisfusi ke aliran
darah yang menuju ke hayi. Asam-asam amino disebar oleh hati ke
jaringan tubuh untuk mengganti sel-sel yang rusak dan sebagian
digunakan untuk membuat protein darah. Karena protein dapat larut
dalam air sehingga umumnya dapat dicerna secara sempurna
sehingga hampir tidak tersisa protein makanan dalam feses.
Asam amino yang tidak dapat digunakan ditranspor kembali ke
hati kemudian dilepaskan ikatan nitrogennya seghingga terpecah
menjadi dua macam zat yaitu asam organik dan amoniak (NH3).
Amoniak dibuang melalui ginjal, sedangkan asam organic
dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Faktor-faktor yang memengaruhi kebutuhan protein di antaranya:
1) Berat badan individu.
2) Aktivitas.
3) Keadaan pertumbuhan, bayi: 3gr/kg BB, anak-anak: 1,75-
2,5gr/kg BB, dan pada remaja sampai dengan lanjut usia:
1,25-1,75gr/kg BB.
4) Pada wanita hamil ditambah 10gr/hari.
5) Pada ibu menyusui ditambah 20gr/hari.
6) Keadaan/kondisi kesehatan.
3. Lemak
Lemak atau lipid merupakan sumber energi paling besar.
Berdasarkan ikatan kimianya lemak dibedakan menjadi:
a) Lemak murni yaitu lemak yang terdiri atas asam lemak dan gliserol.
b) Zat-zat yang mengandung lemak misalnya fosfolipid yaitu ikatan
lemak dengan garam fosfor, glikolipid yaitu ikatan lemak dengan
glikogen.
a. Fungsi lemak
1) Memberikan kalori, di mana setiap 1 gram lemak dalam peristiwa
oksidasi akan memberikan kalori sebanyak 9 kkal.
2) Melarutkan vitamin sehingga dapat diserap oleh dinding usus.
3) Memberikan asam-asam lemak esensial.
b. Sumber lemak
Menurut sumbernya lemak berasal dari nabati dan hewani.
Lemak nabati mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh
seperti yang terdapat pada kacang-kacangan, kelapa, dan lain-lain.
Sedangkan lemak hewani banyak mengandung asam lemak jenuh
dengan rantai panjang seperti pada daging sapi, kambing, dan lain-
lain.
c. Metabolisme lemak
Pencernaan lemak dimulai dari lambung dengan bantuan
enzim lipase yang berasal dari pankreas. Di dalam duodenum
trigliserida dipecah menjadi diglyserida, monoglysakarida, dan asam
lemak bebas dengan bantuan lipase. Asam lemak bebas rantai
panjang tidak larut dalam air tetapi berkaitan dengan garam-garam
empedu dan dapat larut (emulsi). Lemak kemudian diserap ke darah
menuju ke hati. Di dalam hati sebagian digunakan untuk energi,
sebagian diubah menjadi zat keton, dan sebagian lagi disimpan dalam
bentuk lemak badan. Apabila tubuh kehabisan glikogen maka lemak
badan akan diambil kembali. Mula-mula lemak badan menjadi
fosfolipid, kemudian dalam hati dalam bentuk lemak bebas, jika dalam
makanan terdapat kelebihan karbohidrat atau lemak dari kebutuhan
tubuh maka kelebihan tersebut disimpan sebagai cadangan tenaga.
Lemak cadangan disimpan disekitar jantung, paru-paru, ginjal, dan
alat tubuh yang lain. Simpanan lemak dalam tubuh digunakan
sebagai:
1) Cadangan tenaga/energi.
2) Bantalan bagi alat-alat tubuh seperti ginjal, biji mata.
3) Mempertahankan panas tubuh.
4) Perlindungan tubuh terhadap trauma, zat-zat kimia berbahaya.
5) Membentuk postur tubuh.
4. Mineral
Mineral adalah elemen anorganik esensial untuk tubuh karena
perannya sebagai katalis dalam reaksi biokimia. Mineral dapat
diklasifikasikan menjadi makromineral yaitu jika kebutuhan tubuh 100mg
atau lebih; dan mikromineral jika kebutuhan tubuh kurang dari 100mg.
Termasuk dalam makromineral adalah kalsium, magnesium fosfat
sedangkan yang termasuk dalam mikromineral adalah klorida, yodium,
iron, zinc.
Secara umum fungsi dari mineral adalah:
1) Membangun jaringan tulang.
2) Mengatur tekanan osmotik dalam tubuh.
3) Memberikan elektrolit untuk keperluan otot-otot dan saraf.
4) Membuat berbagai enzim.
5. Vitamin
Vitamin adalah sustansi organik, keberadaannya sangat sedikit
pada makanan dan tidak dapat dibuat dalam tubuh. Vitamin sangat
berperan dalam proses metabolisme karena fungsinya sebagai
katalisator. Vitamin dapat dikasifikasikan menjadi:
1) Vitamin yang larut dalam air: Vitamin B kompleks, B1, B2, B3, B12,
folic acid, serta vitamin C.
2) Vitamin yang larut dalam lemak: Vitamin A, D, E, K.
Fungsi utama vitamin adalah untuk pertumbuhan, perkembangan,
dan pemeliharaan kesehatan.
6. Air
Air adalah komponen tubuh yang sangat penting karena fungsi sel
bergantung pada lingkungan air.Air membentuk 60-70% berat tubuh total.
Persentase air dalam seluruh tubuh lebih besar untuk orang kurus
daripada orang yang obesitas karena otot terdiri atas lebih banyak air
daripada jaringan yang lain, kecuali darah. Bayi memiliki persentase total
air yang paling besar dalam tubuh, dan lansia memiliki persentase total
air yang paling sedikit. Saat kehilangan air, seseorang tidak akan mampu
bertahan hidup lebih dari beberapa hari.
Individu memenuhi cairan yang dibutuhkan dengan minum air dan
makan makanan yang tinggi air, seperti buah-buahan, dan sayur-sayuran
segar. Air juga di produksi selama proses pencernaan saat makanan
dioksidasi. Pada individu yang sehat, asupan cairan dari berbagai sumber
sama dengan keluaran cairan melalui eleminasi, respirasi dan keringat.
Seseorang yang sakit memiliki kebutuhan cairan yang
meningkat.Sebaliknya, seseorang yang sakit juga mengalami penurunan
kemampuan untuk mengekskresikan cairan yang menyebabkan
dibutuhkannya restriksi cairan.
 Status Nutrisi
Tubuh membutuhkan bahan bakar untuk menyediakan energi
untuk metabolisme dan perbaikan sel, fungsi organ, pertumbuhan, serta
pergerakan tubuh.Laju metabolisme basal (Basal Metabolic Rate/ BMR)
adalah energi yang di butuhkan untuk memepertahankan aktivitas
kelangsungan hidup (bernapas, sirkulasi, denyut jantung, dan suhu) pada
periode waktu tertentu saat istirahat. Faktor-faktor seperti usia, berat
badan, jenis kelamin, demam, kelaparan, menstruasi, penyakit, cidera,
infeksi, tingkat aktivitas, atau fungsi tiroid dapat memengaruhi kebutuhan
energi. Penggunaan energi istirahat (Resting Energy Expenditure/ REE)
atau laju metabolisme istirahat adalah jumlah energi yang dibutuhkan
oleh individu selama 24 jam sehingga tubuh dapat mempertahankan
semua aktivitas kerja internal saat beristirahat. Faktor yang memengaruh
metabolisme adalah penyakit, kehamilan, laktasi, dan tingkat aktivitas. Di
rumah sakit, hitung kebutuhan energi dengan menghitung konsumsi
oksigen, produksi karbon dioksida, dan ekskresi nitrogen rata-rata pada
table metabolisme (Potter and Perry, 2010 :274).
Pemecahan makanan, pencernaan, absorpsi, dan asupan
makanan merupakan faktor penting dalam menentukan status
nutrisi(Wartonah Tarwoto, 2006 : 26-29).
Keseimbangan energi
Energi adalah kekuatan untuk bekerja. Manusia membutuhkan
energi untuk terus-menerus berhubungan dengan lingkungannya.

Keseimbangan energi = Pemasukan energi – pengeluaran energi


Atau
Pemasukan energi = Total pengeluaran energi (panas + kerja + energi
yang disimpan)
a Pemasukan energi
Pemasukan energi merupakan energi yang dihasilkan selama
oksidasi makanan. Makanan merupakan sumber utama energi
manusia. Dari makanan yang dimakan kemudian dipecah secara
kimiawi menjadi protein, lemak, dan karbohidrat. Besarnya energi
yang dihasilkan dengan satuan kalori. Satu kilokalori juga disebut juga
satu kalori besar (K) atau kkal adalah jumlah panas yang dibutuhkan
untuk menaikkan suhu 1 kg air besar 1 derajat celcius. Satu kkal = 1 K
atau sama dengan 1.000 kalori.
Ketika makanan tidak tersedia maka akan terjadi pemecahan
glikogen yang merupakan cadangan karbohidrat yang disimpan dalam
hati dan jaringan otot.
b Pengeluaran energi
Pengeluaran energi adalah energi yang digunakan oleh tubuh
untuk men-support jaringan dan fungsi-fungsi organ tubuh. Cadangan
energi tubuh berbentuk senyawa fosfat seperti adenosin tripshsfat
(ATP).
Kebutuhan energi seseorang ditentukan oleh Basal Metabolism
Rate (BMR) dan aktivitas fisik.
Kebutuhan (0,1 x
(Energi
energi setiap = (BMR + 24) + Konsumsi +
untuk
hari ditentukan kkal setiap hari)
aktivitas)
dengan rumus

Jika nilai pemasukan energi lebih kecil dari pengeluaran energi


maka akan terjadi keseimbangan negatif sehingga cadangan
makanan dikeluarkan, hal ini akan berakibat pada penurunan berat
badan. Sebaiknya, jika pemasukan energi lebih banyak dari
pengeluaran energi maka terjadi keseimbangan positif, kelebihan
energi akan disimpan dalam tubuh sehingga terjadi peningkatan berat
badan.
c Basal Metabolism Rate (BMR)
Basal Metabolism Rate adalah energi yang digunakan tubuh
pada saat istirahat yaitu untuk kegiatan fungsi tubuh sepergi
pergerakan jantung, pernapasan, peristaltik usus, kegiatan kelenjar-
kelenjar tubuh.
Kebutuhan kalori basal dipengaruhi oleh:
1 Usia
Pada usia 0-10 tahun kebutuhan metabolisme basal bertambah
dengan cepat, hal ini berhubungan dengan faktor pertumbuhan.
Setelah usia 20 tahun lebih konstan.
2 Jenis kelamin
Kebutuhan metabolisme basal laki-laki lebih besar disbanding
wanita. Pada laki-laki kebutuhan BMR 1,0 kkal/Kg BB/jam
sedangkan pada wanita 0,9 kkal/Kg BB/jam.
3 Tinggi dan berat badan
Tinggi dan berat badan berpengaruh terhadap luas permukaan
tubuh. Makin luas pengeluaran panas akan lebih banyak
sehingga kebutuhan basal metabolisme lebih besar.
4 Kelainan endokrin
Hormon tiroksin berpengaruh terhadap metabolisme,
peningkatan tiroksin mislanya pada hipertiroid akan
meningkatkan basal metabolisme sedangkan penurunan kadar
tiroksin akan menurunkan metabolisme.
5 Suhu lingkungan
Suhu lingkungan yang lebih dingin akan menigkatkan
metabolisme untuk menyesuaikan diri, tubuh harus lebih banyak
memproduksi panas.

6 Keadaaan sakit
Pada orang sakit suhu tubuh meningkat. Peningkatan suhu
tersebut akan mempercepat reaksi kimia, di mana peningkatan
1derajat celcius akan meningkatkan Bmr sebanyak 14%.
7 Keadaan hamil
Konsumsi oksigen pada orang hamil meningkat untuk memenuhi
kebutuhan dan pertumbuhan janin, sehingga metabolisme juga
akan meningkat.
8 Keadaan stres dan ketegangan
Keadaan stres dan keterangan akan merangsang produksi
katekolamin yang mempunyai efek peningkatan metabolisme.
Karakteristik status nutrisi ditentukan dengan adanya Body
Mass Index (BMI) dan Ideal Body Weight (IBW).
1 Body Mass Index (BMI)
Merupakan ukuran dari gambaran berat badan seseorang
dengan tinggi badan. BMI dihubungkan dengan total lemak dalam
tubuh dan sebagai panduan untuk mengkaji kelebihan berat
badan (over weight) dan obesitas.
Rumus BMI diperhitungkan:
BB ( Kg ) BB ( pon ) x
TB ( M ) atau 704,5
2
2 Ideal Body Weight TB (inci)
(IBW)
Merupakan perhitungan berat badan optimal dalam fungsi
tubuh yang sehat. Berat badan ideal adalah jumlah tinggi dalam
sentimeter dikurangi dengan 100 dan dikurangi 10% dari jumlah
itu.
Kegiatan yang membutuhkan energi, antara lain:
1) Vital kehidupan, pernapasan sirkulasi darah, suhu tubuh, dan
lain-lain.
2) Kegiatan mekanik otot.
3) Aktivitas otot dan saraf.
4) Energi kimia untuk membangun jaringa, enzim, dan hormon.
5) Sekresi cairan pencernaan.
6) Absorpsi zat-zat gizi di saluran pencernaan.
7) Pengeluaran hasil metabolisme

Faktor-faktor yang memengaruhui kebutuhan energi:


1. Peningkatan basal metabolism rate.
2. Aktivitas tubuh.
3. Faktor usia.
4. Suhu lingkungan.
5. Penyakit atau status kesehatan.
 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi
Menurut Alimul (2015) faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi
adalah sebagai berikut:
1) Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi dapat
memengaruhi pola konsumsi makan.Hal tersebut dapat disebabkan
oleh kurangnya informasi sehingga dapat terjadi kesalahan dalam
memahami kebutuhan gizi.
2) Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan bergizi
tinggi dapat memengaruhi status gizi seseorang. Misalnya, di
beberapa daerah, tempe merupakan sumber protein yang paling
murah, tidak dijadikan bahan makanan yang layak untuk dimakan
karena masyarakat menganggap bahwa mengonsumsi makanan
tersebut dapat merendahkan derajat mereka.
3) Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap
makanan tertentu juga dapat memengaruhi status gizi.Misalnya di
beberapa daerah, terdapat larangan makan pisang dan papaya bagi
para gadis remaja.Padahal, makanan tersebut merupakan sumber
vitamin yang sangat baik.Ada pula larangan makan ikan bagi anak-
anak karena ikan dianggap dapat mengakibatkan cacingan, padahal
ikan merupakan sumber protein yang sangat baik bagi anak-anak.
4) Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat
mengakibatkan kekurangan variasi makanan, sehingga tubuh tidak
memperoleh zat-zat yang dibutuhkan secara cukup.Kesukaan dapat
mengakibatkan merosotnya gizi pada remaja bila nilai gizinya tidak
sesuai dengan yang diharapkan.
5) Ekonomi
Status ekonomi dapat memengaruhi perubahan status gizi karena
penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak
sedikit.Oleh karena itu, masyarakat dengan kondisi perekonomian
yang tinggi biasanya mampu mencukupi kebutuhan gizi keluargannya
dibandingkan masyarakat dengan kondisi perekonomian rendah.
 Masalah Kebutuhan Nutrisi
Alimul, Aziz (2015) menuliskan secara umum, gangguan
kebutuhan nutrisi terdiri atas kekurangan dan kelebihan nutrisi, obesitas,
malnutrisi, diabetes militus, hipertensi, jantung coroner, kanker, dan
anoreksia nervosa.
1) Kekurangan Nutrisi
Kekurangan nutrisi merupakan keadaan yang dialami seseorang
dalam keadaan yang dialami seseorang dalam keadaan tidak
berpuasa (normal) atau risiko penurunan berat badan akibat
ketidakcukupan asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme.
2) Kelebihan Nutrisi
Kelebihan nutrisi merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang
yang mempunyai risiko peningkatan berat badan akibat asupan
kebutuhan metabolisme secara berlebih.
3) Obesitas
Obesitas merupakan masalah peningkatan berat badan yang
mencapai lebih dari 20% berat badan normal.Status nutrisinya adalah
melebihi kebutuhan metabolisme karena kelebihan asupan kalori dan
penurunan dalam penggunaan kalori.
4) Malnutrisi
Malnutrisi adalah masalah yang berhubungan dengan kekurangan zat
gizi pada tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai masalah
asupan zat gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh.
5) Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang
ditandai dengan adanya gangguan metabolisme karbohidrat akibat
kekurangan insulin atau penggunaan karbohidrat secara berlebihan.

6) Hipertensi
Hipertensi merupakan gangguan nutrisi yang juga disebabkan oleh
berbagai masalah pemenuhan kebutuhan seperti penyebab dari
obesitas, serta asupan kalsium, natrium dan gaya hidup yang
berlebihan.
7) Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung coroner merupakan gangguan nutrisi yang sering
disebabkan oleh adanya peningkatan kolesterol darah dan merokok.
Gangguan ini sering dialami karena adanya perilaku atau gaya hidup
yang tidak sehat, obesitas, dan lain-lain.
8) Kanker
Kanker merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang disebabkan oleh
konsumsi lemak secara berlebihan.
9) Anoreksia Nervosa
Anoreksia Nervosa merupakan penurunan berat badan secara
mendadak dan berkepanjangan, ditandai dengan adanya konstipasi,
pembengkakan badan, nyeri abdomen, kedinginan, letargi, dan
kelebihan energi.

B. GEJALA DAN TANDA


1. Defisit nutrisi
a. Data mayor
- Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
b. Data minor
- Cepat kenyang setelah makan
- Kram/nyeri abdomen
- Nafsu makan menurun
- Bising usus hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membran mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebihan
- Diare
2. Berat badan lebih
a. Data mayor
- IMT > 25 kg/m2 (pada dewasa) atau berat dan panjang badan
lebih dari presentil 95 (pada anak 2-18 tahun)
b. Data minor
- Tebal lipatan kulit trisep >25 mm

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemerikasaan diagnose dapat dilakukan melalui pemeriksaan
laboratorium dengan ketentuan nilai normal yakni sebagai berikut:
 Albumin (N: 4-5,5 mg/100 ml).
 Ransferin (N: 170-25 mg/100 ml).
 Hb (N: 12 mg %).
 BUN (N: 10-20 mg/100 ml).
 Ekskresi kreatinin untuk 24 jam (N: laki-laki: 0,6-1,3 mg/100 ml,wanita:
0,5- 1,0 mg/100 ml).

D. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pelaksanaan (Tindakan) yang dapat dilakukan pada klien yang
mengalami ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah
sebai berikut:
1. Pemberian Nutrisi Melalui Oral
Pemberian nutrisi melalui oral merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi
secara sendiri dengan cara membantu memberikan makan/nutrisi melalui
oral (mulut), bertujuan memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dan
membangkitkan selera makan pada pasien.
2. Pemberian Nutrisi Melalui Pipa Penduga/Lambung
Pemberian nutrisi melalui pipa penduga/lambung merupakan
keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan nutrisi secara oral atau tidak mampu menelan dengan cara
memberi makanan melalui pipa lambung atau pipa penduga. Tujuannya
adalah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

3. Pemberian Nutrisi Melalui Parenteral


Pemeberian nutrisi melalui parenteral merupakan pemberian
nutrisi berupa cairan infus yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui dara
vena, baik secara sentral (untuk nutrisi parenteral total) ataupun vena
perifer ( untuk nutrisi parenteral parsial). Pemberian nutrisi melalui
parenteral dilakukan pada pasien yang tidak bisa makan melalui oral atau
pipa nasogastric dengan tujuan untuk menunjang nutrisi enteral yang
hanya memenuhi sebagian kebutuhan nutrisi harian.
Metode Pemberian
a) Nutrisi parenteral parsial
Merupakan pemberian nutrisi melalui intravena yang digunakan untuk
memenuhi sebagian kebutuhan nutrisi harian pasien kerena pasien
masih dapat menggunakan saluran pencernaan. Cairan yang
biasanya digunakan dalam bentuk dekstrosa atau cairan asam amino.
b) Nutrisi parenteral total
Merupakan pemberian nutrisi melalui intravena yakni kebutuhan
nutrisi sepenuhnya melalui cairan infus karena keadaan saluran
pencernaan pasien tidak dapat digunakan. Cairan yang dapat
digunakan adalah cairan yang mengandung asam amino seperti Pan
Amin G, dan cairan yang mengandung lemak seperti intralipid.
c) Jalur pemberian nutrisi parenteral dapat melalui vena sentral untuk
jangka waktu lama dan melalui vena perifer(Hidayat dan Uliyah,
2005).
E. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat keperawatan dan diet
a. Anggaran makan, makan kesukaan, waktu makan.
b. Apakah ada diet yang dilakukan secara khusus?
c. Adakah penurunan dan peningkatan berat badan dan berapa lama
periode waktunya?
d. Adakah toleransi makan/minum tertentu?
2. Faktor yang memengaruhi diet
a. Status kesehatan.
b. Kultur dan kepercayaan.
c. Status social ekonomi.
d. Faktor psikologis.
e. Informasi yang salah tentang makanan dan cara berdiet.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan fisik: apatis, lesu.
b. Berat badan: obesitas, kurus (underweight).
c. Otot: flaksia/lemah, tonus kurang, tenderness, tidak mampu bekerja.
d) Sistem saraf: bingung, rasa terbakar, paresthesia, reflek menurun.
e) Fungsi gastrointestinal: anoreksia, konstipasi, diare, flatulensi,
pembesaran liver/lien.
f) Kariovaskuler: denyut nadi lebih dari 100 kali/menit, irama abnormal,
tekanan darah rendah/tinggi.
g) Rambut: kusam, kering, pudar, kemerahan, tipis, pecah/patah-patah.
h) Kulit: kering, pucat, iritasi, petekhie, lemak disubkutan tidak ada.
i) Bibir: kering, pecah-pecah, bengkak, lesi, stomatitis, membrane
mukosa pucat.
j) Gusi: pendarahan, peradangan.
k) Lidah: edema, hiperemis.
l) Gigi: karies, nyeri, kotor.
m) Mata: konjungtiva pucat, kering, exotalmus, tanda-tanda infeksi.
n) Kuku: mudah patah.
o) Pengukuran antropometri:
- Berat badan ideal : (TB-100) ± 10%
- Lingkar pergelangan tangan
- Lingkar lengan atas (MAC):
Nilai normal Wanita : 28,5 cm
Pria : 28,3 cm
- Lipatan kulit pada otot trisep (TSF):
Nilai normal Wanita : 16,5-18 cm
Pria : 12,5-16,5 cm
Atau dapat dilakukan dengan metode “A, B, C, D” yakni sebagai berikut:
a. Anthropometric measurement
Tujuan pengukuran ini adalah mengevaluasi pertumbuhan dan
mengkaji status nutrisi serta ketersediaan energi tubuh.Pengukuran
anthopometrik terdiri atas:

1. Tinggi badan
Pengukuran tinggi badan pada individu dewasa dan alita
dilakukan dalamposisi berdiri tanpa alas kaki, sedangkan pada
bayi pada posisi terbaring. Satuan tinggi badan adalah cm atau
inchi.
2. Berat badan
Alat ukur berat badan yang lazim digunakan adalah timbangan
manual, meskipun ada alat ukur yang mengunakan sistem digital
elektrik. berat badan yang ideal: (TB-100)± 10% atau 0.9 x (tinggi
badan – 100). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengukur
berat badan:
a) Alat ukur skala ukur yang digunakan tetap sama setiap kali
menimbang
b) Menimbang tanpa alas kaki
c) Pakaian diusahakan tidak tebal dan relatif sama beratnya
setiap kali menimbang
d) Waktu (jam) penimbangan relatif sama, misalnya sebelum
dan sesudah makan.
3. Tebal lipatan kulit
Bertujuan untuk menentukan presentase lemak pada tubuh,
mengkaji kemungkinan malnutrisi, berat badan normal, atau
obesitas. Area yang sering digunakan untuk pengukuran ini adalah
lipatan kulit trisep (trisep skinfold [TSF] skapula, dan
suprailiaka.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran
antara lain:
a) Anjuran klien unutk membuka baju guna mencegah
kesalahan pada hasil pengukuran.
b) Perhatikan selalu privasi dan rasa nyaman klien
c) Dalam pengukuran TSF, utamakan lengan klien yang tidak
dominan
d) Pengukuran TSF dilakukan pada titik tengah lengan atas,
antara akronim dan olekranon
e) Klien dianjurkan untuk rileks saat pengukuran
f) Alat ukur yang digunakan adalah kapiler.
g) Nilai normal wanita : 16,5-18 cm
Pria : 12,5-16,5cm
h) Lingkar Tubuh
Umumnya area tubuh yang digunakan untuk pengukuran
ini kepala, dada, dan otot bagian lengan atas (LILA).
b. Biochemical data
Pengkajian status nutrisi klien ditunjang dengan pemeriksaan
laboratorium. Klien diperiksa darah dan urinnya yang meliputi
pemeriksaan hemoglobin, hemaktokrit, albumin. Albumin berfungsi
untuk memelihara kesembangan cairan dan elektrolit serta untuk
transportasi nutrisi dan hormone.
1. Hemoglobin normal
Pria : 13-16 g/dl
Wanita : 12-14 g/dl
2. Hematokrit normal
Pria : 40-48 vol %
Wanita : 37-43 vol%
3. Albumin normal
Pria dan wanita: 4-5,2 g/dl
c. Clinical sign of nutrional status
Klien dengan maslah nutrisi akan memperhatikan tanda-tanda
abnormal tersebut bukan saja pada organ-organ fisiknya tetapi juga
fisiologisnya. Tanda-tanda klinik untuk mengetahui status individu:

No Bagian Tubuh Tanda klinik Kemungkinan


kekurangan

1 Tanda umum Penurunan berat badan Kalori,Air, dan vitamin


dehidrasi, haus pertumbuhan A
terhambat

2 Rambut Kekuningan Protein


kekurangan pigmen,kusut

3 Kulit Deatitis Niasin, riboflavin,


Dermatosis pada bayi biotin
Petechial hemorrhages Lemak
Eksema Asam askorbat

4 Mata Photopobia Riboflavin


Rabun senja Vitamin A

5 Mulut Stomatitis Riboflavin


Glositis Niasin, asam folik,
vitamin B12, zat besi

6 Gigi Karies Flour

7 Neuromoskuler Kejang otot Vitamin D


Lemah otot

8 Tulang Riketsia Vitamin D


9 Gastrointestinal Anoreksia Mual dan muntah Thiamin, garam dapur,
NaCl
10 Endokrin Gondok Iodium

11 Kardipovaskuler Pendarahan peny, Jantung, Vitamin K, thiamin,


anemia pyridoxine, zat besi

12 Sistem saraf Kelainan mental dan saraf Vitamin B12


Clinikal sign gangguan nutrisi di golongkan sebagai berikut:
1. Protein calorie malnutrision (PCM/PEM)
Suatu kondisi status nutrisi buruk akibat kekurangan
kualitas dan kuantitas konsumsi nutrisi, dengan kateggori sebagai
berikut:
a. PCM/PEM ringan
BB kurang dari 80% dari BB normal sesuai umur
b. PCM/PEM sedang
60% dari BB normal sesuai umur Sd 80% dari BB normal
c. PCM/PEM berat
BB kurang dari 60% dari BB normal sesuai umur
2. Kwashior
Malnutrisi yang terjadi akibat diet protein yang tidak
adekuat pada bayi ketika sudah tidak mendapatkan ASI. Defisiensi
protein dapat berakibat: retardasik metal, kemunduran, apatis,
edema, otot-otot tidak tumbuh dll. Tanda klinis kwashiokor:
a. Edema
b. Gangguan pertumbuhan
c. Perubahan kejiwaan
d. Otot tumbuh terlihat lemah

3. Maramus
Sindrom akibat defisiensi calorie d protein. Defisiensi kalori
dan protein berakibat: kelaparan, hilangnya jaringan-jaringan
tubuh, BB < dari normal, diarePCM juga berakibat kurang baiknya
penanganan klien selama menjalani proses perawatan di berbagai
fasilitas kesehatan
4. Obesitas
Status obesitas dapat ditegakkan apabila berat badan lebih
dari normal (20-30%>normal)
5. Over weight
Suatu keadaan berat badan 10% melebihi berat badan
ideal
d. Dietery history
Masyarakat pada umumnya pernah melakukan diet. Akan tetapi
cara ini hanya merangsang pengeluaran cairan, bukan perubahan
kebiasaan makanan (Moore Courney, Mary, 1997). Pola makan dan
kebiasaan makan dipengaruhi oleh budaya, latar belakang, status sosial
ekonomi, aspek psikologi. Faktor yang perlu dikaji dalam riwayat
konsumsi nutrisi/diet klien:
Pola diet/makan Vegetarian, tidak makan ikan laut, dll
Pengetahuan tentang nutrisi Penentuan tingkat pengetahuan klien mengenai
kebutuhan nutrisi
Kebiasaan Makanan MI melihat bersama-sama, makan sambil
mendengarkan musik, makan sambil melihat
televisi
Makanan kesukaan Suka makan lalap, suka sambel, suka coklat, suka
roti
Pemasukan cairan Jumlah cairan tiap hari yang diminum, jenis
minuman, jarang minum
Problem diet Sukar menelan, kesulitan mengunyah
Tingkat aktivitas Jenis pekerjaan, waktu bekerja siang/malam, perlu
makanan tambahan atau tidak
Riwayat kesehatan/ Adanya riwayat penyakit diabetus melitus, adanya
pengkomsumsian obat alergi

F. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


Diagnosis keperawatan yang mungkin terjadi pada masalah
kebutuhan nutrisi, sebagaimana menurut SDKI adalah sebagai berikut:

No. Diagnosis Faktor yang Berhubungan Batasan Karakteristik (Data


Keperawatan (Etiologi/E) Subjektif/Objektif/Symptom/S)
(Problem/P)
Defisit nutrisi  Ketidakmampuan menelan a. Data mayor
- Berat badan menurun
makanan
 Ketidakmampuan mencerna minimal 10% dibawah
makanan rentang ideal
 Ketidakmampuan b. Data minor
- Cepat kenyang setelah
mengobsorbsi nutrien
 Peningkatan kebutuhan makan
- Kram/nyeri abdomen
metabolisme - Nafsu makan menurun
 Faktor ekonomi (finansial tidak - Bising usus hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
cukup)
- Otot menelan lemah
 Faktor psikologis (stres,
- Membran mukosa
keengganan untuk makan) pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok
berlebihan
- Diare
Berat badan  Kurang aktivitas fisik harian a. Data mayor
 Kelebihan konsumsi gula - IMT > 25 kg/m2 (pada
lebih
 Gangguan kebiasaan makan dewasa) atau berat
 Gangguan persepsi makan
dan panjang badan
 Kelebihan konsumsi alkohol
 Penggunaan energi kurang lebih dari presentil 95
dari asupan (pada anak 2-18
 Sering mengemil tahun)
 Sering makan makanan b. Data minor
berminyak/berlemak - Tebal lipatan kulit trisep
 Faktor keturunan >25 mm
 Asupan kalsium rendah (pada
anak-anak)
 Berat badan bertambah cepat
Resiko berat  Kurang aktivitas fisik harian
badan lebih  Kelebihan konsumsi gula
 Gangguan kebiasaan makan
 Gangguan persepsi makan
 Kelebihan konsumsi alkohol
 Penggunaan energi kurang dari asupan
 Sering mengemil
 Sering makan makanan berminyak/berlemak
 Faktor keturunan
 Asupan kalsium rendah (pada anak-anak)
 Berat badan bertambah cepat
 Makanan padat sebagai sumber utama makanan utama pada usia
< 5 bulan

E. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Intervensi Diagnosa : Defisit Nutrisi
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan … x 24
jam diharapkan masalah keperawatan defisit nutrisi
dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1 Adanya peningkatan berat badan sesuai
dengan tujuan
2 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4 Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
5 Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan
dari menelan
6 Tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
 Mandiri
a. Intervensi :Buat tujuan berat badan minimum dan kebutuhan
nutrisi harian.
Rasional :Malnutrisi adalah kondisi gangguan minat yang
menyebabkan depresi, agitasi, dan mempengaruhi
kondisi kognitif atau pengambilan keputusan.
Perbaikan status nutrisi meningkatkan kemampuan
berpikir dan kerja psikologis
b. Intervensi :Gunakan pendekatan konsisten. Duduk dengan
pasien saat
makan, sediakan dan buang makanan tanpa
persuasi dan/atau komentar.tingkatkan lingkungan
yang nyaman dan catat masukan.
Rasional :Pasien mendeteksi pentingnya dan dapat bereaksi
terhadap tekanan. Komentar apapun yang dapat
terlihat sebagai paksaan memberikan focus pada
makanan. Bila staf berespons secara konsisten,
pasien dapat mulai memepercayai respons staf.
c. Intervensi :Buat pilihan menu yang ada dan diizinkan pasien
untuk
mengontrol pilihan sebanyak mungkin.
Rasional :Pasien yang meningkat kepercayaan dirinya dan
merasa mengontrol lingkungan lebih suka
menyediakan makanan untuk makan.
d. Intervensi :Sadari pilihan – pilihan makanan rendah
kalori/minuman,
menimbun makanan, membuang makanan dalam
berbagai tempat seperti saku atau kantung
pembuangan.
Rasional :Pasien akan mencoba menghindari mengambil
makanan bila tampak mengandung banyak kalori
dan mau makan lama untuk menghindari makan.
e. Intervensi :Pertahankan jadwal penimbangan berat badan
teratur , seperti
Minggu, Rabu, Jumat sebelum makan pagi pada
pakaian yang sama, dan gamnbaran hasilnya.
Rasional :Memberikan catatan lanjut penuruanan dan/atau
peningkatan berat badan yang akurat. Juga
menurunkan obsesi tentang peningkatan dan/atau
penurunan.
 Kolaborasi
f. Intervensi :Berikan terapi nutrisi dalam program pengobatan
rumah sakit
sesuai indikasi.
Rasional : Pengobatan masalah dasar tidak terjadi tanpa
perbaikan status nutrisi. Perawatan di rumah sakit
memberikan control lingkungan dimana masukan
makanan, muntah/eliminasi ,obat , dan aktivitas
dapat dipantau.
g. Intervensi :Libatkan pasien dalam penyusunan /melakukan
program
perubahan prilaku. Berikan penguatan untuk
peningkatan berat badan seperti dinyatakan oleh
penentuan individu ; abaikan penurunan
Rasional :Memberikan situasi terstuktur untuk makan
sementara
memungkinkan pasien mengontrol beberapa
pilihan. Perubahan perilaku dapat efektif pada
kasus ringan atau untuk peningkatan berat badan
jangka pendek.

2. Intervensi Diagnosa : Berat badan lebih


Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan … x 24
jam diharapkan masalah keperawatan berat badan
lebih dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1 Pasien menyadari masalah berat badan
2 Pasien mengungkapkan secara verbal
keinginan untuk menurunkan berat badan
3 Berpartisipasi dalam program penurunan berat
badan
4 Berpartisipasi dalam program latihan yang
teratur
5 Menahan diri untuk tidak makan banyak dalam
satu waktu tertentu
6 Mengalami asupan kalori, lemak, karbohidrat,
vitamin, mineral, zat besi dan kalsium yang
adekuat, tetapi tidak berlebihan
a. Intervensi : Buat rencana makan dengan pasien.
Rasional : Sementara tak ada dasar untuk menganjurkan diet
yang satu dari yang lain, penurunan diet yang baik
harus berisi makanan dari semua dasar kelompok
makanan dengan focus masukan rendah lemak. Ini
membantu mempertahankan rencana semirip
mungkin dengan kebiasaan pasien.
Catatan :Penting mempertahankan masukan
protein adekuat untuk mencegah kehilangan massa
otot.
b. Intervensi : Tekankan pentingnya menghindari diet berlemak
Rasional :Hilangkan kebutuhan komponen yang dapat
menimbulkan ketidakseimbangan metabolic,
misalnya penurunan karbohidrat berlebihan yang
dapat menimbulkan kelemahan, sakit kepala,
ketidakstabilan, dan kelemahan, asidosis metabolic
(ketosis) mempengaruhi keefektifan program
penurunan BB.
c. Intervensi : Diskusikan tambahan tujuan
nyata untuk penurunan berat badan mingguan.
Rasional : Penurunan berat badan beralasan (1-2 lg/minggu)
mengakibatkan efek lebih sedikit berefek.
Penurunan berlebihan/cepat dapat mengakibatkan
kelemahan dan mudah terangsang dan akhirnya
mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan
untuk penurunan berat badan.
d. Intervensi : Diskusikan pembatasan masukan garam dan obat
diuretic bila
digunakan.
Rasional : Retensi air dapat menjadi masalah karena
meningkatkan masukan cairan juga mengakibatkan
metabolisme lemak.
e. Intervensi : Konsul dengan ahli diet untuk menentukan
kalori/kebutuhan
nutrisi untuk penurunan berat badan individu.
Rasional : Pemasukan individu dapat dikalkulasi dengan
berbagai perhitungan berbeda, tetapi penurunan
berat badan berdasarkan kebutuhan basal kalori
selama 24 jam, tergantung pada jenis kelamin,
usia, berat badan saat ini/yang diinginkan dan lama
waktu yang diperkirakan mencapai berat badan
yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. 2012. Buku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul.2015. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi 2 Buku 2.
Jakarta:Salemba Medika
Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan
Aplikasi
dalam Praktik. Jakarta: EGC
Nanda NIC-NOC.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
DiagnosaMedis
EdisiRevisi Jilid 1. Jakarta: ECG
Nanda NIC-NOC.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis
Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta: ECG
Potter & Perry. 2010. Fundamental of Nursing Fundamental Keperawatan,
Buku 3 Edisi
7.Jakarta: Elsevier
Tarwoto, Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta:
Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
definisi dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai