Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN DIAGNOSA PERILAKU KEKERASAN, KECEMASAN, DEFISIT


PERAWATAN DIRI, KEHILANGAN, HARGA DIRI RENDAH

Dosen Pengampu :
Muhammad Husni, S.Kep.,Ns.,M.Kes

Di Susun Oleh :
Rafly Wiradharma (1140970120073)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESDAM VI BANJARMASIN
TA. 2022
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA KEHILANGAN,
KECEMASAN, HARGA DIRI RENDAH, PERILAKU KEKERASAN, DEFISIT PERAWATAN
DIRI, TELAH DISETUJUI OLEH PEMBIMBING LAHAN DAN PEMBIMBING AKADEMIK

Banjarmasin, Nov 2022


MENGETAHUI

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING LAHAN MAHASISWA

Rafly Wiradharma
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
A. DEFINISI
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran
individu itu penuh / baik (Hawari, Dadang. 2001).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien
yang terjadi dalam keadaan sadar / terbangun, dasarnya fungsional psikotik maupun histerik
(Maramis, 2004).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam
jumlah atau pola rangsang yang mendekati (baik yang dimulai secara eksternal maupun internal)
disertai dengan respon yang berkurang dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan rangsangan
tertentu (Toesend, 1998).

B. Etiologi
Faktor predisposisi menurut Yosep ( 2011 ) :
a. Faktor pengembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol emosi dan
keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi hilang percaya diri.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima dilingkungan sejak bayi akan membekas
diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya
pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka di dalam tubuhnya akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia dan metytranferase
sehingga terjadi ketidaksembangan asetil kolin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah terjerumus pada
penyelah gunaan zat adaptif. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam
nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Hasil studi menujukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.

Faktor Presipitasi
Penyebab halusiansi dapat dilihat dari lima dimensi menurut (Rawlins,1993 dalam Yosep,
2011).
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
manakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak
jarang akan mengobrol semua perilaku klien.
d. Dimensi sosial
Klien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan,
klien asik dengan halusinasinya, seolah- olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancama, dirinya ataupun orang lain individu cenderung untuk
itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien
dengan menupayakan suatu prosesinteraksi yang menimbulkan pengalam interpersonal
yang memuaskan, serta menguasakan klien tidak menyediri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak lagsung.
e. Dimensi spiritual
Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas
ibadah dan jarang berupanya secara spiritual untuk menyucikan diri. Ia sering memaki
takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, memyalahkan lingkungan dan orang
lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

C. Tanda dan Gejala


Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi
adalah sebagai berikut
a. Berbicara, senyum dan tertawa sendiri
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan
merasa sesuatu yang tidak nyata.
c. Menggerakan bibir tanpa suara
d. Pergerakan mata cepat
e. Respon vebal lambat
f. Menarik diri dari orang lain
g. Berusaaha untuk menghindari orang lain dan sulit berhubungan
dengan orang lain
h. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
i. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata
j. Tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri seperti
mandi, sikat gigi, memakai pakaian dan berias dengan rapi
k. Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri sulit membuat keputusan
ketakutan, mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi
wajah tegang, pembicaraan kacau dan tidak masuk akal dan banyak
keringat
l. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
m. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
n. Biasa terdapat orientasi waktu, tempat dan orang.
Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang
yang, mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu :
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai Menggerakan bibir tanpa menimbulkan suara
c. Gerakan mata abnormal
d. Resp[on verbal yang lambat
e. Diam
f. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang menyakitkan
g. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukan ansietas
misalnya, peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
h. Penyempitan kemampuan konsentrasi
i. Dipenuhi dengan pengalaman sensori
j. Mengkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara
halisinasi dengan realitas
k. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya dari pada menolaknya.
l. Menarik diri atau katatonik
m. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
n. Tremor
o. Perilaku menyerang teror atau panik
p. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
q. Kegiatan fisik yang mereflesikan isi halusinasi seperti amuk atau
agitasi
r. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
s. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

D. Pohon masalah
E. Jenis jenis Halusinasi
Menurut Stuart 2007 jenis halusinasi terdiri dari:
a. Halusinasi pendengaran
Yaitu klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus
yang nyata / lingkungan dengan kata lain orang yang berada disekitar klien tidak
mendengar suara / bunyi yang didengar klien.
b. Halusinasi penglihatan
Yaitu klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya stimulus yang nyata
dari lingkungan, stimulus dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks.
c. Halusinasi penciuman
Yaitu klien mencium sesuatu yang bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus
yang nyata.
d. Halusinasi pengecapan
Yaitu klien merasa merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa yang
tidak enak.
e. Halusinasi perabaan
Yaitu klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.
f. Cenestetik
Merasakan funisi tubuh seperti aliran darah dari vena dan arteri,pencernaan makan atau
pembentukan urine.
g. Kinistetik
Merasakan gerakan sementara berdiri tegak.
h. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizoprenia dengan waham kebesaran
terutama menjadi organ-organ.
i. Halusinasi viseral
Timbulnya perasaan tertentu pada tubuhnya.

F. Tahapan Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart Lardia (2001) dan setiap
fase memiliki karakteristik yang berbeda yaitu :
a. Fase I
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah serta mencoba
untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Disini kliuen
tyersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, diam dan asyik sendiri. Jika kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran
dan mengenal pikirannya namun intensitas persepsi meningkat.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan klien mulai lepas kendali dan mungkin
mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsi. Disini terjadi penin
gkatan tanda tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tandatanda vital.
Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan realita. Ansietas meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal
dan eksternal, individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal
menjadi menonjol, gambaran suara dan sensori dan halusionasinya dapat berupa bisikan
yang jelas, klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan memproyeksikan
seolaholah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.
c. Fase III
Klien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut.
Disini klien sukar berhubungan dengan orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain. Halusinasi lebih menonjol,
menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan
halusinasinya.
Kadang halusinasi tersebut memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancamjika klien mengikuti perintah halusinasi. Disini
terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah
yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang. Kondisi klien sangat
membahayakan. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk
dengan halusinasinya. Klien hidup dalam dunia yang menakutkan yang berlangsung secara
singkat atau bahkan selamanya.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS(masuk
rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan utamaTanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang kerumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yangdicapai.
c. Faktor predisposisiTanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masalalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan,kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhanfisik
yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososiala
1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2. Konsep diri
3. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang
diikutidalam masyarakatd)
4. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien,interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori,
tingkatkonsentrasi, dan berhitung.
g. Kebutuhan persiapan pulanga)
1. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
2. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan
merapikan pakaian
3. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
4. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
5. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

h. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal,menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada
orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
j. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
k. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,okopasional,
TAK dan rehabilitas.
l. Daftar masalah
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinas
c. Isolasi sosial : menarik diri

B. Analisa data
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
2. Isolasi sosial: Menarik Diri
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik
halusinasi
Orientasi:
”Assalamualaikum D. Saya perawat yang akan merawat D. Nama Saya SS, senang
dipanggil S. Nama D siapa? Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan D hari ini? Apa keluhan D saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini D dengar
tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama?
Bagaimana kalau 30 menit”
Kerja:
”Apakah D mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering D
dengar suara? Berapa kali sehari D alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar?
Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang D rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang D lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara
itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu
muncul?
” D , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat
dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung D bilang, pergi saya
tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang
sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba D peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba
lagi! Ya bagus D sudah bisa”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?
” Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa D?Bagaimana kalau dua jam lagi?
Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum
SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-cakap dengan
orang lain
Orientasi:
“Assalammu’alaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya Bagus
! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini
saja?
Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Jadi kalau D mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk
diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan D. Contohnya begini; … tolong, saya mulai
dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya Kakak
D katakan: Kak, ayo ngobrol dengan D. D sedang dengar suara-suara. Begitu D. Coba D
lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus
ya D!”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan D setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang D pelajari untuk
mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau D mengalami halusinasi lagi.
Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian D. Mau jam berapa latihan
bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok
pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan
aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/ Di sini lagi?
Sampai besok ya. Assalamualaikum”
SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:
melaksanakan aktivitas terjadwal
Orientasi:
“Assalamu’alaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana hasilnya ?
Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi
yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu.
Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
Kerja:
“Apa saja yang biasa D lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya
(terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya.
Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali D bisa lakukan.
Kegiatan ini dapat D lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan
kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi:
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk
mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian D.
Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan
berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang
makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.
Wassalammualaikum
SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

Orientasi:
“Assalammualaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul ?
Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah jadwal kegiatannya sudah
dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan
tentang obat-obatan yang D minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan
siang. Di sini saja ya D?”
Kerja:
“D adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara berkurang/hilang ?
Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang D dengar dan mengganggu selama ini
tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang D minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini
yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk
menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk
rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya
untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan.
Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, D akan kambuh dan sulit untuk
mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis D bisa minta ke dokter untuk
mendapatkan obat lagi. D juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya
benar, artinya D harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya D. Jangan keliru
dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya,
dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya. D juga harus
perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa cara yang
kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita
masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan D. Jangan lupa pada waktunya minta
obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita
ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa. Wassalammu’alaikum.
DAFTAR PUSTKA

Maramis, W.E. 2004. Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya : Airlangga

Stuart dan Sundeen, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Keliat, Budi Anna, 1999. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Towsend, M.C, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada

Keperawatan Psikiatri Edisi 3, Jakarta : EGC

Hawari, Dadang, 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Skizoprenia,


Jakarta : FKUI
Stuart dan Landia. 2001. Principle and Practicew Of Psychiatric Nursing
Edisi 6. St. Louis Mosby Year Book

Hamid, Achir Yani, 2000. Buku Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa 1.

Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta :


Depkes RI

Anda mungkin juga menyukai