Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
KEPERAWATAN JIWA

NAMA : RENI SULISTIAWATI


NIM : 19316104

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YATSI
TANGERANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi pancaindra tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaraan individu itu penuh atau baik. Halusinasi
disebabkan oleh adanya gangguan dalam proses berpikir dan orientasi
realitas. Individu tidak mampu membedakan rangsangan internal dan
eksternal[ CITATION Jay \l 14345 ].

B. Jenis Halusinasi
Menurut Sumber [ CITATION dkk15 \l 14345 ] faktor penyebab terjadinya
halusinasi adalah:
KLASIFIKASI HALUSINASI
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi • Bicara atau tertawa sendiri. • Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
dengar/suara • Marah-marah tanpa sebab. • Mendengar suara yang
mengajakbercakap-cakap.
• Mengarahkan telinga ke arah tertentu. • Mendengar suara menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
• Menutup telinga.
Halusinasi • Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu. • Melihat bayangan, sinar, bentuk
penglihatan • Ketakutan pada sesuatu yang tidak geometris, bentuk kartun, melihat hantu,
jelas. atau monster.
Halusinasi • Mencium seperti sedang membaui • Membaui bau-bauan seperti bau darah,
penciuman bau-bauan tertentu. urine, feses, dan kadangkadang bau itu
• Menutup hidung. menyenangkan.
Halusinasi • Sering meludah • Merasakan rasa seperti darah, urine, atau
pengecapan • Muntah feses.
Halusinasi • Menggaruk-garuk permukaan kulit. • Mengatakan ada serangga di permukaan
perabaan kulit.
• Merasa seperti tersengat listrik.

C. Proses Terjadinya Masalah


Menurut Sumber [ CITATION dkk15 \l 14345 ] faktor penyebab terjadinya
halusinasi adalah:
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal yang dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat
berakhir dengan gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan
perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak
efektif.

b. Faktor sosial budaya


Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga
timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.

c. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda
atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat
terakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi
halusinasi.

d. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran
ventikal, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.

e. Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya
ditemukan pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup
tinggi pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami
skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi
a. Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan
stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau
diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan halusinasi.

b. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin,
serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi
realitas termasuk halusinasi.

c. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.

d. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan
orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif
persepsi, motorik, dan sosial.

D. Manifestasi Klinis
Menurut Sumber [ CITATION dkk15 \l 14345 ] Manifestasi Klinis halusinasi
memiliki 4 Fase yaitu :
1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara
ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol
kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
2. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman
internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada
halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan
sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut
apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu
mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien
menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam
gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu
singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika
tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering
didaapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah
tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba menjadi marah
atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien swndiri tentang
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).

E. Akibat
Akibat halusinasi pasien beresiko mencederai diri sendiri, orang
lain atau pun lingkungan.

F. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon
Maladaptif

1. Pikiran logis Ppikiran kadang Gangguan proses


menyimpang pikir/delusi
2. Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
3. Emosi konsisten Reaksi emosi Tidak mampu
dengan pengalaman berlebih/berkurang mengalami emosi
4. Perilaku sesuai Perilaku yang tidak Perilaku yang tidak
biasa terorganisir
5. Hubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial
yang positif
Menurut Sumber [ CITATION dkk15 \l 14345 ]

G. Mekanisme Koping
1. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
2. Proyeksi : menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal

H. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan (Akibat)

Perubahan sensori perseptual: halusinasi (Masalah Utama)

 
Isolasi sosial : menarik diri (Penyebab)

I. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
1. Data Subjektif
Klien mengatakan : “mendengar sesuatu, seperti ada yang berbisik
sesuatu, mendengar suara-suara aneh, melihat bayangan sesuatu di atas
pohon”.
2. Data Objektif
Klien tampak : bicara, tersenyum dan tertawa sendiri, menggerakan bibir
tanpa suara, bersikap seperti mendengarkan dan melihat sesuatu.

J. Diagnosa Keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

K. Rencana Tindakan Keperawatan


Terlampir
STRATEGI PELAKKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP I)

PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI PENGLIHATAN

PERTEMUAN KE – 1 (SATU)

Nama klien :

Hari/ Tanggal :

Ruang :

1. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan suka melihat anak kecil yang sedang bermain
seetiap mau tidur, klien merasa terganggu. Klien tampak melamun,
menyendiri, dan kontak mata kurang.

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan

3. Tujuan Khusus
 Klien dapat membina hubungan saling percaya.
 Klien dapat mengenal jenis, isi, waktu, frekuensi halusinasinya.
 Klien dapat mengenal situasi yang menimbulkan halusinasi.
 Klien dapat mengenal respon terhadap halusinasi.
 Klien dapat menghardik halusinasinya

4. Tindakan Keperawatan
 Bina hubungan saling percaya.
 Identifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi halusinasi klien.
 Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.
 Identifikasi respon klien terhadap halusinasi.
 Ajarkan klien menghardik halusinasinya.

2. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN


1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ Selamat siang ibu, perkenalkan nama saya perawat Novan Catur
Setiawan, saya senang dipenggil Novan. Saya mahasiswi Ners
Keperawatan STIKes Yatsi Tangerang, saya praktik diruangan ini
selama 10 hari, dari tanggal . Dari hari senin s/d jum’at, dari jam 08.
00 – 14. 00 WIB. Nama ibu siapa..??..senang dipanggil apa..??..”.

b. Evaluasi / Validasi
“ Bagaimana kabar ibu hari ini..??..”
“ Apakah semalam Tidur ibu nyenyak..??..”

c. Kontrak
“ Ibu..bagaimana kalau kita berbincang – bincang sebentar tentang
masalah yang ibu hadapi, apakah ibu setuju..??..”
“ Ibu..mau berapa lama berbincang – bincang dengan saya..??..
bagaimana kalau 15 menit saja..??..dimulai pukul 11. 00 – 11. 15
WIB, ya bu..??..”
“ Ibu.. mau kita berbincang – bincang dimana..??.. bagaimana kalau
didepan kamar ibu saja..??..”
“ Tujuannya agar saya dapat membantu ibu menghadapi masalah
yang ibu hadapidan kita pun dapat mengenal satu sama lain,
bagaimana, apakah ibu setuju..??..”

d. Fase Kerja
“ Sudah berapa lama ibu dirawat disini..??..”
“ Siapa yang membawa ibu kesini..??..”
“ Ada kejadian apa dirumah sehingga ibu dibawa kesini..??..”
“ Apa yang ibu pikirkan sekarang..??..”
“ Situasi yang seperti apa yang menyebabkan ibu melihat anak kecil
yang sedang bermain..??..”
“ Apa yang ibu lakukan saat ibu melihat anak kecil yang sedang
bermain..??..”
“ Sekarang, saya akan mengajarkan cara mengontrol halusinasi ibu,
ketika ibu melihat anak kecil yang sedang bermain. Ada 4 cara
dalam mengontrol halusinasi ibu. Yang pertama dengan cara
menghardik, yang kedua dengan bercakap – cakap dengan perawat
atau orang lain, yang ketiga dengan melakukan kegiatan, yang
keempat dengan minum obat secara teratur “
“ Bila nanti ibu melihat anak kecil yang sedang bermain, tutup mata
ibu dan berkata “ Tidak itu palsu, saya tidak mau melihat kamu “.
Lakukan sampai anak kecil itu hilang “.
“ bagus bu..ibu bisa lakukan itu kalau anak kecil itu muncul lagi dan
ibu lakukan yang tadi saya ajarkan. Lalu dapat ibu masukkan
kedalam jadwal kegiatan harian ibu “.

2. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“ Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang – bincang dengan
saya..??.. dan bagaimana perasaan ibu setelah saya ajarkan cara
menghardik halusinasi..??..”

b. Evaluasi Objektif
“ Bisakah ibu mengulangi kembali bagaimana cara menghardik
halusinasi..??..ya..bagus sekali ibu “

c. Rencana Tindak Lanjut


“ Saya harap ibu dapat melakukan cara menghardik ini saat anak
kecil itu datang lagi dan masukkan kedalam jadwal kegiatan harian
ibu “.

d. Kontrak Yang Akan Datang


“ Ibu.. karna waktunya sudah habis, jadi sampai disini dulu
perbincangan kita kali ini, besok kita akan bertemu lagi untuk
membahas tentang cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap
– cakap dengan perawat atau orang lain. Ibu.. besok kita mau
bertemu jjam berapa..??..bagaimana kalau jam 10 . 15 – 10. 30 WIB
saja..??..tempatnya disini saja ya bu..??..”.
“ Baiklah..kalau begitu sampai jumpa besok pagi ya bu,,selamat
DAFTAR PUSTAKA

Jaya, K. (2015). Keperawatan Jiwa. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara.


Yusuf, Ah, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

A. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan
[ CITATION Kel16 \l 14345 ].Harga diri rendah adalah perasaan seseorang
bahwa dirinya tidak diterima lingkungan dan gambaran-gambaran negatif
tentang dirinya[ CITATION Yos16 \l 14345 ].

B. Etiologi
Menurut [ CITATION Fit17 \l 14345 ] Harga diri rendah dapat terjadi
secara : Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus
operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh korupsi,
dipenjara tiba-tiba). Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri
rendah, karena :
a. Privacy yang harus diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik
yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran
pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).
b. Harapan akan struktur bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai
tindakan tanpa persetujuan.
d. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama,
yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir
yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi
negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptive.
C. Proses Terjadinya Masalah
Menurut [ CITATION Fit17 \l 14345 ] Harga diri rendah di gambarkan
sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya
percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik
diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang
lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara
sosial. Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yang tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin
ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
 Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksirkan
kejadian yang mengancam.
 Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis
transisi peran, yaitu :
1. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan
norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
2. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari
keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan
oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis
dan keperawatan.

a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronik adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, ideal diri yang tidak realistis.

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah
hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau
bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya
produktivitas.
D. Mekanisme Koping
Mekanisme koping menurut [ CITATION Riy16 \l 14345 ] termasuk
pertahanan koping jangka pendek dan jangka panjang serta penggunaan
mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam
menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
a. Pertahanan janhka pendek termasuk sebagai berikut :
1. Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis
identitas (konser music, bekerja keras, menonton televise).
2. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara
(ikut serta dalam aktivitas social, agama, klub politik, kelompok
atau gang).
3. Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat
masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan
individu (penyalahgunaan obat).
4. Aktivitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri
(olahraga yang kompetitif, pencapaian akademik, kontak untuk
mendapatkan popularitas).
b. Pertahanan jangka panjang termasuk sebagai berikut :
1. Penutupan identitas, adopsi identitas premature yang diinginkan
oleh orang yang penting bagi individu tanpa memperhatikan
keinginan, aspirasi dan potensi diri individu tersebut.
2. Identitas negative, asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat
diterima oleh nilai dan harapan masyarakat.
c. Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi,
isolasi, proyeksi, pergeseran, peretakan, berbalik marah pada diri
sendiri dan amuk.

E. Rentang Respon 

Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Diri Konsep Harga Diri Kerancauan Depersonalisasi


DiriPositif Rendah Identitas

                 Keterangan :

1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang


pengalaman nyata yang sukses diterima.
2. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan konsep
diri maladaptif.
4. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan aspek
psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain [ CITATION dkk15 \l 14345 ].

F. Pohon Masalah
Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Berduka Disfungsional
G. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
a. Data subyektif
1. Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna
2. Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu
3. Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau
bekerja
4. Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi,
berhias, makan atau toileting)

b. Data obyektif
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimistis
4. Tidak menerima pujian
5. Penurunan produktivitas
6. Penolakan terhadap kemampuan diri
7. Kurang memperhatikan perawatan diri
8. Berpakaian tidak rapi
9. Berkurang selera makan
10. Tidak berani menatap lawan bicara
11. Lebih banyak menunduk
12. Bicara lambat dengan nada suara lemah dalam [ CITATION dkk15 \l
14345 ].

H. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah

I. Rencana Tindakan Keperawatan


Terlampir
STRATEGI PELAKKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP I)

HARGA DIRI RENDAH

PERTEMUAN KE – 1 (SATU)

Nama klien :

Hari/ Tanggal :

Ruang :

1. PROSES KEPERAWATAN
a. Kondisi Klien
Klien mengatakan dirinya merasa tidak berguna, Mengungkapkan
dirinya merasa tidak mampu, Mengungkapkan dirinya malas
melakukan perawatan diri (mandi, berhias, makan atau toileting).
Klien tampak melamun Mengkritik diri sendiri, Pandangan hidup yang
pesimistis.

b. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah

c. Tujuan Khusus
 Klien dapat membina hubungan saling percaya.
 Klien dapat mengenal Harga Diri Rendah.
 Klien dapat mengenal situasi yang menimbulkan Harga Diri
Rendah..
 Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk di
laksanakan.
 Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuannya.
d. Tindakan Keperawatan
 Bina hubungan saling percaya.
 Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
 Bantu klien menilai yang masih dapat di gunakan.
 Bantu klien sesuai kemampuan yang dipilih
 Berikan pujian yang sewajarnya terhadap keberhasilanya
 Ajarkan klien memasukan kegiatan kedala jadwal harian.

2. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN


a. Fase orientasi & kontrak
“Selamat pagi, Perkenalkan nama saya suster D, dari mahasiswa Stikes
Yatsi Tangerang. Bagaimana keadaan   bapak  hari ini ?  bapak terlihat
segar“. ”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan
dan kegiatan yang pernah   bapak lakukan? Setelah itu kita akan nilai
kegiatan mana yang masih dapat   bapak dilakukan. Setelah kita nilai,
kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih”
”Dimana kita duduk ? Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ?
Bagaimana kalau 20 menit ?
b. Fase kerja
”  bapak, apa saja kemampuan yang   bapak miliki? Bagus, apa lagi?
Saya buat daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang
biasa  bapak lakukan? Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu
? Mencuci piring..............dst.”. “ Wah, bagus sekali ada lima
kemampuan dan kegiatan yang   bapak miliki “.
”bapak dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang
kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus
sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit
ini. ”Sekarang, coba   bapak pilih satu kegiatan  yang masih bisa
dikerjakan di rumah sakit ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat
tidur? Kalau begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan
tempat tidur   bapak”. Mari kita lihat tempat tidur bapak Coba lihat,
sudah rapihkah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu
bantal dan selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan
kasurnya kita balik.  ”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita
mulai dari arah atas, ya bagus !. Sekarang sebelah kaki, tarik dan
masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal,
rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut,
nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”
” bapak sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba
perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”
“ Coba bapak lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri)
kalau bapak lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan
bisa melakukan, dan bapak bapak (tidak) melakukan.
c. Fase Kerja
“Bagaimana perasaan   bapak setelah kita bercakap-cakap dan latihan
merapihkan tempat tidur ? Yach,  ternyata banyak memiliki
kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya,
merapihkan tempat tidur, yang sudah   bapak praktekkan dengan baik
sekali.  Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah
pulang.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian.   Bapak  Mau berapa
kali sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi
jam berapa ? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”
”Besok pagi  kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Bapak masih
ingat kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah selain
merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalu begitu kita akan
latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis
makan pagi  Sampai jumpa ya
3. Fase Terminasi
e. Evaluasi Subjektif
“ Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang – bincang dengan
saya..??..

f. Evaluasi Objektif
“ Bisakah ibu mengulangi kembali bagaimana cara merapihkan
tempat tidur..??..ya..bagus sekali ibu “

g. Rencana Tindak Lanjut


“ Saya harap ibu dapat melakukan ini saat setiap melihat tempat
tidur berantakan“.

h. Kontrak Yang Akan Datang


“ Ibu.. karna waktunya sudah habis, jadi sampai disini dulu
perbincangan kita kali ini, besok kita akan bertemu lagi untuk
membahas tentang kegiatan selanjutnya. Ibu.. besok kita mau
bertemu jam berapa..??..bagaimana kalau jam 10 . 15 – 10. 30 WIB
saja..??..tempatnya disini saja ya bu..??..”.
“ Baiklah..kalau begitu sampai jumpa besok pagi ya bu,,selamat
siang..??..”
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, N. (2017). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.
Keliat, B. A. (2016). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Riyadi, S. Dan Purwanto, T. (2016). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Yosep, I. (2016). Keperawatan Jiwa. Jakart: Refika Aditama.
Yusuf, Ah, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Definisi
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi
aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian
atau berhias, makan, dan BAB atau BAK (toileting)[ CITATION Fit17 \l 14345 ].
Defisit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan seseorang yang
mengalami gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri,
seperti mandi, berganti pakaian, makan dan toileting[ CITATION Yos16 \l
14345 ].

B. Proses Terjadinya Masalah


Menurut Sumber [ CITATION dkk15 \l 14345 ] faktor penyebab terjadinya
Defisit Perawatan Diri adalah:
a. Faktor predisposisi
1. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketiak pedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
4. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya.Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.

b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri.
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang
untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang


dan perlu bantuan untuk melakukannya.

C. Jenis Defisit Perawatan Diri


Menurut Sumber [ CITATION dkk15 \l 14345 ] Jenis Defisit Perawatan
Diri diantaranya:
1. Kurang perawatan diri mandi adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas mandi atau kebersihan diri
2. Kurang perawatan diri berhias adalah gangguan kemampuan memakai
pakaian dan aktivitas berdandan sendiri
3. Kurang perawatan diri makan adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan
4. Kurang perawatan diri toilet adalah gangguan perawatan diri untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas sendiri.

D. Manifestasi Klinis
Menurut Sumber [ CITATION dkk15 \l 14345 ] Manifestasi Klinis Defisit
Perawatan Diri diantaranya ada 3 yaitu:
1. Fisik
 Badan bau, pakaian kotor
 Rambut dan kulit kotor
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor disertai mulut bau
 Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
 Malas, tidak ada inisiatif
 Menarik diri, isolasi diri
 Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Social
 Interaksi kurang
 Kegiatan kurang
 Tidak mampu berperilaku sesuai norma
 Cara makan tidak teratur
 BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak
mampu mandiri

E. Rentang Respon Kognitif


Respon Respon
adaptif maladaptive

- Tegas - Ketidak tegasan - Tidak mampu


- Ingatan utuh - Mudah pelupa membuat keputusan
- Orientasi lengkap - Kebingungan
- Persepsi akurat - Trasien ringan
- Perhatian terfokus - Kadang mis presepsi
- Koheren
Menurut Sumber [ CITATION dkk15 \l 14345 ]

F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan oleh klien : Regresi,
penyangkalan, isolasi diri, menarik diri, intelektualisasi.

G. Pohon Masalah
Resiko GSP Halusinasi

Isolasi Sosial Defisit Perawatan Diri


(DPD)

Harga Diri Rendah Kronis


H. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji
1. Data Subyektif :
Klien mengatakan malas mandi, tak mau menyisir rambut, tak mau
menggosok gigi, tak mau memotong kuku, tak mau berhias, tak bisa
menggunakan alat mandi / kebersihan diri.
2. Data Obyektif :
Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan
kotor, gigi kotor, mulut bau, penampilan tidak rapih, tak bisa
menggunakan alat mandi.

I. Diagnosis Keperawatan Jiwa


Defisit Perawatan Diri

J. Rencana Tindakan Keperawatan


Dx perwatan diri
1. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3. Pasien mampu melakukan bab/bak secara mandiri
STRATEGI PELAKKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP I)

DEFISIT PERAWATAN DIRI

PERTEMUAN KE – 1 (SATU)

Hari / Tanggal :

Ruang :

Nama klien :

No Rm :

A PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Seorang klien mengalami defisit perawatan diri. Klien terlihat
kotor, rambut kotor dan kusam, gigi kotor, kulit berdaki, bau, kuku
panjang dan kotor, BAB/BAK disembarangan tempat
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri, ketidakmampuan dalam kebersihan diri
3. Tujuan Keperawatan
 Membina hubungan saling percaya
 Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
 Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
 Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
 Menganjurkan pasien Memasukkan kedalam jadwal harian
4. Tindakan Keperawatan
 Bina hubungan saling percaya
 Jelaskan pentingnya kebersihan diri
 Jelaskan cara menjaga kebersihan diri
 Bantu pasien mempraktekkan cara mejaga kebersihan diri
 Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

B STRATEGI PELAKSANAAN
1. Orientasi
“ Selamat pagi .. perkenalkan nama saya … lebih senang di panggil...,
nama bapak/ibu siapa ? lebih senang di panggil apa ? saya disini yang
akan merawat dan membantu bapak/ibu.”

2. Kontrak
“ Bagaimana tidurnya semalam? Apa yang dirasakan sekarang?”
“ Bagaimana jika kita berbincang-bincang tentang apa yang di rasakan”
“ Bagaimana jika di taman? Untuk waktunya 20 menit? Baiklah”

3. Kerja
“Bapak atau ibu mengapa anda garuk – garuk badan ?”
“Apakah Bapak atau ibu sudah mandi ?”
“Apa alasan Bapak atau ibu tidak merawat diri ?”
“Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut
Bapak atau ibu yang bisa muncul ?”
“Ya betul, selain Bau badan , masalah yang dapat timbul yaitu kudis,
panu, kutu , gatal – gatal, dan lain – lain.”
“Menurut Bapak atau ibu kita mandi harus bagaimana ?”
“Sebelum mandi apa yang perlu kita siapkan ?”
“benar sekali, Bapak atau ibu perlu menyiapkan handuk, sikat gigi dan
pasta gigi, sabun, shampoo, dan sisir.”
“Bagaimana kalau sekarang kita kekamar mandi , saya akan membimbing
Bapak atau ibu melakukannya. Sekarang,buka pakaian dan siram seluruh
tubuh Bapak atau ibu termasuk rambut lalu ambil shampoo gosokan pada
kepala Bapak atau ibu sampai berbusa, lalu bilas sampai bersih. Bagus
sekali!”
“Selanjutnya ambil sabun, gosokan diseluruh tubuh secara merata, lalu
disiram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai pasta gigi,
giginya disikat mulai dari atas sampai bawah.”
“Gosok seluruh gigi bapak atau ibu mulai dari depan sampai belakang.”
“Bagus, lalu kumur – kumur sampai bersih. “
“Terakhir, siram lagi seluruh badan Bapak atau ibu sampai bersih lalu
keringkan dengan handuk. Bapak atau ibu bagus sekali melakukannya”
4. Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak atau ibu setelah belajar cara menjaga
kebersihan diri (mandi) yang benar.?”
“Coba Bapak atau ibu sebutkan lagi apa saja cara – cara mandi yang baik
yang sudah Bapak atau ibu lakukan.?”
“Bagaimana kalau besok kite bertemu lagi dan berbincang – bincang lagi
tentang cara makan yang baik.?”
“Bapak atau ibu mau berbincang – bincang dimana? Bagaimana kalau
diruang makan ?”
“Bagaimana kalau kita berbincang – bincang kembali besok jam… ?,
apakah bapak atau ibu setuju ?”
“Saya harap Bapak atau ibu melakukan cara menjaga kebersihan diri dan
jangan lupa memasukkan dalam jadwal kegiatan harian”
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, N. (2017). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.

Jaya, K. (2015). Keperawatan Jiwa. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara.

Keliat, B. A. (2016). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Riyadi, S. Dan Purwanto, T. (2016). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Yosep, I. (2016). Keperawatan Jiwa. Jakart: Refika Aditama.

Yusuf, Ah, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
A. Definisi
Isolasi sosial merupakan upaya untuk menghindari suatu hubungan
komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab
dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan
kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam hubungan secara spontan
dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak
ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman (balitbang, 2012)
dalam [ CITATION Dir11 \l 14345 ].
Menarik diri adalah usaha menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalannya.
Orang lain yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada
perhatian dan sanggup membagi pengalaman dengan orang lain. (Depkes,
2006) dalam [ CITATION Ded13 \l 14345 ].

B. Proses Terjadinya Masalah


Dalam [ CITATION Dir11 \l 14345 ] Proses Terjadinya Masalah Isolasi
sosial terdapat 2 faktor :
1. Faktor Predisposisi
Masa bayi sampai dewasa tua akan mejadi faktor pendukung
seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial menarik diri.
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Kelainan struktur otak, seperti atropi otak, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan ukuran dan bentuk
sel-sel dalam limbik dan daerah kortikal yang diduga dapat
menyebabkan skizofrenia. Isolasi juga dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku dan sistem nilai yang berbeda dari yang
dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap
hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan norma yang
tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia,
orang cacat dan berpenyakit kronik. Seorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dengan waktu bersamaan
atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat
untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
2. Faktor Presipitasi
Adapun faktor pencetus terdiri dari sumber utama yang dapat
menentukan alam perasaan adalah: kehilangan ketertarikan yang nyata
atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta seseorang. Fungsi
fisik, kedudukan atau harga diri, karena elemen actual dan simbolik
melibatkan konsep kehilangan, maka konsep persepsi lain merupakan
hal yang sangat penting. Peristiwa besar dalam kehidupan, sering
dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak
terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan
menyelesaikan masalah. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan
mempengaruhi depresi terutama pada wanita. Perubahan fisiologis
diakibatkan oleh obat-obatan berbagai penyakit fisik seperti infeksi,
meoplasma dan gangguan keseimbangan metabolic dapat mencetus
gangguan alam perasaan.

C. Rentang Respon

RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

1. Menyendiri/ 1. Merasa sendiri 1. Manipulatif


solitude. (loneliness) 2. Impulsif
2. Menarik diri. 3. Narkisisme
2. Otonomi
3. Tergantung
3. Bekerjasama (Dependensi)
(mutualisma)
4. Saling tergantung
(interdependen)
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang masih dapat diterima oleh norma sosial dan budaya yang umum
berlaku. Respon ini meliputi :
1. Menyendiri/solitude : Respon seseorang untuk merenungkan apa yang
telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan cara mengevaluai diri
untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
2. Otonomi : Kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3. Kebersamaan : Kondisi hubungan intrapersonal dimana individu
mampu untuk saling memberi dan menerima.
4. Saling tergantung (interdependen) : Suatu hubungan saling tergantung
antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal.
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma sosial dan budaya lingkungannya.
Respon yang sering ditemukan :
1. Manipulasi : orang lain diberlakukan sebagai obyek, hubungan
terpusat pada masalah pengendalian orang lain, orientasi diri sendiri
atau tujuan bukan pada orang lain.
2. Implusive : tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar
dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.
3. Narkisisme : harga diri rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan
dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah bila orang lain tidak
mendukung.

D. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupkan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya.
Kecemasan koping yang sering digunakan adalah Regrasi, Represi, dan
Isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang dapat digunakan misalnya
keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman,
hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreatifitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian music atau tulisan.
(Stuart and sundeen, 1998) dikutip dalam [ CITATION Ded13 \l 14345 ].

E. Pohon Masalah

Gangguan sensori persepsi:


halusinasi

Isolasi Sosial

harga diri rendah

F. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji


Data subjektif
1. Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
2. Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan
meminta untuksss sendirian
3. Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain
4. Tidak mau berkomunikasi
5. Klien mengatakan merasa kesepian
6. Klien mengatakan tidak dapat berhubungan sosial.
Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui
keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau teman dekat).

Data Objektif
1. Kurang spontan
2. Tidak tahan terhadap kontak yang lama
3. Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat berbicara
4. Tidak ada kontak mata
5. Ekpresi wajah murung, sedih
6. Tampak larut dalam pikiran dan ingatnya sendiri
7. Kurang aktivitas
8. Tidak berkomunikasi
9. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
10. Mengisolasi diri
11. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
12. Asupan makanan dan minuman terganggu
13. Retensi urine dan feses

G. Pengkajian
1) Interaksi selama wawancara
2) Proses piker
3) Isi Pikir
4) Tingkat Kesadaran
5) Memori
6) Tingkat konsentrasi dan kalkulasi
7) Penilaian
8) Daya titik diri dan konsep diri
9) Psikososial dan spiritual
STRATEGI PELAKKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP I)
ISOLASI SOSIAL
PERTEMUAN KE – 1 (SATU)

Pertemuan Ke :1
Hari/Tanggal :
Nama Klien :
SP Ke : 1.Isolasi Sosial
Ruangan :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS :
- Ungkapan tentang ketidaknyamanan situasi social, cepat bosan,
lambat
- Ekspresi perasaan berbeda dari orang lain, kesepian, merasa
ditolak oleh orang lain, tidak berarti
DO :
- Disfungsi interaksi, nonkomunikatif, tidak ada kontak mata
- Asyik dengan pemikirannya sendiri, sulit berkonsentrasi
- Iritabel, tidak sabar dengan interaksi
- Sedih, afek datar sampai tumpul
- Perilaku menyendiri, aktivitas menurun, lesu, tidur posisi janin

2. Diagnosa Keperawatan:
Isolasi Sosial
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengenal perasaan penyebab isolasi sosial
c. Klien dapat mengidentifikasi keuntungan berhubungan dengan
orang lain
d. Klien dapat mengembangkan hubungan sosial secara bertahap

4. Tindakan Keperawatan:
a. Identifikasi penyebab isolasi sosial
b. Diskusikan dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain
c. Diskusikan dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain
d. Ajarkan klien tentang cara berkenalan dengan satu orang
e. Anjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian

B. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ Assalamualaikum, Selamat pagi bu, sedang apa ? ”, perkenalkan
nama saya w?, biasa dipanggil w?, saya perawat yang dinas pagi ini
ini . Saya dinas dari pk 07.00-14.00 nanti, saya ingin mengobrol
dengan ibu pagi ini apakah ibu bersedia?, saya yang akan merawat
ibu hari ini. Nama ibu siapa, senangnya dipanggil apa?” Saya
mahasiswi profesi profesi STIkes Yatsi Tangerang. Saya berada
disini selama 3 minggu disini saya akan menemani dan membantu
merawat ibu dari pukul 08.00-14.00 WIB. Jadi ibu dapat bercerita
dengan saya masalah yang sedang ibu rasakan.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu saat ini?” “Apa keluhan
Bapak/Ibu hari ini?”
c. Kontrak
Topik : “Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga
dan teman-teman Bapak/Ibu ?”
Waktu : “Mau berapa lama,? Bagaimana kalau 15 menit”
Tempat : “Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di
ruang tamu?”
Tujuan : Agar dapat berinteraksi dengan orang lain

2. Kerja
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan
Bapak/Ibu ? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan Bapak/Ibu?
Apa yang membuat Bapak/Ibu jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang Bapak/Ibu rasakan selama Bapak/Ibu dirawat disini? O..
Bapak/Ibu merasa sendirian? Siapa saja yang Bapak/Ibu kenal di
ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa Bapak/Ibu lakukan dengan teman yang
Bapak/Ibu kenal?”
“Apa yang menghambat Bapak/Ibu dalam berteman atau bercakap-
cakap dengan pasien yang lain?”
”Menurut Bapak/Ibu apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai
teman ? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai
pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak
mampunyai teman apa ya Bapak/Ibu ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya
teman ya. Kalau begitu inginkah Bapak/Ibu belajar bergaul dengan
orang lain ? Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan
dengan orang lain”
“Begini lho Bapak/Ibu , untuk berkenalan dengan orang lain kita
sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita
dan hobi. Contoh: Nama Saya Bapak/Ibu, senang dipanggil Si. Asal
saya dari Jakarta, hobi memasak”
“Selanjutnya Bapak/Ibu menanyakan nama orang yang diajak
berkenalan. Contohnya begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil
apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?” “Ayo Bapak/Ibu dicoba!
Misalnya saya belum kenal dengan Bapak/Ibu. Coba berkenalan
dengan saya!” “Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah Bapak/Ibu berkenalan dengan orang tersebut Bapak/Ibu bisa
melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan
Bapak/Ibu bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang
keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

3. Terminasi
a. Evaluasi
Subyektif : ”Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan
berkenalan?”
Obyektif : ” Bapak/Ibu tadi sudah mempraktekkan cara
berkenalan dengan baik sekali, bisa Bapak/Ibu
mengulangi?”
b. Rencana Tindak Lanjut
”Selanjutnya Bapak/Ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita
pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga Bapak/Ibu lebih siap
untuk berkenalan dengan orang lain. Bapak/Ibu mau praktekkan ke
pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan
pada jadwal kegiatan hariannya.”
c. Kontrak
Topik : Besok saya akan mengajak Bapak/Ibu berkenalan
dengan teman saya, perawat I. Bagaimana,
Bapak/Ibu mau kan?”
Waktu : ”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini”
Tempat : “Tempatnya di ruang ini saja ya? Baiklah, sampai
jumpa. Assalamu’alaikum
DAFTAR PUSTAKA

Deden dan Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Direja, s. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Yusuf, Ah, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

A. Definisi
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat
terus-menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan[ CITATION Kel15 \l
14345 ].

B. Jenis-jenis waham
menurut [ CITATION Kel15 \l 14345 ] Jenis-jenis waham dibagi
memnjadi :
1. Waham Kebesaran, yaitu meyakini ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus, di ucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
2. Waham curiga, yaitu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok
yang berusaha merugikan/mencederai dirinya, diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai kenyataan.
3. Waham agama, yaitu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara
berlebihan, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
4. Waham somatic, yaitu meyakini bahwa bagian tubuhnya ada yang
tergangg/terserang penyakit, diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
5. Waham nihilistic, yaitu meyakini dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
6. Waham siar pikir, keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa
yang dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya
kepada orang tersebut
7. Waham kontrol pikir, keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.

C. Proses Terjadinya Masalah


Dalam [ CITATION Dir11 \l 14345 ]Proses Terjadinya Waham terdapat
2 faktor:
1. Faktor Prediposisi
a. Genetis (diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem
saraf yang berhubungan dengan respon biologis yang
maladaptive).
b. Neurobiologis (adanya gangguan pada korteks pre frontal dan
korteks limbic)
c. Neurotransmitter (abnormalitas pada dopamine, serotonin dan
glutamate).
d. Virus (paparan virus influensa pada trimester III)
e. Psikologis (ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli).

2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu

D. Rentang Respon
Dalam [ CITATION Dir11 \l 14345 \m Kus13]

E. Pohon Masalah
 
Risiko kerusakan komunikasi verbal

Perubahan proses pikir: waham

Gangguan konsep diri:


harga diri rendah: kronis

F. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


Ganggua Proses Pikir : Waham
Ds :
- Interpretasi tidak akurat atas informasi (orang lain adalah
mata0mata iblis)
- Ketidakmampuan membedakan secara internal stimulus dari
suatu kejadian atau fakta (presiden adalah pemimpin yang
mengatur hidup atau mati)
- Merasa bahwa orang disekitarnya mendengarkan pikirannya
- Yakin bahwa ia bertanggung jawab atas suatu peristiwa
- Ungkapan berkuasa atau berkekuatan super
- Meyakini orang lain akan berbuat jahat
- Menghasut rasa takut atau bingung pada orang lain
- Ungkapan ide religious yang tidak benar
- Ungkapan mengeneralisasi kejadian (mata saya coklat, saya
suka jalan-jalan, semua yang bermata coklat suka jalan-
jalan).
Do :
- Reaksi tidak sesui terhadap komunikasi dan perilaku oraang
lain (tertawa ketika sedih)
- Tidak dapat mengikuti intruksi sederhana
- Tidak dapat berpikir abstrak
- Curiga, marah, ketakutan dengan alasan tidak logis
- Mudah beralih, rentang perhatian buruk, kesulitan
berkonsentrasi
- Disorganisasi bicara, inkoheren, fragmentasi, kehilangan
asosiasi, sirkumustansial, tangensial, flight of idea.
- Tidak dapat mengartikan simbolis
- Ambivalen
- Membuat gerak atau isyarat sendiri
- Pola tidur terganggu, hiperaktivitas

G. Diagnosa Keperawatan :
1. Kerusakan komunikasi verbal : waham
2. Gangguan Proses Pikir : Waham

H. Rencana Tindakan Keperawatan


Dx kerusakan komunikasi verbal : waham
1. Klien dapat hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
3. Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi
4. Klien dapat hubungan dengan realita
5. Klien dapat berhubungan dengan keluarga
6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Dx perubahan proses pikir : waham
1. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dmiliki
2. Klien dapat memiliki kemampuan yang dapat digunakan
3. Klien dapat menetapkan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
4. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan
kemampuannya
5. Klien dapat mengguanakan sistem pendukung yang ada.
STRATEGI PELAKKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP I)

WAHAM

PERTEMUAN KE – 1 (SATU)

Hari / Tanggal :
Ruang :
Nama klien :
No Rm :

C PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai debgan kenyataan. Klien tampak tidak
mempercayai orang lain, curiga, bermusuhan, takut, kadang panik.
Tidak tepat menilai lingkungan / realitas. Ekspresi tegang, mudah
tersinggung.
2. Diagnosa Keperawatan
 Gangguan proses pikir : Waham
3. Tujuan
 Tujuan Umum
Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
 Tujuan Khusus
 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat
 Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
 Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak
terpenuhi
 Klien dapat berhubungan dengan realitas
 Klien dapat menggunakan obat dengan benar
 Klien dapat dukungan dari keluarga

4. Tindakan Keperawatan
a. Identifikasi penyebab waham
b. Idantifikasi tanda-tanda dan gejala waham
c. Identifikasi wahah yang dilakukan
d. Sebutkan cara mengontrol waham
e. Identifikasi akibat waham
f. Anjurkan klien memasukkan dalam kegiatan harian

D STRATEGI PELAKSANAAN
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“ Selamat pagi .. perkenalkan nama saya … lebih senang di
panggil..., nama bapak/ibu siapa ? lebih senang di panggil apa ?
saya disini yang akan merawat dan membantu bapak/ibu.”
b. Evaluasi / validitas
“Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini ?”
c. Kontak
1) Topik
“Baiklah, bagai mana kalau kita besok berbincang-bincang lagi
tentang 3 hal apa yang sudah disebutkan oleh bapak/ibu ?”
2) Waktu
“Baiklah ..... besok mau jam berapa dan berapa lama ?
bagaimana lalau jam 10.30 sampai jam 10.50 ya, hanya 20
menit saja.”
3) Tempat
“Besok ..... mau dimana tempatnya ? bagaimana kalau disini
lagi saja? Sampai jumpa besok ya ......”

2. Kerja
“ Saya perhatikan tampaknya bapak/ibu gelisah sekali, bisa bapak/ibu
ceritakan apa yang bapak/ibu rasakan ? “
“ Sekarang setelah bapak/ibu ceritakan kepada saya masalah-masalah
bapak/ibu, sekarang kita diskusi tentang kemampuan yang bapak
miliki dan coba bapak/ibu sebutkan minimal 3 hal.”
“ Nah sekarang bapak/ibu sudah menyebutkan 3 hal tersebut, mari kita
masukan ke jadwal harian bapak/ibu.”
“Bapak/ibu mau jam berapa kita bisa berdiskusi lagi ?”

3. Terminasi
a. Evaluasi
 Subjektif : “ Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita
berbincang-bincang dengan saya tadi?”
 Objektif : “ coba bapak/ibu sebutkan kemampuan yang bisa
bapak miliki?”
b. Rencana tindak lanjut
“ Saya harap bapak bisa menerapkan kemampuan bapak itu dan
memasukannya ke dalam jadwal harian bapak/ibu.”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah, bagai mana kalau kita besok berbincang-bincang lagi
tentang 3 hal apa yang sudah disebutkan oleh bapak/ibu ?”
2) Waktu
“Baiklah ..... besok mau jam berapa dan berapa lama ?
bagaimana lalau jam 10.30 sampai jam 10.50 ya, hanya 20
menit saja.”
3) Tempat
“Besok ..... mau dimana tempatnya ? bagaimana kalau disini
lagi saja? Sampai jumpa besok ya ......”
DAFTAR PUSTAKA

Direja, s. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika.
Keliat, B. A. (2015). Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Kusumawati dan Hartono. (2013). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika .
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

I. Kasus (Masalah Utama)


A. Definisi
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
resiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang
dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh
diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang
mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian
dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan
[ CITATION Fit17 \l 14345 ].

B. Jenis-jenis Bunuh Diri


Menurut Durkheim dalam [ CITATION dkk15 \l 14345 ] , bunuh diri
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini
disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang
menjadikan individu itu seolah-seolah tidak berkepribadian.
Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa
mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan
bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntunan tradisi khusu ataupun ia cenderung
untuk bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu
kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan
integrasi antara individu dan masyarakat, sehingga individu
tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa.
Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau
kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak
ada pengaturan atau pengawsan terhadap kebutuhan-
kebutuhannya.
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar
dilakukan oleh klien untuk mengakhiri kehidupannya.
Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri,
ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Isyarat bunuh diri.
Isyarat bunuh diri ditujukkan dengan berperilaku secara tidak
langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :
“Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau
“Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya”. Pada kondisi ini
klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan
perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak
berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang
diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi
keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk
mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah
memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan
percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini klien
belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus
dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan
klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien menciderai
atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada
kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara
gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat tinggi.

C. Tahap-tahap Resiko Bunuh Diri


Menurut Durkheim dalam [ CITATION dkk15 \l 14345 ] , bunuh diri
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Suicidal Ideantion
Sebuah metode yang digunakan tanpa melakukan aksi atau
tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan memungkinkan
idenya apabila tidak di tekan.
2. Suicidal Intent
Pada tahap ini klien mulai berfikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri.
3. Suicidal Threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat
yang dalam bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4. Suicidal Gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang
diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya
mengancam kehidupannya, tetapi sudah pada percobaan untuk
melakukan bunuh diri.
5. Suicidal Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien mempunyai indikasi
individu yang ingin mati dan tidak mau diselamatkan. Misalnya,
minum obat yang mematikan.
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala menurut [ CITATION Fit17 \l 14345 ]:
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
4. Impulsif
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi
sangat patuh)
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang obat dosis mematikan)
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik,
marah dan mengasingkan diri)
9. Kesehatan mental (secara klinis klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alkohol)
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal)
11. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
mengalami kegagalan dalam karir)
12. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
14. Pekerjaan
15. Konflik interpersonal
16. Latar belakang keluarga
17. Orientasi seksual
18. Sumber-sumber personal
19. Sumber-sumber sosial
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
E. Proses Terjadinya Masalah
Dalam [ CITATION Dir11 \l 14345 ] Proses Terjadinya Resiko
Bunuh Diri terdapat 2 faktor:
1. Predisposisi
a. Teori genetik
1. Genetik
Perilaku bunuh diri menurut shadock (2011) serta Varcarolis
dan Hitler (2010) dalam [ CITATION dkk15 \l 14345 ] merupakan
sesuatu yang diturunkan dalam keluarga kembar monozigot
memiliki resiko dalam melakukan bunuh diri.
2. Hubungan neurokimia
Neurotransmiter adalah zat kimia dalam otak dari sel ke saraf,
peningkatan dan penurunan neuro transmiter mengakibatkan
perubahan pada perilaku. Neurotransmiter yang dikaitkan
dengan perilaku bunuh diri adalah dopamine, neuroepineprin,
asetilkolin, asam amino dan gaba.
3. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa.
4. Gangguan jiwa
Gangguan jiwa yang berisiko menimbulkan individu untuk
bunuh diri adalah gangguan mood, penyalahgunaan zat,
skizofrenia, dan gangguan kecemasan.
b. Faktor psikologi
1. Kebencian terhadap diri sendiri
Bunuh diri merupakan hasil dari bentuk penyerangan atau
kemarahan terhadap orang lain yang tidak diterima dan
dimanifestasikan atau ditunjukkan pada diri sendiri.
2. Ciri kepribadian
Keempat aspek kepribadian yang terkait dengan peningkatan
resiko bunuh diri adalah permusuhan, impulsive, depresi dan
putus asa.
3. Teori psikodinamika
Menyatakan bahwa depresi karena kehilangan suatu yang
dicintai, rasa keputusasaan, kesepian dan kehilangan harga
diri.
c. Faktor sosial budaya
1. Beberapa faktor yang mengarah kepada bunuh diri adalah
kemiskinan dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar,
pernikahan yang hancur, keluarga dengan orang tua tunggal.
2. Faktor budaya yang di dalamnya adalah faktor spiritual, nilai
yang di anut oleh keluarga, pandangan terhadap perilaku yang
menyebabkan kematian berdampak pada angka kejadian bunuh
diri.
3. Kehilangan, kurangnya dukungan sosial dan peristiwa
kehidupan yang negatif dan penyakit fisik kronis. Baru-baru
ini perpisahan perceraian dan penurunan dukungan sosial
merupakan faktor penting berhubungan dengan risiko bunuh
diri.

2. Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri,
yaitu :
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi
stress.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusan.
F. Rentang Respon
Menurut [ CITATION Fit17 \l 14345 ] mengemukakan rentang harapan-
putus harapan merupakanrentang adaptif-maladaptif:

Keterangan:
1. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau
pertahan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan
pertahan diri.
2.   Beresiko destruktif : seseorang memiliki kecenderungan atau
beresiko mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri
sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan
diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
3.   Destruktif diri tidak langsung : seseorang telah mengambil sikap
yang kurang tepat terhadap situasi yang membutuhkan dirinya
untuk mempertahankan diri.
4. Pencederaan Diri : seseorang melakukan percobaan bunuh diri
atau pencederaan diriakibat hilangnya harapan terhadap situasi
yang ada.
5.   Bunuh  diri : seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri
sampai dengan nyawanya hilang.
G. Pohon Masalah

H. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku
percobaan bunuh diri:
1. Resiko bunuh diri.
2. Harga diri rendah
3. Koping yang tak efektif.

I. Mekanisme Koping
Klien dengan penyakit kronis, nyeri atau penyakit yang
mengancamkehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri.
Sering kali klien secara sadarmemilih bunuh diri. Menurut (Stuart,
2006) dalam [ CITATION Yol15 \l 14345 ] mengungkapkan bahwa
mekanisme pertahanan egoyang berhubungan dengan perilaku
destruktif diri tidak langsung adalah penyangk alan, rasionalisasi,
intelektualisasi dan regresi.
STRATEGI PELAKKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP I)
RESIKO BUNUH DIRI
PERTEMUAN KE – 1 (SATU)

SP-1 Pasien: Resiko Bunuh Diri Pertemuan Ke-1


Tujuan: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
I. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ Selamat pagi, perkenalkan saya adalah perawat Ike yang bertugas diruang
melati ini. Saya yang akan dinas dari jam 7 pagi sampai jam 3 siang nanti”
b. Evaluasi/Validasi
“ Bagaimana perasaan Bapak Y hari ini?”
“ Bagaimana kalau hari ini kita cerita-cerita mengenai apa yang bapak rasakan
selama ini? Kita ceritanya ditempat ini saja selama 15 menit, bagaimana
menurut bapak”
II. Kerja
“ Bagaimana perasaan bapak setelah bencana ini terjadi? ”
“ Apakah dengan bencana ini bapak merasa paling menderita didunia ini?”
“ Apakah bapak kehilangan kepercayaan diri?”
“ Apakah bapak merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari orang
lain?”
“ Apakah bapak merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri?”
“ Apakah bapak merasa sering mengalami kesulitan berkonsentrasi?”
“ Apakah bapak berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri
atau berharap bahwa bapak mati?”
“ Apakah bapak pernah mencoba untuk bunuh diri?
” Apa sebabnya dan bagaimana caranya?”
“ Apa yang bapak rasakan saat melakukan tindakan tersebut?”
“ Baiklah, tampaknya bapak membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup”.
“Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar bapak ya untuk memastikan tidak
ada benda-benda yang dapat membahayakan bapak”.
“ Nah, karena bapak tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup bapak, maka saya tidak akan membiarkan bapak sendiri”.
“ Apa yang bapak akan lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau
keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya bapak harus langsung
minta bantuan kepada perawat diruangan ini dan juga keluarga atau teman yan
g sedang besuk. Jadi bapak jangan sendirian ya, katakan kepada perawat,
keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan”
III. Terminasi
“ Bagaimana perasaan bapak sekarang setelah mengetahui cara
mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”
“ Coba bapak sebutkan kembali cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?
Iya benar sekali ya pak”.
“ Apakah keinginan mengakhiri kehidupan bapak sudah berkurang? Baiklah
paksaya akan tetap menemani bapak sampai keinginan bunuh diri bapak hilang
ya (tidak meninggalkan pasien)”
DAFTAR PUSTAKA

Direja, s. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Fitria, N. (2017). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.

Yolland, A. (2015). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Resiko Bunuh Diri.
Retrieved juni 14, 2018, from
https://www.academia.edu/15320155/ASUHAN_KEPERAWATAN_PAD
A_KLIEN _DENGAN_RESIKO_BUNUH_DIRI

Yusuf, Ah, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. Kasus ( Masalah Utama )


Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai diri sendiri dan individu lain yang tidak menginginkan tingkah laku
tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang tidak dapat dibatasi
[ CITATION Kus11 \l 14345 ]
Perilaku kekerasan adalah merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan [ CITATION Fit171 \l 14345 ].

B. Proses Terjadinya masalah


Dalam [ CITATION dkk15 \l 14345 ] Proses Terjadinya Perilaku kekerasan
terdapat 2 faktor:
1. Faktor Predisposisi
a. Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah merupakan
hasil dari dorongan insting (instinctual drives).
b. Psikologis
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai hasil
dari peningkatan frustasi. Tujuan yang tidak tercapai dapat
menyebabkan frustasi berkepanjangan.
c. Biologis
Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya
agresivitas sebagai berikut.
1) Sistem limbik
Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi
emosi serta perilaku seperti makan, agresif, dan respons seksual.
Selain itu, mengatur sistem informasi dan memori.
2) Lobus temporal
Organ yang berfungsi sebagai penyimpan memori dan
melakukan interpretasi pendengaran.
3) Lobus frontal
Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis,
serta pengelolaan emosi dan alasan berpikir.
4) Neurotransmiter
Beberapa neurotransmiter yang berdampak pada agresivitas
adalah serotonin
(5-HT), Dopamin, Norepineprin, Acetylcholine, dan GABA.
d. Perilaku (behavioral)
1) Kerusakan organ otak, retardasi mental, dan gangguan belajar
mengakibatkan kegagalan kemampuan dalam berespons positif
terhadap frustasi.
2) Penekanan emosi berlebihan (over rejection) pada anak-anak atau
godaan (seduction) orang tua memengaruhi kepercayaan (trust) dan
percaya diri (self esteem) individu.
3) Perikaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak
(child abuse) atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga
memengaruhi penggunaan kekerasan sebagai koping.

Teori belajar sosial mengatakan bahwa perilaku kekerasan adalah


hasil belajar dari proses sosialisasi dari internal dan eksternal, yakni
sebagai berikut.
1) Internal : penguatan yang diterima ketika melakukan
kekerasan.
2) Eksternal : observasi panutan (role model), seperti orang tua,
kelompok, saudara, figur olahragawan atau artis, serta media
elektronik (berita kekerasan, perang, olahraga keras).
e. Sosial kultural
1) Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini
mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau
tidak diterima akan menimbulkan sanksi. Kadang kontrol sosial
yang sangat ketat (strict) dapat menghambat ekspresi marah yang
sehat dan menyebabkan individu memilih cara yang maladaptif
lainnya.
2) Budaya asertif di masyarakat membantu individu untuk berespons
terhadap marah yang sehat.

Faktor sosial yang dapat menyebabkan timbulnya agresivitas atau


perilaku kekerasan yang maladaptif antara lain sebagai berikut.
1) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup.
2) Status dalam perkawinan.
3) Hasil dari orang tua tunggal (single parent).
4) Pengangguran.
5) Ketidakmampuan mempertahankan hubungan interpersonal dan
struktur keluarga dalam sosial kultural.

2. Faktor Presipitasi
Semua faktor ancaman antara lain sebagai berikut.
1. Internal
a. Kelemahan.
b. Rasa percaya menurun.
c. Takut sakit.
d. Hilang kontrol.
2. Eksternal
a. Penganiayaan fisik.
b. Kehilangan orang yang dicintai. c. Kritik.
1. Rentang Respons

RENTANG RESPON MARAH

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Dalam [ CITATION dkk15 \l 14345 ].


Keterangan
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis/ terhambat
Pasif : Respon lanjutan dimana klien tidak mampu mengungkapkan
perasaannya
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol
Amuk : Perilaku destruktif dan tidak terkontrol

Karakteristik Pasif Asertif Amuk


• Negatif • Positif • Berlebihan
• Menghina diri • Menghargai diri • Menghina
• Dapatkah sendiri orang lain
Nada bicara
sayalakukan? • Saya dapat/akan • Anda
• Dapatkah ia lakukan selalu/tidak
lakukan? pernah?
• Diam • Diatur • Tinggi
Nada suara • Lemah • Menuntut
• Merengek
• Melorot • Tegak • Tegang
Sikap
• Menundukan • Relaks • Bersandar ke
tubuh
kepala depan
• Orang lain dapat • Menjaga jarak yang • Memiliki
masuk pada menyenangkan teritorial orang
Personal
teritorial • Mempertahankan hak lain
Space
pribadinya tempat/teritorial

• Minimal • Memperlihatkan • Mengancam,
Gerakan • Lemah gerakan yang sesuai ekspansi
• Resah gerakan
• Sedikit/tidak ada • Sekali-sekali • Melotot
Kontak (intermiten) sesuai
mata dengan kebutuhan
interaksi

C. Tindakan komunikasi Keperawatan


Dalam [ CITATION dkk15 \l 14345 ] tindakan komunikasi
keperawatan Perilaku kekerasan dianataranya:
1. Bina hubungan saling percaya.
a) Mengucapkan salam terapeutik.
b) Berjabat tangan.
c) Menjelaskan tujuan interaksi.
d) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa
lalu.
3. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.
4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada
saat marah secara:
a) verbal,
b) terhadap orang lain,
c) terhadap diri sendiri,
d) terhadap lingkungan.
5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
6. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a) fisik, misalnya pukul kasur dan batal, tarik napas dalam;
b) obat;
c) sosial/verbal, misalnya menyatakan secara asertif rasa marahnya;
d) spiritual, misalnya sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien.
7. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, yaitu latihan
napas dalam dan pukul kasur/bantal, secara sosial/verbal, secara spiritual,
dan patuh minum obat.
8. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
mengontrol perilaku kekerasan.

D. Pohon Masalah

Risiko perilaku kekrasan

Perilaku Kekerasan

Harga Diri Rendah

E. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


DS :
- Ungkapan kekesalan, ketidakpuasan, kemarahan, memaki-maki
- Ungkapan mendominasi orang lain, argumentasi keras
- Bicara kasar
- Suara tinggi, menjerit atau berteriak
- Mengancam secara verbal
DO :
- Jalan mondar-mandir, gelisah
- ekspresi wajah: pandangan mata tajam, tegang, muka merah,
mengatupkan rahang dengan kuat
- tangan mengepal sewaktu menceritakan marahnya
- emosi labil, berusaha melakukan perilaku destruksi pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan, melempar atau memukul
benda/orang lain

1. Diagnosa Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan
STRATEGI PELAKKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP I)
RESIKO PRILAKU KEKERASAN
PERTEMUAN KE – 1 (SATU)

Pertemuan Ke :1
Hari/Tanggal :
Nama Klien :
SP Ke : 1. Resiko Prilaku Kekerasan
Ruangan :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS : Ungkapan kekesalan, ketidakpuasan, kemarahan, memaki-
maki
Ungkapan mendominasi orang lain, argumentasi keras
Bicara kasar
Suara tinggi, menjerit atau berteriak
Mengancam secara verbal
DO : Jalan mondar-mandir, gelisah
Ekspresi wajah: pandangan mata tajam, tegang, muka merah,
mengatupkan rahang dengan kuat
Tangan mengepal sewaktu menceritakan marahnya
Riwayat emosi labil, berusaha melakukan perilaku destruksi
pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, melempar atau
memukul benda/orang lain

2. Diagnosa Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan


3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukan
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
d. Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukan
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam
mengungkapkan kemarahan
g. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan

4. Tindakan Keperawatan:
a. Identifikasi penyebab PK
b. Identifikasi tanda dan gejala PK
c. Identifikasi PK yang dilakukan
d. Identifikasi akibat PK
e. Jelaskan cara mengontrol PK
f. Bantu klien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik I
g. Anjurkan klien memasukkan dalam kegiatan harian

B. Strategi Pelaksanaan
1. ORIENTASI:
a. Salam terapeutik
“ Assalamualaikum, Selamat pagi bu, sedang apa ? ”, perkenalkan nama
saya?, biasa dipanggil ?, saya perawat yang dinas pagi ini ini . Saya
dinas dari pk 07.00-14.00 nanti, saya ingin mengobrol dengan ibu pagi
ini apakah ibu bersedia?, saya yang akan merawat ibu hari ini. Nama
ibu siapa, senangnya dipanggil apa?” Saya mahasiswi profesi profesi
STIkes Yatsi Tangerang. Saya berada disini selama 3 minggu disini
saya akan menemani dan membantu merawat ibu dari pukul 08.00-
14.00 WIB. Jadi ibu dapat bercerita dengan saya masalah yang sedang
ibu rasakan.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau
marah?”
c. Kontrak
Topik : “Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang
perasaan marah bapak/ibu”
Waktu : “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?”
Bagaimana kalau 10 menit?
Tempat : “Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang,
bapak/ibu?
Bagaimana kalau di ruang tamu?”
Tujuan : “ Supaya Bapak/ibu tidak melakukan perilaku kekerasan

2. KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak/ibu marah?, Apakah sebelumnya
bapak/ibu pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang
sekarang?. O..iya, jadi ada 2 penyebab marah bapak/ibu”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak/ibu pulang ke rumah dan
istri/suami belum menyediakan makanan(misalnya ini penyebab marah
pasien), apa yang bapak/ibu rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Apakah bapak/ibu merasakan kesal kemudian dada bapak/ibu berdebar-
debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak memukul istri
bapak/ibu dan memecahkan piring, apakah dengan cara ini makanan
terhidang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul,
istri/suami jadi sakit dan takut, piring-piring pecah. Menurut bapak/ibu
adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak/ibu belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak/bu. Salah satunya
adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa
marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak/ibu rasakan maka
bapak/ibu berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak/ibu sudah bisa
melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak/ibu lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak/ibu sudah terbiasa
melakukannya”

3. TERMINASI
a. Evaluasi
Subyektif : “Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah berbincang-
bincang tentang kemarahan bapak/ibu?”
Obyektif : ”Iya jadi ada 2 penyebab bapak/ibu marah ........ (sebutkan)
dan yang bapak rasakan ........ (sebutkan) dan yang bapak
lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
b. Rencana Tindak Lanjut
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah
bapak/ibu yang lalu, apa yang bapak/ibu lakukan kalau marah yang
belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya pak/bu.
‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari
bapak/ibu mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak/bu?”
c. Kontrak
Topik : ”Baik, bagaimana kalau selanjutnya kita latihan cara yang
lain untuk mencegah/mengontrol marah
Waktu : ”Bagaimana jika 2 jam lagi?”
Tempat : ”Tempatnya disini saja ya pak/bu, assalamualaikum”
DAFTAR PUSTAKA

Direja, s. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika.
Fitria, N. (2017). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Kusumawati dan Hartono. (2013). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika .
Kusumawati F dan Hartono Y. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Yusuf, Ah, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai