Anda di halaman 1dari 9

ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI

Tiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial pada berbagai tingkat
hubungan., yaitu dari hubuingan intim biasa sampai hubungan saling ketergantungan.
Keintiman dan saling ketergantungan dalam menghadapi dan mengatasi berbagai kebutuhan
setiap hari. Individu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya
hubungan dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu individu perlu membina hubungan
interrpersonal yang memuaskan.

Kepuasan hubungan dapat dicapai jika individu terlibat secara aktif dalam proses
berhubungan. Peran serta yang tinggi dalam berhubungan disertai respons lingkungan yang
positif akan meningkatkan rasa memiliki, ada kerja sama antar individu, serta hubungan
timbal balik yang sinkron ( Stuart dan Sundeen, 1995, hal 518). Peran serta dalam proses
hubungan dapat berfluktuasi sepanjang rentang tergantung ( dependen ), dan mandiri
( independen ), artinya suatu saat individu tergantung pada orang lain dan suatu saat orang
lain tergantung pada individu.

Pemutusan proses hubungan terkait erat dengan ketidak puasan individu terhadap proses
hubungan yang disebabkan oleh kurangnya peran serta, terpons lingkungan yang negatif.
Kondisi ini dapat mengembangkan rasa tidak percaya diri dan keinginan ntuk menghindar
dari orang lain ( tidak percaya pada orang lain ).

Rentang Respon Sosial

Dalam membina hubungan individu berada dalam rentang respons yang adaptif sampai
dengan respon maladaptif. Respon adaftif merupakan respons yang dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku. Sedangkan respons
maladaptif merupakan respons yang dilakukan individu dalam menyesuaikan masalah yang
kurang dapat diterima oleh norma sosial dan budaya bsetempat. Respons maladaptif yang
sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah menarik diri, tergantung ( dependen ),
manipulasi ( manipulasi, curiga, gangguan komunikasi, dan kesdepian.

Rentang Respon Sosial

RENTANG RESPON SOSIAL

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Manipulasi


Otonomi Menarik diri Implus
Bekerjasama Tergantung Narcisissme
Saling tergantung

Gambar 1.1 : Rentang Respon Sosial Stuart Sudden (1991)


Keterangan Rentang Respon
Respon adaptif :
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah.
Berikut ini adalah sikap yang termasuk respon adaptif : menyendiri : respon yang dibutuhkan
oleh seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya, otonomi :
kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam
hubungan sosial, bekerjasama : kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama
lain dan interdependen : saling ketergantungan antar individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.

Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu
tempat. Berikut ini adalah perilaku dari respon maladaptif : menarik diri : seseorang yang
mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain,
ketergantungan : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung
dengan orang lain, manipulasi : seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam dan curiga :
seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

Menyendiri Merupakan respons yang dibutuhkan seseorang untuk


merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan
sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan
langkan selanjutnya. Respon muncul setelah melakukan kegiatan
u/ merenungkan apa yg telah dilakukan dilingkungan sosialnya.
Otonomi Merupakan kemampuan individu unuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide, pikiran, perasaan dalam hubungan
sosial. Kemampuan idividu u/ menentukan dan menyampaikan
ide, pikiran perasaan dlm lingk sosialnya.
Bekerjasama Merupakan suatu kondisi dalam hubungan interpersonal di
mana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan
menerima.
Saling tergantung Merupakan kondisi saling tergantung antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Menarik diri Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan
orang lain.
Tergantung (dependen) Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
atau kemampuannya berfungsi secara sukses.
Manipulasi Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada
individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu
tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
Curiga Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan
diperlihatkan dengan tangan-tangan cemburu, iri hati, dan
berhati-hati. Perasaan individu ditandai dengan humor yang
kurang, dan individu merasa bangga dengan sikapnya yang
dingin dan tanpa emosi.
Perkembangan Hubungan Sosial
Untuk mengembangkan hubungan sosial yang positif, setiap tugas perkembangan sepanjang
daur kehidupan manusia diharapkan dilalui dengan sukses sehingga kamampuan untuk
membina hubungan sosial dapat menghasilkan kepuasan bagi individu.

Bayi
Bayi sangat tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan biologis dan
psikologisnya. Bayi umumnya menggunakan komunikasi yang sangat sederhana dalam
menyampaikan kebutuhannya, misalnya menangis untuk semua kebutuhan. Konsistensi ibu
dan anak seperti stimulus sentuhan, kontak mata, komunikasi yang hangat merupakan aspek
penting yang harus dibina sejak dini karena akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya
yang mendasar. Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada
orang lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri sendiri dan orang lain; serta
menarik diri (Haber, dkk., 1987, hal.90).

Pra sekolah
Materson menanamkan masa antara usia 18 bulan dan 3 tahun adalah taraf pemisahan
pribadi. Anak pra sekolah mulai memperluas hubungan sosialnya di luar lingkungan keluarga
khususnya ibu (pengasuh). Anak menggunakan kemampuan berhubungan yang telah dimiliki
untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan
dukungan dan bantuan dari keluarga khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap
perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan dasar otonomi anak yang berguna untuk
mengembangkan kemampuan hubungan interdependen. Kegagalan anak dalam
berhubungan dengan lingkungan disertai respons keluarga yang negatif akan
mengakibatkan anak menjadi tidak mampu mengontrol diri, tidak mandiri
(tergantung), ragu, menarik diri dari lingkungan, kurang percaya diri, pesimis, takut
perilakunya salah (Haber, dkk., 1987, hal.91).

Anak-anak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri dan mulai mengenal
lingkungan lebih luas, dimana anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Pada
usia ini anak mulai mengenal bekerja sama, kompetisi, kompromi. Konflik sering terjadi
dengan orang tua karena pembatasan dan dukungan yang tidak konsisten. Teman dengan
orang dewasa di luar keluarga (guru, orang tua, teman) merupakan sumber pendukung yang
penting bagi anak. Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman di sekolah,
kurangnya dukungan guru dan pembatasan serta dukungan yang tidak konsisten dari
orang tua mengakibatkan frustasi terhadap kemampuannya, putus asa, merasa tidak
mampu dan menarik diri dari lingkungan (Haber, dkk., 1987, hal.91).

Remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya dan sejenis pada
umumnya mempunyai sahabat karib. Hubungan dengan teman sangat tergantung sedangkan
hubungan dengan orang tua mulai independen. Kegagalan membina hubungan dengan
teman dan kurangnya dukungan orang tua akan mengakibatkan keraguan dan
identitas, ketidakmampuan mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri yang kurang.

Dewasa muda
Pada usia ini individu mempertahankan hubungan interpenden dengan orang tua dan teman
sebaya. Individu belajar mengambil keputusan dengan memperhatikan saran dan pendapat
orang lain, seperti : memilih pekerjaan, memilih karir, melangsungkan pernikahan.
Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, pernikahan akan
mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus asa
akan karir.

Dewasa tengah
Individu pada usia dewasa tengah umumnya telah pisah tempat tinggal dengan orang tua,
khususnya individu yang telah menikah. Jika ia telah menikah maka peran menjadi orang tua
dan mempunyai hubungan antar orang dewasa merupakan situasi tempat menguji
kemampuan hubungan interdependen. Kegagalan pisah tempat tinggal dengan orang tua,
membina hubungan yang baru, dan mendapatkan dukungan dari orang dewasa lain
akan mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada diri sendiri, produktivitas dan
kreativitas berkurang, perhatian pada orang lain berkurang.

Dewasa lanjut
Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan, baik itu kehilangan fungsi fisik,
kegiatan, pekerjaan, teman hidup (teman sebaya dan pasangan), anggota keluarga (kematian
orang tua). Individu tetap memerlukan hubungan yang memuaskan dengan orang lain.
Individu yang mempunyai perkembangan yang baik dapat menerima kehilangan yang terjadi
dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan orang lain dapat membantu dalam
menghadapi kehilangannya. Kegagalan pada masa ini dapat menyebabkan individu
merasa tidak berguna, tidak dihargai dan hal ini dapat membuat individu menarik diri
dan rendah diri.

Gangguan Hubungan Sosial : Menarik Diri


Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993, hal.336).

Pengkajian
Untuk membantu klien dengan gangguan hubungan sosial : menarik diri digunakan
pendekatan proses keperawatan. Tahap pertama adalah pengkajian yang meliputi : faktor
predisposisi, faktor pencetus, tingkah laku klien dan mekanisme koping.

Faktor predisposisi : Beberapa faktor predisposisi (pendukung) terjadi gangguan


hubungan sosial yaitu :

Faktor perkembangan
Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman selama proses
tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Kurangnya stimulasi kasih sayang, perhatian
dan kehangatan dari ibu (“pengasuh”) pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang
dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.

Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Berdasarkan hasil penelitian,
pada kembar monozigotapabila salah satu diantaranya menderita skizofrenia adalah 58 %,
sedangkan bagi kembar dizigot presentasinya 8 %. Kelainan pada struktur otak, seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
Faktor sosial-budaya
Faktor sosial-budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya gangguan dalam membina
hubungan dengan orang lain, misalnya anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari
orang lain (lingkungan sosialnya)

Stresor presipitasi : Stresor presipitasi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah :

Stresor sosial-budaya
Stresor sosial-budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam berhubungan, misalnya
keluarga yang labil, dirawat di rumah sakit.

Stresor psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah yang diyakini akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan (menarik diri).

Tanda dan gejala


Berikut adalah penjelasan mengenai tanda dan gejala dari klien yang mengalami isolasi sosial
yang dikemukakan oleh beberapa ahli dalam ilmu jiwa yaitu : Farida, (2010) isolasi sosial :
Menarik diri meliputi menyendiri dalam ruangan, tidak berkomunikasi, tidak melakukan
kontak mata, sedih, afek datar, perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan
perkembangan usianya, berpikir menurut pikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak
bermakna, mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain, tidak ada asosiasi
antara ide satu dengan lainnya, menggunakan kata-kata simbolik (neologisme), menggunakan
kata yang tak berarti, kontak mata kurang/tidak mau menatap lawan bicara, cenderung
menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun, berdiam diri.

Mustikasari (2002) , tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial yaitu : kurang spontan, apatis
(kurang acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih), afek
tumpul, tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal menurun atau
tidak ada. Klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat, mengisolasi
(menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari orang lain, tidak atau kurang sadar terhadap
lingkungan sekitar, memasukkan makanan dan minuman terganggu, retensi urin dan feses,
aktivitas menurun kurang energi (tenaga), harga diri rendah, posisi janin saat tidur, menolak
hubngan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-
cakap serta menolak berhubungan dengan orang lain.

Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang digunakan klien sebagai usaha untuk mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya, Mekanisme koping yang sering
digunakan pada menarik diri adalah Regresi, Represi dan Isolasi.
\
Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial
1. Fokus pengkajian
Menurut DEPKES2000, Pengkajian fokusisolasi sosial : menarik diri ditunjukan untuk
menggali data yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien,
pengkajian klien sebagai berikut :
a. Isolasi sosial : menarik diri
1) Pengkajian predisposisi dan presipitasi
Perlu dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi menarik diri seperti klien tidak
merawat diri dan tidak memperlihatkan kebersihan diri, tidak atau kurang sadar
terhadap lingkungan sekitarnya, tidak mampu mempercayai orang lain, acuh
terhadap lingkungan, tidak ada atau kurang komunikasi verbal, aktivitas menurun,
kurang energi (tenaga), rendah diri. Selain itu juga perlu ditanyakan adanya
riwayat pengobatan dan riwayat keluarga yang mengalami gangguan jiwa.Data
tersebut di atas dapat didapatkan melalui wawancara dengan klien.

2) Pengkajian status mental


Pengkajian status mental dapat didapatkan melalui observasi misal pada
penampilan bisa dilihat dari sikap tubuh, kebersihan, cara berpakaian, penampilan
usia, cara berbicara, volume berbicara seperti suaranya lembut, jumlah dari
pembicaraan sedikit atau banyak, motoriknya terlihat lesu.

b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


1) Pengkajian faktor predisposisi dan presipitasi
Faktor predisposisi yang perlu dikaji yang mempengaruhi harga diri klien seperti
adanya penolakan dari orang tua dan lingkungan, ada tidak tuntutan dan harapan
dari orang tua yang tidak realistis, sedangkan untuk faktor yang mempengaruhi
penampilan peran perlu ditanyakan adanya peran yang sesuai dalam pekerjaan
maupun peran didalam sosial budayanya sedangkan untuk faktor presipitasi bisa
ditanyakan adanya ketegangan peran konfik, peran yang berlebihan, transisi peran.
Data tersebut diatas dapat didapatkan melalui wawancara dengan klien.

2) Pengkajian status mental


Pengkajian status mental dilakukan dengan cara observasi dilihat mulai dari
penampilan, sikap tubuh, penampilan usia, cara berbicara, volume berbicara
seperti suaranya lembut, jumlah dari pembicaraan sedikit atau banyak cara
karakteristiknya bisa dilihat dari aksen yang tidak wajar, motorik berkenaan
dengan klien harga diri rendah adanya penurunan aktifitas sedangkan interaksi
selama wawancara kurang meyakinkan diri, muncul perasaan bersalah, merasa
tidak layak. Sedangkan untuk alam perasaan perlu kita tanyakan tentang kondisi
emosional serta cerminan situasi kehidupan dari klien

c. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi


1) Pengkajian faktor predisposisi dan presipitasi
Perlu dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi resiko perubahan persepsi sensori
halusinasi diantaranya seperti distorsi persepsi yang muncul dari berbagai indera.
Kemudian kontak mata kurang saat berinteraksi yaitu dengan tidak mau menatap
lawan bicaranya, perhatian mudah terganti dari satu objek ke objek lainnya,
lamanya pusat perhatian berkurang, daya konsentrasi terganggu. Pengkajian
dilakukan dengan wawancara dan observasi.

