HALUSINASI
DI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO
PROVINSI JAWA TENGAH
Oleh :
C. ETIOLOGI
Menurut (Sutejo,2017) faktor yang dapat memperngaruhi resiko bunuh diri antara
lan :
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
control dan kaehangatan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri,
dan lebih mudah stress.
2. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi
sehingga akan merasa disingkirkan, kesepian , dan tidak percaya
pada lingkungannya.
3. Faktor Biokimia
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang bersifat halusiogenik
neurokimia. Akibat sstres berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak, misalanya terjadi ketidak
seimbangan acetylchoin dan dopamine.
4. Faktor Psikososial
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien mengambil keputusan tegas, klien
lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari dalam alam nyata
yang menuju alam hayal.
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia . Hasil
studi menunjukan bahwa factor keluarga menunjukan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor presipitasi
1. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan akibat kelelahan fisik seperti
kelelahan yang luar yang biasa , penggunaan obat –
obatan ,demam dan kesulitan tidur diwaktu yang lama.
2. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup menentang sehingga klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi intelektual
Klien dengan gangguan halusinasi mengalami penurunan fungsi
ego. halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan
comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat
membahayakan. Klien halusinasi lebih asik dengan halusinasinya
seolah – olah itu tempat untuk bersosialisasi.
5. Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien
halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya.
D. POHON MASALAH
Core problem
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
E. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala halusinasi menurut (Aji,Hendaru Mengku Wisnu 2019).
dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan pasien. Tanda dan
gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Data Obyektif
a. Bicara atau tertawa sendiri.
b. Marah-marah tanpa sebab.
c. \Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu
d. Menutup telinga.
e. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.
f. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
g. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
h. Menutup hidung.
i. Sering meludah.
j. Muntah.
k. Menggaruk-garuk permukaan kulit.
2. Data Subyektif
a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
b. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
c. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
d. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu atau monster.
e. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan.
f. Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
g. Merasa takut atau senang
h. Mengatakan sering mendengar sesuatu pada waktu tertentu saat
sedang sendirian.
i. Mengatakan sering mengikuti isi perintah halusinasi
G. KOMPLIKASI
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa klien melakukan tindakan
perilaku kekerasan karena suara-suara yang memberinya perintah sehingga rentan
melakukan perilaku yang tidak adaptif. Perilaku kekerasan yang timbul pada klien
skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak berharga, takut dan ditolak oleh
lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan 13 interpersonal
dengan orang lain,komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan masalah utama
gangguan sensori persepsi: halusinasi, antara lain: resiko prilaku kekerasan, harga
diri rendah dan isolasi
H. PENATALAKSANAAN
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering terjadi pada gangguan
Skizofrenia. Dimana Skizofrenia merupakan jenis psikosis, adapun tindakan
penatalaksanaan dilakukan dengan berbagai terapi (Tumanggor, S. 2021). yaitu :
1. Psikofarmakologis
Obat sangat penting dalam pengobatan skizofrenia, karena obat dapat
membantu pasien skizofrenia untuk meminimalkan gejala perilaku kekerasan,
halusinasi, dan harga diri rendah. Sehingga pasien skizofrenia harus patuh minum
obat secara teratur dan mau mengikuti perawatan.
a. Haloperidol (HLD)
Obat yang dianggap sangat efektif dalam pengelolaan hiperaktivitas, gelisah,
agresif, waham, dan halusinasi.
b. Chlorpromazine (CPZ)
Obat yang digunakan untuk gangguan psikosis yang terkait skizofrenia dan
gangguan perilaku yang tidak terkontrol
c. Trihexilpenidyl (THP)
Obat yang digunakan untuk mengobati semua jenis parkinson dan
pengendalian gejala ekstrapiramidal akibat terapi obat.
1. Dosis
a) Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
b) Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam
sampai keadaan akut teratasi.
2. Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet:
a) Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
b) Klorpromazin 2x100 mg per hari
c) Triheksifenidil 2x2 mg per hari
3. Dalam keadaan fase kronis diberikan tablet:
a) Haloperidol 2x0,5 – 1 mg perhari
b) Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam) 12 c) Triheksifenidil 1-2x2 mg
sehari d) Psikosomatik
2. Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy), yaitu suatu terapi fisik atau
suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mal secara artifisial dengan
melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau dua temples
pada pelipis. Jumlah tindakan yang dilakukan merupakan rangkaian yang bervariasi
pada setiap pasien tergantung pada masalah pasien dan respon terapeutik sesuai hasil
pengkajian selama tindakan. Pada pasien Skizofrenia biasanya diberikan 30 kali.
ECT biasanya diberikan 3 kali seminggu walaupun biasanya diberikan jarang atau
lebih sering. Indikasi penggunaan obat: penyakit depresi berat yang tidak berespon
terhadap obat, gangguan bipolar di mana pasien sudah tidak berespon lagi terhadap
obat dan pasien dengan bunuh diri akut yang sudah lama tidak mendapatkan
pertolongan.
3 Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif lama, juga merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik. Upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan terapeutik, memotivasi klien untuk dapat
mengungkapkan perasaan secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur terhadap
klien.
2. Pohon masalah
Core problem
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
3. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi adalah sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Gangguan persepsi sensori halusinasi
c. Isolasi social
4. Intervensi keperawatan
1. Tindakan keperawatan Halusinasi (Pasien)
a. Tujuan pasien mampu :
1) Mengenali halusinasi yang dialaminya: isi, frekuensi, waktu terjadi,
situasi pencetus, perasaan, respon. Mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik.
2) Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.
3) Mengontrol halusinasi dengan cara menggunakan obat.
4) Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas.
b. Tindakan Keperawatan
1) SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan
cara-cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol
halusinasi dengan cara pertama: menghardik halusinasi
Menjelaskan cara menghardik halusinasi, memperagakan cara
menghardik, meminta pasien memperagakan ulang, memantau
penerapan cara ini, dan menguatkan perilaku pasien.
2) SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
kedua: bercakap-cakap dengan orang lain.
3) SP 3 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
Menjelaskan pentingnya penggunaan obat, jelaskan bila obat tidak
digunakan sesuai program, jelaskan akibat bila putus obat, jelaskan
cara mendapat obat/ berobat, jelaskan cara menggunakan obat dengan
prinsip 6 benar (benar jenis, guna, frekuensi, cara, kontinuitas minum
obat).
4) SP 4 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga: Melaksanakan aktivitas terjadwal
Menjelaskan pentingnya aktifitas yang teratur, mendiskusikan
aktifitas yang biasa dilakukan oleh pasien, melatih pasien melakukan
aktifitas, menyusun jadual aktifitas sehari–hari sesuai dengan jadual
yang telah dilatih, memantau jadual pelaksanaan kegiatan,
memberikan reinforcement.
2. Tindakan Keperawatan Halusinasi (Keluarga)
a. Tujuan keluarga mampu :
1) Mengenal masalah merawat pasien di rumah.
2) Menjelaskan halusinasi (pengertian, jenis, tanda dan gejala
halusinasi dan proses terjadinya).
3) Merawat pasien dengan halusinasi.
4) Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk klien dengan
halusinasi
5) Mengenal tanda dan gejala kambuh ulang.
6) Memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow-up pasien dengan
halusinasi.
b. Tindakan keperawatan
1) SP 1 keluarga : Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam
merawat pasien.
2) SP 2 Keluarga : Pendidikan Kesehadan tentang pengertian
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala
halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi, proses
terjadinya halusinasi
3) SP 3 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien yang
mengalami halusinasi. Jelaskan dan latih cara merawat anggota
keluarga yang mengalami halusinasi: menghardik, minum obat,
bercakap-cakap, melakukan aktivitas.
4) SP 4 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjut
B. Strategi Pelaksanaan
1. Strategi Pelaksanaan (Pasien)
SP 1 Pasien: Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol
halusinasi dengan cara pertama: menghardik halusinasi
ORIENTASI:
Salam terapeutik
”Selamat pagi bapak, Saya Eva Murdianingsih, Mahasiswa keperawatan STIKES
Telogorejo SEMARANG yang akan merawat bapak, senang dipanggil Eva, Nama
bapak siapa? Bapak senang dipanggil apa”
Validasi
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
Kontrak (waktu, topik, dan tempat)
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini
bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu?
Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya?Apa yang dikatakan suara
itu?”
”Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering
dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
”Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu
suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?
”Bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiadan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat
dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang,
pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah
begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak sudah bisa”
TERMINASI
Evaluasi
”Bagaimana perasaan bapak setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara
itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiadan latihan
menghardik halusinasi dalam jadwal kegiadan harian pasien).
RTL (Rencana Tindak Lanjut)
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi besok untuk belajar dan latihan mengendalikan
suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa pak?Bagaimana kalau dua jam
lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya?”
”Baiklah, sampai jumpa.”
Keliat B. A. (2014). Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. Jakarta : EGC. Keliat,