Anda di halaman 1dari 94

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

HALUSINASI

Dosen Pembimbing :

Wahyu Endang Setyowati, S.KM., M.Kep

Disusun Oleh :

Intan Septiana Putri (30901800094)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

TAHUN 2019/2020

1
A. MASALAH UTAMA
Perubahan persepsi sensori : halusinasi

B. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2013; Laraia, 2009).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Caroline , Keliat dan Sabri (2008) meneliti bahwa dengan pelaksanaan
standar asuhan keperawatan (SAK) halusinasi, maka kemampuan kognitif klien
meningkat 47%, psikomotor meningkat 48%. Pelaksanaan standar asuhan
keperawatan SAK halusinasi juga menurunkan tanda dan gejala halusinasi
sebesar 14%.

C. Tanda Dan Gejala


Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien. Tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Data Obyektif
a. Bicara atau tertawa sendiri.
b. Marah-marah tanpa sebab.
c. \Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu
d. Menutup telinga.
e. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.
f. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
g. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
h. Menutup hidung.
i. Sering meludah.
j. Muntah.
k. Menggaruk-garuk permukaan kulit.

2. Data Subyektif
a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan.

2
b. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
c. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
d. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster.
e. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau
itu menyenangkan.
f. Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
g. Merasa takut atau senang
h. Mengatakan sering mendengar sesuatu pada waktu tertentu saat sedang
sendirian.
i. Mengatakan sering mengikuti isi perintah halusinasi.

D. Macam-Macam Halusinasi
1. Halusinasi pendengaran
2. Halusinasi penglihatan
3. Halusinasi penciuman
4. Halusinasi pengecapan
5. Halusinasi perabaan
6. Halusinasi kinestik
7. Halusinasi hipnogogik
8. Halusinasi hipnopompik
9. Halusinasi histerik
10. Halusinasi autoskopi

E. Etiologi Halusinasi
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :

3
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih rentan
terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter otak.
Misalnya tejadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan jiwa
cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor presipitasi
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
2) Dimensi emosional

4
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinai
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang
pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien
4) Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah
dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering
memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan
lingkungan dan orang lain yang menyebabkan memburuk.

F. Akibat halusinasi
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya
sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak
lingkungan (risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi
jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, di mana klien mengalami panik dan
perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar- benar kehilangan
kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan.
Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain
bahkan merusak lingkungan.

Tanda dan gejala:

5
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat
f. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.

G. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan Akibat

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi. Core problem

Isolasi sosial : Manarik diri Penyebab

H. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Masalah keperawatan
1) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2) Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3) Isolasi sosial : menarik diri
b. Data yang perlu dikaji
1) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Objektif :

6
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
2) Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Data Subjektif :

a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan


dengan stimulus nyata
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d) Klien merasa makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif :

a) Klien berbicara dan tertawa sendiri


b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d) Disorientasi
3) Isolasi sosial : menarik diri
Data Subyektif :

Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.

Data Obyektif :

Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis,
Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi

7
janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan
kebersihan.

I. Diagnosa Keperawatan
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Isolasi sosial : Menarik diri

J. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa I : perubahan sensori persepsi halusinasi

Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Tujuan khusus :

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran


hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :

1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip


komunikasi terapeutik dengan cara :
a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien

b. Klien dapat mengenal halusinasinya


Tindakan :

1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

8
2) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-
olah ada teman bicara
3) Bantu klien mengenal halusinasinya
a) Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b) Apa yang dikatakan halusinasinya
c) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
d) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
4) Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
5) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan
perasaannya

c. Klien dapat mengontrol halusinasinya


Tindakan :

1) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi


halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
2) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian
3) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
a) Katakan “ saya tidak mau dengar”
b) Menemui orang lain
c) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri

9
4) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara
bertahap
5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
6) Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
7) Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
d. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :

1) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami


halusinasi
2) Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
a) Gejala halusinasi yang dialami klien
b) Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus
halusinasi
c) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian
bersama
d) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri
atau orang lain

10
Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri

Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan :

a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan


diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :

a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya


b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :

a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan


dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain

11
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan :

a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain


b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :
1) K – P
2) K – P – P lain
3) K – P – P lain – K lain
4) K – Kel/Klp/Masy
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Tindakan :

12
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :

a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :


1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

K. Strategi Pelaksanaan
Masalah Utama : Halusinasi pendengaran

A. PROSES KEPERAWATAN

13
1. Kondisi klien:
a. Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar
b. Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri
c. Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki dan
isinya tidak jelas serta melihat setan-setan.
2. Diagnosa keperawatan:
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar

B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:

a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya


b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
SP 1 Pasien :
1. Identifikasi halusinasi: isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan, respon

2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi: hardik, obat, bercakap-cakap,


melakukan kegiatan

3. Latih cara mengontrol halusinasi dg menghardik

4. Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik

ORIENTASI:

”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan STIKES TELOGOREJO


SEMARANG yang akan merawat bapak Nama Saya Firda Vinanda, senang
dipanggil Firda. Nama bapak siapa?Bapak Senang dipanggil apa”

”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”

”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini
bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu?
Berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit”

14
KERJA:

”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya?Apa yang dikatakan suara
itu?”

” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering


D dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”

” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”

”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu
suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?

” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan meminum obat. Ketiga dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Dan keempat, melakukan kegiatan yang sudah
terjadwal.”

”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.

”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang,
pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah
begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak D sudah bisa”

TERMINASI:

”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu


muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan
menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau
kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan
cara yang kedua? Jam berapa D?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama
kita akan berlatih?Dimana tempatnya”

”Baiklah, sampai jumpa.”

15
SP 2 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan menghardik. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis, guna,
dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik dan minum obat
Orientasi

“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?
“Coba sekarang bapak lakukan cara kemarin yang kita latih”bagus pak..seperti
itu. Berkurangkan suara-suaranya Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih
cara kedua untuk meminum obat. Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari
ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum. Kita akan
diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak?”

Kerja:
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak
dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang
bapak minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3
kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan
suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks
dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama
gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak
boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat,
bapak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat
habis bapak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. bapak juga harus
teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya bapak
harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak Jangan keliru
dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum
pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat
jamnya bapak juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus
cukup minum 10 gelas per hari”

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah
berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus!
(jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal
kegiatan bapak Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada
keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk

16
melatih cara yang ketiga yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.”

SP 3 Pasien:

1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat. Beri puji


2. Latih cara mengontrol halusinasi dg bercakap-cakap saat terjadi halusinasi
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat dan
bercakap-cakap

Orientasi:

“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana
hasilnya ? Bagus !

“ Coba sekarang bapak ulangi dua cara yang kemarin kita lakukan” bagus
pak..bapak sudah bisa”

Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah
halusinasi yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.. Mau di mana kita bicara?
Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30
menit? Baiklah.”

Kerja:

“Cara ktigaa untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan


bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-
suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol
dengan bapak Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo
ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya istri,anak bapak
katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak sedang dengar suara-suara. Begitu bapak
Coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi!
Bagus! Nah, latih terus ya bapak!”

Terminasi:

17
A “Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa
cara yang bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah ketiga
cara ini kalau bapak mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan
dalam jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap?
Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok
pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang keempat yaitu
melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00?
Mau di mana/Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”

SP 4 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat & bercakap-cakap. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dg melakukan kegiatan harian (mulai 2
kegiatan)
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat,
bercakap-cakap dan kegiatan harian
Orientasi:

“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai
janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi
yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di
ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”

Kerja: “Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak
sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut).
Bagus sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk
mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari
pagi sampai malam ada kegiatan.

Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang


keempat untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 4 cara yang
telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan
dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara
dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh

18
aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau besok kita latih kegiatan
harian yang lain?” . Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00 pagi?Di ruang
tamu ya! Sampai jumpa.”

SP 5 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat & bercakap-cakap & kegiatan
harian. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri
4. Nilai apakah halusinasi terkontrol

2. Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga


Tujuan:

a. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di rumah sakit


maupun di rumah
b. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi
adalah:
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi
yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya
halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.
3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat
pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien
4) Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan lanjutan pasien

SP 1 Keluarga :
1. Diskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien

19
2. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya halusinasi
(gunakan booklet)
3. Jelaskan cara merawat halusinasi
4. Latih cara merawat halusinasi: hardik
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberi pujian

SP 2 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik. Beri
pujian
2. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
3. Latih cara memberikan/ membimbing minum obat
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberi pujian

SP 3 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik dan
memberikan obat. Beri pujian
2. Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk mengontrol
halusinasi
3. Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien terutama saat
halusinasi
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian

SP 4 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik,
memberikan obat & bercakap-cakap. Beri pujian
2. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian

SP 5 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik &
memberikan obat & bercakap-cakap & melakukkan kegiatan harian dan
follow up. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien

20
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM

DAFTAR PUSTAKA

21
Carolina, Keliat, BA, Sabri, L (2008). Pengaruh Penerapan Standar Asuhan
Keperawatan Halusinasi terhadap Kemampuan Klien Mengontrol
Halusinasi di RS Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta.

Gajali, Mustikasari dan Susanti,Y (2014). Pengaruh Family Psychoeducation


Theraphy Terhadap Kemampuan Keluarga Merawat Pasien Skizofrenia
dengan Halusinasi Di Kota Samarinda Kalimantan Timur. FIK UI : Depok

Hastuti (2013). Efektivitas rational emotive behaviour therapy berdasarkan profile


multimodal therapy pada klien skizofrenia dengan masalah keperawatan
perilaku kekerasan dan halusinasi di RSMM Bogor. FIK UI : Depok

Lelono, S.K., Keliat, B.A., Besral, (2011). Efektivitas Cognitive Behavioral


Therapy (CBT) dan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT)
Terhadap Klien Perilaku Kekerasan, Halusinasi dan Harga Diri Rendah di
RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. FIK UI : Depok

NANDA, (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Cetakan 2012. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Stuart,G.W. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th edition.


Missouri: Mosby.

22
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
RESIKO BUNUH DIRI

Pembimbing:

Wahyu Endang Setyawati, S.KM., M.kep

Disusun

Nama: Nur elaeni

Nim: 30901800131

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
TAHUN AJARAN 2019/2020

23
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

2. Masalah utama
Resiko bunuh diri

3. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari untuk mengakhiri
kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan
hasratnya untuk mati (Yosep, 2007). Bunuh diri menurut Edwin Schneidman
dalam Kaplan 2010 adalah tindakan pembinasaan yang disadari dan
ditimbulkan diri sendiri, dipandang sebagai malaise multidimensional pada
kebutuhan individual yang menyebabkan suatu masalah di mana tindakan yang
dirasakan sebagai pemecahan yang terbaik.
Bunuh diri berhubungan dengan kebutuhan yang dihalangi atau tidak
terpenuhi, perasaan ketidakberdayaan, keputusasaan, konflik ambivalen antara
keinginan hidup dan tekanan yang tidak dapat ditanggung, menyempitkan
pilihan yang dirasakan dan kebutuhan meloloskan diri; orang bunuh diri
menunjukkan tanda-tanda penderitaan (Kaplan & Saddock, 2010) Perilaku yang
muncul meliputi :
5. isyarat, Ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri Pada kondisi ini mungkin klien sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri.
Klien umumnya mengungkapkan perasaan bersalah/sedih/marah/putus
asa/tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri
sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
6. ancaman, Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi
keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri hidupnya
dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien

24
telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai percobaan bunuh
diri.
7. percobaan Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau
melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif
mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat
nadi atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

4. Tanda dan gejala


7 Isyarat Bunuh Diri Klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri
3. Subyektif :
b. “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala
sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
c. Mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah /
putus asa / tidak berdaya.
d. Mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah
4. Obyektif :
c. Sedih
d. Murung
e. Marah
f. Menangis
g. Banyak diam
h. Kontak mata kurang
i. Emosi labil
j. Tidak tidur
8 Ancaman Bunuh Diri
e) Subyektif:
l. Ungkapan ingin mati diucapkan oleh pasien berisi keinginan untuk
mati
m. Ungkapan rencana untuk mengakhiri kehidupan

25
n. Ungkapan dan tindakan menyiapkan alat untuk melaksanakan
rencana tersebut.
f) Obyektif:
2. Banyak melamun
3. Menyiapkan alat untuk rencana bunuh diri
4. Gelisah
5. Mudah emosi
6. Sedih
7. Murung
8. Menangis
9. Jalan mondar-mandir
9 Percobaan Bunuh Diri
B. Subyektif :
d) Mau mati
e) Jangan tolong saya
f) Biarkan saya
g) Saya tidak mau ditolong
h) Emosi labil
C. Obyektif
klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun,
memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi ,
membenturkan kepala

5. Etiologi
5. Faktor Predisposisi menurut Nurarif dan Kusuma (2015) adalah
sebagai berikut :
d. Penyebab Bunuh Diri pada Anak
1) Pelarian dari penganiayaan atau permekosaan.
2) Situasi keluarga yang kacau.
3) Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik.
4) Gagal sekolah.
5) Takut atau dihina di sekolah.

26
6) Kehilangan orang yang dicintai.
7) Dihukum orang lain.
e. Penyebab Bunuh Diri pada Remaja
4. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.
5. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.
6. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
7. Perasaan tidak dimengerti orang lain.
8. Kehilangan orang yang dicintai.
9. Keadaan fisik.
10. Masalah orang tua.
11. Masalah seksual.
12. Depresi.
f. Penyebab Bunuh Diri pada Mahasiswa
5) Self ideal terlalu tinggi.
6) Cemas akan tugas akademik yang banyak.
7) Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan
kasih sayang orang tua.
8) Kompetitis untuk sukses.
g. Penyebab Bunuh Diri pada Usia Lanjut
d. Perubahan status dari mandiri ke tergantung.
e. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi.
f. Perasaan tidak berarti di masyarakat.
g. Kesepian dan isolasi sosial.
h. Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan,
pasangan).
i. Sumber hidup berkurang.

Sedangkan menurut Yusuf, dkk (2015):

b. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa.
Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko

27
untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif, skizofrenia, dan
penyalahgunaan zat.
c. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya
risiko bunuh diri adalah bermusuhan, impulsif, dan depresi.
d. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,
kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh
diri.
e. Riwayart keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor risiko penting untuk perilaku destruktif.
f. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotonegik, opiatergik, dan
dopaminergik menjadi media proses yang dapat menimbulkan
merusak diri.

6. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi menurut Yusuf, dkk (2015) adalah sebagai
berikut:
2. Psikososial dan klinik
5. Keputusasaan.
6. Ras kulit putih.
7. Jenis kelamin laki-laki.
8. Usia lebih tua.
9. Hidup sendiri.
3. Riwayat
4 Pernah mencoba bunuh diri.
5 Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
6 Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat.
4. Diagnostis

28
4. Penyakit medis umum.
5. Psikosis.
6. Penyalahgunaan zat

6. Akibat
Klien dengan resiko bunuh diri dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya
atau mencederai dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang
orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah, dan lain-lain.
Tanda dan gejala:
4. Memperlihatkan permusuhan.
5. Keras dan menuntut.
6. Mendekati orang lain dengan ancaman.
7. Memberi kata-kata ancaman.
8. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan.
9. Rencana melukai diri sendiri dan orang lain

7. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan Akibat

Resiko Bunuh Diri


Core Problem

Harga diri rendah Penyebab

8. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


Masalah keperawatan :
6. bunuh diri
7. Resiko Gangguan konsep diri : harga diri rendah

29
8. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Data yang perlu dikaji :
4. Resiko bunuh diri
Data Subjektif : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja,
tak ada gunanya hidup.
Data Objektif: ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri,
pernah mencoba bunuhdiri.
5. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. Data subjektif
6) Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
7) Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
8) Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
9) Mengungkapkan dirinya tidak berguna
10) Mengkritik diri sendiri
c. Data objektif
5) Merusak diri sendiri
6) Merusak orang lain
7) Menarik diri dari hubungan social
8) Tampak mudah tersinggung
9) Tidak mau makan dan tidak tidur
6. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
6) Data subyektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain,
ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak
lingkungannya.
7) Data obyektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,
melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang
disekitarnya.

9. Diagnosa keperawatan
Resiko bunuh diri

30
10. Tindakan Keperawatan pada klien percobaan bunuh diri
C. Tindakan keperawatan pasien
2) Tujuan Klien mampu:
E. Tetap aman dan selamat / Klien tidak menciderai diri sendiri.
F. Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri dengan
membuat daftar aspek positif diri sendiri.
3) Tindakan Keperawatan generalis klien (Strategi Pelaksanaan)
4 SP 1 Pasien : Mengidentifikasi beratnya masalah risiko bunuh diri:
isarat, ancaman, percobaan (jika percobaan segera rujuk)
5 SP 2 Pasien : Mengidentifikasi benda-benda berbahaya dan
mengamankannya (lingkungan aman untuk pasien)
6 SP 3 Pasien : Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh
diri: buat daftar aspek positif diri sendiri, latihan afirmasi/berpikir
aspek positif yang dimiliki
7 SP 4 Pasien : Mendiskusikan harapan dan masa depan
D. Tindakan Keperawatan generalis pada keluarga klien Percobaan Bunuh diri
4 Tujuan umum: Keluarga berperan serta merawat dan melindungi
anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri
Tujuan khusus : Keluarga mampu keluarga mengenal tanda gejala dan
proses terjadinya resiko bunuh diri
5 Tindakan Keperawatan generalis (Strategi Pelaksanaan) pada keluarga
5) SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam
merawat pasien
6) SP 2 Keluarga : Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses
terjadinya risiko bunuh diri (gunakan booklet)
7) SP 3 Keluarga : Menjelaskan cara merawat pasien dengan risiko
bunuh diri, melatih cara memberikan pujian hal positif pasien,
memberi dukungan pencapaian masa depan, melatih cara memberi
penghargaan pada pasien dan menciptakan suasana positif dalam
keluarga.
8) SP 4 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan

31
• STRATEGI PELAKSANAAN
5 Strategi Pelaksanaan Pasien
SP 1 Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

ORIENTASI
Salam Terapeutik
Selamat pagi Ibu, perkenalkan saya Firda Vinanda mahasiswa STIKES
TELOGOREJO SEMARANG. Apakah benar ini Ibu Y. Ohh, senang dipanggil apa ?
Ohh Ibu Y.
Validasi
Bagaimana perasaan Ibu Y hari ini? Saya akan selalu menemani Ibu disini
mulai dari pukul 08.00-14.00, nanti akan ada perawat yang menggantikan saya
untuk menemani Ibu selama dirawat di rumah sakit ini.
Kontrak (waktu, tempat, topik)
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang Ibu rasakan selama
ini, saya siap mendengarkan sesuatu yang ingin Ibu sampaikan. Bagaimana
kalau kita lakukan disini saja? Jam berapa kita akan berbincang – bincang?
Bagaimana kalau jam 13.00 setelah makan siang Ibu?
KERJA
Bagaimana perasaan Ibu setelah bencana itu terjadi? Apakah dengan bencana
tersebut Ibumerasa paling menderita di dunia ini? Apakah Ibu kehilangan
kepercayaan diri? Apakah Ibu merasa tidak berharga dan lebih rendah dari
pada orang lain? Apakah Ibu sering mengalami kesulitan untuk
berkonsentrasi? Apakah Ibu berniat untuk menyakiti diri sendiri seperti ingin
bunuh diri atau berharap Ibu mati? Apakah Ibu mencoba untuk bunuh diri?
Apa sebabnya?
Jika klien telah menyampaikan ide bunuh diri, segera memberikan tindakan
untuk melindungi klien.

32
Baiklah tampaknya Ibu memerlukan bantuan untuk menghilangkan keinginan
untuk bunuh diri. Saya perlu memeriksa seluruh kamar Ibu untuk memastikan
tidak ada benda-benda yang membahayakan Ibu.
Nah,karena Ibu tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidupIbu, maka saya tidak akan membiarkan Ibu sendiri.
Apakah yang akan Ibu lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Ya, saya
setuju. Ibu harus memaggil perawat yang bertugas di tempat ini untuk
membantu Ibu. Saya percaya Ibu dapat melakukannya.
TERMINASI
Evaluasi
Bagaimana perasaan Ibu setelah kita bincang – bincang selama ini ?
Coba ibu sebutkan cara tersebut ?
RTL
Ibu, untuk pertemuan selanjutnya kita membicarakan tentang meningkatkan
harga diri pasien isyarat bunuh diri. Jam berapa Ibu bersedia bercakap-cakap
lagi? mau berapa lama?Ibu, mau dimana tempatnya?

SP 2 Pasien : Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh


diri

ORIENTASI
Salam Terapeutik
Selamat pagi Ibu, masih ingat dengan saya? Ya betul sekali. Saya perawat
firda.
Validasi
Bagaimana perasaan Ibu saat ini? Masih adakah dorongan mengakhiri
kehidupan? Baik, sesuai janji kita kemarin sekarang kita akan membahas
tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih Ibu miliki. Mau berapa
lama? Dimana?baiklah 30 menit disini ya bu.
KERJA
Apa saja dalam hidup Ibu yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih
dan rugi kalau Ibu meninggal. Coba Ibu ceritakan hal-hal yang baik dalam

33
kehidupan Ibu. Keadaan yang bagaimana yang membuat Ibu merasa puas?
Bagus. Ternyata kehidupan Ibu masih ada yang baik yang patut Ibu syukuri.
Coba Ibu sebutkan kegiatan apa yang masih dapatIbu lakukan selama ini.
Bagaimana kalau Ibu mencoba melakukan kegiatan tersebut, Mari kita latih.

TERMINASI
Evaluasi
Bagaimana perasaan Ibu setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali
apa-apa saja yang Ibu patut syukuri dalam hidup Ibu? Ingat dan ucapkan hal-
hal yang baik dalam kehidupan Ibu jika terjadi dorongan mengakhiri
kehidupan. Bagus Ibu. Coba Ibu ingat lagi hal-hal lain yang masih Ibu miliki
dan perlu di syukuri!
RTL
Nanti jam 2 siang kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik.
Tempatnya dimana? Baiklah, tetapi kalau ada perasaan-perasaan yang tidak
terkendali segera hubungi saya ya!

SP 3 Pasien : Percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam


menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri

ORIENTASI
Salam Terapeutik
Selamat pagi Ibu. Masih ingat saya? Iya saya perawat Firda.
Validasi
Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Masihkah ada keinginan bunuh diri?
Apalagi hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus!
Kontrak (waktu, tempat, topik)
Sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi masalah Ibu
selama ini. Mau berapa lama Ibu? Mau disini saja?
KERJA

34
Coba ceritakan situasi yang membuat Ibu ingin bunuh diri. Selain bunuh diri
apalagi kira-kira jalan keluarnya. Wow, banyak juga ya Ibu. Nah, sekarang
coba kita diskusikan tindakan yang menguntungan dan merugikan dari seluruh
cara tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling
menguntungkan! Menurut Ibu cara yang mana? Ya saya juga setuju dengan
pilihan Ibu. Sekarang kita buat rencana kegiatan untuk mengatasi perasaan Ibu
ketika mau bunuh diri dengan cara tersebut.
TERMINASI
Evaluasi subjektif: Bagaimana perasaan Ibu, setelah kita bercakap-cakap?
Evaluasi objektif: Apa cara mengatasi masalah yang Ibu gunakan. Coba Ibu
melatih cara yang Ibu pilih tadi.
RTL
Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi untuk membahas pengalaman
Ibu menggunakan cara yang Ibu pilih.

SP 4 Pasien : Mendiskusikan harapan dan masa depan

ORIENTASI
Salam Terapeutik
Selamat pagi Ibu. Masih ingat saya? Iya saya perawat Firda.
Validasi
Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Masihkah ada keinginan bunuh diri?
Apalagi hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus!
Kontrak (waktu, tempat, topik)
Sekarang kita akan berdiskusi tentang harapan dan masa depan ibu. Mau berapa
lama Ibu? Mau disini saja?
KERJA
Coba ceritakan apa harapan yang ingin ibu capai? Oh iyaa bagus ibu ingin
menjadi istri dan ibu yang baik untuk suami dan anak ibu, ibu juga ingin menjoba
berjualan sayur d rumah setelah pulang dari RS.
TERMINASI
Evaluasi

35
Baiklah ibu sudah mengungkapkan harapan masa depan ibu, dengan demikian
kemungkinan ibu untuk bunuh diri dapat dicegah.
RTL
Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi untuk membahas pengalaman Ibu
menggunakan cara yang Ibu pilih.

L. Strategi Pelaksanaan Keluarga


SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat
pasien
ORIENTASI
Salam Terapeutik
“Selamat pagi !”perkenalkan saya Firda. Perawat yang merawat Tn.S.
Validasi
“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?”
Kontrak (waktu, tempat, topik)
“Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol tentang masalah yang dihadapi Bapak/ibu
dalam merawat ibu Y? Berapa lama waktu Bapak/Ibu?30 menit? Baik, mari duduk
di ruangan wawancara!”
KERJA :
“Apa masalah yang Ibu hadapi dalam merawat ibu Y?ohh baiklah ternyata ibu
tidak mengetahuhi penyakit yang diderita ibu Y? iya bu Tn.S memiliki masalah
resiko bunuh diri.” Oleh karena itu Ibu Y membutuhkan perawatan untuk
mengatasi penyakitnya. Maka dari itu ibu harus tau bagaimana cara merawat Ibu
Y”
TERMINASI
Evaluasi
”Bagaimana perasaan ibu setelah percakapan kita ini?” oh iya ibu ingin
mengetahui bagaimana cara merawat ibu Y.”
RTL

36
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk meberitahu bagaimana penyakit RBD
dan cara merawat ibu Y. Jam berapa Bp/Ibu datang? Baik saya tunggu. Sampai
jumpa.”

SP 2 Keluarga : Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses


terjadinya risiko bunuh diri

ORIENTASI
Salam Terapeutik
“Selamat pagi !”perkenalkan saya Firda. Perawat yang merawat ibu Y.
Validasi
“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?”
Kontrak (waktu, tempat, topik)
“Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol tendang cara merawat ibu Y? Berapa lama
waktu Bapak/Ibu?30 menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!”
KERJA
“Apa yang Ibu ketahui tendang masalah Bapak”
“Ya memang benar sekali Bu, ibu Y mengalami resiko bunuh diri yaitu upaya yang
disadari untuk mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan
berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. klien aktif mencoba bunuh diri
dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan
diri dari tempat yang tinggi , membenturkan kepala.” Jika benar seperti itu
sebaiknya ibu harus memperhatikan ibu Y agar tidak melakukan hal-hal percobaan
bunuh diri.”
TERMINASI
Evaluasi
”Bagaimana perasaan ibu setelah percakapan kita ini?”
“Dapatkah Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi ibu Y dan bagaimana
cara merawatnya?”

37
“Bagus sekali Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali Ibu kemari
lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”
RTL
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendadang untuk latihan cara
memberi pujian langsung kepada ibu Y”
“Jam berapa Bp/Ibu datang? Baik saya tunggu. Sampai jumpa.”

SP 3 Keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri

ORIENTASI
Salam Terapeutik
Assalamu’alaikum. Selamat pagi Bapak/Ibu. Benar kalian adalah orang tua
dari Ibu Y ? Kenalkan saya perawat Firda Vinanda dari STIKES TELOGOREJO
SEMARANG yang merawat ibu Y selama disini.”
Validasi
Bagaimana bu sudah mengerti apa itu RBD?
Bagus sekali ibu sudah mengerti.
Kontrak (waktu, tempat, topik)
Sekarang kita akan mendiskusikan tentang car merawat ibu Y.
Dimana kita akan mendiskusikannya? Berapa lama bapak dan ibu ingin
mendiskusikannya?
KERJA
Apa yang bapak/ibu lihat dari perilaku Ibu selama ini?
Bapak/Ibu sebaiknya lebih sering memperhatikan tanda dan gejala bunuh diri.
Pada umumnya orang yang akan melakukan tindakan bunuh diri menunjukkan
tanda melalui percakapannya seperti “ saya tidak ingin hidup lagi”. Apakah
Ibu Y sering mengatakannya pak?
Kalau bapak/ibu mendengarkan Ibu Y berbicara seperti itu, maka sebaiknya
bapak mendengarkan secara serius. Pengawasan terhadap kondisi Ibu Y perlu
ditingkatkan, jangan biarkan Ibu Y mengunci diri di kamar. Bapak perlu
menjauhkan benda berbahaya seperti gunting, silet, gelas dan lain-lain. Hal ini

38
sebaiknya perlu dilakukan untuk melindungi Ibu Y dari bahaya dan memberi
dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut.
Usahakan 5 hari sekali bapak dan ibu memuji dengan tulus.
Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya bapak dan ibu
mencari bantuan orang lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah ke rumah
sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius. Setelah kembali
ke rumah, bapak/ ibu perlu membantu Ibu terus berobat untuk mengatasi
keinginan bunuh diri

TERMINASI
Evaluasi Subjektif: Bagaimana bapak/ibu ada yang mau ditanyakan?
Evaluasi objektif: Bapak/ibu dapat mengulangi lagi cara-cara merawat
anggota keluarga yang ingin bunuh diri? Ya, Bagus.
RTL
Jangan lupa untuk selalu mengawasi Ibu Y ya pak jika ada tanda-tanda
keinginan bunuh diri segera menghubungi kami. Terima kasih Bapak/Ibu.
Selamat Siang.

SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga


ORIENTASI
Salam Terapeutik
“Selamat pagi Bu. Masih ingat dengan saya? Iya saya perawat Firda.
Validasi
“Bagaimana kabar ibu? Sudah bisa kan merawat ibu Y?”
Kontrak (waktu, tempat, topik)
”Karena hari ini bapak direncanakan pulang, maka kita akan membicarakan
jadwal Ibu Y selama di rumah”
”Berapa lama Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan di kantor
KERJA:
”Bu ini jadwal kegiadan Ibu Y selama di rumah sakit. Coba diperhatikan, apakah
semua dapat dilaksanakan di rumah?”Bu, jadwal yang telah dibuat selama Ibu Y

39
dirawat dirumah sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal kegiadan maupun
jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh Bapak selama di rumah. Misalnya kalau Ibu Y terus menerus menyalahkan
diri sendiri dan berpikiran negatif terhadap diri sendiri, menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera
hubungi rumah sakit atau bawa bapak lansung kerumah sakit”

TERMINASI
Evaluasi
”Bagaimana Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiadan harian Bapak.
RTL
Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada gejala yang
tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”

DAFTAR PUSTAKA

NANDA. (2012). Diagnosa Keperawatan definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Cetakan 2012.Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Keliat, BA, Akemat. (2010). Model Praktek Keperawatan Profesional. Jiwa
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Keliat, BA, Akemat, Helena C D, Nurhaeni , H (2012). Keperawatan Kesehatan
Jiwa Komunitas: CMHN(Basic Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

40
Stuart, G.W.(2013) Principles and Practise 0f Psychiatric Nursing. 8 ed.
Missouri:Mosby

41
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHANKEPERAWATAN JIWA

ISOLASI SOSIAL

DOSEN PENGAMPU:

Wahyu Endang Setyawati, S.KM., M.kep

Di susun oleh :

Nama: Nur elaeni

Nim: 30901800131

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2020

42
8. PENGERTIAN
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan yang
negative atau mengancam (Towsent alih bahasa,Daulima,1998).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu
kebutuhan atau mengharupakan untuk melibatakan orang lain, akan
tetapi tidak dapat membuat hubungan tersebut (Carpenito,1995).
Gangguan hubungan sosial adalah suatu kepribadian yang tidak fleksibel
pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosialnya (Depkes,1994).
Menarik diri adalah suatu usaha seseorang untuk menghindari interaksi
dengan lingkungan sosial atau orang lain, merasa kehilangan kedekatan
dengan orang lain dan tidak bisa berbagi pikirannya dan perasaannya
(Rawlins,1993).
Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
Isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam
dirinya (Townsend,M.C, 1998 : 52).
9. ETIOLOGI
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negative
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan
yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
percaya diri kurang dan juga dapat mencederai diri, (Carpenito,L.J,1998)
1. Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku menarik diri

a. Faktor perkembangan

43
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai
dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai masalah
respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat
mempengaruhi terjadinya menarik diri.
Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga professional untuk
mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan
jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif sewajarnya dapat mengurangi
masalah respon sosial menarik diri.

b. Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive. Genetik
merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak,
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

c. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan
akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain,
atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia,
orang cacat dan berpenyakit kronik.
Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang
berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis
terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini
(Stuart and Sundeen, 1998).

2. Faktor persipitasi
Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik
diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain :

a. Stressor Sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membina
hubungan dengan orang lain, misalnya menurunnya stabilitas unit keluarga,
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di
rumah sakit.

b. Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya hal ini
dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat menimbulkan seseorang
mengalami gangguan hubungan (menarik diri) (Stuart & Sundeen, 1998)

c. Stressor intelektual

44
13. Kurangnya pemahaman diri dalam ketidak mampuan untuk berbagai
pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan
dengan orang lain.
14. Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan
dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi
dengan orang lain.
15. Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang
lain akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada
gangguan berhubungan dengan orang lain
10. TANDA & GEJALA
Menurut Towsend M.C (1998:192-193) dan Carpenito,L.J. (1998:381)
Isolasi sosial : menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala
sebagaiberikut : kurang spontan, apatis, ekspresi wajah tidak berseri, tidak
memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal kurang, menyendiri, tidak
peduli lingkungan, asupan makanan terganggu, retensi urine dan feses,
aktivitas menurun, posisi baring seperti fetus, menolak berhubungan dengan
orang lain.
11. PATHWAY
Menurut Stuart and Sundeen (1998). Salah satu gangguan berhubungan sosial
diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh
perasaan tidak berharga, yang bias dialami klien dengan latar belakang yang
penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangan hubungan
dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan
kebersihan diri.
semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi (Ernawati
Dalami dkk,,2009,Hal.10).

12. KOMPLIKASI
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang auistik dan ingkah laku yang
tidak sesuai dengan kenyataan,sehingga berakibat lanjut menjadi resiko
gangguan sensori perepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri,orang lain serta
lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan devisit
perawatan diri.

13. PEMERIKSAAN PENUNJANG


d. Minnesolla Multiphasic Personality Inventory (MMPI)
e. Elektroensefalografik (EEG)

45
f. Test laboraorium kromosom darah untuk mengetahui apakah ganguan jiwa
disebabkan oleh genetik.
g. Rontgen kepala untuk mengetahui apakah ganguan jiwa disebabkan kelainan
struktur anatomi tubuh.
14. TERAPI
G. Obat anti psikotik
6 Clorpromazine (CPZ)
7 Haloperidol (HDL)
8 Trihexy phenidyl (THP)
H. Therapy Farmakologi
I. Electro Convulsive Therapi
J. Therapy kelompok
K. Therapy Lingkungan

46
47
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PERILAKU KEKERASAN

DOSEN PENGAMPU:

Wahyu Endang Setyawati, S.KM., M.kep

Di susun oleh :

Nama: Nur elaeni

Nim:30901800131

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2020

48
7. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut
maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri,orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua
bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan terdahulu. (Yosep,
2010).

8. ANATOMI
Penyebab Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi,
takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik
emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga
menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan
pada orang lain. Pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa disebabkan
adanya perubahan sensori persepsi berupa halusinasi, baik dengar, visual maupun
lainnya. Klien merasa diperintah oleh suara-suara atau bayangan yang dilihatnya
untuk melakukan kekerasan atau klien merasa marah terhadap suara-suara atau
bayangan yang mengejeknya. Faktor presipitasi bisa bersumber dari klien,
lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik
(penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat
menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan.
Tanda dan gejala Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien
dibawa ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Kemudian perawat
dapat melakukan pengkajian dengan cara observasi : muka merah, pandangan
tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat, memaksakan kehendak, memukul
dan mengamuk.
Secara klinis, manifestasi dari perilaku kekerasan adalah :
1). Data Subyektif
7 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
8 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
9 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
h. Data Obyektif
10. Mata merah, wajah agak merah.
11. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
12. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
13. Merusak dan melempar barang barang.
Akibat Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-
tindakan berbahayabagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien

49
dengan perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan
lingkungan.

9. ETIOLOGI
Menurut Sujuono Riyadi (2009), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan yaitu:
E. Faktor predisposisi
6 Factor biologis
9 Instinctual drive theory (teori dorongan naluri) Teori ini
menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh
suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
10 Psycomatic theory (teori psikomatik) Pengalaman marah
adalah akibat dari respons psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maaupun lingkungan. Dalaam hal ini
sistem limbik berperan sebagai pusat untuk
mengekspresikan maupun menghambat rasa marah

7 Factor psikologis
D. Frustasion aggression theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
akumulasi frustasi terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan
tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif
karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku
kekerasan.
E. Behaviororal theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung.
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau
luar rumah. Semua aspek ini menstimulasi individu
mengadopsi perilaku kekerasan.
F. Existentinal theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar
manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi
melalui perilaku konstruktif maka individu akan
memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif

8 Factor socio kultral


G. Social environment theory (teori lingkungan) Lingkungan
sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
menekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas
secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak
pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptaakan
seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
H. Social learning theory (teori belajar sosial) Perilaku
kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun
melalui proses sosialisasi.

F. Factor presipitasi

50
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan seringkali berkaitan dengan:

k. Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis


solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
l. Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
m. Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
n. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat
dan alcoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi

10. TANDA DAN GEJALA


Menurut yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda
dan gejala perilaku kekerasan:
7. Muka merah dan tegang
8. Mata melotot atau pandangan tajam
9. Tangan mengepal
10. Rahang mengatup
11. Wajah memerah dan tegang
12. Postur tubuh kaku
13. Pandangan tajam
14. Mengatupkan rahang dengan kuat
15. Mengepalkan tangan
16. Jalan mondar-mandir

11. PATHWAY

51
12. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang dapat terjadi atau muncul:
Akibat Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahayabagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang
orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan
perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan
13. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Meskipun pemeriksaan diagnostik merupakan pemeriksaan penunjang,
tetapi peranannya penting dalam menjelaskan dan mengkuantifikasi disfungsi
neurobiologis, memilih pengobatan, dan memonitor respon klinis (Maramis, 2009,
hlm. 205).
Menurut Doenges (1995, hlm. 253), pemeriksaan diagnostik dilakukan
untuk penyakit fisik yang dapat menyebabkan gejala reversibel seperti kondisi
defisiensi/toksik, penyakit neurologis, gangguan metabolik/endokrin. Serangkaian

52
tes diagnostik yang dapat dilakukan pada Skizofrenia Paranoid adalah sebagai
berikut:
4) Computed Tomograph (CT) Scan
Hasil yang ditemukan pada pasien dengan Skizofrenia berupa abnormalitas otak
seperti atrofi lobus temporal, pembesaran ventrikel dengan rasio ventrikel-otak
meningkat yang dapat dihubungkan dengan derajat gejala yang dapat dilihat.
5) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat memberi gambaran otak tiga dimensi, dapat memperlihatkan gambaran
yang lebih kecil dari lobus frontal rata-rata, atrofi lobus temporal (terutama
hipokampus, girus parahipokampus, dan girus temporal superior).
6) Positron Emission Tomography (PET)
Alat ini dapat mengukur aktivitas metabolik dari area spesifik otak dan dapat
menyatakan aktivitas metabolik yang rendah dari lobus frontal, terutama pada area
prefrontal dari korteks serebral.
7) Regional Cerebral Blood Flow (RCBF)
Alat yang dapat memetakan aliran darah dan menyatakan intensitas aktivitas pada
daerah otak yang bervariasi
8) Brain Electrical Activity Mapping (BEAM)
Alat yang dapat menunjukkan respon gelombang otak terhadap ransangan yang
bervariasi disertai dengan adanya respons yang terhambat dan menurun, kadang-
kadang di lobus frontal dan sistem limbik.
9) Addiction Severity Index (ASI)
ASI dapat menentukan masalah ketergantungan (ketergantungan zat), yang
mungkin dapat dikaitkan dengan penyakit mental, dan mengindikasikan area
pengobatan yang diperlukan.
10) Electroensephalogram (EEG)
Dari pemeriksaan didapatkan hasil yang mungkin abnormal, menunjukkan ada atau
luasnya kerusakan organik pada otak.

