Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI

PELAKSANAAN HALUSINASI

OLEH
BIRGITTA PRANIWI
231030230548

PROGRAM PROFESI NERS

STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

I. MASALAH UTAMA
a. Definisi
Halusinasi identik dengan skizofrenia, seluruh klien skizofrenia
diantaranya mengalami halusinasi, suatu penghayatan yang dialami seperti suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksternal persepsi palsu. Berbeda
dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi sebagai suatu yang nyata
(Herawati, 2020)
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perubahan
sensori persepsi yang disebabkan stimulus yang sebenarnya itu tidak ada (Sutejo,
2017).
Halusinasi adalah persepsi terhadap suatu stimulus ekternal dimana
stimulus tersebut pada kenyataanya tidak ada (Stuart Sundeen, 2015).

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


Menurut Yosep (2014) terdapat dua faktor penyebab halusinasi, yaitu:
1) Faktor Presdisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi sehingga akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak, misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetylchoin dan dopamine.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
mengambil keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dan
lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangatberpengaruh pada
penyakit ini.
2) Faktor Presitipasi
Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam hakekatnya seorang
individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-psiko-sosio-spiritual
sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu:
a. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium dan kesulitan
tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi.
Halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak
sanggup menentang sehingga klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.
c. Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi ego.
Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls
yang menekan, namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan comforting
menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat membahayakan. Klien
halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya seolah-olah itu tempat untuk
bersosialisasi.
e. Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas
tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien halusinasi dalam
setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
3) Jenis Halusinasi
Menurut Yosep dalam Prabowo, 2014 halusinasi terdiri dari beberapa jenis
dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran (audotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara
orang. Biasanya mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi pengelihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometric, gambar kartun, panorama yang luas dan bayangan yang
menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya bau busuk,
amis, dan bau menjijikan, tapi kadang terhidu bau harum.
d. Halusinasi peraba (taktil)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa ada stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis, dan menjijikan
f. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentuan
urine.

4) Fase-fase
a. Comforting (halusinasi menyenangkan, cemas ringan). Pada fase ini klien
mengalami kecemasan, kesepian rasa bersalah, takut dan mencoba untuk
berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan.
b. Condeming (cemas sedang). Kecemasan meningkat berhubungan dengan
pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat listening pada
halusinasi, pemikiran menonjol seperti gambaran suara dan sensasi
c. Controling (pengalaman sensori berkuasa, cemas berat). Halusinasi lebih
menonjol, menguasai dan mengontrol, klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya pada halusinasinya.
d. Conquering (melebur dalam pengaruh halusinasi, panik). Pengalaman sensori
bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari halusinasi (Stuart &
Laraia, 2015 dikutip dalam Muhith 2015).
5) Rentang Respon Neurobiologis Halusinasi
a. Respon adaptif yaitu adanya pikiran logis, persepsi akurat, emosi yang
konsisten dengan pengalaman, perilaku cocok, dan terciptanya hubungan
sosial yang harmonis.
b. Respon maladaptive yang meliputi waham, halusinasi, kesukaran proses
emosi, perilaku tidak teroganisasi, dan isolasi sosial (Stuart, 2013).
6) Mekanisme Koping
Mekanisme koping pada klien dengan masalah gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran dalam mengatasi masalah yang dihadapinya, antara lain:
a. Regresi
Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran cenderung akan
menghindari masalah yang di hadapinya.
b. Proyeksi
Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran cenderung
menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.
c. Menarik diri
Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran cenderung sulit
mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal yang di rasakannya.

III. POHON MASALAH


B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
Masalah Kep Data Yang Perlu Dikaji

IV.
Gangguan DS :
Persepsi Sensori :
1. Klien mengatakan mendengar suara atau kegaduhan
Halusinasi
2. Klien mengatakan mendengar suara yang mengajaknya untuk
pendengaran
bercakap-cakap
3. Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya
untuk melakukan sesuatu yang berbahaya
4. Klien mengatakan mendengar suara yang mengancam
dirinya atau orang lain
DO :

1. Klien tampak bicara sendiri


2. Klien tampak tertawa sendiri
3. Klien tampak marah-marah tanpa sebab
4. Klien tampak mengarahkan telinga ke arah tertentu
5. Klien tampak menutup telinga
6. Klien tampak menunjuk-nunjuk kearah tertentu
7. Klien tampak mulutnya komat-kamit sendiri
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi pendengaran

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Tindakan keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Carpenito dalam Yusuf, dkk. 2015). Sebelum tindakan keperawatan
diimplementasikan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan yang
ditetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat ini (Yusuf dkk. 2015).
Dalam asuhan keperawatan jiwa, untuk mempermudah pelaksanaan tindakan
keperawatan maka perawat perlu membuat strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
yang meliputi SP pasien dan keluarga (Trimeilia, 2011). SP dibuat menggunakan
komunikasi terapeutik yang terdiri dari fase orientasi, fase kerja, dan terminasi (Yusuf
dkk. 2015)

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
Data Subjektif :
 Klien mengatakan mendengar suara aneh 2 kali dalam sehari suara itu seperti
suara laki-laki mengajak klien menikah dan menyuruh pasien untuk bunuh diri
Data Objektif :
 Klien mau untuk berkenalan
 Klien tampak kooperatif
 Klien tampak bingung
 Klien tampak tidak fokus saat berbincang
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
3. Tujuan Tindakan Keperawatan
Pasien mampu :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan menghardik
c. Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
d. Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifivitas sehari-hari
4. Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Membantu pasien menyadari gangguan sensori persepsi halusinasi
c. Melatih pasien cara mengontrol halusinasi

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 1 : MENGENAL DAN CARA MENGHARDIK


HALUSINASI
B. Strategi Komunikasi

1. Fase Orientasi

Salam terapeutik : “Assalamualaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Intan
Mariska Sapitri. Saya Mahasiswa praktek dari STIKES WDH PAMULANG yang akan dinas
disini selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 07.00 pagi sampai jam 14.00 siang.
Saya akan merawat ibu selama disini. Nama ibu siapa? senangnya dipanggil apa? bagaimana
perasaan ibu hari ini?

a. Evaluasi/validasi : “Bagaimana keadaan ibu hari ini ?”


b. Kontrak :
1. Topik : “Baiklah bu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang suara yang
mengganggu ibu dan cara mengontrol suara-suara tersebut, apakah bersedia ?”
2. Waktu : “Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10-15 menit ?”
3. Tempat : “Ibu mau berbincang-bincang dimana ? Bagaimana kalau di ruang tamu ?
Baiklah bu.”
2. Fase Kerja

“Apakah ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya ? Saya percaya ibu mendengar suara
tersebut, tetapi saya sendiri tidak mendengar suara itu. Apakah ibu mendengarnya terus-menerus
atau sewaktu-waktu ? Kapan yang paling sering ibu mendengar suara itu ? Berapa kali dalam
sehari ibu mendengarnya ? Pada keadaan apa suara itu terdengar ? Apakah waktu sendiri ? Apa
yang ibu rasakan ketika ibu mendengar suara itu ? Bagaimana perasaan ibu Ketika mendengar
suara tersebut ? Kemudian apa yang ibu lakukan ? Apakah dengan cara tersebut suara-suara itu
hilang ? Apa yang ibu alami itu namanya halusinasi. Ada empat cara mengontrol halusinasi
yaitu: menghardik, bercakap-cakap, melakukan aktivitas, minum obat.

Bagaimana kalau kita latih cara yang pertama dahulu, yaitu dengan menghardik, apakah ibu
bersedia ? Bagaimana kalau kita mulai ya bu …

Baiklah saya akan praktekan dahulu baru ibu mempraktekan kembali apa yang telah saya
lakukan. Begini ibu jika suara itu muncul katakan dengan keras “ Pergi-pergi saya tidak mau
dengar, kamu suara palsu “ sambil menutup kedua telinga ibu. Seperti ini ya bu. Coba sekarang
ibu ulangi Kembali seperti yang saya lakukan tadi. Bagus sekali ibu, coba sekali lagi ibu waah
bagus sekali ibu.”

3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap ? Ibu merasa senang tidak dengan
latihan tadi ? Setelah kita ngobrol tadi, Panjang lebar, sekarang ibu simpulkan pembicaraan kita
tadi ? Coba sebutkan cara untuk mencegah suara agar tidak muncul lagi. Kalau suara -suara itu
muncul lagi, silahkan ibu coba cara tersebut. Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya, mau
jam berapa saja latihannya ?”

b. Rencana Tindak Lanjut :


“Ibu lakukan itu sampai suara itu tidak terdengar lagi, lakukan itu selama 3 kali sehari yaitu
jam 08:00, 14:00 dan jam 20:00 atau disaat ibu mendengar suara tersebut. Cara mengisi buku
kegiatan harian adalah sesuai dengan jadwal kegiatan harian yang telah kita buat tadi ya bu. Jika
ibu melakukannya secara mandiri maka ibu menuliskan di kolom M, jika ibu melakukannya
dibantu atau diingatkan oleh perawat atau teman maka ibu buat di kolom B. Jika ibu tidak
melakukannya maka ibu tulis di kolom T. Apakah ibu mengerti ?”

c. Kontrak yang akan datang


1. Topik :
“Baiklah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang cara yang kedua yaitu
dengan minum obat untuk mencegah suara-suara itu muncul, apakah ibu bersedia ?”

2. Waktu : “ Ibu mau jam berapa ? Bagaimana kalau jam 09.00 ?”


3. Tempat : “Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang ? Bagaimana kalau di ruang
tamu ? Baiklah ibu besok saya akan kesini jam 09.00. sampai jumpa besok ya bu. Saya
permisi dulu ya bu. Assalamualaikum.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN


DIAGNOSA KEP SLKI SIKI

(D.0085) Gangguan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Halusinasi (I.09288)


persepsi sensori keperawatan selama …x…
berhubungan dengan Observasi
jam diharapkan gangguan
Gangguan
pendengaran persepsi sensori : halusinasi - Monitor perilaku yang mengindikasi
(Halusinasi pendengaran dapat teratasi halusinasi
pendengaran)
dengan kriteria hasil : - Monitor isi halusinasi
Terapeutik
Persepsi Sensori (L.09083)
Ekspektasi : Membaik - Pertahankan lingkungan yang aman
- Diskusikan perasaan dan respon
1. Verbalisasi
terhadap halusinasi
mendegar bisikan
- Hindari perdebatan tentang validitas
menurun
halusinasi
2. Perilaku halusinasi
Edukasi
menurun
3. Menarik diri - Anjurkan memonitor sendiri situasi
menurun terjadinya halusinasi
4. Melamun menurun - Anjurkan bicara pada orang yang
5. Konsentrasi cukup dipercaya untuk memberikan
membaik dukungan dan umpan balik korektif
terhadap halusinasi
- Anjurkan melakukan distraksi (misal:
mendengar music, melakukan
aktifitas, dan teknik relaksi)
- Anjarkan pasien cara mengontrol
halusinasi
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat


antipsikotik dan anti ansietas jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000,
Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran
EGC : Jakarta.
Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ;
Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi 1,
CV. Agung Seto; Jakarta.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku
Kedokteran EGC ; Jakarta.
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC ; Jakarta.
WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
Fitria, N. 2009 Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuliuan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Nurjannah, I. 2008. Penanganan Klien Dengan Masalah Psikiatri kekerasan. Yogyakarta:
MocoMedika

Anda mungkin juga menyukai