Disusun oleh
Icha Kristina
(21220023)
A. Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakam salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perbaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak
ada (Yusuf, dkk, 2015)
Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak
terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran,
penglihatan, penciuman, pengecapan (Varcarolis, 2006 dalam Yosep, 2009).
Halusinasi penglihatan (Visual-seeing person or things) merupakan Stimulus
penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang, atau panorama yang luas
dan komplek, bisa yang menyenangkan atau menakutkan. Biasamya prilaku yang
muncul adalah tatapan mata pada tempay tertentu, menunjuk ke arah tertentu, ketakutan
pada objek yang dilihat (Trimelia, 2011).
B. Klasifikasi Halusinasi
Menurut Trimelia (2011):
1. Halusinasi pendengaran:
ditandai dengan mendengar suara, terutama suara suara orang, biasanya klien
mendengar suara orang yang membicarakan, mengejek, menertawakan,
mengancam, memerintah untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang
berbahaya).
Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara
atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat
kamit, dan ada gerakan tangan.
2. Halusinasi penglihatan
ditandai dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan fenomena yang luas dan komplek.
Penglihatan bisa menyenangkan dan menakutkan.
Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk
kearah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat.
3. Halusinasi penciuman: ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau
menjijikkan seperti darah, urine, fases. Kadang-kadang tercium bau harum
seperti parfum.
C. Etiologi
Menurut AH.Yusuf, dkk (2015) faktor-faktor yang menyebabkan Halusinasi
Sebagai berikut :
a. Faktor predisposisi
1). Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal yang dapat
meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi. Klien
mungkin menekan perasaannya sehingga permatangan fungsi intelektual dan emosi
tidak efektif.
2). Faktor Sosial Budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan
atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti
halusinasi.
3). Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan, sehingga terjadi halusinasi
4). Faktor Biologis
Stuktur otak yang abnormal ditemukan pada klien gangguan orientasi realitas,
serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran, ventrikel, perubahan besar, serta
bentuk sel kortikal dan limbik.
5). Faktor Genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada klien
skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang salah satu anggota
keluarganya mengalami skizifrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang tuanya
skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
1). Stesor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dengan orang penting, atau diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan
halusinasi.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Stuart & Sundeen (1998) dikutip oleh Trimeilia (2011), data subyektif
dan obyektif klien halusinasi adalah sebagai berikut:
- Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
- Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
- Gerakan mata cepat
- Respon verbal lamban atau diam
- Diam yang dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
- Terlihat bicara sendiri
- Menggerakkan bola mata dengan cepat
- Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
- Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari keruangan lain
- Disorientasi (waktu, tempat, orang)
- Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah
- Perubahan prilaku dan pola komunikasi
- Gelisah, ketakutan, ansietas
- Peka rangsang dan melaporkan adanya halusinasi.
E. Patofisiologi
Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi
Menurut Trimelia (2011) tahapan proses terjadinya halusinasi adalah sebagai
berikut:
1. Tahap I (sleep Disorder)
Fase awal individu sebelum muncul halusinasi.
Karakteristiknya:
Individu merasa banyak masalah, ingin menghindar dari orang lingkungan,
takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah.
Masalah makin terasa sulit, karena berbagai stressor terakumulasi (missal:
putus cinta, dikhianati kekasih, di PHK, bercerai, masalah kuliah dan lain-lain).
Masalah semakin merasa menekan, support system kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk.
Sulit tidur terus-menerus sehingga terbiasa menghayal.
Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai upaya pemecahan
masalah.
1. Kasus
Seorang perempuan berusia 40 tahun dirawat RSJ dengan alasan masuk susah
tidur, mondar mandir, dan 3 bulan tidak minum obat. Pasien mengatakan
suaminya sering melakukan KDRT dan saat ini sudah dicerai, malu dengan
kondisinya. Hasil pengkajian: pakaian tidak rapi, sering mondar mandir dan
sering melihat kearah sudut ruangan dengan ekspresi ketakutan. Saat ditanya,
pasien mengatakan sering melihat suaminya di sudut ruangan membawa pedang
panjang.
2. Pertanyaan Klinis
Apakah strategi pelaksanaan keluarga bisa membantu pengetahuan dan
kemampuan merawat anggota klien dengan halusunasi?
3. PICO
P : Halusinasi Penglihatan
I : Strategi pelaksanaan keluarga
C:-
O : Pengetahuan dan kemampuan keluarga
c. Applicability
1) Dalam diskusi
Hasil pengkajian didapatkan pasien mengatakan susah tidur,
suaminya sering melakukan KDRT, malu dengan kondisinya. Data
obyektifnya pakaian tidak rapi, mondar-mandir, sering melihat ke sudut
ruangan dengan ekspresi ketakutan, pasien nampak gelisah dan TTV (TD :
120/80 mmHg, S : 35,7C, P : 24 x/m, N: 84 x/m). Diagnosa keperawatan
yang utama ditegakkan adalah gangguan persepsi sensori : halusinasi
penglihatan dan resiko perilaku kekerasan. Dalam perencanaan penulis
melibatkan keluarga dalam menentukan prioritas masalah memilih tindakan
yang tepat dalam proses strategi pelaksanaan keperawatan. Pada tahap ini
intervensi yang dilaksanakan disesuaikan dengan intervensi yang terdapat
dalam teori. Tahap pelaksanaan asuhan keperawatan Ny. S didasarkan pada
perencanaan yang telah disusun penulis bersama klien dan keluarga. Hasil
evaluasi yang dilakukan selama tiga hari menunjukkan semua masalah
dapat teratasi. Sesuai dengan tujuan dari intervensi didapatkan data hasil
evaluasi berdasarkan kriteria hasil yaitu, pada pasien sudah bisa
mempraktekkan apa yang diajarkan, bisa mengontrol halusinasinya.
Kesimpulan
Pengetahuan keluarga dengan klien skizofrenia dengan halusinasi sebelum
diberikan intervensi strategi pelaksanaan keluarga menujukkan bahwa dari 15 orang
keluarga yang menjadi responden didapatkan sebagian besar pengetahuan responden
dengan kategori tidak tahu. Setelah diberikan intervensi strategi pelaksanaan keluarga
menujukkan bahwa dari 15 orang keluarga yang menjadi responden didapatkan
sebagian besar pengetahuan responden menjadi tahu.
Ada pengaruh intervensi strategi pelaksanaan keluarga tehadap pengetahuan dan
kemampuan keluarga dalam merawat klien skizofrenia dengan halusinasi.
Daftar Pustaka
Saragih., Sasmaida (2014). Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Keluarga tentang
Perawatan Pasien Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah. Jurnal Online
mahasiswa Bidang Ilmu Keperawatan, 1(1)