14. TERAPI
Farmakologi:
11) Obat anti psikosis:Penotizin
12) Obat anti depresi:Amitripilin
13) Obat anti ansietas:Diasepam,Bromozepam,Clobozam
14) Obat anti insomnia:Phneobarbital
Non-Farmakologi:
16. Terapi Keluarga:Berfokus pada keluarga dimana keluarga
membantu mengatasi masalah klien dengan memberikan
perhatian
17. Terapi Kelompok:Berfokus pada dukungan dan perkembangan,
keterampilan sosial, atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan
bermain untuk mengembalikan keadaan klien karena masalah
sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang
lain.
18. Terapi Musik : dengan music klien terhibur rileks dan bermain
untuk mengembalikan kesadaran diri

53
15. DIAGNOSA PERAWATAN

Gangguan Konsep Diri:Harga Diri Rendah

Perilaku Kekerasan

Resiko Menciderai Diri Sendiri,Orang Lain dan


Lingkungan

Diagnosis keperawatan dari pohon masalah pada gambar diatas adalah


sebagai berikut :
M. Risiko perilaku mencederai diri berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
N. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah kronis
O. Gangguan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan defisit
perawatan diri mandi dan berhias
P. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat klien di
rumah

16. RENCANA PERAWATAN


T N Diagnosa Perencanaan
g o. Keperaw
l D atan
x
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

1 2 3 4 5 6 7

Perilaku 1.Klien 1.1 klien mau 1.1.1 beri - Hubungan


kekerasa dapat membalas salam salam/panggil nama saling percaya
n membina 1.2 klien mau klien merupakan
hubungan menjabat tangan 1.1.2 sebutkan nama landasan
saling per 1.3 klien mau perawat sambil jabat utama untuk
caya menyebutkan tangan hubungan
nama 1.1.3 jelaskan maksud selanjutnya
1.4 klien mau hubungan interaksi
senyum 1.1.4 jelaskan tentang
1.5 klien mau kontrak yang akan
kontak mata dibuat
1.6 klien 1.1.5 beri rasa aman
mengetahui nama dan sikap empati
perawat 1.1.6 lakukan kontak
1.7 menyediakan singkat tapi sering
waktu untuk
kontrak

54
2.Klien 2.1 Klien dapat 2.1.1 Beri kesempatan - Beri
dapat mengungkapkan untuk kesempatan
mengindet perasaannya mengungkapkan peras untuk
ifikasi pe 2.2 Klien dapat aannya mengungka pk
nyebab pe mengungkapkan 2.1.2 Bantu klien untuk an perasaan
rilaku penyebab mengungkapkan peny dapat
kekerasan perasaan jengkel ebab jengkel/kesal membantu
//kesal (dari diri mengurangi
sendiri,dari stress
lingkungan/orang dan penyebab
lain) perasaan jeng
kel/kesal dapat
diketahui

3.Klien 3.1 Klien dapat 3.1.1 Anjurkan klien - Untuk


dapat mengungkapkan mengungkapkan apa mengetahui
mengident perasaan saat yang dialami saat hal yang
ifikasi marah/jengkel marah/jengkel dialami dan
tanda- 3.2 Klien dapat 3.1.2 observasi tanda dirasa
tanda peri menyimpulkan perilaku kekerasan saat jengkel
laku tanda-tanda pada klien
kekerasan jengkel/kesal 3.1.3 Simpulkan - Untuk
yang dialami bersama klien tanda- mengetahui
tanda jengkel/kesal tanda-tanda
yang dialami klien klien jengkel/
kesal

- Menarik
kesimpulan b
ersama klien
supaya klien
mengetahui
secara
garis besar
tanda-tanda
marah/kesal

4.Klien 4.1 klien dapat 4.1.1 anjurkan klien -


dapat mengungkapkan untuk mengungkapkan mengeksplora
mengident perilaku perilaku kekerasan si perasaan
ifikasi per kekerasan yang yang biasa dilakukan klien terhadap
ilaku biasa dilakukan klien perilaku
kekerasan 4.2 klien dapat 4.1.2 bantu klien kekerasan
yang biasa bermain peran bermain peran sesuai yang biasa
dilakukan dengan perilaku dengan perilaku dilakukan

55
kekerasan yang kekerasan yang biasa - untuk
biasa dilakukan dilakukan mengetahui
4.3 klien dapat 4.1.3 bicarakan dengan perilaku
mengetahui cara klien apakah cara yang kekerasan
yang biasa dapat klien lakukan yang biasa
menyesuaikan masalahnya selesai? dilakukan dan
masalah atau dengan
tidak bantuan
perawat bisa
membedakan
perilaku
konstruktif
dan destruktif
- dapat
membantu
klien dapat
menemukan
cara yang
dapat
menyelesaikan
masalah

5.klien 5.1 klien dapat 5.1.1 bicarakan - membantu


dapat menjelaskan akibat/kerugian dari klien untuk
mengident akibat dari cara cara yang dilakukan menilai
ifikasi yang digunakan klien perilaku
akibat klien 5.1.2 bersama klien kekerasan
perilaku menyimpulkan akibat yang
kekerasan cara yang digunakan dilakukannya
oleh klien - dengan
mengetahui
akibat perilaku
kekerasan
diharapkan
klien dapat
merubah
perilaku
destruktif
yang
dilakukannya
menjadi
perilaku yang
konstruktif.

6.Klien 6.1 Klien dapat 6.1.1 Tanyakan pada - Agar klien


dapat melakukan dapat

56
mengident cara berespon klien “apakah ia ingin mempelajar i
ifikasi terhadap mempelajari cara baru cara yang lain
cara kemarahan secara yang
konstrukti konstruktif yang sehat?” konstruktif
f dalam 6.1.2 Berikan pujian
merespon - Dengan
jika klien mengetahui mengidentif ik
terhadap cara lain yang sehat
kemaraha asi cara yang
n 6.1.3 Diskusikan konstruktif
dengan klien cara lain dalam
merespon
yang sehat
terhadap
o. Secara kemarahan
fisik:tarik dapat
nafas dalam membantu
jika sedang klien
kesal/memuku
menemukan
l bantal/kasur
atau olah raga cara
atau pekerjaan yang baik
yang untuk
memerlukan mengurangi
tenaga kejengkelanny
p. Secara a sehinga
verbal:katakan
a bahwa anda klien tidak
sedang stress lagi
kesal/tersingg
ung/jengkel -
(saya kesal Reinforcement
anda berkata positif dapat
seperti memotivasi
itu;saya marah klien
karena mama meningkatk an
tidak
memenuhi harga dirinya
keinginan saya
- Berdiskusi
q. Secara
sosial:lakukan dengan klien
dalan untuk memilih
kelompok cara yang lain
cara-cara sesuai dengan
marah yang kemampuan
sehat;latihan klien
asentif.Latihan
manajemen p
erilaku
kekerasan
r. Secara
spiritual:anjur
kan klien

57
sembahyang,b
er do’a/ibadah
lain;meminta
pada Tuhan
untuk diberi
kesabaran,men
gadu pada
Tuhan
kekerasan/keje
ngkelan

7.Klien 7.1 Klien dapat 7.1.1 bantu klien - memberikan


dapat mendemonstrasi memilih cara yang stimulasi
mendemo kan cara paling tepat untuk kepada klien
nstrasikan mengontrol peril klien untuk menilai
cara aku kekerasan : 7.1.2 bantu klien respon
mengontr j. Fisik;Tari mengidentifikasi perilaku
k nafas manfaat cara dipilih kekerasan
ol cara
dalam.ol 7.1.3 bantu keluarga secara tepat
mengontr
ahraga,m klien untuk - membantu
ol perilaku
enyiram menstimulasi cara klien dalam
kekerasan tanaman tersebut (role play) membuat
k. Verbal: 7.1.4 berreinforcement keputusan
mengata positif atau terhadap cara
kannya keberhasilan klien yang telah
secara
menstimulasi cara dipilihnya
langsung
tersebut dengan
dengan
7.1.5 anjurkan klien melihat
tidak
menyakit untuk menggunakan manfaatnya
i cara yang telah -agar klien
l. Spiritual : dipelajari saat mengetahui
sembahy jengkel/marah cara marah
ang,berd yang
o’a atau konstruktif
ibadah - pujian dapat
lain meningkatkan
motivasi dan
harga diri
klien
- agar klien
dapat
melaksanakan
cara yang telah
dipilihnya jika

