DAN
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
KEPERAWATAN JIWA
A. Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi pancaindra tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaraan individu itu penuh atau baik. Halusinasi
disebabkan oleh adanya gangguan dalam proses berpikir dan orientasi
realitas. Individu tidak mampu membedakan rangsangan internal dan
eksternal[ CITATION Jay \l 14345 ].
B. Jenis Halusinasi
Menurut Sumber [ CITATION dkk15 \l 14345 ] faktor penyebab terjadinya
halusinasi adalah:
KLASIFIKASI HALUSINASI
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi • Bicara atau tertawa sendiri. • Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
dengar/suara • Marah-marah tanpa sebab. • Mendengar suara yang
mengajakbercakap-cakap.
• Mengarahkan telinga ke arah tertentu. • Mendengar suara menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
• Menutup telinga.
Halusinasi • Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu. • Melihat bayangan, sinar, bentuk
penglihatan • Ketakutan pada sesuatu yang tidak geometris, bentuk kartun, melihat hantu,
jelas. atau monster.
Halusinasi • Mencium seperti sedang membaui • Membaui bau-bauan seperti bau darah,
penciuman bau-bauan tertentu. urine, feses, dan kadangkadang bau itu
• Menutup hidung. menyenangkan.
Halusinasi • Sering meludah • Merasakan rasa seperti darah, urine, atau
pengecapan • Muntah feses.
Halusinasi • Menggaruk-garuk permukaan kulit. • Mengatakan ada serangga di permukaan
perabaan kulit.
• Merasa seperti tersengat listrik.
c. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda
atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat
terakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi
halusinasi.
d. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran
ventikal, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
e. Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya
ditemukan pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup
tinggi pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami
skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
a. Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan
stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau
diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
b. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin,
serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi
realitas termasuk halusinasi.
c. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
d. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan
orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif
persepsi, motorik, dan sosial.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Sumber [ CITATION dkk15 \l 14345 ] Manifestasi Klinis halusinasi
memiliki 4 Fase yaitu :
1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara
ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol
kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
2. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman
internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada
halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan
sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut
apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu
mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien
menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam
gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu
singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika
tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering
didaapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah
tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba menjadi marah
atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien swndiri tentang
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
E. Akibat
Akibat halusinasi pasien beresiko mencederai diri sendiri, orang
lain atau pun lingkungan.
F. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon
Maladaptif
G. Mekanisme Koping
1. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
2. Proyeksi : menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal
H. Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri (Penyebab)
J. Diagnosa Keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
PERTEMUAN KE – 1 (SATU)
Nama klien :
Hari/ Tanggal :
Ruang :
1. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan suka melihat anak kecil yang sedang bermain
seetiap mau tidur, klien merasa terganggu. Klien tampak melamun,
menyendiri, dan kontak mata kurang.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan
3. Tujuan Khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Klien dapat mengenal jenis, isi, waktu, frekuensi halusinasinya.
Klien dapat mengenal situasi yang menimbulkan halusinasi.
Klien dapat mengenal respon terhadap halusinasi.
Klien dapat menghardik halusinasinya
4. Tindakan Keperawatan
Bina hubungan saling percaya.
Identifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi halusinasi klien.
Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.
Identifikasi respon klien terhadap halusinasi.
Ajarkan klien menghardik halusinasinya.
b. Evaluasi / Validasi
“ Bagaimana kabar ibu hari ini..??..”
“ Apakah semalam Tidur ibu nyenyak..??..”
c. Kontrak
“ Ibu..bagaimana kalau kita berbincang – bincang sebentar tentang
masalah yang ibu hadapi, apakah ibu setuju..??..”
“ Ibu..mau berapa lama berbincang – bincang dengan saya..??..
bagaimana kalau 15 menit saja..??..dimulai pukul 11. 00 – 11. 15
WIB, ya bu..??..”
“ Ibu.. mau kita berbincang – bincang dimana..??.. bagaimana kalau
didepan kamar ibu saja..??..”
“ Tujuannya agar saya dapat membantu ibu menghadapi masalah
yang ibu hadapidan kita pun dapat mengenal satu sama lain,
bagaimana, apakah ibu setuju..??..”
d. Fase Kerja
“ Sudah berapa lama ibu dirawat disini..??..”
“ Siapa yang membawa ibu kesini..??..”
“ Ada kejadian apa dirumah sehingga ibu dibawa kesini..??..”
“ Apa yang ibu pikirkan sekarang..??..”
“ Situasi yang seperti apa yang menyebabkan ibu melihat anak kecil
yang sedang bermain..??..”
“ Apa yang ibu lakukan saat ibu melihat anak kecil yang sedang
bermain..??..”
“ Sekarang, saya akan mengajarkan cara mengontrol halusinasi ibu,
ketika ibu melihat anak kecil yang sedang bermain. Ada 4 cara
dalam mengontrol halusinasi ibu. Yang pertama dengan cara
menghardik, yang kedua dengan bercakap – cakap dengan perawat
atau orang lain, yang ketiga dengan melakukan kegiatan, yang
keempat dengan minum obat secara teratur “
“ Bila nanti ibu melihat anak kecil yang sedang bermain, tutup mata
ibu dan berkata “ Tidak itu palsu, saya tidak mau melihat kamu “.
Lakukan sampai anak kecil itu hilang “.
“ bagus bu..ibu bisa lakukan itu kalau anak kecil itu muncul lagi dan
ibu lakukan yang tadi saya ajarkan. Lalu dapat ibu masukkan
kedalam jadwal kegiatan harian ibu “.
2. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“ Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang – bincang dengan
saya..??.. dan bagaimana perasaan ibu setelah saya ajarkan cara
menghardik halusinasi..??..”
b. Evaluasi Objektif
“ Bisakah ibu mengulangi kembali bagaimana cara menghardik
halusinasi..??..ya..bagus sekali ibu “
A. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan
[ CITATION Kel16 \l 14345 ].Harga diri rendah adalah perasaan seseorang
bahwa dirinya tidak diterima lingkungan dan gambaran-gambaran negatif
tentang dirinya[ CITATION Yos16 \l 14345 ].
B. Etiologi
Menurut [ CITATION Fit17 \l 14345 ] Harga diri rendah dapat terjadi
secara : Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus
operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh korupsi,
dipenjara tiba-tiba). Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri
rendah, karena :
a. Privacy yang harus diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik
yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran
pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).
b. Harapan akan struktur bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai
tindakan tanpa persetujuan.
d. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama,
yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir
yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi
negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptive.
C. Proses Terjadinya Masalah
Menurut [ CITATION Fit17 \l 14345 ] Harga diri rendah di gambarkan
sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya
percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik
diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang
lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara
sosial. Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yang tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin
ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksirkan
kejadian yang mengancam.
Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis
transisi peran, yaitu :
1. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan
norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
2. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari
keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan
oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis
dan keperawatan.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronik adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah
hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau
bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya
produktivitas.
D. Mekanisme Koping
Mekanisme koping menurut [ CITATION Riy16 \l 14345 ] termasuk
pertahanan koping jangka pendek dan jangka panjang serta penggunaan
mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam
menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
a. Pertahanan janhka pendek termasuk sebagai berikut :
1. Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis
identitas (konser music, bekerja keras, menonton televise).
2. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara
(ikut serta dalam aktivitas social, agama, klub politik, kelompok
atau gang).
3. Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat
masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan
individu (penyalahgunaan obat).
4. Aktivitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri
(olahraga yang kompetitif, pencapaian akademik, kontak untuk
mendapatkan popularitas).
b. Pertahanan jangka panjang termasuk sebagai berikut :
1. Penutupan identitas, adopsi identitas premature yang diinginkan
oleh orang yang penting bagi individu tanpa memperhatikan
keinginan, aspirasi dan potensi diri individu tersebut.
2. Identitas negative, asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat
diterima oleh nilai dan harapan masyarakat.
c. Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi,
isolasi, proyeksi, pergeseran, peretakan, berbalik marah pada diri
sendiri dan amuk.
E. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Keterangan :
F. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
Berduka Disfungsional
G. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
a. Data subyektif
1. Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna
2. Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu
3. Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau
bekerja
4. Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi,
berhias, makan atau toileting)
b. Data obyektif
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimistis
4. Tidak menerima pujian
5. Penurunan produktivitas
6. Penolakan terhadap kemampuan diri
7. Kurang memperhatikan perawatan diri
8. Berpakaian tidak rapi
9. Berkurang selera makan
10. Tidak berani menatap lawan bicara
11. Lebih banyak menunduk
12. Bicara lambat dengan nada suara lemah dalam [ CITATION dkk15 \l
14345 ].
H. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah
PERTEMUAN KE – 1 (SATU)
Nama klien :
Hari/ Tanggal :
Ruang :
1. PROSES KEPERAWATAN
a. Kondisi Klien
Klien mengatakan dirinya merasa tidak berguna, Mengungkapkan
dirinya merasa tidak mampu, Mengungkapkan dirinya malas
melakukan perawatan diri (mandi, berhias, makan atau toileting).
Klien tampak melamun Mengkritik diri sendiri, Pandangan hidup yang
pesimistis.
b. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah
c. Tujuan Khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Klien dapat mengenal Harga Diri Rendah.
Klien dapat mengenal situasi yang menimbulkan Harga Diri
Rendah..
Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk di
laksanakan.
Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuannya.
d. Tindakan Keperawatan
Bina hubungan saling percaya.
Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Bantu klien menilai yang masih dapat di gunakan.
Bantu klien sesuai kemampuan yang dipilih
Berikan pujian yang sewajarnya terhadap keberhasilanya
Ajarkan klien memasukan kegiatan kedala jadwal harian.
f. Evaluasi Objektif
“ Bisakah ibu mengulangi kembali bagaimana cara merapihkan
tempat tidur..??..ya..bagus sekali ibu “
Fitria, N. (2017). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.
Keliat, B. A. (2016). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Riyadi, S. Dan Purwanto, T. (2016). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Yosep, I. (2016). Keperawatan Jiwa. Jakart: Refika Aditama.
Yusuf, Ah, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Definisi
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi
aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian
atau berhias, makan, dan BAB atau BAK (toileting)[ CITATION Fit17 \l 14345 ].
Defisit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan seseorang yang
mengalami gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri,
seperti mandi, berganti pakaian, makan dan toileting[ CITATION Yos16 \l
14345 ].
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri.
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang
untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
D. Manifestasi Klinis
Menurut Sumber [ CITATION dkk15 \l 14345 ] Manifestasi Klinis Defisit
Perawatan Diri diantaranya ada 3 yaitu:
1. Fisik
Badan bau, pakaian kotor
Rambut dan kulit kotor
Kuku panjang dan kotor
Gigi kotor disertai mulut bau
Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif
Menarik diri, isolasi diri
Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Social
Interaksi kurang
Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma
Cara makan tidak teratur
BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak
mampu mandiri
F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan oleh klien : Regresi,
penyangkalan, isolasi diri, menarik diri, intelektualisasi.
G. Pohon Masalah
Resiko GSP Halusinasi
PERTEMUAN KE – 1 (SATU)
Hari / Tanggal :
Ruang :
Nama klien :
No Rm :
A PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Seorang klien mengalami defisit perawatan diri. Klien terlihat
kotor, rambut kotor dan kusam, gigi kotor, kulit berdaki, bau, kuku
panjang dan kotor, BAB/BAK disembarangan tempat
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri, ketidakmampuan dalam kebersihan diri
3. Tujuan Keperawatan
Membina hubungan saling percaya
Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
Menganjurkan pasien Memasukkan kedalam jadwal harian
4. Tindakan Keperawatan
Bina hubungan saling percaya
Jelaskan pentingnya kebersihan diri
Jelaskan cara menjaga kebersihan diri
Bantu pasien mempraktekkan cara mejaga kebersihan diri
Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B STRATEGI PELAKSANAAN
1. Orientasi
“ Selamat pagi .. perkenalkan nama saya … lebih senang di panggil...,
nama bapak/ibu siapa ? lebih senang di panggil apa ? saya disini yang
akan merawat dan membantu bapak/ibu.”
2. Kontrak
“ Bagaimana tidurnya semalam? Apa yang dirasakan sekarang?”
“ Bagaimana jika kita berbincang-bincang tentang apa yang di rasakan”
“ Bagaimana jika di taman? Untuk waktunya 20 menit? Baiklah”
3. Kerja
“Bapak atau ibu mengapa anda garuk – garuk badan ?”
“Apakah Bapak atau ibu sudah mandi ?”
“Apa alasan Bapak atau ibu tidak merawat diri ?”
“Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut
Bapak atau ibu yang bisa muncul ?”
“Ya betul, selain Bau badan , masalah yang dapat timbul yaitu kudis,
panu, kutu , gatal – gatal, dan lain – lain.”
“Menurut Bapak atau ibu kita mandi harus bagaimana ?”
“Sebelum mandi apa yang perlu kita siapkan ?”
“benar sekali, Bapak atau ibu perlu menyiapkan handuk, sikat gigi dan
pasta gigi, sabun, shampoo, dan sisir.”
“Bagaimana kalau sekarang kita kekamar mandi , saya akan membimbing
Bapak atau ibu melakukannya. Sekarang,buka pakaian dan siram seluruh
tubuh Bapak atau ibu termasuk rambut lalu ambil shampoo gosokan pada
kepala Bapak atau ibu sampai berbusa, lalu bilas sampai bersih. Bagus
sekali!”
“Selanjutnya ambil sabun, gosokan diseluruh tubuh secara merata, lalu
disiram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai pasta gigi,
giginya disikat mulai dari atas sampai bawah.”
“Gosok seluruh gigi bapak atau ibu mulai dari depan sampai belakang.”
“Bagus, lalu kumur – kumur sampai bersih. “
“Terakhir, siram lagi seluruh badan Bapak atau ibu sampai bersih lalu
keringkan dengan handuk. Bapak atau ibu bagus sekali melakukannya”
4. Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak atau ibu setelah belajar cara menjaga
kebersihan diri (mandi) yang benar.?”
“Coba Bapak atau ibu sebutkan lagi apa saja cara – cara mandi yang baik
yang sudah Bapak atau ibu lakukan.?”
“Bagaimana kalau besok kite bertemu lagi dan berbincang – bincang lagi
tentang cara makan yang baik.?”
“Bapak atau ibu mau berbincang – bincang dimana? Bagaimana kalau
diruang makan ?”
“Bagaimana kalau kita berbincang – bincang kembali besok jam… ?,
apakah bapak atau ibu setuju ?”
“Saya harap Bapak atau ibu melakukan cara menjaga kebersihan diri dan
jangan lupa memasukkan dalam jadwal kegiatan harian”
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, N. (2017). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.
Yusuf, Ah, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
A. Definisi
Isolasi sosial merupakan upaya untuk menghindari suatu hubungan
komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab
dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan
kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam hubungan secara spontan
dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak
ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman (balitbang, 2012)
dalam [ CITATION Dir11 \l 14345 ].
Menarik diri adalah usaha menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalannya.
Orang lain yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada
perhatian dan sanggup membagi pengalaman dengan orang lain. (Depkes,
2006) dalam [ CITATION Ded13 \l 14345 ].
C. Rentang Respon
D. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupkan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya.
Kecemasan koping yang sering digunakan adalah Regrasi, Represi, dan
Isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang dapat digunakan misalnya
keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman,
hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreatifitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian music atau tulisan.
(Stuart and sundeen, 1998) dikutip dalam [ CITATION Ded13 \l 14345 ].
E. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
Data Objektif
1. Kurang spontan
2. Tidak tahan terhadap kontak yang lama
3. Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat berbicara
4. Tidak ada kontak mata
5. Ekpresi wajah murung, sedih
6. Tampak larut dalam pikiran dan ingatnya sendiri
7. Kurang aktivitas
8. Tidak berkomunikasi
9. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
10. Mengisolasi diri
11. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
12. Asupan makanan dan minuman terganggu
13. Retensi urine dan feses
G. Pengkajian
1) Interaksi selama wawancara
2) Proses piker
3) Isi Pikir
4) Tingkat Kesadaran
5) Memori
6) Tingkat konsentrasi dan kalkulasi
7) Penilaian
8) Daya titik diri dan konsep diri
9) Psikososial dan spiritual
STRATEGI PELAKKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP I)
ISOLASI SOSIAL
PERTEMUAN KE – 1 (SATU)
Pertemuan Ke :1
Hari/Tanggal :
Nama Klien :
SP Ke : 1.Isolasi Sosial
Ruangan :
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS :
- Ungkapan tentang ketidaknyamanan situasi social, cepat bosan,
lambat
- Ekspresi perasaan berbeda dari orang lain, kesepian, merasa
ditolak oleh orang lain, tidak berarti
DO :
- Disfungsi interaksi, nonkomunikatif, tidak ada kontak mata
- Asyik dengan pemikirannya sendiri, sulit berkonsentrasi
- Iritabel, tidak sabar dengan interaksi
- Sedih, afek datar sampai tumpul
- Perilaku menyendiri, aktivitas menurun, lesu, tidur posisi janin
2. Diagnosa Keperawatan:
Isolasi Sosial
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengenal perasaan penyebab isolasi sosial
c. Klien dapat mengidentifikasi keuntungan berhubungan dengan
orang lain
d. Klien dapat mengembangkan hubungan sosial secara bertahap
4. Tindakan Keperawatan:
a. Identifikasi penyebab isolasi sosial
b. Diskusikan dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain
c. Diskusikan dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain
d. Ajarkan klien tentang cara berkenalan dengan satu orang
e. Anjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian
B. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ Assalamualaikum, Selamat pagi bu, sedang apa ? ”, perkenalkan
nama saya w?, biasa dipanggil w?, saya perawat yang dinas pagi ini
ini . Saya dinas dari pk 07.00-14.00 nanti, saya ingin mengobrol
dengan ibu pagi ini apakah ibu bersedia?, saya yang akan merawat
ibu hari ini. Nama ibu siapa, senangnya dipanggil apa?” Saya
mahasiswi profesi profesi STIkes Yatsi Tangerang. Saya berada
disini selama 3 minggu disini saya akan menemani dan membantu
merawat ibu dari pukul 08.00-14.00 WIB. Jadi ibu dapat bercerita
dengan saya masalah yang sedang ibu rasakan.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu saat ini?” “Apa keluhan
Bapak/Ibu hari ini?”
c. Kontrak
Topik : “Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga
dan teman-teman Bapak/Ibu ?”
Waktu : “Mau berapa lama,? Bagaimana kalau 15 menit”
Tempat : “Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di
ruang tamu?”
Tujuan : Agar dapat berinteraksi dengan orang lain
2. Kerja
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan
Bapak/Ibu ? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan Bapak/Ibu?
Apa yang membuat Bapak/Ibu jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang Bapak/Ibu rasakan selama Bapak/Ibu dirawat disini? O..
Bapak/Ibu merasa sendirian? Siapa saja yang Bapak/Ibu kenal di
ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa Bapak/Ibu lakukan dengan teman yang
Bapak/Ibu kenal?”
“Apa yang menghambat Bapak/Ibu dalam berteman atau bercakap-
cakap dengan pasien yang lain?”
”Menurut Bapak/Ibu apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai
teman ? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai
pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak
mampunyai teman apa ya Bapak/Ibu ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya
teman ya. Kalau begitu inginkah Bapak/Ibu belajar bergaul dengan
orang lain ? Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan
dengan orang lain”
“Begini lho Bapak/Ibu , untuk berkenalan dengan orang lain kita
sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita
dan hobi. Contoh: Nama Saya Bapak/Ibu, senang dipanggil Si. Asal
saya dari Jakarta, hobi memasak”
“Selanjutnya Bapak/Ibu menanyakan nama orang yang diajak
berkenalan. Contohnya begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil
apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?” “Ayo Bapak/Ibu dicoba!
Misalnya saya belum kenal dengan Bapak/Ibu. Coba berkenalan
dengan saya!” “Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah Bapak/Ibu berkenalan dengan orang tersebut Bapak/Ibu bisa
melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan
Bapak/Ibu bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang
keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
3. Terminasi
a. Evaluasi
Subyektif : ”Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan
berkenalan?”
Obyektif : ” Bapak/Ibu tadi sudah mempraktekkan cara
berkenalan dengan baik sekali, bisa Bapak/Ibu
mengulangi?”
b. Rencana Tindak Lanjut
”Selanjutnya Bapak/Ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita
pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga Bapak/Ibu lebih siap
untuk berkenalan dengan orang lain. Bapak/Ibu mau praktekkan ke
pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan
pada jadwal kegiatan hariannya.”
c. Kontrak
Topik : Besok saya akan mengajak Bapak/Ibu berkenalan
dengan teman saya, perawat I. Bagaimana,
Bapak/Ibu mau kan?”
Waktu : ”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini”
Tempat : “Tempatnya di ruang ini saja ya? Baiklah, sampai
jumpa. Assalamu’alaikum
DAFTAR PUSTAKA
Deden dan Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Yusuf, Ah, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM
A. Definisi
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat
terus-menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan[ CITATION Kel15 \l
14345 ].
B. Jenis-jenis waham
menurut [ CITATION Kel15 \l 14345 ] Jenis-jenis waham dibagi
memnjadi :
1. Waham Kebesaran, yaitu meyakini ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus, di ucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
2. Waham curiga, yaitu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok
yang berusaha merugikan/mencederai dirinya, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai kenyataan.
3. Waham agama, yaitu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara
berlebihan, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
4. Waham somatic, yaitu meyakini bahwa bagian tubuhnya ada yang
tergangg/terserang penyakit, diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
5. Waham nihilistic, yaitu meyakini dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
6. Waham siar pikir, keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa
yang dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya
kepada orang tersebut
7. Waham kontrol pikir, keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu
D. Rentang Respon
Dalam [ CITATION Dir11 \l 14345 \m Kus13]
E. Pohon Masalah
Risiko kerusakan komunikasi verbal
G. Diagnosa Keperawatan :
1. Kerusakan komunikasi verbal : waham
2. Gangguan Proses Pikir : Waham
WAHAM
PERTEMUAN KE – 1 (SATU)
Hari / Tanggal :
Ruang :
Nama klien :
No Rm :
C PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai debgan kenyataan. Klien tampak tidak
mempercayai orang lain, curiga, bermusuhan, takut, kadang panik.
Tidak tepat menilai lingkungan / realitas. Ekspresi tegang, mudah
tersinggung.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan proses pikir : Waham
3. Tujuan
Tujuan Umum
Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan Khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak
terpenuhi
Klien dapat berhubungan dengan realitas
Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Klien dapat dukungan dari keluarga
4. Tindakan Keperawatan
a. Identifikasi penyebab waham
b. Idantifikasi tanda-tanda dan gejala waham
c. Identifikasi wahah yang dilakukan
d. Sebutkan cara mengontrol waham
e. Identifikasi akibat waham
f. Anjurkan klien memasukkan dalam kegiatan harian
D STRATEGI PELAKSANAAN
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“ Selamat pagi .. perkenalkan nama saya … lebih senang di
panggil..., nama bapak/ibu siapa ? lebih senang di panggil apa ?
saya disini yang akan merawat dan membantu bapak/ibu.”
b. Evaluasi / validitas
“Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini ?”
c. Kontak
1) Topik
“Baiklah, bagai mana kalau kita besok berbincang-bincang lagi
tentang 3 hal apa yang sudah disebutkan oleh bapak/ibu ?”
2) Waktu
“Baiklah ..... besok mau jam berapa dan berapa lama ?
bagaimana lalau jam 10.30 sampai jam 10.50 ya, hanya 20
menit saja.”
3) Tempat
“Besok ..... mau dimana tempatnya ? bagaimana kalau disini
lagi saja? Sampai jumpa besok ya ......”
2. Kerja
“ Saya perhatikan tampaknya bapak/ibu gelisah sekali, bisa bapak/ibu
ceritakan apa yang bapak/ibu rasakan ? “
“ Sekarang setelah bapak/ibu ceritakan kepada saya masalah-masalah
bapak/ibu, sekarang kita diskusi tentang kemampuan yang bapak
miliki dan coba bapak/ibu sebutkan minimal 3 hal.”
“ Nah sekarang bapak/ibu sudah menyebutkan 3 hal tersebut, mari kita
masukan ke jadwal harian bapak/ibu.”
“Bapak/ibu mau jam berapa kita bisa berdiskusi lagi ?”
3. Terminasi
a. Evaluasi
Subjektif : “ Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita
berbincang-bincang dengan saya tadi?”
Objektif : “ coba bapak/ibu sebutkan kemampuan yang bisa
bapak miliki?”
b. Rencana tindak lanjut
“ Saya harap bapak bisa menerapkan kemampuan bapak itu dan
memasukannya ke dalam jadwal harian bapak/ibu.”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah, bagai mana kalau kita besok berbincang-bincang lagi
tentang 3 hal apa yang sudah disebutkan oleh bapak/ibu ?”
2) Waktu
“Baiklah ..... besok mau jam berapa dan berapa lama ?
bagaimana lalau jam 10.30 sampai jam 10.50 ya, hanya 20
menit saja.”
3) Tempat
“Besok ..... mau dimana tempatnya ? bagaimana kalau disini
lagi saja? Sampai jumpa besok ya ......”
DAFTAR PUSTAKA
2. Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri,
yaitu :
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi
stress.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusan.
F. Rentang Respon
Menurut [ CITATION Fit17 \l 14345 ] mengemukakan rentang harapan-
putus harapan merupakanrentang adaptif-maladaptif:
Keterangan:
1. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau
pertahan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan
pertahan diri.
2. Beresiko destruktif : seseorang memiliki kecenderungan atau
beresiko mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri
sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan
diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung : seseorang telah mengambil sikap
yang kurang tepat terhadap situasi yang membutuhkan dirinya
untuk mempertahankan diri.
4. Pencederaan Diri : seseorang melakukan percobaan bunuh diri
atau pencederaan diriakibat hilangnya harapan terhadap situasi
yang ada.
5. Bunuh diri : seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri
sampai dengan nyawanya hilang.
G. Pohon Masalah
H. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku
percobaan bunuh diri:
1. Resiko bunuh diri.
2. Harga diri rendah
3. Koping yang tak efektif.
I. Mekanisme Koping
Klien dengan penyakit kronis, nyeri atau penyakit yang
mengancamkehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri.
Sering kali klien secara sadarmemilih bunuh diri. Menurut (Stuart,
2006) dalam [ CITATION Yol15 \l 14345 ] mengungkapkan bahwa
mekanisme pertahanan egoyang berhubungan dengan perilaku
destruktif diri tidak langsung adalah penyangk alan, rasionalisasi,
intelektualisasi dan regresi.
STRATEGI PELAKKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP I)
RESIKO BUNUH DIRI
PERTEMUAN KE – 1 (SATU)
Fitria, N. (2017). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.
Yolland, A. (2015). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Resiko Bunuh Diri.
Retrieved juni 14, 2018, from
https://www.academia.edu/15320155/ASUHAN_KEPERAWATAN_PAD
A_KLIEN _DENGAN_RESIKO_BUNUH_DIRI
Yusuf, Ah, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
2. Faktor Presipitasi
Semua faktor ancaman antara lain sebagai berikut.
1. Internal
a. Kelemahan.
b. Rasa percaya menurun.
c. Takut sakit.
d. Hilang kontrol.
2. Eksternal
a. Penganiayaan fisik.
b. Kehilangan orang yang dicintai. c. Kritik.
1. Rentang Respons
D. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan
1. Diagnosa Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan
STRATEGI PELAKKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP I)
RESIKO PRILAKU KEKERASAN
PERTEMUAN KE – 1 (SATU)
Pertemuan Ke :1
Hari/Tanggal :
Nama Klien :
SP Ke : 1. Resiko Prilaku Kekerasan
Ruangan :
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS : Ungkapan kekesalan, ketidakpuasan, kemarahan, memaki-
maki
Ungkapan mendominasi orang lain, argumentasi keras
Bicara kasar
Suara tinggi, menjerit atau berteriak
Mengancam secara verbal
DO : Jalan mondar-mandir, gelisah
Ekspresi wajah: pandangan mata tajam, tegang, muka merah,
mengatupkan rahang dengan kuat
Tangan mengepal sewaktu menceritakan marahnya
Riwayat emosi labil, berusaha melakukan perilaku destruksi
pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, melempar atau
memukul benda/orang lain
4. Tindakan Keperawatan:
a. Identifikasi penyebab PK
b. Identifikasi tanda dan gejala PK
c. Identifikasi PK yang dilakukan
d. Identifikasi akibat PK
e. Jelaskan cara mengontrol PK
f. Bantu klien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik I
g. Anjurkan klien memasukkan dalam kegiatan harian
B. Strategi Pelaksanaan
1. ORIENTASI:
a. Salam terapeutik
“ Assalamualaikum, Selamat pagi bu, sedang apa ? ”, perkenalkan nama
saya?, biasa dipanggil ?, saya perawat yang dinas pagi ini ini . Saya
dinas dari pk 07.00-14.00 nanti, saya ingin mengobrol dengan ibu pagi
ini apakah ibu bersedia?, saya yang akan merawat ibu hari ini. Nama
ibu siapa, senangnya dipanggil apa?” Saya mahasiswi profesi profesi
STIkes Yatsi Tangerang. Saya berada disini selama 3 minggu disini
saya akan menemani dan membantu merawat ibu dari pukul 08.00-
14.00 WIB. Jadi ibu dapat bercerita dengan saya masalah yang sedang
ibu rasakan.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau
marah?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang
perasaan marah bapak/ibu”
Waktu : “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?”
Bagaimana kalau 10 menit?
Tempat : “Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang,
bapak/ibu?
Bagaimana kalau di ruang tamu?”
Tujuan : “ Supaya Bapak/ibu tidak melakukan perilaku kekerasan
2. KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak/ibu marah?, Apakah sebelumnya
bapak/ibu pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang
sekarang?. O..iya, jadi ada 2 penyebab marah bapak/ibu”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak/ibu pulang ke rumah dan
istri/suami belum menyediakan makanan(misalnya ini penyebab marah
pasien), apa yang bapak/ibu rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Apakah bapak/ibu merasakan kesal kemudian dada bapak/ibu berdebar-
debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak memukul istri
bapak/ibu dan memecahkan piring, apakah dengan cara ini makanan
terhidang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul,
istri/suami jadi sakit dan takut, piring-piring pecah. Menurut bapak/ibu
adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak/ibu belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak/bu. Salah satunya
adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa
marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak/ibu rasakan maka
bapak/ibu berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak/ibu sudah bisa
melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak/ibu lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak/ibu sudah terbiasa
melakukannya”
3. TERMINASI
a. Evaluasi
Subyektif : “Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah berbincang-
bincang tentang kemarahan bapak/ibu?”
Obyektif : ”Iya jadi ada 2 penyebab bapak/ibu marah ........ (sebutkan)
dan yang bapak rasakan ........ (sebutkan) dan yang bapak
lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
b. Rencana Tindak Lanjut
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah
bapak/ibu yang lalu, apa yang bapak/ibu lakukan kalau marah yang
belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya pak/bu.
‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari
bapak/ibu mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak/bu?”
c. Kontrak
Topik : ”Baik, bagaimana kalau selanjutnya kita latihan cara yang
lain untuk mencegah/mengontrol marah
Waktu : ”Bagaimana jika 2 jam lagi?”
Tempat : ”Tempatnya disini saja ya pak/bu, assalamualaikum”
DAFTAR PUSTAKA