2) Pengkajian status mental


Pengkajian status mental dapat didapatkan melalui observasi cara berbicara,
volume berbicara seperti suaranya keras atau lembut, jumlah dari pembicaraan
sedikit atau banyak.

d. Risiko perilaku kekerasan


1) Pengkajian faktor predisposisi dan presipitasi
Pengkajian pertama yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi.Perlu dikaji
faktor-faktor yang mempengaruhi resiko perilaku kekerasan diantaranya seperti
adanya dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat, apabila tidak terpenuhi
kebutuhan tersebut individu akan berperilaku konstruktif, sedangkan untuk faktor
presipitasi dapat ditanyakan adanya kekerasan maupun tindakan kriminal yang
terjadi di dalam keluarga, hubungan pada orang yang berarti, adanya kritikan yang
mengarah pada penghinaan. Data tersebut diatas dapat didapatkan melalui
wawancara dengan klien.

2) Pengkajian status mental


Pengkajian status mental dapat didapatkan melalui observasi misalnya dari cara
penampilan, ekspresi wajah, kontak mata, cara berbicara dari volume suara.
Sedangkan interaksi klien selama wawancara ekspresi wajah tegang, kontak mata
melotot, berbicara keras, ngotot, afek labil, penampilan seperti akanmenyerang,
posisi badan kaku condong kedepan. Sedangkan untuk aktivitas motorik terlihat
tegang.

2. Data yang perlu dikaji


a. Isolasi sosial : menarik diri
Data subjektif : klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri
sendiri.Data objektif : klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengkahiri hidup,kontak mata kurang,
suara pelan, tidak mampu memulai pembicaraan.

b. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi


Data subjektif : klien mengatakan mendengar suara-suara, melihat bayang-bayang,
mencium bau tanpa stimulus, merasa makan sesuatu, merasa ada sesuatu pada
kulitnya,memukul/melempar barang-barang.Data objektif : klien berbicara dan
tertawa sendiri, bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu, berhenti bicara ditengah
kalimat untuk mendengar sesuatu, tengok kanan kiri, mencondongkankepala,
menunjuk kearah tertentu.

c. Risiko perilaku kekerasan


Data subjektif : mengatakan sulit mengendalikan emosi.Data objektif : mudah
tersinggung, bicara kasar, terlihat tegang, muka kemerah-merahan, mata merah dan
melotot seperti orang mau marah.

d. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data subyektif : mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.Data
objektif : klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila di suruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup.

3. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada pohon masalah di atas apabila isolasi sosial merupakan masalah utama,
maka dapat di rumuskan diagnosa keperawatan sesuai prioritasnya :
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Risiko perubahan persepsi : halusinasi
c. Risiko perilaku kekerasan
d. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

4. Intervensi
1. SP 1 Pasien Isolasi sosial
a. Tujuan umum
Klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
2) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
3) Klien dapat melaksanakan hubungan sosial dengan 1 orang.
4) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang
lain
c. Intervensi
1) Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2) Mengidentifikasi keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3) Mengidentifikasi kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4) Melatih pasien berkenalan dengan satu orang
5) membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

2. SP 2: Pasien Isolasi sosial


Intervensi Keperawatan
a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
b. Melatih pasien berkenalan dengan dua orang atau lebih
c. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

3. SP 3: Pasien Isolasi sosial


Intervensi Keperawatan
a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
b. Melatih pasien berinteraksi dalam kelompok
c. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

4. Strategi pelaksanaan pada Keluarga


1. SP 1: Keluarga
a. Tujuan
Mengidentifikasi masalah, menjelaskan proses terjadinya masalah dan
membantu keluarga cara merawat pasien dengan isolasi sosial
b. Intervensi Keperawatan
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami
pasien beserta proses terjadinya
3) Menjelaskan cara merawat pasien isolasi sosial

2. SP 2: keluarga
a. Tujuan
Melatih keluarga cara merawat pasien isolaso sosial
b. Intervensi Keperawatan
1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi
sosial
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi
sosial

3. SP 3: keluarga
a. Tujuan
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
b. Intervensi Keperawatan
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat (discharge planning)
2) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

DAFTAR PUSTAKA

Anna Budi Keliat, SKp. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Keliat Budi Ana. (2007). Proses  Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Carpenito, L.J. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Depkes. 2008. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri.
Edisi 7. Jakarta : EGC

Kusumawati dan Hartono . 2008 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Purba, J. M, Sri Eka, Mahnum, L. N dan Hardiyah. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan : USU press.

Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri.
Edisi 3. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai