A. Pengertian :
1. Sutejo (2017), mengatakan seseorang yang mengalami halusinasi akan menunjukkan
adanya perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang datang (dari internal dan
eksternal) disertai dengan respon menurun atau dilebih-lebihkan atau kerusakan
respons pada rangsang.
2. Muhith (2015) halusinasi adalah gangguan persepsi pasien dimana mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidar terjadi.
3. Farida (2010), halusinasi adalah hilangnya kemampuan dalam membedakan
rangsangan internal dan rangsangan eksternal, klien memberi persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
4. Yosep (2009),menyampaikan pendapatnya halusinasi didefinisikan sebagai seseorang
yang merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik
stimulus suara, bayangan, bau-bauan, pengecapan maupun perabaan.
5. Direja (2011), halusinasi dinyatakan sebagai persepsi pasien terhadap lingkungan
tanpa stimulus yang nyata, artinya pasien menginterpretasikan sesuatu yang nyata
tanpa rangsangan dari luar.
6. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi merupakan perubahan
persepsi yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang dalam membedakan
rangsangan yang timbul dari sumber internal (pikiran dan perasaan) dan rangsangan
eksternal (pikiran yang timbul dari lingkungan luar) (Rusdi, 2013).
2. Halusinasi penglihatan
Data subyektif : Klien mengatakan melihat makhluk tertentu, melihat bayangan yang
tidak ada wujudnya dan melihat cahaya yang sangat terang. Data obyektif : terlihat
menatap kearah tempat tertentu, tangan menunjuk kearah tertentu.
3. Halusinasi penghidu
Data subyektif : klien mengatakan mencium sesuatu seperti bau darah, kotoran atau
feses, dan parfum yang menyengat yang sangat mengganggu penciumannya. Data
obyektif : yaitu ekspresi wajah tampak seperti mencium sesuatu, adanya gerakan
cuping hidung dan sering mengarahkan hidung pada tempat tertentu sesuai bau yang
dirasakan, serta terlihat menutup hidung.
4. Halusinasi peraba
Data subyektif : klien mengatakan seperti ada sesuatu yang menempel ditubuhnya,
merasakan badan terasa sangat panas atau dingin dan merasakan seperti tersengat
aliran listrik. Data obyektif : yaitu tampak mengusap, menggaruk dan meraba kulit
tubuhnya, terlihat menggerak-gerakan badannya.
5. Halusinasi pengecap
Data subyektif : klien mengatakan merasa seperti sedang makan sesuatu dengan rasa
yang tidak enak seperti darah, kotoran dan juga merasakan sedang mengunyah sesuatu
yang sebenarnya tidak ada. Data obyektif : yaitu seperti mengecap sesuatu, mulutnya
seperti mengunyah sesuatu dan sering meludah.
D. Dampak halusinasi
Beberapa ahli menyampaikan pendapatnya dampak dari halusinasi yang akan muncul
apabila tidak segera di berikan penanganan yang tepat, di bawah ini akan disampaikan
beberapa pendapat tersebut:
1. Muhith (2015), mengatakan klien yang mengalami halusinasi akan kehilangan kontrol
dirinya, dimana pasien akan mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh
halusinasi yang akan membuat pasien melakukan bunuh diri, membunuh orang lain,
bahkan merusak lingkungan.
2. Keliat (1999), mengatakan dampak dari halusinasi jika tidak di atasi akan muncul
tindakan perilaku kekerasan pada diri sendiri maupun orang lain, resiko tinggi
tindakan bunuh diri, gangguan interaksi sosial, kerusakan komunikasi verbal dan non
verbal.
2. Faktor presipitasi
a. Dimensi fisik, halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi emosional, perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Pasien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
c. Dimensi intelektual, dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperhatikan adanya penurunan fungsi ego.
d. Dimensi sosial, pasien mengalami gangguan interaksi dalam fase awal dan
comforting, pasien menganggap bahwa hidup bersosialisasi adalah
membahayakan. Pasien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah halusinasi
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial.
e. Dimensi spiritual, secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk mensucikan diri, menyalahkan lingkungan dan orang lain
yang menyebabkan takdirnya memburuk.
G. Fase halusinasi
Terjadinya halusinasi dibagi menjadi bebrapa fase, dimana setiap fase menunjukkan tanda
gejala yang berbeda pada masing-masing pasien sehingga pasien dapat menunjukkan
sedang berada di fase mana tergantung dari tanda dan gejalanya. Menurut Kusumawati
dan (Hartono, 2010) halusinasi dibagi menjadi 4 fase yaitu :
1. Fase I (Comforting), secara umum halusiasi bersifat menyenangkan, pada tahap ini
disebut dengan tahap comforting dan termasuk ansietas tingkat sedang. Karakteristik
seseorang yang mengalami halusinasi tahap pertama yaitu orang yang berhalusinasi
mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah dan takut serta
mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas,
individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya tersebut dapat
dikendalikan jika ansietanya bisa diatasi. Tahap ini termasuk nonpsikotik. Perilaku
pasien yang teramati yaitu tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik
dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
3. Fase III (Controling), yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Tahap ini
merupakan gangguan psikotik. Tanda dari Tahap ketiga yaitu bisikan, suara, isi
halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol pasien, pasien menjadi
terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasi yang di alami. Pasien menunjukkan
perilaku seperti kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa
menit atau detik.
4. Fase IV (Conquering), secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait
dengan delusi, tahap ini disebut juga dengan tahap conquering dan termasuk ansietas
tingkat berat. Tahap Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak
mengikuti perintah, halusinasi bisa langsung dalam beberapa jam atau hari apabila
tidak ada intervensi terapeutik. Tahap ini termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik
yang ditunjukkan pasien halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah, pasien
menjadi takut, tidak berdaya dan hilang kontrol serta tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang lain dilingkungan. Pasien menunjukan perilaku teror akibat panik,
potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, tidak mau merespon terhadap perintah
kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
3. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yangmenyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan. Respon
maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (1998) meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah terhadap
rangsangan.
c. Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidakmampuan atau menurunya
kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan
kedekatan.
d. Ketidakteraturan perilaku berupa ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan
yang ditimbulkan.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu karena orang
lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.
I. Intervensi
Menurut Rasmun (2001) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana tindakan dari
diagnosa utama : Gangguan presepsi sensori : halusinasi adalah sebagai berikut :
1. SP 1 Halusinasi
a. Tujuan umum : klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
b. Tujuan khusus :
1) Klien dapat mengenal halusinasi
2) Klien mampu memutus halusinasi dengan teknik menghardik
3) Klien mampu mendemonstrasikan teknik menghardik
4) Klien mau menjadwalkan latihan menghardik
c. Intervensi :
1) Kaji halusinasi yang dialami klien (isi, jenis, frekuensi, situasi dan respon)
2) Latih klien tehnik menghardik untuk memutus halusinasi
3) Dampingi pada saat klien mendemonstrasikan tehnik menghardik
4) Dampingi kliensaat menyusun jadwal latihan menghardik
2. SP 2 Halusinasi
a. Tujuan Umum
Kliem mampu mengontrol halusinasi yang dialami klien mampu mengontrol
halusinasi dengan cara menggunakan obat
b. Tujuan Khusus
1) Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara minum obat
2) Klien mampu mengetahui enam benar minum obat
c. Intervensi keperawatan
1) Validasi halusinasi yang dialami dan evaluasi kemampuan klien cara
menghardik halusinasi yang sudah diajarkan
2) Diskusikan 6 benar obat
3) Dampingi klien pada saat minum obat
SP Keluarga
1. SP 1 Keluarga :
a. Tujuan umum
Keluarga mampu megetahui tentang halusinasi yang dialami klien tanda dan
gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi
b. Tujuan khusus
Keluaga mampu mengetahui tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien
halusinasi
c. Intervensi keperawatan
1) Diskusikan dengan keluarga masalah yang dialami klien
2) Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi
yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien
halusinasi
3) Latih keluarga mempraktekan cara merawat klien halusinasi di rumah
4) Dampingi keluarga membuat jadwal latihan di rumah
2. SP 2 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan
a. Tujuan umum
Keluarga mampu mengetahui halusinasi yang dialami klien
b. Tujuan khusus
Keluarga mampu mengetahui perawatan lanjutan klien di rumah
c. Intervensi keperawatan
1) Evaluasi keluarga cara merawat klien halusianasi di rumah
2) Jelaskan cara perawatan lanjutan pada klien halusinasi
3) Latih keluarga mempraktekan cara perawatan lanjutan pada klien
4) Dampingi keluarga membuat jadwal latihan di rumah
DAFTAR PUSTAKA
Yosep, Iyus, S. Kp, M. Si. 2009. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung : PT. Refika
Aditama.
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Stuart GW, Sundeen. 1998.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis
Mosby Year Book
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SP HALUSINASI
SP I
MENGIDENTIFIKASI JENIS DAN ISI HALUSINASI
MENGIDENTIFIKASI WAKTU MUNCULNYA HALUSINASI
MENGIDENTIFIKASI FREKUENSI DAN RESPON HALUSINASI
MENGAJARKAN TEHNIK MENGHARDIK
MENJADUALKAN TEHNIK MENGHARDIK
SP II
MENGEVALUASI JADUAL KEGIATAN
MENGONTROL HALUSINASI DENGAN BERCAKAP – CAKAP
MENGANJURKAN MENJADUALKAN LATIAN KEDUA
SP III
MENGEVALUASI KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL
HALUSINASI DG MENGHARDIK DAN BERCAKAP – CAKAP
MELATIH MENGONTROL DG MELAKUKAN KEGIATAN
MEMASUKKAN DALAM JADUAL KEGIATAN
SP IV
MENGEVALUASI TEHNIK MENGONTROL : MENGHARDIK,
BERCAKAP – CAKAP, KEGIATAN
CONTOH :
STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI PERTEMUAN PERTAMA
A. Proses Keperawatan
1. Data empirik
Ds : mendengar suara, melihat bayang – bayang
Do : bicara sendiri, tertawa sendiri
2. Diag keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori : halusinasi pendengaran dan penglihatan
3. Tujuan
a. Klien mampu mengenal halusinasi
b. Klien mampu mengontrol dengan menghardik : pergi…pergi…pergi……!
c. Klien mampu mendemontrasikan tehnik menghardik
d. Klien mau menjadualkan latihan menghardik
4. Tindakan
a. Diskusikan halusinasi yang dialami klien
b. Ajarkan tehnik menghardik pada klien
c. Motivasi untuk mendemonstrasikan tehnik menghardik
d. Bimbing untuk menjadualkan
B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Mengucapkan salam, melakukan perkenalan dan menjelaskan tugas dan
peran
b. Validasi / evaluasi
Apa yg anda rasakan ?, apakah mendengar suara, atau melihat baying –
baying, apa yg anda rasakan saat mendengar suara
c. Kontrak
1) Topik : Halusinasi sp
2) Waktu : 20 ‘
3) Tempat : ruang makan
2. Fase Kerja
Apakah anda mendengar suara – suara?, atau melihat bayang – bayang, kapan
waktunya?, berapa kali selama dua puluh empat jam ?, bagaimana
responnya ?, apa yg anda lakukan bila suara muncul ?. Mari kita belajar
mengontrol suara tersebut dengan menghardik, oh ya pak bilang pergi…
pergi…pergi…!, ucapkan dalam hati, setelah iti jadualkan ya pak !
3. Fase terminasi
a. Evaluasi subyektif : apa yg anda rasakan setelah kita diskusi ?, apa masih
mendengar suara – suara ?
b. Evaluasi obyektif : coba ulangi apa kita diskusikan tadi ?
c. Rencana tindak lanjut : jangan lupa ya pak mengulang latihan menghardik
sesuai jadual yg sudah dibuat
d. Kontrak : besok kita ketemu lagi di tempat yg sama waktunya kira – kira
jam Sembilan, akan kita evaluasi latihan menghardiknya dilanjutkan
dengan latihan kedua yaitu bercakap – cakap dengan orang lain.