58
ia sedang kesal
atau marah

8.klien 8.1 keluarga klien 8.1.1 identifikasi


- kemampuan
mendapat dapat : kemampuan keluarga keluarga
dukungan h. Menyebu merawat klien dari dalam
keluarga tkan cara sikap apa yang telah mengidentifik
dalam merawat dilakukan keluarga
asi akan
klien terhadap klien selamakemungkinan
mengontr
yang ini keluarga untuk
ol perilaku berperila 8.1.2 jelaskna peran melakukan
kekerasan ku serta keluarga dalam penilaian
kekerasa
merawat klien terhadap
n
8.1.3 jelaskan cara- perilaku
i. Mengung
kapkan cara merawat klien : kekerasan
rasa puas 15. Terkait dengan
-
dalam cara meningkatkan
mengontrol pengetahuan
merawat
perilaku marah
klien keluarga
secara
konstruktif tentang cara
16. Sikap merawat klien
tenang,bicarasehingga
tenang dan
keluaraga
jelas terlibat dalam
17. Membantu perawatan
klien
klien
mengenal
penyebab ia - agar keluarga
marah dapat merawat
8.1.4 bantu keluarga klien dengan
mendemonstrasikan perilaku
cara merawat klien kekerasan
- agar keluarga
8.15 bantu keluarga mengetahui
mengungkapkan cara merawat
perasaannya setelah klien melalui
melakukan demonstrasi
demonstrasi yang dilihat
keluarga
secara
langsung
-
mengeksplora
si perasaan
keluarga
setelah

59
melakukan
demonsrasi

9.klien 9.1 klien dapat 9.1.1 jelaskan jenis- - klien dan


dapat menyebutkan jenis obat yang keluarga dapat
mengguna obat-obatan yang diminum klien pada mengetahui
kan obat- diminum dan klien keluarga nama-nama
obatan kegunaannya 9.1.2 diskusikan obat yang
yang (jenis,waktu dan manfaat minum obat diminum oleh
diminum efek) dan kerugian minum klien
obat tanpa seizing - klien dan
dan 9.2 klien dapat
dokter keluarga dapat
kegunaan minum obat
9.2.1 jelaskan prinsip mengetahui
nya sesuai program
benar minum obat kegunaan
(jenis,wak pengobatan (baca nama yang yang
tu,dosis tertera pada botol dikonsumsi
dan efek) obat,dosis obat,waktu klien
dan cara minum) - klien dan
9.2.2 ajarakan klien keluarga
minta obat dan minum mengetahui
tepat waktu prinsip benar
9.2.3 anjurkan klien agar tidak
melaporkan pada terjadi
perawat/dokter jika kesalhan dlam
merasakan efek yang mengkonsums
tidak menyenangkan i obat
9.2..4 beri pujian jika - Klien dapat
klien minum obat memiliki
dengan benar kesadaran
pentingnya
minum obat
dan bersedia
minum obat
dengan
kesadaran
sendiri
- mengetahui
efek samping
sedini
mungkin
sehingga
tindakan dapat
dilakukan
segera
mungkin
untuk

60
menghindari
komplikasi
-
reinforcement
positif dapat
memotivasi
keluarga dank
lien serta dapat
meningkatkan
harga diri.

61
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN JIWA WAHAM

Dosen Pembimbing:
Ns. Hj. Dwi Heppy.R,M.Kep.,Sp.Kep J

Disusun Oleh:

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

A. Pengertian

62
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang tidak sesuai dengan
kenyataan, yang tetap dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis
oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran yang tidak
terkontrol.

Dalam ilmu kedokteran jiwa, dikatakan bahwa waham sering dijumpai


pada penderita gangguan mental yang merupakan salah satu dari gejala
gangguan isi pikir. Waham merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa
stimulus luar yang cukup.

B. Etiologi

1) Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem
saraf yang berhubungan dengan respon biologis yang
maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan
korteks limbic
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan
glutamat.
d. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.

2) Faktor Presipitasi

a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan


b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu

C. Faktor yang mempengaruhi terjadinya waham


a. Gagal melalui tahapan perkembangan dengan sehat
b. Disingkirkan oleh orang lain dan merasa kesepian
c. Hubungan yang tidak harmonis dengan orang lain
d. Perpisahan dengan orang yang dicintai
e. Kegagalan yang sering dialami
f. Sering menggunakan penyelesaian masalah yang tidak sehat

D. Proses terjadinya waham


1. Penyebab
Penyebab secara umum dari waham adalah ganguan konsep diri : harga
diri rendah. Harga diri rendah dimanifestasikan dengan perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga
diri, merasa gagal mencapai keinginan.

63
2. Akibat
Akibat dari waham, penderita dapat mengalami kerusakan komunikasi
verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas,
kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata
yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

E. Tanda dan Gejala


a. Menarik diri
b. Tidak peduli lingkungan
c. Bicara dan tertawa sendiri
d. Ketakutan
e. Marah tanpa sebab
f. Bermusuhan dan curiga
g. Komunikasi kacau
h. Perawatan diri terganggu

F. Macam – macam waham

1) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki


kebesaran atau kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali,
tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen
kesehatan lho!” atau, “Saya punya tambang emas.”
2) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau
kelompok yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan
siucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya
tidak tahu seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup saya
karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
3) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap
suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus
menggunakan pakaian putih setiap hari.”
4) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian
tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali,
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.”
(Kenyataannya pada pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien
terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
5) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak
ada di dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai

64
kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini
adalah roh roh”
G. Masalah Keperawatan
1) Resiko tinggi mencederai diri, orang laindan lingkungan
2) Kerusakan komunikasi
3) Perubahan isi pikir : waham

H. Akibat yang sering muncul


1) Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat) Cara berpikir
magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan pengorganisasian
bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial).
2) Fungsi persepsi Depersonalisasi dan halusinasi
3) Fungsi emosi Afek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan,
ambivalen
4) Fungsi motorik Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme,
stereotopik gerakan yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak
dipengaruhi stimulus yang jelas, katatonia.
5) Fungsi sosial : kesepian Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri
rendah

I. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

Perubahan Proses Pikir : Waham

Harga diri rendah

65
J. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Proses Pikir: Waham

K. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan: Perubahan Proses Pikir: Waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham
Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
a. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
b. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda”
disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung
disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham
klien.
c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat
yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan
klien sendirian.
d. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki Tindakan :
a. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
b. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu
lalu dan saat ini yang realistis.
c. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri)
d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien
sangat penting.
3) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan:

66
a. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
b. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
c. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
e. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.

4) Klien dapat berhubungan dengan realitas


Tindakan :
a. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
5) Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
a. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat
b. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan
d. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6) Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
a. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang:
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan
Follow up obat.
b. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga

67
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa.


Jakarta : FIK,
Universitas Indonesia

Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi


1. Bandung, RSJP Bandung.

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :


Salemba Medika Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa .
Jakarta : EGC

68
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

Defisit Perawatan Diri

Dosen Pembimbing :

Wahyu Endang Setyowati, S.KM., M.Kep

Disusun Oleh :

Nama: Nur elaeni

Nim: 30901800131

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

69
SEMARANG

m. Teori Penyakit
• Pengertian
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami
kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi
secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas,
dan penampilan tidak rapi. Defisit perawatan diri merupakan salah satu
masalah yang timbul pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa
kronis sering mengalami ketidak pedulian merawat diri. Keadaan ini
merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik
dalam keluarga maupun masyarakat.
Jenis–Jenis Defisit Perawatan Diri :
s. Defisit perawatan diri : Mandi / kebersihan
Defisit perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
t. Defisit perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Defisit perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan
kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
u. Defisit perawatan diri : Makan
Defisit perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan.
v. Defisit perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri
• Proses Terjadinya Masalah
A. Faktor Predisposisi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kurang perawatan
diri adalah, Perkembangan. Dalam perkembangan, keluarga yang terlalu
melindungi dan memanjakan klien dapat menimbulkan perkembangan

70
inisiatif dan keterampilan. Lalu faktor predisposisi selanjutnya adalah
Faktor Biologis, beberapa penyakit kronis dapat menyebabkan klien tidak
mampu melakukan perawatan diri secara mandiri. Faktor selanjutnya
adalah kemampuan realitas yang menurun. Klien dengan gangguan jiwa
mempunyai kemampuan realitas yang kurang, sehingga menyebabkan
ketidak pedulian dirinya terhadap lingkungan termasuk perawatan diri.
Selanjutnya adalah faktor Sosial, kurang dukungan serta latihan
kemampuan dari lingkungannya, menyebabkan klien merasa
B. Faktor Presipitasi.
Yang merupakan factor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurangnya atau penurunan motivasi, kerusakan kognisi, atau perseptual,
cemas, lelah / lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan
individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Sedangkan menurut
Depkes tahun 2000 faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah
body Image, praktik social, status sosial ekonomi, pengetahuan, budaya,
kebiasaan dan kondisi fisik.
Berikut penjabarannya. gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak perduli dengan dirinya. Pada anak anak selalu
dimanja dalam kebersihan diri maka, kemungkinan akan terjadi perubahan
pola personal hygiene.
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan, seperti sabun, sikat
gigi, shampoo dan alat mandi lainnya yang membutuhkan uang untuk
menyediakannya.
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan, misalnya pada pasien penderita
DM yang harus menjaga kebersihan kakinya. Pada factor Budaya, terdapat
budaya di sebagian masyarakat tertentu jika individu sakit tidak boleh
dimandikan. Ada pula kebiasaan seseorang yang enggan menggunakan
produk tertentu dalam perawatan diri, missal sabun, shampoo, dll.

71
Sedangkan, untuk factor kondisi fisik, pada keadaan tertentu / sakit
kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukan nya.

3. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang
perawatan diri adalah sebagai berikut : Kelelahan fisik dan Penurunan
kesadaran. Menurut DepKes (2000), penyebab kurang perawatan diri
adalah :
10 Faktor prediposisi
Q. Perkembangan : Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
R. Biologis : Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
S. Kemampuan realitas turun : Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
T. Sosial : Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
11 Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.

Menurut Depkes (2000) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal


hygiene adalah:
9) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya.

72
10) Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
11) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
12) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita
diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
13) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
14) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
15) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya.
• Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut fitria (2009) adalah
sebagai berikut :
8 Mandi/hygine
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan suber air, mengatur suhu atau aliran air
mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta
masuk dan keluar kamar mandi.
9 Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakan atau mengambil
potongan pakaian, menenggalkan pakaian serta memperoleh atau
menukar pakaian. Len juga memiliki ketidakmampuan dalam

73
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat
yang memuaskan, mengambil pakain dan mengenakan sepatu.
10 Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, memanipulasi
makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah dan
memasukannya ke dalam mulut, mengambil cangkir atau gelas, serta
mencerna cukup makanan dengan aman.
11 Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan
tepat dan menyiram toilet atau kamar kecil.
Menurut Depkes (2000) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah:
19. Fisik
G. Badan bau, pakaian kotor
H. Rambut dan kulit kotor
I. Kuku panjang dan kotor
J. Gigi kotor disertai mulut bau
K. Penampilan tidak rapi.
20. Psikologis
11 Malas, tidak ada inisiatif
12 Menarik diri, isolasi diri
13 Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
21. Sosial
9 Interaksi kurang
10 Kegiatan kurang
11 Tidak mampu berperilaku sesuai norma

74
12 Cara makan tidak teratur
13 BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak
mampu mandiri.

• Mekanisme Koping.
11) Regresi
Kemunduran akibat sters terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari
suatu taraf perkembangan yang lebih dini
12) Penyangkalan (Denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari
realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan
primitif.
13) Isolasi sosial,
menarik diriSikap mengelompokkan orang / keadaan hanya sebagai
semuanya baikatau semuanya buruk, kegagalan unutk memadukan
nilai-nilai positif dan negatif didalam diri sendiri
14) Intelektualisasi
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.
• Pathway

Effect Gangguan pemeliharaan


Kesehatan (BAB/BAK,
mandi, makan, minum)

Core problem Defisit perawatan diri

Causa Menurunnya motivasi dalam


Perawatan diri

75
Isolasi sosial : menarik diri

Gambar 2: Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri


(Sumber : Keliat, 2006)

• Dampak defisit perawatan diri


10) Dampak fisik banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang
karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik,
gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan intergitas kulit,
gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga
dan gangguan fisik pada kuku
11) Dampak psikososial masalah social yang berhubungan dengan
personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman,
kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi
diri dan ganguan interaksi social.
• Pemeriksaan penunjang
18. Farmakologi
9) Obat anti psikosis : Penotizin.
10) Obat anti depresi : Amitripilin.
11) Obat antu ansietas : Diasepam, bromozepam, clobozam.
12) Obat anti insomia : phnebarbital.
19. Terapi
L. Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian :
g. Jangan memancing emosi klien.
h. Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga.
i. Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat.
j. Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan
masalah yang dialaminya.
M. Terapi Aktivitas Kelompok

76
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau
aktivitas lainnya, dengan berdiskusi serta bermain untuk mengembalikan
keadaan klien karena maslah sebagian orang merupakan perasaan dan
tingkah laku pada orang lain. Ada 5 sesi yang harus dilakukan :
i. Manfaat perawatan diri.
j. Menjaga kebersihan diri.
k. Tata cara makan dan minum.
l. Tata cara eliminasi.
m. Tata cara berhias.
N. Terapi Musik
Dengan musik klien bisa terhibur, rileks, dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran pasien.

Penatalaksanaan manurut herman (Ade, 2011) adalah sebagai berikut.

I. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri.


J. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
K. Ciptakan lingkungan yang mendukung.

n. Diagnosa keperawatan
14. Defisit Perawatan Diri : Ketidakmampuan merawat kebersihan diri
15. Menurunnya motivasi dalam merawat diri

o. Rencana keperawatan Defisit perawatan diri dalam bentuk strategi


pelaksanaan

Pasien Keluarga

SP 1P SP IK

15) Jelaskan manfaat kebersihan diri 5. Identifikasi permasalahan yang di alami


16) Jelaskan bagaimana tata cara keluarga saat merawat pasien DPD
menjaga kebersihan diri

77
17) Bantu mempraktekan menjaga 6. Jelaskan hal terkait DPD (definisi, sebab,
kebersihan diri simtomps, dan akibat yang di timbulkan serta
18) Anjurkan memasukan pada jadwal jenis)
harian 7. Jelaskan cara bagaimana merawat pasien DPD
SP 2P SP 2K

g) Evaluasi pelaksanaan jadwal harian 11. Latih keluarga praktek merawat pasien
h) Jelaskan cara makan yang baik
i) Bantu mempraktekan bagaimana
cara makan yang baik
j) Anjurkan pasien memasukan dalam
jadwal kegiatan harian
SP 3P SP3K

7. Evaluasi jadwal harian 9. Latih secara langsung keluarga mempraktekan


8. Jelaskan cara eliminasi yang baik cara merawat pasien
9. Bantu mempraktekan cara
eliminasi
10. Masukan dalam jadwal kegiatan
harian pasien
SP 4P SP 4K

j. Evaluasi kembali jadwal harian 1. Fasilitasi keluarga menyusun jadwal kegiatan


k. Jelaskan cara menghias diri di rumah untuk klien dan obat (discharge
l. Fasilitasi mempraktekan cara planning)
menghias diri
2. Jelaskan tindak lanjut setelah pasien pulang
m. Motivasi pasien membuat jadwal
kegiatan harian

78
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
HARGA DIRI RENDAH

Pembimbing:

Wahyu Endang Setyawati, S.KM., M.kep

Disusun

Siti Nur Aini

30901800168

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
TAHUN AJARAN 2019/2020

79
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

A. Masalah utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

B. Pengertian
Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri dan kemampuannya dalam waktu lama
dan terus menerus (NANDA, 2012). Stuart (2013) menyatakan harga diri
rendah adalah evaluasi diri negatif yang berhubungan dengan perasaan yang
lemah, tidak berdaya, putus asa, ketakutan, rentan, rapuh, tidak berharga, dan
tidak memadai. Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak
berarti, dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap
diri sendiri dan kemampuan diri (Keliat dkk, 2011). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terjadi penurunan gejala dan peningkatan kemampuan
klien harga diri rendah kronis secara signifikan setelah diberikan tindakan
keperawatan (Pardede, Keliat, dan Wardani, 2013).

C. Tanda dan Gejala


1. Data Subjektif
a. Sulit tidur
b. Merasa tidak berarti dan Merasa tidak berguna
c. Merasa tidak mempuanyai kemampuan positif
d. Merasa menilai diri negatif
e. Kurang konsentrasi dan Merasa tidak mampu melakukan apapun
f. Merasa malu
2. Data Objektif
a. Kontak mata berkurang dan Murung
b. Berjalan menunduk dan Postur tubuh menunduk
c. Menghindari orang lain
d. Bicara pelan dan Lebih banyak diam

80
e. Lebih senang menyendiri dan Aktivitas menurun
f. Mengkritik orang lain

D. Etiologi
Menurut Nurarif dan Hardhi (2016) faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi
penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kurangnya pujian dan
kurangnya pengakuan dari orang-orang atau orang tua, serta ideal diri yang tidak realistik.
Stressor pencetus dari munculnya harga diri rendah adalah, gangguan fisik dan mental
salah satu anggota keluarga, pengalaman tarumatik berulang seperti penganiayaan
seksual dan psikologis, aniaya fisik, kecelakaan, bencana alam, dan perampokan.

E. Akibat
Klien yang mengalami gangguan harga diri rendah bisa mengakibatkan gangguan
interaksi sosial : menarik diri, dan memicu munculnya perilaku kekerasan yang beresiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan.Tanda dan gejala:
Data Subyektif :
1. Klien mengatakan kesepian
2. Klien mengatakan tidak mempunyai teman
3. Klien mengatakan lebih sering di rumah, sendiri
4. Klien mengatakan tidak dapat berhubungan social

Data Obyektif :
1) Menyendiri
2) Diam
3) Ekspresi wajah murung, sedih
4) Sering larut dalam pikiranya sendiri

Sedangkan perilaku kekerasaan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Tanda dan gejala :

Data subyektif :

81
a. Mengungkapkan mendengar suara-suara yang mengancam, menyuruh
melakukan pencederaan pada diri sendiri, orang lain atau lingkungan
b. Mengatakan takut, cemas atau khawatir.

Data Obyektif :

a. Wajah tegang dan merah


b. Mondar-mandir
c. Mata melotot, rahang menutup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah

F. Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendahCore Problem

Gangguan citra tubuh

G. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


a. Masalah keperawatan
1) Isolasi sosial : menarik diri
2) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3) Berduka disfungsional
b. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan harga diri rendah
1) Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
2) Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

82
H. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah

I. Rencana tindakan keperawatan


Tujuan umum : Klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa berhubungan dengan
orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
b. Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
c. Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
d. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
e. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
f. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
c) Utamakan memberi pujian yang realistis
d) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

83
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
1) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan :
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga


E. STRATEGI PELAKSANAAN
SP 1 Pasien:

1. Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien (buat daftar
kegiatan).
2. Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar kegiatan)
: buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini.
3. Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat ini untuk dilatih.
4. Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya).
5. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kali per hari.

ORIENTASI :
“Selamat pagi”
“Perkenalkan nama saya Firda Vinanda, Saya senang dipanggil Firda, saya
mahasiswa STIKES TELOGOREJO SEMARANG yang akan merawat bapak.”
“Siapa nama Bapak?Senang dipanggil siapa?”

84
”Bagaimana keadaan bapak hari ini ?.
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang
pernah bapak lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih
dapat bapak dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita
latih”
”Dimana kita duduk ? Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ?
Bagaimana kalau 20 menit ?
KERJA :

” bapak, apa saja kemampuan yang bapak miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya
ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa bapak lakukan? Bagaimana dengan
merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring..............dst.”. “ Wah, bagus sekali
ada lima kemampuan dan kegiatan yang bapak miliki “.

” bapak dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan di
rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5 (misalnya
ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan
di rumah sakit ini.

”Sekarang, coba bapak pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit
ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana kalau
sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur bapak”. Mari kita lihat tempat tidur
bapak Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”

“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan
selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik. ”Nah,
sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !. Sekarang sebelah
kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal,
rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan
sebelah bawah/kaki. Bagus !”

” bapak sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”

“ Coba bapak lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau
bapak lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan,
dan bapak bapak (tidak) melakukan.

TERMINASI :

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap dan latihan


merapihkan tempat tidur ?

85
“Coba bapak lakukan kembali tadi latihan merapihkan tempat tidur”Yah,
ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini.
Salah satunya, merapihkan tempat tidur, yang sudah bapak praktekkan dengan
baik sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang.”

”Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian. Bapak Mau berapa kali
sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ?
Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Bapak masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat
tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok
jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi Sampai jumpa ya”

SP 2 Pasien:

1. Evaluasi kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pujian


2. Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
3. Latih kegiatan kedua kedua (alat dan cara)
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan: dua kegiatan masing2 dua kali per hari

ORIENTASI :

“Selamat pagi”

“Masih ingat dengan saya pak?”

“Bagaimana perasaan Bapak pagi ini ? Wah, tampak cerah ”

”Kemarin kita sudah janjian kan pak untuk bertemu hari ini, kita akan latihan mencuci
piring di dapur”

”Bapak mau berapa lama waktunya!”

“oh yaa nanti kita akan melakukan 15 menit ya pak di dapur”

86
KERJA :

”oh ya pak, bapak sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin atau tadi pagi?
Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan latihan
kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu t?”

“Sekarang, coba bapak lakukan kembali merapikan tempat tidurnya” ..wah..bagus


bapak sudah bisa.

“ Bapak sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu
sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air
untuk membilas., Bapak bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya jangan
lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan.

“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”

“Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Bapak ambil satu piring kotor, lalu buang dulu
sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian Bapak bersihkan
piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci
piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun
sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu Bapak bisa mengeringkan piring yang sudah
bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai…

“Sekarang coba Bapak yang melakukan…”

“Bagus sekali, Bapak dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap
tangannya

TERMINASI :

”Bagaimana perasaan Bapak setelah latihan cuci piring ?”

“Coba bapak lakukan kembali tadi latihan cuci piringnya”

“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari

Bapak Mau berapa kali mencuci piring? Bagus sekali Bapak mencuci piring tiga kali
setelah makan.”

”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat tidur dan
cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel”

”Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa ”

SP 3 Pasien:

87
1. Evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih dan berikan pujian.
2. Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih .
3. Latih kegiatan ketiga (alat dan cara).
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan: tiga kegiatan, masing-masing dua kali
per hari

SP 4 Pasien:

1. Evaluasi kegiatan pertama, kedua, dan ketiga yang telah dilatih dan berikan pujian.
2. Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih .
3. Latih kegiatan keempat (alat dan cara).
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan: empat kegiatan masing-masing dua
kali per hari.

SP 5 Pasien:

1. Evaluasi kegiatan latihan dan berikan pujian.


2. Latih kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga.
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri.
4. Nilai apakah harga diri pasien meningkat

Tindakan keperawatan pada keluarga

Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah di rumah dan
menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.
Tujuan :

1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien


2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki pasien
3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih dan
memberikan pujian atas keberhasilan pasien
4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien

6. Tindakan keperawatan :

1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien


2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada pada pasien

88
3) Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan memuji
pasien atas kemampuannya

4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah


5) Demontrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
6) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat pasien
dengan harga diri rendah seperti yang telah perawat demonstrasikan sebelumnya
7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah

SP 1 Keluarga :

1. Diskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien


2. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya harga diri rendah (gunakan
booklet)
3. Diskusikan kemampuan atau aspek positif pasien yang pernah dimiliki sebelum dan
setelah sakit
4. Jelaskan cara merawat harga diri rendah terutama memberikan pujian semua hal yang
positif pada pasien
5. Latih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan pertama yang dipilih pasien: bimbing
dan beri pujian
6. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian

ORIENTASI :

“Selamat pagi !”

“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?”

“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat Bapak? Berapa
lama waktu Bapak/Ibu?30 menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!”

KERJA :

“Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah Bapak”

“Ya memang benar sekali Pak/Bu, Bapak itu memang terlihat tidak percaya diri dan sering
menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada Bapak, sering menyalahkan dirinya dan
mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh sedunia. Dengan kata lain, anak

89
Bapak/Ibu memiliki masalah harga diri rendah yang ditandai dengan munculnya pikiran-
pikiran yang selalu negatif terhadap diri sendiri. Bila keadaan Bapak ini terus menerus
seperti itu, Bapak bisa mengalami masalah yang lebih berat lagi, misalnya t jadi malu
bertemu dengan orang lain dan memilih mengurung diri”

“Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah?”

“Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti”

“Setelah kita mengerti bahwa masalah t dapat menjadi masalah serius, maka kita perlu
memberikan perawatan yang baik untuk Bapak”

”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki Bapak? Ya benar, dia juga mengatakan hal
yang sama(kalau sama dengan kemampuan yang dikatakan Bapak)

” Bapak itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan cuci piring.
Serta telah dibuat jadual untuk melakukannya. Untuk itu, Bapak/Ibu dapat mengingatkan
Bapak untuk melakukan kegiatan tersebut sesuai jadual. tolong bantu menyiapkan alat-
alatnya, ya Pak/Bu. Dan jangan lupa memberikan pujian agar harga dirinya meningkat.
Ajak pula memberi tanda cek list pada jadual yang kegiatannya”.

”Selain itu, bila Bapak sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, bapak/Ibu tetap perlu
memantau perkembangan Bapak. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak
tertangani lagi, bapak/Ibu dapat membawa Bapak ke rumah sakit”

”Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian kepada Bapak”

”temui Bapak dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan pujian yang
yang mengatakan: Bagus sekali Bapak, kamu sudah semakin terampil mencuci piring”

”Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus”

TERMINASI :
”Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?”

“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi dan bagaimana cara
merawatnya?”

“Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali Bapak/Ibu
kemari lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”

“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara memberi
pujian langsung kepada Bapak”

“Jam berapa Bp/Ibu datang? Baik saya tunggu. Sampai jumpa.”

90
SP 2 Keluarga :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan
pertama yang dipilih dan dilatih pasien. Beri pujian
2. Bersama keluarga melatih pasien dalam melakukan kegiatan kedua yang dipilih
pasien
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberi pujian

ORIENTASI:

“Selamat pagi Pak/Bu”

” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”

”Bapak/IBu masih ingat latihan merawat keluarga BapakIbu seperti yang kita pelajari
dua hari yang lalu?”

“Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada Bapak.”

”Waktunya 20 menit”.

”Sekarang mari kita temui Bapak”

KERJA:

”Selamat pagi Bapak. Bagaimana perasaan Bapak hari ini?”

”Hari ini saya datang bersama keluarga Bapak. Seperti yang sudah saya katakan
sebelumnya, keluarga Bapak juga ingin merawat Bapak agar Bapak cepat pulih.”

(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)

”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan
beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap perkembangan keluarga
Bapak/Ibu”

(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang


telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).

91
”Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang dengan keluarga?”

”Baiklah, sekarang saya dan orang tua Bapak ke ruang perawat dulu”

(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan


keluarga)

TERMINASI:

“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”

« «Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada Bapak»

« tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak/Ibu
melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti
sekarang Pak/Bu »

« Sampai jumpa »

SP 3 Keluarga :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan
pertama dan kedua yang telah dilatih. Beri pujian
2. Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan ketiga yang dipilih
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan berikan pujian

SP 4 Keluarga:

1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan


pertama, kedua dan ketiga. Beri pujian
2. Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan keempat yang dipilih.
3. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan.
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian.

SP 5 Keluarga:

1. Membimbing pasien melakukan kegiatan yang dipilih oleh pasien. Beri pujian.
2. Nilai kemampuan keluarga mmbimbing pasien.
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM.

92
DAFTAR PUSTAKA

Rinawati, F., Mustikasari, & Setiawan, A. (2014). Pengaruh Self Help Group terhadap
Harga Diri pada Pasien Kusta di Rumah Sakit Kusta Kediri Jawa Timur. FIK UI :
Depok
Rahayuningsih, Atih., Hamid, A. Y., & Mulyono., S. (2007). Pengaruh terapi kognitif
terhadap tingkat harga diri dan kemandirian klien dengan kanker payudara. FIK UI
: Depok
Rochdiat, Daulima, & Nuraini. (2011). Pengaruh Tindakan Keperawatan Generalis dan
Terapi Kelompok Suportif Terhadap Perubahan Harga Diri Klien Diabetes Melitus
di RS Panembahan Senopati Bantul. FIK UI : Depok
Sasmita, Keliat, B, A., & Budiharto. (2007). Efektifitas Cognitive Behaviour Therapy Pada
Klien Harga Diri Rendah Di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2007. FIK
UI : Depok
Stuart, Gail W. (2013). Principles & Practice of Psychiatric Nursing (9th ed) Philadelphia:
Elsevier Mosby
Wahyuni, S., Keliat, B.A., & Budiharto. (2007). Pengaruh Logoterapi Terhadap
Peningkatan Kemampuan Kognitif dan Perilaku Pada lansia Dengan Harga Diri
Rendah di Panti Wredha Pekanbaru Riau. FIK UI : Depok 100
Keliat, B.A. dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN Basic Course.
Jakarta: EGC
Lelon, S. K., Keliat, B., A., & Besral. (2011). Efektivitas Cognitive Behavioral Therapy
(CBT) dan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) Terhadap Klien Perilaku
Kekerasan, Halusinasi dan Harga Diri Rendah di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
FIK UI : Depok
Maryatun,S., Hamid, A.Y., & Mustikasari. (2011). Pengaruh Logoterapi terhadap
Perubahan Harga Diri Narapidana Perempuan dengan Narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Palembang. FIK UI : Depok
NANDA. (2012). Nursing Diagnosis : Definitions & Classification 2012-2014.
Philadelphia: NANDA international
Nurwiyono, A., Keliat, B., A., & Daulima, N., H., C. (2013). Pengaruh Terapi Kognitif
Dan Reminiscence Terhadap Depresi Psikotik Lansia di Rumah Sakit Jiwa Propinsi
Jawa Timur. FIK UI : Depok

93
94

Anda mungkin juga menyukai