Anda di halaman 1dari 16

HALUSINASI

A. Pengertian :
1. Sutejo (2017), mengatakan seseorang yang mengalami halusinasi akan menunjukkan
adanya perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang datang (dari internal dan
eksternal) disertai dengan respon menurun atau dilebih-lebihkan atau kerusakan
respons pada rangsang.
2. Muhith (2015) halusinasi adalah gangguan persepsi pasien dimana mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidar terjadi.
3. Farida (2010), halusinasi adalah hilangnya kemampuan dalam membedakan
rangsangan internal dan rangsangan eksternal, klien memberi persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
4. Yosep (2009),menyampaikan pendapatnya halusinasi didefinisikan sebagai seseorang
yang merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik
stimulus suara, bayangan, bau-bauan, pengecapan maupun perabaan.
5. Direja (2011), halusinasi dinyatakan sebagai persepsi pasien terhadap lingkungan
tanpa stimulus yang nyata, artinya pasien menginterpretasikan sesuatu yang nyata
tanpa rangsangan dari luar.
6. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi merupakan perubahan
persepsi yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang dalam membedakan
rangsangan yang timbul dari sumber internal (pikiran dan perasaan) dan rangsangan
eksternal (pikiran yang timbul dari lingkungan luar) (Rusdi, 2013).

B. Tanda dan gejala


1. Yusuf (2015), tanda dan gejala yang muncul klien yang mengalami halusinasi seperti
bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menunjuk ke arah tertentu,
ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas, mencium seperti sedang membaui sesuatu,
menutup hidung.
2. Stuart (2013), mengatakan tanda dan gejala halusinasi adalah klien terlihat
menyeringai, tertawa dan bicara sendiri, sulit berkonsentrasi, gerakan mata cepat,
membahui sesuatu ke arah tertentu, kadang terlihat menggerakan mulut, meludah, dan
kadang terlihat duduk terpaku.

C. Jenis – jenis halusinasi


Klien dengan masalah halusinasi memiliki tanda dan gejala yang berbeda tergantung dari
jenis halusinasi yang dialami. Menurut (Yosep, 2009) tanda dan gejala seperti berikut ini :
1. Halusinasi pendengaran
Data subyektif : Klien mengatakan mendengar sesuatu yang menyuruhnya untuk
melakukan sesuatu yang berbahaya, mendengar suara atau bunyi-bunyian yang
mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang mengancam dirinya dan orang lain.
Data obyektif : yaitu terlihat mengarahkan telinga pada sumber suara, tampak bicara
atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab dan menutup telinga.

2. Halusinasi penglihatan
Data subyektif : Klien mengatakan melihat makhluk tertentu, melihat bayangan yang
tidak ada wujudnya dan melihat cahaya yang sangat terang. Data obyektif : terlihat
menatap kearah tempat tertentu, tangan menunjuk kearah tertentu.
3. Halusinasi penghidu
Data subyektif : klien mengatakan mencium sesuatu seperti bau darah, kotoran atau
feses, dan parfum yang menyengat yang sangat mengganggu penciumannya. Data
obyektif : yaitu ekspresi wajah tampak seperti mencium sesuatu, adanya gerakan
cuping hidung dan sering mengarahkan hidung pada tempat tertentu sesuai bau yang
dirasakan, serta terlihat menutup hidung.

4. Halusinasi peraba
Data subyektif : klien mengatakan seperti ada sesuatu yang menempel ditubuhnya,
merasakan badan terasa sangat panas atau dingin dan merasakan seperti tersengat
aliran listrik. Data obyektif : yaitu tampak mengusap, menggaruk dan meraba kulit
tubuhnya, terlihat menggerak-gerakan badannya.

5. Halusinasi pengecap
Data subyektif : klien mengatakan merasa seperti sedang makan sesuatu dengan rasa
yang tidak enak seperti darah, kotoran dan juga merasakan sedang mengunyah sesuatu
yang sebenarnya tidak ada. Data obyektif : yaitu seperti mengecap sesuatu, mulutnya
seperti mengunyah sesuatu dan sering meludah.

D. Dampak halusinasi
Beberapa ahli menyampaikan pendapatnya dampak dari halusinasi yang akan muncul
apabila tidak segera di berikan penanganan yang tepat, di bawah ini akan disampaikan
beberapa pendapat tersebut:
1. Muhith (2015), mengatakan klien yang mengalami halusinasi akan kehilangan kontrol
dirinya, dimana pasien akan mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh
halusinasi yang akan membuat pasien melakukan bunuh diri, membunuh orang lain,
bahkan merusak lingkungan.
2. Keliat (1999), mengatakan dampak dari halusinasi jika tidak di atasi akan muncul
tindakan perilaku kekerasan pada diri sendiri maupun orang lain, resiko tinggi
tindakan bunuh diri, gangguan interaksi sosial, kerusakan komunikasi verbal dan non
verbal.

E. Rentang respon halusinasi


Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang berhubungan
dengan fungsi neurobiologik, perilaku yang dapat diamati dan mungkin menunjukan
adanya halusinasi.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena
suatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi.Respon yang terjadi dapat berada dalam rentang
adaptif sampai maladaptif yang dapat digambarkan seperti di bawah ini :

Respon adaptif                                                                 Respon maladaptif

Pikiran logis Pikiran terkadang Kelainan fikiran


Persepsi akurat menyimpang Halusinasi
Emosi konsisten Ilusi Tidak mampu
Perilaku sesuai Emosional berlebihan / mengontrol emosi
Hubungan sosial dengan pengalaman kurang Ketidakteraturan
Perilaku ganjil perilaku
Menarik diri Isolasi soial

Gambar 1.1. Rentang respon halusinasi menurut Stuart, (1998).


F. Etiologi
Yosep (2009) menyatakan etiologi dari halusinasi ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi, dibawah ini akan kami
sampaikan dari masing-masing faktor tersebut :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan, perkembangan pasien yang terganggu misalnya kurangnya
mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi hilang percaya diri.
b. Faktor sosiokultural, seseorang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi
akan membekas di ingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa disingkirkan,
kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia, adanya stress yang berlebih yang dialami oleh seseorang maka di
dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang bersifat halusinogik neurokimia
buffofenom dan metytranferase sehingga terjadi ketidakseimbangan asetil kolin
dan dopamine.
d. Faktor psikologis, tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab akan
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat aditif. asien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam nyata.
e. Faktor grenetik dan pola asuh, hasil studi menunjukkan bahwa factor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor presipitasi
a. Dimensi fisik, halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi emosional, perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Pasien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
c. Dimensi intelektual, dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperhatikan adanya penurunan fungsi ego.
d. Dimensi sosial, pasien mengalami gangguan interaksi dalam fase awal dan
comforting, pasien menganggap bahwa hidup bersosialisasi adalah
membahayakan. Pasien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah halusinasi
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial.
e. Dimensi spiritual, secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk mensucikan diri, menyalahkan lingkungan dan orang lain
yang menyebabkan takdirnya memburuk.

G. Fase halusinasi
Terjadinya halusinasi dibagi menjadi bebrapa fase, dimana setiap fase menunjukkan tanda
gejala yang berbeda pada masing-masing pasien sehingga pasien dapat menunjukkan
sedang berada di fase mana tergantung dari tanda dan gejalanya. Menurut Kusumawati
dan (Hartono, 2010) halusinasi dibagi menjadi 4 fase yaitu :

1. Fase I (Comforting), secara umum halusiasi bersifat menyenangkan, pada tahap ini
disebut dengan tahap comforting dan termasuk ansietas tingkat sedang. Karakteristik
seseorang yang mengalami halusinasi tahap pertama yaitu orang yang berhalusinasi
mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah dan takut serta
mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas,
individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya tersebut dapat
dikendalikan jika ansietanya bisa diatasi. Tahap ini termasuk nonpsikotik. Perilaku
pasien yang teramati yaitu tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik
dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.

2. Fase II (Condeming), secara umum halusinasi menjijikkan dan termasuk ansietas


berat. Pada tahap ini disebut tahap comdemming. Karakteristik: pengalaman sensori
bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai merasa
kehilangan kendali dan mungkin berusaha menjauhkan dirinya dari sumber yang
dipersepsikan individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan
menarik diri dari orang lain. Pasien mulai merasakan ada bisikan yang tidak jelas,
pasien tidak ingin orang tahu dan ia tetap dapat mengontrolnya.

3. Fase III (Controling), yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Tahap ini
merupakan gangguan psikotik. Tanda dari Tahap ketiga yaitu bisikan, suara, isi
halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol pasien, pasien menjadi
terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasi yang di alami. Pasien menunjukkan
perilaku seperti kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa
menit atau detik.

4. Fase IV (Conquering), secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait
dengan delusi, tahap ini disebut juga dengan tahap conquering dan termasuk ansietas
tingkat berat. Tahap Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak
mengikuti perintah, halusinasi bisa langsung dalam beberapa jam atau hari apabila
tidak ada intervensi terapeutik. Tahap ini termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik
yang ditunjukkan pasien halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah, pasien
menjadi takut, tidak berdaya dan hilang kontrol serta tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang lain dilingkungan. Pasien menunjukan perilaku teror akibat panik,
potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, tidak mau merespon terhadap perintah
kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

H. Respon adaptif Respon transisi Respon maladaptif


1. Respon adaptif
Adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku, dengan
kata lain individu tersebut dalam batas normal jikamenghadapi suatu masalah akan
dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif berdasarkan rentang respon
halusinasi menurut Stuart,  (1998) meliputi :
a. Pikiran logis berupa pendapat yang dapat diterima akal.
b. Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara
cermat dan tepat sesuai perhitungan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman berupa kemantapan perasaan jiwa yang
timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.
d. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan
individu tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak
bertentangan dengan moral.
e. Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang dengan orang lain
dalam pergaulan di tengah masyarakat.
2. Respon transisi
Respon transisi berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (1998)
memberikan penjelasan yang berkaitan dengan individu tersebut, bahwa rentang
respon halusinasi meliputi:
a. Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam mengabstrakan dan
mengambil kesimpulan.
b. Ilusi merupakan persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
c. Emosi berlebihan/dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi yang
diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
d. Perilaku ganjil/tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas 
kewajaran.
e. Menarik diri yaitu perilaku menghindar dari orang lain baik dalam berkomunikasi
ataupun berhubungan sosial dengan orang-orang di sekitarnya.

3. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yangmenyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan. Respon
maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (1998) meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah terhadap
rangsangan.
c. Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidakmampuan atau menurunya
kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan
kedekatan.
d. Ketidakteraturan perilaku berupa ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan
yang ditimbulkan.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu karena orang
lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.

I. Intervensi
Menurut Rasmun (2001) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana tindakan dari
diagnosa utama : Gangguan presepsi sensori : halusinasi adalah sebagai berikut :
1. SP 1 Halusinasi
a. Tujuan umum : klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
b. Tujuan khusus :
1) Klien dapat mengenal halusinasi
2) Klien mampu memutus halusinasi dengan teknik menghardik
3) Klien mampu mendemonstrasikan teknik menghardik
4) Klien mau menjadwalkan latihan menghardik

c. Intervensi :
1) Kaji halusinasi yang dialami klien (isi, jenis, frekuensi, situasi dan respon)
2) Latih klien tehnik menghardik untuk memutus halusinasi
3) Dampingi pada saat klien mendemonstrasikan tehnik menghardik
4) Dampingi kliensaat menyusun jadwal latihan menghardik

2. SP 2 Halusinasi
a. Tujuan Umum
Kliem mampu mengontrol halusinasi yang dialami klien mampu mengontrol
halusinasi dengan cara menggunakan obat
b. Tujuan Khusus
1) Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara minum obat
2) Klien mampu mengetahui enam benar minum obat
c. Intervensi keperawatan
1) Validasi halusinasi yang dialami dan evaluasi kemampuan klien cara
menghardik halusinasi yang sudah diajarkan
2) Diskusikan 6 benar obat
3) Dampingi klien pada saat minum obat

3. SP 3 : klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap


a. Tujuan Umum
Klien mampu menontrol halusinasi yang dialami
b. Tujuan Khusus
Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain
c. Intervensi keperawatan
1) Validasi halusinasi yang dialami dan evaluasi kemampuan klien cara
menggunakan obat
2) Ajarkan klin mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
3) Dampingi klien pada saat membuat jadwal latihan bercakap-cakap

4. SP 4 : kliem mampu mengontrol halusinasi dengan cara aktivitas atau kegiatan


a. Tujuan umum
Klien mampu mengontrol halusinasi yang dialami
b. Tujuan khusus
Kliem mampu mengontrol halusinasi dengan cara aktivitas atau kegiatan
c. Intervensi keperawatan
1) Validasi halusinasi yang dialami dan evalusi kemampuan klien cara
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
2) Latih klien mengontrol halusinasi dengan cara aktivitas ata kegiatan
3) Dampingi klien pada saat membuat jadwal latihan kegiatan

SP Keluarga
1. SP 1 Keluarga :
a. Tujuan umum
Keluarga mampu megetahui tentang halusinasi yang dialami klien tanda dan
gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi
b. Tujuan khusus
Keluaga mampu mengetahui tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien
halusinasi
c. Intervensi keperawatan
1) Diskusikan dengan keluarga masalah yang dialami klien
2) Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi
yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien
halusinasi
3) Latih keluarga mempraktekan cara merawat klien halusinasi di rumah
4) Dampingi keluarga membuat jadwal latihan di rumah
2. SP 2 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan
a. Tujuan umum
Keluarga mampu mengetahui halusinasi yang dialami klien
b. Tujuan khusus
Keluarga mampu mengetahui perawatan lanjutan klien di rumah
c. Intervensi keperawatan
1) Evaluasi keluarga cara merawat klien halusianasi di rumah
2) Jelaskan cara perawatan lanjutan pada klien halusinasi
3) Latih keluarga mempraktekan cara perawatan lanjutan pada klien
4) Dampingi keluarga membuat jadwal latihan di rumah

DAFTAR PUSTAKA

Yosep, Iyus, S. Kp, M. Si. 2009. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung : PT. Refika
Aditama.

Keliat Budi Ana. 1999. Proses  Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC

Stuart GW, Sundeen. 1998.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis
Mosby Year Book
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Risiko Perilaku Pasien Keluarga


Kekerasan SP Ip SP Ik
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK dirasakan keluarga dalam merawat
3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan pasien
4. Mengidentifikasi akibat PK 2. Menjelaskan pengertian PK, tanda
5. Mengajarkan cara mengontrol PK dan gejala, serta proses terjadinya
6. Melatih pasien cara kontrol PK fisik I PK
(nafas dalam) 3. Menjelaskan cara merawat pasien
7. Membimbing pasien memasukkan dengan PK
dalam jadwal kegiatan harian SP IIk
SP IIp 1. Melatih keluarga mempraktekkan
1. Memvalidasi masalah dan latihan cara merawat pasien dengan PK
sebelumnya 2. Melatih keluarga melakukan cara
2. Melatih pasien cara kontrol PK fisik merawat langsung kepada pasien
II (memukul bantal/ kasur/ konversi PK
energi) SP IIIk
3. Membimbing pasien memasukkan 1. Membantu keluarga membuat
dalam jadwal kegiatan harian jadwal aktivitas di rumah termasuk
SP IIIp minum obat (discharge planning)
1. Memvalidasi masalah dan latihan 2. Menjelaskan follow up pasien
sebelumnya setelah pulang
2. Melatih pasien cara kontrol PK secara
verbal (meminta, menolak dan
mengungkapkan marah secara baik
3. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IVp
1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya
2. Melatih pasien cara kontrol PK secara
spiritual (berdoa, berwudhu, sholat)
3. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP Vp
1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya
2. Menjelaskan cara kontrol PK dengan
minum obat (prinsip 5 benar minum
obat)
3. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Isolasi Sosial Pasien Keluarga
SP Ip SP Ik
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi 4. Mendiskusikan masalah yang
sosial pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengidentifikasi keuntungan pasien
berinteraksi dengan orang lain 5. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Mengidentifikasi kerugian tidak gejala isolasi sosial yang dialami
berinteraksi dengan orang lain pasien beserta proses terjadinya
4. Melatih pasien berkenalan dengan 6. Menjelaskan cara merawat pasien
satu orang isolasi sosial
5. Membimbing pasien memasukkan SP IIk
dalam jadwal kegiatan harian 3. Melatih keluarga mempraktekkan
SP IIp cara merawat pasien dengan
1. Memvalidasi masalah dan latihan isolasi sosial
sebelumnya 4. Melatih keluarga melakukan cara
2. Melatih pasien berkenalan dengan merawat langsung kepada pasien
dua orang atau lebih isolasi sosial
3. Membimbing pasien memasukkan SP IIIk
dalam jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat
SP IIIp jadwal aktivitas di rumah termasuk
1. Memvalidasi masalah dan latihan minum obat (discharge planning)
sebelumnya 2. Menjelaskan follow up pasien
2. Melatih pasien berinteraksi dalam setelah pulang
kelompok
3. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Defisit Pasien Keluarga
Perawatan Diri SP Ip SP Ik
1. Menjelaskan pentingnya kebersihan 1. Mendiskusikan masalah yang
diri dirasakan keluarga dalam merawat
2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan pasien
diri 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Melatih pasien cara menjaga gejala defisit perawatan diri, dan
kebersihan diri jenis defisit perawatan diri yang
4. Membimbing pasien memasukkan dialami pasien beserta proses
dalam jadwal kegiatan harian terjadinya
SP IIp 3. Menjelaskan cara merawat pasien
1. Memvalidasi masalah dan latihan defisit perawatan diri
sebelumnya SP IIk
2. Menjelaskan cara makan yang baik 1. Melatih keluarga mempraktekkan
3. Melatih pasien cara makan yang baik cara merawat pasien dengan defisit
4. Membimbing pasien memasukkan perawatan diri
dalam jadwal harian 2. Melatih keluarga melakukan cara
SP IIIp merawat langsung kepada pasien
1. Memvalidasi masalah dan latihan defisit perawatan diri
sebelumnya SP IIIk
2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik 1. Membantu keluarga membuat
3. Melatih cara eliminasi yang baik jadwal aktivitas di rumah termasuk
4. Membimbing pasien memasukkan minum obat (discharge planning)
dalam jadwal kegiatan harian 2. Menjelaskan follow up pasien
SP IVp setelah pulang
1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya
2. Menjelaskan cara berdandan
3. Melatih pasien cara berdandan
4. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Waham Pasien Keluarga
SP Ip SP Ik
1. Membantu orientasi realita 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mengidentifikasi kebutuhan yang dirasakan keluarga dalam merawat
tidak terpenuhi pasien
3. Melatih pasien memenuhi 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
kebutuhannya gejala waham, dan jenis waham
4. Membimbing pasien memasukkan yang dialami pasien beserta proses
dalam jadwal kegiatan harian terjadinya
SP IIp 3. Menjelaskan cara merawat pasien
1. Memvalidasi masalah dan latihan waham
sebelumnya SP IIk
2. Mengidentifikasi kemampuan yang 1. Melatih keluarga mempraktekkan
dimiliki cara merawat pasien dengan
3. Melatih kemampuan yang dimiliki waham
4. Membimbing pasien memasukkan 2. Melatih keluarga melakukan cara
dalam jadwal kegiatan harian merawat langsung kepada pasien
SP IIIp waham
1. Memvalidasi masalah dan latihan SP IIIk
sebelumnya 1. Membantu keluarga membuat
2. Menjelaskan penggunaan obat secara jadwal aktivitas di rumah termasuk
benar minum obat (discharge planning)
3. Membimbing pasien memasukkan 2. Menjelaskan sumber rujukan yang
dalam jadwal kegiatan harian bisa dijangkau keluarga
Resiko Bunuh Pasien Keluarga
Diri SP Ip SP Ik
1. Mengidentifikasi benda-benda yang 1. Mendiskusikan masalah yang
dapat membahayakan pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengamankan benda-benda yang pasien
dapat membahayakan pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Melakukan kontrak treatment gejala resiko bunuh diri, dan jenis
4. Mengajarkan cara mengendalikan perilaku bunuh diri yang dialami
dorongan bunuh diri pasien beserta proses terjadinya
5. Melatih cara mengendalikan 3. Menjelaskan cara-cara merawat
dorongan bunuh diri pasien resiko bunuh diri
SP IIp SP IIk
1. Mengidentifikasi aspek pofitif pasien 1. Melatih keluarga mempraktekkan
2. Mendorong pasien untuk berfikir cara merawat pasien dengan resiko
positif terhadap diri bunuh diri
3. Mendorong pasien untuk menghargai 2. Melatih keluarga melakukan cara
diri sebagai individu yang berharga merawat langsung kepada pasien
resiko bunuh diri
Harga Diri Pasien Keluarga
Rendah SP Ip SP Ik
1. Mengidentifikasi kemampuan dan 1. Mendiskusikan masalah yang
aspek positif yang dimiliki pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Membantu pasien menilai pasien
kemampuan pasien yang masih dapat 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
digunakan gejala harga diri rendah yang
3. Membantu pasien memilih kegiatan dialami pasien beserta proses
yang akan dilatih sesuai dengan terjadinya
kemampuan pasien 3. Menjelaskan cara merawat pasien
4. Melatih pasien kegiatan yang dipilih harga diri rendah
sesuai kemampuan SP IIk
5. Membimbing pasien memasukkan 1. Melatih keluarga mempraktekkan
dalam jadwal kegiatan harian cara merawat pasien dengan harga
SP IIp diri rendah
1. Memvalidasi masalah dan latihan 2. Melatih keluarga melakukan cara
sebelumnya merawat langsung kepada pasien
2. Melatih kegiatan kedua (atau harga diri rendah
selanjutnya) yang dipilih sesuai SP IIIk
kemampuan 1. Membantu keluarga membuat
3. Membimbing pasien memasukkan jadwal aktivitas di rumah termasuk
jadwal kegiatan harian minum obat (discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien
setelah pulang
Halusinasi Pasien Keluarga
SP Ip SP Ik
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Mendiskusikan masalah yang
pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
pasien gejala halusinasi, dan jenis
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi halusinasi yang dialami pasien
pasien beserta proses terjadinya
5. Mengidentifikasi situasi yang 3. Menjelaskan cara merawat pasien
menimbulkan halusinasi halusinasi
6. Mengidentifikasi respon pasien SP IIk
terhadap halusinasi 1. Melatih keluarga mempraktekkan
7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi cara merawat pasien dengan
dengan menghardik halusinasi
8. Membimbing pasien memasukkan 2. Melatih keluarga melakukan cara
dalam jadwal kegiatan harian merawat langsung kepada pasien
SP IIp halusinasi
1. Memvalidasi masalah dan latihan SP IIIk
sebelumnya 1. Membantu keluarga membuat
2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi jadwal aktivitas di rumah termasuk
dengan berbincang dengan orang lain minum obat (discharge planning)
3. Membimbing pasien memasukkan 2. Menjelaskan follow up pasien
dalam jadwal kegiatan harian setelah pulang
SP IIIp
1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya
2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi
dengan kegiatan (yang biasa
dilakukan pasien)
3. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IVp
1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya
2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi
dengan teratut minum obat (prinsip 5
benar minum obat)
3. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

Depresi pada Lansia


Resiko Bunuh Pasien Keluarga
Diri SP Ip SP Ik
1. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat 1. Mendiskusikan masalah yang
membahayakan pasien dirasakan keluarga dalam
2. Mengamankan benda-benda yang dapat merawat pasien
membahayakan pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda
3. Melakukan kontrak treatment dan gejala resiko bunuh diri,
4. Mengajarkan cara mengendalikan dan jenis perilaku bunuh diri
dorongan bunuh diri yang dialami pasien beserta
5. Melatih cara mengendalikan dorongan proses terjadinya
bunuh diri 3. Menjelaskan cara merawat
SP IIp pasien resiko bunuh diri
1. Mengidentifikasi aspek positif pasien SP IIk
2. Mendorong pasien untuk berfikir positif 1. Melatih keluarga
terhadap diri mempraktekkan cara merawat
3. Mendorong pasien untuk menghargai diri pasien dengan resiko bunuh
sebagai individu yang berharga diri
SP IIIp 2. Melatih keluarga melakukan
1. Mengidentifikasi pola koping yang biasa cara merawat langsung kepada
diterapkan pasien pasien resiko bunuh diri
2. Menilai pola koping yang biasa dilakukan SP IIIk
3. Mengidentifikasi pola koping yang 1. Membantu keluarga membuat
konstruktif jadwal aktivitas di rumah
4. Mendorong pasien memilih pola koping termasuk minum obat
yang konstruktif (discharge planning)
5. Membimbing memeasukkan dalam 2. Mendiskusikan sumber
kegiatan harian rujukan yang bisa dijangkau
SP IVp keluarga
1. Membuat rencana masa depan yang
realistis bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai rencana
masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien melakukan
kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis

Perilaku Kekerasan pada Anak


Resiko Perilaku Pasien Keluarga
Kekerasan SP Ip SP Ik
1. Mendiskusikan penyebab PK anak 1. Mengidentifikasi kemampuan
2. Mendiskusikan tanda dan gejala PK anak keluarga dalam merawat
3. Mendiskusikan PK yang biasa dilakukan pasien
oleh anak 2. Menjelaskan peran serta
4. Mendiskusikan akibat PK keluarga dalam merawat
5. Melatih anak mencegah PK dengan cara pasien
fisik: nafas dalam 3. Menjelaskan cara merawat
6. Membimbing memasukkan ke jadwal anak PK
kegiatan harian SP IIk
SP IIp 1. Melatih keluarga merawat
1. Memvalidasi masalah dan latihan anak PK
sebelumnya 2. Menjelaskan tentang obat
2. Melatih cara sosial untuk untuk mengatasi PK*
mengeskpresikan marah SP IIIk
3. Membimbing memasukkan ke jadwal 1. Menjelaskan sumber rujukan
kegiatan harian yang tersedia untuk mengatasi
SP IIIp anak PK
1. Memvalidasi masalah dan latihan 2. Mendorong untuk
sebelumnya memanfaatkan sumber rujukan
2. Melatih cara spiritual untuk mencegah yang tersedia
PK
3. Membimbing memasukkan ke jadwal
kegiatan harian
SP IVp*
1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya
2. Mendiskusikan manfaat obat
3. Menjelaskan kerugian jika tidak patuh
obat
4. Menjelaskan 5 benar dalam pemberian
obat
5. Membimbing memasukkan ke jadwal
kegiatan harian
*Jika pasien mendapatkan obat untuk mengatasi agitasi

Depresi pada Anak


Resiko Bunuh Pasien Keluarga
Diri SP Ip SP Ik
1. Mengidentifikasi pola pikir negatif 1. Menjelaskan masalah resiko
2. Membantu memodifikasi pikiran negatif bunuh diri pada anak
3. Mencegah perilaku merusak diri 2. Menjelaskan cara mencegah
SP IIp bunuh diri anak
1. Meningkatkan harga diri anak : 3. Mendorong keluarga untuk
a. Membantu anak mengidentifikasi mengawasi anak secara ketat
aspek positif diri SP IIk
b. Membantu anak mengembangkan 1. Menjelaskan cara mendukung
cita-cita dan masa depannya anak mengubah pola pikir
c. Membantu anak merencanakan negatif
masa depannya 2. Menjelaskan cara cegah
d. Memberikan reinforcement bunuh diri anak
kemampuan anak 3. Menganjurkan memberikan
SP IIIp dukungan pada anak
1. Mendiskusikan pentingnya perawatan diri SP IIIk
2. Mendiskusikan cara-cara perawatan diri 1. Menjelaskan tahap
3. Mendiskusikan dan mendorong perkembangan anak
pelaksanaan perawatan diri 2. Menjelaskan fasilitas
perkembangan yang bisa
dilakukan keluarga
3. Menjelaskan dan mendorong
keluarga mencegah bunuh diri
pada anak
4. Menjelaskan sumber rujukan
yang bisa dijangkau oleh
keluarga

Dimensia pada Lansia


Gangguan Pasien Keluarga
proses pikir: SP Ip SP Ik
pikun 1. Mengorientasikan waktu, tempat, dan 1. Menjelaskan masalah dimensia
orang di sekitar pasien pada lansia
2. Membimbing memasukkan dalam jadwal 2. Menjelaskan cara perawatan
kegiatan harian lansia dimensia
SP IIp 3. Melatih keluarga merawat
1. Melatih pasien dalam perawatan diri lansia dengan dimensia
2. Membimbing memasukkan dalam jadwal SP IIk
kegiatan harian 1. Mengevaluasi perawatan yang
dilakukan oleh keluarga
terhadap lansia
2. Mengidentifikasi kendala yang
dihadapi
3. Mencari solusi cara perawatan
yang lebih efektif
4. Mendorong keluarga
menerapkan solusi yang telah
ditetapkan
5. Mendiskusikan sumber
rujukan yang bisa dijangkau
oleh keluarga
Contoh :

SP HALUSINASI
SP I
 MENGIDENTIFIKASI JENIS DAN ISI HALUSINASI
 MENGIDENTIFIKASI WAKTU MUNCULNYA HALUSINASI
 MENGIDENTIFIKASI FREKUENSI DAN RESPON HALUSINASI
 MENGAJARKAN TEHNIK MENGHARDIK
 MENJADUALKAN TEHNIK MENGHARDIK
SP II
 MENGEVALUASI JADUAL KEGIATAN
 MENGONTROL HALUSINASI DENGAN BERCAKAP – CAKAP
 MENGANJURKAN MENJADUALKAN LATIAN KEDUA
SP III
 MENGEVALUASI KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL
HALUSINASI DG MENGHARDIK DAN BERCAKAP – CAKAP
 MELATIH MENGONTROL DG MELAKUKAN KEGIATAN
 MEMASUKKAN DALAM JADUAL KEGIATAN
SP IV
 MENGEVALUASI TEHNIK MENGONTROL : MENGHARDIK,
BERCAKAP – CAKAP, KEGIATAN
CONTOH :

STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI PERTEMUAN PERTAMA

A. Proses Keperawatan
1. Data empirik
Ds : mendengar suara, melihat bayang – bayang
Do : bicara sendiri, tertawa sendiri

2. Diag keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori : halusinasi pendengaran dan penglihatan

3. Tujuan
a. Klien mampu mengenal halusinasi
b. Klien mampu mengontrol dengan menghardik : pergi…pergi…pergi……!
c. Klien mampu mendemontrasikan tehnik menghardik
d. Klien mau menjadualkan latihan menghardik

4. Tindakan
a. Diskusikan halusinasi yang dialami klien
b. Ajarkan tehnik menghardik pada klien
c. Motivasi untuk mendemonstrasikan tehnik menghardik
d. Bimbing untuk menjadualkan

B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Mengucapkan salam, melakukan perkenalan dan menjelaskan tugas dan
peran

b. Validasi / evaluasi
Apa yg anda rasakan ?, apakah mendengar suara, atau melihat baying –
baying, apa yg anda rasakan saat mendengar suara

c. Kontrak
1) Topik : Halusinasi sp
2) Waktu : 20 ‘
3) Tempat : ruang makan

2. Fase Kerja
Apakah anda mendengar suara – suara?, atau melihat bayang – bayang, kapan
waktunya?, berapa kali selama dua puluh empat jam ?, bagaimana
responnya ?, apa yg anda lakukan bila suara muncul ?. Mari kita belajar
mengontrol suara tersebut dengan menghardik, oh ya pak bilang pergi…
pergi…pergi…!, ucapkan dalam hati, setelah iti jadualkan ya pak !

3. Fase terminasi
a. Evaluasi subyektif : apa yg anda rasakan setelah kita diskusi ?, apa masih
mendengar suara – suara ?
b. Evaluasi obyektif : coba ulangi apa kita diskusikan tadi ?
c. Rencana tindak lanjut : jangan lupa ya pak mengulang latihan menghardik
sesuai jadual yg sudah dibuat
d. Kontrak : besok kita ketemu lagi di tempat yg sama waktunya kira – kira
jam Sembilan, akan kita evaluasi latihan menghardiknya dilanjutkan
dengan latihan kedua yaitu bercakap – cakap dengan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai